0713053025

(1)

A. Latar Belakang

Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Artinya pendidikan merupakan upaya terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) ke arah membina manusia/siswa menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya.

Menurut Tilaar (Amri, 2010: 3) ada tiga hal yang perlu dikaji kembali dalam pendidikan. Pertama, pendidikan tidak dapat dibatasi hanya sebagaischoolingmaka pendidikan terasing dari kehidupan yang nyata dan masyarakat terlempar dari tanggung jawabnya dalam pendidikan. Kedua, pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan intelegensi akademik siswa. Ketiga, pendidikan ternyata bukan hanya membuat manusia pintar tetapi yang lebih penting membentuk manusia yang berbudaya dan menyadari hakikat tujuan penciptaanya.

Phoenik (Hamalik, 2001: 18) mengatakan bahwa “General education should develop in everyone”, bahwa pendidikan umum wajib dikembangkan pada diri tiap orang, dan pendidikan umum berarti umum untuk tiap orang. Selanjutnya “General education is the proces of engendering essential


(2)

2

meaning”, bahwa pendidikan umum merupakan proses membina makna-makna yang yang esensial karena hakikat manusia adalah mahluk yang memiliki kemampuan untuk mempelajari dan menghayati makna yang esensial.

Hal ini berarti bahwa pendidikan umum membina pribadi yang utuh, terampil berbicara, menggunakan lambang dan isyarat yang secara faktual diinformasikan dengan baik. Begitu pula matematika sebagai ilmu dasar begitu cepat mengalami perkembangan, hal itu terbukti dengan makin banyaknya kegiatan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, matematika juga sangat diperlukan siswa dalam mempelajari dan memahami mata pelajaran lain.

Menyadari akan peran penting matematika dalam kehidupan, maka belajar matematika selayaknya merupakan kebutuhan dan menjadi kegiatan yang menyenangkan. Selain itu, guru juga berpengaruh besar terhadap proses pembelajaran. Pengaruh itu dapat di tunjukan guru dengan usaha guru untuk mencari cara mengajar yang lebih baik. Diantaranya yang pertama yaitu, usaha menemukan metode atau pendekatan yang lebih baik dan penyajian bahan pelajaran yang lebih baik. Kedua, usaha mengadakan perubahan yang fundamental dalam hubungan antara guru dan murid dan dalam kegiatan-kegiatan murid (Nasution, 2008: 12.)

Selain itu, dari hasil semester ganjil yang diperoleh dari guru bidang studi nilai rata-rata matematika kelas VB SDN 2 Metro Pusat yang berjumlah 23 siswa dengan komposisi 9 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan masih


(3)

di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sedangkan KKM di SDN 2 Metro Pusat adalah≥5,5.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap siswa kelas VB di SD Negeri 2 Metro Pusat pembelajaran matematika masih sering menjadi mata pelajaran yang sulit bagi sebagian siswa. Selain itu siswa kurang tertarik terhadap soal-soal matematika yang berbentuk cerita karena dianggap susah dan kurang menarik. Hal ini diindikasikan dari kurangnya partisipasi siswa untuk bertanya dan mengemukakan ide saat menjumpai soal matematika yang berbentuk cerita sehingga berdampak terhadap menurunya hasil belajar siswa.

Hasil observasi juga menjelaskan, bahwa aktivitas guru selama proses pembelajaran berlangsung kurang mengarah pada pelibatan siswa secara aktif. Guru hanya meminta siswa untuk membuka buku cetak matematika dan mengerjakan soal latihan yang ada pada buku tersebut. Guru minim melakukan pemantauan dan pendampingan terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep dan menyelasaikan soal latihan. Guru cenderung hanya memberikan teori/ konsepnya saja. Selain itu guru jarang menggunakan media atau alat peraga dalam pembelajaran, sehingga penyajian matematika yang dilaksanakan kurang menarik perhatian siswa. Artinya guru cenderung lebih aktif dibandingkan dengan siswa (teacher center), sehingga hal ini dapat mempengaruhi akitivitas dan hasil belajar siswa di kelas VB SD Negeri 2 Metro Pusat.

Pada umumnya pembelajaran matematika selama ini cenderung hanya berupa menghitung angka-angka, yang seolah-olah tidak ada makna dan


(4)

4

kaitannya dengan kehidupan sehari-hari yang terjadi disekitarnya. Seringkali siswa hanya memahami matematika hanya dalam bentuk teoritis, maka siswa akan mengalami kesulitan ketika menghadapi bentuk soal atau permasalah disajikan dalam bentuk cerita. Salah satu pendekatan pembelajaran yang mendukung tercapainya tujuan pembelajaran matematika di SD adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving atau pemecahan masalah. Kelebihan pendekatan problem solving, (a) dapat membuat peserta didik menjadi lebih menghayati kehidupan sehari-hari, (b) dapat melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, (c) dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif, (d) peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya. Pemecahan masalah sangat penting dalam pembelajaran matematika karena disadari atau tidak setiap hari kita harus menyelesaikan masalah. Dalam menyelesaikan suatu masalah, sering kali siswa dihadapkan pada suatu hal yang susah dan kadang-kadang pemecahannya tidak dapat diperoleh dengan segera, dan tingkat pemahaman siswa terhadap soal masih kurang, (sumber: www.kelebihan dan kekurangan metodeproblem solving,diakses tanggal 31-12-2011 pukul 07: 48 WIB).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa perlu untuk mengadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul : “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika pada Soal Cerita melalui Pendekatan Problem Solving Siswa Kelas VB SDN 2 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2010/2011”


(5)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perlu diidentifikasi permasalahan yang ada, yaitu sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika masih di dominasi oleh guru.

2. Guru masih kurang memanfaatkan media selama pembelajaran. 3. Rendahnya aktivitas siswa kelas vb sdn 2 metro pusat pada saat

pembelajaran matematika berlangsung.

4. Rendahnya hasil belajar siswa kelas vb sdn 2 metro pusat.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penggunaan pendekatan problem solving dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika pada soal cerita di kelas VB SD Negeri 2 Metro Pusat?

2. Bagaimanakah penggunaan pendekatan problem solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika pada soal cerita di kelas VB SD Negeri 2 Metro Pusat?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana telah dikemukakan di atas maka tujuan penelitian adalah untuk

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika pada soal cerita dengan menggunakan pendekatanproblem solving.


(6)

6

2. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika pada soal cerita dengan menggunakan pendekatan problem solving.

E. Manfaat Hasil Penelitian

Adapun manfaat dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan

1. Bagi siswa

a. Meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar matematika.

b. Meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan pendekatan problem solving.

2. Guru

Memberi pengalaman terhadap pendekatan problem solving dalam pembelajaran untuk meningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa.

3. Sekolah

Sebagai bahan sumbangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekolah.

4. Bagi peneliti

Dapat menambah pengalaman tentang penelitian tindakan kelas, sebagai rujukan untuk diimplementasikan pada mata pelajaran lainnya.


(7)

A. Pengertian Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar merupakan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran, seperti yang termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Aktivitas merupakan keaktifan, kegiatan. Sardiman (1994: 95) menyatakan bahwa dalam belajar sangat diperlukan aktivitas, tanpa aktivitas belajar tidak akan mungkin berjalan dengan baik. Selain itu Sardiman (1994: 99) juga menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Aktivitas fisik adalah siswa giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk, mendengarkan, melihat atau hanya pasif.

Diedrich (Sardiman, 1994: 99) mengelompokkan aktivitas yang melibatkan fisik dan mental dalam belajar menjadi 8 bagian yaitu:

”(1) Visual Activities, yaitu segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas siswa dalam melihat, mengamati, dan memperhatikan; (2) Oral Activities, yaitu aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mengucapkan, melafazkan, dan berfikir; (3) Listening Activities, aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa dalam berkonsentrasi menyimak pelajaran; (4) Motor Activities, yakni segala keterampilan jasmani siswa untuk mengekspresikan keterampilan bakat yang dimiliki oleh diri siswa; (5) Drawing Activities, segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas siswa dalam menggambar, membut grafik dan lainnya;(6) Mental Activities, aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa


(8)

8

dalam menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, dan mengambil keputusan; (7) Writting Activities, segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas siswa dalam menulis; (8) Emotional Activities, aktivitas yang berhubungan dengan emosi siswa, misalnya bersemangat, menaruh minat merasa bosan, dan berani”.

Seperti yang diungkapkan Rosseau (Sardiman, 1994: 100) memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis.

Dari beberapa teori di atas maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang melibatkan kegiatan jasmani ataupun rohani dalam hal kegiatan belajar mengajar yang diperoleh melalui pengalaman sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai indikator. Semakin banyak aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa, diharapkan siswa akan semakin memahami dan menguasai materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.

B. Hasil Belajar

Menurut Sudjana (Kunandar, 2010: 276) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan Nasution (Kunandar, 2010: 276) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk percakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.


(9)

Sagala (2010: 22) berpendapat bahwa inti dari pembelajaran adalah interaksi dan proses untuk mengungkapkan ilmu pengetahuan oleh pendidik dan peserta didik yang menghasilkan suatu hasil belajar.

Menurut Gagne (Wahyudin, dkk 2006: 3.32) ada lima hasil belajar yang berupa kapabilitas yang diperoleh peserta didik, yaitu:

Pertama, informasi verbal, berupa kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan melalui bahasa, baik secara lisan ataupun tulisan. Kedua keterampilan intelektual, berupa kecakapan yang berfungsi untuk berinteraksi dengan lingkungan. Ketiga, strategi kognitif berupa kemampuan strategis dalam menggunakan konsep, kaidah, ataupun teori guna pemecahan masalah yang dihadapi. Keempat, keterampilan motorik, berupa kemampuan untuk melakukan ragam kegiatan yang sifatnya fisik atau jasmani. Kelima, sikap yaitu antara lain direfleksikan dalam kemampuan menerima atau menolak suatu objek berdasarkan kriteria penilaian yang dilakukan.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara aktif dan sadar, yang tampak dari perubahan individu setelah melakukan kegiatan belajar pada tiga ranah, yaitu: (1) kognitif, (2) afektif, dan (3) psikomotor yang dapat diwujudkan dalam bentuk perbaikan angka atau nilai yang nampak dalam laporan hasil belajar.

