Morfologi dan kandungan logam berat di dalam tubuh Namalycastis (Polychaeta: Namanereidinae) dari Muara Sungai terpolusi dan tidak terpolusi:

MORFOLOGI DAN KANDUNGAN LOGAM BERAT DI DALAM TUBUH
Namalycastis (POLYCHAETA: NAMANEREIDINAE)
DARI MUARA SUNGAI TERPOLUSI DAN TIDAK TERPOLUSI

SEVI SAWESTRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Morfologi dan Kandungan
Logam Berat di dalam Tubuh Namalycastis (Polychaeta: Namanereidinae) dari
Muara Sungai Terpolusi dan Tidak terpolusi” adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Oktober 2009

Sevi Sawestri
NRP G352070051

ABSTRACT
SEVI SAWESTRI. Morphology and Heavy Metal Contents on Namalycastis’s
Body (Polychaetes: Namanereidinae) From Polluted and Unpolluted River
Estuary. Supervised by RIKA RAFFIUDIN, TRI HERU WIDARTO and IIN
INAYAT AL HAKIM.
Namalycastis (Polychaetes: Namanereidinae) living in estuarine polluted waters
are potentially used as bioindicators. The aims of this research were to (1) study
the Namalycastis morphology and density from Sunda Kelapa-Jakarta Bay and
Way Belau-Lampung and (2) study the content of heavy metals (Pb, Cd, Cu, Cr,
and Ni) in the worm from polluted (Sunda Kelapa Jakarta Bay) and unpolluted
habitats (Way Belau, Betung Bay Lampung). The metal concentrations were
determined by using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) analysis
method. There were two species of Namalycastis in both locations, i.e. N. abiuma
and N. cf borealis. Density of N. abiuma from Sunda Kelapa was less than N. cf
borealis. This might suggest that N. abiuma were less tolerant to polluted habitat

than N. cf borealis. There were some types of morphology anomalies (on antenna
appendages, eyes, tentacular cirri, parapodia, and setae) found in Namalycastis
from both locations i.e. one individual N. abiuma Sunda Kelapa, 22 individual N
abiuma Way Belau, 66 individual N. cf borealis Sunda Kelapa, and 11 individual
N. cf borealis Way Belau. Antenna and seta anomalies of N. cf borealis from
Sunda Kelapa show a negative correlation with the concentration Pb, Ni, Cu, and
Cd in body. A negative correlation relation is also shown between seta anomaly of
N. abiuma and content Ni and Cr in body. The research showed that Namalycastis
in both locations could absorb Pb, Cd, Cu, Cr, and Ni. Copper is the highest metal
in Namalycastis from both locations. The content of heavy metals in N. cf borealis
body from Sunda Kelapa was higher than that from Way Belau.
Keywords: Namalycastis, heavy metal, anomaly, Sunda Kelapa, Way Belau.

RINGKASAN
SEVI SAWESTRI. Morfologi dan Kandungan Logam Berat di dalam Tubuh
Namalycastis (Polychaeta: Namanereidinae) dari Muara Sungai Terpolusi dan
Tidak terpolusi. Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN, TRI HERU WIDARTO,
dan IIN INAYAT AL HAKIM.
Kajian mengenai kualitas lingkungan dapat dilakukan dengan analisis
fisika-kimia dan biologi. Konsep analisis biologi adalah pemanfaatan suatu

spesies atau populasi yang menggambarkan status kualitas lingkungan Salah satu
jenis makrobentos yang diketahui mampu mengakumulasi sejumlah logam yaitu
Polychaeta.
Namalycastis merupakan anggota Kelas Polychaeta, Ordo Phyllodocida,
Famili Nereididae, dan subfamili Namanereidinae yang hidup di habitat perairan
tawar dan estuari. N. littoralis, N. indica, N. abiuma, dan spesies grup N. abiuma
merupakan anggota Namalycastis yang telah dimanfaatkan sebagai objek
penelitian pencemaran bahan organik, bioakumulasi dan toksikologi logam berat
(Hg, Cd, Cu, Pb, dan Zn).
Logam berat secara alamiah terkandung di dalam perairan, namun kadarnya
meningkat seiring bertambahnya polutan dari aktivitas manusia berupa industri
dan rumah tangga di daratan atau sekitar wilayah muara. Logam berat termasuk
salah satu komponen bahan beracun dan berbahaya (B3) yang dapat
membahayakan organisme dan mempengaruhi struktur dan fungsi ekosistem.
Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang memiliki kondisi lingkungan
berbeda, yaitu Sunda Kelapa Teluk Jakarta yang terpolusi logam berat dan Way
Belau Teluk Betung Lampung yang relatif tidak terpolusi logam berat. Perairan
Sunda Kelapa terletak di sebelah utara propinsi DKI Jakarta. Perairan ini
merupakan muara yang menampung limbah aktivitas manusia dari tiga sungai
besar di DKI Jakarta, yaitu Ciliwung, Krukut, dan Angke. Beberapa hasil

