Biologi dan Perkembangan Populasi Pectinophora gossypiella (Saunders) pada Tujuh Varietas dan Galur Kapas

D a n A&?&

m&czA&kamu

kamu U a d a m e n g & W

ddni p a u - t ibcunu,
auatu apapun,

dun d - i b v d d y a kamu pendenganan,

aupay a kamu benayukwz

Kepada

&pa,
Adik-Wk

Ibu, I a t d ,

d m 8angaaku Twccin-ta.


4f
/ L

RIOLOGI DAN PERKEMBANGAN POPULASI
Pectin oplt ora gossypiella (SAUNDERS)
(LEPIDOPTERA : GELECHIIDAE)
PADA TUJUH VARIETAS DAN GALUR KAPAS

PROGRAM PASCASARJANA
INSTlTUT PERTANIAN BOGOR
1995

BIOLOGI

DAN

Pectinophora

PERKEMBANGAN


POPULASI

gossypfella



(LEPIDOPTERA:

GELECHIIDAE)

DAN

P A D A T U J U H VARIETAS

Oleh
MOLIDE
ENT

GALUR


KAPAS

:

RIZAL
90521

Disertasi
S e b a g a i S a l a h Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Doktor
pada
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM
INSTITUT

PASCASARJANA
PERTANIAN
1995


BOGOR

Judul Disertasi

:

BIOLOGI DAN PERKEMBANGAN POPULASI
Pectinophora gossypiella (SAUNDERS)
(LEPIDOPTERA: GELECHIIDAE) PADA
TUJUH VARIETAS DAN GALUR KAPAS

Nama Mahasiswa

:

MOLIDE RIZAL

Nomor Pokok


:

ENT 90521
Menyetujui :
1.

K o m i l Penarehat

(Prof. Ir. Soemartono Sosromarsono, Ph.D)
Ketua

I

(Ir. Aunu Rauf,' Ph.D.)

llnflta
(Ir. Hasnam,
Anggota

Ph.D.)


(Ir. H. dyafrida Manuwoto, Ph.D.)
Anggota

(Prof.Ir. H. Edi Guhardja, Ph.D.)
Anggo ta

2. Ketua Program Studi
Entomologi dan Fito-

(Ir. Aunu Rauf, Ph.D.)
Tanggal Lulus: 10 Oktober 1995

.

Edi Guhard

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 3 September 1960 di

Batusangkar, Sumatera Barat, sebagai anak tertua dari enam
bersaudara putra-putri dari Ibu Syamsiar dan Ayah Nazaruddin N.

~enulismenikah dengan Yosi Skanda Mirza, S.Pd.

Akhir tahun 1977 penulis menyelesaikan studi di SMA
PPSP IKIP Padang.

Pada tahun 1982 penulis memperoleh

gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor dan pada tahun 1988 memperoleh gelar Magister Sains dari Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mulai tahun ajaran 1990/1991 penulis mendapat

beasiswa dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
melalui Proyek PQN/ARMP untuk mengikuti program Doktor
pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sejak tahun 1982


-

1995 penulis bekerja sebagai staf

peneliti di Sub Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman
Serat Bajeng, Sulawesi Selatan.

Mulai April 1995 penulis

mendapat penugasan baru sebagai Ajun Peneliti Muda pada
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kendari,
Sulawesi Tenggara.

UCAPAN

TERIMAKASIH

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang dengan hidayah,
rahmat dan berkahNya penulisan disertasi ini dapat terselesaikan. DariNya semua ilmu berasal dan kepadaNya segala
urusan dikembalikan.

Ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya
penulis sampaikan kepada Komisi Pembimbing:

Prof. Ir.

Soemartono Sosromarsono, Ph.D. sebagai ketua; Ir. Aunu
Rauf, Ph.D., Ir. H. Syafrida Manuwoto, Ph.D., Prof. Ir. H.
Edi Guhardja, Ph.D. dan Ir. Hasnam, Ph.D. sebagai anggota;
atas nasihat, bimbingan dan saran sejak perencanaan. dan
pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian disertasi ini.
Kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian dan Pemimpin P4N/ARMP diucapkan terimakasih atas
kesempatan mengikuti program Doktor pada PPS-IPB.

Kepada

Rektor IPB dan Direktur Program Pascasarjana IPB diucapkan
terimakasih atas kesempatan, ilmu pengetahuan dan bimbingan yang telah penulis dapatkan di IPB.
Kepada Kepala Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman
%rat


Malang beserta staf, Kcgala Balai Pengkajian Tekno-

logi Pertanian Kendari beserta staf, Kepala ex- Sub Balai
Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat Bajeng beserta staf,
Ketua Kelompok Peneliti Hama Balittas beserta staf, Ketua
Kelompok Peneliti Teknologi Balittas beserta staf, Ketua
Program Penelitian Serat Buah Balittas, Kepala K.P. Asem-

bagus dan P3NT Sub Base Asembagus beserta Staf, disampaikan terimakasih atas kepercayaan, dorongan dan bantuan
yang diberikan selama masa studi penulis.

Kepada Dekan

Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Dekan
Fakultas Pertanian Universitas Jember, juga diucapkan
terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang baik selama
pelaksanaan penelitian di Aseabagus.
Terimakasih juga disampaikan kepada Ir. Hasnam, Ph.D.
sekeluarga, Ir. OMJ Fachruddin sekeluarga, Ir. Abi Dwi

Hastono sekeluarga, Dr. Ir. Gatot Kartono, Drs. Subiyakto
dan Drs. Dwi Adi Sunarto, atas bantuan yang tulus selama
masa studi di IPB dan pelaksanaan penelitian di Asembagus.
Kepada Yayasan Aji Dharma diucapkan terimakasih atas
bantuan dana promosi dan penulisan disertasi ini.
Penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga
kepada mas Yayan, mbak Wiwiek, mas Santoso, Yanto, Arie,
Erie, Rohmah, Erly, Andik, Dina, Ny. Jamila, P. Trini
serta seluruh rekan sejawat atas kerjasama yang kompak dan
bantuan pang tidak mengenal waktu selama pelaksanaan
penel it ian .
Akhirnya kepada seluruh keluarga disampaikan terimakasih yang tulus atas doa, pengertian, kesabaran dan

sokongan tanpa putus selama masa studi penulis di

IPB.

Semoga Allah memberi balasan yang lebih baik kepada
semuanya.

Amin.

DAFTAR

IS1

Halaman

..................................
DAFTAR GAMBAR
.................................
BAB I . PENDAHULUAN
...........................
Latar Belakang
...........................
Pendekatan Masalah
......................
Daftar Pustaka
...........................
BAB I1 . TINJAUAN PUSTAKA
.....................
Ulat Buah Merah Kapas
....................
DAFTAR. TABEL

riii
xvi
1
1

6
11

15
15

....
.............................
.........................

20

...........

20

........................

21

Daerah Sebaran dan Tanaman Inang

15

Biologi

16

Musuh Alami

Pembiakan di Laboratorium
Pengendalian

Resistensi Tanaman Kapas terhadap P. gossypiella
...................................
Neraca Hidup dan Pendugaan Parameter Populasi
Daftar Pustaka

BA3 I11

.

...........................

KARAKTERISTIK VARIETAS DAN GALUR KAPAS
GEN RESISTEN TERHADAP

YANG MENGANDUNG
P GOSSYPIELLA

......................
Pendahuluan
..............................
Bahan dan Metode
.........................
.

Hasil dan Pembahasan
Kadar Proksimat
Kadar Gosipol dan

.....................
.....................
Tanin
.............

45
48
48
50

xi

Kerapatan dan Panjang Rambut

........

