Perkembangan Populasi dan Pembentukan Makroptera Tiga Biotipe Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål pada Sembilan Varietas Padi
PERKEMBANGAN POPULASI DAN PEMBENTUKAN
MAKROPTERA TIGA BIOTIPE WERENG BATANG
COKELAT Nilaparvata lugens Stål PADA SEMBILAN
VARIETAS PADI
WAHYU FITRININGTYAS
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
WAHYU FITRININGTYAS.
Perkembangan Populasi dan Pembentukan
Makroptera Tiga Biotipe Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål pada
Sembilan Varietas Padi. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA dan ARIFIN
KARTOHARDJONO.
Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål merupakan salah
satu hama potensial penyebab kerusakan tanaman padi di Indonesia. Varietas
padi tahan umum digunakan dalam mengendalikan hama WBC. Penelitian ini
bertujuan untuk membandingkan perkembangan populasi WBC biotipe 1, 2, dan 3
serta proporsi pembentukan makroptera yang diinfestasikan pada sembilan
varietas padi. Satu dan sepuluh pasang setiap biotipe 1, 2, dan 3 WBC
brakhiptera diambil dari populasi stok kemudian dilepas pada sembilan varietas
padi uji yang ditanam pada sebuah ember berdiameter 25 cm dan dikurung di
dalam kurungan kasa berkerangka besi. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Parameter yang diamati adalah jumlah populasi WBC setiap 2 hari setelah 7 hari
infestasi, waktu dan jumlah pembentukan serangga makroptera, jumlah populasi
brakhiptera dan makroptera, serta jumlah bulir padi serta berat gabah pada akhir
penelitian. Hasil pelepasan satu pasang induk cenderung memicu perkembangan
populasi WBC biotipe 1, 2, dan 3 paling cepat pada varietas IR 64, dengan jumlah
individu tertinggi berturut-turut ± 184, 242, dan 419 ekor/rumpun dan WBC
biotipe 2 pada varietas Inpari 3 sebesar 212 ekor/rumpun, dicapai pada puncak
populasi generasi ke dua. Pelepasan sepuluh pasang induk meningkatkan
perkembangan populasi WBC biotipe 1, pada varietas Inpari 4, dan WBC biotipe
2 pada IR 64, dengan jumlah individu tertinggi berturut-turut ± 785 dan 491
ekor/rumpun dicapai pada puncak populasi generasi ke dua. Pelepasan yang sama
meningkatkan perkembangan populasi WBC biotipe 3 sejak generasi pertama
pada seluruh varietas uji dengan jumlah individu mencapai rata-rata 300
ekor/rumpun. Varietas Inpari 6, Inpari 4, dan IR 64 berespon rentan terhadap
WBC biotipe 1 dengan produksi gabah kering 1,8-3,2 g/rumpun dibandingkan
Inpari 13 berespon agak tahan dengan produksi 6,4 g/rumpun. Varietas IR 64,
Inpari 3 dan Inpari 6 berespon rentan terhadap WBC biotipe 2 dengan produksi
1,2-2,3 g/rumpun dibandingkan Inpari 13 berespon tahan dengan produksi 6,6
g/rumpun. Tujuh varietas padi uji berespon rentan terhadap WBC biotipe 3
dengan produksi 0-0,5 g/rumpun kecuali PTB 33 dan Inpari 13 berespon tahan
dengan produksi 10,7 g/rumpun. Pada populasi WBC biotipe 1, 2, maupun 3,
jumlah brakhiptera berturut-turut 16-23, 11, dan 13-32 kali lipat lebih besar dari
makroptera ditemukan pada varietas rentan dibandingkan 4-13, 5-7 dan 3-8 kali
lipat pada varietas tahan. Ratio seks betina : jantan WBC brakhiptera biotipe 1, 2,
maupun 3 ditemukan berkembang pada varietas rentan yaitu 1,4- 2,24 relatif lebih
besar dibandingkan dengan varietas tahan, yaitu 0,8-1,3. Rasio seks makroptera
relatif hampir sama antara varietas rentan dan tahan, yaitu 1,2-1,3 pada biotipe 1,
0,8-1 pada biotipe 2, dan 1,2-1,3 biotipe 3. Populasi WBC biotipe 1, 2, dan 3
berkembang lambat pada varietas Inpari 13 dengan jumlah populasi rendah,
namun relatif tidak menurunkan kualitas maupun kuantitas produksi gabah,
sehingga varietas tersebut dianggap sebagai varietas durable resistance.
PERKEMBANGAN POPULASI DAN PEMBENTUKAN
MAKROPTERA TIGA BIOTIPE WERENG BATANG
COKELAT Nilaparvata lugens Stål PADA SEMBILAN
VARIETAS PADI
WAHYU FITRININGTYAS
A34060238
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul
: Perkembangan Populasi dan Pembentukan Makroptera
Tiga Biotipe Wereng Batang Cokelat Nilaparvata
lugens Stål pada Sembilan Varietas Padi
Nama Mahasiswa
: Wahyu Fitriningtyas
NIM
: A34060238
Disetujui,
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dra. Endang Sri Ratna, PhD.
Dr. Ir. Arifin Kartohardjono
NIP 19580120 198203 2 001
NIP 19470210 197503 1 002
Diketahui,
Ketua Departemen
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
NIP 19650621 198910 2 001
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 17 Mei 1988
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Hadi Santoso dan
ibu Tri Juswati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Hang Tuah 1 Surabaya pada
tahun 2000 dan menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SMPN 29
Surabaya pada tahun 2003. Penulis melanjutkan ke SMAN 2 Surabaya dan lulus
pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor melalui Ujian Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI) dan
pada tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, IPB.
Selama di IPB penulis ikut serta dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan
yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA),
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM A) dan menjadi pengurus
Badan Pengawas Anggota (BPA) periode 2008-2009.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Perkembangan
Populasi dan Pembentukan Makroptera Tiga Biotipe Wereng Batang Cokelat
Nilaparvata lugens Stål pada Sembilan Varietas Padi” yang merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Endang Sri Ratna, PhD. dan
Dr. Ir. Arifin Kartohardjono yang telah meluangkan waktunya dalam
membimbing penulis guna menyelesaikan skripsi ini dan senantiasa memberikan
saran serta nasehatnya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir.
Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan
saran untuk skripsi ini. Penulis memberikan penghargaan yang tiada terhingga
kepada Bapak Cece dan Bapak Dedi yang telah membantu saat penelitian di
lapangan dan rumah kaca KP. Muara-Bogor serta Bapak Agus Sudrajat di
Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi, Departemen Proteksi Tanaman, IPB.
Selain itu diucapkan terima kasih kepada sahabatku Desra Sihombing S.Pt, Ellyta
Sariani SP, Indri Ahdiaty dan Astra Naibaho yang telah memberi dukungan dan
bantuan selama proses penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua
orang tua, bapak Hadi Santoso dan ibu Tri Juswati dan kedua adikku Aissa
Kesumawardhani dan Putri Nur Fajrina yang telah memberikan dukungan,
motivasi, bimbingan moril dan doa untuk kesuksesan penulis.
Bogor, Februari 2012
Wahyu Fitriningtyas
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xi
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................................
1
Tujuan ................................................................................................
3
Hipotesis ............................................................................................
3
Manfaat ..............................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
4
Wereng Batang Cokelat .....................................................................
4
Faktor-faktor Pertumbuhan Populasi .................................................
6
Pemencaran WBC dan Populasi Makroptera ....................................
8
Mekanisme Interaksi Ketahanan Tanaman terhadap WBC ...............
10
Interaksi WBC terhadap Varietas Tahan ...........................................
11
BAHAN DAN METODE ...........................................................................
12
Tempat dan Waktu .............................................................................
12
Metode Penelitian ..............................................................................
12
Perbanyakan Tanaman Uji ..............................................................
12
Perbanyakan WBC ..........................................................................
12
Infestasi WBC pada Varietas Padi Uji ............................................
13
Analisis Data ......................................................................................
13
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
14
Perkembangan Populasi WBC...........................................................
14
Respon Biotipe terhadap Varietas Tanaman ...................................
18
Waktu Pembentukan Makroptera ....................................................
26
Populasi Makroptera dan Brakhiptera pada Akhir Musim Tanam..
29
Respon Serangan WBC terhadap Produktivitas Padi ........................
38
KESIMPULAN ...........................................................................................
45
Halaman
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
46
LAMPIRAN ................................................................................................
50
DAFTAR TABEL
No
Halaman
Teks
1. Analisis interaksi antara varietas tanaman dengan dua kelompok
pelepasan dan tiga kelompok biotipe wereng terhadap tujuh respon
penelitian ................................................................................................
19
2. Populasi total wereng pada dua kelompok pelepasan WBC ..................
20
3. Populasi total wereng pada tiga kelompok biotipe WBC.......................
20
4. Populasi total WBC pada sembilan varietas padi pada akhir musim
tanam ......................................................................................................
22
5. Waktu kemunculan imago makroptera pada tiga kelompok biotipe
WBC .......................................................................................................
26
6. Respon sembilan varietas padi terhadap waktu dan jumlah kemunculan
imago WBC makroptera .........................................................................
27
7. Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada
dua kelompok pelepasan WBC ..............................................................
29
8. Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada
tiga kelompok biotipe WBC ...................................................................
30
9. Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada
akhir musim tanam pada perlakuan pelepasan satu pasang WBC .........
31
10. Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada
akhir musim tanam pada perlakuan pelepasan sepuluh pasang WBC ...
32
11. Rasio seks populasi imago pada dua kelompok pelepasan WBC ..........
35
12. Rasio seks populasi imago pada tiga kelompok biotipe WBC ...............
35
13. Rasio seks populasi imago betina : jantan WBC brakhiptera dan
makroptera pada akhir musim tanam .....................................................
37
14. Produksi padi pada dua kelompok pelepasan WBC ...............................
39
15. Produksi padi pada tiga kelompok biotipe WBC ...................................
39
16. Produksi padi tanam pada pelepasan satu pasang WBC pada akhir
musim .....................................................................................................
40
17. Produksi padi tanam pada pelepasan sepuluh pasang WBC pada akhir
musim .....................................................................................................
41
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
Teks
1. Fluktuasi populasi WBC selama satu musim tanam setelah pelepasan
satu pasang WBC pada sembilan varietas padi ......................................
15
2. Fluktuasi populasi WBC selama satu musim tanam setelah pelepasan
sepuluh pasang WBC pada sembilan varietas padi ................................
16
3. Hubungan regresi antara populasi wereng dengan produksi padi
terhadap pelepasan satu pasang WBC ....................................................
42
4. Hubungan regresi antara populasi wereng dengan produksi padi
terhadap pelepasan sepuluh pasang WBC ..............................................
43
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
Teks
1. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap perkembangan populasi wereng .........................
51
2. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap waktu kemunculan makroptera ..........................
51
3. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap populasi brakhiptera ...........................................
52
4. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap populasi makroptera ...........................................
52
5. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap rasio seks brakhiptera .........................................
53
6. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap rasio seks makroptera .........................................
53
7. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap produksi padi ......................................................
54
8. Sidik ragam regresi terhadap pelepasan satu pasang WBC ...................
54
9. Sidik ragam regresi terhadap pelepasan sepuluh pasang WBC .............
54
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak dahulu komoditi pangan khususnya padi di Indonesia memegang
peranan yang sangat penting karena merupakan sumber bahan makanan utama
sebagian besar penduduk Indonesia (Nasoetion 2001). Penyediaan beras untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat penduduk Indonesia yang tumbuh pesat
merupakan tantangan berat karena beberapa hal seperti ketersediaan pangan yang
harus dipenuhi dalam kondisi lahan yang subur yang berkurang setiap tahun,
keterbatasan sistem irigasi tanaman dan serangan organisme pengganggu tanaman
(OPT) yang sering menghambat proses budidaya tanaman sehingga menurunkan
hasil panen.
Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål, famili Delphacidae
termasuk OPT utama pada tanaman padi. Hama ini menyerang seluruh fase
pertumbuhan tanaman. WBC mengakibatkan kekeringan pada seluruh jaringan
tanaman akibat isapannya atau disebut hopperburn, selain itu dapat menjadi
vektor penyakit virus kerdil hampa dan kerdil rumput (Oka & Bahagiawati 1991).
Hama ini dilaporkan menyerang berbagai varietas tanaman padi khususnya padi
tipe baru (PTB), padi hibrida dan padi varietas unggul baru (VUB) (Baehaki &
Widiarta 2008).
Pada bulan Januari-Juni 2011 menurut Data Kementerian
Pertanian, serangan WBC mencapai luasan 105.010 ha dan puso 20.345 ha yang
persebarannya meliputi 26 provinsi di Indonesia (Anonim 2011).
WBC dikenal memiliki biotipe.
Tiga biotipe wereng yang tersebar di
wilayah pertanaman padi di Indonesia, yaitu biotipe 1, 2, dan 3 telah ditetapkan
berdasarkan penapisan tingkat kemampuan perusakan tanaman setiap biotipe
tersebut terhadap perubahan varietas padi baru tertentu yang dianggap tahan dan
diintroduksikan di lapangan.
