PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN H 2 SO TERHADAP KOROSI PENGELASAN BAJA KARBON AISI 1045

(1)

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN H2SO4TERHADAP KOROSI PENGELASAN BAJA KARBON AISI 1045

Oleh HERIYANTO

Baja karbon sedang merupakan salah satu material yang banyak diproduksi dan digunakan untuk membuat alat-alat atau bagian-bagian mesin, karena baja karbon sedang memiliki sifat yang dapat dimodifikasi, sedikit ulet (ductile) dan tangguh (toughness). Penggunaan logam dalam perkembangan teknologi dan industry sebagai salah satu material penunjang sangat besar peranannya, akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari banyak faktor yang menyebabkan daya guna logam ini menurun. Salah satu penyebab hal tersebut adalah terjadinya korosi pada logam. Korosi merupakan kerusakan material yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya. Adapun proses korosi yang terjadi disamping oleh reaksi kimia juga diakibatkan oleh proses elektrokimia.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan H2SO4 (Asam sulfat) terhadap korosi pengelasan baja karbon AISI 1045

dengan konsentrasi larutan 5%, 10%, 15%, dan 20%. Dimana baja karbon AISI 1045 di las dengan pengelasan SMAW dengan menggunakan arus 90 ampere kemudian metode perendaman total dilakukan untuk pengujian korosi dengan 4 variasi waktu ekspos yakni 120, 240, 360 dan 480 jam.

Dari hasil penelitian ini didapat bahwa semakin besar konsentrasi larutan yang dilakukan maka semakin besar pula nilai kehilangan berat yang didapat, dan semakin lama waktu ekspos yang dilakukan dalam setiap satu variasi konsentrasi larutan maka semakin besar pula nilai kehilangan berat yang didapat. Dan semakin besar konsentrasi larutan yang digunakan maka semakin besar pula nilai laju korosi yang didapat dan sebaliknya semakin lama waktu ekspos yang dilakukan tiap satu variasi konsentrasi larutan maka semakin kecil nilai laju korosi yang didapat.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kehilangan berat berbanding lurus dengan waktu ekspos namun justru berbanding terbalik dengan laju korosinya sedangkan variasi konsentrasi larutan memiliki pengaruh terhadap kehilangan berat dan laju korosi.

Kata kunci : Pengaruh konsentrasi larutan H2SO4, Pengelasan, Korosi pada hasil pengelasan.


(2)

INFLUENCE SOLUBILITY CONCENTRATION OF H2SO4TO THE CORROSION IN WELDING OF CARBON STEEL AISI 1045

By HERIYANTO

Medium carbon steel is one of many materials produced and used to make tools or engine parts, because the carbon steel is a trait that can be modified, less ductile and toughness. The use of metals in the development of technology and industry as one of the supporting material is very big role, but in everyday life are many factors that lead to decreased efficiency of these metals. One cause of this is the occurrence of corrosion on the metal. Corrosion is the material damage caused by the influence of the surrounding environment. The corrosion process that occurs in addition to the chemical reactions are also caused by the electrochemical process.

Research was conducted to determine the influence of solubility concentration of H2SO4(sulfuric acid) to the corrosion in welding of carbon steel AISI 1045

with the solubility concentration of 5%, 10%, 15%, and 20%. Where AISI 1045 carbon steel welded with SMAW welding using the current 90 amperes then carried out for the total immersion method of corrosion testing with four variations of expose time ie 120, 240, 360 and 480 hours.

From the result of this research gotten that ever greater concentration of solubility done hence ever greater also value losing of weight gotten, and longer the time of ekspose performed with every one various concentration of solubility hence ever greater also value losing of weight gotten. And ever greater concentration of solubility applied hence ever greater also corrosion speed value gotten conversely longer the time of ekspose done every one variation of concentration of solubility hence smaller corrosion speed value gotten.

From the result of this inferential research that losing of weight compared straight with the time of ekspose but exactly inversely proportional to the corrosion rate while variation of concentration solubility has an influence on weight loss and corrosion rate.

Keywords: Influence concentration of H2SO4 solubility, Welding, Corrosion in the weld.


(3)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini penggunaan baja semakin meningkat sebagai bahan industri. Hal ini sebagian ditentukan oleh nilai ekonominya, tetapi yang paling penting adalah karena sifat-sifat dari logam jenis ini yang bervariasi, yaitu bahwa bahan tersebut mempunyai sifat dari yang paling lunak dan mudah dibuat sampai yang paling keras dan tajam misalnya untuk pisau pemotong, bahkan bentuk-bentuk yang lebih rumit dapat dibuat dengan pengecoran. Oleh sebab itu, baja sering disebut bahan yang kaya dengan sifat-sifat.

Pada kenyataan aplikasi di lapangan, struktur atau konstruksi yang terbentuk dari baja seringkali menggunakan proses penyambungan dengan cara pengelasan. Berdasarkan dari DIN (Deutche Industrie Normen), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut, dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa logam dengan menggunakan energi panas. Untuk mendapatkan hasil pengelasan yang baik


(4)

diperlukan juru las yang berkualifikasi, jenis sambungan yang sesuai, jenis pengelasan, serta elektroda yang digunakan.

Baja karbon sedang merupakan salah satu material yang banyak diproduksi dan digunakan untuk membuat alat-alat atau bagian-bagian mesin, karena baja karbon sedang memiliki sifat yang dapat dimodifikasi, sedikit ulet (ductile) dan tangguh (toughness) [Davis, 1998].

Penggunaan logam dalam perkembangan teknologi dan industri sebagai salah satu material penunjang sangat besar peranannya, akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari banyak faktor yang menyebabkan daya guna logam ini menurun. Salah satu penyebab hal tersebut adalah terjadinya korosi pada logam.

Korosi merupakan kerusakan material yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya. Di sini yang dimaksud dengan lingkungan sekelilingnya dapat berupa lingkungan asam, udara, embun, air tawar, air laut, air danau, air sungai dan air tanah. ( Chamberlain, 1991 )

Korosi merupakan salah satu masalah yang sedang dihadapi oleh ahli teknik walaupun tidak termasuk produk orang-orang teknik. Berbagai usaha terhadap pengendalian korosi yang sekarang gencar dilakukan adalah untuk mengendalikan kerusakan material yang diakibatkannya, agar laju korosi yang terjadi dapat ditekan serendah mungkin dan dapat melampaui nilai ekonominya, atau jangan sampai logam menjadi rusak sebelum waktunya.


(5)

Sebagai salah satu contoh pada dunia industri yang menggunakan peralatan-peralatan berat seperti katrol, ketel uap, pipa -pipa saluran (air dan minyak). Mesin-mesin besar yang berada di luar dan sering terkena air hujan lama kelamaan akan rusak, terjadi kebocoran pada pipa-pipa saluran, keretakan pada konstruksi jembatan, kebocoran pada ketel uap yang akan mengakibatkan naiknya biaya operasional dan menurunkan kualitas produksi. Hal ini dikarenakan alat-alat tersebut terkorosi yang disebabkan oleh lingkungan yang tak terkendali. Air, kabut dan pengembunan yang relative tinggi yang membawa bahan-bahan pengoksida adalah salah satu faktor yang mempercepat terjadinya korosi.

Eko Juanda (2011) telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan korosi dengan metode perendaman total pada lingkungan H2SO4 dan NaCl pada

material baja AISI 1045 dengan variasi arus pengelasan. Dari penelitiannya dapat disimpulkan bahwa variasi arus pengelasan memiliki pengaruh kecil terhadap kehilangan berat dan laju korosi. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian di atas yaitu pengaruh konsentrasi larutan H2SO4

terhadap korosi pengelasan baja karbon AISI 1045.

Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian korosi dengan metode perendaman total pada benda uji. Perendaman benda uji ini dilakukan pada lingkungan H2SO4dan dilakukan dengan tenggang waktu 1-20 hari. Kemudian


(6)

kadar asam larutan H2SO4 dengan menggunakan alat ukur kadar asam larutan

yaitu pH Meter. Dengan didapat data-data diatas dapat dilakukan analisis untuk mengetahui laju korosi pada material tersebut.

B. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh konsentrasi larutan H2SO4terhadap korosi pengelasan baja karbon AISI 1045.

C. BATASAN MASALAH

Mengingat sangat kompleknya masalah yang berkaitan dengan pengelasan dan korosi dalam kehidupan sehari-hari maka disini penulis membatasi masalah agar pembahasannya lebih terfokus. Adapun batasan masalah tersebut antara lain :

1. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental.

2. Bahan yang digunakan adalah pelat baja karbon AISI 1045 dengan ukuran 40 mm x 60 mm x 12 mm sebanyak 3 sampel untuk setiap variasi waktu ekspos ( waktu perendaman ) dan variasi konsentrasi.

3. Proses pengelasan dilakukan dengan menggunakan las busur listrik elektroda terlindung / shielded metal arc welding (SMAW) pada posisi pengelasan datar (down hand) dengan arus pengelasan 90 Ampere.

4. Busur elektroda yang digunakan adalah busur elektroda berjenis E 7018 dengan dimeter elektroda 2,5 mm.


(7)

6. Cairan untuk pengkorosian (media pengkorosi) adalah asam sulfat (H2SO4)

dengan konsentrasi larutan 5%, 10%, 15% dan 20%. 7. Waktu expos yang dilakukan adalah 5, 10, 15, dan 20 hari.

