Aktivitas protein penghambat B-Laktamase dari Streptomyces sp. IVNF1-1 terhadap Escherichia coli enteropatogen K1.1

3 7n/sa/z ca b

AKTIVITAS PROTEIN PENGHAMBAT p-LAKTAMASE
DARl Streptomyces sp. IVNFI -1 TERHADAP
Escherichia coli ENTEROPATOGEN K1.I

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESlS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aktivitas Protein Penghambat

$-laktamase dari Strepdomyces sp. IVNFI-1 terhadap E s c b coli
~ ~
Enteropatogen Kl.1 adalah karya saya sendiri dan belum diijukan dalam
bentuk apa pun kepada perguman tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir disertasi ini.


Elsie
NRP G351020161

ABSTRAK
ELSIE. Aktivitas Protein Penghambat P-laktamase dari Streptomyces sp. IVNFI1 terhadap Escherichia coli Enteropatogen K l .l
. Dibimbing oleh YULlN
LESTARl dan SRI BUDlARTl POERWANTO.
EPEC K1.l yang diisolas dari penderita d i r e resisten terhadap ampisilin
100 pglml dengan menghasilkan enzim plaktamase.
Enzim ini dapat
menghiirolisis uncin P-laktam dan rnenimbulkan resistensi pada bakteri tersebut.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan kajian pencarian senyawa
yang marnpu menghambat plaktamase. Strepiomyces spp. dipilih karena
kemampuannya dalam menghasilkan senyawa bioaktii. Penapisan dilakukan
terhadap 6 Streprmycss spp. isolat lokal (IVNF1-1, PSI-4, PD2-9. LCl7-2,
SLW8-I, dan 856-2) dan diperoleh IVNF1-I yang mampu menghambat EPEC
K1.l deman diameter zona hambatan 4 mm. Tuiuan penelitin ini adalah untuk
mengetahui aktivitas protein penghambat i-lakkmase yang dihasilkan
St~ptumvcessp. IVNFI-1 temadar, EPEC K1.l resisten am&ilin. lsolat IVNFI1 diketahui rnenghasilkan protein' penghambat 6-laktamase. Protein tersebut

dimumikan dengan cara diindapkan d a m amonium sulfat 80%. d i d i i i s , dan
tiltrasi gel. Esei aktivitas $-laktamase dan penghambatannya dilakukan dengan
metode Sawai et a/. (1978). Aktivitas $-laktamase EPEC K1.1 sebesar 1.950 x
l o 4 Ulml. Penghambatan aktivitas P-laktamase oleh filtrat kultur IVNFI-1
sebesar 84.21%. Esei aktivitas penghambat plaktamase menggunakan fraksi
aktii menghasilkan aktivitas penghambat P-laktamase yang lebih rendah yaitu
sebesar 5.28%. Uji konsentrasi hambat minimal f h t kuttur IVNFI-1 terhadap
EPEC K1.l mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah sel EPEC K1.l setelah
diinkubasi selama 3 jam dengan kadar protein 9263 x lo4 mg. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa IVNFI-1 menghasilkan protein penghambat P-laktamase
yang mampu menghambat aktivitas plaktamase dari EPEC Kl.1 sehingga
EPEC K1.1 yang resisten ampisilin tersebut dapat dihambat pertumbuhannya.

ABSTRACT
ELSIE. Activity of 0-lactamase Inhibitory Protein from Sftwtomyces sp. IVNFI-1
Under the direction 'of YULlN
to ~ntero~atho~enic
Escherichia coli -KI .I.
LESTARI dan SRI BUDlARTl POERWANTO.
EPEC K1.l isolated from diarrhea patient is resistant to ampicillin at

concentration of 100 pg/ml by producing p-lactamase enzyme. This enzyme is
able to deave $-ladam ring resulted in bacterial resistancy. This research was
performed to solve the problem by isolating anti p-lactamase compounds from
Streptomyces spp. Six local isolates of Streptomyces spp. (IVNFI-1. PS1-4,
PD2-9, LC17-2, SLW8-1, and 856-2) have been screened. The IVNF1-1 was
able to inhibit the growth of EPEC K1.l by producing 4 mm inhibition zone. The
purpose of this research was to examine the activity of p-lactamase inhibitory
protein of Sbeptomyces sp. IVNF1-1 againts EPEC K1.l ampicillin resistance.
IVNFI-1 isolate has been known as protein producer that inhibit p-lactamase
activw. This protein was purified through ammonium sulfate precipitation at 80%
saturation, dialysis, and chromatography gel filtration using sephadex G-75. Plactamase activity and it's inhibition were performed according to Sawai et al.
(1978). The plactamase activity of EPEC K1.l was 1.950 x lo4 Ufml. This
activity could be inhibited (84.21%) by culture f~ltrateof IVNF1-1. The active
fraction of protein gave lower inhibition (5.28%) activity of p-lactamase. The
minimum inhibiory concentration of culture filtrate IVNF1-lagaints EPEC K1.1
was able to decrease the viable cell counts of EPEC K1.l after 2 hours
incubation at total protein of 9.263 x lo4 mg. The resuii dearly shows that
IVNF1-1 produces p-lactamase inhibitory protein that can inhibit the growth of
ampicillin resistance which has enzyme p-tactamase.
EPEC K l .l


OHak cipta milik lnstitut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan rnernperbanyaktanpa izin tertulis dari
lnstiiut Pertanian Bogor, sebagw atau seluruhnya dalarn
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, rnikrcnilrn, dan sebagainya

AKTlVlTAS PROTEIN PENGHAMBAT $-LAKTAMASE
DARl Streptomyces sp. IVNFI-1 TERHADAP
Escherichia coli ENTEROPATOGEN K1.I

ELSIE

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITLIT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2006

Judul Tesis: Aktivitas Protein Penghambat p-laktamase dari Shptomyces sp.
IVNFI-I terhadap Eschenchia coli Enteropatogen K1.I
Nama

: Elsie

NRP

: G351020161

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. dr. Sri Budirti P m a n t o
Anggota

Drl lr!~ulinLestari

Ketua

Diketahui
Ketua Program Studi Biologi

Dr. Ir. Dedy Duryadi S.. DEA

Tanggal Lulus: 1 8 0 C T 2006

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S W atas segala rahmat
dan nikmat-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul

Aktivitas Protein Penghambat 8-laktamase dari Strepfomyces sp. RINF1-1

terhadap Escherichm coli Enteropatogen Kl.l dilaksanakan dari bulan April
2005 hingga April 2006 dan dibiyai oleh dana Penelin Hibah Bersaing I
Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2005-2006.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Ir.
Yulin Lestari, seJaku ketua komisi pembimbing, atas segala arahan, rnasukan,

dan bimbingan selama penulis melakukan penelitiin. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Dr. Ir. Yulin Lestari yang telah mengijinkan penggunaan
isolat-isolat Streptomyces untuk diieliti.

Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Dr. dr. Sri Budiaiti Poetwanto, selaku anggoia komisi
pembimbing, atas saran, rnasukan, diskusi, dan motivasi yang diberikan serta ijin
penggunaan isolat Eschefichia coli enteropatogen K1.I
yang digunakan sebagai
bakteri target dalam penelitiin ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Dr. Aris Tri Wahyudi dan Dr. Utut Widyastuti, MS yang telah memberikan
ijin menggunakan E. cdi DH5a dan E. coli pspott dalam penelian ini. Kepada
Dr. Min Rahminiwati, selaku penguji luar komisi, penulis sampaikan rasa terima
kasih atas masukan serta saran untuk perbaikan tesis ini.
Penuli juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dedy Duryadi
Solihin, DEA (selaku Ketua Program Studi Bmlogi) dan s e l u ~ hstaf pengajar

Departemen biologi yang telah memberikan bekal ilmu selarna penuli
mehksanakan studi. Terima kasih penulis sampaikan juga kepada rekan-rekan
di laboratorium Mikrobiologi, Wulan, Bu It, Dii, Rika, Henry, adii-adik Bio 38 dan
39 atas bantuan dan kerja samanya. Rekan-rekan Mikro 2002. Mba Antin, Awil,

Muhammad. Agus, dan Esti, terima kasih atas kebersamaan dalam suka dan
duka selama p e r k u l i n di IPB. Nana, Ides, Desy, Emma, dan Untung terima
kasih atas diskusi dan dukungan morilnya selama ini. Tak lupa rasa terima kasih
penuli sampaikan kepada Mba Heny, Pak Endang. Pak Eman. Pak Jaka, Pak
Kus, dan Bu Kokoy atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis
melaksanakan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Joni
dan Bu Etty atas bantuan dan persahabatan selama penulis menempuh studi di
IPB.

Kepada kedua orangtua tercinta, Uni. dan adik-adik, penulis menghaturkan
rasa terirna kasih atas kasih sayang, dorongan semangat, dan doa yang tidak
pemah putus kepada penulis- Aa, terima kasih atas dukungan morilnya hingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Sernoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Elsie

Penuli dilahirkan di Pekanbaru, R i u , pa& tanggal 28 Desember 1972
dari ayah Makmur Agus dan ibu Rosma. Penulis merupakan putri ke-2 dari lima
bersaudara.
Pendidikan sarpna ditempuh pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan llrnu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, dan memperoleh
gelar kesarjanaan tahun 1998. Pada tahun 2002, penulis mendapat kesempatan
melanjutkan studi di Sekolah Pascaswjana lnstiiut Pertanian Bogor pada
Program Studi Biologi, Sub Program Mikrobidogi.
Pa& tahun 1998-2001, penulis pernah bekerja sebagai tenaga pengajar
tidak tetap di Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia.

DAFTAR IS1

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................

xii


DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xii

PENDAHULIJAN .,.......................................................................................

1

Latar belakang .......................................................................................

1

Hipotesis

2


Tujuan ....................................................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

3

Escherichia coli Enterepatogen..............................................................

3

Antibiotik p-laktam dan p-laktamase ......................................................

4

Senyawa Penghambat p-laktamase dari Streptomyces .......................

6

..

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................
Bahan

..............................

Metode ...................................................................................................
Peremajaan lsolat Streptomyces spp. dan Bakteri Target ...............
Kurva Pertumbuhan EPEC K1.1 ......................................................
Uji Keberadaan p-IaMamase pada EPEC K1.1 ................................
Pengumpulan Filtrat Kultur EPEC K1.1 sebagai Sumber
P-laktamase ......................................................................................
Pengumpulan Filtrat Kultur Streptomyces spp. sebagai Sumber
Protein Penghambat p-laktamase ....................................................
Esei Antagonis Filtrat Kultur Streptomyces spp...............................
Pengukuran Aktivitas p-laktamase
Pengukuran Aktivitas Penghambatan p-laktamase ..........................
Pengukuran Konsentrasi Protein ......................................................
Pengendapan dengan Amonium Sulfat ............................................
Dialisis .............................................................................................
Kromatografi Filtrasi Gel ...................................................................

Uji Kadar Hambat Minimal ...............................................................
..

13

Bagan Alir Penel~tlan.............................................................................

14

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................

15

Pertumbuhan EPEC K1.l

15

Keberadaan plaktamase pada EPEC K1.1 ..........................................

15

Esei Antagonis Filtrat Kultur Streptomyces spp....................................

16

Aktivitas P-laktamase EPEC K1.1 .........................................................

18

Aktivitas Protein Penghambat plaktamase dari Streptomyces sp.

18

IVNFI-1 ................................................................................................
.

.

Kadar Hambat M~n~mal
.........................................................................

23

SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

26

DAFTAR TABEL
Halaman
1

17

Hasil uji antagonis filtrat kultur enam isolat Streptomyces spp.
terhadap EPEC K1.l, E. coli p-sport, dan E. coli DH5a ....................

2

Aktivitas protein penghambat p-laktamase Streptomyces sp.

21

IVNFI-1 dengan p-laktarnase EPEC K1.l ........................................

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Rumus bangun antibiotik p-laktam ...........................................

4

Kerja enzim p-laktamase terhadap antibiotik p-laktam ..................

5

K u ~ pertumbuhan
a
EPEC K1.l pada media NB yang inkubasi

15

pada suhu 37 "C selama 7 jam .................................................
Hasil uji keberadaan P laktamase terhadap E. coli DH5a (a), EPEC
K1.l (b), dan penisilinase (c) ............................................................

16

Motfologi koloni isolat Streptomyces spp. yang ditumbuhkan pada

16

media Yeast Malt Agar (IVNFI-1, PSI-4, PD2-9, SLW8-1, dan
056-2) dan Oatmeal Agar (LC17-2) ..................................................
Konsentrasi protein fraksi-fraksi filtrasi gel .......................................

22

Hasil uji kadar hambat minimal filtrat kultur IVNFI-1 terhadap
pertumbuhan EPEC K1.l dalam media NB+am~isilinselama 7 iam
K U N ~jumlah sel EPEC K1.l yang turnbuh pada media NA tanpa
ampisilin setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 OC ...........

23
24

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2

Komposisi media peremajaan, uji daya hambat, produksi
Streptomyces spp. dan bakteri target ................................................
Reagen iodin yang digunakan dalam esei aktivitas p-laktamase dan
aktivitas penghambatannya ...............................................................

30

31

xii

PENDAHULUAN

Diare merupakan salah satu penyaki infeksi yang masih menjadi masalah
kesehatan di Indonesia dan beberapa negara berkembang. Penyakit ini masih
sering menimbulkan Kejadian Luar B i s a (KLB) yang diindikasikan dengan
tejadinya peningkatan kejadiin kesakitanlkematian kasus d i r e menjadi dua kali
lipat atau lebih dibandingkan jumlah kesakiinlkematian karena diare yang biasa
terjadi pa& kurun waktu sebelumnya (RSPI-SS 2005).

Pada tahun 2006

diemukan beberapa kasus KLB diare di tndonesia seperti di Papua yang
rnenyebabkan 157 orang meninggal (PPK Depkes RI 2006) dan di Tangerang
jumlah penderita mencapai 1256 orang (Harian KOMPAS 30 Juni 2005).
Moyenuddin et a/. (1989) malaporkan bahwa 56% dari 50 penderita KLB
diare pada anak-anak di Amerika Serikat pada tahun f934-1987 disebabkan oleh

E-richia

odi enteropatogen (EPEC).