Tinggi Tanaman. Jumlah Buah dan Kegenjahan

......................
Kesimpulan
...............................
Daftar Pustaka
...........................
IV . BIOLOGI P . GOSSYPIELLA
...............
Pendahuluan
..............................
Bahan dan Metode
.........................
Hasil dan Pembahasan
....................
Perkembangan dan Keperidian
.........
Produksi Serat

BAB

Mortalitas Pradewasa

................

......................

Nisbah Kelamin

................
Kesimpulan
...............................
Daftar Pustaka
...........................
V . STATISTIK DEMOGRAFI P. W S S Y P I E L L A
.....
Pe~dahuluan
..............................
Bahan dan Metode
.........................
Hasil dan Pembahasan
....................
Pertumbuhan Populasi
.................
Sumbangan Relatif terhadap r ............
Sebaran Umur Stabil
..................
Pref erensi Oviposisi

BAB

.....................
...............................

Strategi Ekologi
Kesimpulan
Daftar Pustaka

...........................

51
53

.

PERKEMBANGAN POPULASI P. GOSSYPIELLA

....
Pendahuluan
..............................
Bahan dan Metode
.........................

BAE V I

......................
Kelimpahan Populasi
.................
.........................
Musuh Alami
Serangga Hama Lain
..................
Tanaman Inang Alternatif
............
Kesimpulan
...............................
Daftar Pustaka
...........................
VII . KETAHANAN TANAMAN KAPAS TERHADAP P. WSSYHasil dan Pembahasan

BAB

..............................
Pendahuluan
..............................
Bahan dan Metode
.........................
PIELLA

Hasil dan Pembahasan
Biologi UBMK

.....................

........................

Jumlah Larva UBMK per Buah

..........

Intensitas Serangan UBMK dan
Produksi
...............................
Serat

...............................
Daftar Pustaka
...........................
....................
BAB VIII . PEMBAEfASAN UMUM
BAB IX. KESIMPULAN DAM SARAN
.................
Kesimpulan
...............................
....................................
Saran
DAFTAR PUSTAKA
................................
Kesiapulan

DAFTAR TABEL

1.1.

Ekspor Tekstil, Impor Kapas dan Produksi
.....
Kapas Dalam Negeri tahun 1984-1993

1

Varietas dan Galur Kapas yang Diuji dan
Karakter Ketahanan yang Dimilikinya
....

45

Kadar Proksimat pada Kuncup Bunga, Buah Muda
dan Bij i Kapas

........................

49

Kadar Gosipol dan Tanin pada Kuncup Bunga,
Buah Muda dan Biji Kapas
..............

51

3.4.

Kerapatan Rambut pada Daun dan Batang Kapas

52

3.5.

Panjang

3.6.

Tinggi Tanaman, Jumlah Buah, dan Kegenjahan
Tanaman, Asenbagus MT 1992/1993

.......

54

Produksi Serat Kapas Berbiji di Asembagus
MT 1992/93
............................

56

Ukuran P. gossypiella
dan Buah Kapas

67

3.1.
3.2.
3.3.

3.7.
4.1.
4.2.

4.3.

Rambut pada Daun dan Batang Kapas

pada

Kuncup

Bunga

........................

Lama Masa Perkembangan dan Keperidian P.
gossypiella pada Kuncup Bunga dan Buah
Buah Kapas

............................

68

Lama Stadia, Siklus Hidup, Bobot Pupa dan
Keperidian Po gossypiella pada Kuncup Bunga
Berbagai Varietas dan Galur Kapas

69

Lama Stadia, Siklus Hidup, Bobot Pupa dan
Keperidian P. gossypiella pada Buah Berbagai
Varietas dan Galur Kapas

...............

70

Koefisien Korelasi (r) antara Beberapa Variabel Biologi P. gossypiella dengan Kadar
Gizi, Gosipol dan Tanin pada Kuncup Bunga,
Buah dan B i j i Kapas
...................

72

Mortalitas Stadia Pradewasa P. gossypiella
pada Makanan Buah Kapas
................

74

.....

4.4.

4.5.

4.6.

53

xiv

Nisbah Kelaniin P. gossypiella di Laborato....................
r i m dan di Lapang

76

Preferensi Peletakan Telur
P. gossypiella di Ruarah Kasa

77

oleh

Imago

..........

'~ebaranTelur P. gossypiella pada Berbagai
Bagian Tanaman Kapas di Rumah Kasa

.....

Sebaran Kuncup Bunga, Buah Kapas dan Telur
P. gossypiella pada Tiga Strata Tanaman
Kapas
.............................
Statistik Demografi P. gossypiella pada Buah
Muda di Laboratorium
..................
Proporsi Individu Telur, Larva, Pupa dan
Imago P. gossypiella dalam Sebaran Umur
Stabil

................................

Musuh Alami P. gossypiella di Asembagus

..

Pemangsaan Telur P I gossypiella di Lapang,
Asembagus MT 1992/93
..................
Pengaruh Karakter Resistensi terhadap Varia...........
be1 Biologi P. gossypiella
Pengaruh Karakter Resistensi terhadap Jumlah
Larva P. gossypiella yang Ditemukan pada
............................
Buah Kapas
Intensitas Serangan P. gossypiella dan
Produksi Serat Kapas, Asembagus MT 1992/93
Populasi S. biguttula, Asembagus MT 1992/93
Populasi Helicoverpa armlgera, Asembagus MT
1992193

...............................

78

Musuh Alami P. gossypiella di Luar Negeri
Deskripsi Varietas dan Galur Kapas yang
.......
Digunakan di Dalam Penelitian
Heraca Hidup P. gossypiella pada Varietas
.................
SRT-1 di Laboratorium
Neraca Hidup P. gossypiella
STV-825 di Laboratorium

pada

Varietas

...............

Neraca Hidup P. gossypfella pada Varietas
................
SIOKRA di Laboratorium
Neraca Hidup P. gossypiella pada Galur
................
KI-111 di Laboratorium
Neraca Hidup P. gossypiella pada Galur
GM5U/2/4 di Laboratorium
..............
Neraca Hidup P. gossypiella
87002/7/6/1 di Laboratorium

pada

Galur

...........

Neraca Hidup P. gossypiella pada Varietas
DPL-61 di Laboratorium
................
Rataan Suhu dan Kelembaban Nisbi di Laboratorium Hana Asembagus Maret 1993 April 1994
............................

DAFTAR

Nomor
5.1.

GAMBAR

Teks

Halaman

Kurva Bertahan Hidup P. gossypiella pada
.......................
Varietas SRT-1

86

Kurva Bertahan Hidup P. gossypiella pada
.....................
Varietas STV-825

87

Kurva Bertahan Hidup P. gossypiella pada
.......................
Varietas SIOKRA

87

Kurva Bertahan Hidup P. gossypiella pada
.........................
Galur KI-111

88

Kurva Bertahan Hidup P. gossypiella pada
.......................
Galur GM5U/2/4

88

Kurva Bertahan Hidup
Galur 87002/7/6/1

P. gossypiella pada

....................

89

Kurva Bertahan Hidup P. gossypiella pada
.......................
Varietas DPL-61

89

Sumbangan Relatif Keperidian Setiap Kelas
Umur Imago P. gossypiella Terhadap Nilai r

94

Populasi Larva P. gossypiella
Kapas, Asembagus MT 1992/93

pada Bunga

..........

114

Populasi Larva dan Pupa P. gossypiella pada
....
Buah Kapas, Asembagus MT 1992/93

115

Populasi Larva dan Pupa P. gossypiella
dalaar Satu Musim Tanam Kapas di Asembagus
MT 1992/93
...........................

