Isolasi, pemurnian dan identifikasi senyawa anti-B-laktamase dari streptomyces sp. IVNF1-1(Penghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare, EPEC K1-1

ISOLASI, PEMURNIAN, DAN IDENTIFIKASI
SENYAWA ANTI-β-LAKTAMASE DARI Streptomyces sp. IVNF1-1
(Penghambat Pertumbuhan Bakteri Penyebab Diare, EPEC K1-1)

WULAN TRI WAHYUNI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
WULAN TRI WAHYUNI. Isolasi, Pemurnian, dan Identifikasi Senyawa Anti-βlaktamase dari Streptomyces sp. IVNF1-1 (Penghambat Pertumbuhan Bakteri Penyebab
Diare, EPEC K1-1). Dibimbing oleh LATIFAH K. DARUSMAN dan YULIN LESTARI.
Bakteri penyebab diare (EPEC K1-1) memproduksi β-laktamase, enzim yang
memotong cincin β-laktam dan menimbulkan resistensi EPEC K1-1 terhadap antibiotik βlaktam. Dalam penelitian ini, upaya mengatasi resistensi dilakukan melalui isolasi
senyawa anti-β-laktamase golongan protein (BLIP) dan asam klavulanat dari
Streptomyces sp. IVNF1-1. Upaya ini dilatarbelakangi keragaman mikrob Indonesia yang
sangat tinggi dan IVNF1-1 merupakan isolat indigenos potensial yang memberikan
hambatan terhadap pertumbuhan EPEC K1-1 dengan diameter zona hambat sebesar 6

mm.
Hambatan protein ekstraselular IVNF1-1 terhadap aktivitas enzim β-laktamase EPEC
K1-1 ditentukan dengan metode iodometri yang telah dimodifikasi. Hambatan yang
diberikan protein ekstraselular dalam filtrat kultur IVNF1-1 ialah sebesar 84,12%.
Pemurnian protein tersebut melalui pengendapan amonium sulfat kejenuhan 80%,
dialisis, dan kromatografi filtrasi gel sephadex G-75 menghasilkan BLIP dengan aktivitas
hambatan sebesar 11,10%.
Asam klavulanat diisolasi dari filtrat kultur IVNF1-1 dalam bentuk garamnya melalui
metode United States Patent 4140764. Ekstrak yang diperoleh menunjukkan zona merah
gelap pada pelat kromatografi lapis tipis silika gel setelah pewarnaan dengan pereaksi
2,3,5-trifeniltetrazolium klorida dan dipanaskan. Analisis ekstrak dengan
spektrofotometri inframerah transformasi Fourier menunjukkan keberadaan gugus fungsi
struktur asam klavulanat. Uji alkaloid terhadap filtrat kultur IVNF1-1 memberikan hasil
negatif. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa filtrat kultur IVNF1-1
mengandung senyawa anti-β-laktamase dari golongan protein dan asam klavulanat.

ABSTRACT
WULAN TRI WAHYUNI. Isolation, Purification, dan Identification of Anti-β-lactamase
Compound from Streptomyces sp. IVNF1-1 (Growth Inhibitor of Bacteria Diarrhea,
EPEC K1-1). Supervised by LATIFAH K. DARUSMAN and YULIN LESTARI.

Bacteria of diarrhea (EPEC K1-1) produces β-lactamase, an enzyme which cleaves the
β-lactam ring and causes bacterial resistance to β-lactam antibiotics. In this research, the
effort to handle bacterial resistance was done through isolation of anti-β-lactamase
compounds from Streptomyces sp. IVNF1-1. IVNF1-1 is an indigenous isolate that gives
potential inhibition to EPEC K1-1’s growth with 6 mm diameter inhibition zone.
The inhibition of IVNF1-1’s extracellular protein to β-lactamase’s activity was
detected by modified iodometric assay method. Inhibition of IVNF1-1 was 84,12%.
Purification of protein was done through ammonium sulfate precipitation 80% saturation,
dialysis, and chromatography gel filtration using sephadex G-75. The β-lactamase
Inhibitory Protein (BLIP) was isolated and it gaves 11,10% inhibition to β-lactamase’s
activity.
Clavulanic acid was isolated as a salt from culture filtrate of IVNF1-1 using United
States Patent 4140764 method. The extract appeared as a dark red spot on silica gel thinlayer chromatography plate after it was coloured with 2,3,5-triphenyltetrazolium chloride
and heated. Meanwhile extract analysis with Fourier transform infrared
spectrophotometry showed existence functional groups of clavulanic acid. Alkaloid test to
culture filtrate IVNF1-1 gave negatif result. Based on the data, culture filtrate of IVNF1-1
contains a proteinaceous β-lactamase inhibitor and clavulanic acid.

ISOLASI, PEMURNIAN, DAN IDENTIFIKASI
SENYAWA ANTI-β-LAKTAMASE DARI Streptomyces sp. IVNF1-1

(Penghambat Pertumbuhan Bakteri Penyebab Diare, EPEC K1-1)

WULAN TRI WAHYUNI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul : Isolasi, Pemurnian, dan Identifikasi Senyawa Anti-β-laktamase dari
Streptomyces sp. IVNF1-1 (Penghambat Pertumbuhan Bakteri Penyebab
Diare, EPEC K1-1)
Nama : Wulan Tri Wahyuni
NIM : G44201008


Menyetujui:
Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S.
NIP 130536681

Dr. Ir. Yulin Lestari
NIP 131779515

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuann Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131473999

Tanggal lulus :


PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala kemudahan,
bimbingan, dan perlindungan-Nya selama penulis menjalani penelitian hingga karya
ilmiah ini dapat diselesaikan. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan ialah memperoleh
senyawa anti-β-laktamase dari isolat Streptomyces sp. IVNF1-1. Lebih lanjut senyawa
anti-β-laktamase yang diperoleh diharapkan dapat dimanfaatkan dalam dunia medis untuk
mengatasi diare. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2005 sampai Februari 2006 di
Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi dan di Laboratorium Kimia Analitik
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Ir.
Latifah K. Darusman atas bimbingan, dorongan, dan kesempatan yang diberikan untuk
melaksanakan penelitian pada bidang yang baru namun sangat menarik bagi penulis.
Kepada Ibu Dr. Ir. Yulin Lestari penulis sampaikan rasa terima kasih yang besar atas
kepercayaan dan kesempatan bergabung dengan proyek penelitian yang Ibu pimpin,
terima kasih atas diskusi yang sangat berharga mengenai bidang mikrobiologi yang telah
banyak menambah pengetahuan penulis dalam bidang tersebut.
Ucapan terima kasih yang dalam penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan
mamam atas pengorbanan materi, waktu, tenaga, dan dukungan semangat serta doa yang
senantiasa menguatkan penulis saat menghadapi berbagai kesulitan selama penelitian.