Pada tahun 2003 Yatsuyanagi et a/.

juga melaporkan bahwa 25% dari 36 penderita diare pada siswa (usia 12-14
tahun) di .Ispang pada tahun 2000 juga dkbakkan oleh WEC. Di indonesia,
bakteri EPEC didapatkan pada 55% anak-anak penderita diire (Budiarti 1997).
EPEC K1.l diketahui rnemiliki aktivitas proteotitik ekstraseluler tertinggi yang
diduga sebagai salah satu faktor virulensi EPEC (8udiarti ef a/. 1999).
Penanganan terhadap penderita d i r e dilakukan rnelalui rehidrasi dan
pemberian antibiotik. $-laktam merupakan salah satu antibiati yang digunakan
untuk pengobatan diire. Antibiotik ini bekerja dengan cara menghambat
terbentuknya ikatan silang antar peptida pada tahap akhir sintesis peptidoglikan
dari dinding sel bakteri Gram negatif (Nataro 8 Kaper 1998; Todar 20021.
Penggunaan antibiotik 8-laktam secara terus-menerus dapat menimbulkan
masalah resistensi pada bakteri. Resistensi terhedap antibiotik plaktam yang
terjadi pada bakteri Gram negatif seringkali disebabkan karena dihasilkannya
enzim P-IaMamase.

Enzim ini akan menghidrolisis cincin P-laktam sehingga

dihasilkan produk inaktif dari antibiotik tersebut (Ogawara et at. 1981).
Permasalahan resistensi pada bakteri yang disebabkan oleh aktivitas enzim
$-laktamase dapat diatasi dengan melakukan modifikasi struktur terhadap
senyawa kimia antibbtik &laMam, sehingga dapai meningkatkan efek terapi
melawan bakteri patogen penghasil enzim $-laktamase. Upaya lain yang dapat

dilakukan adalah mencari senyawa baru yang mampu menghambat kerja enzim
p-laktamase.

Streptomyces spp. merupakan bakteri Gram positif berfilamen

yang menghasilkan berbagai macam senyawa metaboli sekunder, enzim
pendegradasi, dan inhibitor enzim. Reading & Cole (1977) berhasil mengisolasi
asam klavulanat dari S. clavuligenrs yang mampu menghambat aktivitas enzim
p-laktamase. Selain asam klavulanat, S. clavuligenrs juga menghasilkan BLIP

(beta-lactamase-inhibitory protein),

protein

ekstraseluler

yang

mampu

menghambat p-laktamase tipe TEM (Temoniera) (Doran et a/. 1990).

Dua

protein penghambat plaktamase ekstraseluler (BLIP-I dan BLIP-11) juga berhasil
dikarakterisasi oleh Kim & Lee (1994) dari S. exfoliatus SMFI 9.
Streptomyces spp. yang diisolasi dari berbagai daerah di Indonesia
diketahui berpotensi menghasilkan berbagai macam senyawa bioaktif. Selain
mampu menghasilkan senyawa bioaktif pengendali bakteri patogen tanaman
(Ifdal 2003; Andri 2004; Winarni 2004), Streptomyces spp. isolat indigenus
dilaporkan juga mampu menghasilkan senyawa antibakteri (Frewari 1999;
Widuretno 2000). Lebih jauh, hasil penapisan terhadap 39 Streptomyces spp.
isolat indigenus menunjukkan bahwa 3 isolat Streptwnyces spp. (IVNFI-1, PS416, dan SLW 8-1) mampu menghasilkan protein penghambat p-lakiamase
(Desriani 2004). Wahyuni (2006) juga berhasil mengisolasi asam klavulanat dari
filtrat kultur Streptomyces sp. IVNFI-1 yang mampu menghambat pertumbuhan
EPEC K1.l resisten ampisilin.

Hipotesis
Hipotesis penelitiin ini adabh:
resisten ampisilin menghasilkan p-laktamase.
1. EPEC K1.I
2. Stmptmyces sp. IVNF1-1 menghasilkan protein penghambat plaktamase.

Tujuan
Peneliian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas protein penghambat $laktamase yang dihasilkan Streptomyces sp. IVNFI-1 terhadap EPEC K1.l
resisten ampisilin.

TlNJAUAN PUSTAKA
Escherichia coli Enteropatogen
E. coli merupakan bakteri Gram negatii berbentuk batang yang bersifat
anaerobik fakultatif. Menurut Holt et a/. (1994), E. coli memiliki kemampuan
untuk memfermentasi laktosa, memberikan reaksi indol positif. metil positif, uji
Voges-Proskauer negatif, dan tidak dapat menggunakan sitrat sebagai satusatunya sumber karbon.

E. coli merupakan flora normal pada saluran

pencernaan hewan berdarah panas dan manusia, namun beberapa di antaranya
bersifat patogen.
lnfeksi yang disebabkan oleh E. cdi yang bersifat patogen dapat terjadi
pada permukaan mukosa atau menyebar luas ke seluruh tubuh. Keberadaan
galur-galur E. coli tersebut dapat menyebabkan tiga macam infeksi, yaitu infeksi
saluran kemih, meningitis, dan infeksi saluran pencernaan (diare). Berdasarkan
patogenisitasnya, E. coli penyebab diare terdiri atas lima kelompok, yalu
enterupthogenic E. coli (EPEC), enterohemonhagic E. coli (EHEC),
enteruaggegative E. coli (EAEC), enterntoxigenic

E. coli (ETEC), dan

enteroinvasive E. coli (EIEC). EPEC merupakan penyebab utama diare pada
anak-anak di negara yang sedang berkembang (Nataro 8, Kaper 1998).
Diare merupakan salah satu penyakit infeksi dengan tanda-tanda adanya
perubahan bentuk dan konsistensi tinja (melembek sampai mencair) serta
bertambahnya frekuensi buang air besar dari biasanya (3 kali atau lebih dalam
sehari). Penyakii diare masih sering menimbulkan KLB dengan jumlah penderita
yang banyak dabm waktu yang singkat (RSPI-SS 2005). Berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium, diketahui bahwa penyebab KLB diire yang terjadi di
Tangerang (jumlah penderita mencapai 1256 orang) adalah bakteri patogen yang
mencernari sumber air dan mengontaminasi makanan penduduk (Harian
KOMPAS 2005). Budiarti (1997. diacu dalam Budiarti et a/. 1999) melaporkan
bahwa galur-galur EPEC yang diisolasi dari anak-anak penderita diare (55%) di
Indonesia bersifat resisten terhadap antibiotik berspektrum luas seperii
tetrasiklin, ampisilin, dan kloramfenikol. SaJah satu contoh galur EPEC yang
resisten tefhadap antibiotik tersebut adalah EPEC K1.I.

Antibiotik p-laktam dan $-hktamase
Antibiotik merupakan produk metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
kelompok mikroorganisrne tertentu, memilii berat molekul rendah, clan pada
konsentrasi yang sangat rendah dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain.

Mikroorganisme penghasil antibiotik di

antaranya adalah Streptomyw, Baci/lus, dan cendawan belfbmen. Antibiotik
bekeja secara tepat pada bagian tertentu dari sel, misalnya pada dinding sel,
membran sitoplasma atau piranti sintesis protein, atau bahkan enzim-erujm yang
terlibat dalam sintesis asam nukleat. Efek toksik yang dimbulkan oleh antibiotik
terhadap bakteri berbeda dengan efek yang timbul pada manusia maupun
hewan, hal inilah yang menjadi alasan digunakannya antibiotik untuk pengobatan
penyakit (Singleton 1999; Todar 2002).
Berdasarkan struktur kimianya, $-laktarn merupakan antibiotik kelompok
asam amino-peptida (Madigan et a/. 2000), memiliki struktur cincin yang
mengandung nitrogen, disebut cincin 8-laktam (Gambar 1).

Penisilin dan

sefalosporin adalah contoh antibiotik $-laldam yang dihasilkan oleh Penici/Iium
dan Cephalosporium, sedangkan karbapenem, klavam, dan monobaktarn adalah
antibiotik $-laktamyang dihasilkan oleh bakteri (Singleton 1999).

