Model Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Batubara Berkelanjutan (Studi Kasus Pertambangan Batubara Di Sekitar Kota Samarinda, Kalimantan Timur)

MODEL KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
PERTAMBANGAN BATUBARA BERKELANJUTAN
(STUDI KASUS PERTAMBANGAN BATUBARA DI SEKITAR
KOTA SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR)

EDI PRASODJO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: Model
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Batubara Berkelanjutan
(Studi Kasus Pertambangan Batubara Di Sekitar Kota Samarinda,
Kalimantan Timur) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.


Bogor,

September 2015

Edi Prasodjo
P062100294

 
 
RINGKASAN

EDI PRASODJO. Model Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan
Batubara Berkelanjutan (Studi Kasus Pertambangan Batubara Di Sekitar Kota
Samarinda, Kalimantan Timur). Dibimbing oleh: SANTUN R.P. SITORUS,
SETYO PERTIWI dan EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Pertambangan batubara di Samarinda menimbulkan dampak terhadap
dimensi ekonomi, lingkungan, sosial, hukum dan infrastruktur dan teknologi.
Pertambangan batubara tersebut telah berkembang sejak beberapa dekade, dan

semakin meluas ketika kebijakan otonomi daerah diterapkan pada awal tahun
2000-an. Seluruh tambang batubara di Kota Samarinda dan sekitarnya dilakukan
dengan operasi tambang terbuka yang memiliki dampak lingkungan yang lebih
besar dibandingkan dengan operasi tambang bawah tanah.
Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2013 sampai bulan Oktober
2014, dengan tujuan: 1) Menilai status keberlanjutan kegiatan pertambangan
batubara di Kota Samarinda dan sekitarnya; 2) Menganalisis nilai valuasi ekonomi
kegiatan pertambangan batubara terkait dengan nilai kerugian ekonomi
lingkungan pada kegiatan pertambangan batubara di Kota Samarinda dan
sekitarnya; 3) Menganalisis dampak lingkungan, ekonomi, sosial, hukum serta
infrastruktur dan teknologi dengan keberadaan pertambangan batubara di Kota
Samarinda dan sekitarnya; 4) Menyusun disain model kebijakan pengelolaan
lingkungan pertambangan batubara berkelanjutan di Kota Samarinda dan
sekitarnya. Wilayah studi adalah 8 blok pertambangan pada 2 Perusahaan
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan (PKP2B) di Kota Samarinda, yaitu
PT Lana Harita Indonesia (LHI), dan PT Insani Baraperkasa (IBP), serta 2 sampel
Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bersebelahan dengan PT LHI yaitu PT
Cahaya Energy Kaltim (CEK) dan PT Buana Rizky Armea (BRA) dan 2 sampel
IUP bersebelahan dengan PT IBP yaitu PT Energi Cahaya Industritama (ECI) dan
PT Bara Energy Kaltim (BEK).

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian terdiri dari: 1) Analisis
keberlanjutan dengan menggunakan metode Multidimensional Scalling (MDS)
dan Interpretive Structural Modelling (ISM); 2) Valuasi ekonomi dampak
pertambangan; 3) Analisis statistik persepsi masyarakat terhadap keberadaan
pertambangan;; 4) Pemodelan sistem dinamik untuk mengetahui dinamika
perilaku tambang selama dan setelah masa produksi tambang dengan
menggunakan parameter dinamik yang telah ditemukan sebelumnya melalui cara
1) dan 2).
Penilaian keberlanjutan 5 dimensi (lingkungan, ekonomi, sosial, hukum
serta infrastruktur dan teknologi) terhadap 55 atributnya menunjukkan bahwa nilai
keberlanjutan multidimensi adalah 47,57 yang termasuk dalam kategori kurang
berkelanjutan (terletak antara 25-50). Dari 55 atribut terdapat 10 faktor kunci yang
dianalisis dengan cara ISM, diperoleh faktor kunci yang menjadi motor penggerak
terhadap sub elemen atau faktor lainnya, yaitu: tingkat gangguan kegiatan
pertambangan terhadap ekosistem. Namun penerapan kebijakan ini perlu
dukungan kebijakan tiga faktor lain yaitu: faktor penegakan hukum terhadap
pelanggaran
aspek
lingkungan,
keberadaan

sumberdaya
manusia

pengawas/inspektur
pertambangan,
dan
sarana/prasarana
pendukung
pertambangan.
Analisis dampak atas nilai barang dan jasa sumberdaya alam dan
lingkungan dilakukan terhadap deplesi batubara, deplesi kayu dan manfaat hutan
yang hilang atas 8 blok wilayah penelitian pada PKP2B dan IUP diatas dengan
wilayah terganggu pada awal 2012 seluas 156,07 ha. Diperoleh bahwa nilai
manfaat bruto sebesar US$ 43.745.926. Nilai kerugian terdiri dari nilai deplesi
batubara US$ 34.958.128, nilai deplesi kayu sebesar US$ 92.041 dan nilai
manfaat hutan yang hilang sebesar US$ 130.837, sehingga diperoleh valuasi
ekonomi akhir untuk tambang batubara di 8 blok tersebut adalah US$ 8.564.919.
Berdasarkan analisis statistik dari hasil survei masyarakat pada 4 kelurahan
di wilayah studi IBP dan 4 kelurahan di wilayah studi LHI, didapat bahwa
umumnya penduduk menginginkan peningkatan peran pertambangan terhadap

ketenagakerjaan, pelestarian lingkungan hidup serta pengembangan masyarakat.
Hasil ini konsisten dengan model dinamis dengan sistem dinamik.
Dinamika perilaku model keberlanjutan dilakukan untuk periode 2012
sampai 2035, yaitu periode terlama dari 6 tambang batubara yang menjadi obyek
studi yang masih beroperasi, diantaranya diperoleh: 1) keterkaitan antara
produksi batubara yang dihasilkan dengan kebutuhan tenaga kerja tambang; 2)
kegiatan pengangkutan batubara dengan tambang terbuka dan pengangkutan truk
menimbulkan kerusakan jalan dan gangguan lingkungan dari polusi udara dan
polusi tanah yang berbanding lurus dengan jumlah orang yang sakit di sekitar
wilayah pertambangan; 3) pembelanjaan lokal cenderung turun atau naik
mengikuti turun atau naiknya produksi batubara, karena besarnya jumlah produksi
juga berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja yang digunakan; 4) nilai manfaat,
biaya dan kerugian ekonomi berfluktuasi seiring dengan fluktuasi produksi
batubara, dengan nilai kerugian berkurang seiring dengan berkurangnya lahan
terbuka karena reklamasi; 4) perkiraan kondisi keberlanjutan kegiatan
pertambangan batubara selama kurun waktu kegiatan tambang yang dimodelkan,
yaitu antara tahun 2012 sampai 2035 menunjukkan bahwa parameter reklamasi,
pengembangan masyarakat serta kemampuan atas tumbuhnya ekonomi lokal
sangat menentukan kondisi keberlanjutan. Dalam hal ini, dari 5 dimensi yang
dianalisis, dimensi ekonomi, paling lambat dalam mencapai tahap keberlanjutan,