Penulis juga berterima kasih kepada Balai Penelitian BIOGEN atas bantuannya dalam
proses pengeringbekuan enzim, kepada Laboratorium Mikrobiologi Hewan & Biomedis,
Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) atas koleksi bakteri
EPEC K1-1 dan bantuannya dalam proses sonikasi, kepada Laboratorium Terpadu Institut
Pertanian Bogor atas bantuannya dalam analisis kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC),
kepada Pusat Studi Biofarmaka atas bantuannya dalam analisis spektrofotometri
inframerah (FTIR). Kepada Om Eman penulis sampaikan ucapan terima kasih yang
dalam atas bantuan dan segala kemudahan yang diberikan kepada penulis saat penulis
membutuhkan alat dan bahan penelitian. Kepada para staf dan laboran di Laboratorium
Kimia Analitik dan laboratorium Mikrobiologi terima kasih atas bantuan selama
penelitian dilaksanakan.
Tidak lupa penulis berterima kasih kepada rekan penelitian, Kak Elsie, atas
kerjasamanya selama penelitian berlangsung. Untuk De-io yang telah berbagi
pengalaman, rekan-rekan di Laboratorium Analitik, rekan-rekan di Laboratorium
Mikrobiologi, serta rekan-rekan Kimia angkatan 38 penulis ucapkan terima kasih atas
dukungan dan kerjasama yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan dunia
medis pada khususnya serta bagi kehidupan umat manusia secara umum. Amin

Bogor, April 2006


Wulan Tri Wahyuni

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 23 Nopember 1982 sebagai
anak ketiga pasangan Bajang Saepudin dan Titi Rohayati. Tahun 2001 penulis
menyelesaikan studi di SMU Negeri I Cibadak. Pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen Kimia Dasar I
sebanyak dua kali, yaitu pada semester pendek (matrikulasi) tahun ajaran 2003/2004 dan
semester regular pada tahun ajaran yang sama. Penulis juga menjadi asisten praktikum
Kimia Analitik IV pada tahun ajaran 2004/2005 dan menjadi Penanggung Jawab
Praktikum (PJP) semester ganjil Kimia TPB pada tahun ajaran 2005/2006.

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................... ii

PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Diare ....................................................................................................... 2
EPEC dan β-laktamase ........................................................................................... 2
Senyawa Anti-β-laktamase..................................................................................... 2
Streptomyces .......................................................................................................... 3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ...................................................................................................... 3
Metode ................................................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peremajaan Isolat IVNF1-1 ................................................................................... 6
Produksi Filtrat Kultur IVNF1-1 ........................................................................... 6
Peremajaan dan Penentuan Kurva Tumbuh EPEC K1-1...................................... 7
Konfirmasi Mekanisme Resistensi EPEC K1-1 terhadap Antibiotik β-laktam ..... 7
Produksi dan Isolasi β-laktamase dari EPEC K1-1 ............................................... 7
Analisis Daya Hambat IVNF1-1 terhadap β-laktamase EPEC K1-1..................... 8
Identifikasi Senyawa Anti-β-laktamase dari IVNF1-1 .......................................... 8
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan................................................................................................................ 10
Saran ...................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 11
LAMPIRAN .................................................................................................................... 13

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur kimia inti penisilin (asam 6-aminopenisilinat) ............................................... 2
2 Struktur kimia asam klavulanat.................................................................................... 3
3 Pertumbuhan isolat IVNF1-1 pada media YM ............................................................ 6
4 Kurva tumbuh EPEC K1-1 dalam media NB + ampisilin ........................................... 7
5 Deteksi β-laktamase dengan iodometric spot test ........................................................ 7
6 Bioasai difusi agar filtrat kultur IVNF1-1 terhadap EPEC K1-1 ................................. 8
7 Kromatogram filtrasi gel protein IVNF1-1 .................................................................. 9
8 SDS-PAGE fraksi aktif kromatografi filtrasi gel ........................................................ 9
9 Kromatografi lapis tipis filtrat kultur IVNF1-1 ........................................................... 9
10 Bioasai difusi agar EPEC K1-1................................................................................... 10
11 Uji alkaloid filtrat kiltur IVNF1-1 .............................................................................. 10

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Komposisi media peremajaan dan produksi ................................................................ 14

2 Diagram alir penelitian ................................................................................................ 15
3 Penentuan aktivitas β-laktamase dan daya hambat IVNF1-1 terhadap aktivitas
β-laktamase EPEC K1-1 .............................................................................................. 16
4 Pengukuran kadar protein dengan metode Bradford 1976........................................... 17
5 Penentuan asam amino protein IVNF1-1 hasil dialisis dengan kromatografi cair
kinerja tinggi (HPLC) .................................................................................................. 21
6 Penentuan aktivitas β-laktamase dan daya hambat kelompok fraksi filtrasi gel terhadap aktivitas β-laktamase EPEC K1-1 ..................................................................... 24
7 Optimasi fase gerak KLT asam klavulanat ................................................................. 25
8 Spektrum serapan FTIR ............................................................................................... 26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diare merupakan penyakit yang sering
menyebabkan Kondisi Luar Biasa (KLB)
dengan tingkat kematian yang tinggi di
beberapa negara berkembang, termasuk
Indonesia (RSPI-SS 2005). Wabah diare dapat
terjangkit dengan cepat dalam waktu yang
relatif singkat sehingga sulit untuk diatasi. Hal
ini didorong oleh kondisi lingkungan dan gizi

masyarakat yang buruk serta prilaku dan
tingkat pendidikan sosial ekonomi yang masih
rendah. Departemen kesehatan RI melaporkan
bahwa di beberapa kabupaten tercatat ribuan
kasus diare terjadi. Lebih lanjut beberapa di
antaranya berujung pada kematian penderita
(PPM & PLP Depkes RI 2004).
Penanganan secara medis terhadap diare
sejauh ini dilakukan dengan menggunakan
sejumlah antibiotik β-laktam. Antibiotik ini
diketahui dapat membunuh agen penyebab
diare dari kelompok bakteri Enteropathogenic
Escherichia coli (EPEC). β-laktam bekerja
menghambat sintesis lapisan peptidoglikan
EPEC. Harga yang ekonomis, selektivitas
yang tinggi, dan toksisitasnya yang rendah
mendorong penggunaan β-laktam secara luas
dalam dunia medis (Doran et al. 1990).
Penggunaan β-laktam secara kontinu
menyebabkan terjadinya efek samping berupa
resistensi EPEC terhadap antibiotik tersebut
(Doran et al. 1990; Kang et al. 2000).
Mekanisme resistensi yang umum terjadi
ialah melalui pembentukan enzim βlaktamase. Enzim ini bekerja memecah cincin
β-laktam (Doran et al. 1990) dan
menghidrolisis ikatan amida pada cincin
tersebut (Kang et al. 2000) sehingga β-laktam
kehilangan aktivitasnya.
Upaya mengatasi resistensi terhadap βlaktam telah dilakukan. Di antaranya melalui
isolasi senyawa anti-β-laktamase dari bakteri
penghasil β-laktamase yang tidak patogen
(Reading & Cole 1977; Doran et al. 1990;
Kim & Lee 1994; Kang et al. 2000). Upaya
lain dilakukan melalui modifikasi kimia
terhadap antibiotik β-laktam, serta pencarian
senyawa inhibitor yang memiliki bentuk
struktur analog dengan struktur transisi
hidrolisis antibiotik β-laktam (inhibitor
kompetitif) (Chen et al. 1993).
Streptomyces ialah bakteri yang berpotensi
besar
menghasilkan
senyawa
anti-βlaktamase. Asam klavulanat, senyawa anti-βlaktamase yang diisolasi dari Streptomyces
clavuligerus, telah digunakan secara luas