C. Problem Solving

Belajar pemecahan masalah (problem solving) pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti (Syah, 2008: 127). Budhayanti, dkk menyatakan bahwa Istilah problem solving atau menyelesaikan suatu masalah merupakan proses untuk menerima tantangan dalam menjawab masalah (2008: 9-3). Sedangkan


(10)

10

menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) dalam Budhayanti (2008: 9-3) memecahkan masalah berarti menemukan cara atau jalan mencapai tujuan atau solusi.

Belajar memecahkan masalah (Problem Solving), tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama penggunaan aturan-aturan yang ada disertai proses analisis dan penyimpulan (Sagala, 2010: 23).

Poyla (Budhayanti, 2008: 9-3) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Pemecahan masalah merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Dalam pemecahan masalah prosesnya terutama letak dalam diri pelajar. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses di mana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan masalah yang baru. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru (Nasution, 2001: 170)

Seperti pembelajaran-pembelajaran yang lainya, pada pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving ini juga terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan, diantaranya :

a)Kelebihan pendekatanproblem solving

1. Dapat membuat peserta didik menjadi lebih menghayati kehidupan sehari-hari

2. Dapat melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil 3. Dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik


(11)

4. Peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya.

b) Kekurangan pendekatanproblem solving 1. Memerlukan cukup banyak waktu, 2. Melibatkan lebih banyak orang

3. Dapat mengubah kebiasaan peserta didik belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru,

4. Dapat diterapkan secara langsung yaitu untuk memecahkan masalah

Sumber: kelebihan-dan-kekurangan-metode-problem solving(diakses tanggal 31-12-2011 pukul 07: 48 WIB)

Ada banyak strategi dalam pemecahan masalah, tetapi langkah pemecahan masalah yang umun digunakan adalah : (a) Pemahaman masalah; (b) Perencanaan penyelesaian; (c) Pelaksanaan rencana penyelesaian; (d) Pengecekan kembali kebenaran penyelesaian (Poyla dalam Budhayanti, 2008: 9-8).

Gambar 1. Bagan Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika (Poyla dalam Budhayanti 2008 : 9-8)

Memahami masalah

Membuat rencana Mengecek kembali


(12)

12

Bagan di atas menekankan dinamisme dan sifat siklis dari pemecahan masalah yang asli. Pemecahan masalah mulai dari masalah itu sendiri dan berusaha memahaminya. Kemudian pemecahan masalah membuat rencana dan di dalam perencanaan mungkin akan menemukan sesuatu yang dibutuhkan untuk memahami masalah lebih baik.

Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud denganproblem solvingdalam penelitian ini adalah proses pemecahan masalah yang dikerjakan secara individu atau kelompok dengan tahapan: perumusan masalah, perencanaan penyelesaian dan pengecekan kembali Dengan demikian yang dimaksud dengan problem solving dalam penelitian ini adalah proses pemecahan masalah yang dikerjakan secara individu atau kelompok dengan tahapan: perumusan masalah, perencanaan penyelesaian dan pengecekan kembali.

D. Soal cerita

Permasalahan matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata biasanya dituangkan melalui soal-soal berbentuk cerita (verbal). Menurut Abidin (Misu, 2005: 5) soal cerita adalah soal yang disajian dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Bobot masalah yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Makin besar bobot masalah yang diungkapkan, memungkinkan semakin panjang cerita yang disajikan. Sementara itu, menurut Haji (Misu, 2005: 5) soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang matematika


(13)

dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/soal hitungan.Dilanjutkannya, soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Soal cerita yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah soal matematika yang berbentuk cerita yang terkait dengan berbagai pokok bahasan yang diajarkan pada mata pelajaran matematika di kelas V SD.

Dari pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa soal cerita adalah salah satu bentuk soal matematika yang di sajikan dalam bentuk soal cerita dan yang sifatnya pendek dapat merupakan masalah dalam kehidupan sehari-hari atau masalah lainya yang terkait dengan berbagai berbagai pokok bahasan yang diajarkan.

E. Pentingnya KeterampilanProblem SolvingDalam Soal Cerita

Belajar problem solving atau yang lebih dikenal dengan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan melatih siswa untuk terampil menggunakan pengetahuan yang telah dipelajari sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan pembelajaran dapat dikatakan berhasil, jika siswa dapat mengakomodasikan dan mengkonstruksi pengetahuanya untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih jauh lagi dapat dijadikan dasar dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan (Nahrowi dan Maulana 2006: 65).

“Poyla (Suwangsih, 2006: 128) memberikan empat petunjuk kepada guru agar dapat menumbuhkan prilaku siswa sebagai seorang yang mampu dalam memecahkan masalah:


(14)

14

a. Yakinkan bahwa siswa memahami permasalahan, sebab jika siswa tidak memahaminya maka minat siswa akan hilang.

b. Bantulah siswa mengumpulkan bahan sebagai landasan berbikir untuk membuat rencana. Dalam hal ini guru hendaknya mengarahkan siswa untuk mengidentifikasi seluruh syarat yang diketahui untuk membangun informasi sebanyak-banyaknya.

c. Menciptakan iklim kondusif dalam pemecahan maslah.

d. Setelah siswa mencapai solusi, beri semangat kepada siswa untuk merefleksikan masalah dan cara penyelesaiannya

Untuk menjadi pemecah masalah dalam matematika, dia harus memiliki pengetahuan matematika sebagai dasar. Menurut Silver (Budhayanti, 2008: 9-12) menyatakan bahwa keberhasilan pemecahan masalah lebih dikarenakan bagaimana mereka dapat menggolongkan masalah metematika berdasarkan kesamaan dalam struktur matematika.

Dari uraian di atas kiranya dapat membatu guru dalam menyelesaikan masalah pada soal cerita, mengingat pada umumnya soal cerita kurang dapat dikuasai dengan baik oleh para siswa, hal itu disebabkan kurang cermatnya siswa dalam membaca dan memahami kalimat demi kalimat tentang apa yang diketahui dalam soal, apa yang ditanyakan, dan bagaimana cara penyelesaiannya.

Berikut diberikan contoh keterampilan pemecahan masalah (problem solving) dalam soal cerita:


(15)

km. Jika dalam 1 jam Rani dapat menempuh jarak 60 km, berapakah jarak yang dapat ditempuh Rani selama 2,5 jam?

Diketahui :

Jarak yang akan ditempuh adalah 255 km. pemahaman Dalam 1 jam dapat menempuh jarak 60 km. masalah Ditanyakan: Berapa jarak yang dapat ditempuh Rani

dalam waktu 2,5 jam? Jawab :

Jarak yang akan ditempuh 255 km perencanaan

1 Jam 60 km penyelesaian

Waktu 2,5 jam berapa km? Maka:

= 2,5 jam x 60 km pelaksanaan

= 2,5 x 60 penyelesaian

= 150 km

Pengecekan kembali penyelesaian tersebut dilakukan dengan membalikan pada persamaan pertama

dan menghasilkan kalimat matematika yang benar, pengecekan

yaitu kembali

= 150 km di bagi waktu yang telah ditempuh

= 60

5 , 2 150

Jadi jarak yang dapat ditempuh Rani selama 2.5 jam adalah 150 km. Sumber: Adaptasi dari Muncarno (2001: 69)


(16)

16

Dari contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pemecahan masalah matematika khususnya soal cerita adalah : (1) memahami soal, dengan cara membaca soal cerita dengan cermat untuk menagkap makna atau masalah dari tiap kalimat,dan menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas dan ringkas, (2) membuat rencana penyelesaian, dengan cara menentukan strategi pemecahan yang didasarkan pada jenis masalah atau soal. (3) melaksanakan perencanan pemecahan dengan menggunakan operasi (penghitungan) hitung apa yang diperlukan seperti hubungan penjumlahan dan pengurangan, perkalian dan pembagian.(4) peninjauan kembali hasil pemecahan masalah, yaitu dengan mengecek hasil penghitungan dan permasalahannya.

F. Pengertian Matematika

Johnson dan Rising (Suwangsih, 2006: 4), mengemukakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol yang padat, lebih berupa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Selanjutnya Suriasumantri (Nahrowi dan Maulana, 2006: 34) mendefinisikan matematika adalah salah satu alat berpikir, selain bahasa, logika dan statistika.


(17)

Sebagaimana tercantum dalam dokumen Standar Komputensi mata pelajaran matematika untuk satuan SD dan MI pada kurikulum 2004 disebutkan fungsi matematika adalah sebagai berikut:

“matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui symbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan (Depdiknas, dalam Prihandoko, 2006: 18).

Cockroft (Nahrowi dan maulana, 2006: 98) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena: (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang mengekspresikan gagasan, ide-ide, hubungan kuantitatif sehingga memudahkan manusia untuk berpikir yang logis.

G. HIPOTESIS

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut ”Apabila pembelajaran matematika khususnya pada soal cerita di kelas VB menggunakan pendekatan problem solving dengan memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa”.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK), prosedur penelitian yang akan ditempuh adalah suatu bentuk proses pengkajian berdaur siklus yang terdiri dari 4 tahapan dasar yang saling terkait dan berkesinambungan yaitu (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (acting), (3) Pengamatan (observing), dan (4) Refleksi (reflecting) (Wardhani, dkk., 2007: 2.4). Adapun gambar alur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2. Alur Siklus PTK

Perencanaan

Pelaksanaan

Observasi

Refleksi

SIKLUS I

dst

Perencanaan

Observasi

SIKLUS II


(19)

B. Setting Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SDN 2 Metro Pusat, Kota Metro kelas VB pada mata pelajaran Matematika Semester genap tahun ajaran 2010/2011 selama 4 bulan.