khususnya tergantung pada tingkat keberhasilan pengembangan ekonomi lokal.
Dengan menggunakan tiga set skenario, yaitu pesimis, moderat dan optimis,
dengan parameter skenario: 1) persentase biaya reklamasi terhadap biaya total
penambangan batubara per tahun; 2) persentase dana pengembangan masyarakat
terhadap biaya produksi perusahaan tambang batubara per tahun; 3) batas
penggunaan jalan umum; 4) tingkat keberhasilan pengembangan ekonomi lokal,
diperoleh kebijakan penting ke depan, yaitu: konsistensi atas pengawasan,
pembinaan dan pengendalian terhadap kegiatan pertambangan batubara khususnya
pada tingkat gangguan kegiatan pertambangan terhadap ekosistem. Rekomendasi
yang utama adalah mengembalikan kondisi lahan sesuai dengan kebutuhan yang
disepakati dengan para pihak termasuk untuk pengembangan kota ke depan.
Kata kunci: deplesi batubara, ekonomi lokal, keberlanjutan, model dinamik,
reklamasi

 
 
SUMMARY

EDI PRASODJO. Policy Model of Sustainable Environmental Management of


Coal Mining (Case study of Coal Mining Surrounding Samarinda City, East
Kalimantan). Supervised by: SANTUN R.P. SITORUS, SETYO PERTIWI and
EKA INTAN KUMALA PUTRI.
Coal mining in Samarinda creates impacts on economic, environment,
social, law, and infrastructure and technological dimensions. The coal mining has
been expanded since decades, and becomes enlarged following the
implementation of regional autonomy policy in the early 2000s. Coal mining in
Samarinda City and its surrounding was entirely conducted by open pit mining
operation that generate larger environmental impacts than that underground
mining operation.
This study is conducted during the period of April 2013 to October 2014
with objectives: 1) examining the sustainability status of mining activity in
Samarinda City and its surroundings; 2) analyzing the economic value of coal
mining activity in relation with the environmental loss in Samarinda City and its
surrounding; 3) analyzing the environment, economic, social, law and
infrastructure with technological dimensions in relation with the existence of coal
mining in Samarinda City and its surrounding; and 4) designing a policy model
concerning the Sustainable Environmental Management of Coal Mining in
Samarinda City and its surrounding. The studied areas covering 8 mining blocks
of 2 Coal Mining Enterprises Agreements, namely: PT LHI, and PT IBP; 2

Mining Enterprise Licenses (IUP) adjacent to PT LHI, namely, PT CEK and PT
BRA; and 2 IUPs adjacent to PT IBP, namely PT ECI and BEK.
Methods of analysis used in this research consist of: 1) Sustainability
analysis by using the Multidimensional Scalling (MDS) and Interpretive
Structural Modelling (ISM) methods; 2) Economic valuation on the impacts of
mining activity; 3) Statistical analysis to analyze people’s perception on the
existence of mining activity; 4) Modelling of dynamics system in order to
understand the dynamic mining behaviours, during and after the period of
production by using parameters acquired previously from point 1) and point 2).
Sustainability assessment on 5 dimensions (environment, economic,
social, law, and infrastructure and technology) to its 55 attributes showed that the
aggregate value of multidimension sustainability was 47,57 and therefore
categorized as less sustainable (between 25-50). From 55 attributes, there are 10
key factors being analyzed by ISM method and resulted in one key factor that
become the driving force to other factors or sub elements, viz, the disturbance
level of mining activity to the ecosystem. However, the policy implementation
requires policy supports from three other factors, which are: law enforcement on
violation of environment aspects, the presence of human resources as mining
inspectors, and infrastructures for mining activity.
Impact analysis of goods and services of natural resources values and

environment in the studied areas were conducted to estimate value of coal
depletion, wood depletion and total loss of use of the forest at the aforementioned
8 blocks of PKP2Bs and IUPs with land disturbance in the beginning of 2012

around 156,07 ha. It is found that the gross benefit approximately US$
43.745.926. Loss values consist of coal depletion around US$ 34.958.128, wood
depletion around US$ 92.041 and loss of use of the forest around US$ 130.877,
and thus gives the final calculated economic valuation of the 8 mining blocks
around US$ 8.564.919.
On the basis of statistical analysis of the public survey attained from 4
villages surrounding the IBP and 4 villages surrounding the LHI, it is recognized
that in general people want enhancements of the role of the mining company in
the employment opportunity, and community development. This result is
consistent with the model dynamics developed by dynamic system.
The dynamic behaviour of sustainability model was developed for the
period of 2012 to 2035 which signify the longest period of 6 still-operated coal
mining adapted as the objects of study. Some important findings are summarized
as follows: 1) there is a strong relationship between the level of coal production
with the need of mining employment; 2) coal transportation activity of open pit
mining with trucks has not only caused the road disturbance but also air and land

pollution that directly related to people’s health living in the vicinity of the mining
areas; 3) local expenditure tends to go ups and downs following the ups and
downs of the coal production, as the volume of production related with the
amount of workers; 4) benefit, cost and loss value continuously fluctuate in
parallel with the coal production fluctuation, where loss value decreased in line
with the decrease of open land; 5) assessment of sustainability condition of coal
mining activities during the modelled period of 2012 to 2035 showed that several
parameters including reclamation, community development, and the capacity of
local economic growth are decisive for the sustainability condition. It was found
that of 5 analyzed dimensions, the economic dimension is the slowest to reach
sustainability stage, and it depends on the local economic development level.
By using three sets of scenarios, namely: pessimistic, moderate and
optimistic, with the scenarios parameters: 1) percentage of reclamation cost to
total operational cost; 2) percentage of community development fund to the
annual coal production cost; 3) limit of public road usage; 3) success rate of local
economic development, we found important impending policy: the consistency of
controlling, monitoring and supervising coal mining activity, especially on the
disturbance level of mining activity to the ecosystem. The fundamental
recommendations, one of them, is to restore or reclaim land condition according
to the needs required and accepted by stakeholders including for the forthcoming

urban development needs.
Keywords: coal depletion, dynamic model, local economy, reclamation,
sustainability
 

 
 

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

 
 

MODEL KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
PERTAMBANGAN BATUBARA BERKELANJUTAN
(STUDI KASUS PERTAMBANGAN BATUBARA DI SEKITAR
KOTA SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR)