Gambar 1 Rumus bangun antibiotik $-laktam (Rollins & Joseph 2000)
Antibiotik 8-hktam merupakan salah satu antibiotik yang paling sering
digunakan sebagai agen antimikrob. Hal ini disebabkan karena antibiotik ini
memiliki selektivitas yang tinggi dan toksisitas yang rendah terhadap sel inang
(Cole & Nicolas 1986). Enzim ini akan berikatan dan menghambat enzim
karboksipeptidase dan transpeptidase yang diperlukan dalam tahap akhir sintesis
peptidoglikan (Todar 2002).

p-laktam merupakan antibiotik yang palrng banyak d~unakandalam dunia
medis. Penggunaan antibiotik $-laktam menimbulkan masakh resistensi yang
cukup tinggi pada antibotik p-laktam sehingga pencarian anggota baru antibiotik
p-laktam terus dikembangkan. Resistensi terhadap antibiotik p-laktarn sering
terjadi disebabkan oleh keberadaan enzim p-laktamase, namun mutasi pada
penicillin-binding proteins (PBPs, suatu enzim yang terlibat dalam sintesis
peptidoglikan) menyebabkan berkurangnya afinitas PBPs terhadap antibiik

P-

laktam juga dapat terjadi (Fluit et al. 2001).
Enzim p-laktamase menginaktifkan antibiotik p-laktam dengan cara
menghidrolisis cincin p-laktam sehingga dihasilkan produk yang inaktii, yaitu
asam penisiloat (Gambar 2). Berdasarkan sekuen nukleotidanya, p-laktamase
dikelompokkan ke dalam 4 kelas, yaitu kelas A,

B. C,

dan, D memiliki asam amino serin pada sisi aktifnya,

dan D. Enzim kelas A, C,

sedangkan kelas B memiliki

4 atom zinc pada sisi aktifnya (Livermore 1995).

peridh phaaMmphofe

pdloic add

pe-arld

Gambar 2 Kerja enzim p-laktamase terhadap antibiotik p-iaktam (Patrikc 1998)
Enzim p-laktamase ditemukan secara luas baik pada W e n Gram positif
maupun Gram negatii (Livermore 1995).

Enzim ini diketahui merupakan

penyebab resistensi terhadap p-laktarn pada banyak M e n patogen, namun
juga dihasilkan oleh bakteti nonpatogen.

p-laktamase yang mampu

menghidrolisis penisilin pertarna kali diisolasi dari E. cdi (Abraham & Chain 1940,
diacu dalam Bradford 2001).

Lawung et a/. (2001) melaporkan bahwa

p-

laktamase yang dihasilkan oleh HaemophJus dumM mampu menghidrolisis
beberapa antibiotik plaktam di antaranya: ampisilin, benzilpenisilin, karbenisilin.
nitrosefin, sefalotin, sefaloridin, dan sefoperazon.

Bradford (2001) juga

melaporkan bahwa selain dihasilkan E. cdi, p-laktamase hpe TEM-1 yang
mampu menghidrofisis penisilin dan sefalosporin juga

dihasilkan oleh

Pseudomonas aetuginosa, H. influenzae, d m Neissena gonhoeae mampu

menghirolisis penisilin dan sefalosporin.

6-laktamase juga dihasilkan oleh

Streptomyces secara konstitutif. Ogawara ef d. (1978) melaporkan bahwa dari
hasil kajian yang dilakukannya diperoleh beberapa galur Shptomyces spp. yang
memiliki aktivitas p-laktarnase di antaranya: S. albus, S. ~statochmogenes,S.

fradiae, dan S. lavsnclulae. Deak et a/. (1998) juga melaporkan bahwa S. griseos
menghasilkan 6-lakiamase ektraseluler yang terikat membran.

Gen yang

menyandi resistensi terhadap plaktam dapat dimukan pada plasmid,
kromosom bakteri, dan transposon (Heritage etal. 1999; Flul etal. 2001). Pada

baMeri Gram positi, sebagian besar 0-laktamase disekresikan ke lingkungannya
(ekstraseluler) dan beberapa melekat pada membran sitoplasrna. Sebaliknya,
pada bakteri Gram negahf sebagian besar enzim disekresikan ke ruang
periplasma, namun beberapa juga bersifat ekstraseluler (Livenore 1995).

Senyawa Penghambat $-hktamase dari Slrepiomyces
Streptomyces merupakan bakteri tanah Gram positif termasuk ke dalam
kelompok aktinomisetes. Hia vegetatif bakteri ini berdiimeter 0.5-2.0 pm, spora
nonmotii, dan menghasilkan berbagai macam pigmen yang terlihat pada
miselium vegetatii dan aerialnya. Dinding selnya tenusun oleh sejumhh besar
asam L-diaminopimelat. Streptomyces adalah bakteri aerob, kemoorganotrof.
memberikan reaksi katalase positii, dan umumnya mampu mereduksi nitrat
menjadi nitrit (Hol ef a/. 1994).
Streptomyces dan beberapa genus kelompok aktinomket lainnya dikenal
sebagai bakteri penghasil antibiotik, karena dari 10000 antibiotik yang telah
ditemukan, 2/3 nya dihdkan oleh bakteri ini (Miyadoh B Otoguro 2004).
Streptomyces memiliki siklus hidup yang kompleks dan mampu menghasilkan
berbagai senyawa metaboli sekunder, enzim, dan i n h i o r enzim.

Sebagai

contoh, S. clavukgems mampu menghasilkan senyawa plaktam seperti
antibiotik, antiiungal, dan senyawa penghambat p-laktam (Thai et a/. 2001).
Disamping menghasilkan antibiotik penisilin N dan sepamisin C, S. clavuligenis
juga menghasilkan asam klavulanat (Reading 8 Cole 1977) dan BLIP (Doran at

al. 1990; Kim & Lee 1994) yang terbukti memiliki aktivitas penghambatan
terhadap sejumlah plaktamase.

Masalah resistensi terhadap a n t i b i k $-laktam sernakin cepat berkembang
seiring dengan dihasilkannya enzim $-laktamase yang semakin I U spektrum
~S
aktivitasnya.

Untuk mengatasi masalah resistensi tersebut, dilakukan upaya

pencarian metaboli-metaboli dari mikroba yang mampu menghambat aktivitas
$-laktamase, seperti asam klavulanat (Reading 8 Cole 1977), asam olivanat
(Park & Lee 1998 ), dan tinamisin (Kahan et al. 1979, diacu dalam Park 8 Lee
1998) yang telah digunakan secara klinis. Wahyuni (2006) melaporkan bahwa
asam klavulanat yang diisolasi dari filtrat kultur Streptomyces sp. IVNFI-1
menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap p-laktamase dari EPEC K1.l
yang resisten ampisilin.
Selain metaboli-metabolit tersebut di atas, beberapa peneliii juga berhasil
menemukan protein yang mampu menghambat aktivitas $-laktamase. Protein
yang memiliki aktivitas pengharnbatan terhadap B-laktamase Staphylococcus
aueus berhasil diisolasi dari filtrat kultur Strepfomyces gedaensis (Park & Lee
1998). Protein lain (BLIP) yang juga mampu menghambat berbagai plaktamase
berhasil dikarakterisasi dari filtral kultur S. clavuligems dengan berat molekul
berkisar 17.5 kDa (Doran et a/. 1990). Dua protein penghambat $-bktarnase
lainnya (BLIP-I dan BLIP-11) yang dihasilkan oleh S. exfoiatus SMF19 juga
berhasil dikarakterisasi oleh Kim 8 Lee (1994).

