1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Lebih jauh tentang penyakit Gangguan Identifikasi Dissosiatif 1.3.2 Tujuan khusus
a Mengidentifikasi gejala-gejala yang menjadi penyebab penyakit gangguan identifikasi dissosiatif
b Mengetahui cara pencegahannya. c Mengetahui pengobatan yang tepat pada penyakit gangguan identifikasi
dissosiatif. 1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan atau gambaran tentang Gangguan Identifikasi Dissosiatif sehingga bisa menambah pengetahuan bagi kita semua
dan kita bisa menerapkannya dilapangan.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Gangguan Identitas Dissosiatif
2
Secara umum gangguan dissosiatif dissociative disorders bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan sebagian atau seluruh dari integrasi normal dibawah kendali sadar
meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera awareness of identity and immediate sensations serta control terhadap gerak tubuh.
2.2 Epidemologi
Gangguan Disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Tetapi juga Gangguan Disosiatif ini tidak jarang ada dalam kasus-kasus psikiatri. Prevelensinya
hanya 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi.Dalam beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang tajam dalam kasus-kasus gangguan disosiatif yang dilaporkan,
dan menambah kesadaran para ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan menghindari kesalahan diagnosis antara DID, schizophrenia atau gangguan
personal. Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan dissosiatif ini sangat mudah
dihipnotis dan sangat sensitive terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,namun tak cukup banyak referensi yang membetulkan pernyataan tersebut.
Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan dissosiatif ini mengenai wanita 90 atau lebih, Gangguan Dissosiasi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun,
walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.
2.3 Etiologi
Istilah gangguan dissosiatif merujuk pada mekanisme, dissosiasi, yang diduga menjadi penyebabnya. Pemikiran dasarnya adalah kesadaran biasanya merupakan kesatuan
pengalaman, termasuk kognisi, emosi dan motivasi. Namun dalam kondisi stres, memori trauma dapat disimpan dengan suatu cara sehingga di kemudian hari tidak dapat diakses oleh
kesadaran seiring dengan kembali normalnya kondisi orang yang bersangkutan, sehingga kemungkinan akibatnya adalah amnesia atau fugue.
Pandangan behavioral mengenai gangguan dissosiatif agak mirip dengan berbagai spekulasi awal tersebut. Secara umum para teoris behavioral menganggap dissosiasi sebagai
respon penuh stres dan ingatan akan kejadian tersebut.
2.3.1 Etiologi GID.
3
Terdapat dua teori besar mengenai GID. Salah satu teori berasumsi bahwa GID berawal pada masa kanak-kanak yang diakibatkan oleh penyiksaan secara fisik atau
seksual. Penyiksaan tersebut mengakibatkan dissosiasi dan terbentuknya berbagai kepribadian lain sebagai suatu cara untuk mengatasi trauma Gleaves, 1996.
Teori lain beranggapan bahwa GID merupakan pelaksanaan peran sosial yang dipelajari. Berbagai kepribadian yang muncul pada masa dewasa umumnya karena
berbagai sugesti yang diberikan terapis Lilienfel dkk, 1999; Spanos, 1994. Dalam teori ini GID tidak dianggap sebagai penyimpangan kesadaran; masalahnya tidak
terletak pada apakah GID benar-benar dialami atau tidak, namun bagaimana GID terjadi dan menetap.
Sindrom Dissosiatif yang Terkait dengan Budaya Ada kesamaan antara konsep barat akan gangguan disosiatif dengn sindrom-
sindrom tertentu yang terkait dengan budaya yang di temukan di lain dunia. Contohnya, zar-Istilah yang di gunakan Negara-negara Afrika Utara dan Timur
Tengah menggambarkan penguasaan roh-roh dalam diri orang yang mengalami tahap disosiatif. Saat tahap ini terjadi individu terlibat dalam perilaku yang tidak biasa,
mulai dari berteriak-teriak hingga membenturkan kepalanya ke dinding. Perilaku ini di sebut abnormal. Karena di percaya bahwa hal tersebut di control oleh roh-roh.