8. Pengujian korosi dilakukan dengan metode perendaman total dan perhitungan laju korosi dilakukan dengan metode kehilangan berat sebagai tindak lanjut dari analisa korosi.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri atas latar belakang, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan dari penelitian ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang dasar teori mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini.

BAB III : METODE PENELITIAN

Terdiri atas hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian, yaitu tempat penelitian, bahan penelitian, peralatan penelitian, prosedur pengujian dan diagram alir pelaksanaan penelitian.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisikan hasil penelitian dan pembahasan dari data-data yang diperoleh setelah pengujian.


(8)

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Berisikan hal-hal yang dapat disimpulkan dan saran-saran yang ingin disampaikan dari penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA


(9)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelasan

Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen(DIN), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Definisi ini dapat diartikan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa logam dengan menggunakan energi panas [Wiryosumarto, 1996].

Pengelasan memberikan keuntungan baik itu dalam aspek komersil maupun teknologi, adapun keuntungan dari pengelasan adalah sebagai berikut [Groover, 1996]:

1. Pengelasan memberikan sambungan yang permanen. Kedua bagian yang disambung menjadi satu kesatuan setelah dilas.

2. Sambungan las dapat lebih kuat daripada material induknya jika logam pengisi (filler metal) yang digunakan memiliki sifat-sifat kekuatan yang tinggi daripada material induknya, dan teknik pengelasan yang digunakan harus tepat.


(10)

3. Pengelasan biasanya merupakan cara yang paling ekonomis jika ditinjau dari harga pembuatannya dan segi penggunaannya.

4. Pengelasan tidak dibatasi di lingkungan pabrik saja. Pengelasan dapat dikerjakan di lapangan.

Berdasarkan masukan panas (heat input) utama yang diberikan kepada logam dasar, proses pengelasan dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu [Wiryosumarto, 1996]:

1. Pengelasan dengan menggunakan energi panas yang berasal dari fusion

(nyala api las), contohnya: las busur (arc welding), las gas (gas welding), las sinar electron (electron discharge welding), dan lain-lain.

2. Pengelasan dengan menggunakan energi panas yang tidak berasal dari nyala api las (nonfusion), contohnya: friction stirr welding (proses pengelasan dengan gesekan), las tempa, dan lain-lain.

Pada proses pengelasan terdapat empat daerah seperti terlihat pada gambar 1.


(11)

a) Logam induk (base metal), merupakan bagian logam dasar dimana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur dan sifat.

b) Logam las, merupakan bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan membeku.

c) Daerah pengaruh panas atau heat effected zone(HAZ), merupakan logam dasar yang bersebelahan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat.

d) Batas las atau daerah fusi (fusion line), merupakan daerah yang membatasi antara logam las dengan daerah pengaruh panas (HAZ).

Sambungan las dalam konstruksi baja pada dasarnya terbagi dalam sambungan tumpul, sambungan T, sambungan sudut, dan sambungan tumpang. Sebagai perkembangan sambungan dasar tersebut diatas terjadi sambungan silang, sambungan dengan penguat dan sambungan sisi [Wiryosumarto, 1996].


(12)

1) Sambungan tumpul

Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien. Sambungan ini dibagi lagi menjadi dua yaitu sambungan penetrasi penuh dan sambungan penetrasi sebagian. Bentuk alur dalam sambungan tumpul sangat mempengaruhi efisiensi pekerjaaan, efisiensi sambungan dan jaminan sambungan.

2) Sambungan bentuk T dan bentuk silang

Pada kedua sambungan ini secara garis besar dibagi dalam dua jenis yaitu jenis las dengan alur dan jenis las sudut. Dalam pelaksanaan pengelasan mungkin sekali ada bagia batang yang menghalangi yang dalam hal ini dapat diatasi dengan mempebesar sudut alur.

3) Sambungan sudut

Dalam sambungan ini dapat terjadi penyusutan dalam arah tebal pelat yang dapat menyebabkan terjadinya retak lamel. Hal ini dapat dihindari dengan membuat alur pada pelat tegak.

4) Sambungan tumpang

Karena sambungan ini efisiensinya rendah maka jarang sekali digunakan untuk pelaksanaan penyambungan konstruksi utama. Sambungan tumpang biasanya dilaksanakan dengan las sudut dan las isi.

5) Sambungan sisi

Sambungan sisi dibagi dalam sambungan las dengan alur dan sambungan las ujung. Untuk sambungan las dengan alur, maka pelatnya harus dibuat alur. Sedangkan untuk sambungan las ujung, pengelasan dilakukan pada ujung pelat tanpa ada alur.


(13)

6) Sambungan dengan pelat penguat

Sambungan ini dibagi dalam dua jenis yaitu sambungan dengan pelat penguat tunggal dan dengan pelat penguat ganda.

[Wiryosumarto, 1996].

B. Las Busur Listrik Elektroda Terlindung / Shielded Metal Arc Welding

(SMAW)

Las busur listrik elektroda terlindung atau lebih dikenal dengan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) merupakan pengelasan menggunakan busur nyala listrik sebagai panas pencair logam. Busur listrik terbentuk diantara elektroda terlindung dan logam induk seperti ditunjukkan pada gambar 3. Karena panas dari busur listrik maka ligam induk dan ujung elektroda mencair dan membeku bersama [Wiryosumarto, 1996].

Gambar 3. Las busur listrik elektroda terlindung (SMAW)

Prinsip kerja las busur listrik elektroda terlindung yaitu dimulai ketika nyala api elektrik menyentuh ujung elektroda dengan benda kerja, skema las


(14)

SMAW seperti yang ditunjukkan pada gambar 4. Dua logam yang konduktif jika dialiri arus listrik dengan tegangan yang relative rendah akan menghasilkan loncatan electron yang menimbulkan panas yang sangat tinggi, dapat mencapai 5000oC yang dapat mencairkan kedua logam tersebut.

Gambar 4. Skema kerja las busur listrik elektroda terlindung

Las SMAW terdiri dari beberapa bagian perealatan yang disusun atau dirangkai sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai suatu unit alat untuk pengelasan. Satu unit las SMAW terdiri dari [Bintoro, 1999]:

a) Mesin pembangkit tenaga listrik/mesin las

Mesin las terdiri dari dua macam yaitu: mesin las arus bolak balik (mesin las AC) dan mesin las arus searah (mesin las DC). Pada mesin las AC terdapat transformator atau trafo yang berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan tegangan, kebanyakan trafo yang digunakan pada peralatan las adalah jenis trafo step-down, ayaitu trafo yang berfungsi untuk menurunkan tegangan. Sedangkan pada mesin las DC terdapat receifer

atau penyearah arus yang berfungsi untuk mengubah arus bolak balik (AC) menjadi arus searah (DC).


(15)

b) Kabel las

Kabel las digunakan untuk mengalirkan arus listrik dari sumber listrik ke elektroda dan massa. Arus yang besar harus dapat dialirkan melalui kabel tanpa banyak mengalami hambatan, sehingga perlu dipilih kabel yang sesuai dengan arus yang dialirkan.

c) Elektroda

Berdasarkan selaput pelindungnya, elektroda dibedakan menjadi dua macam, yaitu elektroda polos dan elektroda berselaput. Elektroda berselaput terdiri dari bagian inti yang berfungsi sebagai filler metal dan zat pelindung ataufluksyang berfungsi untuk:

1) Melindungi cairan las, busur listrik, dan benda kerja yang dilas dari udara luar. Udara luar mengandung oksigen yang dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi, sehingga dapat mempengaruhi sifat mekanis dari logam yang dilas.

2) Memungkinkan dilakukannya posisi pengelasan yang berbeda-beda. 3) Memberikan sifat-sifat khusus pada hasil pengelasan dengan cara

menambah zat-zat tertentu pada selaput elektroda dan lain sebagainya

d) Pemegang elektroda

Pemegang elektroda berfungsi sebagai penjepit / pemegang ujung elektroda yang tidak berselaput, dan juga berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari kabel ke elektroda.


(16)

e) Tang penghubung kabel massa

Tang penghubung kabel massa berfungsi untuk menghubungkan kabel massa dengan benda kerja yang akan dilas.

f) Alat bantu

Alat bantu sifatnya tidak mutlak harus ada. Fungsinya adalah sebagai pembantu untuk mempermudah dalam pengelasan. Alat bantu yang umum digunakan contohnya: palu terak, tang untuk memegang benda kerja yang masih panas, sikat kawat, topeng las, dan sebagainya.

Beberapa bentuk dan teknik dalam pengelasan [Bintoro, 1999]: a. Posisi bawah tangan

Benda kerja terletak diatas bidang datar dan possisinya dibawah tangan dengan arah tangan dari kiri ke arah kanan. Dari keempat posisi pengelasan tersebut, posisi bawah tanganlah yang paling mudah melakukannya. Oleh sebab itu untuk menyelasaikan setiap pekerjaan pengelasan sedapat mungkin diusahakan pada posisi dibawah tangan. b. Posisi mendatar

Benda tegak berdiri dan arah pengelasan berjalan mendatar dari kiri ke arah kanan sejajar dengan bahu pengelas. Pada posisi horizontal kedudukan benda dibuat tegak dan arah pengelasan mengikuti garis horizontal. Panjang busur nyala dibuat lebih pendek kalau dibandingkan dengan panjang busur nyala pada posisi pengelasan dibawah tangan c. Posisi tegak (vertical)

Posisi benda kerja tegak dan arah pengelasan berjalan bisa naik dan bisa Juga turun. Pada pengelasan vertical, benda kerja dalam posisi tegak dan


(17)

arah pengelasan dapat dilakukan keatas / naik atau kebawah / turun. Arah pengelasan yang dilakukan tergantung kepada jenis elektroda yang dipakai. Elektroda yang berbusur lemah dilakukan pengelasan keatas, elektroda yang berbusur keras dilakukan pengelasan kebawah.

d. Posisi atas kepala

Pengelasan dari bawah dan benda kerja berada diatas operator. Posisi pengelasan diatas kepala, bila benda kerja berada pada daerah sudut 45o terhadap garis vertical, dan juru las berada dibawahnya. Pengelasan posisi diatas kepala, sudut jalan elektroda berkisar antara 75o–85otegak lurus terhadap kedua benda kerja. Busur nyala dibuat sependek mungkin agar pengaliran cairan logam dapat ditahan.