BLIP-II dari S. exrolatus

berukuran lebih besar daripada BLlP S. clavuligems, yaitu 33 kDa. Gen yang
menyandi BLIP-II (blB)telah diklon dan disekuen, namun dari perkiraan sekuen
asam aminonya BLIP-I1 tidak memperlihatkan kemiripan dengan BLIP dari S.
davuligems (Park & Lee 1998). Sebaliknya, gen yang menyandi BLIP-I (M)
juga berhasil diklon dan disekuen, hasilnya menunjukkan bahwa BLIP-I memiliki
kemiripan ukuran (17.5 kDa) dan sekuen dengan BLlP dari S. davulige~s
(Kang
eta/. 2000).
Frewari (1999) melaporkan bahwa peptida antimikrob yang diiiolasi dari
Streptomyces sp. isolat indigenus (IR-1 dan IR-5) mampu menghambat
pertumbuhan bakteri target E. coli ATCC 25922 dan S. aureus ATCC 25923
Desriani (2004) juga melaporkan bahwa dari hasil penapisan terhadap 39
Strepomyces spp. isolal indienus diperoleh 3 isdat Streptomyces spp. (IVNF11, PS4-16, dan SLW 8-1) yang menghasilkan protein ekstraseluler dan memiliki
aktivitas penghambatan terhadap P-laktamase E. coli resisten ampisilin.

BAHANDANMETODE
Waktu dan Ternpat P e n e l i n
Peneltiin ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiiogi (Departemen
Biologi) dan Laboratorium Kimia Analiiik (Departemen Kimia), FMIPA, lnstitut
Pertanian Bogor pada bulan April 2005-ApriI2006.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam peneltiin ini adabh 6 isoiat Sfmpfomyces
spp. yaitu IVNFI-1, PSI-4, PD2-9, LC17-2, SLW&l, dan 656-2 (Garnbar 6) yang
merupakan koleksi Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMlPA IPB.
Bakteri target yang digunakan sebagai penghasil p-laktamase adalah EPEC K1.l
koleksi Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat Peneliian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknobgi (PPSHB), lnstitut Pertanian Bogor.
Sedangkan E. coli DH5a

(koleksi Laboratorium Mikrobiologi, Departemen

Bilogi, FMlPA IPB) dan E. coli p-sport (koleksi Laboratorium Biotechnology

Research Indonesia-Nethedand. PPSHB IPB) masing-masing digunakan sebagai
kontrol negatif (sensitif ampisilin) dan kontrol positif (resisten ampisilin).

Peremajaan lsolat Strepfomycesspp. dan Bakteri Target
Enam isolat Streptomyces spp. diremajakan pada media Yeast Malt Agar
dan Yeast Malt B d h (Lampiran I), diinkubasi selama 7-10 hari pada suhu ruang.
Bakteri target EPEC K1.l dan E, wli p-sport ditumbuhkan pada media Nutrient
Agar (Oxoid) dan Nutrient Broth (Oxoid) yang mengandung 100~g/mlampisilin
(Boehringer) sedangkan E cob DH5a ditumbuhkan pada medii N A dan NB
tanpa ampisilin, kemudiin diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 OC.

Kurva Perturnbuhan EPEC K1.I
Satu koloni EPEC K1.l yang diiumbuhkan pada medii NA+ampisilin 100
W/ml diinokulasikan ke dalam media NB+ampisilin 100 wglml.

Kemudian

diinkubasi pada suhu 37 O
C selama 3 jam dengan pengocokan berkecepatan 120
rpm. Setelah 3 jam, 0.1% biakan diinokulasikan

ke dalam media NB+ampisilin

100 pg/ml, diinkubasi dengan kondisi yang sama seperti kultur awal. K U N ~
tumbuh EPEC K1.l ditentukan dengan menghubungkanantara absorbansi kultur
EPEC K1. I dengan waktu.

Uji Keberadaan $-laktamase pada EPEC K1.l
Uji keberadaan $-laktamase dilakukan untuk mengetahui mekanisme
resistensi EPEC K1.l terhadap antibiotik p-laktam. Uji ini dilakukan dengan
metode iodometric spot test (Lee 8 Komarmy 1981). Pada uji ini, tiga potongan
kerlas saring disiapkan, E. coli DH5a digunakan sebagai kontrol negatif,
sedangkan penisilinase (Sigma) digunakan sebagai kontrol positif. Sebanyak
0.02 mg benzilpenisilin (Sigma) diletakkan di tengah potongan kertas saring dan
ditambahkan 1 tetes akuades. Pada masing-masing kertas saring dimbahkan
1 tetes penisilinase, 1 koloni E. coli DH5a. dan 1 koloni EPEC K1.1, kemudian
diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit. Setelah itu dimbahkan 5 tetes
reagen iodin (Lampiran 2) dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit.
Pengarnatan dilakukan setelah dilakukan penambahan 1 tetes soluble starch
(Merck) pada masing-masing kertas saring.
Pengumpulan Filtrat K u b r EPEC K1.1 sebagai Sumber $-laktamase
EPEC K1.l dlumbuhkan dalam medii NB+arnpisilin 100 pg/ml pada suhu
37 "C selama 5 jam dengan pengocokan berkecepatan 120 rpm. Kitrat kultur
disentrifugasi (Jouan CR3i)

dengan kecepatan 20000 x g pada suhu 4 "C

selama 10 menit. Filtrat kultur yang diieroleh dikeringbekukan untuk kemudian
digunakan dalam esei aktivitas p-laktamase.
Pengumpulan Filtrat K u h r 3mpfomyces spp. sebagai Sumber Protein
Penghambat 0-laktamase
Enam lsolat Stn,ptomyces spp. ditumbuhkan pada media fermentasi Kim 8
Lee (1994) selama 14 hari pada suhu ruang dengan pengocokan berkecepatan
100 rpm. Pada hari ke-14 dilakukan pernanenan tiftrat kunur, disentrifugasi
dengan kecepatan 20000 x g pada suhu 4 O
C selama 10 menit. Selanjutnya
filtrat kultur digunakan untuk esei antagonis (metode agar diiusi) terhadap bakteri
target dan esei aMivitas penghambatanterhadap p-laktamase.

Esei Antagonis Fiitrat K u h r Stmptomyces spp
Filtrat kultur 6 isolat Streptomyces spp. diukur daya hambatnya terhadap
pertumbuhan bakteri target dengan menggunakan metode Kirby-Bauer (Madigan
et al. 2000). Media NA semisolid (0.75%) yang berisi 100
dengan konsentrasi minimal

biakan bakteri target

lo6 sellml diiuang di atas medii

NA yang tebh

memadat. Selanjutnya 15 pl filtrat kultur Streptomyces spp. diteteskan di atas
kertas cakram. Pengamatan dibkukan setelah inkubasi selama 24 jam pada
suhu 37 "C dengan mengukur zona bening yang terbentuk.
antagonis 6 is&

Dari hasil uji

Strepomyces spp. ini dipih satu isolat Strepfornyces sp. yang

memiliki penghambatan paling besar dan digunakan untuk uji selanjutnya.

Pengukuran Aktivitas $-laktamase
Esei terhadap 5-bktamase dari EPEC K l . 1 diikukan dengan metode
Sawai et a/. (1978) dan menggunakan kmilpenisilin 0.1 mg/mJ sebagai substrat.
Sebanyak 2.5 ml g-laktamase dalam buffer fosfat 0.1 M pH 7 diinkubasi pada
pada suhu 30 O C selama 5 menit. Kemudiin d i i b a h k a n 0.5 ml benzilpenisiii
dan diinkubasi pada 30

O C

selama 20 menit.