dalam dunia medis untuk mengatasi resistensi
terhadap antibiotik β-laktam. Selain mampu
menghasilkan senyawa anti-β-laktamase,
Streptomyces juga diketahui merupakan
penghasil antibiotik terbesar, lebih dari lima
ratus jenis antibiotik telah dihasilkan
(Madigan et al. 2000), dan dilaporkan
memiliki kemampuan sebagai antibakteri
(Ifdal 2003; Andri 2004). Keragaman
Streptomyces Indonesia yang sangat tinggi
mendukung upaya pencarian senyawa anti-βlaktamase untuk mengatasi resistensi bakteri
terhadap antibiotik β-laktam.
Desriani pada tahun 2004 telah melakukan
penapisan
terhadap
beberapa
isolat
Streptomyces indigenos. Isolat tersebut
diperoleh dari beberapa daerah di Indonesia,
seperti Bogor, Sukabumi, Kutai, dan Padang.
Dalam penelitian tersebut berhasil ditemukan
isolat IVNF1-1 yang berpotensi menghasilkan
senyawa anti-β-laktamase. Protein aktif yang
dikandung diisolasi dan diduga bobot
molekulnya
melalui
elektroforesis
poliakrilamida (SDS-PAGE). Bobot molekul
protein tersebut berkisar antara 14-45 kDa.
Upaya pemurnian molekul protein dan
eksplorasi senyawa nonprotein dengan
aktivitas
anti-β-laktamase
dari
isolat
berpotensi secara lebih lanjut perlu dilakukan.
Diharapkan melalui upaya tersebut diperoleh
senyawa anti-β-laktamase yang mampu
mengatasi
resistensi
bakteri
terhadap
antibiotik β-laktam. Lebih lanjut diharapkan
dapat digunakan secara klinis untuk mengatasi
penyakit diare.
Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan
memperoleh senyawa anti-β-laktamase dari
isolat Streptomyces sp. IVNF1-1 sebagai
upaya mengatasi resistensi bakteri EPEC K1-1
terhadap antibiotik β-laktam.
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai April 2005Februari 2006 bertempat di Laboratorium
Kimia Analitik Departemen Kimia dan
Laboratorium Mikrobiologi Departemen
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Hipotesis
Isolat IVNF1-1 mengandung senyawa
anti-β-laktamase dari golongan protein dan
asam klavulanat.

TINJAUAN PUSTAKA

pada cincin β-laktam (Bush et al. 1995)
sehingga aktivitas antibiotik tersebut hilang.

Penyakit Diare
H

Diare merupakan suatu penyakit dengan
tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi tinja, yaitu tinja melembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang
air besar lebih dari biasanya (tiga kali atau
lebih dalam sehari). Diare dapat timbul karena
beberapa penyebab, diantaranya akibat
bakteri, virus, parasit (jamur, cacing,
protozoa), keracunan makanan dan minuman
yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan
kimia, kekurangan gizi, serta alergi terhadap
susu (RSPI-SS 2005).
Beberapa jenis bakteri berperan sangat
besar dalam timbulnya penyakit diare. Bakteri
tersebut meliputi Vibrio cholera 0139 yang
ditemukan pada tahun 1992, Vibrio cholera El
Tor yang ditemukan pada tahun 1993 (RSPISS 2005), dan Enteropathogenic Escherichia
coli (EPEC), yaitu bakteri penyebab diare
yang sulit dilumpuhkan karena memiliki
resistensi terhadap antibiotik β-laktam
(Donnenberg & Whittam 2001).
Penyakit diare dapat ditularkan melalui
beberapa cara. Di antaranya melalui infeksi
oleh agen penyebab penyakit yang ditemukan
pada
makanan
dan minuman
yang
terkontaminasi, serta melalui tinja dan
muntahan penderita (RSPI-SS 2005).
Penanganan terhadap diare di antaranya
dilakukan dengan menggunakan antibiotik βlaktam, namun upaya tersebut tidak menjadi
solusi apabila kasus diare timbul akibat EPEC.
Sejauh ini hanya asam klavulanat yang dapat
digunakan untuk menangani kasus diare
akibat EPEC (Doran et al. 1990).
EPEC dan β-laktamase
EPEC merupakan bakteri gram negatif
dengan habitat alami di dalam saluran
pencernaan manusia dan hewan berdarah
panas (Donnenberg & Whittam 2001). Bakteri
ini diketahui merupakan bakteri fakultatif
aerobik penyebab utama diare di negaranegara berkembang (Bettelheim KA 1992;
Nataro & Kaper 1998). EPEC bekerja
membentuk luka dan menghancurkan
mikrofili saluran pencernaan (Donnenberg &
Whittam 2001).
Kemampuan EPEC memproduksi senyawa
β-laktamase telah menimbulkan resistensi
terhadap antibiotik β-laktam (Ogarawa et al.
1999). β-laktamase EPEC merupakan enzim
yang bekerja menghidrolisis ikatan amida

R

C

N

S

CH3

O
N
CH3

O
COOH

Gambar 1 Struktur kimia inti penisilin (asam
6- aminopenisilinat).
β-laktamase
telah
mengalami
perkembangan dan mutasi yang menyebabkan
resistensinya terhadap antibiotik β-laktam
semakin kuat. TEM-1 β-laktamase merupakan
salah satu contoh β-laktamase hasil mutasi.
Dilaporkan bahwa tiga generasi terbaru
antibiotik β-laktam mampu dihidrolisis oleh
TEM-1 β-laktamase (Kang et al. 2000).
β-laktamase selain ditemukan pada EPEC,
juga tersebar secara luas pada bakteri gram
positif dan gram negatif, baik yang patogen
maupun tidak patogen. Produksi enzim βlaktamase pada bakteri tidak patogen disertai
dengan produksi senyawa penghambatnya,
contohnya pada Streptomyces. Sebaliknya,
bakteri patogen seperti EPEC tidak mampu
memproduksi senyawa penghambat βlaktamase tersebut. Bakteri lain yang
diketahui mampu menghasilkan enzim βlaktamase ialah Staphylococcus aureus, S.
epidermis,
Enterobacter
faecalis,
Pseudomonas
aeruginosa,
Neisheria
gonnorhoe, N. meningitides, dan Bacteroides
fragilis (Georgopapadakou 1993).
Aktivitas
β-laktamase
dalam
menghidrolisis dan menginaktifkan antibiotik
β-laktam dapat diukur dengan empat
pendekatan,
yaitu
metode
asidimetri,
iodometri yang dimodifikasi, Kirby-Baeur
yang dimodifikasi, dan subtrat-substrat
kromogenik.
Senyawa Anti-β-laktamase
Senyawa
anti-β-laktamase
berfungsi
menghambat kerja β-laktamase dalam
menghidrolisis antibiotik β-laktam. Senyawa
ini umumnya dikombinasikan dengan
antibiotik β-laktam yang peka terhadap enzim
β-laktamase, misalnya amoksilin, sehingga
aktivitas antibiotik tersebut mengalami
peningkatan.
Beberapa senyawa penghambat βlaktamase telah berhasil ditemukan. Di
antaranya ialah senyawaan protein (β-