116

Fluktuasi Populasi P. gossypiella dan Predatornya (Chrysopa spp., Coccinella spp.,
Geocoris spp., Germalus spp., serut dan
laba-laba) di Asembagus pada MT 1992/93

121

BAB

I

PENDAHSJLUAN

Latar Belakang
Tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan penyumbang
devisa utama bagi Indonesia di luar gas dan minyak bumi
dan jumlahnya meningkat terus dari tahun ke tahun.
Peningkatan ekspor TPT diikuti oleh kenaikan konsumsi
serat kapas yang sebagian besar terdiri dari kapas impor.
Pada periode tahun 1984-1993, kapas produksi dalam negeri
hanya dapat memenuhi 3.25 - 16.19 persen kebutuhan serat
untuk industri TPT nasional (Tabel 1.1).

Pada periode

tersebut produksi kapas nasional berfluktuasi dengan
produktivitas
1.0

rata-rata 650 kg/ha dari potensi produksi

- 1.5 ton/ha.
Tabel 1.1.

Tahun

Ekspor
tekstil

Ekspor Tekstil, Impor Kapas ban Prpyuksi
Kapas Dalam Negeri tahun 1984-1993
Impor
kapas

Kapas dalam negeri
Produksi

l1sanber : ICAC (1993). Ditjenbrn (1992), laiittas (1994).

Produktivitas

Proporsi

2

Berbagai kendala yang menghambat pengembangan kapas
nasional pada PJPT I antara lain:

kapas dikembangkan di

daerah kurang subur dan beriklim kering, penguasaan teknologi budidaya oleh petani masih rendah, dan

kerjasama

antar instansi terkait yang menangani pengembangan kapas
tidak berjalan lancar.

Beberapa kebijakan yang telah

ditetapkan pemerintah untuk meningkatkan produksi kapas
dalam negeri adalah mempererat kerjasama antara penyedia
teknologi (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian)
dengan penyalur teknologi (Direktorat Jenderal Perkebunan)
dalam bentuk penyusunan panduan paket budidaya kapas serta
penyelenggaraan On Farin Research dan Sekolah Lapang PET dl
daerah-daerah pengembangan kapas,

penyediaan teknologi

budidaya kapas yang sesuai untuk masing-masing daerah
pengembangan, melibatkan perusahaan swasta dalam pengembangan kapas, dan menggunakan kapas produksi dalam negeri
terutama dalam menghadapi persaingan tekstil yang serakin
ketat di pasar dunia.

Selain itu diusulkan juga untuk

menata lembaga yang mengurus perbenihan, memperbaiki harga
kapas, mengenbangkan kapas ke lahan sawah beririgasi dalam
bentuk pola usahatani kapas-kedelai pada musim kemrau,
dan menyediakan kredit usahatani terpadu yang remungkinkan
kesinambungan usahatani kapas (Balittas, 1994).
Serangan hama merupakan salah satu kendala penpebab
rendahnya produksi kapas nasional.

Dari 38 spesies se-

3

rangga yang ditemukan menyerang tanaman kapas di Indonesia
(FAO, 1990), tiga di antaranya berstatus sebagai hama

utama yaitu wereng kapas Sundapteryx biguttula Ishida
Cicadellidae), penggerek buah He1 icoverpa

(Homoptera:

armigera (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae), dan ulat buah
( UBMK)

rnerah kapas
(Lepidoptera:

Pectinophora gossypiel la ( Saunders )

Gelechiidae) (Soebandrijo, 1986a;

Bindra

dan Nurindah, 1988).
UBMK dilaporkan menimbulkan kerusakan berat pada
pertanaman kapas di Nusa Tenggara Timur pada tahun 1984
dan

di Nusa Tenggara Barat pada tahun 1986 (Bindra,

1986a; Soebandrijo, 1986a).

Setelah itu UBMK juga dila-

porkan sebagai hama utama kapas di Sulawesi Selatan
(Fredrik et al., 1990), Jawa Timur dan Jawa Tengah
(Soebandrijo dan Subiyakto, 1992).
UBMK mulai menyerang tanaman kapas pada awal fase
generatif.

Larva menyerang kuncup bunga atau buah kapas.

Serangan pada kuncup bunga mengakibatkan bunga tidak dapat
nembuka sempurna tetapi menggulung menyerupai bunga mawar
(roset) .

Serangan pada buah mengakibatkan biji rusak,

serat men jadi kotor dan terpotong-potong, buah matang
sebelum waktunya dan gaga1 membuka (AAK,

1975;

Kartono,

1987).
Kerugian yang ditimbulkan oleh UBMK bervariasi antar
musim tanam dan lokasi penanaman kapas.

Lima tahun tera-

khir hama ini dilaporkan menimbulkan kerusakan berat pada
tanaman kapas di beberapa daerah pengembangan kapas.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti kerugian yang
ditimbulkan oleh UBMK di Indonesia.

Seluruh tanaman dapat

terserang jika terjadi serangan berat

(Fredrik et al.,

1990; Subiyakto et al., 1994), dan kehilangan hasil yang
ditimbulkannya diperkirakan dapat mencapai 80 persen
(Soebandrijo et al., 1989b).
Cara pengendalian yang efektif terhadap UBMK belum
ditemukan (Soebandrijo et al.,

1994).

Hal itu antara

lain disebabkan oleh masih terbatasnya informasi tentang
bioekologi UMBK serta belum tersedianya paket teknologi
pengendalian hama tersebut.

Cara-cara pengendalian yang

telah dianjurkan seperti sanitasi sisa-sisa tanaman di
lapang belum terlaksana dengan baik karena kendala terbatasnya tenaga kerja yang tersedia di daerah-daerah pengerbangan kapas.

Pengendalian kimiawi kurang efektif terha-

dap UMBK, sementara dampak negatif berupa ledakan populasi
hama penggerek buah kapas, Helicoverpa armigera (Hubner)
(Lepidoptera: Noctuidae), sering terjadi setelah aplikasi
insektisida terhadap UBMK.

Aplikasi insektisida berle-

bihan dapat membunuh musuh alami (FAO, 1990) dan menpebabkan berkembangnya resistensi

penggerek buah kapas terha-

dap beberapa insektisida yang digunakan pada tanaman kapas
di Indonesia (Soehardjan et al., 1983 dan 1985; Ebeneser,

5

1986;

Hadiyani, 1987;

Rizal, 1989;

Hadiyani et al., 1992a dan 1992b).

Rizal et al., 1990;

Di pihak lain, pengen-

dalian hayati UBMK belum dikembangkan.
Dengan meningkatnya kerugian petani akibat serangan
UBMK, sementara cara pengendalian yang ada belum dapat
diandalkan, maka perakitan varietas kapas yang resisten
menjadi kebutuhan mendesak.

Varietas resisten diharap

dapat memberikan sumbangan dalam upaya mengatasi gangguan
UBMK.

Cara ini relatif lebih murah dan aman, serta dapat

dipadukan dengan komponen pengendalian yang telah ada
dalam program pengendalian hama terpadu (PHT) hama utama
tanaman kapas di Indonesia.
Penerapan PHT dalam budidaya kapas telah dicanangkan
sejak tahun 1986 (Wirjosoehardjo, 1986).

Strategi PHT

pada kapas adalah pengunduran waktu penggunaan insektisida
pertama, agar musuh alami dapat berkembang sehingga rereka
dapat berperan sebagai salah satu faktor pengendali serangga hama.

Taktik pengendalian yang digunakan adalah

penanaman varietas kapas yang resisten terhadap wereng
kapas, tumpangsari dengan palawija, penanaaan tanaran
perangkap jagung untuk penggerek buah dan aplikasi insektisida berdasarkan hasil panduan terhadap populasi kedua
hama tersebut (Soebandrijo et al., 1989a;

FAO, 1990).