C. Baja Karbon

Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S, dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, bila kadar karbon naik maka kekuatan dan kekerasan juga akan bertambah tinggi. Karena itu baja karbon dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya [Wiryosumarto, 1996].

American Iron And Steel Institute (AISI) memakai system penomoran baja dengan empat didit anka: 10xx, 10 mengindikasikan bahwa baja tersebut adalah baja karbon, dua angka terakhir mengindikasikan persentase karbon. Sebagai contoh, angka 1020 mengindikasikan bahwa baja tersebut adalah baja karbon dengan kadar karbon 0,20% [Groover, 1996].


(18)

Pengaruh utama dari kandungan karbon dalam baja adalah pada kekuatan, kekerasan, dan sifat mudah dibentuk. Kandungan karbon yang besar dalam baja mengakibatkan meningkatnya kekerasan tetapi baja tersebut akan rapuh dan tidak mudah dibentuk [Davis, 1998].

1. Baja Karbon Rendah

Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon dibawah 0,3%. Baja karbon rendah sering disebut dengan baja ringan (mild steel) atau baja perkakas. Jenis baja yang umum dan banyak digunakan adalah jenis cold roll steeldengan kandungan karbon 0,08%–0,30% yang biasa digunakan untukbodykendaraan [Sack, 1997].

Baja karbon rendah memiliki kepekaan las yang rendah bila dibandingkan dengan baja kartbon lainnya, atau dengan baja karbon paduan. Tetapi retak las pada baja karbon rendah dapat terjadi dengan mudah pada pengelasan plat tebal atau di dalam baja terssebut terdapat belerang bebas yang cukup tinggi, namun hal ini bisa dihindari dengan pemanasan mula atau dilas dengan elektroda hydrogen rendah [Wiryosumarto, 1996].

2. Baja Karbon Sedang

Baja karbon sedang merupakan baja yang memiliki kandungan karbon 0,30% - 0,60%. Baja karbon sedang mempunyai kekuatan yang lebih dari baja karbon rendah dan mempunyai kualitas perlakuan panas yang tinggi. Baja karbon sedang bisa di las dengan las busur listrik elektroda


(19)

terlindung dan proses pengelasan yang lain. Untuk hasil yang terbaik maka dilakukan pemanasan mula sebelum pengelasan dan normalizing setelah pengelasan [Sack, 1997].

3. Baja Karbon Tinggi

Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon paling tinggi jika dibandingkan dengan baja karbon yang lain yakni 0,60% - 1,7%. Kebanyakan baja karbon tinggi sukar untuk di las jika dibandingkan dengan baja karbon rendah dan sedang [Sack, 1997]. Karena memiliki banyak kandungan karbon dan unsur pengelas baja yang lain maka pada daerah pengaruh panas (HAZ) mudah terjadi pengelasan. Sifat yang mudah menjadi keras ini ditambah dengan adanya hidrogen difusi menyebabkan baja ini sangat peka terhadap retak las. Pemanasan mula sebelum pengelasan dan perlakuan panas setelah di las baik untuk mengurangi retak las pada baja karbon tinggi [Wiryosumarto, 1996].

4. Struktur Mikro Baja Karbon

Siklus thermal akan terjadi pada saat dilakukannya proses pengelasan baja karbon. Siklus thermal las adalah proses pemananasan dan pendinginan yang terjadi di daerah pengelasan. Gambar 5 menunjukkan diagram fasa besi karbon yang menampilkan hubungan antara temperatur dengan perubahan fasa selama proses pemanansan dan pendinginan yang lambat [Wiryosumarto, 1996].


(20)

Gambar 5. Diagram fasa besi karbon [Timings, 1998].

Fasa-fasa yang ada pada diagram fasa besi karbon dapat dijelaskan sebagai berikut [Suratman, 1994]:

o Ferrit(disimbolkan dengan α)

Memiliki bentuk sel satuan BCC, terbentuk pada proses pendinginan lambat dariaustenitebajahipoeuctoid(baja dengan kandungan karbon < 0,8%), bersifat lunak, ulet, memiliki kekerasan (70-100) BHN dan konduktivitas thermalnya tinggi.


(21)

o Cementit(disimbolkan dengan Fe3C)

Adalah senyawa besi dengan karbon, umumnya dikenal sebagai karbida besi dengan rumus kimia Fe3C, bentuk sel satuannya

ortorombik, dan bersifat keras (65-68) HRC.

Gambar 7. Struktur mikrocementit[Suratman, 1994]. o Perlit(disimbolkan dnganα+ Fe3C)

Adalah campuran ferit dan cementit berlapis dalam suatu struktur butir, memiliki nilai kekerasan (10-30) HRC. Pendinginan lambat menghasilkan perlit kasar, sedangkan struktur mikro perlit halus terbentuk dari hasil pendinginan cepat. Baja yang memiliki struktur mikroperlitkasar kekuatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan baja yang memiliki struktur mikroperlithalus.


(22)

o Martensit

Terbentuk dari pendinginan cepat fasa austenite sehingga mengakibatkan sel satuan FCC bertransformasi secara cepat menjadi BCC, unsur karbon yang larut dalam BCC terperangkap dan tetap berada dalam sel satuan itu, hal tersebut menyebabkan terjadinya distorsi sel satuan sehingga sel satuan BCC berubah menjadi BCT. Struktur mikro martensit seperti bentuk jarum-jarum halus, bersifat keras (20-67) HRC, dan getas.

Gambar 9. Struktur mikromartensit[Suratman, 1994]. o Austenite(disimbolkan dengan γ)

Memiliki bentuk sel satuan FCC yang mengandung unsur karbon hingga maksimum 1,7%.

Transformasi fasa pada daerah pengelasan seperti yang ditunjukkan pada gambar 10, dapat dianalisa secara eksperimental dengan menggunakan diagram CCT (Contimous Cooling Transformation), karena kecepatan pendinginan dari temperatur austenite sampai ke temperatur ruangan berlangsung secara cepat. Kecepatan pendinginan tersebut berpengaruh


(23)

pada kekuatan sambungan las, karena akan menentukan fasa akhir yang terbentuk [Suratman, 1994].

Gambar 10. Transformasi fasa pada daerah pengelasan [Suratman, 1994].

D. Korosi Logam

Pengertian Korosi

Korosi adalah penurunan mutu logam yang disebabkan oleh reaksi elektrokimia antara logam dengan lingkungan sekitarnya (Trethewey, 1991). Korosi juga dapat diartikan sebagai peristiwa alamiah yang terjadi pada bahan dan merupakan proses kembalinya bahan ke kondisi semula saat bahan ditemukan dan diolah dari alam (Supriyanto, 2007).

Bahan logam adalah bahan yang paling banyak digunakan, sehingga masalah korosi yang berhubungan dengan logam menjadi lebih serius. Ada beberapa hal penting mengenai pengertian korosi yang menyangkut logam, yaitu :


(24)

1. Korosi yang terjadi pada logam adalah suatu reaksi kimia yang berlangsung sebanyak setengah reaksi saja.

2. Korosi adalah proses yang tidak dikehendaki, meskipun ada beberapa hal yang diperlukan, namun hal ini hanya sedikit dan sifatnya sangat spesifik.

3. Penurunan mutu logam selain melibatkan reaksi kimia, juga melibatkan elektrokimia, yaitu antara bahan-bahan yang bersangkutan mengalami perpindahan elektron.

4. Lingkungan adalah faktor yang sangat menentukan agar reaksi korosi dapat berlangsung.

Korosi pada logam adalah proses kembalinya produk logam ke kondisi asalnya. Daur logam diawali dari oksida logam (bijih logam), produk setengah jadi (ingot, billet, slab), produk jadi, dan kembali menjadi oksida logam (hasil karat) akibat proses korosi yang berlangsung secara terus menerus, dan tidak dapat dihilangkan atau dihindari. Terhadap korosi logam yang dapat dilakukan adalah memperlambat proses korosi (Supriyanto, 2007).

Terjadinya Korosi pada Logam

Agar dapat berlangsung reaksi korosi pada suatu logam, ada empat komponen penting dalam sel korosi basah sederhana, keempat komponen tersebut adalah anoda, katoda, elektrolit dan hubungan listrik. Penghilangan salah satu komponen tersebut akan menghambat proses korosi. Anoda dan katoda bisa muncul pada satu permukaan logam antara lain karena adanya pasangan sel


(25)

galvanik didalamnya. Pasangan sel galvanik adalah suatu pasangan bahan logam yang memunculkan anoda dan katoda akibat pemakaian dua bahan atau dua logam yang berbeda. Dua macam bahan atau dua macam logam yang berbeda dapat menimbulkan dan berperan sebagai anoda dan katoda. Ion dan elektron yang dihasilkan selama reaksi korosi akan menumpuk menghasilkan potensial elektroda pada masing-masing bahan.