C. Subjek Penelitian

Siswa kelas VB SDN 2 Metro Pusat yang berjumlah 23 siswa dengan komposisi 9 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan.

D. Alat Pengumpulan Data

Instrumen penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap, valid, dan reliabel yang dapat mendukung keberhasilan dalam penelitian ini. Instrumen yang di gunakan untuk menjaring data dalam penelitian dan pengembangan ini terdiri dari:

1. Instrumen aktivitas guru. Instrumen untuk melihat aktivitas guru ini digunakan untuk menjaring data yang berkaitan dengan proses dan situasi riil pembelajaran di kelas, baik aktivitas siswa maupun yang menyangkut kinerja guru. Bentuk dari instrumen observasi adalah terbuka, observasi terbuka artinya setiap data yang diamati selama berlangsungnya pembelajaran langsung dicatat dalam lembar yang telah disediakan.


(20)

20

2. Instrumen tes hasil belajar siswa, instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data besarnya prestasi belajar matematika kelas VB semester II SDN 2 Metro Pusat yang diajarkan dengan pendekatan problem solving.

3. Instrumen aktivitas siswa. Instrumen ini digunakan untuk menjaring data yang berkaitan dengan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

E. Teknik Analisis dan Pengolahan Data

1. Analisis kualitatif

Analisis kualitatif, akan digunakan untuk menganalisis data yang terdiri atas data aktivitas siswa dan aktivitas guru. Data diperoleh dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran dilakukan dengan menggunakan lembar observasi aktivitas. Data aktivitas diperoleh berdasarkan prilaku yang sesuai dan relevan dengan kegiatan pembelajaran. Data nilai aktivitas siswa dari setiap siklus akan dianalisis sebagai berikut : 1) Analisis Aktivitas Belajar Siswa

Analisis yang dilakukan terhadap data aktivitas belajar siswa berdasarkan pendapat Purwanto,(2009: 102) adalah sebagai berikut: 1.1 Persentase aktivitas belajar setiap siswa diperoleh dengan rumus :

x

SM R

NP 100%

Keterangan:


(21)

R = skor mentah yang diperoleh siswa SM = skor maksimum dari tes yang ditentukan 100 = bilangan tetap

1.2 Nilai rata-rata aktivitas siswa merujuk pada Memes dalam Suherman (2007: 30) diperoleh dengan rumus:

n x X

Keterangan:

X = nilai rata-rata aktivitas kelas

x = jumlah nilai

n = jumlah aspek yang di nilai

Tabel 1. Klasifikasi Aktivitas Siswa

No Persentase Tingkat Aktivitas Belajar Siswa

1 >75,6% Aktif

2 59,4%-75,5% Cukup Aktif

3 <59,4% Kurang Aktif

2. Analisis kuantitatif

Data hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif dilakukan dengan tes uraian. Untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, digunakan langkah-langkah dengan pemberian skor.

Pemberian skor dalam menyelesaikan soal cerita yang dievaluasi dengan tes uraian, dikelompokan menjadi empat tahap,(diadopsi dari Muncarno,2001: 126), yaitu, (1) siswa tidak dapat memahami masalah yang disajikan skor 0, (2) siswa memahami masalah dan dapat


(22)

22

mengidentifikasi unsur-unsur yang ada dalam soal serta dapat menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas skor 2, (3) siswa dapat membuat kalimat matematika dan menyusun rencana serta langkah-langkah penyelesaian yang akan digunakan untuk pemecahan masalah skor 3, (4) siswa dapat menyelesaikan kalimat dan melaksanakan rencana pemecahan masalah yang telah disusun, serta mengidentifikasikan hasil sesuai dengan yang ditanyakan dalam soal skor 5. , untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah.

Tabel 2

Skor Dalam Soal Cerita

Tahapan Penyelesaian Skor

Siswa dapat menyelesaikan kalimat dan melaksanakan rencana pemecahan masalah yang telah disusun, serta

mengidentifikasikan hasil sesuai dengan yang ditanyakan dalam soal.

5

Siswa dapat membuat kalimat matematika dan menyusun rencana serta langkah-langkah penyelesaian yang akan digunakan untuk pemecahan masalah.

3

Siswa memahami masalah dan dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang ada dalam soal serta dapat menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas.

2

Siswa tidak dapat memahami masalah yang disajikan.


(23)

2.1 Analisis Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa diperoleh dari tes formatif setiap siklus dengan KKM 5,5. Hasil belajar siswa diklasifikasikan sesuai dengan table di bawah ini:

Table 3: Klasifikasi Hasil Belajar.

No Rentang Nilai Tingkat hasil belajar siswa

1 >81 Baik Sekali

2 66–81 Baik

3 56–66 Cukup

4 41–56 Kurang

5 <41 Gagal

Adaptasi dari Arikunto dalam Suherman (2008: 30)

Untuk analisis kuantitatif akan digunakan mendiskripsikan berbagai dinamika kualitas atau hasil belajar siswa dalam

hubunganya dengan penguasaan materi yang diajarkan guru. a. Nilai hasil belajar siswa secara individual diperoleh dengan

rumus:

Nilai individu = x100

al skormaksim

jumlahskor

b. Nilai persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal diperoleh dengan rumus:

P = x100%

siswa s siswatunta


(24)

24

Kriteria tingkat keberhasilan belajar siswa secara klasikal dalam (%), yaitu≥ 80%(sangat tinggi), 60-79% (tinggi), 40-59 (sedang), 20-39% (rendah), <20% (sangat rendah).

(adaptasi dari Aqib, 2009: 41).

F. Rincian Prosedur Penelitian

SIKLUS I

1. Tahap Perencanaan (Persiapan)

1) Menetapkan materi pelajaran, yaitu materi kelas V sesuai dengan KTSP SDN 2 Metro Pusat.

2) Menyusun rencana pembelajaran 3) Menyusun LKS

4) Menyusun alat tes, yaitu bentuk tes uraian untuk setiap siklus

5) Menetapkan cara pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat observasi

6) Menyusun alat observasi dan angket, baik unuk siswa maupun untuk guru

7) Menetapkan jenis data yang dikumpulkan yang sesuai dengan respon terhadap tindakan yang dilakukan, baik data kuantitif maupun data kualitatif.

8) Menetapkan cara refleksi yang dilakukan oleh semua tim peneliti yang terdiri dari satu orang pengajar dan satu orang observer secara


(25)

bersama-sama, dan dilakukan setiap akhir tindakan pada setiap siklusnya.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini merupakan pelaksanaan dari perencanaan terutama skenario pembelajaran yang telah dibuat pada tahap perencanaan.

1) Guru menyampaikan apersepsi dan menginformasikan tujuan yang akan dicapai melalui kegiatan yang akan dilaksanakan.

2) Melalui apersepsi guru bertanya jawab kepada siswa untuk menciptakan masalah yang jelas untuk dipecahkan sesuai dengan taraf kemampuan siswa dan materi “penjumlahan pecahan”, serta tujuan pembelajaran.

3) Kemudian guru menjelaskan materi tentang penjumlahan pecahan dengan menggunakan pendekaan problem solving melalui empat tahapan, yaitu pemahaman masalah, perencanaan penyelesaian, pelaksanaan penyelesaian, dan pengecekan kembali.

4) Guru memberikan contoh soal cerita dan cara menyelesaikannya dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Pemahaman masalah

a. Mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal.

b. Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas Perencanaan penyelesaian

a. Merumuskan masalah sesuai dengan persepsi yang diperoleh b. Pembentukan model matematika

c. Menyusun prosedur kerja untuk dikerjakan dalam memecahkan masalah


(26)

26

Pelaksanaan rencana penyelesaian

Pelaksanaan rencana penyelesaian sesuai dengan apa yang telah dibuat pada langkah kedua.

Pengecekan kembali kebenaran penyelesaian.

a. Interprestasikan atau memaparkan jawaban melalui pengecekan kembali

b. Memeriksa langkah-langkah penyelesain secara keseluruhan.

5) Siswa memahami penjelasan guru mengenai bagaiman cara menyelesaikan soal cerita dengan menggunakan langkah-langkah dengan tepat

6) Kemudian guru membentuk beberapa kelompok yang beranggotan 4-5 orang siswa.

7) Kelompok dibagikan lembar kerja siswa (LKS) yang dirancang guru. Sebelumnya siswa diberi kesempatan bertanya mengenai pelaksanaan diskusi kelompok.

8) Selama diskusi kelompok mengerjakan LKS, guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memberikan bimbingan serta membantu siswa yang memerlukan bantuan.

9) Setelah waktu diskusi selesai, guru menunjuk siswa secara acak perwakilan dari masing-masing kelompok menuliskan hasil diskusi di papan tulis untuk ditanggapi dalam diskusi kelas.

10) Dengan bimbingan guru, siswa membuat kesimpulan hasil kegiatan presentasi dan memberikan umpan balik beserta penguatan untuk menghadapi tugas-tugas berikutnya.

11) Guru memberikan kesempatan untuk bertanya mengenai hal yang belum dimengerti.


(27)

12) Sebagai latihan untuk penguatan, guru membuat permainan (semut dan gajah) dimana siswa yang salah mengucapkan “perintah guru”

diminta untuk maju menyelesaikan soal yang disiapkan oleh guru dengan memperhatikan langkah-langkah problem solving. Selanjutnya siswa lainnya memperhatikan dan menanggapi jawaban yang dikerjakan di papan tulis.

13) Sebagai akhir kegiatan pembelajaran guru memberikan pengarahan dari berbagai jawaban pada latihan.