laktamase Inhibitory Protein), yaitu BLIP
berbobot molekul 17 kDa yang berhasil
diisolasi dari
Streptomyces clavuligerus
(Doran et al. 1990) serta BLIP I dan BLIP II
dengan bobot molekul 48 kDa dan 33 kDa
yang diisolasi dari S. exfoliatus SMF 19 (Kim
& Lee 1994). Sementara itu, senyawa anti-βlaktamase lainnya diisolasi sebagai senyawaan
nonprotein, contohnya asam klavulanat
(Reading & Cole 1977), anti-β-laktamase
sulbaktam, azobaktam (Vilar et al. 2001),
olivanic acid (Butterworth et al. 1979), dan
thienamycin (Kahan et al. 1979).
β-laktamase Inhibitory Protein (BLIP)
Senyawa protein dengan kemampuan
menghambat aktivitas β-laktamase pertama
kali diisolasi dari S. gedaensis, kemudian
dikenal sebagai BLIP. BLIP diproduksi
Streptomyces secara ekstraselular.
Mekanisme hambatan yang diberikan
BLIP terhadap β-laktamase belum diketahui
secara pasti, Doran et al. 1990 menyatakan
bahwa
BLIP
menyebabkan
degradasi
proteolitik β-laktamase. Menurut pendapat
lain asam amino BLIP berinteraksi dengan
asam amino β-laktamase sehingga merusak
kemampuan enzim untuk memotong cincin βlaktam.
Asam Klavulanat
Asam klavulanat sebagai salah satu jenis
antibiotik β-laktam memiliki aktivitas
antibakteri yang rendah, namun demikian
mampu menghambat β-laktamase. Asam
klavulanat sering dikombinasikan dengan
antibiotik β-laktam lain yang memiliki
aktivitas tinggi namun tidak bertahan terhadap
serangan β-laktamase. Kombinasi yang telah
digunakan di antaranya amoxiclavam,
gabungan asam klavulanat dengan amoksilin.
Struktur asam klavulanat sangat mirip
dengan penisilin, hanya saja atom S pada
cincin tiazolidin penisilin diganti dengan atom
O dan struktur asam klavulanat tidak memiliki
rantai samping pada posisi 6.
O

O

CH2OH

N
COOH

Gambar 2 Struktur kimia asam klavulanat.

Streptomyces
Streptomyces merupakan bakteri gram
positif yang termasuk dalam kelompok
Actinomycetes. Bakteri ini hanya dapat
tumbuh pada lingkungan beroksigen (obligat
aerobik) melalui pembentukan cabang-cabang
pada ujung filamen sehingga fase vegetatifnya
berbentuk matriks tenunan kompleks.
Streptomyces dapat membentuk spora yang
disebut konidia (Bettelheim KA 1992;
Madigan et al. 2000). Konidia Streptomyces
umumnya memiliki pigmen sehingga koloni
dewasanya memiliki warna (Madigan et al.
2000).
Habitat yang umum bagi Streptomyces
ialah tanah yang bersifat alkali atau netral.
Streptomyces lebih menyukai lingkungan
dengan kadar air tidak terlalu tinggi, seperti
tanah liat berpasir atau tanah yang dilapisi
batu kapur. Metabolit yang dihasilkan
Streptomyces (geosmin) memberikan wangi
khas pada tanah.
Streptomyces dapat diisolasi dari habitat
aslinya dan ditumbuhkan pada skala
laboratorium. Media tumbuh yang dapat
digunakan ialah agar padat atau media cair
bersifat basa. Media tersebut dicampurkan
dengan berbagai jenis sumber karbon organik
(pati, glukosa, gliserol, dan laktat), sumber
nitrogen (NH4+, NO3), serta beberapa jenis
garam mineral (Bettelheim KA 1992).
Kompetisi
Streptomyces
dengan
organisme lain dalam memperebutkan nutrisi
telah mendorong dihasilkannya metabolit
sekunder berupa antibiotik. Mekanisme
hambatan terhadap pertumbuhan organisme
lain tidak lepas dari kemampuan Streptomyces
dalam membentuk spora (Madigan et al.
2000).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan ialah isolat
IVNF1-1 koleksi Laboratorium Mikrobiologi
Departemen Biologi FMIPA IPB, isolat
bakteri target (EPEC K1-1) koleksi Pusat
Penelitian Sumber Daya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB), satu isolat bakteri
kontrol negatif (E. coli DH5α) koleksi
Laboratorium Mikrobiologi Departemen
Biologi FMIPA IPB, media fermentasi (Kim
& Lee 1994), yeast malt agar (YM), yeast
malt broth (YMB), nutrient agar (NA),
nutrient broth (NB) (Lampiran 1). Bahan lain
yang digunakan meliputi benzilpenisilin

Sigma, reagen iodin, larutan dapar fosfat pH
7, ampisilin, nistatin, griseofulvin, asam
nalidiksat, air suling, etanol, n-butanol, asam
asetat glasial, pelat kromatografi lapis tipis
(KLT) silika gel Merck, kertas cakram,
kantung dialisis Sigma, dan sephadex G-75
Sigma, pereaksi Bradford, akrilamida, metilen
bis-akrilamida, coomassie brilliant blue R250, sodium dodesil sulfat, amonium
persulfat, tetraetilmetilendiamina (TEMED),
serta dapar elektroforesis.
Alat-alat yang digunakan ialah autoklaf
ISOLAB Laborgerate GmbH, neraca analitik,
laminarflow MSC 12 Jouan, spektrofotometer
spectronic
20D+
Milton
Roy,
spektrofotometer ultraviolet, alat pemusing
berpendingin CR 3i Jouan, pengering beku
LABCONCO, shaker OSK, penghancur sel
soniprep 150, spektrofotometer inframerah
transformasi Fourier (FTIR) tensor 37 Bruker,
inkubator suhu 37 °C, inkubator suhu 4 oC,
pH meter, perangkat elektroforesis, perangkat
kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC),
vortex, penangas air, kolom kromatografi
filtrasi gel, pipet mikro, batang penyebar,
jarum ose, serta peralatan gelas.
Metode
Penelitian diawali dengan peremajaan dan
produksi isolat IVNF1-1. Filtrat kultur
IVNF1-1 diuji daya hambatannya terhadap
bakteri EPEC K1-1 melalui metode KirbyBauer dan spektrofotometri Sawai et al. 1978.
Senyawa anti-β-laktamase diisolasi sebagai βlaktamase inhibitory protein (BLIP) dan asam
klavulanat.
BLIP
diperoleh
melalui
pengendapan amonium sulfat kejenuhan 80%,
dialisis, dan kromatografi filtrasi gel.
Sementara itu, asam klavulanat diekstraksi
dalam bentuk garamnya dengan metode
United States Patent 4140764. Identifikasi
asam klavulanat dilakukan melalui KLT,
metode Kirby-Bauer, dan spektrofotometri
FTIR. Uji alkaloid dilakukan terhadap filtrat
kultur IVNF1-1 untuk mengkonfirmasi
kemungkinan asam klavulanat tergolong
sebagai alkaloid (Lampiran 2).
Peremajaan Isolat IVNF1-1
Isolat IVNF1-1 ditumbuhkan dalam media
YMB yang telah diberi antifungi dan
antibakteri (nistatin-griseofulvin dan asam
nalidiksat) pada suhu ruang dengan kecepatan
pengocokan 100 rpm. Setelah terbentuk
miselia (±7 hari), isolat dari YMB
ditumbuhkan ulang (digores) dengan bantuan