Beberapa komponen pengendalian telah ditambahkan untuk
menyempurnakan program tersebut, antara lain penggunaan

6

benih tanpa kabu-kabu, perawatan benih dengan insektisida
asefat, pola tanam berjalur antara kapas dengan jagung dan
kedelai, pemanfatan parasit telur Trichogramma s p p . untuk
mengendalikan penggerek buah, dan penggunaan virus H.
armigera-NPV dan Spodoptera 1i tura-NPV untuk mengendalikan

penggerek buah dan ulat grayak (Soebandrijo et al., 1994).
Kegiatan perakitan varietas kapas yang resisten
terhadap UBMK seyogyanya dilakukan dengan mempertimbangkan
komponen pengendalian yang telah ada dalam program PHT
tersebut.

Sebelum perakitan varietas yang resisten dimu-

lai maka informasi dasar tentang biologi, ekologi dan
perilaku UBMK perlu diketahui, misalnya pertumbuhan,
perkembangan, peneluran, keperidian, kebiasaan makan,
pergerakan, dinamika populasi dan pengaruh faktor-faktor
lingkungan terhadap perkembangan populasi.

Selain itu

perlu juga dievaluasi ketahanan varietas dan galur kapas
yang merupakan aset nasional terhadap UBMK, sebagai bahan
dasar dalam kegiatan pemuliaan guna mendapatkan varietas
resisten yang baru.
Pendekatan Masalah
Pengendalian serangga hama hendaknya dilakukan melalui pendekatan ekologi, yaitu menjadikan pengetahuan
tentang hama, tanaman dan lingkungannya sebagai dasar
untuk mengembangkan strategi dan taktik pengendalian
(Huffaker dan Smith, 1980).

Pengendalian hama yang

7

berwawasan lingkungan terutama mengandalkan aksi dari
faktor-faktor penyebab mortalitas alami seperti nusuh
alami dan cuaca dan menggabungkannya dengan taktik pengendalian yang sesedikit mungkin mengganggu faktor-faktor
tersebut (Flint dan van den Bosch, 1981).

Pengendalian

hama dengan pendekatan tersebut dikenal sebagai pengendalian hama terpadu (PHT).
PHT adalah suatu sister pengelolaan hama dengan
memadukan lingkungan dan dinamika populasi hama, nemanfaatkan semua teknik dan metode yang cocok secara serasi,
dan mempertahankan populasi hama berada di bawah ambang
kerusakan ekonomi.

Strategi PHT adalah menekan populasi

hama, bukan mernusnahkannya.

Tujuannya adalah mengoptiml-

kan hasil pengendalian, bukan semata-mata produksi tanaman
yang tinggi.

Tujuan tersebut dapat dicapai melalui peman-

faatan kekuatan pengendali alanti seperti cuaca, resistensi
tanaman inang, dan pemanfaatan musuh alami. Cuaca tidak
dapat diraanipulasi secara langsung, sedangkan resistensi
inang dan pemanfaatan rusuh alami dapat dianggap sebagai
sokoguru dalam pelaksanaan pengendalian (Huffaker dan
Smith, 1980).

Pemanfaatan yang maksimal dari faktor-

faktor pengatur yang terdapat di alam tersebut hanya &pat
dicapai pada keadaan rang kerusakan lingkungan oleh zatzat beracun berada pada tingkat minimum (Van den Bosch et
al., 1982).

8

Dalam PHT, taktik pengendalian yang dapat ditempuh
antara lain: 1) pemanfaatan tanaman resisten, 2) pengendalian hayati, 3) pengendalian dengan cara budidaya, 4 )
penggunaan pestisida, 5) pemanfaatan atraktan dan zat-zat
repelen, dan 6) penggunaan zat-zat pengatur tumbuh serangga (Huffaker dan Smith, 1980).

Biasanya kombinasi dari

dua taktik atau lebih akan memberikan hasil lebih baik dan
permanen dibanding satu taktik tunggal terbaik.

Pengenda-

lian hayati yang dipadukan dengan penggunaan varietas
resisten dan

aplikasi insektisida pada saat diperlukan

sering mendatangkan hasil yang lebih memuaskan daripada
satu teknik tunggal terbaik tersebut.

Pendekatan ini

merupakan inti dari PHT moderen (horn, 1988).
Kunci bagi berhasilnya pengendalian hama adalah metode
analisis dan pendugaan dinamika populasi yang praktis dan
mengembangkan model dari sistem yang terlibat.

Model

yang baik adalah model yang mampu menggambarkan kejadian
yang sesungguhnya. Untuk mengembangkan model itu dibutuhkan peaahaman yang menyeluruh tentang ekologi serangga
hama, faktor-faktor kunci dalam siklus hidupnya, serta
mata rantai terlemah yang mungkin ada dan dapat dieksploitasi dalam kegiatan pengendalian tanpa efek sampingan
terlalu merugikan.

Agar diperoleh tindakan pengendalian

yang efektif maka juga penting untuk mengetahui dan memperkirakan kejadian-kejadian yang mendahului terjadinya

9

peledakan populasi (Horn, 1988) serta pengaruh berbagai
faktor lingkungan terhadap populasi hama tersebut (NAS,
1969).

Perkembangan populasi suatu spesies serangga ditentukan oleh interaksi antara sifat-sifat serangga itu dengan
lingkungan efektifnya dalam suatu sistem kehidupan. Lingkungan efektif

terdiri dari faktor-faktor intrinsik dan

ekstrinsik yang meliputi sumber daya (makanan, tempat
hidup, faktor fisik dan kimia yang menunjang) dan faktorfaktor biotik dan abiotik (predator, parasit, hiperparasit, patogen, iklim, kerapatan populasi) yang mengancam
kelangsungan hidup dan reproduk'si individu di dalam populasi tersebut.

Faktor-faktor tersebut dapat bekerja ber-

tautan-kerapatan atau. tidak bertautan-kerapatan dengan
populasi serangga yang bersangkutan (Clark et al., 1967)Guna memahami dinamika populasi suatu organisme maka
kita perlu mengetahui atribut numerik dari populasi tersebut, misalnya kerapatan populasinya, seberapa cepat ia
bertambah atau berkurang, berapa laju individu baru pang
dilahirkan dan laju kehilangannya melalui mortalitas.
Sifat-sifat demikian disebut parameter demografi, sedang
penduga parameter disebut statistik (Caughley, 1977).
Perubahan numerik di dalam populasi yang digambarkan
oleh statitistik demografi dapat dihitung melalui penyusunan suatu neraca hidup dari organisme yang menjadi

10

sasaran pengamatan (Poole, 1974;

Price, 1975).

Dari

suatu seri neraca hidup suatu organisme selama beberapa
generasi di tempat yang sama dapat diketahui faktor kunci,
yaitu faktor yang sangat berpengaruh terhadap perubahanperubahan yang terjadi di dalam populasi (Horn, 1988).
Analisis neraca hidup, faktor kunci dan faktor tunggal dapat digunakan untuk mempelajari dinamika populasi
dan memahami sebab-sebab perubahan dan faktor-faktor yang
mengatur populasi serangga (Price, 1976).

Jika faktor-

faktor penyebab kematian dapat dikuantifikasikan maka mata
rantai terlemah dalam sejarah hidup serangga dapat diketahui (Price, 1975).

Hal itu bisa dimanfaatkan untuk menda-

patkan cara pengendalian yang tepat (Price, 1975) dan
mensimulasikan keluarannya (Horn, 1988).

Neraca hidup

juga dapat digunakan untuk menguji pengaruh dari resistensi tanaman terhadap laju pertumbuhan populasi serangga
hama (Price, 1975) dan terhadap musuh alami (Gutierrez,
1986).

