5
bekal kehidupan peserta didik di masa depan, baik yang berkenaan dengan nilai-nilai religius, bekal kecakapan hidup life skills, tata pergaulan, budi-pekerti, seni budaya lokal,
kesehatan dan lingkungan hidup, serta aspek-aspek pembentuk karakter kehidupan berbangsa dan bernegara; 2 Menghilangkan kesenjangan tingkat pendidikan dan
kesempatan berkiprah dalam memperoleh layanan pendidikan antara laki-laki dengan perempuan; 3 Meningkatkan daya nalar, apresiasi dan kemampuan belajar peserta didik
pada setiap jenjang pendidikan terhadap setiap mengikuti tuntutan kurikulum pendidikan; 4 Meningkatkan fungsi dan peran pelayanan perpustakaan sekolah, laboratorium sekolah,
dan sarana berlatih lainnya sebagai mediasumber belajar dan pembelajaran peserta didik; 5 Meningkatkan jumlah dan mutu buku paket, buku perpustakaan, peralatan
laboratorium, alat peraga edukatif indoor maupun outdoor, serta sarana dan prasarana belajar lainnya baik bagi peserta didik maupun bagi guru yang sesuai tuntutan kurikulum;
6 Meningkatkan status hukum kepemilikan tanah, bangunan gedung dan saranaprasarana serta aset-aset sekolah atas nama negara yang dilimpahkan wewenang pengelolaannya
kepada lembaga pengelola setiap satuan pendidikan; 7 Meningkatkan mutu pemeliharaan gedung, perabot, sarana dan prasarana sekolah yang didukung oleh mekanisme sistem
pemeliharaan yang berkelanjutan dan pembiayaan yang seimbang; 8 Meningkatkan jumlah guru dan tenaga kependidikan lainnya sesuai dengan tuntutan kurikulum; 9
Meningkatkan wawasan pengetahuan, apresiasi, dan kemampuan teknis manajerial para kepala satuan pendidikan, pengurus komitedewan sekolah, tata usaha, serta pengawas
sekolah, baik yang menyangkut bidang garapan sekolah, maupun proses manajemen yang sesuai dengan karakteristik kelembagaan sekolah; dan 10 Meningkatkan pelayanan
kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan lainnya pada setiap jenjang pendidikan dengan memberi imbalan yang layak dan berkeadilan dalam memikul tugas dan
tanggungjawabnya sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik setiap sekolah;
Sedangkan pada aspek peningkatan mutu tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik harus diarahkan pada: 1 Upaya dalam meningkatkan kinerja kelembagaan yang
mengangkut sistem perencanaan, pembiayaan, penyelenggaraan, pengawasan dan supervisi, evaluasi evaluasi hasil belajar maupun evaluasi program dan sistem pelaporan
terhadap satuan program penyelenggaraan pendidikan, sehingga tercipta profesionalitas, transparansi, akuntabilitas dan pencitraan publik yang wajar tanpa syarat; 2
Mengembangkan inovasi-inovasi pembelajaran yang lebih bersifat antisipatif ke arah peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan; 3 Meningkatkan kualitas data
dan informasi pendidikan yang cepat, akurat dan dapat dipercaya dalam upaya mendukung sistem pembuatan kebijakan dan keputusan yang menyangkut manajemen pembangunan
pendidikan di daerah; dan 4 Meningkatkan peranserta masyarakat, dunia perusahaan, dan stakeholders pendidikan lainnya yang diarahkan pada kebersamaan memikul
tanggungjawab antara pemerintah, masyarakat dan peserta didik sebagai bagian dari subjek pembelajaran, yang dinamis, adaptif, dan penuh inisiatif.
C. Pendekatan Program
Pelibatan sekolah pada suatu program pembaharuan pendidikan, didasarkan pada dua alasan: Pertama, upaya menempatkan sekolah sebagai pelaku utama yang peka dan
aktif pada seluruh kegiatan yang terkait dengan substansi program berdasarkan: kondisi, sumber daya yang dimiliki dan potensi sumber daya yang dapat dikuasainya. Kedua, upaya
memposisikan peran lembaga sekolah sebagai fasilitator agar peran pelaku utama yang peka dan aktif tersebut dapat terwujud. Kedua alasan tersebut beranjak dari pandangan
bahwa suatu program intervensi yang benar-benar melibatkan sekolah akan mengarahkan
6
kepada keberhasilan program itu sendiri dan sekaligus membangun kekuatan kelembagaan kelompok sasarannya.