EDI PRASODJO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tertutup

Prof. Dr Ir Bambang Pramudya
(Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)
Prof. Dr Ir Rudy Sayoga Gautama
(Guru Besar Fakultas Teknik Pertambangan dan
Perminyakan ITB)

Penguji pada Sidang Promosi

Prof. Dr Ir Bambang Pramudya
(Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)
Prof. Dr Ir Rudy Sayoga Gautama
(Guru Besar Fakultas Teknik Pertambangan dan
Perminyakan ITB)

sLct,

1r-,

,,

:

sqnl

ni(,

FEEu%

:

slL',- n,
J 0 {l

uelln leEEuel

ru

l'yq ?ueusny

dmo3 rI rO 'Jord

--7

uuu[J?s?cs"d

eloE8uy

W
.-

enlex

#

Eulqurquad Isruroy
: qelo mfn]osrc

?6200t290 d
ofOosarg

pg

duN
STII?N

(multl uulueurllu; ?puuuueg

slo>I r"${os rp
eruqnlug u"Euequru1red snsp1 1pnts) uqnlue1sryag er?qn1eg
ua8uuqurufro6

ue8un$u1

uuu;o1aEua4

uqsfrqey loporu

Inpnf

PRAKATA
Dengan penuh rasa syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, dzat
yang Maha Agung dan Tinggi, yang telah memberikan limpahan rahmat dan
karuniaNYA, sehingga pada akhirnya disertasi dengan judul “Model Kebijakan
Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Batubara Berkelanjutan (Studi Kasus
Pertambangan Batubara di Sekitar Kota Samarinda, Kalimantan Timur)” ini dapat
diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menempuh
jenjang Program Doktor pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
Kami tertarik untuk mengambil topik seperti di atas dalam bidang studi ini
karena dengan perkembangan keadaan serta kompleksitas permasalahan, maka
peran kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan akan
semakin penting. Kerjasama dan kesadaran para pemangku kepentingan amat
berperan untuk menjaga dan melakukan transformasi manfaat sumberdaya alam
secara berkelanjutan, khususnya dimensi lingkungan, ekonomi, sosial, hukum dan
infrastruktur dan teknologi.
Disertasi ini akhirnya terselesaikan berkat bimbingan dan arahan yang
sungguh-sungguh dan bermanfaat dari para Komisi Pembimbing, yaitu Prof. Dr Ir
Santun R.P. Sitorus, selaku Ketua Komisi Pembimbing; dan Dr Ir Eka Intan
Kumala Putri, M.Si serta Dr Ir Setyo Pertiwi, M.Agr selaku Anggota Komisi
Pembimbing. Untuk itu kami ucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas
bimbingan dan arahan mereka tersebut.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan pula kepada semua pihak yang
telah membantu dan berkontribusi dalam penyelesaian disertasi ini. Penulis
mendoakan semoga seluruh bantuan tersebut mendapat ganjaran setimpal sebagai
amal saleh oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih belum
sempurna dan oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kami menerima
segala kritik dan saran dari semua pihak untuk penyempurnaan isi disertasi ini.
Akhir kata, semoga hasil karya ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, pemerintah,
para peneliti, perguruan tinggi dan semua pihak lain yang membutuhkan.

Bogor,

September 2015

Edi Prasodjo

 
 

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
DAFTAR SINGKATAN

xiv
xv
xvii
xvii
xix

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Kerangka Pikir Penelitian
Kebaruan (Novelty) Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
6
7
11
11

TINJAUAN PUSTAKA
Paradigma Pertambangan yang Berkelanjutan
Ekonomi Lingkungan untuk Pertambangan
Dampak Lingkungan, Ekonomi dan Sosial Pertambangan Batubara
1. Dampak Pertambangan Batubara pada Dimensi Lingkungan
2. Dampak Pertambangan Batubara pada Dimensi Ekonomi dan
Sosial
Analisis Sistem Dinamik untuk Pertambangan
Tinjauan Penyebab Kerusakan Lingkungan dari Pertambangan
Batubara
1. Tumpang Tindih Lahan Pertambangan dengan Sektor
Kehutanan
2. Perubahan Kewenangan Perizinan Pertambangan dalam
Otonomi Daerah
3. Pertambangan Tanpa Izin Batubara (PETI)
Pertambangan yang Baik dan Benar
1. Tahapan Pertambangan
2. “Green mining” dan Reklamasi Pertambangan
3. Pengembangan Masyarakat dalam Pertambangan
Tinjauan Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu
1. Penelitian tentang Keberlanjutan Pertambangan
2. Penelitian tentang Pengelolaan Lingkungan Pertambangan
Batubara
3. Penelitian Penggunaan Sistem Dinamik dalam Pertambangan
State of the Art Penelitian

13
13
14
18
18
21

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data

50
50
51
52

22
24
24
26
28
30
31
34
37
39
39
42
45
48

1. Tahapan Pengumpulan Data dan Penelitian
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Teknik Analisis Data
1. Analisis Keberlanjutan Kegiatan Pertambangan
2. Analisis Valuasi Ekonomi Kegiatan Pertambangan
3. Analisis Kondisi Masyarakat Sekitar Tambang (Lingkungan,
Ekonomi, Sosial, Hukum serta Infrastruktur dan teknologi)
4. Menyusun Model Kebijakan Pengelolaan Lingkungan yang
Berkelanjutan
5. Struktur Tahapan Analisis Penyusunan dan Pembahasan Model
Kebijakan
KEADAAN UMUM PERTAMBANGAN BATUBARA DI KOTA
SAMARINDA DAN SEKITARNYA
Kondisi Iklim, Demografi dan Ekonomi
1. Iklim
2. Kondisi Demografi dan Sosial
3. Kondisi Ekonomi
Sumberdaya dan Cadangan Batubara
PKP2B dan IUP di Samarinda dan Sekitarnya
Kota Tambang di Indonesia
Penataan Ruang Kota Samarinda dan Sekitarnya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Keberlanjutan Terhadap Lahan Pertambangan
1. Keberlanjutan Dimensi Lingkungan
2. Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
3. Keberlanjutan Dimensi Sosial
4. Keberlanjutan Dimensi Hukum
5. Keberlanjutan Dimensi Infrastruktur dan Teknologi
6. Diagram Layang-layang, Keberlanjutan Multidimensi, dan
Faktor Pengungkit
7. Penetapan Faktor Kunci untuk Keberlanjutan Pertambangan
Valuasi Ekonomi Kegiatan Pertambangan di Wilayah
Samarinda dan Sekitarnya
1. Tahapan Kegiatan Penambangan
2. Perhitungan Bukaan Lahan Terganggu
3. Nilai Deplesi Batubara
4. Nilai Manfaat Hutan yang Hilang
5. Valuasi Ekonomi Tambang Batubara
Dampak Pertambangan Batubara terhadap Lingkungan, Ekonomi,
Sosial, Hukum serta Infrastruktur dan Teknologi
1. Dampak Lingkungan
2. Dampak Ekonomi
3. Dampak Sosial
4. Dampak Hukum
5. Dampak Infrastruktur dan Teknologi
6. Analisis Kebutuhan Para Pelaku Tambang