Mengingat masih terbatasnya informasi yang telah
diketahui tentang bioekologi UBMK di Indonesia, maka perlu
dilakukan serangkaian pengamatan mengenai ha1 tersebut
sebelum model ekologi interaksi hama-tanaman kapas dapat
disusun.

Pada tahap awal perlu diamati atribut biologi

serangga yang bersangkutan, baik di laboratorium maupun di
lapangan, yang mencakup: lama masa perkembangan, skklus

hidup, keperidian, fertilitas telur, mortalitas setiap
stadia dan nisbah kelamin.

Data yang diperoleh kemudian

digunakan untuk menyusun neraca hidup serangga tersebut.
Selain itu perlu juga diketahui dinamika populasi dan
diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya .

Karena perakitan varietas kapas yang resisten

merupakan kebutuhan mendesak, maka perlu dilakukan evaluasi ketahanan koleksi plasma nutfah yang ada terhadap UBMK.
Hasil evaluasi ini dijadikan sebagai bahan untuk kegiatan
pemuliaan dalam usaha perakitan varietas kapas yang resisten terhadap UBMK.
Daftar Pustaka
M K , 1975. Bertanam Kapas.
80 hal.

Yayasan Kanisius, Yogyakarta.

Balittas, 1994. Laporan Bulanan Pebruari 1994. Balai
Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat Malang.
25
hal.
Bindra, O.S.
1986a. Utilization of natural enemies of
pest in the integrated cotton pest management programme in Indonesia. FA0 Project for Development of
Integrated Cotton Pest Control Programme in Indonesia. AG:DP/INS/83/025. Field Doc. 1. 37p.

-----

dan Nurindah. 1988. Pest of cotton in Indonesia.
Workshop on Cotton IPM Research, Malang, 10-11 August
1988. 39p.

Caughley, G. 1977. Analysis of Vertebrate Populations.
John Wiley & Sons, New York. 234p.
Clark, L.R., P.W. Geier, R.D. Hughes, dan R.F. Morris.
1967. The Ecology of Insect Population in Theory and
Practice. Methuen & Co. Ltd., London. 232p.

Ditjenbun.
1992.
hal.

1992.
Statistik Perkebunan Indonesia 1990Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. 26

Ebeneser, I.M.
1986.
Resistensi Heliothis armigera
(Hubner) terhadap Insektisida pada Beberapa Daerah di
Sulawesi Tenggara. Tesis Magister, Universitas
Gadjahmada, Yogyakarta . 82 ha1 .
FAO, 1990. Development of Integrated Cotton Pest Control
Programme in Indonesia: Project Findings and Recommendations. UNDP-FA0 AG: DP/INS/83/025. Terminal
Report. 23p.
Flint, M.L. dan R. van den Bosch, 1981. Introduction to
Insect Pest Management. Plenum, New York. 240p.
Fredrik, M. Sjafaruddin, M. Rizal dan Luqmiaty. 1990.
Inventarisasi hama, musuh alami dan uji komponen PHT
di lahan sawah bero.
Prosiding Seminar Budidaya
Kapas di Lahan Sawah :149-62.
Gutierrez, A.P.
1986. Analysis of the interactions of
host plant resistance, phytophagous and entomophagous
species. Dalam Interactions of Plant Resistance and
Parasitoids and predators of Insects (D.J. Boethel
dan R.D. Eikenbary, eds.). Ellis Horwood Ltd.,
Chichester. P:198-215.
Hadiyani , S. 1987. Kajian Metode Pengujian Tanggapan
Ulat Penggerek Buah Kapas (Heliothis armigera Hubner)
terhadap Endosulfan. Tesis Magister, Universitas
Gadjahmada, Yogyakarta. 85 hal.

----- , A.A.A.

Gothama dan S. Karinda. 1992a. Resistensi
Helicoverpa armigera (Hubner) terhadap insektisida.
Makalah Kongres Entomologi IV, Yogyakarta, 28-30
Januari 1992. Kumpulan Abstrak 1.12.

----- ,

Soebandrijo dan A. Salim. 1992b. Perkembangan
resistensi ulat buah kapas Helicoverpa armigera
(Hubner) terhadap endosulfan. Makalah Kongres Entomologi IV, Yogyakarta, 28-30 Januari 1992. Kumpulan
Abstrak 1.09.

Horn, D.J. 1988. Ecological Approach to Pest Management.
Elsevier Appl. Sci. Publish., London. 285p.
Huffaker, C.B. dan R.F. Smith. 1980. Rationale, organization, and development of a national integrated pest

management project. Dalam New Technology of Pest
Control (C.B. Huffaker, ed.). John Wiley & Sons, New
York. P:1-24.
ICAC. 1993. Cotton: World Statistics 1993.
Cotton Advisory Committee 47(1):8-18.

Bull. Intl.

1987. Gatra pengenalan serangga hama kapas
Kartono, G.
di Indonesia. Petunjuk Pedoman Perlindungan Tanaman
Perkebunan (Kapas, Tembakau dan Serat Karung). Vol.
11. Balittas - Dirjenbun. 24 hal.
NAS, 1969.
Insect Pest Management and Control.
Vol 3.
National Academy of Sci., Washington D.C. 508 p.
Poole, R.W. 1974. An Introduction to Quantitative Ecology. McGraw-Hill Book Co., New York. 432p.
Price, P.W.
1975. Insect Ecology.
New York. 514p.

John Wiley & Sons,

----- ,

1976.
The role of natural enemies in insect
populations. Dalam Insect Outbreaks (P. Barbosa dan
J.C. Schultzs, eds.).
Academic Press Inc., San
Diego. P:287-312.

Rizal, M.
1989. Kepekaan populasi penggerek buah kapas,
Heliothis armigera Hubner (Lepidoptera: Noctuidae),
asal Bulukumba terhadap insektisida sipermetrin.
Makalah Pertemuan Tahunan V PEI Cabang Ujung pandang
dan PFI Komda Sulawesi Selatan, Maros, 8 juli 1989.
8 hal.

----- ,

Fredrik dan M. Sjafaruddin.
1990.
Resistensi
Heliothis armigera Hubner terhadap insektisida.
Makalah Kongres Z Himpunan Perlindungan Tumbuhan
Indonesia, Jakarta, 8-10 Pebruari 1990. 12 hal.

Soebandrijo, 1986a. Hama tanaman kapas di Indonesia, F A 0
Workshop on Integrated Cotton Pest Management, Malang, 16-18 December 1986. AG:DP/INS/83/025.
Field
Doc. 3: 69-83.

----- , I.G.A.A.

Indrayani, Nurindah, Subiyakto, T. Yulianti, S.E. Harjono, E. Sunarjo, O.S. Bindra dan J.
Turner. 1989a. Pengendalian terpadu jasad pengganggu kapas. Prosiding Lokakarya Teknologi Kapas Tepat
Guna No.l:29-38.

----- ----- ,

I
dan O.S. Bindra. 1989b. Pengendalian Serangga Hama Kapas Secara Terpadu. Ser. Edisi Khusus
Balittas No.4/VI/ 1989. 23 hal.

----- , Nurindah,

I.G.A.A. Indrayani, dan A.M. Amir. 1994.
Pengendalian serangga hama kapas di Indonesia. J.
Litbang Pertanian XIII(2):53-8.

-----

dan Subiyakto. 1992. Usaha pencegahan serangan
penggerek buah merah jambu kapas, Pectinophora gossypiella (Saunders). Makalah Diskusi Panel Budidaya
Kapas+Kedelai, Malang, 10 Desember 1992. 10 hal.

Soehardjan, M., S. Hadiyani dan Soebandrijo.
1983.
Resistensi serangga hama kapas terhadap insektisida.
Makalah Kongres Entomologi 11, Jakarta, 24-26 Januari
1983. 10 hal.