penelitian mengenai kualitas lingkungan menyatakan bahwa perairan Sunda
Kelapa termasuk kategori tercemar berat.
Perairan Way Belau merupakan salah satu dari sembilan sungai yang
bermuara ke pesisir kota Bandar Lampung. Hasil penelitian mengenai kualitas
lingkungan melaporkan bahwa perairan tersebut masih berada dalam batasan
kriteria PP No. 82 tahun 2001 tentang Mutu Air Kelas III. Perbedaan kualitas
perairan di Sunda Kelapa dan Way Belau merupakan alasan keduanya dijadikan
lokasi penelitian.
Koleksi Namalycastis dilakukan dengan menggunakan bingkai kuadran 50 x
50 cm2, kemudian digali sampai kedalaman sedimen 20 cm untuk mendapatkan
biota tersebut. Pengambilan sampel Namalycastis dilakukan dengan tangan pada
saat surut. Identifikasi dan pengamatan anomali morfologi Namalycastis
dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereoskopis. Identifikasi
Namalycastis meliputi struktur prostomium, parapodia, dan seta pada segmen ke3, 10, dan 15 segmen terakhir. Pengamatan anomali morfologi Namalycastis
didasarkan pada kelengkapan antena, tentakular cirri, mata, parapodia, dan seta
pada 10 segmen awal dan 15 segmen terakhir. Densitas Namalycastis di hitung
dengan cara membagi jumlah individu per satuan luas kuadran (0.25m2).

Dari hasil identifikasi Namalycastis dari Sunda Kelapa, Teluk Jakarta dan
Way Belau Lampung ditemukan dua spesies, yaitu N. abiuma dan N. cf. borealis.

Jumlah individu N. abiuma yang diamati terdiri atas delapan individu dari Sunda
Kelapa dan 192 individu dari Way Belau. Jumlah individu N. cf borealis yang
diamati terdiri atas 475 individu dari Sunda Kelapa dan 171 individu dari Way
Belau. Berdasarkan pengamatan densitas Namalycastis, N. abiuma dari Sunda
Kelapa lebih rendah dibandingkan dari Way Belau, sedangkan N. cf borealis dari
Sunda Kelapa lebih tinggi dibandingkan dari Way Belau. Hal ini menunjukkan
bahwa N. abiuma bersifat kurang toleran terhadap kondisi habitat terpolusi (Sunda
Kelapa) dibandingkan N. cf borealis. Berdasarkan nilai densitas maka N. abiuma
dan N. cf borealis memungkinkan dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam
berat.
Pada pengamatan morfologi Namalycastis dari Sunda Kelapa dan Way
Belau ditemukan adanya lima karakter yang mengalami anomali yaitu anomali
antena, mata, tentakular cirri, parapodia, dan seta. Dari delapan individu N.
abiuma yang ditemukan di Sunda Kelapa Jakarta, terdiri atas satu individu
mengalami anomali seta. Sedangkan dari 192 individu N. abiuma yang ditemukan
di Way Belau Lampung, terdiri atas 22 individu mengalami anomali. Anomali
tersebut terdapat pada: mata (tiga individu), parapodia (enam individu), dan seta
(16 individu).
Sebanyak 475 individu N. cf borealis dari Sunda Kelapa ditemukan 66
individu yang mengalami anomali, yaitu antena (12 individu), mata (10 individu),

tentakular cirri (empat individu), parapodia (sembilan individu), dan seta (31
individu). Sedangkan dari 171 individu N. cf borealis dari Way Belau Lampung
ditemukan 11 individu yang mengalami anomali, yaitu anomali antena (dua
individu), tentakular cirri (satu individu), parapodia (satu individu), dan seta
(tujuh individu).
Anomali antena pada N. cf borealis dari Sunda Kelapa menunjukkan
korelasi negatif dengan kandungan Pb, Ni, dan Cu. Sedangkan anomali seta pada
N. cf borealis dari Way Belau menunjukkan korelasi negatif dengan kandungan
Cd dalam tubuh. Hubungan korelasi negatif juga ditunjukkan antara anomali seta
pada N. abiuma dan kandungan Ni dan Cr dalam tubuh. Hasil uji korelasi tersebut
mengindikasikan bahwa rendahnya jumlah anomali yang terjadi pada
Namalycastis menandakan tingginya kandungan logam dalam tubuh
Namalycastis. Anomali yang terjadi pada Namalycastis dari kedua lokasi tidak
memiliki korelasi dengan kandungan logam dalam sedimen dari muara sungai
Ciliwung, Cisadane, dan Citarum. Hasil korelasi tersebut menunjukkan bahwa
Namalycastis mampu bertahan hidup meski berada di habitat yang terpolusi
logam. Namalycastis diduga memiliki kemampuan inaktifasi (detoksifikasi)
logam toksik.
Berdasarkan pengukuran logam menggunakan Spektrofotometer Serapan
Atom (SAA), kadar logam dalam potongan tubuh Namalycastis dari Sunda

Kelapa lebih tinggi dibandingkan dari Way Belau. Tingginya kandungan logam
berat pada Namalycastis dari Sunda Kelapa dibandingkan di Way Belau,
kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh habitat Sunda Kelapa yang lebih
terpolusi dibandingkan Way Belau. Sifat Namalycastis yang hidup di sedimen
dengan cara membenamkan diri serta sebagai organisme pemangsa (raptorial
feeder) memungkinkan organisme ini menyerap logam berat.