52
53
55
55
60
63
63
65

67
67
67
67
68
69
70
73
73
76
76
76
81
85
89
94
98
100
104
104
105
107
114
120
122
122
125
126
129
132
134

 
 

Model Dinamik Keberlanjutan Tambang Batubara di Samarinda dan
Sekitarnya
1. Model Sebab-Akibat Keberlanjutan Tambang Batubara
2. Dinamika Cadangan dan Produksi Batubara
3. Dinamika Tenaga Kerja Tambang
4. Dinamika Dampak Pengangkutan Batubara
5. Dinamika Lahan Terbuka dan Cadangan Kayu
6. Dinamika Manfaat Finansial Tambang
7. Dinamika Valuasi Ekonomi Tambang
8. Dinamika Indeks Keberlanjutan
a. Dimensi Lingkungan
b. Dimensi Ekonomi
c. Dimensi Sosial
d. Dimensi Hukum
e. Dimensi Infrastruktur dan Teknologi
f. Indeks Keberlanjutan Multidimensi
Pembahasan Arah Kebijakan dan Strategi
1. Skenario Kebijakan
a. Parameter Skenario Kebijakan
b. Perbandingan Luas Lahan Hutan
c. Perbandingan Kegiatan Ekonomi pada Kegiatan
Pertambangan
d. Perbandingan Valuasi Ekonomi
e. Perbandingan Polusi Debu
f. Perbandingan Indeks Keberlanjutan
2. Kebijakan dan Strategi
a. Strategi dan Langkah Kebijakan
b. Arah Kebijakan Penataan Kota
c. Kriteria Pembangunan Pertambangan yang Berkelanjutan

136
136
137
139
141
143
147
149
151
152
152
153
154
155
155
157
157
157
159
160
160
161
162
165
165
169
171

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

173
173
174

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

176
182
254

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Dampak positif dan negatif kegiatan pertambangan
Rata-rata nilai produk jasa hutan (Rp/ha/thn)
Nilai ekonomi total hutan Indonesia (US$/ha/thn)
Kerusakan lingkungan akibat adanya aktivitas pertambangan batubara
Efek ganda pertambangan
Kronologis kegiatan PETI di wilayah PT Arutmin Indonesia,
Kalimantan Selatan
Community development 2010-2014 (miliar Rp)
Tujuan penelitian dan data yang digunakan
Jumlah penduduk dan distribusi responden dari tiap desa
Distribusi sampel responden birokrat, akademisi, praktisi terpilih
Contoh pertanyaan kuisioner Multidimensional Scaling (MDS)
Contoh keterkaitan antara atribut indeks keberlanjutan dengan
komponen valuasi ekonomi dampak kegiatan pertambangan batubara
Ilustrasi pengisian Matrik Reachability Matrix (RM) pada metode
Interpretive Structural Modelling
Jumlah dan kepadatan penduduk Kota Samarinda tahun 2012
Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000 Kota
Samarinda tahun 2012
Sumberdaya dan cadangan PKP2B Kota Samarinda dan sekitarnya
Luasan landuse/landcover Kota Samarinda dan sekitarnya tahun 2001
dan 2009
Indeks keberlanjutan
Analisis keberlanjutan terhadap parameter statistik
Faktor sensitif terhadap indeks keberlanjutan
Bukaan lahan perusahaan tambang di wilayah studi tahun 2012
Unit rent batubara
Nilai manfaat batubara dari perusahaan tambang di wilayah studi tahun
2012

24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Perbedaan karakteristik Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara dan Izin Usaha Pertambangan (studi kasus Kota Samarinda)
Pelaksanaan reklamasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara dan Izin Usaha Pertambangan (studi kasus Kota Samarinda)
Kegiatan pengembangan masyarakat perusahaan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara di Kota Samarinda
Nilai deplesi kayu pada lahan terbuka di wilayah studi
Lahan reklamasi tambang dan penurunan emisinya
Pengeluaran masyarakat untuk penyediaan Air
Besaran nilai manfaat total hutan (US$/ha/thn)
Nilai manfaat hutan yang hilang pada bukaan lahan terganggu
Valuasi ekonomi tambang batubara
Parameter sumberdaya dan cadangan batubara tahun 2012 (ton)
Parameter dampak pengangkutan batubara
Parameter lahan dan cadangan kayu
Parameter dalam dinamika manfaat finansial tambang

2
16
17
19
21
30
39
51
54
55
57
58
59
68
69
70
74
99
100
100
106
109
109
111
113
114
116
117
118
119
120
121
138
143
145
147

 
 

37
38
39
40
41

 
 
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Keterkaitan faktor kunci dalam Multidimensional Scaling (MDS) dengan
parameter sistem dinamik
Parameter skenario kebijakan
Dimensi kebijakan, strategi dan langkah kebijakan
Simulasi, analisis model dan kebijakan yang diperlukan
Kriteria pertambangan yang berkelanjutan

151
158
166
168
171

DAFTAR GAMBAR 
Kerangka pemikiran penelitian
Dampak pertambangan batubara
Penerimaan negara bukan pajak batubara nasional
Kerusakan hutan di Indonesia
Laju kerusakan hutan untuk pulau-pulau di Indonesia
Paradigma pengelolaan pertambangan batubara yang baik dan benar
Tahapan kegiatan pertambangan
Koordinasi dalam mewujudkan pertambangan yang baik dan benar
Hubungan pemerintah, pengusaha dan masyarakat
Konsep kerangka dinamik untuk pengelolaan pemanfaatan lahan
berkelanjutan
State of the art dan posisi penelitian
Peta dan bagan Kota Samarinda
Hubungan driver power (DP) dan dependence (D)
Valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan
Contoh causal loop sederhana
Diagram input-output model kebijakan pengelolaan lingkungan
pertambangan batubara yang berkelanjutan
Struktur tahapan analisis pembahasan model kebijakan
Grafik curah hujan dan penyinaran matahari selama tahun 2012
Peta sumberdaya batubara Kota Samarinda dan sekitarnya
Peta wilayah kerja Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara dan Izin Usaha Pertambangan batubara di Kota Samarinda dan
sekitarnya
Indeks keberlanjutan dimensi lingkungan
Leverage akibat keberlanjutan dimensi lingkungan
Indeks keberlanjutan dimensi ekonomi
Leverage akibat keberlanjutan dimensi ekonomi
Indeks keberlanjutan dimensi sosial
Leverage akibat keberlanjutan dimensi sosial
Indeks keberlanjutan dimensi hukum
Leverage akibat keberlanjutan dimensi hukum
Indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi
Leverage akibat keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi
Diagram layang-layang indeks keberlanjutan
Matrik driver power-dependence elemen kebutuhan penetapan faktor
pengungkit