----- ,

Soebandrijo, Subiyakto, S. Hadiyani dan M. Rizal.
1985. Perkembangan LC 50 ulat H. armigera Hubner
terhadap endosulfan di Indonesia. Laporan Hasil
Penelitian Balittas Malang. 5 hal.

Subiyakto, I.G.A.A. Indrayani dan G. Kartono. 1994.
Pengendlian ulat rnerah jingga kapas, Pectinophora
gossypiella (Saunders) dengan gosyplure sebagai
mating disruption. Laporan Hasil Penelitian Balittas
Malang. 8 hal.
Van den Bosch, R., P.S. Messenger, and A.P. Gutierrez.
1982. An Introduction to Biological Control. Plenum
Press, New York. 247pp.
Wirjosoehardjo, S. 1986.
Perkembangan kebijaksanaan
pengendalian hama kapas di Indonesia. FA0 Workshop
on Integrated Cotton Pest Management, Malang 16-18
Decenber 1986. AG:DP/INS/83/025 Field Doc. 3:99-116.

BAB
TINJAUAN

I1
PUSTAKA

Ulat Buah Herah Kapas
Daerah Sebaran dan Tanaman Inang
Ulat buah merah kapas (UBMK), Pectinophora gossypiel-

la (Saunders) (Lepidoptera: Gelechiidae), berasal dari
India dan menyebar ke bagian dunia lain karena terbawa
oleh

perdagangan kapas antar negara (Metcalf dan Flint,

1951).

Serangga ini pertama kali ditemukan menyerang

tanaman kapas di India pada tahun 1842, di Mesir pada
tahun 1906 (Bartlett dan Wolf, 1985), di Mexico pada tahun
1911 (Shiller et al., 1962), di Texas pada tahun 1917, di
Arizona pada tahun 1926 dan Imperial Valley (California)
pada tahun 1926 (Bartlett dan Wolf, 1985). Keberadaannya
di pulau Jawa baru diketahui pada tahun 1903 (Kalshoven,
1981).

Daerah sebaran UBMK meliputi Asia dan pulau-pulau

di sekitarnya, Afrika, Australia, Brazilia, Hindia Barat,
Meksiko dan Amerika Serikat (Bartlett dan Wolf, 1985;
Metcalf dan Flint, 1951).
UBMK dilaporkan dapat menyerang tujuh famili tuabuhan, terdiri dari 24 genera dan 70 spesies.

Sebagian besar

dari tumbuhan inang itu tergolong ke dalaa famili Halvaceae.

T m b u h a n inang yang disukai adalah dari genus Gos-

sypium dan Hibiscus, baik tanaman budidaya maupun tumbuhan
liar.

Tanaman budidaya yang paling disukai oleh UBMK

adalah kapas (Gossypim spp.) dan setelah itu okra ( 8 . es-

16

culentus L.) (Shiller et al., 1962).

Di Indonesia, UBMK

dilaporkan dapat menyerang tanaman Malvaceae liar Abutilon
spp. dan Thespesia spp. (Kalshoven, 1981).

Meskipun

polifag, UBMK adalah serangga spesialis pemakan buah
(Metcalf dan Flint 1951), larvanya menggerek dan memakan
bij i kapas, baik biji yang masih muda maupun biji tua
(Kalshoven, 1981; Soebandrijo dan Nurindah, 1992).
Biologi
Telur UBMK berwarna putih kehijauan, diletakkan satu
per satu atau dalam kelompok-kelompok kecil pada ralaa
hari (Bartlett dan Wolf, 1985; Kalshoven, 1981).

Seekor

ngengat betina mampu meletakkan 300-500 butir telur.
Stadia telur berlangsung selama 5-10 hari (AAK, 1975).
Pada tanaman kapas telur diletakkan terpencar di seluruh
bagian tanaman tetapi sebagian besar pada buah (Metcalf
dan Flint, 1951).

Pada awal musim tanam, ngengat betina

bertelur pada kuncup bunga, bagian pucuk dan batang.

Pada

pertengahan dan akhir musim tanan telur terutama diletakkan di sekitar pangkal buah dan di bawah daun kelopak
(Bartlett dan Wolf, 1985).
Larva yang baru menetas bergerak mencari kuncup
bunga, bunga atau buah.

Larva ntelubangi kuncup bunga dan

memakan bunga yang sedang tunbuh atau menggerek masuk ke
dalam buah dan kemudian memakan serat dan biji (Hetcalf
dan Flint, 1951).

Karena sisa-sisa kotoran tidak dike-

17

luarkan, maka tanda-tanda luar dari serangan tidak segera
terlihat (Kalshoven, 1981).

Serangan pada kuncup bunga

mengakibatkan kuncup bunga tidak dapat membuka dengan
sempurna tetapi menggulung menyerupai bunga mawar (roset)
(Metcalf dan Flint, 1951;
1987).

Kalshoven, 1981;

Kartono,

Meskipun demikian, serangan UBMK tidak meningkat-

kan keguguran kuncup bunga dan tidak berpengaruh terhadap
pola pertumbuhan tanaman kapas.

Kuncup bunga yang terse-

rang tidak gugur secara prematur

karena hanya struktur

yang tidak vital yang dimakan oleh larva sehingga pembentukan buah tidak terganggu (Westphal et al.,

1979).

Kerusakan pada buah mengakibatkan buah matang sebelum
waktunya, gaga1 membuka, bij i rusak, serat menjadi kotor
dan terpotong-potong (Metcalf dan Flint, 1951;
Russel, 1978;

Kalshoven, 1981;

AM,

1975;

Kartono, 1987).

Larva berbentuk silinder dan pada bagian punggungnya
berwarna merah jambu.

Larva yang telah berkembang penuh

dapat mencapai panjang 12 mm (Metcalf dan Flint, 1951).
Stadia larva UBMK terdiri dari empat atau lima instar
(Watson dan Johnson, 1974;

Singh, 1989).

Lama stadia

pada larva yang terdiri dari empat instar di daerah
Safford, Arizona Timur, Amerika Serikat adalah 1 5 . 5 4 f
1.92 hari, sedang yang terdiri dari lima instar berlangsung 18.13

+

2.35 hari (Watson dan Johnson, 1974).

Sumber

pustaka lain menyatakan bahwa lama stadia larva di Amerika

Utara adalah 3-4 minggu (Metcalf dan Flint, 1951)

sedang

di Bogor 23-42 hari (Kalshoven, 1981).
Larva UBMK bersifat kanibal pada kondisi berdesakan.
Hasil penelitian Brazzel dan Martin (1955) menunjukkan
bahwa jika satu butir telur diletakkan pada satu lokul
buah kapas, maka 68 persen larva yang ditetaskan akan
masuk ke dalam buah dan 95 persen di antaranya dapat
ditemukan kembali.

Tetapi jika 5-10 butir telur diletak-

kan pada satu lokul buah,

jumlah larva yang masuk ke

dalam buah adalah 48 persen dan hanya 35 persen di antara
nya dapat ditemukan kembali.
Di daerah sub tropik, larva berdiapause pada rusim
dingin di dalam tanah, di dalam buah di lapang, atau di
dalam biji di tempat penyimpanan.

Masa diapause itu bisa

berlangsung hingga 2.5 tahun (Metcalf dan Flint, 1951).
Di daerah tropik, diapause ditemukan di

daerah 3

-

18 '

Lintang Utara yaitu di Venezuela, Colombia, St. Vincent
dan Kepulauan Virgin.

Diapause dipicu oleh penurunan

kadar air pada bifi kapas atau oleh hari pendek pada musim
kemarau (Denlinger, 1986).
Setelah menyelesaikan perkembangannya, larva keluar
dari kuncup bunga atau buah, turun ke tanah untuk berkepompong (Bartlett dan Wolf, 1985).

Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa 80.72 persen lubang keluar larva dari
dalam buah terdapat pada separoh daerah bagian atas buah

kapas (Singh et al., 1988).

Pupa terdapat di dalam kokon

berwarna cerah, dijumpai pada tanaman atau di atas tanah
di bawah sampah, di dalam biji atau buah.

Periode pupa

berlangsung selama 1-2 minggu (Metcalf dan Flint, 1951;
AAK, 1975).

Imago berwarna coklat gelap dengan rentang sayap
mm.

+

18

Sayapnya sempit dengan bagian pinggir melebar dan

memiliki bintik-bintik yang khas di bagian ujung.

Ruas

pertama antena memiliki 5-6 rambut yang kaku dan panjang.
Palpus bengkok dan panjang. Ngengat sangat mobil (Thacker
et al., 1993) dan biasanya bersembunyi pada siang hari

(Metcalf dan Flint, 1951).

Serangga ini dapat ditemukan

pada ketinggian 900 m di udara (Glick, 1939 dalam Gaines,
1957) dan diyakini dapat tersebar luas oleh angin yang

keras (Metcalf dan Flint, 1951).

Ngengat yang muncul

setelah musim dingin mampu berpindah menempuh jarak lebih
dari 56 km untuk menginfestasi tanaman kapas yang tmbuh
di daerah terisolasi (Bariola et al., 1973).

Lama hidup

ngengat dapat mencapai tiga minggu (Kalshoven, 1981 ) .
Siklus hidup berlangsung selama 4-6 minggu (AAK, 1975) dan
di lapang dapat ditemukan 4-6 generasi UBMK dalam setahun
(Metcalf dan Flint, 1951).

Soebandrijo dan Subfyakto

(1992) menyatakan bahwa siklus hidup hama tersebut ber-

langsung selama

28-52 hari, sedangkan di Asembagus (Soe-

bandrijo dan Nurindah, 1992) berkisar 32-38 hari.

Musuh Alami
Hasil inventarisasi team FA0 (Bindra, 1986a;

Nurin-

dah, 1986) menunjukkan bahwa larva UBMK dapat diserang
oleh dua Hymenoptera parasit (Goniozus sp. (Bethylidae)
dan Microbracon lefroyi ( D & G ) (Braconidae)),

tiga jenis

predator (laba-laba, tungau (Phytoseidae) dan semut
(Hymenoptera:
dan

satu

Formicidae).

spesies

Satu spesies Braconidae lain

Tachinidae

(Diptera)

juga telah

ditemukan di Asembagus pada MT 1991/1992.
Di luar negeri telah dilaporkan paling sedikit sembi/

lan spesies parasitoid, 26 spesies

predator

dan

delapan

spesies patogen dapat menyerang UBMK (Tabel Lampiran 2.1).
Sebagian besar dari musuh alami tersebut, yaitu parasitoid
dan patogen, ditemukan pada larva sedang predator umunanya
menyerang telur dan larva UBMK instar-1.
Pembiakan di Laboratoriuat
UBMK dapat dibiakkan pada media buatan selama 12
tahun terus-menerus di Amerika Serikat. Pada kondisi
pembiakan bersuhu 29 OC, kelembaban nisbi 30 persen dan
penyinaran 14 jam terang : 10 jam gelap, siklus hidup UBHK
di laboratorium adalah 32.6
kelaminnya 1:l.

+

1.6 hari, sedang nisbah

Periode prapeneluran berlangsung selama

21

1-2 hari, keperidian 266.4

+

108.4 telur/betina dan puncak

peneluran terjadi 4-6 hari setelah keluar dari pupa.

Pada

pemeliharan individu, daya bertahan hidup dari stadia
telur, larva-pupa dan larva-imago berturut-turut adalah
82.4

+

4.1, 85

+

3.6, dan 80

+

3.6 persen.

Pada pembiak-

an masal, daya bertahan hidup dari stadia telur, telurpupa dan telur-imago adalah 87.6
63.1

+

+

3.5, 68.6

+

3.4 dan

2.9 persen (Bartlett dan Wolf, 1985).

Pengendalian
UBMK adalah spesialis pemakan buah yang serangannya
secara langsung dapat menurunkan jumlah dan mutu serat
kapas.

Perilaku larva yang menggerek hidup di dalam buah

kapas menyebabkan pengendalian hayati dan kimiawi terhadap
UBMK kurang berhasil.

Tindakan pengendalian yang bersifat

mencegah infestasi terhadap pertanaman pada anusim tanam
berikutnya merupakan cara yang efektif dalam pengendalian
serangga ini (Metcalf dan Flint, 1951).
Usaha yang dianjurkan untuk mencegah infestasi UBMK
antara lain : a) penanaman varietas genjah, b) waktu tanam
serentak, c) sanitasi sisa-sisa tanaman inang di lapang
setelah panen, d) memusnahkan tanaman

famili Malvaceae

yang dapat menjadi inang liar UBMK di sekitar pertanaman
kapas, e) perlakuan panas terhadap biji dan f) fumigasi di
dalam tempat penyimpanan, penggilingan dan pabrik rinyak
kapas (Metcalf dan Flint, 1951; Kalshoven, 1981).

Proses

penggilingan serat kapas berbiji dilaporkan dapat menimbulkan mortalitas sebesar 65.9 dan 76.1 persen dan mampu
menekan pemunculan ngengat sebesar 80.0 dan 89.2 persen
pada kapas Amerika dan kapas Desi di India (Dhawan dan
Sidhu, 1988).
Pengendalian UBMK juga dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa semiokimia gossyplure, suatu feromon sintetik yang bekerja mengganggu komunikasi antara ngengat
betina dan jantan (Gaston et al., 1977 dalam
1982).

Harborne,

Efikasi dan biaya penggunaan feromon tersebut

ternyata sebanding dengan kinerja dan biaya aplikasi
insektisida terhadap tanaman kapas (Gaston et al., 1977
dalam

Harborne, 1982;

Campion dan Nesbitt, 1982).

Aplikasi insektisida, jika dibutuhkan, sebaiknya
dilakukan ketika buah muda mulai terbentuk.

Pada saat

tersebut populasi UBMK mulai meningkat dengan cepat dan
merupakan periode kunci untuk aplikasi insektisida yang
efektif (Yang dan Li, 1986).

Insektisida piretroid sinte-

tik (sipermetrin, deltametrin dan permetrin) yang diaplikasikan dalam formulasi EC terbukti lebih efektif dibanding formulasi ULV dalam menekan populasi hama tersebut
(Satpute et al., 1987).

Penggunaan insektisida terhadap

UBMK harus dilakukan secara bijaksana karena hama ini
dilaporkan telah resisten terhadap insektisida hidrokarbon
berklor (Reynolds et al., 1982).

23

Parasit larva Apanteles angaletti Mues. (Hymenoptera:
Braconidae) pernah difepas untuk mengendalikan UBMK di
India dan Amerika Serikat, pelepasan di Pakistan menghasilkan parasitisasi 39 persen.
Ephialtes roborator (Hymenoptera:

Parasit larva lainnya,
Ichneumonidae) diguna-

kan di Yunani dan Mesir; di masing-masing tempat dengan
parasitisasi 22 dan 40 persen; dan Bracon kirkpatricki
(Wlkn.) (Hymenoptera:
sitisasi 75 persen.

Braconidae) di Kenya dengan para-

Predator yang pernah digunakan adalah

semut (Formicidae) di Myanmar dan Pakistan, dan tungau
Pyemotes herfsi Ouden (Acarina) di Pakistan dan Mesir

(Bindra, 1986a).