Kadar logam tertinggi (µg/g kering) dalam Namalycastis dari Sunda Kelapa
berturut-turut adalah Cu>Pb>Cr>Ni>Cd, sedangkan dari Way Belau berturut-turut
adalah Cu>Pb>Ni dan Cr>Cd. Tingginya kadar Cu dalam Namalycastis
disebabkan proses akumulasi Cu dari habitatnya serta sifat bioavalaibilitas logam
Cu yang lebih tinggi dibandingkan logam lainnya. Selain itu, penyebab tingginya
Cu adalah logam tersebut merupakan logam esensial atau dibutuhkan oleh
organisme (fungsi enzimatik).
Kata kunci: Namalycastis, logam berat, anomali, Sunda Kelapa, Way Belau.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1.


2.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

MORFOLOGI DAN KANDUNGAN LOGAM BERAT DI DALAM TUBUH
Namalycastis (POLYCHAETA: NAMANEREIDINAE)
DARI MUARA SUNGAI TERPOLUSI DAN TIDAK TERPOLUSI

SEVI SAWESTRI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Mayor Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Judul Tesis

Nama
NRP
Program Studi

: Morfologi dan Kandungan Logam Berat di dalam Tubuh
Namalycastis (Polychaeta: Namanereidinae) dari Muara
Sungai Terpolusi dan Tidak terpolusi.
: Sevi Sawestri
: G 352070051
: Biosains Hewan


Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si
Ketua

Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc
Anggota

Iin Inayat Al Hakim, M.Si
Anggota
Diketahui

Ketua Mayor Biosains Hewan

Dr. Bambang Suryobroto

Tanggal Ujian : 16 Oktober 2009

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Alhamdulillah penulis panjatkan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan dan kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “Morfologi dan Kandungan Logam Berat di dalam Tubuh
Namalycastis (Polychaeta: Namanereidinae) dari Muara Sungai Terpolusi dan
Tidak terpolusi”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Magister Sains di Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan tersusun tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, dengan segala kerendahan hati penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si,
Bapak Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc, dan Ibu Iin Inayat Al Hakim, M.Si selaku
komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan tulus
dalam penyelesaian penulisan tesis ini, serta Ibu Ir. Dwi Hindarti, M.Sc selaku
penguji luar komisi pembimbing.
Ucapan terima kasih secara pribadi penulis sampaikan kepada Bapak Dr.
Bambang Suryobroto, Bapak Dr. Dedi Duryadi Solichin, Bapak Dr. Akhmad
Farjallah, Ibu Dr. RR. Dyah Perwitasari, Ibu Dr. Tri Atmowidi, Bapak Beri
Juliandi M.Si, Ibu Dra. Taruni Sri Prawasti, dan teknisi laboratorium Mikroteknik
Biosains Hewan Jurusan Biologi MIPA IPB yang telah memberikan ilmu dan
pengalaman yang tak ternilai harganya. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Mayor Biosains Hewan atas bantuan,
dukungan, kebersamaan, dan doa yang diberikan. Tidak lupa pula penulis
menyampaikan terima kasih kepada Ibu Pradina Purwati M.Sc, Bapak
Muhammad Arifin, Bapak Narto, Bapak Rusmin, dan Ibu Sasanti R Suharti M.Sc
yang telah banyak membantu dan memberi kesempatan penelitian di laboratorium
Sumber Daya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI , Ancol Jakarta Utara.
Ucapan terima kasih yang paling tulus penulis sampaikan kepada kedua orang
tua, adik, serta eyang kakung dan putri tersayang yang memberikan doa, cinta,
dan semangat sehingga dapat menyelesaikan tugas mulia ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan
saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tesis ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Oktober 2009

Sevi Sawestri

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 4 September 1984 sebagai
putri pertama dari dua bersaudara pasangan Tri Hardono dan Dr. June Mellawati.
Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Semarang. Pendidikan
Sarjana (S.Si) ditempuh di Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sebelas
Maret Surakarta, melalui jalur PMDK pada tahun 2002, dan lulus pada tahun
2006. Penulis berkesempatan mengikuti Sekolah Pascasarjana (S2) pada Mayor
Biosains Hewan Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.
Selama mengikuti Sekolah Pascasarjana, penulis mengikuti pelatihan,
diantaranya Pelatihan Dasar Sumber Daya Manusia, Taksonomi Kelautan
Indonesia di Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI Jakarta (8 – 9 September
2008) dan Pembenihan Welur (Polychaeta: Nereidae) di Fakultas Biologi
Universitas Soedirman Purwokerto (14 – 15 November 2008).