Pada suatu reaksi korosi semakin negatif potensial elektroda pada masing-masing bahan pada sel korosi, maka ia akan semakin mudah menjadi anoda. Pemakaian dua bahan yang memiliki selisih potensial elektroda secara bersama, akan semakin rawan terhadap terjadinya korosi pada bahan itu. Arus listrik dapat ditimbulkan oleh adanya perbedaan potensial elektroda pada bahan yang digunakan. Semakin besar selisih potensial elektroda, semakin besar tegangan atau voltase listrik yang timbul dan arus listrik yang mengalir pun juga akan semakin besar, sehingga reaksi korosi akan lebih dimungkinkan terjadi dan akan berlangsung lebih agresif.

Agar dapat timbul reaksi korosi, maka antara anoda dan katoda harus ada kontak listrik baik itu secara langsung ataupun melalui perantara. Perantara dapat berupa larutan penghantar listrik yang disebut larutan elektrolit dan yang tanpa perantara harus ada kontak langsung dari biasanya yang terjadi pada satu permukaan logam. Secara umum dapat dikatakan bahwa korosi akan berlangsung lebih cepat jika suatu benda logam berada di lingkungan


(26)

air, reaksi-reaksi korosi yang umum adalah didaerah muka antara bahan padat dan bahan cair.

Reaksi yang menghasilkan elektron disebut dengan reaksi anoda, dan juga disebut proses oksidasi. Reaksi yang memperoleh elektron disebut reaksi reduksi yang biasanya berlangsung pada katoda yang disebut reaksi katoda. Persamaan korosi secara umum adalah :

…….pers. (1) Reaksi ini menghasilkan ion logam dan elektron yang masih akan mengalami reaksi berlanjut membentuk hasil korosi.

a. Anoda

Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan electron-elektron dari atom-atom logam netral untuk membentuk ion-ion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut.

Reaksi pada anoda yang berlangsung dengan persamaan :

…….pers. (2) b. Katoda

Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin menderita kerusakan dalam kondisi-kondisi tertentu. Ada dua reaksi penting dan umum yang mungkin terjadi pada katoda, tergantung pada pH larutan yang bersangkutan, adalah :


(27)

Syarat reaksi pada katoda agar dapat berlangsung adalah reaksi harus mengkonsumsi elektron-elektron yang dihasilkan oleh proses anoda dan perubahan energinya harus cukup besar.

c. Elektrolit

Elektrolit adalah larutan yang mempunyai sifat menghantarkan listrik. Elektrolit dapat berupa larutan asam, larutan basa dan larutan garam. Elektrolit dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Larutan elektrolit mempunyai peranan penting dalam korosi logam karena larutan ini dapat menjadikan kontak listrik antara anoda dan katoda.

d. Hubungan Listrik

Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus dalam sel korosi dapat mengalir. Hubungan secara fisik tidak diperlukan jika anoda dan katoda merupakan bagian dari logam yang sama. Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 dalam bentuk sel korosi basah sederhana.


(28)

Macam-macam korosi

a. Korosi Seragam

Korosi seragam atau biasa disebut dengan serangan seragam merupakan suatu bentuk korosi elektrokimia yang terjadi dengan tingkat ekuivalen tinggi pada seluruh bagian permukaan yang diuji dan sering kali meninggalkan suatu kerak dibalik permukaan atau endapan. Dengan mikroskop dapat terlihat bahwa reaksi reduksi dan oksidasi yang terjadi pada permukaan terlihat lebih acak. Pada umumnya korosi seragam terjadi pada besi, baja dan barang-barang yang terbuat dari perak. Korosi seragam pada umumnya lebih dapat diterima dibanding korosi lainnya karena korosi seragam dapat diprediksi dan didesain untuk kemudahan yang relatif (Trethewey, 1991).

b. Korosi Batas Butir

Kebanyakan logam yang diproduksi secara besar-besaran untuk keperluan rekayasa memiliki cacat volume. Bahkan logam murni yang bebas dari semua cacat dari proses produksi masih dapat mengalami serangan koros selektif pada batas-batas butir (seperti yang terlihat pada gambar 12), yang karena ketidaksesuaian struktur kristal di situ, atom-atom secara termodinamik kurang mantap dibanding atom-atom pada kedudukan kisi sempurna, dan mempunyai kecenderungan lebih besar untuk terkorosi. Bagaimanapun, kenyataan ini justru memungkinkan kita untuk mengamati ukuran dan batas butir, yang merupakan bagian vital dari penelitian metalografi.


(29)

Gambar 12. Korosi Batas Butir (Trethewey, 1991)

Jika kita ingin mempelajari struktur butir suatu logam atau paduan, mula-mula spesimen harus digosok sampai permukaannya betul-betul licin. Dalam keadaan licin ini kita tidak mungkin mengamati struktur butir : spesimen itu rata dan seperti pada cermin, berkas-berkas cahaya yang datang dipantulkan sejajar oleh permukaan yang tidak menunjukkan adanya topografi. Dalam metalografi proses ini disebut pengetsaan

(etching), namun yang terjadi sesungguhnya adalah korosi batas butir. Bukan tidak mungkin anda telah menyaksikan efek-efek ini tanpa menyadari korosi dibalik peristiwa itu. Banyak barang dari seng bersalut kuningan mempunyai struktur-struktur butir besar yang sangat Nampak sesudah dibiarkan di udara terbuka selama waktu yang cukup lama. Pegangan pintu dari kuningan khususnya segera memperlihatkan suatu pola yang rumit namun indah sesudah terkena sentuhan ratusan tangan berkeringat yang menyebabkan korosi batas butir.


(30)

c. Korosi Celah

Dimasa lampau, penggunaan istilah korosi celah (crevice corrosion)

dibatasi hanya untuk serangan terhadap paduan-paduan yang oksidanya terpasifkan oleh ion-ion agresif seperti klorida dalam celah-celah atau daerah-daerah permukaan logam yang tersembunyi. Korosi celah adalah serangan yang terjadi karena sebagian permukaan logam terhalang dari lingkungan dibanding bagian lain logam yang menghadapi elektrolit dalam volume besar. Korosi celah dapat dilihat pada Gambar 13

Gambar 13. Korosi celah pada sambungan universal baja nirkarat (Trethewey, 1991).

d. Korosi Sumuran

Korosi sumuran (pitting corrosion) adalah korosi lokal yang secara selektif menyerang bagian permukaan logam yang (Trethewey, 1991) : (a) Selaput pelindungnya tergores atau retak akibat perlakuan mekanik;

(b) Mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau slip yang disebabkan oleh tegangan tarik yang dialami atau tersisa;

(c) Mempunyai komposisi heterogen dengan adanya inklusi, segregasi atau presipitasi.


(31)

Pengamatan terhadap lubang-lubang akibat korosi celah kadangkadang dapat menyebabkan kita bingung tentang perbedaan antara korosi celah dan korosi sumuran. Tapi, bagaimanapun juga korosi sumuran dapat dibedakan dari korosi celah dalam fase pemicuan-nya. Korosi celah dipicu oleh beda konsentrasi oksigen atau ion-ion dalam elektrolit, sedangkan korosi sumuran (pada permukaan yang datar) hanya dipicu oleh faktor-faktor metalurgi. Korosi sumuran dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14. Korosi sumuran yang terjadi pada dinding pipa air tembaga (Trethewey, 1991).

e. Korosi Dwilogam(Galvanik Corrosion).

Korosi logam tak sejenis (dissimiliar metals) adalah istilah yang dipakai untuk korosi akibat dua logam tak sejenis yang tergandeng (coupled)

membentuk sebuah sel korosi basah sederhana (seperti terlihat pada Gambar 15). Sebutan lain yang juga sering digunakan adalah korosi dwilogam, atau korosi galvanik, karena korosi ini pada dasarnya bersifat galvanic. (Trethewey, 1991)


(32)

Masalah korosi yang dihubungkan dengan tergandengnya logam-logam tak sejenis telah disadari sejak lebih dari dua ratus tahun namun jenis korosi ini masih terus menghantui dunia rekayasa hingga sekarang.

Gambar 15. Korosi galvanik pada ujung pipa pengisi bahan bakar pesawat yang terbuat dari paduan magnesium yang menjadi aus setelah dilumasi dengan lemak grafit (Trethewey, 1991).

Kegagalan menyadari masalah yang ditimbulkan oleh bahan mulia dan merupakan penghantar listrik, yaitu grafit telah menyebabkan berbagai korosi galvanik. Bahkan dalam bentuk amorfnya, misalnya grafit, karbon adalah penghantar listrik baik yang memungkinkan pembentukan sel korosi galvanik. Pengendapan jelaga dari cerobong-cerobong asap dipermukaan logam berakibat cukup buruk, tetapi akibat yang lebih buruk sering kali adalah pelepasan sulfur oksida yang biasanya menyertai jelaga, dan inilah yang disebut “hujan asam”. Aksi galvanik yang terjadi akibat hujan asam cepat dan sangat merugikan.


(33)

f. Korosi Erosi(Errosion Corrosion)

Korosi Erosi adalah sebutan yang maknanya sudah jelas dengan sendirinya untuk bentuk korosi yang timbul ketika logam terserang akibat gerak relatif antara elektrolit dan permukaan logam. Meskipun proses-proses elektrokimia juga berlangsung, banyak contoh bentuk korosi ini yang terutama disebabkan oleh efek-efek mekanik seperti pengausan, abrasi dan gesekan. Logam-logam lunak khususnya mudah terkena serangan macam ini, misalnya, tembaga (seperti terlihat pada Gambar 16), kuningan, aluminium murni, dan timbal, tetapi kebanyakan logam lain juga rentan terhadap korosi erosi, namun dalam kondisi-kondisi aliran yang tertentu (Trethewey, 1991).