9
16
22
25
25
31
32
33
38
46
49
50
59
61
64
65
66
67
70

72
76
80
81
85
85
89
90
93
94
98
99
101

33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80

Struktur tingkatan elemen kebutuhan penetapan faktor pengungkit
Bagan alur kegiatan penambangan dengan metoda tambang terbuka
Peta lokasi wilayah studi
Dana hasil produksi batubara, royalty dan penjualan hasil tambang
Bagan alir pembagian dana hasil produksi batubara dan royalty
Penggunaan air di wilayah IBP dan LHI
Hubungan banjir dan batubara
Kondisi lingkungan hidup atas keberadaan tambang batubara
Penanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan
Pentingnya keberadaan hutan dari aspek ekonomi
Pengaruh negatif keberadaan tambang terhadap pemanfaatan hasil hutan
Pengaruh tambang batubara terhadap lapangan kerja
Pengaruh tambang terhadap kehidupan sosial
Harapan masyarakat terhadap pertambangan batubara
Saran pengelolaan bekas lahan tambang
Harapan mengatasi gangguan kesehatan
Bantuan sosial yang diharapkan dari perusahaan tambang batubara
Masalah hukum utama di Samarinda terkait pertambangan
Penegakan hukum atas permasalahan pertambangan
Konflik kegiatan tambang dengan penduduk
Potensi konflik antara penambang dan masyarakat
Pengaruh tambang atas keberadaan sarana dan prasarana
Harapan terhadap penggunaan jalan umum
Tindakan terhadap pelanggar aturan
Harapan untuk pemerintah
Harapan untuk perusahaan
Diagram casual-loop pertambangan batubara yang berkelanjutan
Dinamika produksi dan cadangan batubara
Produksi dan cadangan batubara
Dinamika tenaga kerja
Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja tambang
Dinamika dampak pengangkutan batubara
Dampak pengangkutan batubara
Dinamika lahan pertambangan
Dinamika lahan hutan
Lahan terbuka dan lahan hutan
Lahan terbuka, pembukaan lahan dan reklamasi lahan
Dinamika manfaat finansial tambang batubara
Penerimaan negara, daerah dan perusahaan
Dinamika valuasi ekonomi tambang batubara
Perkembangan valuasi ekonomi 2012-2035
Dinamika dimensi lingkungan
Dinamika dimensi ekonomi
Dinamika dimensi sosial
Dinamika dimensi hukum
Dinamika dimensi infrastruktur dan teknologi
Dinamika keberlanjutan multidimensi
Status keberlanjutan kegiatan tambang batubara sampai 2035

102
104
105
110
112
117
122
123
124
125
126
126
127
127
128
128
129
130
131
131
132
132
133
133
134
134
136
138
139
140
141
142
143
144
144
146
146
148
148
149
150
152
153
154
155
155
156
156

 
 

81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92

Lahan hutan pada berbagai skenario
Kegiatan ekonomi pascatambang pada berbagai skenario
Deplesi kayu pada berbagai skenario
Perbandingan polusi debu batubara
Dimensi lingkungan pada berbagai skenario
Dimensi ekonomi pada berbagai skenario
Dimensi sosial pada berbagai skenario
Dimensi hukum pada berbagai skenario
Dimensi infrastruktur dan teknologi pada berbagai skenario
Indeks keberlanjutan multidimensi pada berbagai skenario
Keterkaitan pertambangan batubara dengan pengembangan wilayah
perkotaan
Disain model kebijakan pengelolaan pertambangan batubara yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

159
160
161
161
162
162
162
164
164
165
170
172

 
 

DAFTAR LAMPIRAN 
1
2
3
4
5
6
7

Status Reklamasi IUP di Samarinda
Sumberdaya, Cadangan dan Produksi Batubara Pada Obyek
Studi
Kuesioner Survei Kondisi Lingkungan, Ekonomi, Sosial, Hukum
serta Infrastruktur dan Teknologi
Simbol atau Lambang Powersim yang Digunakan untuk
Menggambarkan Stock – Flow Diagram
Persamaan Sistem Dinamik Model Pertambangan Batubara yang
Berkelanjutan
Hasil (Output) Pemodelan Sistem Dinamik
Informasi Wilayah Studi

182
186
188
209
210
234
247

DAFTAR ISTILAH
AMDAL adalah suatu kegiatan (studi) yang dilakukan untuk mengidentifikasi,
memprediksi, menginterpretasi dan mengkomunikasikan pengaruh/dampak
suatu kegiatan (proyek) terhadap lingkungan dengan melibatkan para
pemangku kepentingan terkait.
CnC artinya adalah IUP yang setelah melewati tahapan rekonsiliasi dengan
Pemerintah Pusat cq KESDM-DJMB, telah memiliki dokumen perizinan
yang telah sesuai dengan kriteria perizinan dan ketentuan perundangan yang
berlaku, serta secara kewilayahan tidak memiliki kasus tumpang tindih
dengan sesama IUP lainnya, baik sama komoditinya atau berbeda komoditi,
juga tidak tumpang tindih dengan batas kewenangan wilayah lain
(kabupaten/kota/provinsi).

Catchment Area tempat penyimpanan air di dalam sistem hidrologi alam
Deplesi batubara adalah pengurangan fisik berupa jumlah sumberdaya dan
cadangan batubara akibat eksploitasi
Deplesi kayu adalah pengurangan fisik sumberdaya kayu hutan akibat kegiatan
penebangan pohon
Desentralisasi kata lain dari otonomi daerah yang diartikan bahwa kewenangan
dalam pengaturan urusan pemerintah diserahkan ke daerah sebagai
pelaksanaan dari kebijakan otonomi daerah
Good mining practice adalah suatu praktek pertambangan yang telah mengikuti
seluruh kaidah pertambangan secara holistik yang meliputi aspek penerapan
teknis pertambangan yang tepat meliputi: eksplorasi untuk penetapan
cadangan, kajian kelayakan, konstruksi, operasi penambangan, dan
penutupan tambang
Indeks keberlanjutan adalah besaran indeks dari dimensi keberlanjutan suatu
pelaksanaan pembangunan, dimensi tersebut diantaranya dimensi ekonomi,
sosial dan lingkungan
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
alam itu sendiri, kelangsungan peri kehidupan, dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berlandaskan kepada
tiga dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan
generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Reklamasi adalah suatu perlakuan pada tanah bekas pertambangan yang akan
dipulihkan dan dapat difungsikan kembali sesuai dengan kesepakatan
dengan para pemangku kepentingan.
Rekonsiliasi IUP adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, d.h,i
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral c.q. Direktorat Jenderal
Mineral dan Batubara untuk melakukan pembinaan kepada Pemerintah
Daerah melalui inventarisasi dan penataan izin-izin IUP yang diterbitkan
oleh kabupaten / kota / provinsi, yaitu penataan dokumen perizinan dan
penyelesaian permasalahan tumpang tindih sesama komoditi, beda komoditi
dan lintas kabupaten/kota/provinsi.
Rente ekonomi adalah kelebihan nilai penerimaan atas biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh output dan biaya guna memulihkan kondisi sumber daya
alam dan lingkungan, tidak termasuk pajak retribusi dan pungutan-pungutan
lainnya oleh pemerintah serta dikurangi dengan hasil investasi normal
Sistem dinamik adalah suatu metode pemodelan dengan mendasarkan pada
pemahaman sistem atau system thinking, dimana suatu sistem yang dikaji
akan diuraikan setiap variabel yang menyusun sistem dan keterkaitan antar
variabel tersebut. Paradigma Sistem Dinamik memandang bahwa dunia
terdiri dari sistem yang tertutup (closed loop), selalu terjadi umpan balik dan