14) Guru meminta siswa merapihkan tempat duduk, menyimpan buku dan menyiapkan alat tulis untuk mengerjakan asesmen siklus I tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan.

15) Setiap siswa diberi lembar soal beserta lembar jawaban.

16) Guru mengawasi siswa selama kegiatan asesmen berlangsung agar berjalan tertib. Selama kegiatan asesmen berlangsung, siswa tidak diperkenankan untuk bekerjasama dan mencontek jawaban teman maupun buku.

17)Setelah kegiatan asesmen dilaksanakan, siswa diminta untuk mengumpulkan lembar jawaban di meja guru.

18) Sebagai bahan latihan penguatan dan pemahaman materi, guru meminta siswa mengerjakan soal untuk melihat tingkat penguasaan materi pelajaran dalam menyelesaiakan soal.

19) Setiap kelompok mengumpulkan lembar kerja pemecahan masalah. 20) Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan dari pemecahan masalah


(28)

28

21) Siswa mengerjakan tes formatif.

3. Tahap Observasi.

Pelaksanaan observasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh peneliti, guru dan observer dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi, lembar observasi yang disiapkan meliputi lembar observasi tentang aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam pelaksanaan tindakan untuk melihat peningkatan kemampuan siswa dalam melaksanaan pemecahan masalah.

Evaluasi terhadap keberhasilan tindakan dilakukan tes formatif, yang juga untuk mengukur keberhasilan siswa dalam meningkatkan hasil belajar pada masing-masing pokok bahasan disetiap siklus. Data yang dikumpulkan merupakan data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui tes formatif, sedangkan data kualitatif dikumpulkan melalui lembar observasi.

4. Analisis dan Refleksi

Berdasarkan data hasil observasi selanjutnya dilakukan analisis data sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya (indikator keberhasilan). Pada kegiatan refleksi yang menjadi acuan keberhasilan misalnya apakah dalam proses pembelajaran tersebut tujuan dan kompetensi dasar sudah


(29)

dicapai, bagaimana hasil dari proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik (metode pembelajaran, teknik pemberian tugas pengelolaan kelas, bimbingan siswa dalam pemecahan masalah). Hasil observasi kemudian dianalisis untuk dijadikan bahan refleksi yang digunakan sebagai acuan untuk membuat perencanaan/ pertemuan pembelajaran pada siklus II. SIKLUS II

1. Tahap Perencanaan (Persiapan)

1) Menetapkan materi pelajaran, yaitu materi kelas V sesuai dengan KTSP SDN 2 Metro Pusat.

2) Menyusun rencana pembelajaran 3) Menyusun LKS

4) Menyusun alat tes, yaitu bentuk tes uraian untuk setiap siklus

5) Menetapkan cara pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat observasi

6) Menyusun alat observasi dan angket, baik unuk siswa maupun untuk guru

7) Menetapkan jenis data yang dikumpulkan yang sesuai dengan respon terhadap tindakan yang dilakukan, baik data kuantitif maupun data kualitatif.

8) Menetapkan cara refleksi yang dilakukan oleh semua tim peneliti yang terdiri dari satu orang pengajar dan satu orang observer secara bersama-sama, dan dilakukan setiap akhir tindakan pada setiap siklusnya.


(30)

30

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini merupakan pelaksanaan dari perencanaan terutama skenario pembelajaran yang telah dibuat pada tahap perencanaan.

1) Guru menyampaikan apersepsi dan menginformasikan tujuan yang akan dicapai melalui kegiatan yang akan dilaksanakan.

2) Melalui apersepsi guru bertanya jawab kepada siswa untuk menciptakan masalah yang jelas untuk dipecahkan sesuai dengan taraf kemampuan siswa dan materi “penjumlahan pecahan”, serta tujuan pembelajaran.

3) Kemudian guru menjelaskan materi tentang penjumlahan pecahan dengan menggunakan pendekaan problem solving melalui empat tahapan, yaitu pemahaman masalah, perencanaan penyelesaian, pelaksanaan penyelesaian, dan pengecekan kembali.

4) Guru memberikan contoh soal cerita dan cara menyelesaikannya dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Pemahaman masalah

a. Mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal.

b. Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas Perencanaan penyelesaian

a. Merumuskan masalah sesuai dengan persepsi yang diperoleh b. Pembentukan model matematika

c. Menyusun prosedur kerja untuk dikerjakan dalam memecahkan masalah

Pelaksanaan rencana penyelesaian


(31)

dibuat pada langkah kedua.

Pengecekan kembali kebenaran penyelesaian.

a. Interprestasikan atau memaparkan jawaban melalui pengecekan kembali

b. Memeriksa langkah-langkah penyelesain secara keseluruhan.

5) Siswa memahami penjelasan guru mengenai bagaiman cara menyelesaikan soal cerita dengan menggunakan langkah-langkah dengan tepat

6) Kemudian guru membentuk beberapa kelompok yang beranggotan 4-5 orang siswa.

7) Kelompok dibagikan lembar kerja siswa (LKS) yang dirancang guru. Sebelumnya siswa diberi kesempatan bertanya mengenai pelaksanaan diskusi kelompok.

8) Selama diskusi kelompok mengerjakan LKS, guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memberikan bimbingan serta membantu siswa yang memerlukan bantuan.

9) Setelah waktu diskusi selesai, guru menunjuk siswa secara acak perwakilan dari masing-masing kelompok menuliskan hasil diskusi di papan tulis untuk ditanggapi dalam diskusi kelas.

10) Dengan bimbingan guru, siswa membuat kesimpulan hasil kegiatan presentasi dan memberikan umpan balik beserta penguatan untuk menghadapi tugas-tugas berikutnya.

11) Guru memberikan kesempatan untuk bertanya mengenai hal yang belum dimengerti.


(32)

32

12) Sebagai latihan untuk penguatan, guru membuat permainan (semut

dan gajah) dimana siswa yang salah mengucapkan “perintah guru”

diminta untuk maju menyelesaikan soal yang disiapkan oleh guru dengan memperhatikan langkah-langkah problem solving. Selanjutnya siswa lainnya memperhatikan dan menanggapi jawaban yang dikerjakan di papan tulis.

13) Sebagai akhir kegiatan pembelajaran guru memberikan pengarahan dari berbagai jawaban pada latihan.

14) Guru meminta siswa merapihkan tempat duduk, menyimpan buku dan menyiapkan alat tulis untuk mengerjakan asesmen siklus I tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan.

15) Setiap siswa diberi lembar soal beserta lembar jawaban.

16) Guru mengawasi siswa selama kegiatan asesmen berlangsung agar berjalan tertib. Selama kegiatan asesmen berlangsung, siswa tidak diperkenankan untuk bekerjasama dan mencontek jawaban teman maupun buku.

17)Setelah kegiatan asesmen dilaksanakan, siswa diminta untuk mengumpulkan lembar jawaban di meja guru.

18) Sebagai bahan latihan penguatan dan pemahaman materi, guru meminta siswa mengerjakan soal untuk melihat tingkat penguasaan materi pelajaran dalam menyelesaiakan soal.

19) Setiap kelompok mengumpulkan lembar kerja pemecahan masalah. 20) Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan dari pemecahan masalah


(33)

21) Siswa mengerjakan tes formatif.

3. Tahap Observasi.

Pelaksanaan observasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh semua peneliti, guru dan observer dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi, lembar observasi yang disiapkan meliputi lembar observasi tentang aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam pelaksanaan tindakan untuk melihat peningkatan kemampuan siswa dalam melaksanaan pemecahan masalah.

Evaluasi terhadap keberhasilan tindakan dilakukan tes formatif, yang juga untuk mengukur keberhasilan siswa dalam meningkatkan hasil belajar pada masing-masing pokok bahasan disetiap siklus. Data yang dikumpulkan merupakan data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui tes formatif, sedangkan data kualitatif dikumpulkan melalui lembar observasi.

4. Analisis dan Refleksi

Berdasarkan data hasil observasi selanjutnya dilakukan analisis data sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya (indikator keberhasilan). Pada kegiatan refleksi yang menjadi acuan keberhasilan misalnya apakah dalam proses pembelajaran tersebut tujuan dan kompetensi dasar sudah dicapai, bagaimana hasil dari proses pembelajaran sudah berjalan dengan


(34)

34

baik (metode pembelajaran, teknik pemberian tugas pengelolaan kelas, bimbingan siswa dalam pemecahan masalah). Hasil observasi kemudian dianalisis untuk dijadikan bahan refleksi yang digunakan sebagai acuan untuk membuat perencanaan/ pertemuan pembelajaran pada siklus III.

SIKLUS III

1. Tahap Perencanaan (Persiapan)

1) Menetapkan materi pelajaran, yaitu materi kelas V sesuai dengan KTSP SDN 2 Metro Pusat.

2) Menyusun rencana pembelajaran 3) Menyusun LKS

4) Menyusun alat tes, yaitu bentuk tes uraian untuk setiap siklus

5) Menetapkan cara pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat observasi

6) Menyusun alat observasi dan angket, baik unuk siswa maupun untuk guru

7) Menetapkan jenis data yang dikumpulkan yang sesuai dengan respon terhadap tindakan yang dilakukan, baik data kuantitif maupun data kualitatif.

8) Menetapkan cara refleksi yang dilakukan oleh semua tim peneliti yang terdiri dari satu orang pengajar dan satu orang observer secara bersama-sama, dan dilakukan setiap akhir tindakan pada setiap siklusnya.


(35)

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini merupakan pelaksanaan dari perencanaan terutama skenario pembelajaran yang telah dibuat pada tahap perencanaan.

1) Guru menyampaikan apersepsi dan menginformasikan tujuan yang akan dicapai melalui kegiatan yang akan dilaksanakan.

2) Melalui apersepsi guru bertanya jawab kepada siswa untuk menciptakan masalah yang jelas untuk dipecahkan sesuai dengan taraf kemampuan siswa dan materi “penjumlahan pecahan”, serta tujuan pembelajaran.