jarum ose pada media YM. Pertumbuhan
pada YM berlangsung selama 10 sampai 14
hari pada suhu ruang.
Produksi Filtrat Kultur IVNF1-1
Isolat IVNF1-1 dari media YM
ditumbuhkan dalam media fermentasi selama
14 hari pada suhu ruang dengan pengocokan
berkecepatan 100 rpm. Pada hari ke-14 isolat
dipanen dan dipusing dengan kecepatan
20.000 x g, suhu 4 oC selama 10 menit. Filtrat
kultur yang diperoleh diuji aktivitas
penghambatannya terhadap pertumbuhan
EPEC K1-1.
Peremajaan dan Penentuan Kurva
Tumbuh EPEC K1-1
EPEC K1-1 diremajakan pada media NA
yang
mengandung
ampisilin
dengan
konsentrasi 100 µg/ml. Satu buah koloni
tunggal EPEC K1-1 dari media NA
diinokulasikan ke dalam media NB +
ampisilin 100 µg/ml. Biakan ditumbuhkan
dalam inkubator bersuhu 37 oC dengan
pengocokan berkecepatan 120 rpm. Setelah 3
jam, 100 µl biakan diinokulasikan ulang
(subkultur) ke dalam 20 ml NB + ampisilin
(subkultur dibuat dalam beberapa seri
ulangan), kemudian subkultur diinkubasi pada
kondisi yang identik. Penentuan kurva tumbuh
EPEC K1-1 dilakukan dengan membuat
hubungan antara absorbansi (OD) biakan
EPEC K1-1 dengan waktu secara periodik.
Konfirmasi Mekanisme Resistensi EPEC
K1-1 terhadap Antibiotik β-laktam
Konfirmasi mekanisme resistensi EPEC
K1-1 dilakukan melalui metode iodometric
spot test (Lee & Komarmy 1981).
Produksi dan Isolasi β-laktamase dari
EPEC K1-1
EPEC K1-1 ditanam dalam NB +
ampisilin dengan pengocokan berkecepatan
120 rpm, suhu 37 oC. pada akhir fase
pertumbuhan eksponensial, biakan dipanen
dan dipusing dengan kecepatan 20.000 x g
suhu 4 oC selama 10 menit. Supernatan yang
diperoleh dikeringbekukan untuk memperoleh
ekstrak kasar β-laktamase kandidat 1 (enzim
ekstraselular). Sementara endapan hasil
pemusingan (sel EPEC K1-1) dilarutkan

dalam larutan dapar fosfat pH 7 kemudian
dipecah
dengan
penghancur
soniprep
kekuatan 7 (power level 7) selama 5 menit
secara kontinu. Sel yang telah dipecah
dipusing dengan kecepatan 20.000 x g pada
suhu 4 oC selama 10 menit, supernatan yang
diperoleh dikeringbekukan untuk memperoleh
ekstrak kasar β-laktamase kandidat 2 (enzim
intraselular).
Analisis Daya Hambat IVNF1-1 terhadap
β-laktamase EPEC K1-1
Metode Kirby- Bauer
Media NA semipadat berisi 100 μl biakan
bakteri target dengan konsentrasi minimal 106
sel/ml dituangkan ke dalam media NA padat
(cawan overlay). Setelah seluruh media
memadat, kertas cakram berdiameter 8 mm
yang mengandung 15 µl filtrat kultur IVNF11 diletakkan di atas media overlay.
Pengamatan terhadap zona bening yang
terbentuk dilakukan setelah inkubasi selama
24 jam pada suhu 37 oC.
Metode Spektrofotometri
Aktivitas β-laktamase diukur dengan
metode Sawai et al. 1978 yang telah
dimodifikasi. Digunakan konsentrasi substrat
0,10 mg/ml, reaksi enzimatis dilakukan
selama 20 menit pada suhu 30 oC. Pembacaan
absorbansi
dilakukan
pada
panjang
gelombang 540 nm setelah penambahan
reagen iodin dan inkubasi selama 20 menit
pada suhu ruang. Metode yang sama juga
digunakan untuk penentuan hambatan IVNF11 terhadap β-laktamase. Digunakan IVNF1-1
dengan perbandingan 1:1 terhadap enzim.
Identifikasi Senyawa Anti-β-laktamase dari
IVNF1-1
β-laktamase Inhibitory Protein (BLIP)

Pengendapan Protein dengan Amonium
Sulfat
Sebanyak 100 ml filtrat kultur fermentasi
IVNF1-1 diendapkan dengan menambahkan
amonium sulfat (NH4)2SO4 hingga kejenuhan
80% pada suhu 4 oC. Amonium sulfat
ditambahkan ke dalam filtrat kultur sedikit
demi sedikit sambil diaduk dengan pengaduk
magnet. Setelah seluruh amonium sulfat larut
sempurna dalam filtrat kultur, dilakukan
inkubasi pada suhu 4 oC selama 20 jam.
Pemusingan dengan kecepatan 20.000 x g
selama 10 menit dilakukan untuk memisahkan
endapan protein yang diperoleh. Endapan
protein selanjutnya dilarutkan dalam 10 ml
larutan dapar fosfat 0,1 M pH 7.
Dialisis
Sebanyak 3 ml endapan protein dalam
larutan dapar fosfat 0,1 M pH 7 didialisis
dalam kantong dialisis yang telah diaktivasi.
Larutan dapar fosfat konsentrasi 5 mM
digunakan sebagai larutan dapar dialisis.
Proses dialisis berlangsung selama 20 jam,
dengan penggantian larutan dapar dialisis
dilakukan pada jam ke-2. Selama proses
dialisis berlangsung, larutan dapar dialisis
terus menerus diaduk dengan menggunakan
pengaduk magnet.
Kromatografi Filtrasi Gel
Protein hasil dialisis sebanyak 2% dari
volume kolom (800 μl) dengan konsentrasi
0,0298 mg/ml diaplikasikan ke dalam kolom
dan dielusi dengan laju alir fase gerak 0,167
ml/menit. Digunakan sephadex G-75 sebagai
fase diam dan larutan dapar fosfat 0,1 M pH 7
sebagai fase gerak pada suhu 4 oC. Fraksifraksi yang diperoleh ditampung setiap 5 ml
dan
diukur
serapannya
dengan
spektrofotometer ultraviolet pada panjang
gelombang 280 nm.

Penentuan Protein dan Asam Amino

Penentuan Fraksi Aktif

Kadar
protein
sampel
diukur
menggunakan metode Bradford 1976. Jenis
dan kadar asam amino protein hasil dialisis
ditentukan dengan kromatografi cair kinerja
tinggi (HPLC) metode OPA (ortoftaldehida)
Kolom ultra techspere digunakan sebagai fase
diam dan campuran buffer asetat-metanol 95
% sebagai fase gerak (elusi gradien).

Fraksi-fraksi
yang
diperoleh
dari
kromatografi filtrasi gel dikelompokkan
berdasarkan waktu retensinya dalam kolom.
Kelompok fraksi tersebut diuji kemampuan
hambatannya terhadap β-laktamase EPEC K11 dengan metode Sawai et al. 1978.