 
 

sebab-akibat (causal loop), tidak linier dan ada tenggang waktu (time delay).
Secara umum, sistem yang dibentuk dengan Sistem Dinamik mempunyai
pola-pola dinamik, horison waktu yang panjang dan batas interdisiplin yang
luas
Stakeholder adalah para pengampu kepentingan pada suatu kegiatan, seperti:
pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, pengusaha, perguruan
tinggi
Valuasi ekonomi adalah metode perhitungan nilai ekonomi untuk sumberdaya
alam
Wilayah pertambangan adalah wilayah yang memilki potensi mineral dan/atau
batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan
yagmerupakan bagian dari tata ruang
Willingness to pay adalah kemampuan membayar seseorang atas suatu barang
atau komoditi sesuai dengan tingkat kepuasan yang diinginkan

DAFTAR SINGKATAN
AAT
AHP
APBD
AMDAL
B3
CD
CDM
CnC
CSR
DAS
DHPB
DJMB
FGD
GMP
HPH
IPPKH
ISM
IUP
IUPK
IMF
KDB
KLH
KLHS
KSK
KUD
LSM
MDS

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Air Asam Tambang
Analytical Hierarchical Process
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan
Bahan Beracun dan Berbahaya
Community Development
Clean Development Mechanism
Clear and Clean
Corporate Social Responsibility
Daerah Aliran Sungai
Dana Hasil Produksi Batubara
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
Focus Group Discussion
Good Mining Practice
Hak Pengusahaan Hutan
Izin Pinjam Pakai Penggunaan Kawasan Hutan
Intrepretive Structural Modelling
Izin Usaha Pertambangan
Izin Usaha Pertambangan Khusus
International Monetary Fund
Koefisien Dasar Bangunan
Kantor Lingkungan Hidup
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Kawasan Strategis Kota
Koperasi Unit Desa
Lembaga Swadaya Masyarakat
Multidimensional Scaling

NET
NRM
PAD
PDB
PDRB
PETI
Pemda
PHT
PP
PPLH
PKP2B
PSL-IPB

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

P3
RKAB
RKL-RPL

:
:
:

RKTTL
RTH
RTRW
SDA
SDM
UKL-UPL

:
:
:
:
:
:

USLE
UU
WP
WPN
WPR
WUP
WTP

:
:
:
:
:
:
:

Nilai Ekonomi Total
Natural resources management
Pendapatan Asli Daerah
Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Regional Bruto
Pertambangan Tanpa Izin
Pemerintah Daerah
Penjualan Hasil Tambang
Peraturan Pemerintah
Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan Hidup
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor
Polluter pay principle
Rencana Kerja dan Anggaran Biaya
Rencana Pengelolaan Lingkungan Rencana Pemantauan
Lingkungan
Rencana Kerja Tahunan Teknik dan Lingkungan
Ruang Terbuka Hijau
Rencana Tata Ruang Wilayah
Sumberdaya Alam
Sumberdaya Manusia
Upaya Pengelolaan Lingkungan Upaya Pemantauan
Lingkungan
Universal Soil Loss Equation
Undang-Undang
Wilayah Pertambangan
Wilayah Pencadangan Negara
Wilayah Pertambangan Rakyat
Wilayah Usaha Pertambangan
Willingness To Pay


 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Batubara merupakan salah satu bentuk energi fosil selain minyak bumi dan
gas, yang keberadaannya di muka bumi setelah melalui proses jutaan tahun
lamanya dari bentuk tumbuhan atau bekas pepohonan yang terdekomposisi
melalui proses biokimia dan geokimia sehingga terbentuk berbagai jenis batubara
di seluruh muka bumi, mulai dari batubara muda yang disebut lignit,
subbitunimus, bituminus dan antrasit. Jenis batubara tersebut dibedakan dari sisi
kandungan kalorinya, dengan yang terendah adalah lignit dengan kalori
kebanyakan di bawah 3000 kkal/kg dan antrasit yang memiliki kalori di atas 7000
kkal/kg. World Energy Council (WEC, 2013) menyebutkan Indonesia menduduki
peringkat kelima produsen batubara dunia, setelah China, Amerika Serikat, India
dan Australia. Namun Indonesia merupakan eksporter kedua dunia setelah
Australia, sedangkan kebutuhan domestik Indonesia masih rendah yaitu sekitar
20-25% dari produksi batubaranya. Dari sisi cadangan, cadangan Indonesia
tercatat sebesar 3,1% dari cadangan batubara dunia.
Berdasarkan catatan Badan Geologi (2013), terdapat sekitar 161 miliar ton
sumberdaya dan 31 miliar ton cadangan batubara yang tersebar di berbagai pulau
di Indonesia, terutama di Kalimantan (46,9%) dan Sumatera (52,5%). Pada 4
perusahaan pertambangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(PKP2B) di Kota Samarinda dan sekitarnya, yaitu PT Insani Bara Perkasa (IBP),
PT Lanna Harita Indonesia (LHI), PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ) dan PT Multi
Harapan Utama (MHU), Kota Samarinda dan sekitarnya memiliki sekitar 1,9
miliar ton sumberdaya batubara dan 596,22 juta ton cadangan batubara. Kota
Samarinda juga telah menerbitkan 62 Kuasa Pertambangan (KP) skala kecil
sampai menengah, yang sejak munculnya Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) pada tanggal 12
Januari 2012 istilah ini diubah sebutannya menjadi Izin Usaha Pertambangan
(IUP).
Penerbitan KP/IUP di Kota Samarinda berdasarkan pada kebijakan otonomi
daerah sejak awal tahun 2000, khususnya berdasarkan UU Nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) pasal 10 ayat (1) yang telah diamandemen
menjadi UU Nomor 32 tahun 2004 yang menyebutkan "daerah berwenang
mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung
jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundangundangan". Pengelolaan usaha pertambangan umum yang semula dilaksanakan
sepenuhnya oleh pemerintah pusat, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 32
Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan diatur sesuai dengan kewenangan
kabupaten/kota/provinsi. KP yang diterbitkan oleh pemerintah pusat jumlahnya
untuk seluruh Indonesia sampai akhir tahun 2000-an sekitar 500an KP saja.
Setelah melalui tahap rekonsiliasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
sampai akhir tahun 2014 sudah menjadi sekitar 10.648 IUP (DJMB,2014).