Reaksi enzimatis dihentikan

dengan menambahkan 5 ml reagen iodin, kemudiin diinkubasi pada suhu ruang

&ma

20 menit. Selanjutnya dibkukan pengukuran absorbansi pada panjang

gelombang 540 nm. Pengukuran juga dilakukan terhadap 2 blanko, yaitu blanko
A yang berisi 3 ml buffer fosfat dan 5 ml reagen iodii sedangkan blanko B terdiri
atas 0.5 ml substrat, dan 5 ml reagen iodin. Kemudian 2.5 ml p-laktamase
ditambahkan pada blanko B setelah penambahan reagen iodin.
Aktivitas 6-bktamase dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Aktivitas p-laktamase (Ulml) = Blanko B - Sampel x
x 1x 1
Blanko A
F
T
V
Dari persamaan tersebut:

F = iodin yang dikonsumsi per mol substrat yang dihidrolisis
T = waktu (menit) untuk reaksi enzirnatii

V = volume (ml) enzim yang diiambahkan
Satu unl aktivitas p-laktamase didefinisikan sebagai sejumlah enzim yang
mengatalisis hidrolisis 1 pmol benzilpenisilin per menit pada 30
(Sawai et a/. 1978).

"C pada pH 7

Pengukuran Aktivitas Penghambatan B-laktamase

Essi aktivitas penghambatan fikrat kukur Stfeptomyces sp. terhadap 6laktamase EPEC K1.l dilakukan menggunakan metode Sawai eta/. (1978).

p-

laktamase diinkubasi benama-sama dengan fikrat kultur Streptomyces sp.
Aktivitas penghambatan terhadap plaktamase diukur dengan menggunakan
rumus berikut:
Persentase penghambatan =

x 100%
A

Dari persamaan tersebut:
A = Aktivitas p-laktamase tanpa penghambatan
B = Aktivitas p-lakiamase dengan penghambatan
Satu unit aktivitas penghambatan didefinisikan sebagai sejurnlah inhibitor

P-

laktamase yang dibutuhkan untuk menghambat 50% 0.96 unit aktivitas

P-

laktamase (Kim & Lee 1994).
Pengukuran Konsenhsi Protein
Esei konsentrasi protein finrat kunur diukur Streptomyces sp. diikukan
menggunakan metode Bradford (1976). Sebanyak 1 ml filtrat kunur direaksikan
dengan 5 ml pereaksi Coomassie Brilant Blue 6250, dikocok dan d i d i i k a n
selama 20 menit. Sebagai blanko digunakan 1 ml akwdes yang direaksikan
dengan pereaksi yang sama, sedangkan sebagai standar protein digunakan
Bovine Serum Albumin (BSA) dengan seri konsentrasi 0.01-0.1 mg/ml dari stok
BSA 0.1 mg/ml. Pengukuran konsentrasi protein juga diikukan untuk protein
hasil pengendapan amonium &at,

dialisis, dan fraksi-fraksi kromatografi filtrasi

gel.
Pengendapandengan Amonium Sulfat
Sebanyak 100 ml filtrat kultur hasil produksi diendapkan dengan
menambahkan amonium sulfat hingga tingkat kejenuhan 80% pada suhu 4 OC.
Amonium sulfat (4.25 M) ditambahkan sedikii demi sedikit sambil

d i i u k dengan

pengaduk magnet. Setelah semua amonium sulfat ditambahkan, kemudian
diinkubasi sehma 20 jam pada suhu 4

"C. Fikrat kultur yang telah diendapkan

disentrifugasi dengan kecepatan 20000 x g selarna 10 menit pada suhu 4 "C.
Pelet yang diperoleh dilarutkan dalam 10 ml buffer fosfat 0.1 M pH 7. Untuk

mengendapkan 100 ml filtrat kukur dibutuhkan 56.1 g amoniurn sulfat (Bollag &
Edelstein 1991).

Sebelum digunakan membran (SIGMA, kantung dapat menahan protein
dengan berat molekul 12 kD atau lebih) dicuci dengan air mengalir selama 3-4
jam, kemudiin direndam dalam 0.3% (w/v) larutan sodium sulfida (0.0385 M).
Setelah itu membran diilas dengan air bersuhu 60

OC selama 2 menit untuk

sebnjutnya diasidikasi dengan 0.2% (vlv) asarn solfur. Untuk menghingkan
sisa asam, membran dibilas dengan air panas selama 5 menit.

Membran berisi 3 ml protein hasil pengendapan amonium sulfat
dimasukkan ke dalam wadah yang berisi buffer fosfat 5 mM pH 7 (wlume total
100x volume sampel di dalarn membran) sambil diaduk pelan dengan pengaduk
magnet. Buffer fosfat (0.1 M pH 7) di luar membran diganti setelah 2 jam waktu
inkubasi dengan buffer yang baru dengan volume yang sama dan diinkubasi
pada suhu 4 "C&ma

20 jam.

Kmmatografi Filtrasi Gel
Sebanyak 1.3 g Sephadex G 75 dikernbangkan (swelling) dalam 20 ml
buffer fosfat 0.1 M pH 7.diinkubasi selama 30 menit. Kemudiin divakum selama
30 menit untuk menghilangkan gelembung udara sehingga tidak mengganggu

saat pengemasan kolom. Kolom dengan tinggi 30 cm dan diameter Icm diisi
dengan gel secara perkhan hingga diperoleh tinggi kernasan gel yang
diinginkan. Kolom yang telah dikernas, diilusi dengan buffer fosfat 0.1 M pH 7
hingga diieroleh laju alir yang konstan.
Sebanyak 800 @
(4%
I dari volume kolom) protein hasil dialisis drapliiasikan
ke dalam kolom dan dielusi dengan buffer fosfat 0.1 M pH 7, pada suhu 4 OC.
Laju alir larutan pengelusi 0.167 mUmenit. Fraksi hasil elusi d i i p u n g setimp 5
ml dan diukur serapannya dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang
gelombang 280 nm. Fraksi-fraksi yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan
waktu retensinya dalam kolom.

Uji Kadar Hambat Minimal
Sebanyak 7 tabung reaksi berisi 5 ml media NB+ampisilin 100 pglml
disiapkan. Tabung pertama clan ketujuh berisi media NB tanpa filtrat kunur
IVNFI-1. Tabung ke-2 ditambahkan filtrat kultur IVNFI-1 sebanyak 78.125

lo4 mg), tabung ke-3 diiambahkan filtrat kultur IVNFI-1
sebanyak 156.25 pi (kadar protein = 4.631 x lo4 mg). tabung ke-4 ditambahkan

(kadar protein = 2.316 x

filtrat kultur IVNFI-1 sebanyak 312.5 pl (kadar protein = 9.263 x

lo4 mg), tabung

ke-5 ditambahkan filtrat kultur IVNFI-1 sebanyak 625 4 (kadar protein = 1.853 x
mgf, dan tabung ke-6 dtambahkan filtrat kultur IVNFI-lsebanyak 1250 pl
(kadar protein = 3.705 x 10" mg).
Sebanyak 0.1% inokulum EPEC Kl.1 daJam media NB, konsentrasi

lo6

seVml, diinokulasikan ke dalam tabung ke-I, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, dan ke-6,
sedangkan tabung ke-7 t i i k diiiokulasikan EPEC K1.I.
Perlakuan ini ct&kukan
dengan 2 ulangan. lnkubasi dilakukan pa& suhu 37

"C dengan pengomkan

berkecepatan 120 rpm selama 7 jam. Setiap 1 jam waktu inkubasi, sebanyak
100

111

dari isi tabung-tabung tenebut disebar ke media NA yang tidak

mengandung ampisilin (pencawanan dilakukan dengan 2 ulangan).
diinkubasi pada suhu 37
dihiiung.