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL…………………………………………………….. xiii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….. xv
DAFTAR ISTILAH…………………………………………………... xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………………… 1
Tujuan Penelitian………………………………………………… 3
Manfaat Penelitian……………………………………………….. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Cacing Laut Namalycastis……………………………………….. 4
Logam Berat……………………………………………………… 5
Bioindikator Pencemaran Logam Berat…………………………. 9
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi………………………………………………... 11
Metode……………………………………………………………. 11
Koleksi Namalycastis………………………………………... 11
Preservasi, Identifikasi, dan Pengamatan Anomali
Morfologi Namalycastis……………………………………... 13
Penentuan Logam Berat……………………………………... 13
Analisis Data………………………………………….………….. 14
HASIL
Identifikasi Namalycastis………………………………………....
Namalycastis abiuma Grube, 1872…………………………..
Namalycastis cf borealis……………………………………..
Densitas Namalycastis....................................................................
Pengukuran Kandungan Logam Berat pada Potongan
Tubuh Namalycastis………………………………………………

15
15
19
25
25

PEMBAHASAN
Morfologi dan Densitas Namalycastis…………………………… 27
Kandungan Logam Berat di dalam Tubuh Namalycastis………... 29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan………………………………………………………. 33
Saran……………………………………………………………… 33

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 35
LAMPIRAN…………………………………………………………… 41

DAFTAR TABEL
Halaman

1. Lokasi dan titik koordinat tempat pengambilan koleksi Namalycastis
di Sunda Kelapa dan Way Belau........................................................ 11
2. Keterangan bentuk anomali Namalycastis………………………….. 19
3. Kadar logam dalam potongan tubuh Namalycastis dari
Sunda Kelapa dan Way Belau……………………………………… 26

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1. Penampang tubuh Namalycastis…………….......………………….4
2. Lokasi penelitian………………………………………………….. 12
3. Skema penelitian koleksi Namalycastis di Sunda Kelapa Jakarta… 12
4. Skema penelitian koleksi Namalycastis di Way Belau Lampung.... 12
5. Namalycastis abiuma Grube, 1872.……………………………….. 16
6. Persentase individu N. abiuma yang memiliki anomali morfologi.. 17
7. Korelasi antara kandungan Ni (µg/g, kering) dalam tubuh
N. abiuma Way Belau dengan anomali seta..................................... 17
8. Korelasi antara kandungan Cr (µg/g, kering) dalam tubuh
N. abiuma Way Belau dengan anomali seta..................................... 18
9. Namalycastis cf borealis.………………………………………….. 21
10. Persentase individu N. cf borealis yang memiliki anomali
morfologi.………………………..………………………………. 22
11. Korelasi antara kandungan Pb (µg/g, kering) dalam tubuh
N. cf borealis Sunda Kelapa dengan anomali antena.................... 22
12. Korelasi antara kandungan Ni (µg/g, kering) dalam tubuh
N. cf borealis Sunda Kelapa dengan anomali antena....................... 23
13. Korelasi antara kandungan Cu (µg/g, kering) dalam tubuh
N. cf borealis Sunda Kelapa dengan anomali antenna................... 23
14. Korelasi antara kandungan Cd (µg/g, kering) dalam tubuh
N. cf borealis Sunda Kelapa dengan anomali seta......................... 23
15. Densitas Namalycastis dari Sunda Kelapa dan Way Belau
(kuadran 0,25m2)………………………………………………….. 25

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1. Data koleksi Namalycastis pada Sunda Kelapa Jakarta ...…………. 42
2. Data koleksi Namalycastis pada Way Belau Lampung …………… 42
3. Uji T-Tes kandungan logam dalam tubuh N. cf borealis
antar kedua lokasi penelitian …………………………………….... 42
4. Jumlah anomali pada Namalycastis di Sunda Kelapa, Teluk Jakarta. 43
5. Jumlah anomali pada Namalycastis di Way Belau, Lampung........... 44
6. Kandungan logam dalam sedimen sungai Ciliwung.......................... 44
7. Kandungan logam dalam sedimen sungai Cisadane.......................... 44
8. Kandungan logam dalam sedimen sungai Citarum............................. 45

DAFTAR ISTILAH
Acicula

: stout supportive setae found internally in each
parapodial ramus where these project from the
body, acicular setae are thick, projecting setae
(seta pendukung yang kuat terdapat di dalam
setiap cabang-cabang parapodia yang merupakan
penonjolan dari tubuh, seta acicula tebal, seta
yang menonjol).

Anal cirri

: one or more elongated projections from the
pygidium

(satu

atau

beberapa

penonjolan

memanjang dari pygidium).
Blade

: blade anterior of setae (batang seta berbentuk
pedang terdapat di bagian anterior seta).