 

Seluruh tambang batubara di Kota Samarinda dan sekitarnya dilakukan
dengan pola tambang terbuka. Pola pertambangan dengan cara ini berpotensi
menimbulkan gangguan seperti: a. Lubang besar serta kerusakan lahan dan tanah;
b. Penurunan muka tanah atau terbentuknya cekungan pada sisa bahan galian yang
dikembalikan ke dalam lubang galian; c. Tumpukan bahan galian tambang
berpotensi menimbulkan bahaya longsor dan senyawa racun tercuci dan terbawa
ke arah hilir; d. Kesulitan revegetasi akibat kurangnya bahan organik atau humus
dan unsur hara lainnya yang telah terbawa ke hilir (Barrow, 1991; Sitorus, 2012).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan (Muchlis, 2008; Sinaga, 2010;
Sujiman, 2010) menyebutkan bahwa dari sisi lingkungan, ekonomi dan sosial
terdapat potensi ketidakberlanjutan pada operasi tambang terbuka. Potensi
ketidakberlanjutan itu semakin besar pada operasi pertambangan tanpa izin
(PETI). Qomariah (2003) menyebutkan bahwa PETI memberikan kerugian pada
negara karena tidak adanya penerimaan pajak atau non-pajak yang dibayarkan,
merugikan masyarakat karena meninggalkan wilayah lubang-lubang bekas
tambang yang tidak ditimbun kembali dan tidak dilakukan reklamasi serta
memiliki potensi konflik yang besar antara sesama penduduk ataupun antara
penambang PETI dengan pemilik tambang berizin (Zulkarnaen et al., 2004).
Dipandang dari sisi ekonomi lingkungan, kegiatan operasi produksi dan
konsumsi pertambangan batubara selain memberikan manfaat ekonomi pajak dan
non pajak dari fungsinya sebagai penyedia bahan baku dan energi, juga akan dapat
menimbulkan eksternalitas negatif yang bisa berasal dari sisaan atau limbah dari
proses produksi yang berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan (Putri et al.,
2010). Dampak positif dan negatif kegiatan pertambangan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Dampak positif dan negatif kegiatan pertambangan
Tahapan
Eksplorasi dan operasi
produksi

Operasi produksi

Pascatambang/reklamasi

Dampak Positif
Penyerapan tenaga kerja
Kontribusi fiskal (royalti,
pajak, bukan pajak)
Timbulnya jasa transportasi,
jasa konstruksi, jasa instalasi
air, jasa jaringan
telekomunikasi*)
Pemanfaatan batubara
sebagai bahan bakar untuk
sektor energi **)
Peluang usaha baru
Peningkatan kualitas
lingkungan

Dampak Negatif
Peningkatan/potensi
gangguan lalu lintas darat
Peningkatan erosi dan
sedimentasi
Perubahan
penggunaan/fungsi lahan

Gangguan lalu lintas,
potensi pencemaran
udara, air asam tambang
Penurunan tenaga kerja

Sumber: Juniah dalam KLH (2011c)
Keterangan:
*)
Backward linkages pertambangan batubara
**)
Fordward linkages pertambangan batubara

Sebanyak 42 IUP memiliki status clear and clean (CnC) dan sisanya
masih belum CnC. Pengertian CnC adalah bahwa dokumen perizinan sudah

 3 
 

memenuhi persyaratan yang ada dari aspek administrasi, serta wilayahnya tidak
tumpang tindih dengan sesama IUP komoditas batubara lainnya atau beda
komoditas dan tidak ada tumpang tindih dengan wilayah kewenangan
kabupaten/kota/provinsi lain. Istilah ini hanya digunakan untuk IUP saja dan
muncul sejak Mei 2011 ketika Pemerintah c.q. Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (KESDM) pertama kali melakukan rekonsiliasi IUP, atau
pendataan, inventarisasi dan penataan perizinan di daerah sebagai bagian dari
kebijakan pengawasan dan pembinaan pelaksanaan otonomi daerah di bidang
pertambangan.
Kegiatan penambangan memerlukan pembukaan lahan dan penebangan
hutan bila lokasinya di wilayah hutan. Penebangan hutan selain mengakibatkan
deplesi cadangan kayu hutan dan sumberdaya alam lainnya, juga menyebabkan
terjadinya degradasi tanah, udara, air, serta hilangnya keanekaragaman hayati,
selain juga akan terjadi deplesi cadangan batubara itu sendiri. Deplesi sumberdaya
alam (hutan dan batubara) dan degradasi lingkungan (tanah, air, udara) yang
terjadi merupakan eksternalitas negatif sebagai dampak adanya kegiatan
pertambangan batubara yang perlu diteliti untuk memahami pola dan perilaku
kegiatan pertambangan. Penelitian tentang ekonomi total dari eksternalitas
pertambangan telah dilakukan oleh sejumlah peneliti. Sudirman (2011)
menunjukkan bahwa kegiatan usaha pertambangan batubara menghilangkan
fungsi ekologis hutan yang menyebabkan deplesi sumberdaya alam (hutan dan
batubara) dan hilangnya jasa lingkungan ekosistem hutan, sehingga menimbulkan
biaya eksternal lingkungan yang mengakibatkan kerugian bagi lingkungan sekitar
9,5 triliun rupiah untuk penambangan batubara sekitar Kabupaten Kutai Timur.
Yunus (2005) menyebutkan bahwa dari kebakaran hutan tahun 1997 di Taman
Nasional Bukit Baka serta hutan dan perkebunan di sekitarnya telah menimbulkan
total nilai kerugian ekonomi sebesar 53,91 miliar rupiah. Wirakesumah (2003)
menyebutkan bahwa hutan memiliki fungsi lingkungan diantaranya sebagai
penyedia sumberdaya alam seperti sumberdaya kayu, sumber daya batubara,
sumberdaya air, fungsi sebagai serapan karbon, sebagai pengatur tata air, sebagai
tempat penyimpanan air (catchment area), sebagai penyedia udara bersih, sebagai
fungsi penahan erosi sebagai bagian dari jasa lingkungan (environmental services)
dan menjadi penyangga kehidupan (supporting life) bagi kehidupan.
Pertambangan yang dilakukan di wilayah kota memiliki ciri khas karena
perlu memahami dan sejalan dengan arah perkembangan kota. Waryono (2009)
menyebutkan bahwa memasuki era milenium pengembangan Kota Samarinda dan
sekitarnya mengacu pada dua arah, yaitu pembenahan pusat Kota Samarinda dan
pengembangan wilayah. Kota Samarinda tetap dituntut untuk mempertahankan
cirinya sebagai Kota dagang, Kota tropis dunia dan perairan sungai. Adapun
pengembangan wilayah diarahkan ke arah Utara dan Barat yang saat ini banyak
dilakukan kegiatan penambangan batubara. Dengan demikian tantangan ke depan
pengelolaan sumberdaya batubara di Kota Samarinda dan sekitarnya adalah agar
pengembangannya sesuai dengan prinsip keberkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Dampak negatif pada lingkungan harus dapat dikendalikan dan
diminimalisir, antara lain melalui kegiatan reklamasi lahan bekas tambang
batubara serta kerjasama antar pemangku kepentingan untuk mengantarkan
transformasi pertambangan batubara secara berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan rencana penataan ruang ke depan.