Sekolah sebagai pelaku utama dalam pembangunan mengandung pengertian bahwa seluruh aspek manajemen program tersebut pada dasarnya dilakukan oleh sekolah.
Sehingga dengan demikian konteks pelibatan sekolah dalam program tersebut bukan sekedar untuk mengarahkan sekolah sebagai pelaksana tetapi memberikan kondisi agar
sekolah dapat melakukan pengembangan aspek program yang dibutuhkannya dan sekaligus memberikan perspektif terhadap kepentingan pembangunan yang lebih luas.
Fasilitasi yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan dalam kerangka penguatan kemampuan dan potensi masyarakat pembelajaran dan pemberdayaan serta pembaharuan
masyarakat. Artinya, para pengelola sekolah diharapkan pada suatu proses yang terbuka bagi pemikiran dan ketrampilan baru. Sehingga pelibatan sekolah akan merupakan media
untuk terjadi proses penerimaan dan pengalihan kemampuan masyarakat dalam mengelola aspek program yang dibutuhkannya.
Pemberdayaan sekolah dilihat sebagai upaya fasilitasi dari unsur di luar masyarakat akan terkait dengan aspek perilaku psiko-sosial, budaya dan politik, dan mata
pencaharian masyarakat. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi sehingga baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama akan berpengaruh terhadap tingkat kesiapan sekolah
untuk melibatkan diri atau dilibatkan dalam suatu program. Merujuk pada makna dasar dan dimensi yang terkandung di dalamnya maka hasil akhir dari proses pelibatan sekolah
dalam kerangka pembangunan yang berperspektif Pemberdayaan Sekolah Mandiri adalah tumbuhnya: 1 rasa memiliki dari para pengelola sekolah termasuk kelembagaannya
terhadap program intervensi yang dirancang; 2 kemandirian atau keswadayaan sekolah baik sebagai penggagas, pelaksana maupun pemanfaat pembangunan, dan 3 kepercayaan
diri yang mapan terhadap potensi, sumber daya dan kemampuan yang dimiliki untuk membangun kelembagaan.
Apabila kebijakan pembangunan masyarakat lebih menekankan kepada terwujudnya peranserta masyarakat dan pemberdayaan masyarakat menjadi satu-satunya
pilihan, maka persoalan sangat mendasar yang perlu diantisipasi dalam pemberdayaan sekolah adalah perbedaan persepsi antara para disainer program dengan keinginan,
kebutuhan dan harapan masyarakat itu sendiri. Apa yang dianggap pemerintah diperlukan oleh sekolah dan kemudian dirumuskan ke dalam serangkaian program pembangunan
belum tentu betul-betul dibutuhkan oleh golongan masyarakat. Dengan demikian, program Pemberdayaan Sekolah yang berbasis kemasyarakatan harus bercirikan: 1 ada kebijakan
yang menjamin hak dan kewajiban sekolah dalam menggali, merumuskan kebutuhan dan melaksanakan aktivitas dalam memenuhi kebutuhannya; 2 ada sistem informasi yang
melembaga dalam masyarakat dalam bentuk youth coalitions atau semacamnya; 3 ada upaya penguatan kapasitas atau kemampuan pengelola dan guru dalam pelaksanaan
program; 4 ada transparansi keterpaduan visi dan misi program; 5 ada akuntabilitas program, dan 6 ada lembaga yang menjadi mitra kerja pelaksanaan program.
Keenam ciri tersebut akan muncul apabila: 1 Sekolah mengetahui akan kebutuhan, keinginan dan harapannya; 2 Sekolah mempunyai kesempatan dan
keleluasaan untuk memutuskan keinginan, kebutuhan dan harapannya; 3 Sekolah memahami visi, misi, prinsip, dan tujuan program; 4 Sekolah mengetahui tugas dan
perannya; 5 Sekolah mempunyai penggerak baik bersifat individual maupun kelembagaan; 6 Sekolah diberi kepercayaan untuk melaksanakan program bahwa mereka
mempunyai potensi.
7
Berdasarkan pemikiran seperti itu, maka kerangka konsep pendekatan program dapat diilustrasikan pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1 Pendekatan dan Strategi Program