WBC memiliki plastisitas genetik yang tinggi
sehingga dengan mudah membentuk biotipe baru. Pada tahun 2006, wereng
biotipe 3 dilaporkan menunjukkan tingkat keganasan yang lebih parah yaitu
menyebabkan ketahanan varietas IR 64 dan Ciherang yang sebelumnya dianggap
tahan berubah menjadi tidak tahan (Baehaki 2007). Peledakan populasi WBC
2
dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan yang pesat, seperti dicirikan dengan tipe
pertumbuhan populasi r-strategi (Baehaki & Widiarta 2008).
Pertumbuhan
populasi ini sangat bergantung pada kemampuan dan kesesuaian hidup serta
kemampuan reproduksi setiap individu wereng pada habitatnya.
Peledakan
populasi terjadi karena wereng berhasil hidup dan berkembangbiak dengan baik
pada varietas tanaman rentan. Oleh karena itu, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh petani untuk mengendalikan WBC di antaranya yaitu menanam
varietas padi tahan. Cara ini dianggap paling ideal karena mudah digunakan,
murah, dan kurang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Varietas
padi tahan bergantung pada biotipe WBC yang berkembang di suatu ekosistem,
walaupun demikian pertahanan ini dapat patah karena WBC diduga memiliki
kemampuan adaptasi terhadap varietas inang dan lingkungan (Syam et al. 2007).
Seperti contohnya varietas IR 64 dan beberapa varietas unggul baru (VUB) telah
teruji memiliki ketahanan terhadap WBC, namun pada kenyataan di lapang, masih
sering dilaporkan serangan populasi wereng yang relatif tinggi pada varietas
tersebut. Oleh karena itu, ketahanan varietas padi ini penting dikaji kembali
melalui pengujian respon pertumbuhan tiga biotipe WBC pada beberapa varietas
padi khususnya inhibrida dan VUB untuk mendapatkan varietas durable
resistance.
Awal infestasi serangan hama di antaranya WBC pada tanaman sangat
ditentukan oleh kemampuan terbang serangga, yang berpengaruh terhadap
aktivitas pemencaran dan pencapaian atau penemuan habitat inangnya. Aktivitas
ini mendasari pola penemuan dan pemilihan tanaman inang, yang kemudian
menentukan kemampuan hidup dan perkembangbiakan serangga (Van Alphen &
Jervis 1996).
Sayap serangga merupakan bagian alat gerak dalam aktivitas
pemencaran populasi suatu spesies (Chapman 1998). WBC memiliki dua tipe
sayap yaitu brakhiptera (bersayap pendek) dan makroptera (bersayap panjang).
Makroptera sangat berpotensi dalam perilaku memencar jarak pendek antar
pertanaman dan migrasi jarak jauh untuk menemukan tanaman inang (Baehaki
1984). Pada tanaman inang baru, WBC makroptera meletakkan telur yang akan
menetas menjadi nimfa calon individu brakhiptera. WBC makroptera akan
terinisiasi kembali apabila kepadatan populasi nimfa meningkat (Yamada 1990).
3
Peningkatan ini dipengaruhi faktor kualitas habitat dan makanan tempat wereng
tumbuh dan berkembangbiak. Introduksi varietas padi tertentu diduga
berpengaruh terhadap pembentukan WBC makroptera sebagai pemicu meluasnya
serangan WBC.
Dengan demikian, potensi pembentukan makroptera pada
varietas inhibrida maupun VUB juga perlu diteliti.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan perkembangan populasi
WBC biotipe 1, 2, dan 3 serta proporsi pembentukan makroptera yang
diinfestasikan pada sembilan varietas padi.
Hipotesis
Setiap varietas tanaman padi uji memiliki respon yang berbeda dalam
menunjang pertumbuhan populasi WBC dan pembentukan sayap makroptera, baik
biotipe 1, 2, maupun 3. Peningkatan populasi WBC terjadi pada tanaman rentan.
Varietas padi yang diserang WBC pada tingkat populasi rendah dan masih
menghasilkan gabah diduga bersifat durable resistance.
Nilai proporsi
pertumbuhan makroptera paling tinggi terjadi pada kepadatan populasi nimfa yang
tinggi pada varietas tanaman uji paling rentan.
Manfaat
Manfaat
dari
penelitian
ini
adalah
dapat
memberikan
informasi
ketidakmampuan WBC biotipe 1, 2, dan 3 untuk hidup dan berkembang pada
varietas padi uji. Varietas padi yang bersifat durable resistance terhadap WBC
dapat dijadikan salah satu komponen penentu dalam perakitan varietas tahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Wereng Batang Cokelat
Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål adalah serangga
yang termasuk dalam Ordo Hemiptera, Subordo Auchenorrhyncha, Superfamili
Fulgoroidea, Famili Delphacidae (CAB International 2005). WBC hidup dan
berkembangbiak pada tanaman padi (Oryza sativa) sebagai pakan utama. Di
Filipina, WBC dapat ditemukan juga pada padi liar dan gulma jenis rumput
Leersia hexandra.
Di Malaysia, rumput Arthroxon hisdipus, Digitaria
adscendens, Echinochloa crus-galli var. oryzicola, Isachne globosa, Leersia
japonica, dan Poa annua dilaporkan merupakan inang dari N. lugens.
Persebaran N. lugens meliputi daerah Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia
bagian tropis, Oseania dan Kepulauan Pasifik (CAB International 2005).
Menurut Mochida & Okada (1979), persebaran wereng ini meliputi daerah
paleartik (Cina, Jepang, dan Korea), dan wilayah oriental (Bangladesh, Kamboja,
India, Malaysia, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Filipina). Di Indonesia, WBC
tersebar luas di seluruh daerah provinsi, kecuali Maluku dan Irian Jaya.
WBC adalah serangga penghisap cairan tanaman (CAB International 2005).
Habitat wereng umumnya berada di pangkal pelepah batang tanaman di
permukaan tanah, tetapi pada kondisi populasi tinggi dapat hidup pada helaian
daun, bahkan memenuhi seluruh bagian tanaman (Kalshoven 1981). Pada wereng
ini dijumpai dimorfisme imago, yakni brakhiptera dan makroptera. Brakhiptera
memiliki bentuk dan ukuran sayap depan dan sayap belakang pendek, terutama
sayap belakang sangat rudimenter, sedangkan makroptera memiliki bentuk dan
ukuran sayap depan dan sayap belakang relatif panjang, dengan pertulangan sayap
yang jauh lebih berkembang.
Tubuh imago WBC berwarna cokelat kekuningan sampai cokelat tua.
Panjang tubuh imago jantan 2-3 mm dan imago betina 3-4 mm.
Wereng
berkembang biak secara seksual dengan masa prapeneluran brakhiptera 3-4 hari
dan makroptera 3-8 hari (Mochida & Okada 1979). Tubuh imago betina yang
sedang dalam periode prapeneluran lebih besar dibandingkan imago jantan. Imago
5
betina periode prapeneluran memiliki ujung abdomen agak meruncing
dibandingkan imago yang sedang dalam periode peneluran yang bertubuh gemuk
terutama bagian abdomen tampak membengkak. Seekor imago betina mampu
meletakkan 300-350 butir telur selama hidupnya yaitu dalam waktu berkisar
antara 10-24 hari (Harahap & Tjahjono 1997). Pada kondisi optimal, seekor
betina brakhiptera sehat yang hidup pada tanaman rentan meletakkan 300-400
telur dalam kondisi suhu ruangan 25-30 °C, walaupun ditemukan kasus imago
yang meletakkan telur hingga melebihi 1000 telur. Seekor betina betina
makroptera umumnya meletakkan 100 telur (CAB International 2005).
Telur WBC diletakkan secara berkelompok di ujung pelepah daun atau
tulang daun dengan posisi berderet seperti sisir pisang. Satu kelompok telur
terdiri atas 3-21 butir (Baehaki 1987; Harahap & Tjahjono 1997).
Telur
menyerupai bentuk buah pisang atau berbentuk bulan sabit dan menyempit di
bagian tudung telur (CAB International 2005). Panjang telur 0,99 mm dan lebar
0,3 mm. Telur berwarna putih transparan saat baru diletakkan, kemudian akan
terlihat bintik merah yang merupakan calon mata pada bagian kepala saat
menjelang menetas. Stadium telur 6-9 hari. Suhu lingkungan mempengaruhi
masa inkubasi telur, seperti suhu optimum untuk masa inkubasi telur berkisar
antara 25-28 °C, sedangkan suhu kurang dari 10 °C atau di atas 42 °C
menyebabkan embrio tidak mampu berkembang dan bertahan hidup.
Nimfa terdiri atas lima instar atau mengalami lima kali pergantian kulit.
Setiap instar dapat dibedakan dari ukuran tubuh dan bakal sayap yang semakin
membesar. Nimfa yang baru menetas berwarna keputih-putihan dengan panjang
tubuh 0,6 mm. Setelah ganti kulit pertama, warna tubuh berubah menjadi coklat
kehitaman hingga memasuki instar lima yang mencapai panjang 2 mm (Harahap
& Tjahjono 1997). Setiap stadium nimfa umumnya memerlukan waktu 2-4 hari
pada suhu berkisar antara 25-28 °C. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
stadium nimfa bergantung pada bentuk dewasa brakhiptera atau makroptera yang
akan terbentuk (Baehaki & Iman 1991).
Ukuran tubuh, waktu perkembangan, fekunditas, dan longevitas dipengaruhi
oleh faktor lingkungan abiotik, terutama suhu, kelembaban, status nutrisi dan
ketahanan inang (CAB International 2005).
Hal ini sangat mempengaruhi
6
perkembangan populasi dan serangan WBC di lapangan. Suhu optimum untuk
perkembangan populasi WBC berkisar antara 18-28 °C. Kelembaban mikro yang
disebabkan oleh curah hujan/keadaan air sawah dan kerapatan tanaman dilaporkan
sangat
berpengaruh
terhadap
perkembangan
populasi
dan
serangannya
(Mustaghfirin 2008).
Faktor-faktor Pertumbuhan Populasi
Populasi didefinisikan sebagai kelompok kolektif organisme dari spesies
yang sama yang menduduki ruang atau tempat tertentu yang merupakan satu
kesatuan yang berubah-ubah.
Perubahan suatu populasi dipengaruhi oleh
beberapa sifat yang terdapat dalam populasi itu sendiri yaitu natalitas, mortalitas,
sebaran umur, potensi biotik, pemencaran, dan bentuk pertumbuhan atau
perkembangan (Odum 1996; Price 1997).
Natalitas adalah kemampuan yang sudah merupakan sifat suatu populasi
untuk bertambah.
Natalitas maksimum/fisiologis adalah produksi maksimum
individu-individu baru secara teoritis dibawah keadaan yang ideal (yakni tidak ada
faktor-faktor yang membatasi secara ekologi, reproduksi hanya dibatasi oleh
faktor fisiologis), sedangkan natalitas ekologis yaitu pertambahan populasi
dibawah keadaan lingkungan khas (Odum 1996).
Mortalitas adalah kematian individu-individu didalam populasi. Mortalitas
dapat dinyatakan sebagai individu yang mati dalam kurun waktu tertentu.
Individu-individu akan mati karena umur tua yang ditentukan oleh lama hidup
imago (longevitas) fisiologis mereka yang seringkali jauh lebih besar daripada
longevitas ekologi (Odum 1996).
Sebaran umur merupakan sifat penting populasi yang mempengaruhi
natalitas dan mortalitas. Oleh karena itu, nisbah dari berbagai kelompok umur
dalam suatu populasi menentukan status reproduktif yang sedang berlangsung dari
populasi. Biasanya pada kelompok populasi yang memiliki perkembangan cepat,
banyak terdapat individu-individu yang muda, sebaliknya pada populasi yang
stationer memiliki pembagian umur individu yang merata dan saat populasi
menurun sebagian besar dihuni oleh individu-individu tua (Odum 1996).
7
Potensi biotik berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan &
penyebaran hama. Potensi ini meliputi faktor sumber daya makanan yang ada di
lapang dan musuh alami. Faktor kualitas dan kuantitas makanan memberikan
pengaruh terhadap tinggi rendahnya perkembangan populasi hama. Selain itu
kehadiran musuh alami seperti predator, parasitoid, patogen, dan kompetitor
dalam suatu pertanaman akan menekan perkembangan populasi serangga hama
tersebut (Dadang 2006).
Pemencaran populasi (dispersal) adalah gerakan individu-individu ke dalam
atau keluar populasi atau di daerah populasi. Pemencaran populasi dapat berupa
emigrasi, imigrasi dan migrasi. Pemencaran individu membantu natalitas dan
mortalitas di dalam memberi wujud bentuk pertumbuhan dan kepadatan populasi.
Pola pemencaran populasi dibedakan dalam tiga tipe yaitu pola acak, seragam,
dan teratur. Pemencaran secara acak relatif jarang ditemukan di alam, biasanya
terjadi pada lingkungan sangat seragam dan individu dalam populasi cenderung
berkelompok.
Pemencaran seragam dapat terjadi bila persaingan di antara
individu sangat keras dan terdapat antagonisme positif yang mendorong
pembagian ruang yang sama.