Asam Klavulanat
Asam klavulanat diekstraksi dari filtrat
kultur IVNF1-1 dalam bentuk garam
karboksilat dengan metode United States
Patent 4140764.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

(H2SO4) 2 M. Setelah dikocok, fase asam
digunakan untuk pengujian alkaloid dengan
menggunakan pereaksi dragendorf, mayer,
dan wagner. Daun tapak dara digunakan
sebagai kontrol positif, sementara air sebagai
kontrol negatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstrak asam klavulanat diaplikasikan
pada pelat KLT silika gel 60 Merck dan
dielusi pada suhu 20 oC dengan fase gerak
hasil optimasi. Keberadaan asam klavulanat
ditunjukkan dengan terbentuknya zona
berwarna merah tua setelah pelat KLT diberi
pereaksi
TTC
(2,3,5-trifeniltetrazolium
klorida) dan dipanaskan. Warna merah tua
yang terbentuk akan segera hilang setelah
beberapa saat (Reading & Cole 1976).
Metode Kirby- Bauer
Media NA semipadat berisi 100 μl biakan
bakteri target dengan konsentrasi minimal 106
sel/ml dituangkan ke dalam media NA padat
(cawan overlay). Setelah seluruh media
memadat, kertas cakram berdiameter 8 mm
yang mengandung 15 µl filtrat diletakkan di
atas media. Filtrat dibagi menjadi 3 jenis,
nomor 1 ialah filtrat kultur biakan IVNF1-1
tanpa perlakuan, nomor 2 ialah filtrat kultur
biakan yang dipanaskan pada suhu 98 oC
selama 4 menit, dan nomor 3 ialah ekstrak
asam klavulanat. Pengamatan terhadap zona
bening yang terbentuk dilakukan setelah
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC.
Deteksi Gugus Fungsi Ekstrak Asam
Klavulanat
dengan
Spektrofotometri
Inframerah Transformasi Fourier (FTIR)

Peremajaan Isolat IVNF1-1
Sterptomyces sebagai bakteri yang mampu
mengurai senyawa kimia organik cukup
mudah ditumbuhkan. Pertumbuhannya dapat
berlangsung walaupun hanya tersedia sumber
karbon organik seperti pati, glukosa, dan
gliserol.
Namun
demikian
koloni
Sterptomyces membutuhkan waktu panjang
(7-14 hari) untuk mencapai koloni dewasanya.
Kecepatan tumbuhnya dapat ditingkatkan
dengan menambahkan media kompleks kaya
nutrisi yang mengandung ekstrak ragi dan
ekstrak malt seperti pada YM dan YMB.
Pertumbuhan Streptomyces berlangsung
optimal pada suhu ruang karena sebagian
besar merupakan organisme mesofilik.
Pertumbuhan terjadi melalui fragmentasi
ujung filamen membentuk matriks tenunan
kompleks miselia aerial (sporosphore).
Seperti pada media padat lainnya, pada YM
ujung sporosphores membentuk spora yang
dikenal sebagai konidia. Setelah dewasa
konidia
dan
sporosphore
mengalami
pigmentasi sehingga memberikan karakteristik
warna terhadap koloni dewasa Streptomyces.
Pada media YM, isolat IVNF1-1 mula-mula
tumbuh membentuk miselia berwarna putih,
namun akan menjadi sedikit merah muda
setelah koloni berusia dewasa (Gambar 3).

Ekstrak asam klavulanat dalam bentuk
garamnya dikeringkan kemudian dianalisis
kandungan gugus fungsinya dengan FTIR
tensor 37 Bruker.
Identifikasi Asam
Senyawa Alkaloid

Klavulanat

sebagai

Uji alkaloid dilakukan terhadap filtrat
kultur IVNF1-1 yang telah dipekatkan
menjadi sepersepuluh volume awal dengan
rotari evaporator. Ke dalam 1 ml filtrat
ditambahkan 1 ml kloroform (CHCl3) dan
beberapa tetes amonia (NH4OH) kemudian
dikocok. Fraksi kloroform dipisahkan dan ke
dalamnya ditambahkan 1 ml asam sulfat

Gambar 3 Pertumbuhan isolat IVNF1-1 pada
media YM.
Produksi Filtrat Kultur IVNF1-1
Streptomyces tergolong sebagai organisme
obligat aerobik, karena itu produksi dalam
media fermentasi (Kim & Lee 1994)

dilakukan dengan bantuan pengocokan.
Pengocokan dilakukan untuk menciptakan
aerasi yang baik serta menambah intensitas
kontak antara media dengan bakteri.
Habitat asli yang dominan bagi
Streptomyces ialah tanah bersifat basa dan
netral. Seperti pada habitat aslinya, media cair
sintetik yang digunakan untuk produksi
dikondisikan bersifat basa atau netral.
Sebelum digunakan untuk produksi, derajat
keasaman media fermentasi disesuaikan
terlebih dahulu dengan menggunakan natrium
hidroksida (NaOH) hingga mencapai pH 7,2.
Pertumbuhan IVNF1-1 dalam media
fermentasi memperlihatkan pembentukan
mikro dan makrokoloni. Kadar sukrosa ikut
mempengaruhi pembentukan mikro dan
makro koloni tersebut. Karena media
fermentasi menggunakan glukosa sebagai
sumber karbon, pembentukan mikro dan
makrokoloni tidak dapat dihindari.
Peremajaan dan Penentuan Kurva
Tumbuh EPEC K1-1
Isolat EPEC K1-1 diisolasi dari feses
penderita diare. Berbeda dengan E. coli pada
umumnya,
pertumbuhan
EPEC
K1-1
berlangsung dengan sangat pesat. Akhir fase
eksponensial pertumbuhan pada media NB
(37 oC) yang umumnya dicapai E. coli pada
jam ke-16 telah mampu dicapai EPEC K1-1
pada jam ke-5 (Gambar 4). Hal ini terjadi
akibat pengaruh faktor genetik (kemampuan
DNA EPEC K1-1 dalam bereplikasi) serta
pengaruh nutrisi, pH, dan suhu pertumbuhan
yang digunakan. Kemampuan EPEC K1-1
tumbuh dan memperbanyak diri sangat tinggi
sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan.

R a p a t o p tik (O D )

0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
-0,1

0

100

200

300

400

Waktu (menit)

Gambar 4 Kurva tumbuh EPEC K1-1 dalam
media NB + ampisilin.
Konfirmasi Mekanisme Resistensi EPEC
K1-1 terhadap Antibiotik β-laktam
Resistensi bakteri gram negatif terhadap
antibiotik β-laktam umumnya terjadi melalui

pembentukan
β-laktamase.
Konfirmasi
mekanisme resistensi EPEC K1-1 dilakukan
melalui metode iodometric spot test (Lee &
Komarmy
1981).
β-laktamase
dapat
memotong cincin β-laktam pada penisilin dan
mengubah penisilin menjadi asam penisilat.
Asam penisilat dapat mengikat
iodin
sehingga penambahan pati tidak mampu
menghasilkan kompleks biru.
Gambar 5 menunjukkan hasil uji
keberadaan β-laktamase pada biakan EPEC
K1-1. Penisilinase digunakan sebagai kontrol
positif, sementara sebagai kontrol negatif
digunakan E. coli yang tidak memiliki
resistensi terhadap antibiotik β-laktam (E. coli
DH5α). Zona putih yang terbentuk pada
bagian tengah kertas uji menunjukkan pati
bebas. Hal ini
membuktikan bahwa
mekanisme resistensi EPEC K1-1 benar-benar
terjadi melalui pembentukan β-laktamase.
Namun pada tahapan ini belum dapat
diketahui apakah β-laktamase EPEC K1-1
diproduksi
secara
intraselular
atau
ekstraselular.

Gambar 5

Deteksi β-laktamase dengan
iodometric spot test terhadap
kontrol positif (penisilinase)
(a), biakan EPEC K1-1 (b),
biakan DH5α (c).