 

Atas dasar kondisi di atas, perlu dilakukan penelitian tentang perilaku dan
pola kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan yang terjadi di Kota Samarinda dan
sekitarnya yang diakibatkan oleh adanya operasi tambang batubara serta
bagaimana transformasi pertambangan yang berkelanjutan dapat dilakukan agar
secara ekonomi memberikan keuntungan bagi negara, pengusaha dan masyarakat;
secara sosial memberikan kemajuan bagi masyarakat melalui peningkatan
sumberdaya manusia, kesehatan dan keharmonisan sosial; dan secara lingkungan
dapat terjaga dan terkelola dengan baik tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi
juga untuk generasi yang akan datang. Kunci dan kekuatan dari penelitian ini
adalah untuk merumuskan kebijakan yang diperlukan dalam rangka pengelolaan
lingkungan akibat tambang batubara menuju konsep pembangunan pertambangan
batubara yang berkelanjutan, melalui upaya pemodelan kebijakan pengelolaan
lingkungan untuk pertambangan batubara di Kota Samarinda dan sekitarnya.
Perumusan Masalah
Sumberdaya batubara seharusnya dipandang sebagai aset yang perlu
dikelola dengan sebaik mungkin sebagai modal pembangunan. Pembangunan
tersebut memiliki dimensi lingkungan, ekonomi dan sosial yang juga dikenal
sebagai dimensi pembangunan yang berkelanjutan. Pertambangan memiliki
kompleksitas terkait tiga dimensi tersebut, karena di samping kontribusinya yang
cukup besar bagi penggerak perekonomian daerah dan pusat di sisi lain juga
memiliki dampak negatif terhadap lingkungan (eksternalitas negatif). Terdapat
dua cara penambangan, yaitu tambang bawah tanah dan tambang terbuka.
Besarnya eksternalitas negatif tersebut tergantung juga pada sistem penambangan
yang digunakan. Penambangan dengan sistem terbuka memiliki dampak
lingkungan yang lebih besar. Sebagian besar penambangan batubara di Indonesia
menggunakan sistem penambangan terbuka dan masih terbatas yang
menggunakan penambangan bawah tanah. Dengan sistem penambangan terbuka,
pada saat dilakukan bukaan lahan untuk kegiatan tambang, akan terjadi perubahan
bentang alam, gangguan pada tanah dan lahan, air tanah terganggu, dan vegetasi
di permukaan tanah juga dihilangkan. Kerusakan lingkungan merupakan akibat
yang timbul sebagai dampak adanya kegiatan produksi batubara dalam rangka
memenuhi kebutuhan batubara sebagai salah satu sumber energi untuk keperluan
bahan bakar.
Peningkatan permintaan dan harga batubara dunia menyebabkan
peningkatan aktifitas produksi dan penjualan produsen dalam negeri. Untuk itu
maka para produsen atau perusahaan pertambangan melakukan upaya memperluas
pembukaan kawasan pertambangan yang juga berada di kawasan hutan dan
akibatnya menambah jumlah kerusakan kawasan hutan di Indonesia. Kondisi ini
mengakibatkan peningkatan jumlah kerusakan lingkungan yang diduga dilakukan
oleh perusahaan yang tidak taat menjalankan aturan penambangan yang baik dan
benar sehingga dapat menyebabkan lingkungan pertambangan batubara tidak
berkelanjutan. Kerusakan kawasan hutan yang terjadi akibat degradasi fungsi
lingkungan seperti deplesi sumberdaya alam yaitu deplesi kayu dan deplesi
batubara, hilangnya kemampuan serapan karbon kawasan hutan dan fungsi
penyedia udara bersih, serta penyedia jasa lingkungan seperti pengatur tata air,

 5 
 

pengendali banjir, pengendali erosi. Kegiatan operasi tambang terbuka
pertambangan telah membuka kawasan hutan seluas 135 ribu ha di Indonesia
(DJMB, 2010). Apabila merujuk pada rata-rata kemampuan serapan karbon hutan
hujan tropis sebesar 24 ton carbon (C)/hectare (ha) (Wasrin, 2005), maka kegiatan
operasi tambang terbuka di Indonesia telah mengurangi kemampuan serapan
karbon kawasan hutan sebesar 32,4 x 105 ton C. Pemulihan kemampuan karbon
terserap melalui luasan kawasan hutan melalui reklamasi seluas 22,8 ribu ha
adalah sekitar 5,47 x 105 ton C. Dengan demikian maka kawasan hutan telah
kehilangan kemampuan serapan karbon yang diakibatkan kegiatan pembukaan
lahan tambang dan reklamasi tambang sebesar 26,92 x 104 ton C dari 22,8 ribu ha.
Di sekitar wilayah Kota Samarinda, terdapat 726 ha bukaan lahan terbuka oleh
tambang IUP batubara tahun 2012, dari jumlah tersebut hanya sekitar 20% yang
melakukan reklamasi.
Pada sejumlah wilayah selain masalah lingkungan juga telah terjadi
peningkatan permasalahan sosial dan ekonomi pada daerah tambang (DBB, 2013).
Salah satu penyebabnya, karena cadangan batubara terletak di bawah permukaan
tanah. Sesuai dengan aturan perundangan yang ada, pelaku pertambangan hanya
bisa melaksanakan pertambangan setelah ada kesepakatan dengan para pemangku
kepentingan yang ada di permukan tanah, misalnya para pemilik tanah, para
penggarap tanah (perkebunan, kehutanan), termasuk juga untuk memperoleh