Pemencaran teratur berupa pemencaran
berkelompok dan mewakili pola yang paling umum terjadi di alam (Odum 1996).
Bentuk pertumbuhan atau perkembangan populasi adalah pola-pola
pertambahan yang khas yang dimiliki oleh suatu populasi. Dua pola dasar yang
sering dijadikan acuan dalam penentuan bentuk pertumbuhan/perkembangan
populasi yaitu pola pertumbuhan berbentuk J (=eksponensial) dan S (= sigmoid).
Pada pola pertumbuhan bentuk J, kerapatan populasi bertambah dengan cepat
secara eksponensial dan kemudian berhenti secara mendadak karena hambatan
lingkungan atau pembatas-pembatas lain. Menurut Nicholson 1956 dalam Odum
1996, tipe pola pertumbuhan yang dipicu oleh kepadatan populasi di atas
menyebabkan peledakan populasi serangga. Pada pola pertumbuhan bentuk S,
kerapatan populasi bertambah secara perlahan-lahan kemudian terjadi percepatan
dan melambat karena hambatan lingkungan meningkat sampai tingkat yang
kurang lebih seimbang (Odum 1996).
Menurut Price (1997) & Baehaki (2008), pola pertumbuhan populasi
serangga WBC dikatagorikan r-strategi. Karakteristik dari pola r-strategi yaitu
8
secara umum ukuran tubuh serangga kecil , ukuran imago betina lebih besar
daripada jantan, siklus hidup yang pendek, kemampuan memencar yang tinggi
sehingga dengan cepat akan menemukan habitat yang baru, berkembang biak
dengan cepat dan mampu menggunakan sumber daya makanan dengan baik
sebelum serangga lain ikut berkompetisi. Pola ini terbentuk apabila rata-rata
kemampuan reproduksi mencapai maksimum saat terjadi ketidakstabilan
lingkungan, yaitu populasi berada dibawah daya dukung lingkungan dan sumber
daya alam tidak terbatas. Pertumbuhan populasi jenis ini sangat bergantung pada
kemampuan dan kesesuaian hidup serta kemampuan reproduksi setiap individu
wereng pada habitatnya (Baehaki 2008).
Pemencaran WBC dan Populasi Makroptera
Tiga tipe pemencaran terjadi pada WBC yaitu pemencaran jarak pendek
dalam pertanaman padi, biasanya dilakukan oleh nimfa, wereng brakhiptera, dan
wereng makroptera, pemencaran jarak pendek antar pertanaman yang dilakukan
oleh wereng makroptera, dan pemencaran jarak jauh atau emigrasi dilakukan oleh
wereng makroptera (Baehaki 1984 ; Baehaki & Iman 1991).
Wereng makroptera biasanya migrasi saat padi mulai ditanam (Baehaki &
Widiarta 2008).
Perpindahan individu ini dipicu oleh perilaku WBC yang
meninggalkan tanaman tua.
Pemencaran maksimum terjadi sebelum panen.
Setelah bentuk makroptera menetap, WBC mulai berkembang biak satu atau dua
generasi pada tanaman padi stadia vegetatif. Bila migrasi terjadi pada waktu 2-3
minggu setelah tanam (MST), maka imigran berkembang biak dua generasi.
Puncak populasi nimfa generasi pertama dan ke dua berturut-turut muncul pada
umur padi 5-6 MST dan 10-11 MST. Bila migrasi terjadi setelah padi umur 5-6
MST, puncak populasi nimfa hanya ditemukan satu kali, yaitu pada 9-10 MST.
Serangga dewasa yang muncul setelah padi berumur 7 MST, umumnya bersayap
pendek (brakhiptera), bertelur ditempat tanaman awal tempat mereka hinggap atau
berpindah pada tanaman yang berdekatan, dan tidak bermigrasi pada jarak yang
relatif jauh. Makin tinggi kepadatan populasi, maka kerusakan tanaman yang
dialami makin berat. Populasi yang berpotensi sangat merusak tanaman adalah
stadia nimfa. Jumlah populasi makroptera meningkat saat tanaman memasuki
9
stadium pembungaan.
Generasi populasi akhir ini didominasi oleh betina
brakhiptera dan jantan makroptera. Makroptera inilah yang bermigrasi mencari
pertanaman padi muda.
Betina makroptera tumbuh pada perkembangan populasi lanjut yang pada
dasarnya distimulasi oleh berbagai faktor, seperti kerapatan populasi nimfa yang
terjadi akibat peningkatan kepadatan populasi dan penurunan kualitas serta
kuantitas pakan atau tanaman inang (Kisimoto 1956, 1957 dalam Mochida &
Okada 1979; Kalshoven 1981; Hidayati 1991; Baehaki 1993; Grodnitsky 1999).
Peningkatan wereng makroptera dicirikan adanya kepadatan populasi selama
stadium nimfa di tempat perkembangbiakannya (Yoshimeki 1966 dalam Baehaki
& Widiarta 2008).
Perkembangan individu calon wereng makroptera atau
brakhiptera dapat diamati lebih awal dari pengamatan ukuran bantalan sayap pada
nimfa instar akhir.
Nimfa calon betina instar akhir dengan ukuran panjang
bantalan sayap kurang dari 0,94 mm akan mengalami proses ganti kulit menjadi
imago brakhiptera, sedangkan nimfa dengan ukuran panjang bantalan sayap lebih
dari 0,94 mm dapat membentuk imago brakhiptera maupun makroptera. Nimfa
calon jantan instar akhir dengan ukuran panjang bantalan sayap kurang dari 0,94
mm cenderung menjadi wereng dewasa brakhiptera, akan tetapi acuan ukuran
panjang bantalan sayap pembentuk imago jantan makroptera tidak dapat dideteksi
(Yamada 1990).
Pembentukan bantalan sayap instar akhir dipengaruhi oleh
kepadatan nimfa selama stadium nimfa instar satu hingga instar empat.
Kepadatan populasi rendah cenderung menghasilkan nimfa instar akhir dengan
bantalan sayap yang berukuran pendek, sebaliknya apabila kepadatan populasi
tinggi cenderung menghasilkan bantalan sayap berukuran panjang. Grodnitsky
(1999), melaporkan bahwa proporsi kemunculan bentuk sayap pada serangga
dewasa sangat dipengaruhi oleh kepadatan populasi dan kandungan nutrisi
tanaman.
Pada pertanaman yang siap dipanen, kualitas dan kuantitas pakan
wereng menjadi berkurang sehingga wereng akan menghadapi katastropi.
Kondisi ini memicu wereng segera mengubah posisi membentuk wereng
makroptera untuk emigrasi (Baehaki & Iman 1991; Baehaki & Widiarta 2008).
10
Mekanisme Interaksi Ketahanan Tanaman terhadap WBC
Varietas tahan adalah varietas yang megurangi peluang keberhasilan hama
untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai sumber makanan dan tempat untuk
berkembang biak (Anggraeni 2002).
Suatu varietas disebut tahan apabila:
memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman pulih kembali dari serangan
hama, mengandung sifat genetik tanaman yang mampu mengurangi tingkat
kerusakan disebabkan oleh serangan hama dan mampu menghasilkan produk yang
lebih banyak dan lebih baik dari varietas yang lain pada tingkat populasi hama
yang sama (Sumarno 1992).
Mekanisme pertahanan tanaman terhadap hama menurut Schoonhoven et al.
(2005) digolongkan menjadi tiga macam yaitu antixenosis (non-preferences),
antibiosis, dan tolerance.
Antixenosis (non-preferences) adalah kelompok
tanaman tertentu yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang tidak disukai
serangga. Sifat-sifat tersebut dapat berupa tekstur, warna, aroma atau rasa, dan
banyaknya rambut-rambut tanaman, sehingga menyulitkan serangga untuk
meletakkan telur, makan atau berlindung. Bentuk mekanisme ini dibagi menjadi
dua golongan, yaitu antixenosis kimiawi, terjadi penolakan karena kandungan
senyawa
allelokimia
dan
antixenosis
fisik,
terjadi
penolakan
karena
ketidaksesuaian struktur atau morfologi tanaman. Menurut Ying et al. (2006)
variasi komponen metabolit sekunder pada varietas padi rentan TN-1 dan tahan ASD
7 dan IR 36 dilaporkan berkaitan erat dengan perilaku preferensi atau non preferensi
WBC dalam mekanisme pertahanan tanaman. Antibiosis, suatu sifat fisiologis
tanaman yang dapat merugikan kehidupan serangga.
Kazushige dan Pathak
(1970) melaporkan bahwa padi yang tahan terhadap WBC memiliki konsentrasi
aspargin yang lebih rendah dibandingkan dengan padi yang rentan. Contohnya
yaitu WBC yang dikurung pada varietas Mudgo akan mengalami petumbuhan
yang lambat, ukuran tubuh kecil, fekunditas yang rendah, dan kematian yang
tinggi. Tolerance suatu sifat pada tanaman yang mampu menyembuhkan diri dari
serangan hama meskipun jumlah hama yang menyerang berjumlah sama dengan
yang menyerang pada tanaman rentan.
11
Interaksi WBC terhahap Varietas Tahan
Pengendalian wereng coklat salah satunya dilakukan dengan menggunakan
varietas tahan yang disesuaikan dengan biotipe wereng yang dihadapinya.
Varietas tahan mempunyai andil yang sangat besar karena dapat mereduksi
populasi wereng coklat. Varietas IR 74 (Bph 3) dan IR 64 (Bph 1+) berturut-turut
dapat mereduksi wereng coklat sebesar 94,9 dan 77,4% dibanding dengan varietas
Cisadane yang tidak dapat menekan populasi wereng coklat biotipe 3 sedangkan
Cisanggarung hanya mereduksi 20,3% (BB Padi 2011).
Pertumbuhan,
perkembangan, kesuburan, mortalitas, atau keperidian serangga dipengaruhi oleh
komposisi gizi yang terkandung dalam tanaman (Sunjaya 1970 dalam Laksono
1991).
Kandungan nutrisi tanaman sangat menentukan kualitas pakan wereng,
sehingga akan berpengaruh terhadap pertahanan hidup dan perkembangbiakan
wereng. Variasi kandungan asam amino beberapa varietas tanaman padi berkaitan
erat dengan ketahanan tanaman terhadap WBC (Ardiwinata et al. 1991; Kazushige
& Pathak 1970). Kalode dan Khrisnha (1979) melaporkan bahwa pada padi
varietas tahan ditemukan senyawa yang bersifat repelen terhadap WBC. Bahan
yang bekerja sebagai repelen, penghambat makan ataupun perusak sistem saluran
pencernaan maupun sistem syaraf serangga biasanya berupa bahan metabolit
sekunder. Variasi komponen metabolit sekunder pada varietas padi rentan TNI dan
tahan ASD 7 dan IR 36 dilaporkan berkaitan erat dengan perilaku preferensi atau
non preferensi WBC dalam mekanisme pertahanan tanaman (Ying et al. 2006).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan BB Padi MuaraBogor dari bulan November 2010 sampai dengan April 2011.
Metode Penelitian
Perbanyakan Tanaman Uji
Varietas tanaman yang digunakan adalah tiga varietas tanaman inang yaitu
Pelita, IR 26, dan IR 42 masing-masing varietas untuk inang WBC biotipe 1, 2
dan 3, varietas pembanding rentan dan tahan dari IRRI yaitu TN-1 dan PTB 33,
varietas yang sering ditanam di lapangan oleh petani yaitu IR 64 dan IR 74 dan
varietas unggul baru dari BB Padi yaitu Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, dan Inpari 13.
Benih-benih tersebut diperoleh dari BB Padi Sukamandi.
Benih padi uji disemai pada ember plastik kecil diameter 15 cm yang diisi
dengan tanah secukupnya. Penyemaian dilakukan di laboratorium rumah kaca BB
Padi KP Muara, Bogor. Bibit padi berumur dua minggu, dipindahkan ke dalam
ember berisi tanah ditanami 2 bibit tanaman yang digenangi air secukupnya.
Tanaman dipelihara dengan memberikan pupuk urea masing-masing 2 g/pot,
setara dengan 250 kg/ha. Sediaan tanaman diperbaharui sebulan sekali sebagai
stok tanaman inang.
Tanaman tersebut selanjutnya digunakan sebagai inang
perbanyakan wereng uji dan tanaman perlakuan.
Perbanyakan WBC
Serangga uji WBC berasal dari perbanyakan WBC yang dipelihara secara
terus-menerus pada varietas padi inang yang sesuai untuk masing-masing biotipe
di Rumah Kaca KP Muara, Bogor. Tiga pasang imago jantan dan betina WBC
diambil dan dipindahkan ke tanaman padi berumur 35 HST yang telah disediakan
di atas dengan menggunakan aspirator. Padi yang telah diinfestasi WBC tersebut
dikurung dengan kurungan kasa silinder berkerangka besi, berdiameter 25 cm dan
tinggi 85 cm yang bagian atasnya ditutup kain kasa dan dibagian samping diberi
13
ventilasi berukuran 10 cm x 10 cm. Setelah lima hari infestasi, imago wereng
dikeluarkan. Telur yang diletakkan akan menjadi nimfa instar I yang berumur
relatif sama. Nimfa dipelihara sampai menjadi imago, dan imago yang muncul
digunakan sebagai wereng uji pada penelitian selanjutnya.