Cirri

: sensory

projection,

usually

slender

and

cylindrical, from superior part of the notopodium
(dorsal cirrus) or from inferior part of the
neuropodium (ventral cirrus) (penonjolan organ
sensor, umumnya ramping dan silindris, berasal
dari bagian superior notopodium (cirri dorsal)
atau dari bagian inferior neuropodium (cirri
ventral).
Conical

: cones (berbentuk kerucut).

Density

: amount of individual that same species per
volume (Jumlah individu yang sejenis per satuan
volume).

Falciger

: distally blunt and curved setae (seta berujung
tumpul dan berbentuk kurva).

Heterogomph articulation

: with articulation clearly oblique to the axis of
shaft (dengan artikulasi miring yang jelas pada
poros batang).

Homogomph articulation

: with articulation symmetrically at right angles to

the axis of shaft (dengan artikulasi simetris di
sudut kanan pada poros batang).
Indicator species

: an organism or group of organisms allow to
characterize the state of an ecosystem based on
biochemical,

cytological,

physiological

ecological

variables

(suatu

kelompok

organisme

yang

organisme

or
atau

menggambarkan

kondisi suatu ekosistem berdasarkan perubahan
biokimia, sitologi, fisiologi, atau ekologi).
Multi-incised rim

: a lot of incised rim (sisi berukir yang banyak atau
seperti banyak lipatan pad bagian sisi anal ).

Neuroacicula

: neuropodium

acicula

(acicula

bagian

neuropodium).
Neuropodia

: ventral single branch (ramus) of parapodium
(cabang tunggal bagian ventral parapodia).

Neuropodial

: ventral of parapodium (bagian ventral parapodia).

Neuroseta

: setae of a neuropodium (seta bagian neuropodia).

Notopodia

: dorsal single branch (ramus) of parapodium
(cabang tunggal bagian dorsal parapodia).

Notopodial

: dorsal of parapodium (bagian dorsal parapodia).

Notoseta

: setae of a notopodium (seta bagian neuropodia).

Palpus

: sensory or feeding structure innervated from the
posterior part of the brain or from the
circumesophagal nerve ring; anteroventral and
sensory in the Phyllodocida; posteriodorsal and
used in feeding in the spiniform worms (organ
sensor atau pemanjangan stuktur alat makan dari
bagian posterior otak atau dari lubang syaraf
sirkumesofegal; terletak anteroventral dan organ
sensor pada Phyllodocida; terletak posteriodorsal
dan digunakan oleh cacing bentuk runcing).

Papilla

: papilla (tonjolan).

Paragnath

: chitinous denticle in the pharyngeal cavity of
Nereids (gigi kitin yang terletak di rongga faring
Nereid).

Parapodia

: segmentally arranged projections carrying setae ;
foot

(penonjolan

susunan

segmen

yang

mendukung seta; kaki).
Peristomium

: first distinct post-prostomial region; strictly
including only the region around the mouth, in
practice including also segments fused to this
structure, forming the posterior part of the
recognizable head (bagian pertama dari segmen
postprostomial yang meliputi bagian sekitar
mulut, pada beberapa jenis termasuk segmen yang
bersatu dengan peristomium membentuk bagian
posterior kepala).

Postacicula

: ventral acicula (acicula bagian ventral).

Preacicula

: dorsal acicula (acicula bagian dorsal).

Prostomium

: prasegmental, anterior tubuh yang terdiri dari
organ kepala.

Pygidium

: post-segmental terminal part of the body carrying
the anus (bagian ujung postsegmetal dari tubuh
yang merupakan tempat anus).

Sesquigomph articulation

: asymmetrical articulation nearly at right angels
to the axis of shaft (artikulasi asimetris mendekati
sudut kanan pada poros batang).

Seta

: secretion from the parapodia forming the
armature of these structure (struktur yang keluar
dari parapodia, melindungi parapodia).

Spiniger

: setae that tapers to a fine point; most frequently
used about composite setae (seta meruncing
hingga ujung; merupakan bagian atau komponen
seta).

Subuniramous

: parapodia type which the neuropodia are well
developed and the notopodia reduced (tipe
parapodia dengan neuropodia berkembang baik
dan notopodia tereduksi).

Tentacular cirri

: sensory projections arising either from the
peristomium

or

from

cephalized

segments

(penonjolan organ sensor membentang sepanjang
peristomium atau dari segmen chepal).
Trapezoidal

: trapezoidal (segiempat).

Triangular

: triangular (segitiga).
(Fauchald 1977).

