Pendaftaran Tanah Era Kemerdekaan

tetap diselenggarakan seperti pada zaman penjajahan Belanda, misalnya Jawatan Kadaster Dienst , masih tetap di bawah Departemen Kehakiman hanya namanya diganti menjadi Jawatan Pendaftaran Tanah dan kantornya diberikan nama Kantor Pendaftaran Tanah. Bedanya dengan pada masa penjajahan Kolonial Belanda, pada saat pemerintahan penjajahan Jepang dikeluarkan peraturan pelarangan pemindahan hak atas benda tetaptanah Osamu Serei Nomor 2 Tahun 1942, atau Nomor 2 tanggal 30 bulan 1 tahun Syoowa 18 2063, juga penguasaan atas tanah-tanah partikelir oleh Pemerintah Dai Nippon juga dinyatakan hapus. 11 Dengan terjemahan Kadaster Dienst menjadi Kantor Pendaftaran Tanah, maka sejak saat itu pendaftaran tanah dan kadaster dipakai secara silih berganti.

C. Pendaftaran Tanah Era Kemerdekaan

Pada awal zaman kemerdekaan pendaftaran tanah pada pokoknya masih tetap mengenai tanah-tanah Eropa saja. Pendaftaran tanah yang tidak meliputi tanah-tanah Indonesia yang dipunyai oleh warga pribumi. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Indonesia c.q. Menteri Agraria telah mengeluarkan peraturan-peraturan mengenai tanah- tanah Indonesia, antara lain : a. Peraturan mengenai tata kerja tentang pendaftaran hak-hak atas tanah PMA Nomor 9 tahun 1959; TLN.Nomor 1884 b. Peraturan tentang tanda-tanda batas tanah milik PMA Nomor 10 tahun 1959;TLN Nomor 1885. c. Peraturan tentang tata kerja mengenai pengukuran dan pembuatan peta-peta pendaftaran PMA.Nomor 13 tahun 1959; TLN Nomor 1944. d. Peraturan tantang pembukuan tanah PMA.Nomor 14 tahun 1959; TLN Nomor 1945 Peraturan-peraturan tersebut belum dapat menyelesaikan persoalan penyelenggaraan pendaftaran tanah mengenai tanah-tanah Indonesia secara memuaskan, oleh karena hal-hal yang menyangkut status hukum dari hak-hak atas tanah seperti pemberian kekuatan bukti pada daftar umum dan peta kadaster serta pendaftaran dari setiap peralihan hak tidak dapat diatur dalam peraturan tersebut, mengingat hal dimaksud merupakan materi yang harus diatur dalam undang-undang. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia yang baru terbentuk yang menyadari pentingnya pengaturan mengenai pertanahan termasuk pendaftaran tanah yang harus dituangkan dalam suatu undang-undang, maka Presiden Soekarno membentuk Komisi Negara untuk menyusun bahan-bahan yang menjadi landasan hukum pertanahan yakni dengan Penetapan Presiden Nomor 16 tahun 1948 tentang pembentukan Panitia Agraria Yogyakarta. Dari segi kelembagaan, Presiden menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1955 tentang pembentukan Kementerian Agraria, yang tugasnya selain menyiapkan penyusunan hukum agraria juga bertugas menjalankan segala usaha untuk menyempurnakan kedudukan da kepastian hak atas tanah bagi rakyat. Sejalan dengan hal tersebut, maka jika selama ini dari tahun 1945 sampai tahun 1957 instansi yang melaksanakan pendaftaran tanah tetap Jawatan Pendaftaran Tanah di bawah Kementerian Kehakiman, maka berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 190 tahun 11 BF. Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, Jakarta : Toko Gunung Agung Tbk, 2005, halaman 92. 1957 tanggal 1 Juni 1957, Jawatan Pendaftaran Tanah dialihkan ke dalam Kementerian Agraria, dengan tugas : a. pengukuran, pemetaan dan pembukuan semua tanah di wilayah Indonesia b. pembukuan hak-hak atas tanah serta pencatatan pemindahan hak-hak tersebut.

C. Pendaftaran Tanah Era UUPA