Infestasi WBC pada Varietas Padi Uji
Satu dan sepuluh pasang WBC brakhiptera diambil dari populasi stok
dengan menggunakan aspirator kemudian dilepas pada 9 varietas padi uji yaitu
TN-1, IR 64, IR 74, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, dan PTB 33 serta pada
varietas inang yang ditanam pada sebuah ember berdiameter 25 cm.
perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Setiap
Tanaman yang telah diinfestasi wereng
dikurung dengan kurungan kasa silinder berkerangka besi, berdiameter 25 cm dan
tinggi 85 cm yang bagian atasnya ditutup kain kasa dan dibagian samping diberi
ventilasi berukuran 10 cm x 10 cm. Wereng uji tersebut dipelihara dan jumlah
wereng yang menetas diamati setiap interval 2 hari sekali hingga terbentuk imago
makroptera. Penelitian berakhir sampai tanaman memasuki akhir musim tanam.
Parameter yang diamati adalah jumlah populasi WBC setiap 2 hari setelah 7
hari infestasi, waktu dan jumlah pembentukan serangga makroptera, jumlah
populasi brakhiptera dan makroptera pada akhir penelitian, dan jumlah bulir padi
serta berat gabah pada akhir penelitian.
Analisis Data
Keragaman data diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel
2007 dan Statistical Analysis System for Windows ver 9.0 diikuti dengan
pengujian selang berganda Duncan pada taraf nyata alpha sebesar 5%. Data
pengamatan dianalisis menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) 3
faktorial yang terdiri atas sembilan perlakuan varietas padi uji, kelompok
pelepasan wereng satu dan sepuluh pasang dan tiga jenis biotipe wereng.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Populasi Wereng Batang Cokelat (WBC)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelepasan satu dan sepuluh pasang
WBC pada sembilan varietas padi umur 35 HST cenderung menghasilkan dua
generasi populasi hingga akhir musim tanam kecuali pelepasan sepuluh pasang
wereng biotipe 3 pada IR 42 hanya menghasilkan satu generasi populasi selama
musim tanam (Gambar 1 & 2). Populasi generasi kedua tidak terbentuk akibat
serangan populasi wereng biotipe 3 yang relatif sangat tinggi pada generasi
populasi pertama pada tanaman rentan yang menyebabkan kematian tanaman
lebih dini terjadi pada varietas IR 42.
Pelepasan satu pasang WBC biotipe 1 dan 2 umumnya menghasilkan
jumlah populasi wereng relatif sangat rendah yaitu rata-rata di bawah 100
ekor/rumpun pada generasi pertama dan peningkatan populasi baru terlihat jelas
pada generasi kedua dengan puncak populasi tertinggi mencapai 200 ekor/rumpun
pada biotipe 2 dan bahkan 700 ekor/rumpun pada biotipe 1.
Sebaliknya,
pelepasan satu pasang wereng biotipe 3 sudah menunjukkan peningkatan populasi
yang relatif cukup tinggi dengan rata-rata jumlah populasi melebihi 200
ekor/rumpun pada puncak populasi generasi pertama dan 400 ekor/rumpun pada
puncak generasi populasi kedua.
Perkembangan populasi wereng biotipe 1
cenderung lebih pesat pada varietas Pelita dan TN-1 dibandingkan 7 varietas uji
lainnya, dengan rata-rata puncak populasi tertinggi dicapai dalam jumlah ± 375700 ekor/rumpun.
Di antara varietas yang diujikan, perkembangan tertinggi
terjadi pada varietas IR 64 dengan rata-rata puncak populasi tertinggi ± 184
ekor/rumpun. Perkembangan populasi wereng biotipe 2 terlihat paling tinggi pada
varietas Inpari 3 dan IR 64 dengan rata-rata jumlah populasi tertinggi mencapai ±
212-242 ekor/rumpun. Respon yang berbeda terjadi pada pelepasan biotipe 3,
populasi cenderung berkembang pada semua varietas padi uji kecuali pada Inpari
13 dan PTB 33. Rata-rata jumlah populasi tertinggi pada biotipe 3 ini terjadi pada
varietas IR 64 mencapai ± 419 ekor/rumpun.
15
Gambar 1 Fluktuasi populasi selama satu musim tanam setelah pelepasan satu
pasang WBC pada sembilan varietas padi.
Keterangan: (a) biotipe 1, (b) biotipe 2 dan (c) biotipe 3.
16
Gambar 2 Fluktuasi populasi selama satu musim tanam setelah pelepasan
sepuluh pasang WBC pada sembilan varietas padi.
Keterangan: (a) biotipe 1, (b) biotipe 2 dan (c) biotipe 3.
17
Perkembangan populasi pada pelepasan sepuluh pasang wereng cenderung
lebih pesat dibandingkan pelepasan satu pasang. Peningkatan populasi sudah
tampak lebih awal terjadi pada generasi populasi pertama dan secara umum
jumlah populasi yang terbentuk lebih relatif tinggi pada semua biotipe wereng
(Gambar 2). Populasi WBC biotipe 1 cenderung lebih berkembang pada varietas
TN-1 dan Inpari 4 dengan rata-rata jumlah populasi mencapai 535-785
ekor/rumpun dibandingkan varietas lainnya.
Perkembangan populasi wereng
biotipe 2 terlihat cukup tinggi pada tiga varietas IR 26, TN-1 dan IR 64, dengan
rata-rata jumlah populasi mencapai 491-693 ekor/rumpun. Pola perkembangan
populasi yang hampir mirip pada perlakuan pelepasan satu pasang wereng yaitu
biotipe 3 cenderung berkembang pada semua varietas padi uji kecuali pada Inpari
13 dan PTB 33. Peningkatan jumlah populasi wereng biotipe 3 bergeser lebih
awal dan mendominasi populasi generasi pertama dibandingkan generasi
berikutnya. Selain itu tampak terjadi pemendekan periode perkembangan setiap
biotipe pada perlakuan pelepasan satu pasang dan dua biotipe 1 dan 2 pada
perlakuan pelepasan sepuluh pasang.
Hasil gambaran kurva pertumbuhan populasi di atas menunjukkan bahwa
rata-rata jumlah populasi tertinggi dicapai pada perlakuan pelepasan satu pasang
WBC biotipe 1, 2 dan 3 berkisar antara 200-700 ekor/rumpun sedangkan
perlakuan pelepasan sepuluh pasang dicapai 1-3,5 kali lebih besar yaitu pada
kisaran 700-1000 ekor/rumpun.
Hal ini menunjukkan bahwa pelepasan satu
pasang wereng cenderung menghasilkan laju pertumbuhan populasi yang relatif
lebih tinggi dibandingkan pada pelepasan sepuluh pasang.
Keadaan ini
mengindikasikan bahwa serangga yang hinggap pada tanaman dengan jumlah
populasi yang sedikit akan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang biak
dengan baik dibandingkan pelepasan sepuluh pasang. Faktor yang menyebabkan
lambatnya laju pertumbuhan populasi yaitu diduga adanya persaingan
intraspesifik yang sangat kuat dalam mendapatkan pakan dan habitat (Price 1997).
Pelepasan satu pasang WBC biotipe 1 dan 2 menghasilkan peningkatan
jumlah individu yang jauh lebih tinggi pada populasi generasi kedua, sebaliknya
pada pelepasan sepuluh pasang, peningkatan jumlah individu tampak sejak awal
pertumbuhan populasi generasi pertama. Begitu pula pelepasan satu maupun
18
sepuluh pasang WBC biotipe 3 menghasilkan pertumbuhan populasi yang
meningkat tajam sejak generasi populasi pertama.
Dengan demikian
mengindikasikan bahwa peningkatan atau peledakan populasi WBC biotipe 1
maupun 2 dipicu oleh infestasi awal berupa kelompok individu sedangkan
peledakan populasi WBC biotipe 3 dapat dipicu oleh satu pasang atau satu
individu fertil yang siap meletakkan telur dan berkembang biak pada setiap
tanaman baru. Hal ini menunjukkan bahwa WBC biotipe 3 sangat berpotensi
sebagai perusak varietas padi rentan.
Menurut Baehaki & Munawar (2007) hasil evaluasi biotipe yang dilakukan
pada tahun 2006 menunjukkan bahwa biotipe wereng batang cokelat di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Selatan adalah biotipe 3. Ledakan
populasi WBC biotipe 3 pada tahun 2008 terhadap varietas IR 64 terjadi hampir di
seluruh lokasi sentra pertanaman padi dengan persentase serangan lebih dari 50%
(Iriana 2009). Atas dasar acuan tersebut diduga bahwa WBC yang menyerang
pertanaman padi di Pulau Jawa pada saat tersebut hingga sekarang masih tetap
biotipe 3. Baehaki & Munawar (2007) menyatakan bahwa populasi WBC yang
ada di lapangan merupakan populasi campuran dua biotipe yaitu biotipe 2 dan 3,
bahkan diduga didominasi oleh WBC biotipe 3. Oleh karena itu, WBC biotipe 2
dan 3 selalu digunakan oleh pemulia tanaman sebagai standard pengujian
penapisan padi varietas tahan.
Respon Biotipe terhadap Varietas Tanaman
Hasil pengujian WBC biotipe 1, 2 dan 3 terhadap sembilan varietas tanaman
padi menghasilkan jumlah populasi bervariasi yang dipengaruhi oleh tiga interaksi
perlakuan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada pengujian ini
terjadi respon interaksi antara perlakuan pelepasan jumlah induk wereng dengan
varietas tanaman, biotipe dengan varietas tanaman, dan interaksi ketiganya yaitu
pelepasan jumlah induk wereng, biotipe, dan varietas tanaman pada nilai P < 0,05.
Interaksi pelepasan jumlah induk wereng dengan biotipe dan faktor biotipe itu
sendiri tidak berpengaruh terhadap jumlah total populasi wereng berdasarkan hasil
nilai P > 0,05 (Tabel 1, Lampiran 1).
19
Tabel 1 Analisis interaksi antara varietas tanaman dengan dua kelompok pelepasan dan tiga kelompok biotipe wereng terhadap tujuh respon
penelitian
Jumlah total
wereng
WM1
Populasi
makroptera
Populasi
brakhiptera
Rasio seks
makroptera
Rasio seks
Brakhiptera
Produksi padi
Pelepasan2
N
TN
TN
N
TN
N
N
Varietas3
N
N
N
N
N
N
N
Pelepasan*Varietas
N
TN
TN
TN
TN
TN
TN
Biotipe4
TN
N
N
N
N
TN
N
Pelepasan*Biotipe
TN
TN
TN
TN
N
TN
TN
Varietas*Biotipe
N
N
TN
TN
TN
TN
N
Pelepasan*Varietas*Biotipe
N
TN
TN
TN
TN
TN
TN
Sumber
1
Waktu kemunculan makroptera.
Pelepasan satu dan sepuluh pasang wereng.
3
Pelepasan 9 varietas tanaman.
4
Biotipe 1, 2 dan 3.
* Menunjukkan interaksi antar faktor.
N
= Berbeda nyata pada taraf α = 0,05.
TN = Tidak berbeda nyata taraf α = 0,05.
2
20
Pelepasan satu pasang induk sangat nyata menghasilkan jumlah total
wereng 371 ekor/rumpun lebih rendah dibandingkan pelepasan sepuluh pasang
wereng 614 ekor/rumpun, namun ketiga biotipe 1, 2 dan 3 yang dilepas tidak
menunjukkan perbedaan jumlah wereng, yaitu berkisar antara 456-562
ekor/rumpun (Tabel 2 & 3). Pemaparan sembilan varietas padi terhadap WBC
biotipe 1, 2 dan 3 menghasilkan variasi jumlah kumulatif wereng yang berbeda
nyata antar varietas diikuti respon tanaman berbeda akibat serangan populasi yang
terbentuk. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa pelepasan satu dan sepuluh
pasang wereng dapat menghasilkan dua generasi populasi dalam satu musim
tanam kecuali pelepasan satu pasang wereng biotipe 1 pada varietas PTB 33,
pelepasan sepuluh pasang biotipe 1 pada varietas TN-1 dan pelepasan sepuluh
pasang biotipe 3 pada varietas IR 42 yang hanya menghasilkan satu generasi
populasi. Kerusakan parah tanaman umumnya terjadi pada pelepasan sepuluh
pasang wereng seperti kematian tanaman akibat hopperburn terjadi pada varietas
IR 42 setelah terjadi puncak populasi generasi pertama atau kegagalan produksi
pada varietas pembanding rentan TN-1, varietas inang adaptif Pelita dan IR 26,
serta varietas Inpari 4 dan Inpari 6 di akhir musim tanam.
Tabel 2 Populasi total wereng pada dua kelompok pelepasan WBC
Kelompok pelepasan wereng
Pelepasan satu pasang
Pelepasang sepuluh pasang
a
Jumlah wereng (ekor/rumpun)a
371 a
614 b
Nilai rataan yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap lajur menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji Duncan pada taraf α = 0,05.