Produksi dan Isolasi β-laktamase dari
EPEC K1-1
β-laktamase diproduksi dan diisolasi dari
kultur biakan EPEC K1-1 pada akhir fase
eksponensial kurva tumbuhnya, yaitu pada
jam kelima. Persen perolehan untuk βlaktamase ekstraselular ialah sebesar 0,95%
(b/v), sementara untuk enzim intraselular
sebesar 1,65% (b/v).
Penentuan aktivitas β-laktamase dilakukan
dengan menggunakan filtrat kultur IVNF1-1
terhadap ekstrak β-laktamase EPEC K1-1
ekstra dan intraselular. Pengujian terhadap
enzim ekstraselular memberikan nilai aktivitas
β-laktamase sebesar 1,94 x 10-4 unit/ml enzim.
Sementara enzim intraselular memberikan
nilai aktivitas negatif. Berdasarkan kondisi
tersebut diketahui bahwa β-laktamase
diproduksi EPEC K1-1 secara ekstraselular.

Analisis Daya Hambat IVNF1-1 terhadap
β-laktamase EPEC K1-1
Metode Kirby- Bauer
Pertumbuhan isolat IVNF1-1 dalam media
fermentasi diduga menghasilkan senyawa
anti-β-laktamase dan senyawa metabolit
sekunder,
termasuk
antibiotik,
secara
ekstraselular. Dibuktikan dengan kemampuan
filtrat
kultur
IVNF1-1
menghambat
pertumbuhan EPEC K1-1 melalui metode
Kirby-Bauer.
Hasil
yang
diperoleh
menunjukkan bahwa isolat IVNF1-1 mampu
membentuk zona bening pada biakan EPEC
K1-1 dengan diameter sebesar 6 mm (Gambar
6). Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian
Desriani 2004 yang menyatakan bahwa
IVNF1-1 memiliki kemampuan menghambat
pertumbuhan
bakteri
penyebab
diare
penghasil β-laktamase.

Gambar 6 Bioasai difusi agar filtrat kultur
IVNF1-1 terhadap EPEC K1-1.
Metode Spektrofotometri
Aktivitas hambatan filtrat kultur IVNF1-1
terhadap enzim β-laktamase ekstraselular
ialah sebesar 84,12% (Lampiran 3). Lebih dari
lima puluh persen aktivitas β-laktamase EPEC
K1-1 hilang oleh filtrat kultur biakan IVNF11. IVNF1-1 dinilai sebagai isolat berpotensi
penghasil senyawa anti-β-laktamase.
Identifikasi Senyawa Anti-β-laktamase dari
IVNF1-1
β-laktamase Inhibitory Protein (BLIP)
Penentuan Protein dan Asam Amino
Berdasarkan metode Bradford 1976, filtrat
kultur IVNF1-1 memiliki kadar protein yang
sangat rendah (Lampiran 4). Hal ini diduga
terjadi karena kondisi produksi yang kurang
optimal dan waktu panen yang kurang tepat.

Protein hasil pengendapan amonium sulfat
memiliki kadar lebih tinggi dibanding protein
filtrat kultur. Kondisi ini terjadi karena
amonium sulfat tidak seluruhnya membentuk
anion divalen (SO42-) saat menyerang dan
mengikat molekul air. Sebagian di antaranya
masih berada dalam bentuk garam (NH4)2SO4
dan mengotori endapan protein. Akibatnya
serapan protein pada pengukuran metode
Bradford
1976
menjadi
tinggi
dan
memberikan kesalahan positif.
Proses dialisis terhadap protein hasil
pengendapan amonium sulfat membantu
menghilangkan
garam-garam
pengotor.
Dengan demikian, kadar protein hasil dialisis
dan hasil tahapan pemurnian selanjutnya
(kromatografi filtrasi gel) tidak mengalami
kesalahan positif pada analisis Bradford 1976.
Kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC)
terhadap protein IVNF1-1 hasil dialisis
menunjukkan kadar aspartat sebesar 0,67%
(b/b) dan fenilalanin sebesar 0,26% (b/b)
(Lampiran 5). Kang et al. tahun 2000
mengungkapkan bahwa aktivitas hambatan
protein anti-β-laktamase terhadap kerja βlaktamase disebabkan oleh keberadaan asam
amino aspartat-49 dan fenilalanin-142. Kedua
asam amino tersebut berinteraksi dengan
serin-70 (gugus aktif β-laktamase) dan
merusak gugus aktif enzim.
Kromatografi Filtrasi Gel
Kromatogram filtrasi gel protein IVNF1-1
menunjukkan daerah landaian dan daerah
puncak
serapan.
Daerah
landaian
menunjukkan kelompok protein dengan
nisbah konsentrasi rendah sementara daerah
puncak menggambarkan protein dengan
nisbah
konsentrasi
lebih
tinggi.
Pengelompokan fraksi dilakukan berdasarkan
waktu retensi yang dialami setiap fraksi.
Fraksi dengan waktu retensi berdekatan
diasumsikan
memiliki
bobot
molekul
berdekatan. Pengelompokan fraksi yang
dibuat ditunjukkan oleh lingkaran berwarna
merah (Gambar 7).
Uji aktivitas dengan metode Sawai et al.
1978 menunjukkan bahwa kelompok fraksi
pertama (terdiri atas fraksi 2, 3, dan 4) mampu
menghambat aktivitas β-laktamase, sementara
kelompok fraksi lain tidak memiliki
kemampuan menghambat aktivitas βlaktamase (aktivitas β-laktamase menjadi
lebih
tinggi
dibandingkan
sebelum
penambahan fraksi) (Lampiran 6).

A 2 80 n m

(Gambar 8). Hal ini terjadi karena kadar
protein sampel berada di bawah limit deteksi
pewarna coomassie brilliant blue. Hanya pita
marker protein yang teramati pada gel.

0,16
0,14
0,12
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
0

2

4

6

8

10

12

waktu retensi (jam)

Gambar 7 Kromatogram filtrasi gel protein
IVNF1-1.
Penentuan bobot molekul BLIP dengan
SDS-PAGE dan pewarna coomassie brilliant
blue tidak memberikan hasil yang baik

Gambar

8

SDS-PAGE fraksi
aktif
kromatografi filtrasi gel.

Tabel 1 Aktivitas dan kadar protein penghambat β-laktamase (BLIP) dari isolat IVNF1-1
Sampel

Filtrat kultur
Fraksi aktif filtrasi
gel

Total BLIP
(% hambatan aktivitas βlaktamase)
84,12
11,10

Asam Klavulanat

Total protein
(x10-1 mg)

Aktivitas spesifik
(% hambatan/mg protein)

6,4612
0,1110

130,19
999,46

menunjukkan keberadaan asam klavulanat
dalam filtrat biakan IVNF1-1.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Keberadaan asam klavulanat dapat
ditunjukkan dengan zona berwarna merah
gelap pada pelat KLT setelah diberi pereaksi
TTC dan dipanaskan (Reading & Cole 1976).
Zona merah terbentuk akibat reduksi cincin
tetrazolium pada reagen TTC menjadi turunan
formazan. Kondisi ini dimanfaatkan untuk
menyelidiki keberadaan asam klavulanat
dalam filtrat kultur IVNF1-1. Elusi dilakukan
dengan
menggunakan
n-butanol:asam
asetat:air (1:5:3) yang diperoleh dari optimasi
fase gerak (Lampiran 7).
Kepolaran asam klavulanat
akibat
keberadaan gugus hidroksil dari alkohol dan
gugus karboksil dari asam karboksilat
menyebabkan interaksi yang kuat dengan
eluen polar. Asam klavulanat bergerak
bersama eluen polar di sepanjang fase diam
silika gel. Silika gel digunakan karena bersifat
asam sehingga interaksi asam basa antara
asam klavulanat dengan fase diam dapat
dihindari.
Hasil
pemisahan
yang
diperoleh
menunjukkan zona merah gelap dengan nilai
Rf sebesar 0,6 (Gambar 9). Zona ini

Gambar 9

Kromatografi lapis tipis filtrat
kultur IVNF1-1.