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kajian kondisi kesehatan lingkungan dapat dilakukan dengan analisis fisikakimia dan biologi. Konsep analisis biologi adalah pemanfaatan suatu spesies atau
populasi yang menggambarkan status kualitas lingkungan (Khan et al. 2004).
Salah satu jenis organisme yang banyak dimanfaatkan sebagai bioindikator adalah
makrobentos yang berukuran dari 0.5–2 cm (Dauer 1993, Hall et al. 1996, Borja
et al. 2000). Banyak hasil penelitian memberikan informasi bahwa makrobentos
memiliki respon yang baik terhadap perubahan lingkungan.
Namalycastis merupakan jenis makrobentos yang termasuk ke dalam Kelas
Polychaeta,

Ordo

Phyllodocida,

Famili

Nereididae,

dan

Subfamili

Namanereidinae. Glasby (1999) melaporkan bahwa terdapat 19 spesies
Namalycastis yang telah dideskripsi, yaitu N. abiuma, N. arista, N. borealis, N.
brevicornis, N. elobeyensis, N. fauveli, N. geayi, N. hawaiiensis, N. indica, N.
intermedia, N. karataboensis, N. longicirris, N. macroplatis, N. multiseta, N.
nicolae, N. senegalensis, N. siolii, N. terrestris, dan N. abiuma spesies grup.
Penentuan taksonomi spesies Namalycastis dilakukan berdasarkan beberapa
bagian tubuh, diantaranya prostomium, faring, parapodia, dan seta (Fauchald
1977, Baoling et al. 1985, Glasby 1999).
Namalycastis merupakan anggota Polychaeta kosmopolitan. Wilayah
distribusi Namalycastis meliputi zona tropik dan subtropik (Glasby 1999). Glasby
et al. (2003) telah menemukan N. hawaiiensis pada vegetasi Pandanus di Palau,
Pasifik Barat. Habitat Namalycastis adalah di perairan tawar dan estuari (Baoling
et al. 1985).
Beberapa jenis Namalycastis telah tercatat sebagai biota penelitian
pencemaran bahan organik. N. indica mendominasi perairan sungai Mouri di
Bangladesh yang tercemar sampah rumah tangga, industri, dan pertanian (Khan et
al. 2007). N. littoralis memiliki densitas tinggi pada pantai Ria de Bilbao di
Spanyol yang tercemar sampah industri (Glasby 1999). Peranan Namalycastis
lainnya adalah sebagai umpan untuk memancing dan pakan udang (Baoling et al.
1985).

2

Secara alamiah logam berat terdapat di lingkungan baik di daratan maupun
di perairan, namun kadarnya meningkat seiring bertambahnya polutan dari
aktivitas manusia di daratan dan sekitar wilayah muara. Berbagai kegiatan
industri, pertanian, dan pertambangan banyak menggunakan bahan baku atau
penunjang yang menggunakan logam berat. Kandungan logam berat yang
berlebihan di suatu perairan dapat membahayakan organisme dan mempengaruhi
struktur serta fungsi ekosistem (Calabretta & Oviatt 2008).
Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang memiliki kondisi lingkungan
berbeda. Sedimen di Sunda Kelapa - Teluk Jakarta telah terkontaminasi beberapa
logam berat yaitu, Pb 14.41–31.3 ppm, Cd 0.01–0.05 ppm, Cu 9.75–26.6 ppm, Zn
68.10–123.55 ppm, dan Ni 4.18–9.63 ppm (Muhajir et al. 2004). Lalu lokasi
kedua, perairan Way Belau Lampung mengandung logam Pb 0.008 ppm, Cu
0.001 ppm, dan Cd 0.001 ppm (Yudha 2007).
Perairan Sunda Kelapa terletak di sebelah utara propinsi DKI Jakarta.
Perairan Sunda Kelapa menampung limbah aktivitas manusia dari tiga sungai
besar di DKI Jakarta, yaitu Ciliwung, Krukut, dan Angke. Berdasarkan data
BPLHD (2008), ketiga badan air sungai tersebut sudah termasuk kategori
tercemar berat. Sedangkan perairan Way Belau terletak di kota Bandar Lampung.
Perairan ini merupakan salah satu dari sembilan sungai di Lampung yang
bermuara ke Teluk Betung. Perairan Way Belau mengandung logam Pb, Cu, dan
Cd yang kadarnya masih berada di bawah kriteria PP No. 82 tahun 2001 tentang
Mutu Air Kelas III (Pb< 0.03 ppm, Cu< 0.02 ppm, dan Cd < 0.01 ppm) (Yudha
2007).
Penelitian mengenai kandungan logam berat pada Namalycastis dan spesies
grupnya telah dilakukan sebelumnya. Pada uji biotoksikologi logam, N. abiuma
bersifat kurang toleran terhadap Hg (Reish & Gerlinger 1997). Lycastis
ouanaryensis (spesies grup N. abiuma) dari sungai Thane di India mampu
meregulasi Zn, Cu, dan Pb serta mengandung Zn 22-198 µg/g, Cu 4.2-95 µg/g, Pb
1-35 µg/g, dan Cd 0.3-0.5 µg/g dalam tubuhnya (Athalye & Gokhale 1991).
Selain itu, penelitian bioassay toksisitas Hg, Pb, dan Cu terhadap Namanereis
merukensis (spesies grup N. abiuma) yang dikoleksi dari Pantai Versova di
Bombay India, menunjukkan LC50 Hg, Pb, dan Cu berturut-turut 0.041 mg/L,