Tabel 3 Populasi total wereng pada tiga kelompok biotipe WBC
Bioti
MAKROPTERA TIGA BIOTIPE WERENG BATANG
COKELAT Nilaparvata lugens Stål PADA SEMBILAN
VARIETAS PADI
WAHYU FITRININGTYAS
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
WAHYU FITRININGTYAS.
Perkembangan Populasi dan Pembentukan
Makroptera Tiga Biotipe Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål pada
Sembilan Varietas Padi. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA dan ARIFIN
KARTOHARDJONO.
Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål merupakan salah
satu hama potensial penyebab kerusakan tanaman padi di Indonesia. Varietas
padi tahan umum digunakan dalam mengendalikan hama WBC. Penelitian ini
bertujuan untuk membandingkan perkembangan populasi WBC biotipe 1, 2, dan 3
serta proporsi pembentukan makroptera yang diinfestasikan pada sembilan
varietas padi. Satu dan sepuluh pasang setiap biotipe 1, 2, dan 3 WBC
brakhiptera diambil dari populasi stok kemudian dilepas pada sembilan varietas
padi uji yang ditanam pada sebuah ember berdiameter 25 cm dan dikurung di
dalam kurungan kasa berkerangka besi. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Parameter yang diamati adalah jumlah populasi WBC setiap 2 hari setelah 7 hari
infestasi, waktu dan jumlah pembentukan serangga makroptera, jumlah populasi
brakhiptera dan makroptera, serta jumlah bulir padi serta berat gabah pada akhir
penelitian. Hasil pelepasan satu pasang induk cenderung memicu perkembangan
populasi WBC biotipe 1, 2, dan 3 paling cepat pada varietas IR 64, dengan jumlah
individu tertinggi berturut-turut ± 184, 242, dan 419 ekor/rumpun dan WBC
biotipe 2 pada varietas Inpari 3 sebesar 212 ekor/rumpun, dicapai pada puncak
populasi generasi ke dua. Pelepasan sepuluh pasang induk meningkatkan
perkembangan populasi WBC biotipe 1, pada varietas Inpari 4, dan WBC biotipe
2 pada IR 64, dengan jumlah individu tertinggi berturut-turut ± 785 dan 491
ekor/rumpun dicapai pada puncak populasi generasi ke dua. Pelepasan yang sama
meningkatkan perkembangan populasi WBC biotipe 3 sejak generasi pertama
pada seluruh varietas uji dengan jumlah individu mencapai rata-rata 300
ekor/rumpun. Varietas Inpari 6, Inpari 4, dan IR 64 berespon rentan terhadap
WBC biotipe 1 dengan produksi gabah kering 1,8-3,2 g/rumpun dibandingkan
Inpari 13 berespon agak tahan dengan produksi 6,4 g/rumpun. Varietas IR 64,
Inpari 3 dan Inpari 6 berespon rentan terhadap WBC biotipe 2 dengan produksi
1,2-2,3 g/rumpun dibandingkan Inpari 13 berespon tahan dengan produksi 6,6
g/rumpun. Tujuh varietas padi uji berespon rentan terhadap WBC biotipe 3
dengan produksi 0-0,5 g/rumpun kecuali PTB 33 dan Inpari 13 berespon tahan
dengan produksi 10,7 g/rumpun. Pada populasi WBC biotipe 1, 2, maupun 3,
jumlah brakhiptera berturut-turut 16-23, 11, dan 13-32 kali lipat lebih besar dari
makroptera ditemukan pada varietas rentan dibandingkan 4-13, 5-7 dan 3-8 kali
lipat pada varietas tahan. Ratio seks betina : jantan WBC brakhiptera biotipe 1, 2,
maupun 3 ditemukan berkembang pada varietas rentan yaitu 1,4- 2,24 relatif lebih
besar dibandingkan dengan varietas tahan, yaitu 0,8-1,3. Rasio seks makroptera
relatif hampir sama antara varietas rentan dan tahan, yaitu 1,2-1,3 pada biotipe 1,
0,8-1 pada biotipe 2, dan 1,2-1,3 biotipe 3. Populasi WBC biotipe 1, 2, dan 3
berkembang lambat pada varietas Inpari 13 dengan jumlah populasi rendah,
namun relatif tidak menurunkan kualitas maupun kuantitas produksi gabah,
sehingga varietas tersebut dianggap sebagai varietas durable resistance.
PERKEMBANGAN POPULASI DAN PEMBENTUKAN
MAKROPTERA TIGA BIOTIPE WERENG BATANG
COKELAT Nilaparvata lugens Stål PADA SEMBILAN
VARIETAS PADI
WAHYU FITRININGTYAS
A34060238
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul
: Perkembangan Populasi dan Pembentukan Makroptera
Tiga Biotipe Wereng Batang Cokelat Nilaparvata
lugens Stål pada Sembilan Varietas Padi
Nama Mahasiswa
: Wahyu Fitriningtyas
NIM
: A34060238
Disetujui,
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dra. Endang Sri Ratna, PhD.
Dr. Ir. Arifin Kartohardjono
NIP 19580120 198203 2 001
NIP 19470210 197503 1 002
Diketahui,
Ketua Departemen
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
NIP 19650621 198910 2 001
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 17 Mei 1988
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Hadi Santoso dan
ibu Tri Juswati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Hang Tuah 1 Surabaya pada
tahun 2000 dan menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SMPN 29
Surabaya pada tahun 2003. Penulis melanjutkan ke SMAN 2 Surabaya dan lulus
pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor melalui Ujian Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI) dan
pada tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, IPB.
Selama di IPB penulis ikut serta dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan
yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA),
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM A) dan menjadi pengurus
Badan Pengawas Anggota (BPA) periode 2008-2009.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Perkembangan
Populasi dan Pembentukan Makroptera Tiga Biotipe Wereng Batang Cokelat
Nilaparvata lugens Stål pada Sembilan Varietas Padi” yang merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Endang Sri Ratna, PhD. dan
Dr. Ir. Arifin Kartohardjono yang telah meluangkan waktunya dalam
membimbing penulis guna menyelesaikan skripsi ini dan senantiasa memberikan
saran serta nasehatnya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir.
Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan
saran untuk skripsi ini. Penulis memberikan penghargaan yang tiada terhingga
kepada Bapak Cece dan Bapak Dedi yang telah membantu saat penelitian di
lapangan dan rumah kaca KP. Muara-Bogor serta Bapak Agus Sudrajat di
Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi, Departemen Proteksi Tanaman, IPB.
Selain itu diucapkan terima kasih kepada sahabatku Desra Sihombing S.Pt, Ellyta
Sariani SP, Indri Ahdiaty dan Astra Naibaho yang telah memberi dukungan dan
bantuan selama proses penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua
orang tua, bapak Hadi Santoso dan ibu Tri Juswati dan kedua adikku Aissa
Kesumawardhani dan Putri Nur Fajrina yang telah memberikan dukungan,
motivasi, bimbingan moril dan doa untuk kesuksesan penulis.
Bogor, Februari 2012
Wahyu Fitriningtyas
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xi
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................................
1
Tujuan ................................................................................................
3
Hipotesis ............................................................................................
3
Manfaat ..............................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
4
Wereng Batang Cokelat .....................................................................
4
Faktor-faktor Pertumbuhan Populasi .................................................
6
Pemencaran WBC dan Populasi Makroptera ....................................
8
Mekanisme Interaksi Ketahanan Tanaman terhadap WBC ...............
10
Interaksi WBC terhadap Varietas Tahan ...........................................
11
BAHAN DAN METODE ...........................................................................
12
Tempat dan Waktu .............................................................................
12
Metode Penelitian ..............................................................................
12
Perbanyakan Tanaman Uji ..............................................................
12
Perbanyakan WBC ..........................................................................
12
Infestasi WBC pada Varietas Padi Uji ............................................
13
Analisis Data ......................................................................................
13
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
14
Perkembangan Populasi WBC...........................................................
14
Respon Biotipe terhadap Varietas Tanaman ...................................
18
Waktu Pembentukan Makroptera ....................................................
26
Populasi Makroptera dan Brakhiptera pada Akhir Musim Tanam..
29
Respon Serangan WBC terhadap Produktivitas Padi ........................
38
KESIMPULAN ...........................................................................................
45
Halaman
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
46
LAMPIRAN ................................................................................................
50
DAFTAR TABEL
No
Halaman
Teks
1. Analisis interaksi antara varietas tanaman dengan dua kelompok
pelepasan dan tiga kelompok biotipe wereng terhadap tujuh respon
penelitian ................................................................................................
19
2. Populasi total wereng pada dua kelompok pelepasan WBC ..................
20
3. Populasi total wereng pada tiga kelompok biotipe WBC.......................
20
4. Populasi total WBC pada sembilan varietas padi pada akhir musim
tanam ......................................................................................................
22
5. Waktu kemunculan imago makroptera pada tiga kelompok biotipe
WBC .......................................................................................................
26
6. Respon sembilan varietas padi terhadap waktu dan jumlah kemunculan
imago WBC makroptera .........................................................................
27
7. Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada
dua kelompok pelepasan WBC ..............................................................
29
8. Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada
tiga kelompok biotipe WBC ...................................................................
30
9. Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada
akhir musim tanam pada perlakuan pelepasan satu pasang WBC .........
31
10. Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada
akhir musim tanam pada perlakuan pelepasan sepuluh pasang WBC ...
32
11. Rasio seks populasi imago pada dua kelompok pelepasan WBC ..........
35
12. Rasio seks populasi imago pada tiga kelompok biotipe WBC ...............
35
13. Rasio seks populasi imago betina : jantan WBC brakhiptera dan
makroptera pada akhir musim tanam .....................................................
37
14. Produksi padi pada dua kelompok pelepasan WBC ...............................
39
15. Produksi padi pada tiga kelompok biotipe WBC ...................................
39
16. Produksi padi tanam pada pelepasan satu pasang WBC pada akhir
musim .....................................................................................................
40
17. Produksi padi tanam pada pelepasan sepuluh pasang WBC pada akhir
musim .....................................................................................................
41
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
Teks
1. Fluktuasi populasi WBC selama satu musim tanam setelah pelepasan
satu pasang WBC pada sembilan varietas padi ......................................
15
2. Fluktuasi populasi WBC selama satu musim tanam setelah pelepasan
sepuluh pasang WBC pada sembilan varietas padi ................................
16
3. Hubungan regresi antara populasi wereng dengan produksi padi
terhadap pelepasan satu pasang WBC ....................................................
42
4. Hubungan regresi antara populasi wereng dengan produksi padi
terhadap pelepasan sepuluh pasang WBC ..............................................
43
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
Teks
1. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap perkembangan populasi wereng .........................
51
2. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap waktu kemunculan makroptera ..........................
51
3. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap populasi brakhiptera ...........................................
52
4. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap populasi makroptera ...........................................
52
5. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap rasio seks brakhiptera .........................................
53
6. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap rasio seks makroptera .........................................
53
7. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan
wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe
(1, 2, dan 3 ) terhadap produksi padi ......................................................
54
8. Sidik ragam regresi terhadap pelepasan satu pasang WBC ...................
54
9. Sidik ragam regresi terhadap pelepasan sepuluh pasang WBC .............
54
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak dahulu komoditi pangan khususnya padi di Indonesia memegang
peranan yang sangat penting karena merupakan sumber bahan makanan utama
sebagian besar penduduk Indonesia (Nasoetion 2001). Penyediaan beras untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat penduduk Indonesia yang tumbuh pesat
merupakan tantangan berat karena beberapa hal seperti ketersediaan pangan yang
harus dipenuhi dalam kondisi lahan yang subur yang berkurang setiap tahun,
keterbatasan sistem irigasi tanaman dan serangan organisme pengganggu tanaman
(OPT) yang sering menghambat proses budidaya tanaman sehingga menurunkan
hasil panen.
Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål, famili Delphacidae
termasuk OPT utama pada tanaman padi. Hama ini menyerang seluruh fase
pertumbuhan tanaman. WBC mengakibatkan kekeringan pada seluruh jaringan
tanaman akibat isapannya atau disebut hopperburn, selain itu dapat menjadi
vektor penyakit virus kerdil hampa dan kerdil rumput (Oka & Bahagiawati 1991).
Hama ini dilaporkan menyerang berbagai varietas tanaman padi khususnya padi
tipe baru (PTB), padi hibrida dan padi varietas unggul baru (VUB) (Baehaki &
Widiarta 2008).
Pada bulan Januari-Juni 2011 menurut Data Kementerian
Pertanian, serangan WBC mencapai luasan 105.010 ha dan puso 20.345 ha yang
persebarannya meliputi 26 provinsi di Indonesia (Anonim 2011).
WBC dikenal memiliki biotipe.
Tiga biotipe wereng yang tersebar di
wilayah pertanaman padi di Indonesia, yaitu biotipe 1, 2, dan 3 telah ditetapkan
berdasarkan penapisan tingkat kemampuan perusakan tanaman setiap biotipe
tersebut terhadap perubahan varietas padi baru tertentu yang dianggap tahan dan
diintroduksikan di lapangan.