Pengendalian dengan hanya mengandalkan

parasitoid saja hasilnya dinilai kurang memuaskan (FAO,
1983).
Dari golongan patogen, aplikasi campuran molasse
dengan air dan spora Bacillus ephestiae, B. cazaubon dan

B. gelechiae, dengan dosis 25 g serbuk spora/2.5 gallon
campuran dan volume semprot 196 gallon/acre, diberikan 2-4
kali/musim, dilaporkan dapat menurunkan serangan UBMK
sebesar 40-50 persen (Metalnikov dan Metalnikov, 1932 dan
1933, dalam Steinhaus, 1948).
dapat mencapai
haus, 1948).

Mortalitas yang ditimbulkan

100 persen (Metalnikov, 1937 dalam SteinHasil pengujian Luo et al. (1986) menunjuk-

kan bahwa B. thuringiensis fvar. wuhanensis, var. morrisoni dan var. kurstaki) mampu menekan intensitas serangan

24

UBMK pada buah kapas sebesar 42-53 persen, dan menurunkan
jumlah larva yang terdapat di dalam buah sebesar 24.1
persen dengan rata-rata 56.1 persen.

-

94

Di Mesir (Metwally

et al., 1986), sejenis virus dilaporkan dapat menimbulkan
mortalitas UBMK sebesar 19.41 persen di lapang.
Penggunaan varietas resisten pernah dicoba dan terbukti dapat menekan serangan UBMK di Pantai Gading, Afrika
(FAO, 1983).

Di Amerika Serikat, hasil penelitian Wilson

et al. (1991) menunjukkan bahwa varietas WC-12NL yang

tidak menghasilkan nektar, daun menjari dan berumur genjah
mengalami tingkat kerusakan nyata lebih rendah, hasil
lebih tinggi dan jumlah insektisida yang digunakan 41
persen lebih rendah dibanding varietas Deltapine-61 pang
menghasilkan nektar, berdaun normal dan berumur lebih
panjang.

Di Indonesia, varietas kapas yang resisten

terhadap UBMK dan telah beradaptasi terhadap kondisi tanah
dan iklim Indonesia masih belum tersedia.
Resistensi Tanaman Kapas terhadap P. gossgpiella
Resistensi adalah kemampuan tanaman inang untuk
menurunkan

serangan dan/atau kerusakan oleh

(Gallun dan Khush, 1980).

serangga

Resistensi tanaman terhadap

serangga merupakan sifat yang dapat diturunkan secara
genetik, yang menyebabkan tanaman dari suatu kultivar atau
spesies mengalami kerusakan lebih sedikit dibanding tanaman yang rentan (Painter, 1951;

Smith, 1989).

Dengan

25

demikian, tingkat resistensi terhadap serangga selalu
bersifat relatif, karena didasarkan atas perbandingan
terhadap tanaman rentan yang mengalami kerusakan lebih
berat pada kondisi pengujian yang sama (Smith, 1989).
Sumber resistensi tanaman kapas terhadap
tahui terdapat pada spesies-spesies

UBMK dike-

Gossypiua arboreum,

G. herbaceum, G. thurberi, G. trilobum,

G.

armourianum, G.

spmalense, G. hirsutum (Niles, 1980), G. raimondii, G.
barbadense dan G. tomentosum (Endrizzi et al., 1984).
Berbagai sifat

tanaman kapas yang dari hasil penelitian

menunjukkan keterkaitan dengan ketahanan terhadap UBMK
adalah rambut panjang

( hirsuteness),

tidak menghasilkan

nektar (nectariless), daun menjari (okra leaf), umur
genjah (earliness), permukaan licin (glabrousness) (Wilson
dan Wilson, 1976), daun kelopak terpilin (frego bract)
(Balittas, 1985; Rizal et al., 1992) dan mengandung sifat
antibiosis (Wilson et al., 1979;

Niles, 1980).

Karakter

resistensi tersebut ditemukan pada spesies kapas mutan
(Endrizzi et al., 1984).

Suatu varietas paling sedikit

harus memiliki tiga karakter resistensi agar mempunyai
ketahanan memadai terhadap UBMK (Maxwell, 1980).
Karakter raabut lebat dikendalikan oleh gen B (H3,

HZ, H3, H4, H5, H6), berasal dari G. raimondii, G. tomentosum, G. hirsutum dan G. barbadense (Endrizzi et al.,
1984).

Rambut tanaman yang lebat dan panjang dapat aem-

26

bingungkan dan merintangi pergerakan larva instar-1 (Smith
et al., 1975).

Varietas berambut lebat merupakan salah

komponen PHT haaa utama kapas di Indonesia untuk

satu

mengatasi serangan hama wereng kapas (Soebandrijo et al.,
1989a; FAO, 1990).
Karakter daun menjari dikendalikan oleh gen L2

L

(L~O,

~ L~~ ~,) ,
berasal dari G. hirsutum dan 0. barbadense

(Endrizzi et al., 1984).

Intensitas serangan UBMK pada

varietas yang berdaun menjari lebih rendah 18 persen
dibanding pada varietas berdaun normal (Wilson dan George,
1982).
Karakter tidak menghasilkan nektar dikendalikan oleh
gen ne1ne2 dan berasal dari G. tomentosum (Endrizzi et
al., 1984).

Dalam percobaan dengan memakai kurungan di

lapang, Flint et al. (1988) mengamati bahwa populasi larva
pada varietas yang tidak menghasilkan nektar lebih rendah
40

persen, sementara daya reproduksi imagonya berbeda

nyata dan lebih rendah dari tanaman yang menghasilkan nekHal itu disebabkan imago UBMK membutuhkan nektar

tar.

untuk mencapai kapasitas reproduksi yang optimal (Adkisson, 1961; Lukefahr dan Martin, 1956).
Karakter daun licin dikendalikan
Sm3),

licin

oleh gen Sm ( S n Z ,

berasal dari G. hirsutum, sedang

batang dan daun

(Sml, Smlsl) berasal dari G. barbadense dan G.

armourianum (Endrizzi et al.,

1984).

Kombinasi antara

sifat permukaan licin dan tidak menghasilkan nektar bersifat aditif dan dapat menurunkan jtmlah larva dan kerusakan
biji di lapang (Wilson dan Wilson, 1976).
Karakter kelbpak frego dikendalikan oleh gen fg dan
fgh dan berasal dari G. hirsutum (Endrizzi et el.,

1984).

Meskipun dianggap berpengaruh netral terhadap UBMK oleh
Wilson et al. (1979), hasil pengujian menunjukkan bahwa
varietas dan galur berkelopak frego ternyata dapat menurunkan kerusakan oleh UBMK (Balittas, 1985; Rizal et al.,
1992).

Karakter ini telah digunakan sebagai karakter

resistensi terhadap hama kumbang buah Anthonornous grandis
Boheman di Amerika Serikat (Meredith, 1984).

Sementara

itu, tanaman yang berbunga lebih awal dan buahnya cepat
matang dapat terhindar

( escape)

dar i infestasi UBMK pada

akhir musim tanam (Noble, 1969 dalam Niles, 1980).
Gosipol adalah senyawa pigmen polifenol kuning yang
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar subepidermal berwarna
gelap yang menjadi ciri khas genus Gossypium dan tersebar
di seluruh bagian tanaman kapas (Endrizzi et al., 1984).
Gosipol adalah senyawa hasil metabolisme sekunder yang
bersifat alelopati (Price, 1975), dan merupakan salah satu
senyawa yang terlibat di dalam mekanisme antibiosis dalam
resistensi tanaman kapas terhadap penggerek buah (Helicoverpa spp.) (Lukefahr dan Martin, 196