3

3.75 mg/L, dan 0.55 mg/L (Varshney & Sahabidi 1988). Pengukuran kandungan
logam dalam tubuh Namalycastis yang dikoleksi dari Indonesia dan pengaruh
logam tersebut terhadap perubahan morfologinya belum pernah dilakukan
sebelumnya. Berkaitan dengan kurangnya informasi tersebut, maka penelitian ini
perlu dilakukan sebagai salah satu studi pendahuluan mengenai kemampuan
Namalycastis sebagai bioindikator logam berat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1.

Mempelajari morfologi dan densitas Namalycastis dari Sunda Kelapa dan
Way Belau.

2.

Mempelajari kandungan logam berat (Pb, Cd, Cr, Cu, dan Ni) dalam
potongan tubuh (segmen tengah) Namalycastis yang hidup di habitat terpolusi
(Sunda Kelapa Jakarta) dan tidak terpolusi (Way Belau Lampung).

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1.

Informasi jenis-jenis Namalycastis di Sunda Kelapa Jakarta dan Way Belau
Lampung.

2.

Informasi kepada para peneliti dan pemerhati lingkungan berkaitan dengan
pemanfaatan Namalycastis sebagai bioindikator logam berat.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Cacing Laut Namalycastis
Namalycastis termasuk ke dalam Kelas Polychaeta, Ordo Phyllodocida,
Famili Nereididae, dan Subfamili Namanereidinae. Wilayah distribusi ke-19
spesies Namalycastis adalah di daerah tropis dan subtropis. Namalycastis
umumnya hidup di perairan tawar dan estuari (Baoling et al. 1985, Winterbourn
1968). Beberapa anggota Namalycastis sering ditemukan di kawasan mangrove,
zona litoral, rawa-rawa, vegetasi Pandanus, dan perairan sungai (Glasby 1999,
Benbow et al. 2001, Glasby et al. 2003).

c

Gambar 1 Penampang tubuh Namalycastis. Prasegmental (a), segmental (b),
postsegmental (pygidium) (c) (Glasby 1999).
Secara umum, bagian dorsal tubuh Namalycastis berbentuk cembung,
bagian ventral pipih, dan bagian posterior meruncing. Warna tubuh Namalycastis
dalam keadaan segar umumnya merah kecoklatan. Bagian tubuh Namalycastis
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu prasegmental (anterior), segmental, dan
postsegmental (posterior). Pada bagian presegmental terdapat prostomium suboval
atau trapezoidal yang dilengkapi dengan sepasang antena dan sepasang palpus

5

biartikulasi, kedua organ ini berfungsi sebagai alat peraba (sensor). Selain itu pada
prostomiumnya terdapat dua pasang mata. Pada bagian peristomiun terdapat
empat pasang tentacular cirri. Faring Namalycastis dapat dibedakan menjadi
bagian oral dan maxilari. Faring tidak dilengkapi paragnath dan papila, dan
terdapat sepasang taring (jaws) di ujungnya. Pada bagian segmental terdapat
deretan segmen tubuh yang masing-masing mempunyai dua pasang podia (kaki).
Tipe parapodia Namalycastis subuniramous. Notopodium tidak memiliki ligula
sedangkan neuropodium memiliki satu ligula. Seta bersifat composite atau simpel,
serta spiniger atau falciger. Pada postsegmental Namalycastis terdapat pygidium
dan sepasang anal cirri (Glasby 1999).
Namalycastis termasuk biota yang memiliki toleransi tinggi terhadap
penurunan konsentrasi oksigen sehingga keberadaannya dapat dijadikan petunjuk
perubahan lingkungan atau bioindiaktor. Beberapa anggota Namalycastis mudah
beradaptasi pada kondisi laboratorium dan banyak digunakan sebagai biota uji
seperti yang dilakukan oleh Varshney dan Sahabidi (1988).

Logam Berat
Logam berat yaitu unsur logam yang mempunyai densitas atau berat jenis
lebih dari 5 g/cm3 (Connell & Miller 1995). Logam berat dalam air laut dapat
berasal dari berbagai aktivitas manusia di darat yang kemudian masuk ke laut
melalui sungai, dan dapat pula berasal dari atmosfir dalam bentuk partikel dan
debu yang jatuh ke laut (Bat 2005). Selain itu, logam juga dapat berasal dari hasil
pengikisan oleh gelombang atau gletser serta aktivitas gunung berapi (Bielicka et
al. 2004).
Ditinjau dari kegunaannya, unsur-unsur logam berat dapat dibedakan ke
dalam dua golongan, yaitu golongan unsur logam berat yang bermanfaat bagi
kehidupan biota perairan pada konsentrasi tertentu (Zn, Fe, Cu, dan Ni) dan
golongan unsur logam berat yang tidak bermanfaat (Hg, Pb, As, dan Cd) (Bat
2005). Pengambilan logam oleh Namalycastis terjadi melalui penyerapan
permukaan tubuh dan partikel atau air yang dicerna melalui sistem pencernaan.
Semua jenis logam berpotensi menimbulkan keadaan toksik jika kandungan
dalam tubuh Polychaeta tinggi. Pengaruh subletal logam berat terhadap