WBC memiliki plastisitas genetik yang tinggi
sehingga dengan mudah membentuk biotipe baru. Pada tahun 2006, wereng
biotipe 3 dilaporkan menunjukkan tingkat keganasan yang lebih parah yaitu
menyebabkan ketahanan varietas IR 64 dan Ciherang yang sebelumnya dianggap
tahan berubah menjadi tidak tahan (Baehaki 2007). Peledakan populasi WBC
2
dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan yang pesat, seperti dicirikan dengan tipe
pertumbuhan populasi r-strategi (Baehaki & Widiarta 2008).
Pertumbuhan
populasi ini sangat bergantung pada kemampuan dan kesesuaian hidup serta
kemampuan reproduksi setiap individu wereng pada habitatnya.
Peledakan
populasi terjadi karena wereng berhasil hidup dan berkembangbiak dengan baik
pada varietas tanaman rentan. Oleh karena itu, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh petani untuk mengendalikan WBC di antaranya yaitu menanam
varietas padi tahan. Cara ini dianggap paling ideal karena mudah digunakan,
murah, dan kurang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Varietas
padi tahan bergantung pada biotipe WBC yang berkembang di suatu ekosistem,
walaupun demikian pertahanan ini dapat patah karena WBC diduga memiliki
kemampuan adaptasi terhadap varietas inang dan lingkungan (Syam et al. 2007).
Seperti contohnya varietas IR 64 dan beberapa varietas unggul baru (VUB) telah
teruji memiliki ketahanan terhadap WBC, namun pada kenyataan di lapang, masih
sering dilaporkan serangan populasi wereng yang relatif tinggi pada varietas
tersebut. Oleh karena itu, ketahanan varietas padi ini penting dikaji kembali
melalui pengujian respon pertumbuhan tiga biotipe WBC pada beberapa varietas
padi khususnya inhibrida dan VUB untuk mendapatkan varietas durable
resistance.
Awal infestasi serangan hama di antaranya WBC pada tanaman sangat
ditentukan oleh kemampuan terbang serangga, yang berpengaruh terhadap
aktivitas pemencaran dan pencapaian atau penemuan habitat inangnya. Aktivitas
ini mendasari pola penemuan dan pemilihan tanaman inang, yang kemudian
menentukan kemampuan hidup dan perkembangbiakan serangga (Van Alphen &
Jervis 1996).
Sayap serangga merupakan bagian alat gerak dalam aktivitas
pemencaran populasi suatu spesies (Chapman 1998). WBC memiliki dua tipe
sayap yaitu brakhiptera (bersayap pendek) dan makroptera (bersayap panjang).
Makroptera sangat berpotensi dalam perilaku memencar jarak pendek antar
pertanaman dan migrasi jarak jauh untuk menemukan tanaman inang (Baehaki
1984). Pada tanaman inang baru, WBC makroptera meletakkan telur yang akan
menetas menjadi nimfa calon individu brakhiptera. WBC makroptera akan
terinisiasi kembali apabila kepadatan populasi nimfa meningkat (Yamada 1990).
3
Peningkatan ini dipengaruhi faktor kualitas habitat dan makanan tempat wereng
tumbuh dan berkembangbiak. Introduksi varietas padi tertentu diduga
berpengaruh terhadap pembentukan WBC makroptera sebagai pemicu meluasnya
serangan WBC.
Dengan demikian, potensi pembentukan makroptera pada
varietas inhibrida maupun VUB juga perlu diteliti.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan perkembangan populasi
WBC biotipe 1, 2, dan 3 serta proporsi pembentukan makroptera yang
diinfestasikan pada sembilan varietas padi.
Hipotesis
Setiap varietas tanaman padi uji memiliki respon yang berbeda dalam
menunjang pertumbuhan populasi WBC dan pembentukan sayap makroptera, baik
biotipe 1, 2, maupun 3. Peningkatan populasi WBC terjadi pada tanaman rentan.
Varietas padi yang diserang WBC pada tingkat populasi rendah dan masih
menghasilkan gabah diduga bersifat durable resistance.
Nilai proporsi
pertumbuhan makroptera paling tinggi terjadi pada kepadatan populasi nimfa yang
tinggi pada varietas tanaman uji paling rentan.
Manfaat
Manfaat
dari
penelitian
ini
adalah
dapat
memberikan
informasi
ketidakmampuan WBC biotipe 1, 2, dan 3 untuk hidup dan berkembang pada
varietas padi uji. Varietas padi yang bersifat durable resistance terhadap WBC
dapat dijadikan salah satu komponen penentu dalam perakitan varietas tahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Wereng Batang Cokelat
Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål adalah serangga
yang termasuk dalam Ordo Hemiptera, Subordo Auchenorrhyncha, Superfamili
Fulgoroidea, Famili Delphacidae (CAB International 2005). WBC hidup dan
berkembangbiak pada tanaman padi (Oryza sativa) sebagai pakan utama. Di
Filipina, WBC dapat ditemukan juga pada padi liar dan gulma jenis rumput
Leersia hexandra.
Di Malaysia, rumput Arthroxon hisdipus, Digitaria
adscendens, Echinochloa crus-galli var. oryzicola, Isachne globosa, Leersia
japonica, dan Poa annua dilaporkan merupakan inang dari N. lugens.
Persebaran N. lugens meliputi daerah Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia
bagian tropis, Oseania dan Kepulauan Pasifik (CAB International 2005).
Menurut Mochida & Okada (1979), persebaran wereng ini meliputi daerah
paleartik (Cina, Jepang, dan Korea), dan wilayah oriental (Bangladesh, Kamboja,
India, Malaysia, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Filipina). Di Indonesia, WBC
tersebar luas di seluruh daerah provinsi, kecuali Maluku dan Irian Jaya.
WBC adalah serangga penghisap cairan tanaman (CAB International 2005).
Habitat wereng umumnya berada di pangkal pelepah batang tanaman di
permukaan tanah, tetapi pada kondisi populasi tinggi dapat hidup pada helaian
daun, bahkan memenuhi seluruh bagian tanaman (Kalshoven 1981). Pada wereng
ini dijumpai dimorfisme imago, yakni brakhiptera dan makroptera. Brakhiptera
memiliki bentuk dan ukuran sayap depan dan sayap belakang pendek, terutama
sayap belakang sangat rudimenter, sedangkan makroptera memiliki bentuk dan
ukuran sayap depan dan sayap belakang relatif panjang, dengan pertulangan sayap
yang jauh lebih berkembang.
Tubuh imago WBC berwarna cokelat kekuningan sampai cokelat tua.
Panjang tubuh imago jantan 2-3 mm dan imago betina 3-4 mm.
Wereng
berkembang biak secara seksual dengan masa prapeneluran brakhiptera 3-4 hari
dan makroptera 3-8 hari (Mochida & Okada 1979). Tubuh imago betina yang
sedang dalam periode prapeneluran lebih besar dibandingkan imago jantan. Imago
5
betina periode prapeneluran memiliki ujung abdomen agak meruncing
dibandingkan imago yang sedang dalam periode peneluran yang bertubuh gemuk
terutama bagian abdomen tampak membengkak. Seekor imago betina mampu
meletakkan 300-350 butir telur selama hidupnya yaitu dalam waktu berkisar
antara 10-24 hari (Harahap & Tjahjono 1997). Pada kondisi optimal, seekor
betina brakhiptera sehat yang hidup pada tanaman rentan meletakkan 300-400
telur dalam kondisi suhu ruangan 25-30 °C, walaupun ditemukan kasus imago
yang meletakkan telur hingga melebihi 1000 telur. Seekor betina betina
makroptera umumnya meletakkan 100 telur (CAB International 2005).
Telur WBC diletakkan secara berkelompok di ujung pelepah daun atau
tulang daun dengan posisi berderet seperti sisir pisang. Satu kelompok telur
terdiri atas 3-21 butir (Baehaki 1987; Harahap & Tjahjono 1997).
Telur
menyerupai bentuk buah pisang atau berbentuk bulan sabit dan menyempit di
bagian tudung telur (CAB International 2005). Panjang telur 0,99 mm dan lebar
0,3 mm. Telur berwarna putih transparan saat baru diletakkan, kemudian akan
terlihat bintik merah yang merupakan calon mata pada bagian kepala saat
menjelang menetas. Stadium telur 6-9 hari. Suhu lingkungan mempengaruhi
masa inkubasi telur, seperti suhu optimum untuk masa inkubasi telur berkisar
antara 25-28 °C, sedangkan suhu kurang dari 10 °C atau di atas 42 °C
menyebabkan embrio tidak mampu berkembang dan bertahan hidup.
Nimfa terdiri atas lima instar atau mengalami lima kali pergantian kulit.
Setiap instar dapat dibedakan dari ukuran tubuh dan bakal sayap yang semakin
membesar. Nimfa yang baru menetas berwarna keputih-putihan dengan panjang
tubuh 0,6 mm. Setelah ganti kulit pertama, warna tubuh berubah menjadi coklat
kehitaman hingga memasuki instar lima yang mencapai panjang 2 mm (Harahap
& Tjahjono 1997). Setiap stadium nimfa umumnya memerlukan waktu 2-4 hari
pada suhu berkisar antara 25-28 °C. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
stadium nimfa bergantung pada bentuk dewasa brakhiptera atau makroptera yang
akan terbentuk (Baehaki & Iman 1991).
Ukuran tubuh, waktu perkembangan, fekunditas, dan longevitas dipengaruhi
oleh faktor lingkungan abiotik, terutama suhu, kelembaban, status nutrisi dan
ketahanan inang (CAB International 2005).
Hal ini sangat mempengaruhi
6
perkembangan populasi dan serangan WBC di lapangan. Suhu optimum untuk
perkembangan populasi WBC berkisar antara 18-28 °C. Kelembaban mikro yang
disebabkan oleh curah hujan/keadaan air sawah dan kerapatan tanaman dilaporkan
sangat
berpengaruh
terhadap
perkembangan
populasi
dan
serangannya
(Mustaghfirin 2008).
Faktor-faktor Pertumbuhan Populasi
Populasi didefinisikan sebagai kelompok kolektif organisme dari spesies
yang sama yang menduduki ruang atau tempat tertentu yang merupakan satu
kesatuan yang berubah-ubah.
Perubahan suatu populasi dipengaruhi oleh
beberapa sifat yang terdapat dalam populasi itu sendiri yaitu natalitas, mortalitas,
sebaran umur, potensi biotik, pemencaran, dan bentuk pertumbuhan atau
perkembangan (Odum 1996; Price 1997).
Natalitas adalah kemampuan yang sudah merupakan sifat suatu populasi
untuk bertambah.
Natalitas maksimum/fisiologis adalah produksi maksimum
individu-individu baru secara teoritis dibawah keadaan yang ideal (yakni tidak ada
faktor-faktor yang membatasi secara ekologi, reproduksi hanya dibatasi oleh
faktor fisiologis), sedangkan natalitas ekologis yaitu pertambahan populasi
dibawah keadaan lingkungan khas (Odum 1996).
Mortalitas adalah kematian individu-individu didalam populasi. Mortalitas
dapat dinyatakan sebagai individu yang mati dalam kurun waktu tertentu.
Individu-individu akan mati karena umur tua yang ditentukan oleh lama hidup
imago (longevitas) fisiologis mereka yang seringkali jauh lebih besar daripada
longevitas ekologi (Odum 1996).
Sebaran umur merupakan sifat penting populasi yang mempengaruhi
natalitas dan mortalitas. Oleh karena itu, nisbah dari berbagai kelompok umur
dalam suatu populasi menentukan status reproduktif yang sedang berlangsung dari
populasi. Biasanya pada kelompok populasi yang memiliki perkembangan cepat,
banyak terdapat individu-individu yang muda, sebaliknya pada populasi yang
stationer memiliki pembagian umur individu yang merata dan saat populasi
menurun sebagian besar dihuni oleh individu-individu tua (Odum 1996).
7
Potensi biotik berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan &
penyebaran hama. Potensi ini meliputi faktor sumber daya makanan yang ada di
lapang dan musuh alami. Faktor kualitas dan kuantitas makanan memberikan
pengaruh terhadap tinggi rendahnya perkembangan populasi hama. Selain itu
kehadiran musuh alami seperti predator, parasitoid, patogen, dan kompetitor
dalam suatu pertanaman akan menekan perkembangan populasi serangga hama
tersebut (Dadang 2006).
Pemencaran populasi (dispersal) adalah gerakan individu-individu ke dalam
atau keluar populasi atau di daerah populasi. Pemencaran populasi dapat berupa
emigrasi, imigrasi dan migrasi. Pemencaran individu membantu natalitas dan
mortalitas di dalam memberi wujud bentuk pertumbuhan dan kepadatan populasi.
Pola pemencaran populasi dibedakan dalam tiga tipe yaitu pola acak, seragam,
dan teratur. Pemencaran secara acak relatif jarang ditemukan di alam, biasanya
terjadi pada lingkungan sangat seragam dan individu dalam populasi cenderung
berkelompok.
Pemencaran seragam dapat terjadi bila persaingan di antara
individu sangat keras dan terdapat antagonisme positif yang mendorong
pembagian ruang yang sama.
Pemencaran teratur berupa pemencaran
berkelompok dan mewakili pola yang paling umum terjadi di alam (Odum 1996).