Gambar 16. Korosi Erosi (Sumber : corrosion-doctor. org)

Kecepatan hanyalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan turbulensi; geometri sistem dapat menyumbangkan peran yang besar dalam menentukan apakah serangan akan terjadi atau tidak. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan korosi benturan adalah :


(34)

b) Penyekat pada sambungan yang buruk pemasangannya sehingga menyebabkan tidak lancarnya aliran fluida dipermukaan logam yang sebetulnya halus;

c) Adanya celah yang memungkinkan fluida mengalir di luar aliran utama; d) Adanya produk korosi atau endapan lain yang dapat mengganggu aliran

laminar.

g. Korosi Tegangan(Stress Corrosion)

Peretakan korosi-tegangan (stress-corrosion cracking/SCC) adalah istilah yang diberikan untuk peretakan intergranuler atau transgranuler pada logam akibat kegiatan gabungan antara tegangan tarik statik dan lingkungan khusus (seperti terlihat pada Gambar 17).

Gambar 17. Korosi retak tegang (Sumber: NASA,corrosion division) Bentuk korosi ini lazim sekali dijumpai di lingkungan industri, dan kendati demikian penelitian intensif telah dilaksanakan puluhan tahun, kita baru sampai pada pemahaman tentang proses-proses yang terlibat, sedangkan upaya-upaya pengendaliannya sendiri sampai sekarang masih sering gagal. Dalam teknologi reaktor air mendidih, SCC intergranuler pada sistem pipa baja nirkarat (tipe 304) merupakan masalah korosi utama, sementara


(35)

dalam reaktor air bertekanan bahan yang sama ternyata retak bila dipakai sebagai pipa pengisi asam borat dan pipa pengisi bahan bakar. Kegagalan korosi-tegangan pada sudu-sudu turbin yang terbuat dari baja nirkarat (tipe 304) konon mencapai laju 4% per tahun. (Trethewey, 1991)

Dalam industri kimia, SCC pada baja nirkarat akibat peluruhan klorida dari bahan isolator panas terus menjadi masalah, kendatipun penyebabnya sudah begitu diketahui. Dalam tahun 1973, satu peristiwa kegagalan saja pada komponen dari baja nirkarat mendatangkan kerugian satu juta dolar (Trethewey, 1991). Masalah serupa terus menghantui industri minyak karena pipa-pipa disumur yang dalam dan bertekanan tinggi memerlukan penggunaan baja berkekuatan tinggi yang diketahui rentan terhadap SCC, khususnya bila disertai kehadiran hydrogen sulfide.

Suatu bahan perintang telah digunakan secara konsisten dalam upaya meredakan korosi dalam situasi demikian, namun kegagalan-kegagalan, meskipun ada bahan perintang masih terus dilaporkan sampai 10 tahun sejak bahan tersebut terbukti tidak efektif. (Trethewey, 1991)

Perhitungan laju Korosi

Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Menghitung laju korosi pada umumnya menggunakan 2 cara yaitu:


(36)

1. Metode kehilangan berat

2. Metode Elektrokimia

Namun pada penelitian ini metode yang akan digunakan adalah metode kehilangan berat.

Metode kehilangan berat

Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kekurangan berat akibat korosi yang terjadi.Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian hingga mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi. Untuk mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi digunakan rumus sebagai berikut [Fontana, 1978]:

…….pers. (4)

Metode ini adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek yang ingin diketahui laju korosi yang terjadi padanya), kekurangan berat dari pada berat awal merupakan nilai kehilangan berat. Kekurangan berat dikembalikan kedalam rumus untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya.

Metode ini bila dijalankan dengan waktu yang lama dan dapat dijadikan acuan terhadap kondisi tempat objek diletakkan (dapat diketahui seberapa


(37)

korosif daerah tersebut) juga dapat dijadikan referensi untuk treatment yang harus diterapkan pada daerah dan kondisi tempat objek tersebut.

Setelah didapat hasil perhitungan kehilangan berat maka untuk mengetahui laju korosi dari specimen tersebut dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut [Fontana, 1978] :

…….pers.(5)

E. Larutan Elektrolit

Larutan adalah campuran homogen dari dua zat atau lebih. Secara umum komponen yang jumlahnya lebih banyak berfungsi sebagai zat pelarut sedangkan komponen yang lebih sedikit disebut zat terlarut. (Supriyanto, 2007)

Campuran dikatakan homogen jika komponen-komponen yang menyusunnya tidak dapat dibedakan satu sama lain. Artinya disetiap titik dari larutan,


(38)

ditemukan adanya zat pelarut dan terlarut dengan besarnya perbandingan tertentu dan seragam. Perbandingan antara jumlah zat terlarut dan jumlah pelarut ini disebut konsentrasi. Berdasarkan sifat aqua elektron, larutan dibedakan menjadi dua macam, yaitu : larutan elektrolit dan larutan non elektrolit.

Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghatarkan listrik, sedangkan larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik. Suatu larutan dapat bersifat elektrolit disebabkan oleh terurainya zat terlarut menjadi bagian yang sangat kecil berukuran partikel. Bagian-bagian yang berukuran partikel ini bermuatan listrik yang disebut ion. Ion yang bermuatan positif disebut kation, dan ion yang bermuatan negatif disebut anion. (Supriyanto, 2007).

Peristiwa terurainya zat terlarut menjadi ion-ion ini disebut ionisasi. Peristiwa ionisasi dapat diilustrasikan sebagai berikut :

…….pers.(6) Semua jenis asam, basa, dan garam jika dilarutkan dalam air, larutan yang berbentuk akan bersifat elektrolit. Asam, basa, dan garam dalam air akan terionisasi menurut pola reaksi seperti di atas. Jenis-jenis ionisasi yang terjadi dalam larutan dapat dilihat pada contoh dibawah ini :

a. Ionisasi asam


(39)

b. Ionisasi basa

…….pers. (8)

c. Ionisasi garam

…….pers. (9)

Larutan elektrolit dibedakan menjadi dua macam, yaitu larutan elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah. Elektrolit kuat terjadi jika banyaknya zat sebelum terionisasi, jumlahnya mendekati atau sama dengan zat sesudah terionisasi. (Supriyanto, 2007)

Perbandingan antara zat sesudah terionisasi dan zat sebelum terionisasi ini disebut derajat ionisasi. Satu zat dengan derajat ionisasi semakin mendekati angka satu menunjukkan bahwa zat itu bersifat elektrolit kuat. Semakin kuat elektrolit, semakin mudah dalam menghantar listrik sehingga peranannya dalam korosi juga semakin besar.

F. Larutan Asam Sulfat

Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini

larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak.


(40)

Asam sulfat merupakan komponen utama hujan asam, yang terjadi karena oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan keberadaan air (oksidasi asam sulfit). Sulfur dioksida adalah produk sampingan utama dari pembakaran bahan bakar seperti batu bara dan minyak yang mengandung sulfur (belerang).

Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air asam tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam bijih sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun[http://anaklautundip.blogspot.com/2010/03/asam-sulfat.html].


(41)

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini pada prosesnya dilakukan pada bulan Juli Tahun 2011 sampai dengan bulan September Tahun 2011 bertempat di 4 tempat yang berbeda pada proses pengerjaannya, yaitu:

1. Bengkel Mulia Jaya Teluk Betung. 2. BLK Disnaker Kota Bandar Lampung.

3. Laboratorium Teknik Hasil Pertanian Jurusan Teknik Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. Laboratorium Analisis Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjung Karang.


(42)

B. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Pelat Baja Karbon AISI 1045

Gambar 18. Plat baja karbon AISI 1045

Dimensi Pelat baja karbon AISI 1045 yang digunakan untuk dijadikan benda uji adalah 40 mm x 60 mm x 12 mm sebanyak 3 sampel untuk setiap variasi waktu ekspos ( waktu perendaman ) dan variasi konsentrasi.

2. Busur elektroda

Gambar 19. Busur elektroda E 7018

Busur elektroda digunakan untuk proses pengelasan benda uji, dalam penelitian ini busur elektroda yang digunakan adalah tipe E 7018.


(43)

3. Larutan Asam Sulfat (H2SO4)

Gambar 20. Larutan H2SO4sebagai media pengkorosi

Larutan H2SO4 yang digunakan sebagai media pengkorosi pada penelitian

ini adalah larutan H2SO4 dengan konsentrasi larutan 5%, 10%, 15%, dan

20%.

4. Larutan HCl

Gambar 21. HCL sebagai larutan pembersih pelat baja

Pada penelitian ini sebelum dilakukannya perendaman benda uji ke dalam media pengkorosi benda uji harus benar-benar terbebas dari korosi terlebih dahulu karena nantinya benda uji akan ditimbang berat awalnya, kemudian setelah selesai proses perendaman pada benda uji, berat dari benda uji pun di butuhkan, untuk itulah dibutuhkan HCl ini yang nantinya digunakan


(44)

untuk membersihkan benda uji dari korosi/kotoran yang ada pada benda uji.

5. Aquades

Gambar 22. Aquades ( Air Suling )

Aquades merupakan air yang sudah benar-benar bersih (Air suling). Aquades ini digunakan untuk membuat konsentrasi yang di inginkan pada larutan media pengkorosi dan juga untuk membersihkan benda uji dari korosi setelah benda uji dibersihkan dengan HCl.

C. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Gergaji


(45)

Gambar 23. Gergaji mekanik digunakan untuk memotong pelat baja Gergaji mekanik ini digunakan untuk memotong pelat baja sesuai dengan kebutuhan untuk dijadikan benda uji yang nantinya akan digunakan dalam pengujian korosi.

2. Gerinda sebagai alat penghalus permukaan pelat baja.

Gambar 24. Mesin Gerinda

Gerinda digunakan untuk menghaluskan benda uji dari sisa-sisa potongan yang terdapat pada benda seusai dipotong dengan gergaji mekanik.

3. Las listrik.


(46)

Pada penelitian ini benda uji yang akan digunakan dalam pengujian korosi adalah hasil pengelasan baja karbon AISI 1045, untuk itu maka digunakanlah mesin las listrik untuk melakukan pengelasan pada pelat baja karbon AISI 1045.

4. Safety tools pengelasan.

Gambar 26. Safety tools yang digunakan untuk pengelasan

Safety tools pengelasan ini digunakan dalam proses pengelasan guna melindungi tubuh dan merupakan perlengkapan yang umum dipakai dalam proses pengelasan.

5. Box

Gambar 27. Box tempat meletakkan benda uji korosi

Pada penelitian ini benda uji yang telah siap untuk digunakan dalam pengujian korosi akan direndam di dalam larutan H2SO4 untuk proses


(47)

perendaman itu dibutuhkan sebuah tempat (wadah) sebagai tempat dituangkannya larutan media pengkorosi maka digunakanlah box seperti gambar di atas.

6. Kamera digital.

Gambar 28. Kamera digital

Pada penelitian ini kamera digital ini digunakan untuk mengambil foto dari benda uji

7. Timbangan digital

Gambar 29. Timbangan digital untuk menimbang berat benda uji Timbangan digital ini digunakan untuk menimbang berat awal dan berat akhir benda uji karena dalam proses korosi akan terjadi perubahan berat


(48)

pada benda uji yang nantinya selisih dari perubahan berat itu akan digunakan dalam perhitungan laju korosi.

8. Alat pengukur kadar asam larutan (pH Meter).

Gambar 30. pH meter

pH meter ini digunakan untuk mengukur kadar asam media pengkorosi karena selama waktu ekspos akan terjadi perubahan kadar asam dari kedua larutan media pengkorosi.

9. Jangka Sorong Digital


(49)

Jangka sorong ini digunakan untuk mengukur dimensi benda uji yang nantinya ukuran/dimensi dari benda uji ini akan digunakan dalam perhitungan laju korosi.

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi 5 tahap antara lain : 1. Pembuatan kampuh V.

Proses pembuatan kampuh V dilakukan dengan menggunakan mesin skrap dengan sudut kampuh adalah 600, artinya tiap ujung benda uji di skrap dengan kemiringan 300. Proses pembuatan kampuh ini dilakukan di Bengkel Mulia Jaya Teluk Betung.

2. Proses Pengelasan.

Proses pengelasan ini dilakukan dengan menggunakan las busur listrik elektroda terlindung / shielded metal arc welding (SMAW). Pengelasan SMAW ini menggunakan elektroda tipe E7018 dengan diameter 2,5 mm dan arus pengelasan yang digunakan adalah arus 90 ampere. Peneliti menggunakan elektroda tipe E7018 ini karena berdasarkan spesifikasi besar arus menurut tipe elektroda yang terdapat pada lampiran menjelaskan bahwa tipe elektroda E7018 sesuai untuk arus pengelasan 90 ampere. Elektroda jenis E7018 dapat dipakai dalam semua posisi pengelasan.

3. Pembuatan konsentrasi larutan H2SO4.


(50)

5. Pengujian korosi.

Skema penelitian yang dilakukan:

Gambar 32. Skema penelitian

1. Material awal diberikan kampuh V.

2. Material yang telah diberi kampuh V kemudian di las dengan menggunakan elektroda tipe E 7018 dengan arus 90 Ampere dan dengan diameter elektroda sebesar 2,5 mm.

3. Material yang telah di las kemudian dipotong untuk dijadikan benda uji sesuai dengan keperluan dimensi untuk pengujian korosi yakni 40 mm x 60 mm x 12 mm.

4. Material yang telah dipotong menjadi benda uji kemudian ditimbang beratnya untuk kemudian diletakkan di dalam sebuah box yang telah berisi larutan media pengkorosi (direndam total) selama 5 hari,10 hari, 15 hari dan 20 hari (waktu ekspos) dengan variasi konsentrasi larutan 5%, 10%, 15%, dan 20%.

5. Pembuatan konsentrasi larutan H2SO4

5 4


(51)

Larutan korosif yang digunakan dalam pengujian ini adalah Sulfurous Acids (H2SO4) 98 % dan cairan aquades. Besarnya konsentrasi larutan

yang diinginkan misalnya 10% yaitu dengan campuran 10% larutan asam sulfat dan 90% aquades dengan total larutan sebesar 6 liter, sesuai dengan persamaan dibawah ini [Syukri, S, 1999]:

V1. M1= V2. M2 …….pers. (10)

Dimana: V1= Volume H2SO4teknik

M1= Konsentrasi awal H2SO4yaitu 98%

V2 = Volume akhir larutan( H2SO4+ Aquades) yaitu 6 liter

M2= Konsentrasi larutan H2SO4yang diinginkan misalnya 10%

6. Pada tenggang waktu perendaman akan dilakukan pengukuran kadar asam larutan H2SO4dengan menggunakan alat ukur kadar asam larutan yaitu pH

Meter.

7. Setelah benda uji direndam dalam larutan media pengkorosi sesuai waktu ekspos, maka benda uji diangkat dan dibersihkan dengan menggunakan HCL dan Aquades, kemudian ditimbang kembali beratnya, setelah ditimbang akan dilakukan foto terhadap benda uji.


(52)

E. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian.

Penulis melakukan penelitian ini dengan alur sebagai berikut :

Gambar 33. Diagram Alir Penelitian

MULAI

Pembuatan benda uji dan pembuatan larutan pengkorosi

Pengujian benda uji dan pengambilan data

Pembahasan

SELESAI

Persiapan benda uji

Kesimpulan


(53)

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pengamatan korosi yang dilakukan pada spesimen uji hasil pengelasan baja AISI 1045 dengan media pengkorosi larutan H2SO4,

maka dapat diuraikan beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Variasi konsentrasi larutan memiliki pengaruh terhadap kehilangan berat dan laju korosi yaitu Kehilangan berat berbanding lurus dengan waktu perendaman spesimen (waktu ekspos) namun justru berbanding terbalik dengan laju korosinya. Semakin lama spesimen itu berada dalam larutan penguji maka nilai kehilangan beratnya pun semakin mengalami kenaikan namun sebaliknya pada laju korosi, semakin lama spesimen tersebut berada pada larutan penguji maka nilai dari laju korosi korosi spesimen tersebut mengalami penurunan.

2. Proses pengelasan sangat berpengaruh terhadap korosi yaitu pada saat pengelasan, logam yang dilas mendapat masukan panas dan terjadi pendinginan dari logamnya sendiri dan lingkungannya, dengan demikian akan terjadi perbedaan laju pendinginan antara bagian permukaan dan bagian tengahnya dan dapat mempengaruhi penyusutan serta dapat


(54)

menimbulkan tegangan sisa setelah bahan menjadi dingin sehingga bagian yang terkena tegangan sisa akan lebih mudah terkena korosi. Tegangan sisa pada hasil lasan muncul karena adanya penyusutan pada waktu pendinginan setelah pengelasan. Semakin besar volume penyusutan maka akan semakin besar pula tegangan sisanya. Salah satu upaya untuk mengurangi tegangan sisa adalah mengurangi volume pelelehan logam sampai batas minimum yang diizinkan dengan cara mengurangi masukan panas pada lasan. Tegangan sisa yang terjadi akan mengurangi umur pakai bahan karena akan memicu dan mempercepat timbulnya korosi pada benda uji.

3. Nilai kehilangan berat pada base metal mengalami kenaikan pada setiap periode waktu ekspos yakni pada periode awal sebesar 1,37067 gram setelah pada periode akhir waktu ekspos mencapai 3,14133 gram. Nilai laju korosi pada base metal mengalami penurunan pada setiap periode waktu ekspos yakni pada periode awal sebesar 6,2722 mm/tahun setelah pada periode akhir waktu ekspos mencapai 1,1788 mm/tahun.

4. Nilai kehilangan berat mengalami kenaikan pada setiap periode waktu ekspos yakni pada periode awal sebesar 11,3176 gram setelah pada periode akhir waktu ekspos mencapai 35,663 gram. Nilai laju korosi mengalami penurunan pada setiap periode waktu ekspos yakni pada periode awal sebesar 27,78464 mm/tahun setelah pada periode akhir waktu ekspos mencapai 3,86659 mm/tahun.


(55)

Adapun saran dari penulis setelah melakukan penelitian ini adalah perlunya penelitian ini dilanjutkan kembali dengan variasi konsentrasi larutan lainnya (HCl, NaCl, KOH, CH3COOH, dll), atau bahkan mengubah bahan yang

digunakan seperti baja karbon rendah AISI 1025 ataupun aluminium agar nantinya bisa dijadikan sebagai pembanding hasilnya dengan penelitian ini.