Pandangan-pandangan Teoritis Gangguan disosiatif merupakan fenomena yang sangat mengagumkan dan
menarik. Bagaimana perasaan seseorang akan identitas dirinya bias menjadi sangat terdistorsi hingga orang tersebut membangun kepribadian ganda, kehilangan banyak
potongan dari ingatan pribadi, atau membentuk sebuah identitas baru.
Pandangan Psikodinamika Amnesia disosiatif dapat menjadi suatu fungsi adaptif dengan cara memutus atau
mendisosiasi alam sadar seseorang dari kesadaran akan pengalaman yang traumatis. Gangguan disosiatif melibatkan pengguna represi secara besar – besaran yang
4
menghasilkan terpisahnya impuls yang tidak dapat diterima dan ingatan yang menyakitkan dari ingatan seseorang. Dalam amnesia dan fugue disosiatif, ego
melindungi dirinya sendiri dari kebanjiran kecemasan dengan mengeluarkan ingatan yang menggangu atau dengan mendisosiasi impuls menakutkan yang bersifat
biseksual atau agresif. Pada kepribadian ganda, orang mungkin mengekspresikan impuls – impuls yang tidak dapat di terima ini melalui pengembangan kepribadian
pengganti. Pada depersonalisasi orang berada di luar dirinya sendiri aman dengan cara menjauhi dari pertarungan emosional di dalam dirinya.
Pandangan Kognitif Budaya Teoritikus belajar dan kognitif memandang disosiasi sebagai suatu respons yang
dipelajari, meliputi proses tidak berpikir tentang tindakan atau pikiran yang menggangu dalam rangka menghindari rasa bersalah dan malu yang di timbulkan pleh
pengalaman. Kebiasaan tidak berpikir tentang masalah– masalah tersebut secara negative dikuatkan dengan adanya perasaan terbebas dari kecemasan atau dengan
memindahkan perasaan bersalah atau malu. Disfungsi Otak
Perbedaan dari aktivitas metabolisme otak antara orang dengan gangguan depersonalisasi dan subjek yang sehat. Penemuan ini yang menekankan pada
kemungkinan adanya disfungsi di bagian otak yang terlibat dalam persepsi tubuh, dapat membantu menjelaskan perasaan terpisah dari tubuh yang di asosiasikan dengan
depersonalisasi.
2.4 Gangguan Identitas Dissosiatif
Gangguan identitas disosiatif suatu kondisi dimana seseorang memiliki minimal dua atau lebih kondisi ego yang berganti-ganti, yang satu sama lain bertindak bebas. Menurut DSM-
IV-TR, diagnosis gangguan disosiatif GID dapat ditegakkan bila seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah-ubah, kondisi yang berbeda
dalam keberadaan, perasaan dan tindakan yang satu sama lain tidak saling mempengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada waktu yang berbeda.
Perkembangan Gangguan Indentitas Disosiatif:
5
Individu memiliki setidaknya dua kepribadian yang berbeda adanya perbedaan dalam keberadaan, feeling, perilaku, bahkan ada yang bertolak belakang.
Adanya dua atau lebih kepribadian yang terpisah dan berbeda pada seseorang. Setiap kepribadian memiliki pola perilaku, hubungan dan memori masing-masing.
Kepribadian yang asli dan pecahannya kadang dapat menyadari adanya periode waktu yang hilang, adanya kepribadian yang lain. Suara dari kepribadian yang lain
sering bergema, masuk ke kesadaran mereka tapi tidak diketahui milik siapa.
Gap dalam memori mungkin terjadi jika suatu kepribadian tidak berkaitan dengan kepribadian yang lain.
Keberadaan pribadi-pribadiyang berbeda menyebabkan gangguan dalam kehidupan seseorang dan tidak dapat disembuhkan seketika oleh obat-obatan.
Biasanya muncul di awal masa kanak-kanak adanya trauma berat di masa kanak- kanak, namun jarang didiagnosis sampai masa remaja. Lebih berat dari bentuk
gangguan disosiatif lainnya
Wanita pria Secara singkat kriteria DSM-IV-TR untuk gangguan identitas disosiatif ialah:
a. Keberadaan dua atau lebih kepribadian atau identitas b. Sekurang-kurangnya dua kepribadian mengendalikan perilaku secara berulang
c. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi pribadi yang penting.
2.5 Amnesia Disosiatif