Bentuk pertumbuhan atau perkembangan populasi adalah pola-pola
pertambahan yang khas yang dimiliki oleh suatu populasi. Dua pola dasar yang
sering dijadikan acuan dalam penentuan bentuk pertumbuhan/perkembangan
populasi yaitu pola pertumbuhan berbentuk J (=eksponensial) dan S (= sigmoid).
Pada pola pertumbuhan bentuk J, kerapatan populasi bertambah dengan cepat
secara eksponensial dan kemudian berhenti secara mendadak karena hambatan
lingkungan atau pembatas-pembatas lain. Menurut Nicholson 1956 dalam Odum
1996, tipe pola pertumbuhan yang dipicu oleh kepadatan populasi di atas
menyebabkan peledakan populasi serangga. Pada pola pertumbuhan bentuk S,
kerapatan populasi bertambah secara perlahan-lahan kemudian terjadi percepatan
dan melambat karena hambatan lingkungan meningkat sampai tingkat yang
kurang lebih seimbang (Odum 1996).
Menurut Price (1997) & Baehaki (2008), pola pertumbuhan populasi
serangga WBC dikatagorikan r-strategi. Karakteristik dari pola r-strategi yaitu
8
secara umum ukuran tubuh serangga kecil , ukuran imago betina lebih besar
daripada jantan, siklus hidup yang pendek, kemampuan memencar yang tinggi
sehingga dengan cepat akan menemukan habitat yang baru, berkembang biak
dengan cepat dan mampu menggunakan sumber daya makanan dengan baik
sebelum serangga lain ikut berkompetisi. Pola ini terbentuk apabila rata-rata
kemampuan reproduksi mencapai maksimum saat terjadi ketidakstabilan
lingkungan, yaitu populasi berada dibawah daya dukung lingkungan dan sumber
daya alam tidak terbatas. Pertumbuhan populasi jenis ini sangat bergantung pada
kemampuan dan kesesuaian hidup serta kemampuan reproduksi setiap individu
wereng pada habitatnya (Baehaki 2008).
Pemencaran WBC dan Populasi Makroptera
Tiga tipe pemencaran terjadi pada WBC yaitu pemencaran jarak pendek
dalam pertanaman padi, biasanya dilakukan oleh nimfa, wereng brakhiptera, dan
wereng makroptera, pemencaran jarak pendek antar pertanaman yang dilakukan
oleh wereng makroptera, dan pemencaran jarak jauh atau emigrasi dilakukan oleh
wereng makroptera (Baehaki 1984 ; Baehaki & Iman 1991).
Wereng makroptera biasanya migrasi saat padi mulai ditanam (Baehaki &
Widiarta 2008).
Perpindahan individu ini dipicu oleh perilaku WBC yang
meninggalkan tanaman tua.
Pemencaran maksimum terjadi sebelum panen.
Setelah bentuk makroptera menetap, WBC mulai berkembang biak satu atau dua
generasi pada tanaman padi stadia vegetatif. Bila migrasi terjadi pada waktu 2-3
minggu setelah tanam (MST), maka imigran berkembang biak dua generasi.
Puncak populasi nimfa generasi pertama dan ke dua berturut-turut muncul pada
umur padi 5-6 MST dan 10-11 MST. Bila migrasi terjadi setelah padi umur 5-6
MST, puncak populasi nimfa hanya ditemukan satu kali, yaitu pada 9-10 MST.
Serangga dewasa yang muncul setelah padi berumur 7 MST, umumnya bersayap
pendek (brakhiptera), bertelur ditempat tanaman awal tempat mereka hinggap atau
berpindah pada tanaman yang berdekatan, dan tidak bermigrasi pada jarak yang
relatif jauh. Makin tinggi kepadatan populasi, maka kerusakan tanaman yang
dialami makin berat. Populasi yang berpotensi sangat merusak tanaman adalah
stadia nimfa. Jumlah populasi makroptera meningkat saat tanaman memasuki
9
stadium pembungaan.
Generasi populasi akhir ini didominasi oleh betina
brakhiptera dan jantan makroptera. Makroptera inilah yang bermigrasi mencari
pertanaman padi muda.
Betina makroptera tumbuh pada perkembangan populasi lanjut yang pada
dasarnya distimulasi oleh berbagai faktor, seperti kerapatan populasi nimfa yang
terjadi akibat peningkatan kepadatan populasi dan penurunan kualitas serta
kuantitas pakan atau tanaman inang (Kisimoto 1956, 1957 dalam Mochida &
Okada 1979; Kalshoven 1981; Hidayati 1991; Baehaki 1993; Grodnitsky 1999).
Peningkatan wereng makroptera dicirikan adanya kepadatan populasi selama
stadium nimfa di tempat perkembangbiakannya (Yoshimeki 1966 dalam Baehaki
& Widiarta 2008).
Perkembangan individu calon wereng makroptera atau
brakhiptera dapat diamati lebih awal dari pengamatan ukuran bantalan sayap pada
nimfa instar akhir.
Nimfa calon betina instar akhir dengan ukuran panjang
bantalan sayap kurang dari 0,94 mm akan mengalami proses ganti kulit menjadi
imago brakhiptera, sedangkan nimfa dengan ukuran panjang bantalan sayap lebih
dari 0,94 mm dapat membentuk imago brakhiptera maupun makroptera. Nimfa
calon jantan instar akhir dengan ukuran panjang bantalan sayap kurang dari 0,94
mm cenderung menjadi wereng dewasa brakhiptera, akan tetapi acuan ukuran
panjang bantalan sayap pembentuk imago jantan makroptera tidak dapat dideteksi
(Yamada 1990).
Pembentukan bantalan sayap instar akhir dipengaruhi oleh
kepadatan nimfa selama stadium nimfa instar satu hingga instar empat.
Kepadatan populasi rendah cenderung menghasilkan nimfa instar akhir dengan
bantalan sayap yang berukuran pendek, sebaliknya apabila kepadatan populasi
tinggi cenderung menghasilkan bantalan sayap berukuran panjang. Grodnitsky
(1999), melaporkan bahwa proporsi kemunculan bentuk sayap pada serangga
dewasa sangat dipengaruhi oleh kepadatan populasi dan kandungan nutrisi
tanaman.
Pada pertanaman yang siap dipanen, kualitas dan kuantitas pakan
wereng menjadi berkurang sehingga wereng akan menghadapi katastropi.
Kondisi ini memicu wereng segera mengubah posisi membentuk wereng
makroptera untuk emigrasi (Baehaki & Iman 1991; Baehaki & Widiarta 2008).
10
Mekanisme Interaksi Ketahanan Tanaman terhadap WBC
Varietas tahan adalah varietas yang megurangi peluang keberhasilan hama
untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai sumber makanan dan tempat untuk
berkembang biak (Anggraeni 2002).
Suatu varietas disebut tahan apabila:
memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman pulih kembali dari serangan
hama, mengandung sifat genetik tanaman yang mampu mengurangi tingkat
kerusakan disebabkan oleh serangan hama dan mampu menghasilkan produk yang
lebih banyak dan lebih baik dari varietas yang lain pada tingkat populasi hama
yang sama (Sumarno 1992).
Mekanisme pertahanan tanaman terhadap hama menurut Schoonhoven et al.
(2005) digolongkan menjadi tiga macam yaitu antixenosis (non-preferences),
antibiosis, dan tolerance.
Antixenosis (non-preferences) adalah kelompok
tanaman tertentu yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang tidak disukai
serangga. Sifat-sifat tersebut dapat berupa tekstur, warna, aroma atau rasa, dan
banyaknya rambut-rambut tanaman, sehingga menyulitkan serangga untuk
meletakkan telur, makan atau berlindung. Bentuk mekanisme ini dibagi menjadi
dua golongan, yaitu antixenosis kimiawi, terjadi penolakan karena kandungan
senyawa
allelokimia
dan
antixenosis
fisik,
terjadi
penolakan
karena
ketidaksesuaian struktur atau morfologi tanaman. Menurut Ying et al. (2006)
variasi komponen metabolit sekunder pada varietas padi rentan TN-1 dan tahan ASD
7 dan IR 36 dilaporkan berkaitan erat dengan perilaku preferensi atau non preferensi
WBC dalam mekanisme pertahanan tanaman. Antibiosis, suatu sifat fisiologis
tanaman yang dapat merugikan kehidupan serangga.
Kazushige dan Pathak
(1970) melaporkan bahwa padi yang tahan terhadap WBC memiliki konsentrasi
aspargin yang lebih rendah dibandingkan dengan padi yang rentan. Contohnya
yaitu WBC yang dikurung pada varietas Mudgo akan mengalami petumbuhan
yang lambat, ukuran tubuh kecil, fekunditas yang rendah, dan kematian yang
tinggi. Tolerance suatu sifat pada tanaman yang mampu menyembuhkan diri dari
serangan hama meskipun jumlah hama yang menyerang berjumlah sama dengan
yang menyerang pada tanaman rentan.
11
Interaksi WBC terhahap Varietas Tahan
Pengendalian wereng coklat salah satunya dilakukan dengan menggunakan
varietas tahan yang disesuaikan dengan biotipe wereng yang dihadapinya.
Varietas tahan mempunyai andil yang sangat besar karena dapat mereduksi
populasi wereng coklat. Varietas IR 74 (Bph 3) dan IR 64 (Bph 1+) berturut-turut
dapat mereduksi wereng coklat sebesar 94,9 dan 77,4% dibanding dengan varietas
Cisadane yang tidak dapat menekan populasi wereng coklat biotipe 3 sedangkan
Cisanggarung hanya mereduksi 20,3% (BB Padi 2011).
Pertumbuhan,
perkembangan, kesuburan, mortalitas, atau keperidian serangga dipengaruhi oleh
komposisi gizi yang terkandung dalam tanaman (Sunjaya 1970 dalam Laksono
1991).
Kandungan nutrisi tanaman sangat menentukan kualitas pakan wereng,
sehingga akan berpengaruh terhadap pertahanan hidup dan perkembangbiakan
wereng. Variasi kandungan asam amino beberapa varietas tanaman padi berkaitan
erat dengan ketahanan tanaman terhadap WBC (Ardiwinata et al. 1991; Kazushige
& Pathak 1970). Kalode dan Khrisnha (1979) melaporkan bahwa pada padi
varietas tahan ditemukan senyawa yang bersifat repelen terhadap WBC. Bahan
yang bekerja sebagai repelen, penghambat makan ataupun perusak sistem saluran
pencernaan maupun sistem syaraf serangga biasanya berupa bahan metabolit
sekunder. Variasi komponen metabolit sekunder pada varietas padi rentan TNI dan
tahan ASD 7 dan IR 36 dilaporkan berkaitan erat dengan perilaku preferensi atau
non preferensi WBC dalam mekanisme pertahanan tanaman (Ying et al. 2006).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan BB Padi MuaraBogor dari bulan November 2010 sampai dengan April 2011.
Metode Penelitian
Perbanyakan Tanaman Uji
Varietas tanaman yang digunakan adalah tiga varietas tanaman inang yaitu
Pelita, IR 26, dan IR 42 masing-masing varietas untuk inang WBC biotipe 1, 2
dan 3, varietas pembanding rentan dan tahan dari IRRI yaitu TN-1 dan PTB 33,
varietas yang sering ditanam di lapangan oleh petani yaitu IR 64 dan IR 74 dan
varietas unggul baru dari BB Padi yaitu Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, dan Inpari 13.
Benih-benih tersebut diperoleh dari BB Padi Sukamandi.
Benih padi uji disemai pada ember plastik kecil diameter 15 cm yang diisi
dengan tanah secukupnya. Penyemaian dilakukan di laboratorium rumah kaca BB
Padi KP Muara, Bogor. Bibit padi berumur dua minggu, dipindahkan ke dalam
ember berisi tanah ditanami 2 bibit tanaman yang digenangi air secukupnya.
Tanaman dipelihara dengan memberikan pupuk urea masing-masing 2 g/pot,
setara dengan 250 kg/ha. Sediaan tanaman diperbaharui sebulan sekali sebagai
stok tanaman inang.
Tanaman tersebut selanjutnya digunakan sebagai inang
perbanyakan wereng uji dan tanaman perlakuan.
Perbanyakan WBC
Serangga uji WBC berasal dari perbanyakan WBC yang dipelihara secara
terus-menerus pada varietas padi inang yang sesuai untuk masing-masing biotipe
di Rumah Kaca KP Muara, Bogor. Tiga pasang imago jantan dan betina WBC
diambil dan dipindahkan ke tanaman padi berumur 35 HST yang telah disediakan
di atas dengan menggunakan aspirator. Padi yang telah diinfestasi WBC tersebut
dikurung dengan kurungan kasa silinder berkerangka besi, berdiameter 25 cm dan
tinggi 85 cm yang bagian atasnya ditutup kain kasa dan dibagian samping diberi
13
ventilasi berukuran 10 cm x 10 cm. Setelah lima hari infestasi, imago wereng
dikeluarkan. Telur yang diletakkan akan menjadi nimfa instar I yang berumur
relatif sama. Nimfa dipelihara sampai menjadi imago, dan imago yang muncul
digunakan sebagai wereng uji pada penelitian selanjutnya.