3) Guru membentuk kelompok-kelompok kecil secara heterogen berdasrkan kempuan siswa yang beranggotakan 3-4 siswa.

4) Setiap kelompok mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang ada dalam LKS dengan membaca buku cetak matematika yang sesuai dengan materi yang diajarkan, bertanya, dan berdiskusi.

5) Setelah mengumpulkan data setiap kelompok menetapkan jawaban sementara (hipotesis) dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang diperoleh.

6) Setiap kelompok menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai.


(36)

36

7) Sebagai bahan latihan penguatan dan pemahaman materi, guru meminta siswa mengerjakan soal untuk melihat tingkat penguasaan materi pelajaran dalam menyelesaiakan soal.

8) Setiap kelompok mengumpulkan lembar kerja pemecahan masalah. 9) Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan dari pemecahan masalah

di atas.

10) Siswa mengerjakan tes formatif.

3. Tahap Observasi.

Pelaksanaan observasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh peneliti, guru dan observer dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi, lembar observasi yang disiapkan meliputi lembar observasi tentang aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam pelaksanaan tindakan untuk melihat peningkatan kemampuan siswa dalam melaksanaan pemecahan masalah.

Evaluasi terhadap keberhasilan tindakan dilakukan tes formatif, yang juga untuk mengukur keberhasilan siswa dalam meningkatkan hasil belajar pada masing-masing pokok bahasan disetiap siklus. Data yang dikumpulkan merupakan data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui tes formatif, sedangkan data kualitatif dikumpulkan melalui lembar observasi.


(37)

4. Analisis dan Refleksi

Berdasarkan data hasil observasi selanjutnya dilakukan analisis data sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya (indikator keberhasilan). Pada kegiatan refleksi yang menjadi acuan keberhasilan misalnya apakah dalam proses pembelajaran tersebut tujuan dan kompetensi dasar sudah dicapai, bagaimana hasil dari proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik (metode pembelajaran, teknik pemberian tugas pengelolaan kelas, bimbingan siswa dalam pemecahan masalah). Hasil observasi kemudian dianalisis untuk dijadikan bahan refleksi yang digunakan sebagai acuan untuk membuat perencanaan/ pertemuan pembelajaran pada siklus berikutnya.

G. Indikator Keberhasilan Tindakan

Siklus penelitian ini berhenti apabila aktivitas belajar memenuhi indikator persentase aktivitas belajar siswa yang diharapkan memperoleh rata-rata ≥ 70% pada skala baik dan sangat baik dan untuk hasil belajar memperoleh nilai rata-rata ketuntasan (nilai ≥ 56) ≥ 80% dari jumah siswa.


(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

a. Hasil observasi dan Kondisi Real Pembelajaran Matematika di SD Negeri 2 Metro Pusat.

1. Deskripsi Awal

Untuk memperoleh data awal sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu dilakukan orientasi dan observasi terhadap guru mata pelajaran Matematika mengenai proses pembelajaran Matematika yang telah dilakukan pada Tahun Pelajaran 2010/2011.

Dari observasi awal dapat diidentifikasi bahwa dalam proses pembelajaran mata pelajaran Matematika masih banyak kelemahan, sehingga berakibat pada aktivitas dan hasil belajar siswa. Secara rinci kelemahan dalam proses pembalajaran yang berakibat pada aktivitas dan hasil belajar dimaksud adalah:

a. Proses pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered).

b. Belum melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga potensi diri siswa kurang berkembang.


(39)

c. Penggunaan pendekatan pada saat proses pembelajaran belum efektif.

d. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika masih rendah.

2. Refleksi Awal

Dari temuan observasi awal tersebut, maka perlu didesain proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dengan menggunakan salah satu pendekatan pembelajaran yang tepat. Dalam hal ini salah satu pendekatan yang dianggap tepat adalah pendekatan problem solving dengan pertimbangan bahwa karena pendekatan pembelajaran ini dapat meningkatkan proses pembelajaran, menjadikan siswa aktif, mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor, dan membuat cara berpikir siswa lebih ilmiah dan rasional, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian maupun pembagian. Sebagaimana hasil penelitian Muncarno (2010: 119) bahwa dengan penggunaan langkah-langkah dalam pemecahan masalah dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika.

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti berusaha mengoptimalkan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving yang disesuaikan dengan kompetensi


(40)

40 dasar, indikator, dan materi dalam melaksanakan pembelajaran Matematika.

3. Persiapan Pembelajaran

Sebelum dilaksanakan proses pembelajaran siklus I, II dan siklus III dengan menggunakan pendekatan problem solving pada mata pelajaran Matematika di kelas VB Sekolah Dasar Negeri 2 Metro Pusat, peneliti melakukan persiapan sebagai berikut:

a. Menganalisis pokok bahasan/sub pokok bahasan yang akan dituangkan dalam bentuk pendekatan problem solving.

b. Menyiapkan perangkat pembelajaran seperti silabus, RPP, lembar kerja siswa, lembar evaluasi yang terdiri dari soal dan kunci jawaban, sumber belajar (buku paket, buku referensi), dan media pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran di kelas.

c. Menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai dengan materi yang telah ditetapkan.

d. Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati kegiatan guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung.

b. Hasil Penelitian 1. Siklus I

1) Perencanaan

a) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), media pembelajaran berupa gambar yang ditempel di papan tulis, dan


(41)

lembar kerja siswa sesuai dengan materi siklus I yaitu penjumlahan dan pengurangan pecahan.

b) Menyiapkan lembar observasi siswa untuk mengamati kegiatan siswa, Lembar Kerja Siswa (LKS )dan lembar instrumen penilaian kinerja guru untuk mengamati kinerja guru selama pembelajaran berlangsung

2) Pelaksanaan dan Observasi

Pelaksanaan tindakan pertama (siklus I pertemuan 1) dilaksanakan pada hari Selasa, 29 Maret 2011 pada pukul 07.15-09.30 WIB. Pada pertemuan pertama, setelah guru masuk ke dalam kelas membuka pelajaran dan menyampaikan apersepsi pembelajaran dan siswa diberikan pertanyaan oleh guru yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan seperti

2

1apel ditambah dengan 2

1 apel hasilnya berapa? Setelah itu guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada materi ini.

Sebelum masuk kemateri pembelajaran, guru mengadakan pre-test kepada siswa selama 15 menit. Setelah pre-pre-test selesai dilaksanakan guru menyiapkan media gambar mengenai penjumlahan pecahan dan dilanjutkan dengan guru menjelaskan materi tentang penjumlahan pecahan menggunakan pendekatan problem solving

dengan tahapan pemahaman masalah, perencanaan penyelesaian, pelakasanaan penyelesaian dan dilanjutkan dengan pengecekan kembali.

Pada kegiatan berikutnya, siswa dikelompokkan menjadi 5 kelompok, lalu siswa dibagikan LKS yang di dalamnya berisi masalah


(42)

42 dalam bentuk soal cerita dan siswa harus memikirkan jawaban untuk pertanyaan masalah tersebut. Siswa menyusun jawaban di LKS yang telah disiapkan. Setelah itu siswa merumuskan rekomendasi pemecahan masalah di atas sesuai dengan hasil pembahasan dan dilanjutkan dengan melakukan pembahasan bersama-sama dengan guru dan membuat kesimpulan materi pembelajaran kemudian siswa mencatat berbagai informasi yang diperoleh.

Pada kegiatan penutup, guru dan siswa merefleksikan seluruh kegiatan yang telah terlaksana, kemudian memberikan penguatan kepada siswa untuk meningkatkan motivasi belajar.

Pelaksanaan tindakan kedua (siklus I pertemuan 2) dilaksanakan pada hari Kamis, 31 Maret 2011 pada pukul 07.15-09.30 WIB. Siswa diberikan pertanyaan oleh guru yang berkaitan dengan materi yang telah diajarkan pada pertemuan pertama, kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada pertemuan ke 2.

Pada pertemuan ke 2, setelah guru masuk ke dalam kelas membuka pelajaran dan menyampaikan apersepsi seperti guru menceritakan seorang anak bernama Dimas mendapatkan satu buah apel kemudian diminta kawannya

2

1 bagian. berapakah sisa apel yang dimiliki Dimas? Kemudian guru menjelaskan materi yang berkaitan dengan pengurangan pecahan melalui pendekatan problem solving

dengan tahapan pemahaman masalah, perencanaan penyelesaian, pelakasanaan penyelesaian dan dilanjutkan dengan pengecekan kembali.


(43)

Pada kegiatan berikutnya, siswa dikelompokkan menjadi 5 kelompok. Guru membagikan LK lalu siswa diminta untuk menganalisis masalah dalam bentuk soal cerita dan harus memikirkan jawaban untuk pertanyaan masalah. Siswa menyusun jawaban berdasarkan pertanyaan masalah di atas, kemudian menyusun pembahasan (mengkomunikasikan) hasil jawaban yang ditulis pada bagian pembahasan ini. Siswa bersama dengan guru menyimpulkan hasil kerja, kesimpulan dilakukan dengan menjawab pertanyaan masalah dengan menggunakan hasil pembahasan. Setelah selesai mengerjakan LK guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang dirasa belum bisa. Kemudian pada akhir pembelajaran guru menyuruh siswa untuk merapihkan tempat duduk karena akan dilaksanakan post test untuk siklus I. Siswa mengerjakan post test. soal. Pada kegiatan penutup, Guru dan siswa merefleksikan seluruh kegiatan yang telah terlaksana, kemudian memberikan penguatan kepada siswa untuk meningkatkan motivasi belajar.

Dalam pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan 1 masih banyak kendala yang ditemukan dan harus diperbaiki guru. Siswa sudah mulai aktif dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendeketan

problem solving yang diterapkan oleh guru, akan tetapi sebagian siswa masih bingung dengan petunjuk pelaksanaan pembelajaran.