O C

Setelah

selama 24 jam, sel yang tumbuh diamati dan

BAGAN ALIR PENELITIAN

Streptomyces spp.

(

Pernbuatan kurva
tumbuh EPEC K1. I

I

Streptomyces spp.

I

Uji keberadaan plaktamase EPEC K1.I
Pengumpulan filtrat
kultur EPEC K1.I

/--'--,
Fikrat kultur isolat

(3-laktamase
Esei antagonis dengan
, colip-sport,
EPEC K1.IE.
dan E. cdi DH5a
Pengukuran aktlvitas (3-laktarnase dan
penghambatan terhadap plaktamase

471
1amonium sulfat

w
Dialisis

I

Filtrasi gel

BLIP

HASlL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan EPEC K1.l
EPEC K1.1 yang digunakan pada penelifian ini diisolasi dari penderita
diare. Pertumbuhan EPEC K1.l yang resisten ampisilin berlangsung sangat
cepat. Fase eksponensial dimulai pada jam ke-3 dan akhir fase eksponensial
tercapai pada jam Ice-5 (Gambar 3) sedangkan pada galur E. coli lainnya tercapai

pada jam ke-16 (Ferguson et a/. 1998). Kemampuan tumbuh EPEC K1.l yang
lebih cepat dibandingkan galur E. cok' Jainnya menyebabkan EPEC K1.l sangat
berbahaya bagi kesehatan.

Waktu (jam)

Garnbar 3 Kurva pertumbuhan EPEC K1.1 pada media NB yang diinkubasi
pada suhu 37 'C selama 7 jam

Keberadaan $-laktamase pada EPEC K1.1
Hasil uji menunjukkan bahwa EPEC K l .Imenghasilkan P-laktamase yang

mengindikasikan mekanisme resistensinya

terhadap antibiotik 0-laktam. Hal ini

terlihat dari zona putih yang terbentuk di tengah kertas uji EPEC K1.l dan kontrol
positif (penisilinase), sedangkan pada kertas uji untuk kontrol negatif ( E coli
DH5a) tidak terbentuk zona putih di tengah kertas (Gambar 4). Menurut Lee &

Komarrny (1981), molekul antibiotik yang akfif (penisilin) tidak akan berikatan
dengan iodin sedangkan produk inaktif antibiotik tersebut (asarn penisiloat) akan
mengikat Win. Pada reaksi positif tidak akan terbentuk warna coklat-keungwn,
hal ini disebabkan karena asam penisiloat yang berikatan dengan iodin tiiak
akan bereaksi dengan pati. Menurut Livermore (1995), mekanisme resistensi

terhadap antibiotik 0-laktam pada Gram negatif, sebagian besar disebabkan
karena keberadaan enzim p-laktamase. Enzim ini menginaktifkan antibiotik
laktam dengan cara menghidrolisis cincin p-laktam sehingga dihasilkan produk
yang inaktif, yaltu asam penisiloat.

Gambar 4 Hasil uji keberadaan p laktamase terhadap E. coli DH5a (a). EPEC
K1.l (b), dan penisilinase (c)

Esei Antagonis Filtrat Kultur Streptomyces spp.
Filtrat kultur Streptomyces spp. yang telah dikumpulkan digunakan untuk uji
antagonis terhadap EPEC K1.I,
E. coli p-sport, dan E. coli DH5a. Untuk EPEC
K1.l dan E. coli p-sport, uji antagonis dilakukan pada media NA yang
mengandung 100 kglml ampisilin. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan sifat
resistensi terhadap ampisilin yang dimiliki oleh EPEC K1.l dan E. coli psport,
sedangkan untuk E. coli DH5a uji antagonis dilakukan pada media NA tanpa
ampisilin.

Gambar 5 Morfologi koloni isolat Streptomyces spp. yang ditumbuhkan pada
media Yeast Malt Agar (lVNF1-I, PSI-4, PD2-9, SLW8-1, dan B56-2) dan
Oatmeal Agar (LC17-2)

Tabel 1Hasil Uji antagonis filtrat kultur enam isolat Sfreptomyces spp. terhadap
EPEC K1.l, E. coli psport, dan E. coli DH5a
No

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kodelsdat
IV NF1-1
PS1-4
PD2-9
LCl7-2
SLW8-1
856-2

D i m zona bening (mm)
EPEC K1.I E. mlip-~pod E. coli DH5a
4
6.75
13.75
4.5
8
2
6.25

-

-

-

Dan hasil uji antagonis ke-6 filtrat kultur Strephvnyces sp. terhadap EPEC
K1.l,
tedihat bahwa hanya IVNF1-1 yang mampu menghambat pertumbuhan
EPEC K1.1 dengan zona hambatan sebesar 4

mm (Tabel 1).

Hal ini

mengindikasikan bahwa IVNFI-1 menghdkan swfu senyawa yang mampu
menghambat pertumbuhan EPEC K1-1 yang menghasilkan plaktamase sebagai
mekanisme resistensinya terhadap ampisilin. Desliani (2004) melaporkan bahwa
protein ekstraseluler yang terkandung dalam filtrat kultur IVNF1-1 mampu
rnenghambat pertumbuhan E, coli resisten ampisilin.

Wahyuni (2006) juga

mehporkan bahwa asam klavulanat yang terkandung di dalam filtrat kultur
IVNFI-1 mampu memberikanzona penghambatan terhadap EPEC K1.1 sebesar
6 mm setelah dipanaskan pada suhu 98 'C.
Hasil uji antagonis filtrat kultur Streptomyces spp. terhadap E. coli gsport
(Tabel 1) menunjukkan bahwa
rnenghambat pertumbuhan E.

IVNFI-1, PS1-4, dan PD 2-9 mampu

coh p-sport yang juga resisten terhadap ampisilin.

Namun demikian mekanisrne resistensi pa& E. coli psport terhadap ampisilin
belum diketahui, Zona hambatan yang diberikan masing-masing sebesar 6.75,
4.5, dan 2 mm. Menurut Fluit et a/. (2001). resistensi terhadap antibiotik $-laktam
disarnping disebabkan oleh aMivitaa enzirn plaktamase, juga dapat disebabkan

deh mutasi pada PBPs yang menyebabkan berkurangnya atinitas PBPs
terhadap antibiotik P-laktam.
Streptomyces sp. IVNFI-1, PS1-4, dan PD2-9 juga mampu mengharnbat
pertumbuhan E. coli DH5a yang sensitif ampisilin dengan zona hambatan lebih
besar daripada zona hambatan yang terbentuk pada 2 bakteri target hinnya,
masing-rnasing sebesar 13.75. 8, dan 6.25 mm. Luasnya zona hambatan yang
terbentuk diiuga disebabkan karena aktivitas ampisilin yang mampu
menghambat sintesis dinding sel E.

coh DH5a yang sensitif terhadap ampisilin.