Infestasi WBC pada Varietas Padi Uji
Satu dan sepuluh pasang WBC brakhiptera diambil dari populasi stok
dengan menggunakan aspirator kemudian dilepas pada 9 varietas padi uji yaitu
TN-1, IR 64, IR 74, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, dan PTB 33 serta pada
varietas inang yang ditanam pada sebuah ember berdiameter 25 cm.
perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Setiap
Tanaman yang telah diinfestasi wereng
dikurung dengan kurungan kasa silinder berkerangka besi, berdiameter 25 cm dan
tinggi 85 cm yang bagian atasnya ditutup kain kasa dan dibagian samping diberi
ventilasi berukuran 10 cm x 10 cm. Wereng uji tersebut dipelihara dan jumlah
wereng yang menetas diamati setiap interval 2 hari sekali hingga terbentuk imago
makroptera. Penelitian berakhir sampai tanaman memasuki akhir musim tanam.
Parameter yang diamati adalah jumlah populasi WBC setiap 2 hari setelah 7
hari infestasi, waktu dan jumlah pembentukan serangga makroptera, jumlah
populasi brakhiptera dan makroptera pada akhir penelitian, dan jumlah bulir padi
serta berat gabah pada akhir penelitian.
Analisis Data
Keragaman data diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel
2007 dan Statistical Analysis System for Windows ver 9.0 diikuti dengan
pengujian selang berganda Duncan pada taraf nyata alpha sebesar 5%. Data
pengamatan dianalisis menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) 3
faktorial yang terdiri atas sembilan perlakuan varietas padi uji, kelompok
pelepasan wereng satu dan sepuluh pasang dan tiga jenis biotipe wereng.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Populasi Wereng Batang Cokelat (WBC)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelepasan satu dan sepuluh pasang
WBC pada sembilan varietas padi umur 35 HST cenderung menghasilkan dua
generasi populasi hingga akhir musim tanam kecuali pelepasan sepuluh pasang
wereng biotipe 3 pada IR 42 hanya menghasilkan satu generasi populasi selama
musim tanam (Gambar 1 & 2). Populasi generasi kedua tidak terbentuk akibat
serangan populasi wereng biotipe 3 yang relatif sangat tinggi pada generasi
populasi pertama pada tanaman rentan yang menyebabkan kematian tanaman
lebih dini terjadi pada varietas IR 42.
Pelepasan satu pasang WBC biotipe 1 dan 2 umumnya menghasilkan
jumlah populasi wereng relatif sangat rendah yaitu rata-rata di bawah 100
ekor/rumpun pada generasi pertama dan peningkatan populasi baru terlihat jelas
pada generasi kedua dengan puncak populasi tertinggi mencapai 200 ekor/rumpun
pada biotipe 2 dan bahkan 700 ekor/rumpun pada biotipe 1.
Sebaliknya,
pelepasan satu pasang wereng biotipe 3 sudah menunjukkan peningkatan populasi
yang relatif cukup tinggi dengan rata-rata jumlah populasi melebihi 200
ekor/rumpun pada puncak populasi generasi pertama dan 400 ekor/rumpun pada
puncak generasi populasi kedua.
Perkembangan populasi wereng biotipe 1
cenderung lebih pesat pada varietas Pelita dan TN-1 dibandingkan 7 varietas uji
lainnya, dengan rata-rata puncak populasi tertinggi dicapai dalam jumlah ± 375700 ekor/rumpun.
Di antara varietas yang diujikan, perkembangan tertinggi
terjadi pada varietas IR 64 dengan rata-rata puncak populasi tertinggi ± 184
ekor/rumpun. Perkembangan populasi wereng biotipe 2 terlihat paling tinggi pada
varietas Inpari 3 dan IR 64 dengan rata-rata jumlah populasi tertinggi mencapai ±
212-242 ekor/rumpun. Respon yang berbeda terjadi pada pelepasan biotipe 3,
populasi cenderung berkembang pada semua varietas padi uji kecuali pada Inpari
13 dan PTB 33. Rata-rata jumlah populasi tertinggi pada biotipe 3 ini terjadi pada
varietas IR 64 mencapai ± 419 ekor/rumpun.
15
Gambar 1 Fluktuasi populasi selama satu musim tanam setelah pelepasan satu
pasang WBC pada sembilan varietas padi.
Keterangan: (a) biotipe 1, (b) biotipe 2 dan (c) biotipe 3.
16
Gambar 2 Fluktuasi populasi selama satu musim tanam setelah pelepasan
sepuluh pasang WBC pada sembilan varietas padi.
Keterangan: (a) biotipe 1, (b) biotipe 2 dan (c) biotipe 3.
17
Perkembangan populasi pada pelepasan sepuluh pasang wereng cenderung
lebih pesat dibandingkan pelepasan satu pasang. Peningkatan populasi sudah
tampak lebih awal terjadi pada generasi populasi pertama dan secara umum
jumlah populasi yang terbentuk lebih relatif tinggi pada semua biotipe wereng
(Gambar 2). Populasi WBC biotipe 1 cenderung lebih berkembang pada varietas
TN-1 dan Inpari 4 dengan rata-rata jumlah populasi mencapai 535-785
ekor/rumpun dibandingkan varietas lainnya.
Perkembangan populasi wereng
biotipe 2 terlihat cukup tinggi pada tiga varietas IR 26, TN-1 dan IR 64, dengan
rata-rata jumlah populasi mencapai 491-693 ekor/rumpun. Pola perkembangan
populasi yang hampir mirip pada perlakuan pelepasan satu pasang wereng yaitu
biotipe 3 cenderung berkembang pada semua varietas padi uji kecuali pada Inpari
13 dan PTB 33. Peningkatan jumlah populasi wereng biotipe 3 bergeser lebih
awal dan mendominasi populasi generasi pertama dibandingkan generasi
berikutnya. Selain itu tampak terjadi pemendekan periode perkembangan setiap
biotipe pada perlakuan pelepasan satu pasang dan dua biotipe 1 dan 2 pada
perlakuan pelepasan sepuluh pasang.
Hasil gambaran kurva pertumbuhan populasi di atas menunjukkan bahwa
rata-rata jumlah populasi tertinggi dicapai pada perlakuan pelepasan satu pasang
WBC biotipe 1, 2 dan 3 berkisar antara 200-700 ekor/rumpun sedangkan
perlakuan pelepasan sepuluh pasang dicapai 1-3,5 kali lebih besar yaitu pada
kisaran 700-1000 ekor/rumpun.
Hal ini menunjukkan bahwa pelepasan satu
pasang wereng cenderung menghasilkan laju pertumbuhan populasi yang relatif
lebih tinggi dibandingkan pada pelepasan sepuluh pasang.
Keadaan ini
mengindikasikan bahwa serangga yang hinggap pada tanaman dengan jumlah
populasi yang sedikit akan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang biak
dengan baik dibandingkan pelepasan sepuluh pasang. Faktor yang menyebabkan
lambatnya laju pertumbuhan populasi yaitu diduga adanya persaingan
intraspesifik yang sangat kuat dalam mendapatkan pakan dan habitat (Price 1997).
Pelepasan satu pasang WBC biotipe 1 dan 2 menghasilkan peningkatan
jumlah individu yang jauh lebih tinggi pada populasi generasi kedua, sebaliknya
pada pelepasan sepuluh pasang, peningkatan jumlah individu tampak sejak awal
pertumbuhan populasi generasi pertama. Begitu pula pelepasan satu maupun
18
sepuluh pasang WBC biotipe 3 menghasilkan pertumbuhan populasi yang
meningkat tajam sejak generasi populasi pertama.
Dengan demikian
mengindikasikan bahwa peningkatan atau peledakan populasi WBC biotipe 1
maupun 2 dipicu oleh infestasi awal berupa kelompok individu sedangkan
peledakan populasi WBC biotipe 3 dapat dipicu oleh satu pasang atau satu
individu fertil yang siap meletakkan telur dan berkembang biak pada setiap
tanaman baru. Hal ini menunjukkan bahwa WBC biotipe 3 sangat berpotensi
sebagai perusak varietas padi rentan.
Menurut Baehaki & Munawar (2007) hasil evaluasi biotipe yang dilakukan
pada tahun 2006 menunjukkan bahwa biotipe wereng batang cokelat di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Selatan adalah biotipe 3. Ledakan
populasi WBC biotipe 3 pada tahun 2008 terhadap varietas IR 64 terjadi hampir di
seluruh lokasi sentra pertanaman padi dengan persentase serangan lebih dari 50%
(Iriana 2009). Atas dasar acuan tersebut diduga bahwa WBC yang menyerang
pertanaman padi di Pulau Jawa pada saat tersebut hingga sekarang masih tetap
biotipe 3. Baehaki & Munawar (2007) menyatakan bahwa populasi WBC yang
ada di lapangan merupakan populasi campuran dua biotipe yaitu biotipe 2 dan 3,
bahkan diduga didominasi oleh WBC biotipe 3. Oleh karena itu, WBC biotipe 2
dan 3 selalu digunakan oleh pemulia tanaman sebagai standard pengujian
penapisan padi varietas tahan.
Respon Biotipe terhadap Varietas Tanaman
Hasil pengujian WBC biotipe 1, 2 dan 3 terhadap sembilan varietas tanaman
padi menghasilkan jumlah populasi bervariasi yang dipengaruhi oleh tiga interaksi
perlakuan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada pengujian ini
terjadi respon interaksi antara perlakuan pelepasan jumlah induk wereng dengan
varietas tanaman, biotipe dengan varietas tanaman, dan interaksi ketiganya yaitu
pelepasan jumlah induk wereng, biotipe, dan varietas tanaman pada nilai P < 0,05.
Interaksi pelepasan jumlah induk wereng dengan biotipe dan faktor biotipe itu
sendiri tidak berpengaruh terhadap jumlah total populasi wereng berdasarkan hasil
nilai P > 0,05 (Tabel 1, Lampiran 1).
19
Tabel 1 Analisis interaksi antara varietas tanaman dengan dua kelompok pelepasan dan tiga kelompok biotipe wereng terhadap tujuh respon
penelitian
Jumlah total
wereng
WM1
Populasi
makroptera
Populasi
brakhiptera
Rasio seks
makroptera
Rasio seks
Brakhiptera
Produksi padi
Pelepasan2
N
TN
TN
N
TN
N
N
Varietas3
N
N
N
N
N
N
N
Pelepasan*Varietas
N
TN
TN
TN
TN
TN
TN
Biotipe4
TN
N
N
N
N
TN
N
Pelepasan*Biotipe
TN
TN
TN
TN
N
TN
TN
Varietas*Biotipe
N
N
TN
TN
TN
TN
N
Pelepasan*Varietas*Biotipe
N
TN
TN
TN
TN
TN
TN
Sumber
1
Waktu kemunculan makroptera.
Pelepasan satu dan sepuluh pasang wereng.
3
Pelepasan 9 varietas tanaman.
4
Biotipe 1, 2 dan 3.
* Menunjukkan interaksi antar faktor.
N
= Berbeda nyata pada taraf α = 0,05.
TN = Tidak berbeda nyata taraf α = 0,05.
2
20
Pelepasan satu pasang induk sangat nyata menghasilkan jumlah total
wereng 371 ekor/rumpun lebih rendah dibandingkan pelepasan sepuluh pasang
wereng 614 ekor/rumpun, namun ketiga biotipe 1, 2 dan 3 yang dilepas tidak
menunjukkan perbedaan jumlah wereng, yaitu berkisar antara 456-562
ekor/rumpun (Tabel 2 & 3). Pemaparan sembilan varietas padi terhadap WBC
biotipe 1, 2 dan 3 menghasilkan variasi jumlah kumulatif wereng yang berbeda
nyata antar varietas diikuti respon tanaman berbeda akibat serangan populasi yang
terbentuk. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa pelepasan satu dan sepuluh
pasang wereng dapat menghasilkan dua generasi populasi dalam satu musim
tanam kecuali pelepasan satu pasang wereng biotipe 1 pada varietas PTB 33,
pelepasan sepuluh pasang biotipe 1 pada varietas TN-1 dan pelepasan sepuluh
pasang biotipe 3 pada varietas IR 42 yang hanya menghasilkan satu generasi
populasi. Kerusakan parah tanaman umumnya terjadi pada pelepasan sepuluh
pasang wereng seperti kematian tanaman akibat hopperburn terjadi pada varietas
IR 42 setelah terjadi puncak populasi generasi pertama atau kegagalan produksi
pada varietas pembanding rentan TN-1, varietas inang adaptif Pelita dan IR 26,
serta varietas Inpari 4 dan Inpari 6 di akhir musim tanam.
Tabel 2 Populasi total wereng pada dua kelompok pelepasan WBC
Kelompok pelepasan wereng
Pelepasan satu pasang
Pelepasang sepuluh pasang
a
Jumlah wereng (ekor/rumpun)a
371 a
614 b
Nilai rataan yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap lajur menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji Duncan pada taraf α = 0,05.
Tabel 3 Populasi total wereng pada tiga kelompok biotipe WBC
Bioti