Pada siklus I pertemuan 1, sebagian besar memperhatikan penjelasan dari guru, ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan karena bersenda gurau atau bermain ponsel. Para siswa antusias menjawab terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun jawaban teman, tetapi pertanyaan yang diberikan guru biasanya dijawab bersama-sama, di saat diberikan giliran untuk


(44)

44 menjawab, para siswa kurang berani, dan sama halnya saat menanggapi jawaban teman. Siswa belum mampu berperan aktif utuk bertanya, hanya sebagian kecil saja yang mulai berani mengajukan pertanyaan.

Para siswa sudah mulai antusias memecahkan masalah, namun masih sedikit bingung dengan pelaksanaan pembelajaran yang baru, lain halnya saat berdiskusi dan bertanya jawab dalam memecahkan masalah mereka sangat senang dan telah berperan aktif.

Pada siklus I pertemuan 1, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 66,2% untuk afektif dan 65,8% untuk psikomotor sehingga diperoleh aktivitas siswa pada pertemuan pertama siklus satu adalah 66%.

Pada siklus I pertemuan 2, beberapa siswa sudah mulai aktif bertanya tentang materi yang diberikan dengan menggunakan pendekatan problem solving, walaupun tidak semua siswa berperan aktif dalam pembelajaran ini.

Beberapa siswa juga mulai aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru secara bergantian mengenai materi yang diajarkan serta menanggapi jawaban teman. Sebagian besar memperhatikan penjelasan dari guru dan mulai aktif dalam bertanya terhadap penjelasan dari guru,

Pada siklus I pertemuan 2, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 67,5% untuk afektif dan 69,2% untuk psikomotor. Untuk hasil aktifitas siswa pada siklus 1 pertemuan pertama diperoleh rata-rata 66% dan untuk hasil aktifitas siswa pada siklus 1 pertemuan kedua diperoleh rata-rata 68,35%, sehingga diperoleh hasil aktifitas pada siklus 1 sebesar


(45)

67,17% dengan kriteria cukup aktif. Sedangkan untuk hasil asesmen terhadap 23 siswa diperoleh nilai rata-rata 4,10% dengan pesebaran hasil asesmen sebanyak 8 siswa (34,78%) dinyatakan tuntas dan sebanyak 15 siswa (65,22%) dinyatakan belum tuntas.

3) Analisis dan Refleksi

Berdasarkan observasi/pengamatan yang dilakukan observer terhadap proses pembelajaran pada siklus 1, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan diperbaiki yaitu:

a) Pengelolaan kelas masih kurang maksimal, siswa belum seluruhnya siap dalam menerima pelajaran.

b) Pengelolaan waktu belum baik, karena belum sesuaikan dengan alokasi waktu yang disediakan.

c) Siswa masih terlihat bingung dengan pelaksanaan pembelajaran yang baru.

d) Meningkatkan bimbingan terhadap siswa dalam mengerjakan soal, serta membantu meningkatkan pemahaman siswa dalam mengidentifikasi masalah (apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal).

4) Perbaikan/ Tindakan Kelas untuk Siklus II

a) Usahakan situasi kelas tenang dahulu sebelum memulai proses pembelajaran, agar proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien.

b) Pengelolaan diperhatikan, sesuai dengan waktu yang telah disesuaikan dan ditetapkan.


(46)

46 c) Guru yang bersangkutan hendaknya selalu menjelaskan terlebih dahulu prosedur yang akan dilaksanakan secara jelas sebelum pembelajaran dimulai dan pada saat proses pembelajaran guru tetap membimbing aktivitas siswa agar lebih mengerti.

d) Guru perlu memberikan perhatian lebih tentang proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

problem solving khusunya pada tahap pemahaman masalah dan perencanaan penyelesaian pada contoh soal.

2. Siklus II

1) Perencanaan

a) Menyusun rencana perbaikan pembelajaran (RPP) berdasarkan refleksi pada siklus I dengan pendekatan problem solving. b) Menyiapkan media pembelajaran, dan lembar kerja siswa

sesuai dengan materi siklus II yaitu perkalian dan pembagian pecahan.

c) Menyiapkan lembar observasi siswa untuk mengamati kegiatan siswa dan lembar instrumen penilaian kinerja guru untuk mengamati kinerja guru selama pembelajaran berlangsung 2) Pelaksanaan dan Observasi

Pelaksanaan tindakan ketiga (siklus II pertemuan 1) dilaksanakan pada hari Selasa, 13 April 2010 pada pukul 07.15-09.30 WIB. Guru memasuki kelas dan mengisyaratkan kepada ketua kelas untuk memimpin teman-teman mempersiapkan diri untuk


(47)

menerima materi pembelajaran. Guru memberi salam dan dilanjutkan mengabsen siswa, Siswa diberikan pertanyaan oleh guru yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. siapa yang pernah berobat ke dokter? coba siapa yang ingat kalau dokter memberi obat di bungkus nya dituliskan petunjuk pemakaian obat. coba siapa yang tahu petunjuk pemakain tersebut? (jawaban yang diminta 3 x 1). Setelah itu guru menjelaskan tentang tujuan Selanjutnya guru menjelaskan materi perkalian pecahan melalui pendekatan problem solving dengan tahapan pemahaman masalah, perencanaan penyelesaian, pelakasanaan penyelesaian dan dilanjutkan dengan pengecekan kembali.

Pada kegiatan berikutnya, siswa dikelompokkan menjadi 5 kelompok, lalu siswa dibagikan LKS yang di dalamnya berisi masalah dalam bentuk soal cerita dan siswa harus memikirkan jawaban untuk pertanyaan masalah tersebut. Siswa menyusun jawaban di lembar LKS yang telah disiapkan kepada siswa. Setelah itu siswa merumuskan hasil pembahasan dan dirumusan kesimpulan. Siswa mengerjakan latihan soal. Pada kegiatan penutup, guru dan siswa merefleksikan seluruh kegiatan yang telah terlaksana, kemudian memberikan penguatan kepada siswa untuk meningkatkan motivasi belajar.

Pelaksanaan tindakan keempat (siklus II pertemuan 2) dilaksanakan pada hari Kamis, 15 April 2010 pada pukul 07.15–


(48)

48 09.30 WIB. Siswa diberikan pertanyaan oleh guru yang berkaitan dengan materi yang telah diajarkan pada pertemuan pertama.

Materi pada siklus II pertemuan 2 adalah pembagian pecahan. Selanjutnya guru melakukan peragaan dengan menggunakan setereofom dan pisau carter, kemudian guru menjelaskan materi yang berkaitan dengan pembagian pecahan melalui pendekatan

problem solving dengan tahapan pemahaman masalah, perencanaan penyelesaian, pelaksanaan penyelesaian dan dilanjutkan dengan pengecekan kembali.

Pada kegiatan berikutnya, siswa dikelompokkan menjadi 5 kelompok. Guru membagikan LK lalu siswa diminta untuk menganalisis masalah dalam bentuk soal cerita dan harus memikirkan jawaban untuk pertanyaan masalah. Siswa menyusun jawaban berdasarkan pertanyaan masalah di atas sesuai dengan pengetahuan prasyarat yang dimilikinya, kemudian menyusun pembahasan (mengkomunikasikan) hasil jawaban yang ditulis pada bagian pembahasan ini. Siswa bersama dengan guru menyimpulkan hasil kerja, kesimpulan dilakukan dengan menjawab pertanyaan masalah dengan menggunakan hasil pembahasan. setelah selesai mengerjakan LK guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang dirasa belum bisa. kemudian pada akhir pembelajaran guru menyuruh siswa untuk merapihkan tempat duduk karena akan dilaksanakan post test untuk siklus II. Siswa mengerjakan post test. soal. Pada kegiatan penutup, guru dan siswa


(49)

merefleksikan seluruh kegiatan yang telah terlaksana, kemudian memberikan penguatan kepada siswa untuk meningkatkan motivasi belajar.

Dalam pelaksanaan tindakan siklus II proses pembelajaran sudah berjalan cukup baik, kendala-kendala yang terjadi disiklus I sudah mulai dapat diperbaiki pada pelaksanaan siklus II ini. Pada siklus II pertemuan 1, sebagian besar memperhatikan penjelasan dari guru. Para siswa sudah mulai antusias menjawab terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun jawaban teman, tetapi pertanyaan yang diberikan guru yang pada siklus I biasanya dijawab bersama-sama pada siklus II ini sudah mulai berani menjawab sendiri, di saat diberikan giliran untuk menjawab, para siswa sudah mulai berani, dan sama halnya saat menanggapi jawaban teman. Siswa sudah mulai mampu berperan aktif untuk bertanya.

Para siswa sudah mulai antusias memecahkan masalah, namun masih ada sedikit siswa yang bingung dengan pelaksanaan namun sugah mulai ada peningkatan di bandingkan pada siklus I, lain halnya saat berdiskusi dan bertanya jawab dalam memecahkan masalah mereka sangat senang dan telah berperan aktif.

Pada siklus II pertemuan 1, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 69,2% untuk afektif dan 71,2% untuk psikomotor.

Pada siklus II pertemuan 2, beberapa siswa sudah mulai aktif bertanya tentang materi yang diberikan dengan menggunakan


(50)

50 pendekatan problem solving, walaupun tidak semua siswa berperan aktif dalam pembelajaran ini.