Disamping itu, keberadaan filtrat kultur Streptmyces spp. (IVNFI-1, PS1-4, dan
PD2-9) diduga juga memberikan kontribusi terhadap luasnya

zona hambatan

yang terbentuk, yaitu dengan kandungan senyawa antibakteti. Disamping
menghasilkan asam klavulanat (Reading & Cole 1977) dan beberapa protein
yang mampu menghambat aktivitas p-laktamase (Doran et a/. 1990; Kim & Lee
1994). Streptomyces spp. juga menghasilkan berbagai senyawa 6-laktam yang
memiliki aktivitas antibakteri dan anfifungal (Pruess & Kellett 1983, d i m &lam
Thai et a/. 2001).

Hasl in; mengindjkasikan bahwa senyawa ekstraseluler

IVNFI-1. PS1-4, clan PD2-9 sebagai agens antimikrob memiliki spektrum yang
luas.

Aktivitas p-laktamase EPEC K1.1
Berdasarkan hasii uji iodornetrik Sawai et a/. (1978). maka diperoleh
aktivitas waktamase EPEC K1. I sebesar 1.950 x

lo4 Ulml (Lampiran 2).

Hasil

ini membuktikan bahwa EPEC K l . I yang diisdasi dari penderita d i r e memiliki
mekanisme resistensi melalui pembentukan p-laktamase.

Narnun demikian.

aktivitas p-laktamase EPEC K1.l masih relatif kecil bila dibandingkan dengan
aktivitas p-laktamase E. coli yang membawa plasmid pCb (menyandi plaktamase dari Haemophdus dumy,), yajtu sebesar 4.623 Ulml (Lawung et a/.
2001). Menurut Bennet & Chopra (1993), sebagian besar p-laktamase pada
bakteri Gram negatif dihasilkan secara konstitutif, sedangkan pada bakteri Gram
positif keberadaan antibiotik p-laktam di lingkungan berperan sebagai pengatw
ekspresi enzim $-laktamase.

Aktivitas Protein Penghambat p-laktamase dari Stmptomyess sp. IVNFl-1
Hasil pengukuran aktivitas protein pengharnbat p-laktamase dari filtrat
kultur Streptomyces sp. IVNFI-1 dan fdtrat kultur ha& pengendapan amonium
suifat, dialisis, dan fraksi aktif (Fl) filtrasi gel menunjukkan adanya aktivitas
penghambatan terhadap p-laktamase EPEC K1.l (Tabel 2).

Filtrat kuitur

Sbrtptomyces sp. IVNFI-1 memiliki aktivitas protein penghambat plaktamase
sebesar 0.3079 x

lo4

Ulml.

Bila dibandiigkan dengan filtrai kultur hasil

pengendapan amonium sulfat (61.5700 x

lo4 Wml), d i i l i (3.0790 x lo4 Ulml),

dan fraksi aktif filtrasi gel (1.8470 x 104 Uiml) aktivitas protein penghambai p-

laktamase yang diberikan oleh filtrat kultur IVNFI-1 relatif lebih rendah. Hal ini
diduga diibabkan protein yang terdapat di dalam filtrat kultur rnasih terencerkan
oleh media (pebrut). Menurut Suhartono (1989) tahapan penggumpalan protein
dengan garamnya (amonium sulfat) merupakan suatu proses pemisahan yang
dapat mernisahkan protein dari komponen terlarut lainnya sebelum dimumikan ke
tahap selanjutnya. Kemudian garam yang tersisa dari proses penggumpalan
dapat dipisahkan dengan dilisis dan filtrasi gel sehingga dihasilkan protein yang
lebih mumi.
Hasil pengukuran konsentrasi protein filtrat kultur IVNF1-1 serta filtrat kultur
hasil pengendapan amonium sulfat, diiisis, dan filtrasi gel menunjukkan nilai
konsentrasi yang be~ariasi. Konsentrasi protein terendah dihasilkan oleh filtrat
kultur IVNFI-1, yaitu sebesar 2.964 x

lo3

mg/ml.

Sedangkan konsentrasi

protein fmat kultur hasil pengendapan amonium suifat, dialisis, dan fraksi aktif
fiitrasi gel rnasing-masing sebesar 144.000 x 103, 24.100 x 103, dan 5.749 x 1O9
mglml.

Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas protein penghambat p-

laktamase, maka fdtrat kultur IVNFI-1 memiliki aktivitas spesifik sebesar 0.0104
Wmg dengan aktivitas penghambatan sebesar 84.21%. Nilai aktivitas spesif~k
terbesar dihasilkan oleh fraksi aktif filtrasi gel, yaitu 0.0322 Wmg, kemudiin
diikuti oleh filtrat kuitur hasil dialisis dan pengendapan amonium sulfat masingmasing sebesar 0.0128 dan 0.0043 Ufmg. Besarnya % penghambatan yang
dihasilkan deh fraksi aktif filtrasi gel adalah 5.28%. Persentase penghambatan
protein h a d pengendapan amonium sulfat clan d i i l i tidak ciapat ditentukan
(merujuk ke formula yang digunakan untuk penentuan besamya %
penghambatan) karena nilai aktivitas p-laktamase EPEC K1.I
jauh lebih rendah
dibandingkan

dengan

aktivitas protein penghambat

B-laktamase hasil

pengendapan amonium sulfat dan d i a l i . Hal ini diduga terjadi karena saat
proses pengendapan dengan amnium suifat yang dilanjutkan dengan dialisis,
semua protein yang terkandung dalam filtrat kultur IVNFI-1 akan terkumpul
rnenjadi satu. Pada saat dilakukan esei aktivitas penghambatan terhadap

P

laktamase, kemungkinan ada beberapa protein yang memberikan kontribusi
penghambatanterhadap p-laktamase.
Bila dibandingkan dengan penelitin yang dilakukan oleh Kim & Lee (1994)
dan Doran et al. (1990), kadar protein (Tabel 2) dan aktivitas spesifik protein
penghambat p-laktamase yang dihasilkan oleh IVNF1-1reiatih lebih rendah. Kim

& Lee (1994) melaporkan bahwa filtrat kultur yang diisolasi dari S, exfariatus

SMF19 rnemiliki aktivitas spesifik sebesar 60.5 U/rng dengan kadar protein yang
cukup besar yaitu 1465 mg. Demikian juga dengan hasil penelitian Doran eta/.
(1990). filtrat kultur S. devuligems rnemiliki aktivitas s W k

dengan kadar protein 37.4 mg.

sebesar 321.2 Ulmg

Tabel 2 Aktivitas protein penghambat p-laktamase Streptomyces sp. IVNFI-1 dengan p-laktamase EPEC K1.1*
Sampel
Filtrat kultur
Pengendapan
arnonium sulfat
Dialisis
Filtrasi gel

Aktivitas B-laktamase
dengan protein
penghambat (Ulml)
0.3079 x
61.5700 x

lo4

a-

Total Aktivitas
IaMarnase dangan
protein penghambat (U)
3.0790 x 10"
6.1570 x 10‘~

3.0790 x I0"

1,5395 x 1o

1.8470 x 1o4

0.9235 x

*Aktivitas p-laktamase EPEC K l . l = 1.950 x
-Tidak dapat ditentukan

-~

Ulml

Konsentrasi
protein
(mgfml)
2.964 x 10'"

-

Total
protein
(mg)
0,2964

Aktivitas spesifik
protein penghambat
0-laktamase (Ulmg)
0.0104

1.4400

0.0043

2 4 . 1 0 0 ~ 1 0 ' ~ 0.1205

0.0128

5.749 x 1 0 ' ~ 0.0287

0.0322

144.000 x 10'

% penghambatan
.
-

terhadap p-laktamase
oleh IVNFI-1
84.21

5.28

Pengukuran konsentrasi protein