(56)

Gambar Halaman 1. Daerah lasan ... 8 2. Jenis-jenis sambungan dasar ... 9 3. Las busur listrik elektroda terlindung (SMAW) ... 11 4. Skema kerja las busur listrik elektroda terlindung ... 12 5. Diagram fasa besi karbon... 18 6. Struktur mikroferlit... 18 7. Struktur mikrocementit... 19 8. Struktur mikroperlit... 19 9. Struktur mikromartensit ... 20 10. Transformasi fasa pada daerah pengelasan ... 21 11. Sel korosi basah sederhana... 25 12. Korosi Batas Butir... 27 13. Korosi celah pada sambungan universal baja nirkarat ... 28 14. Korosi sumuran yang terjadi pada dinding pipa air tembaga... 29 15. Korosi galvanik pada ujung pipa pengisi bahan bakar pesawat yang terbuat

dari paduan magnesium yang menjadi aus setelah dilumasi dengan lemak

grafit ... 30 16. Korosi Erosi ... 31


(57)

17. Korosi retak tegang ... 32

18. Plat baja karbon AISI 1045 ... 40

19. Busur elektroda E 7018 ... 40

20. Larutan asam sulfat ... 41

21. HCL sebagai larutan pembersih plat baja ... 41

22. Aquades (Air Suling) ... 42

23. Gergaji mekanik ... 42

24. Mesin Gerinda... 43

25. Mesin las listrik ... 43

26. Safety tools yang digunakan untuk pengelasan ... 44

27. Box tempat meletakkan benda uji korosi ... 44

28. Kamera digital ... 45

29. Timbangan digital untuk menimbang berat benda uji ... 45

30. pH meter... 46

31. Jangka sorong digital... 46

32. Skema penelitian ... 48

33. Diagram Alir Penelitian ... 50

34. Grafik hubungan antara kehilangan berat benda uji dengan konsentrasi larutan padabase metal... 55

35. Grafik hubungan antara laju korosi benda uji dengan konsentrasi larutan padabase metal... 56

36. Grafik hubungan antara kehilangan berat benda uji dengan waktu ekspos padabase metal... 57


(58)

37. Grafik hubungan antara laju korosi benda uji dengan waktu ekspos pada

base metal... 58 38. Grafik hubungan antara kehilangan berat dengan konsentrasi larutan ... 59 39. Grafik hubungan antara laju korosi benda uji dengan konsentrasi larutan ... 60 40. Grafik hubungan antara kehilangan berat benda uji dengan waktu ekspos .... 61 41. Grafik hubungan antara laju korosi benda uji dengan waktu ekspos... 62 42. Kerak atau endapan yang terjadi pada permukaan benda uji ... 64 43. Benda uji yang terendam pada media pengkorosi ... 65


(59)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR SIMBOL ... vii

DAFTAR PERSAMAAN... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Batasan masalah ... 4

D. Sistematika Penulisan ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelasan ... 7

B. Las Busur Elektroda Terlindung /Shielded Metal Arc Welding(SMAW). 11 C. Baja Karbon ... 15

D. Korosi Logam ... 21

E. Larutan Elektrolit ... 35


(60)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 39

B. Bahan Yang Digunakan. ... 40

C. Alat Yang Digunakan ... 42

D. Prosedur Penelitian ... 47

E. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian... 50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 51

B. Pembahasan ... 55

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 67

B. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA


(61)

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan halaman

1. Korosi secara umum ... 24

2. Reaksi pada anoda ... 24

3. Reaksi pada katoda... 24

4. Rumus mencari nilai kehilangan berat ... 34

5. Rumus laju korosi ... 35

6. Peristiwa ionisasi ... 36

7. Ionisasi asam ... 36

8. Ionisasi basa ... 37

9. Ionisasi garam ... 37


(62)

Bintoro, G.A. 1999. Dasar-Dasar Pekerjaan Las Jilid 1. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.

Davis, Troxell, dan Hauck. 1998. The Testing of Engineering Materials Four Edition. Penerbit Mc Graw Hill. New York

Fontana, Mars G. 1978, Corrosion Engineering Second Edition. Penerbit McGraw-Hill. United State of America.

Groover, Mikell P. 1996. Fundamental of Modern Manufacturing, Material, Process, and System.Penerbit Prentice-Hall Inc. USA.

http://anaklautundip.blogspot.com/2010/03/asam-sulfat.html.11 Januari 2012 http://hypertextbook.com/fairuse /tabel density.html. 20 April 2012

http://irianpoo.blogspot.com/2010/01/laju-korosi.html.11 Januari 2012.

Jaya, Windra. 2006. Skripsi Sarjana : Pengaruh parameter kecepatan potong proses sekrap terhadap laju korosi baja karbon rendah dalam lingkungan asam, netral dan basa. Jurusan Teknik Mesin – Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Juanda, Eko. 2011. Skripsi Sarjana : Analisis korosi pada hasil pengelasan baja karbon AISI 1045 pada lingkungan NaCl dan H2SO4.Jurusan teknik Mesin –Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(63)

Suharto. 1991. Teknologi Pangelasan Logam. Jilid 1. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Suratman, R. 1994. Panduan Proses Perlakuan Panas. Penerbit Lembaga Penelitian ITB. Bandung.

Syukri, S. 1999.Kimia Dasar Jilid I. Penerbit ITB. Bandung.

Trethewey, K. R. & Chamberlain, J., 1991,Korosi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wiryosumarto, H dan Okumura, T. 1996. Teknologi Pengelasan Logam. Jilid 7. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta.


(64)

DAFTAR SIMBOL

I Arus Pengelasan ampere

W Kehilangan Berat mg

Wo Berat Awal mg

Wa Berat Akhir mg

D Densitas g/cm3

T Waktu Ekspos jam

A Luas permukaan benda uji cm2


(65)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data kehilangan berat rata-rata base metal ... 51

2. Data laju korosi base metal ... 52

3. Data kehilangan berat rata-rata benda uji... 53

4. Data laju korosi benda uji ... 53


(66)

Oleh HERIYANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(67)

KOROSI PENGELASAN BAJA KARBON AISI 1045

(Skripsi)

OLEH

HERIYANTO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(68)

1. Tim Penguji

Ketua : Tarkono, S.T., M.T. ...

Sekretaris : Harnowo Supriadi, S.T., M.T. ...

Penguji Utama : Drs. Sugiyanto, M.T. ...

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung

Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, DEA NIP.19650510 199303 2 008


(69)

Nama Mahasiswa : Heriyanto Nomor Pokok Mahasiswa : 0515021012 Program Studi : S1 Teknik Mesin

Fakultas : Teknik

Menyetujui 1. Komisi Pembimbing

Tarkono, S.T., M.T. Harnowo Supriadi, S.T., M.T.

NIP. 19700415 199802 1 001 NIP.19690909 199703 1 002

2. Ketua Jurusan Teknik Mesin

Harmen Burhanuddin, M.T. NIP. 19690620 200003 1 001


(70)

Maha Esa Dengan Rahmat Dan Karunia-Nya

Serta Rasa Syukur dan Terima Kasih Ku,

Kupersembahkan Karya Ku Ini Kepada :

Papa Dan MamaKu Tercinta

Atas Segala Kesabaran, Keikhlasan, Pengorbanan,

Doa, Cinta, dan Kasih Sayangnya

Kakak Dan Adik-adik Ku

Atas Doa, Dukungan Dan Motivasinya

Keluarga Besar Ku

Teman-Teman Dan Almamater Tercinta


(71)

Jangan Pernah Berpikir untuk menjadi

yang terhebat dimanapun kamu berada

tapi

berpikirlah untuk selalu menjadi yang terbaik

dimanapun kamu berada.

serta

selalu berguna bagi orang lain.

Jangan pernah menunda-nunda apa yang

biasa kamu kerjakan sekarang

Karena

kamu tidak akan tahu


(72)

Penulis dilahirkan di Tempilang Bangka Belitung pada tanggal 26 April 1988 sebagai anak ke empat dari pasangan suami istri Lim bun sen dan Suryatini.

Pendidikan penulis diawali dari Sekolah Dasar Negeri 449 Tempilang pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun 1999, pada tahun 1999 penulis melanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Tempilang diselesaikan pada tahun 2002, kemudian pada tahun 2002 melanjutkan di Sekolah Menengah Atas Utama 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi S1 Teknik Mesin di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui Jalur PKAB.

Selama dibangku kuliah, penulis aktif dalam beberapa Lembaga Kemahasiswaan. Aktif dalam Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) Universitas Lampung sebagai anggota Bidang Pendidikan dan Pelatihan pada periode 2007-2008. Selain itu, penulis juga pernah menjadi Kepala Devisi Humas UKM Buddha Unila pada periode 2006–2007.

Penulis melakukan Kerja Praktik di PT.Timah (Persero) Tbk pada bulan Juli sampai Agustus 2009 dengan judul ANALISIS PENGGUNAAN WIRE ROPE DAN PERANCANGAN BATANG PENYEIMBANG PADA KAPAL KERUK 11 KARIMATA PT. TIMAH (Persero) Tbk.”.

Penulis mengambil konsentrasi pilihan pada bidang Produksi. Pada tahun 2011 penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh konsentrasi larutan H2SO4

terhadap korosi pengelasan baja karbon AISI 1045” dengan bantuan bimbingan Bapak Tarkono, S.T., M.T. dan Bapak Harnowo Supriadi, S.T.,M.T.