Beberapa siswa juga mulai aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru secara bergantian mengenai materi yang diajarkan serta menanggapi jawaban teman. Sebagian besar memperhatikan penjelasan dari guru dan mulai aktif dalam bertanya terhadap penjelasan dari guru,

Pada siklus II pertemuan 2, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 71,6% untuk afektif dan 72,9% untuk psikomotor. Untuk hasil aktifitas siswa pada siklus II pertemuan pertama diperoleh rata-rata 70,2% dan untuk hasil aktifitas siswa pada siklus II pertemuan kedua diperoleh rata-rata 72,25%. Sehingga diperoleh hasil aktifitas pada siklus II sebesar 71,22% dengan kriteria cukup aktif. Sedangkan untuk hasil asesmen terhadap 23 siswa diperoleh nilai rata-rata 5,79% dengan pesebaran hasil asesmen sebanyak 11 siswa (47,83%) dinyatakan tuntas dan sebanyak 12 siswa (52,17%) dinyatakan belum tuntas.

3) Analisis dan Refleksi

Berdasarkan observasi/pengamatan yang dilakukan observer terhadap proses pembelajaran pada siklus II, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan diperbaiki yaitu:


(51)

a) Pengelolaan kelas sudah cukup baik, terlihat dari kesiapan siswa siap untuk menerima pelajaran.

b) Pengelolaan waktu cukup baik, sudah dapat menyesuaikan dengan alokasi waktu yang disediakan.

c) Penggunaan pendekatan problem solving dengan memperhatikan langkah-langkah yang tepat serta dengan bantuan media pembelajaran dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan aktivitas dan tanggung jawab terhadap tugas kelompoknya.

d) Memperbanyak pertanyaan yang diberikan kepada siswa, agar siswa merasa tertantang untuk bertanya.

e) Siswa mulai antusias dan termotivasi dalam belajar walaupun beberapa siswa masih terlihat pasif.

4) Saran Perbaikan/Tindakan Kelas untuk Siklus III

a) Kelas harus tetap diusahakan tenang dahulu sebelum memulai proses pembelajaran, agar pembelajarannya berjalan efektif dan efisien.

b) Pengelolaan waktu harus diperhatikan dengan baik, agar seluruh materi dapat disampaikan dengan tepat.

c) Guru hendaknya memiliki banyak pertanyaan yang menggugah siswa untuk aktif bertanya dan antusias dalam mengikuti pembelajaran.


(52)

52 d) Guru harus selalu memberikan motivasi belajar kepada siswa selama proses pembelajaran agar siswa selalu aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.

e) Guru hendaknya lebih memperhatikan dan memberikan bimbingan yang lebih terhadap langkah-langkah penyelesaian menggunakan pendekatan problem solving

khususnya pada perencanaan peyelesaian dan pada pengecekan kembali. Khususnya pada pengecekan kembali karena masih banyak siswa yang kebingungan pada tahap pengecekan kembali.

3. Siklus III 1) Perencanaan

a) Menyusun rencana perbaikan pembelajaran (RPP) berdasarkan refleksi pada siklus II dengan pendekatan problem solving. b) Menyiapkan media pembelajaran, dan lembar kerja siswa sesuai

dengan materi siklus III yaitu perbandingan dan skala.

c) Menyiapkan lembar observasi siswa untuk mengamati kegiatan siswa dan lembar instrumen penilaian kinerja guru untuk mengamati kinerja guru selama pembelajaran berlangsung

2) Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan kelima (siklus III pertemuan 1) dilaksanakan pada hari Selasa, 20 April 2010 pada pukul 07.00-09.30 WIB. Guru memasuki kelas dan mengisyaratkan kepada ketua


(53)

kelas untuk memimpin teman-teman mempersiapkan diri untuk berdoa dan menerima materi pembelajaran. Guru memberi salam dan dilanjutkan mengabsen siswa, Siswa diberikan pertanyaan oleh guru yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. Setelah itu guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada materi ini

Guru menjelaskan tentang perbandingan. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang materi perbandingan

Pada kegiatan selanjutnya, siswa membentuk 5 kelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan 4 siswa, kemudian tiap kelompok diberi LKS dan siswa diminta untuk menganalisis masalah dan harus memikirkan jawaban untuk pertanyaan yang ada dalam LKS. Siswa menyusun jawaban berdasarkan pertanyaan sesuai dengan pengetahuan prasyarat yang dimilikinya dan menentukan langkah-langkah sesuai dengan LKS. Setelah itu siswa menyusun pembahasan (mengkomunikasikan) dan menyimpulkan hasil jawaban, hasilnya dibandingkan dengan jawaban siswa yang telah dituliskan kelompok lain di papan tulis.

Langkah terakhir, siswa bersama dengan guru membahas dan mengoreksi jawaban yang ada di papan tulis dan menyimpulkan jawaban dari setiap soal. Pada kegiatan akhir guru dan siswa merefleksikan seluruh kegiatan yang telah terlaksana, kemudian memberikan penguatan kepada tiap-tiap siswa untuk meningkatkan motivasi belajar.


(54)

54 Pelaksanaan tindakan keenam (siklus III pertemuan 2) dilaksanakan pada hari Kamis, 23 April 2010 pada pukul 07.15-09.30 WIB. Siswa diberikan pertanyaan oleh guru yang berkaitan dengan materi yang telah diajarkan pada pertemuan pertama.

Guru menjelaskan materi tentang skala. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang materi tersebut. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa tentang materi skala dengan menggunakan media gambar berupa Peta. Kemudain guru bertanya kepada siswa, bapak sekarang sedang memegang benda apa, ada yang tau anak-anak? (jawaban yang diminta adalah Peta), kemudian seandainya kita ingin melihat perbandingan jarak pada peta dengan jarak sebenarnya kita harus melihat apa anak-anak? (jawaban yang diminta adalah skala).

Kemudian guru menjelaskan materi yang berkaitan dengan Skala dalam bentuk soal cerita seperti contoh, jarak kota A dan kota B adalah 50 km tentukan skala pada peta tersebut? Contoh soal tersebut dijelaskan dengan menggunakan pendekatan problem solving dengan tahapan pemahaman masalah, perencanaan penyelesaian, pelakasanaan penyelesaian dan dilanjutkan dengan pengecekan kembali.

Setelah itu, siswa dikelompokkan menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok dibagikan LKS dan siswa diminta untuk menganalisis masalah dan harus memikirkan jawaban untuk pertanyaan soal . Setiap siswa menyusun dugaannya berdasarkan pertanyaan soal yang ada dengan menggunakan langkah-langkah


(55)

yang ada dalam LKS, kemudian menyusun jawaban (mengkomunikasikan). Langkah berikutnya, siswa menyimpulkan hasil jawaban kelompok, data hasilnya dibandingkan dengan kelompok lain yang telah dituliskannya di papan tulis. Langkah terakhir, siswa bersama-sama dengan guru membahas jawaban yang dituliskan dan menyimpulkan dari setiap jawaban. Siswa diminta untuk merapihkan tempat duduk karena akan mengerjakan post test. Pada kegiatan penutup, guru dan siswa merefleksikan seluruh kegiatan yang telah terlaksana, kemudian memberikan penguatan kepada siswa untuk meningkatkan motivasi belajar.

Dalam pelaksanaan tindakan siklus III proses pembelajaran berjalan baik, kendala-kendala yang terjadi di siklus II sudah dapat diperbaiki pada pelaksanaan siklus III ini. Pada siklus III pertemuan 1, sebagian besar siswa sudah memperhatikan penjelasan dari guru. Para siswa antusias menjawab terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun jawaban teman, pertanyaan yang diberikan guru dijawab dengan berebut, hal ini terlihat di saat diberikan pertanyaan oleh guru para siswa sudah berani, dan sama halnya saat menanggapi jawaban teman. siswa sudah mampu berperan aktif untuk bertanya.

Para siswa sangat antusias memecahkan masalah, sama halnya saat berdiskusi dan bertanya jawab dalam memecahkan masalah mereka sangat senang dan telah berperan aktif.


(56)

56 Pada siklus III pertemuan 1, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 75,47% untuk afektif dan 74,21% untuk psikomotor.

Pada siklus III pertemuan 2, siswa sudah mulai aktif bertanya tentang materi yang diberikan dengan menggunakan pendekatan

problem solving, beberapa siswa juga mulai aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru secara bergantian mengenai materi yang diajarkan serta menanggapi jawaban teman. Sebagian besar memperhatikan penjelasan dari guru dan mulai aktif dalam bertanya terhadap penjelasan dari guru,

Pada siklus III pertemuan 2, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 77,30% untuk afektif dan 77,52% untuk psikomotor. Untuk hasil aktifitas siswa pada siklus III pertemuan pertama diperoleh rata-rata 74,84% dan untuk hasil aktifitas siswa pada siklus III pertemuan kedua diperoleh rata-rata 77,41%. Sehingga diperoleh hasil aktifitas pada siklus III sebesar 76,12% dengan kriteria aktif. Sedangkan untuk hasil asesmen terhadap 23 siswa diperoleh nilai rata-rata 7,73% dengan pesebaran hasil asesmen sebanyak 20 siswa (86,96%) dinyatakan tuntas dan sebanyak 3 siswa (13,04%) dinyatakan belum tuntas.


(57)

3) Analisis dan Refleksi

Berdasarkan observasi/pengamatan yang dilakukan observer terhadap proses pembelajaran pada siklus 3, bahwa proses pembelajaran sudah memenuhi harapan yaitu:

a) Pengelolaan kelas sudah baik, sebagian besar siswa siap untuk menerima pelajaran.

b) Pengelolaan waktu sudah baik, sudah disesuaikan dengan alokasi waktu yang disediakan.

c) Siswa aktif dan merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran hal ini ditunjukkan dari aktivitas dan hasil belajar siswa.

d) Dari hasil diskusi menyimpulkan bahwa pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving khususnya dalam soal cerita berjalan efektif, hal tersebut terbukti dengan meningkatnya hasil dan aktivitas dalam pembelajaran. Penggunaan pendekatan problem solving dapat mempermudah dalam menyelesaikan soal cerita, adapun hal yang perlu diperhatikan adalah perlunya bimbingan yang lebih saat mengerjakan soal.