Metode Kirby- Bauer
Asam klavulanat mampu mempertahankan
aktivitas anti-β-laktamase pada suhu tinggi,
sementara BLIP merupakan senyawaan
protein yang dapat terdenaturasi dan
kehilangan aktivitasnya pada suhu di atas 60
°C. Filtrat kultur IVNF1-1 yang telah

dipanaskan pada suhu 98 oC selama 4 menit
diuji kemampuan hambatannya terhadap
EPEC K1-1 (Gambar 10). Zona bening
terbentuk pada filtrat kultur tanpa perlakuan
(cakram nomor 1) dan filtrat kultur
dipanaskan (cakram nomor 2) dengan
diameter masing-masing 6,5 mm dan 6 mm.
Ini menunjukkan bahwa aktivitas hambatan
filtrat kultur IVNF1-1 terhadap pertumbuhan
EPEC K1-1 tidak mengalami perubahan
signifikan akibat pemanasan. Artinya filtrat
kultur IVNF1-1 mengandung senyawa yang
dapat mempertahankan aktivitas hambatannya
pada suhu tinggi. Berdasarkan sifat tahan pada
suhu tinggi, diduga IVNF1-1 mengandung
asam klavulanat. Dugaan tersebut didukung
oleh zona bening dengan diameter 3 mm yang
dibentuk ekstrak asam klavulanat filtrat kultur
IVNF1-1 (cakram nomor 3). Kondisi ini sesui
dengan hasil penelitian Doran et al. tahun
1990 yang mengungkapkan bahwa dalam
filtrat kultur Streptomyces dapat ditemukan
BLIP juga asam klavulanat sebagai senyawa
anti-β-laktamase secara bersamaan.

1

2

3

cm-1 menunjukkan gugus fungsi tekuk C-H
yang menjadi ciri spesifik gugus
.
CH
C

Puncak spektrum pada daerah 1722 cm-1
menunjukkan keberadaan cincin laktam
(Brown et al. 1988). Pada daerah 1458 cm-1
terbentuk
puncak
spektrum
yang
menunjukkan keberadaa garam (anion)
karboksilat (Brown et al. 1988).
Gugus fungsi spektrum FTIR ekstrak
filtrat
kultur
IVNF1-1
menunjukkan
komponen gugus fungsi struktur asam
klavulanat. Diduga filtrat kultur IVNF1-1
mengandung asam klavulanat sebagai
senyawa anti-β-laktamase.
Identifikasi Asam
Senyawa Alkaloid

Klavulanat

sebagai

Struktur asam klavulanat (Gambar 2)
mengandung
nitrogen
dalam
cincin
heterosiklik. Nitrogen tersebut tidak berada
sebagai nitro maupun diazo. Kondisi ini
menimbulkan dugaan bahwa asam klavulanat
merupakan senyawa dari golongan alkaloid.
Hasil uji fitokimia filtrat kultur IVNF1-1
yang telah dipekatkan tidak menunjukkan
endapan jingga, putih, dan coklat ketika diberi
pereaksi dragendorf, mayer, dan wagner
(Gambar 11). Hal ini menunjukkan hasil
negatif alkaloid, sehingga asam klavulanat
belum dapat dibuktikan sebagai senyawa
alkaloid.

Gambar 10 Bioasai difusi agar EPEC K1-1,
filtrat tanpa perlakuan (1), filtrat
dipanaskan pada 98 oC 4 menit
(2), ekstrak asam klavulanat (3).
Deteksi Gugus Fungsi Ekstrak Asam
Klavulanat
dengan
Sfektrofotometri
Inframerah Transformasi Fourier (FTIR)
Penentuan jenis gugus fungsi dalam estrak
asam klavulanat kering dilakukan dengan
analisis FTIR. Spektrum yang dihasilkan (
Lampiran 8) memiliki puncak serapan yang
lebar pada daerah 3424 cm-1 dan pada daerah
sidik jari 1073 cm-1 menunjukkan keberadaan
gugus OH alkohol yang mampu berikatan
hidrogen. Puncak spektrum yang berurutan
pada daerah 1379 cm-1 dan 1073 cm-1
menunjukkan keberadaan alkohol sekunder.
Puncak spektrum pada daerah 2923 cm-1
dan 2859 cm-1 menunjukkan ulur C-H SP3
alkana. Spektrum pada daerah 1627 cm-1
menunjukkan ulur C=C. Daerah sidik jari 853
P

Gambar 11

Uji alkaloid filtrat kultur
IVNF1-1.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
EPEC K1-1 merupakan bakteri patogen
penyebab diare yang tumbuh sangat cepat.
EPEC K1-1 bersifat resisten terhadap
antibiotik β-laktam. Mekanisme resistensi

EPEC K1-1 terjadi melalui produksi βlaktamase secara ekstraselular.
Filtrat kultur IVNF1-1 mengandung
senyawa protein yang mampu mengatasi
resistensi EPEC K1-1 terhadap antibiotik βlaktam dengan menghambat aktivitas βlaktamase EPEC K1-1. Nilai hambatan
protein filtrat kultur ditentukan melalui
metode Sawai et al. sebesar 84,12% dengan
konsentrasi protein 0,0646 x 10-1 mg/ml filtrat
kultur. Hambatan dapat dipertahankan (tidak
hilang) selama proses pemurnian. BLIP hasil
pemurnian melalui pengendapan amonium
sulfat, dialisis, dan filtrasi gel memberikan
hambatan terhadap aktivitas β-laktamase
sebesar 11,10% dengan konsentrasi protein
sebesar 0,0222 x 10-1 mg/ml.
Selain menghasilkan BLIP, IVNF1-1 juga
memproduksi asam klavulanat. Zona merah
tua pada pelat KLT, zona bening ekstrak asam
klavulanat, dan puncak serapan spektrum
FTIR menunjukkan bahwa filtrat kultur
IVNF1-1 mengandung asam klavulanat
sebagai senyawa anti-β-laktamase.
Uji fitokimia terhadap filtrat kultur
IVNF1-1 menunjukkan hasil negatif alkaloid.
Artinya asam klavulanat belum dapat
dibuktikan
sebagai
senyawa
alkaloid
walaupun memiliki nitrogen bukan nitro dan
bukan diazo dalam cincin heterosiklik.

Saran
Berkaitan dengan rendahnya kadar BLIP
yang dihasilkan, optimasi produksi IVNF1-1
dalam rangka meningkatkan kadar senyawa
anti-β-laktamase perlu dilakukan. Optimasi
dapat meliputi media, aerasi, dan waktu
produksi.
Pencucian protein hasil pengendapan
amonium sulfat perlu dilakukan sebelum
pengukuran kadar protein Bradford 1976. Hal
ini bertujuan menghindari kesalahan positif
dalam penentuan kadar protein. Pencucian
sebaiknya dilakukan dengan larutan dapar
fosfat agar denaturasi