(73)

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

Skripsi dengan judul “Pengaruh konsentrasi larutan H2SO4 terhadap korosi

pengelasan baja karbon AISI 1045” ini dapat diselesaikan berkat partisipasi, bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, DEA. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

2. Bapak Harmen Burhanuddin, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

3. Bapak Tarkono, S.T.,M.T. selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, masukan dan saran serta nasehat selama proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Harnowo Supriadi, S.T.,M.T. selaku Pembimbing Pendamping atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(74)

telah memberikan masukan sebagai penyempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Mesin atas ilmu yang diberikan selama

penulis melaksanakan studi, baik materi akademik maupun teladan dan motivasi untuk masa yang akan datang.

7. Papa, Mama, Kakak, Kakak Iparku, serta Adik-adikku yang senantiasa sabar dan tiada pernah mengenal lelah mendoakan dan memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Keluarga Besar dan saudara-saudara penulis yang senantiasa memberikan motivasi dan doa.

9. Rekan - rekan Teknik Mesin angkatan 2005 : Narziz Genk ( Arfan Priyogo, Irsyad Haryono Aulia, Ari Beni Santoso, dan M.Tito Rico R), H1.5 Crew

(Ben Fikmar, Julizar, Pandi Nugraha, Richo Maruli, Rahmad Afrizal, Agung Tri Kurnia Fasa, Andy Abdel, SahrulMu’roj, Evans Afrian, Bayu Pacul, Bari Prima, Baim, Ahmad Nizar, dan Dayat), Konami (Ketut, Oksir, Arneto, Anggra, Anez, Fahmi, dan Tommy), Javanese (Doni Sewandono, Aang Sukendar, Dwi Kurniawan, Junaidi Supratman, Nur Ismail Hamid, Dadang Solehan, Hasby, Arif, Eka Adi Saputra, dan Samhudi), Gerobak (Ferwin Raymond, Amsal, Mashot Juanda, dan Agus Silalahi), Berta Team (Alen Suryotomo, Imam Fajri, Eko Juanda, Martinus Budiono, Ari Kurniadi, Desta, dan Firman Surya), dan teman-teman D3, atas kerjasama dan bantuan dalam penyelesaian skripsi serta yang lain – lainnya ya sob. Semoga kebersamaan ini tetap terjaga hingga akhir hayat,“Solidarity Forever”.


(75)

11. Rekan - rekan UKM Buddha Unila : Niko, Deni, Vivi, Ko Cana, Ko Johan, Ko Dani, Ko Martin, Ko Ari, Ko Andri, Gunawan, Cia Kwang, Temi, Ridwin, Indra, Meri, Ci Sisca, Ci Sisil, Okha, Linda, Putri, dll yang telah memberikan doa dan motivasi dalam penyelesaian skripsi penulis.

12. Sahabat–sahabatku (San-san,Joko Ismadi, Fa’i, Adji, Igor, Zaky Ucil, Aziz, Eba, Aul, Komang, Yani, Richo, Insan, Febiana, Irwan, Donald, Ika, Dicky,dll) yang telah memberikan doa dan motivasi dalam penyelesaian skripsiini “ Thanks Ya Sob ”.

13. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Lampung. 14. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu,

yang telah ikut serta membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua yang membaca dan bagi penulis sendiri.

Bandar Lampung, 14 Mei 2012 Penulis,


(76)

SKRIPSI INI DIBUAT SENDIRI OLEH PENULIS DAN BUKAN HASIL PLAGIAT SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 27 PERATURAN AKADEMIK UNIVERSITAS LAMPUNG DENGAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR No. 3187/H26/DT/2010.

YANG MEMBUAT PERNYATAAN


(1)

MOTTO

Jangan Pernah Berpikir untuk menjadi

yang terhebat dimanapun kamu berada

tapi

berpikirlah untuk selalu menjadi yang terbaik

dimanapun kamu berada.

serta

selalu berguna bagi orang lain.

Jangan pernah menunda-nunda apa yang

biasa kamu kerjakan sekarang

Karena

kamu tidak akan tahu


(2)

Penulis dilahirkan di Tempilang Bangka Belitung pada tanggal 26 April 1988 sebagai anak ke empat dari pasangan suami istri Lim bun sen dan Suryatini.

Pendidikan penulis diawali dari Sekolah Dasar Negeri 449 Tempilang pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun 1999, pada tahun 1999 penulis melanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Tempilang diselesaikan pada tahun 2002, kemudian pada tahun 2002 melanjutkan di Sekolah Menengah Atas Utama 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi S1 Teknik Mesin di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui Jalur PKAB.

Selama dibangku kuliah, penulis aktif dalam beberapa Lembaga Kemahasiswaan. Aktif dalam Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) Universitas Lampung sebagai anggota Bidang Pendidikan dan Pelatihan pada periode 2007-2008. Selain itu, penulis juga pernah menjadi Kepala Devisi Humas UKM Buddha Unila pada periode 2006–2007.

Penulis melakukan Kerja Praktik di PT.Timah (Persero) Tbk pada bulan Juli sampai Agustus 2009 dengan judul ANALISIS PENGGUNAAN WIRE ROPE DAN PERANCANGAN BATANG PENYEIMBANG PADA KAPAL KERUK 11 KARIMATA PT. TIMAH (Persero) Tbk.”.

Penulis mengambil konsentrasi pilihan pada bidang Produksi. Pada tahun 2011 penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh konsentrasi larutan H2SO4 terhadap korosi pengelasan baja karbon AISI 1045” dengan bantuan bimbingan Bapak Tarkono, S.T., M.T. dan Bapak Harnowo Supriadi, S.T.,M.T.


(3)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai

salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Mesin

Universitas Lampung.

Skripsi dengan judul “Pengaruh konsentrasi larutan H2SO4 terhadap korosi

pengelasan baja karbon AISI 1045” ini dapat diselesaikan berkat partisipasi,

bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, DEA. selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Lampung.

2. Bapak Harmen Burhanuddin, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin

Universitas Lampung.

3. Bapak Tarkono, S.T.,M.T. selaku Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan, pengetahuan, masukan dan saran serta nasehat

selama proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Harnowo Supriadi, S.T.,M.T. selaku Pembimbing Pendamping atas

kesediaannya untuk memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam proses


(4)

telah memberikan masukan sebagai penyempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Mesin atas ilmu yang diberikan selama

penulis melaksanakan studi, baik materi akademik maupun teladan dan

motivasi untuk masa yang akan datang.

7. Papa, Mama, Kakak, Kakak Iparku, serta Adik-adikku yang senantiasa sabar

dan tiada pernah mengenal lelah mendoakan dan memberikan motivasi dalam

penyelesaian skripsi ini.

8. Keluarga Besar dan saudara-saudara penulis yang senantiasa memberikan

motivasi dan doa.

9. Rekan - rekan Teknik Mesin angkatan 2005 : Narziz Genk ( Arfan Priyogo,

Irsyad Haryono Aulia, Ari Beni Santoso, dan M.Tito Rico R), H1.5 Crew

(Ben Fikmar, Julizar, Pandi Nugraha, Richo Maruli, Rahmad Afrizal, Agung

Tri Kurnia Fasa, Andy Abdel, SahrulMu’roj, Evans Afrian, Bayu Pacul, Bari

Prima, Baim, Ahmad Nizar, dan Dayat), Konami (Ketut, Oksir, Arneto,

Anggra, Anez, Fahmi, dan Tommy), Javanese (Doni Sewandono, Aang

Sukendar, Dwi Kurniawan, Junaidi Supratman, Nur Ismail Hamid, Dadang

Solehan, Hasby, Arif, Eka Adi Saputra, dan Samhudi), Gerobak (Ferwin

Raymond, Amsal, Mashot Juanda, dan Agus Silalahi), Berta Team (Alen

Suryotomo, Imam Fajri, Eko Juanda, Martinus Budiono, Ari Kurniadi, Desta,

dan Firman Surya), dan teman-teman D3, atas kerjasama dan bantuan dalam

penyelesaian skripsi serta yang lain – lainnya ya sob. Semoga kebersamaan


(5)

10. Rekan-rekan angkatan 1998 - 2004 dan angkatan 2006 - 2011 Teknik Mesin

Universitas Lampung.

11. Rekan - rekan UKM Buddha Unila : Niko, Deni, Vivi, Ko Cana, Ko Johan,

Ko Dani, Ko Martin, Ko Ari, Ko Andri, Gunawan, Cia Kwang, Temi,

Ridwin, Indra, Meri, Ci Sisca, Ci Sisil, Okha, Linda, Putri, dll yang telah

memberikan doa dan motivasi dalam penyelesaian skripsi penulis.

12. Sahabat–sahabatku (San-san,Joko Ismadi, Fa’i, Adji, Igor, Zaky Ucil, Aziz,

Eba, Aul, Komang, Yani, Richo, Insan, Febiana, Irwan, Donald, Ika,

Dicky,dll) yang telah memberikan doa dan motivasi dalam penyelesaian

skripsiini “ Thanks Ya Sob ”.

13. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Lampung.

14. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu,

yang telah ikut serta membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan.

Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun

dari semua pihak. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua yang

membaca dan bagi penulis sendiri.

Bandar Lampung, 14 Mei 2012

Penulis,


(6)

SKRIPSI INI DIBUAT SENDIRI OLEH PENULIS DAN BUKAN HASIL

PLAGIAT SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 27 PERATURAN

AKADEMIK UNIVERSITAS LAMPUNG DENGAN SURAT KEPUTUSAN

REKTOR No. 3187/H26/DT/2010.

YANG MEMBUAT PERNYATAAN