B. Pembahasan

1. Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menggunakan pendekatan problem solving dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar. Oleh karena itu teori menurut Sanjaya (2006: 25)


(58)

58 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Persentase (%)

Sik. I Sik. II Sik. III

Persentase Aktivitas Siswa (Afektif)

Pertemuan I Pertemuan II Peningkatan Rata-Rata

ini pada bagian aktivitas yang menyatakan bahwa keunggulan strategi pembelajaran berbasis masalah yaitu pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. Walaupun demikian masih perlu adanya perbaikan yang harus dilakukan agar siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan hasil belajar dapat ditingkatkan. Berdasarkan pengamatan observer dapat dilihat rekapitulasi aktivitas siswa (afektif) dalam proses pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving sebagai berikut.

Tabel 5. Rekapitulasi Persentase Aktivitas Siswa Per-Siklus.

No

SIKLUS

I II III Pert . 1 (%) Pert . 2 (%) Pnngktan (%) Pert. 1 (%) Pert. 2 (%) Pnngkta n (%) Pert . 1 (%) Pert. 2 (%) Pnngktan (%) 1. 66 68,3

5 2,35 70,2 72,25 2,05 74,84 77,41 2,57

Rata-rata 67,17% 71,22 76,12% Kriteria Cukup Aktif Cukup Aktif Aktif

Untuk mempermudah melihat peningkatan rata-rata aktivitas siswa (afektif) selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

problem solving, dapat dilihat pada diagram batang berikut ini:

Gambar 2. Diagram Kenaikan Rata-rata Aktivitas Siswa (afektif) dalam Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Solving


(59)

Keterangan :

1. Pada siklus I pertemuan 1, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 66 % dan pada siklus I pertemuan 2, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 68,35%, dan terlihat terjadi peningkatan sebesar 2,35 %. Dari kedua hasil tersebut dapat diambil rata-rata sebesar 67,17 % dan pada kriteria keberhasilan menunjukkan tingkat aktivitas siswa “cukup aktif” dalam proses pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving.

2. Pada siklus II pertemuan 1, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 70,2 % dan pada siklus II pertemuan 2, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 72,25 %, dan terlihat terjadi peningkatan sebesar 2,05 %. Dari kedua hasil tersebut dapat diambil rata-rata sebesar 71,22 % dan pada kriteria keberhasilan menunjukkan tingkat aktivitas siswa “cukup aktif” dalam proses pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving.

3. Pada siklus III, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 74,84% dan pada siklus I

pertemuan 2, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 77,41%, dan terlihat terjadi


(60)

60 rata-rata sebesar 76,12 % dan pada kriteria keberhasilan menunjukkan tingkat aktivitas siswa “aktif” dalam proses pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving.

2. Kinerja Guru dalam Proses Pembelajaran

Aktivitas guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving dapat berjalan dengan baik walaupun masih perlu adanya perbaikan dalam kinerja guru dalam mengajar agar siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan hasil belajar dapat ditingkatkan. Berdasarkan pengamatan observer dapat dilihat rekapitulasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving sebagai berikut:

Tabel 6. Rekapitulasi Persentase Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran.

No

SIKLUS

I II III Pert. 1 (%) Pert. 2 (%) Pnngktan (%) Pert. 1 (%) Pert. 2 (%) Pnngkta n (%) Pert . 1 (%) Pert. 2 (%) Pnngktan (%) 1. 58.3

3 62.03 3.7 65,74 67,59 1.85 70.37 74.07 3.7

Rata-rata 60.18 % 66.67 % 72.22 %

Untuk mempermudah melihat peningkatan persentase kinerja guru selama menggunakan pendekatan problem solving, dapat dilihat pada diagram batang berikut ini:


(1)

Gambar 4. Diagram Kenaikan Rata-rata kinerja Guru dalam Pembelajaran menggunakan Pendekatan Problem Solving

Keterangan :

1. Pada siklus I pertemuan 1, kinerja dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 58.33 % dan pada siklus I pertemuan 2, aktivitas guru dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 62.03 %, dan terlihat terjadi peningkatan sebesar 3.7 %. Dari kedua hasil tersebut dapat diambil rata-rata sebesar 60.18 % dan pada kriteria keberhasilan menunjukkan tingkat aktivitas guru masih “tinggi” dalam proses pembelajaran Matematika dengan pendekatan problem solving.

2. Pada siklus II pertemuan 1, kinerja guru dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 65.74 % dan pada siklus II pertemuan 2, aktivitas guru dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 67.59 %, dan terlihat terjadi peningkatan sebesar 1.85 %. Dari kedua hasil tersebut dapat diambil rata-rata sebesar 66.67 % dan pada kriteria keberhasilan menunjukkan tingkat aktivitas guru “tinggi” dalam proses

0 10 20 30 40 50 60 70 80 Persentase (%)

Sik. I Sik. II Sik. III Siklus

Pertemuan I Pertemuan II Peningkatan Rata-Rata


(2)

pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving.

3. Pada siklus III pertemuan 1, kinerja guru dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 70.37 % dan pada siklus I pertemuan 2, aktivitas guru dalam proses pembelajaran Matematika menunjukkan nilai persentase sebesar 74.07 %, dan terlihat terjadi peningkatan sebesar 3.7 %. Dari kedua hasil tersebut dapat diambil rata-rata sebesar 72.22 % Pada kriteria keberhasilan menunjukkan tingkat aktivitas guru “tinggi” dalam proses pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan problem solving.

Gambar 5. Diagram Ketuntasan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Problem solving.

Keterangan :

Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa siswa tuntas dalam kegiatan pembelajaran (≥ 5,5) mengalami peningkatan tiap siklusnya, dari siklus I ke siklus II sebesar 13,05% dan dari siklus II ke siklus III sebesar 41,13%.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Persentase (%)

Sik. I Sik. II Sik. III Siklus

tuntas tidak tuntas


(3)

1. Pada siklus I hasil belajar siswa sudah mencapai 4,10% dengan KKM 5,5. Sedangkan apabila dilihat dari jumlah siswa yang tuntas belajar, terdapat 8 siswa (34,78%) dinyatakan tuntas dan 15 siswa (65,22%) dinyatakan belum tuntas.

2. Pada siklus II hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan, pada siklus I ketuntasan belajar kelas adalah 8 siswa (34,78 %) meningkat pada siklus II menjadi 11 siswa (47,83 %). Sedangkan siswa yang belum tuntas menurun dari siklus I terdapat 15 siswa (65,22%) menurun di siklus II menjadi 12 siswa (52,17%).

3. Pada siklus III hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan, pada siklus II ketuntasan belajar kelas adalah 11 siswa (47,83 %) meningkat pada siklus III menjadi 20 siswa (86,96 %). Sedangkan siswa yang belum tuntas menurun dari siklus II terdapat 12 siswa (52,22%) menurun di siklus III menjadi 3 siswa (13,04%).

Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui penelitian, diperoleh peningkatan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan teori menurut Sudjana (Kunandar, 2010: 276) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan Nasution (Kunandar, 2010: 276) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk percakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang dilakukan terhadap siswa kelas VB mata pelajaran Matematika Sekolah Dasar Negeri 2 Metro Pusat dapat disimpulkan :

1. Penggunaan pendekatan problem solving dalam pembelajaran Matematika

pada soal cerita dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dari siklus I sampai siklus III. peningkatan aktivitas dari rata-rata siklus I yaitu 67,17% meningkat pada siklus II menjadi 71,22 % dan pada siklus III meningkat menjadi 76,12 %.

2. Penggunaan pendekatan problem solving dalam pembelajaran Matematika

dapat meningkatkan hasil belajar dan ketuntasan belajar kelas. Nilai hasil belajar pada siklus I sampai siklus III, ketuntasan belajar 8 siswa (34,78 %) pada siklus I, dan pada siklus II meningkat menjadi 11 siswa (47,83%), kemudian pada siklus III meningkat lagi menjadi 20 siswa (86,96 %).


(5)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan di atas, berikut ini disampaikan saran-saran dalam menerapkan pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Problem Solving, yaitu:

1. Siswa

a. Selalu aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempermudah memahami materi pembelajaran dan hasil belajar dapat meningkat.

b. Siswa harus benar-benar fokus pada saat proses pembelajaran berlangsung, hal ini perlu dilakukan karena pembelajaran menggunakan pendekatan problem soving memerlukan penyelesaian yang cukup panjang, sehingga siswa harus benar-benar fokus.

c. Siswa harus bertanggung jawab atas tugas yang diberikan, baik tugas individu maupun kelompok.

2. Guru

a. Guru perlu memperhitungkan waktu yang tersedia agar semua rencana

pembelajaran dapat berjalan secara maksimal.

b. Guru harus lebih sering melakukan bimbingan kepada siswa tentang

langkah-langkah pelaksaanaan pembelajaran menggunakan

pendekatan problem solving.

c. Penggunaan media LKS dan Pendekatan Problem Solving yang baik,

harus didukung dengan kemampuan pelaksananya yang tidak dapat sekaligus dikuasai. Oleh karena itu guru harus terus menerus mencoba dan melaksanakan serta memperbaiki kekurangan-kekurangan


(6)

penyusunan LKS dan penggunaan pendekatan atau strategi pembelajaran yang dipilih.

3. Sekolah

a. Perlu dilakukan pengembangan proses pembelajaran tentang

pendekatan selain Problem Solving, dengan tujuan untuk menambah wawasan dan kemampuan guru mengenai pembalajaran dalam pemecahan masalah.

4. Peneliti

a. Penelitian ini mengkaji implimentasi perbaikan pembelajaran dengan

pendekatan Problem Solving pada materi pecahan, agar dapat

melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran sejenis pada materi lainya.

b. Peneliti berikutnya diharapkan dapat mengembangkan pendekatan problem solving dengan variasi pembelajaran yang lebih baik.