6

Polychaeta umumnya mempengaruhi pertumbuhan dan akumulasi logam dalam
jaringan tubuhnya (Bat 2005).
Krom (Cr) merupakan kelompok logam berat dengan densitas 7.20 g/cm3.
Logam Cr sebanyak 5.5-11 µg/L dapat mengganggu perkembangan embrio dan
larva Hydroides elegans (Polychaeta: Serpulidae) (Thilagam et al. 2008).
Canadian Environmental Quality Guidelines (EQGs) (2002) menetapkan kadar
efek (Probable Effect Level) Cr dalam sedimen air laut 160 000 µg/kg dan
sedimen air tawar 90 000 µg/kg. EQGs (2002) juga menetapkan kadar maksimum
krom trivalent (Cr(III)) dalam air laut 56 µg/l dan air tawar 8.9 µg/l, sedangkan
krom hexavalent (Cr(VI)) dalam air laut 1.5 µg/l dan air tawar 1 µg/l. KepMenLH
No. 51/2004 menetapkan baku mutu logam Cr(VI) dalam air laut untuk biota laut
sebesar 0.005 mg/l (MenLH 2004). Jenis industri yang memberikan kontribusi
cemaran Cr ke perairan, diantaranya yaitu industri metalurgi, kimia, dan
refractory (heat resistent application) (Langard & Norseth 1979, diacu dalam
Friberg et al. 1979, Bielicka et al. 2004).
Kadmium (Cd) merupakan unsur logam berat beracun dengan densitas
8.642 g/cm3. Logam Cd sebanyak 0.9-1.9 µg/L dapat mengganggu perkembangan
embrio dan larva cacing laut Hydroides elegans (Thilagam et al. 2008). Canadian
Environmental Quality Guidelines (EQGs) (2002) menetapkan kadar efek
(Probable Effect Level) Cd dalam sedimen air laut 4 200 µg/kg dan sedimen air
tawar 3 500 µg/kg. EQGs (2002) juga menetapkan Cd dalam air laut 0.12 µg/l dan
air tawar 0.017 µg/l. KepMenLH No. 51/2004 menetapkan baku mutu Cd dalam
air laut untuk biota laut sebesar 0.001 mg/l (MenLH 2004). Standar evaluasi untuk
substansi polusi logam Cd pada organisme laut adalah 0.6 µg/g berat basah tubuh
ikan, 2 µg/g berat basah tubuh krustasea, dan 5.5 µg/g berat basah tubuh moluska
(Shu-ying & Dong-liang 1994). Jenis industri yang memberikan kontribusi
cemaran Cd ke perairan antara lain, yaitu industri pelapisan logam (electro
plating), kendaraan, pigmen, peleburan logam, pabrik batere, plastik, campuran
logam, pupuk, dan pestisida (Friberg et al. 1979, diacu dalam Friberg et al. 1979,
Sudarmaji et al. 2006).

7

Tembaga (Cu) merupakan unsur logam berat dengan densitas 8.92 g/cm3.
Logam Cu merupakan inhibitor fungsi hemoglobin (Willmer et al. 2000). Logam
Cu (CuCl2 . 2H2O) sebanyak 16-40 µg/L dapat mengganggu perkembangan larva
cacing laut Galeolaria caespitosa (Polychaeta: Serpulidae) (Ross & Bidwell
2001). Canadian Environmental Quality Guidelines (EQGs) (2002) menetapkan
kadar efek (Probable Effect Level) Cu dalam sedimen air laut 108 000 µg/kg dan
sedimen air tawar 197 000 µg/kg. EQGs (2002) juga menetapkan Cu dalam air
tawar 2-4 µg/l. KepMenLH No. 51/2004 menetapkan baku mutu Cu dalam air laut
untuk biota laut sebesar 0.008 mg/l (MenLH 2004). Standar evaluasi untuk
substansi polusi logam Cu pada organisme laut adalah 20 µg/g berat basah tubuh
ikan, 100 µg/g berat basah tubuh krustasea, dan 100 µg/g berat basah tubuh
moluska

(Shu-ying

&

Dong-liang

1994).

Jenis

industri

yang

memberikankontribusi cemaran Cu ke perairan antara lain, yaitu industri
“Copper-plating”, “Copper-pickling”, pestisida, alat-alat listrik, kawat, dan pipa
(Piscator 1979, diacu dalam Friberg et al. 1979, Sudarmaji et al. 2006).
Timbal (Pb) merupakan unsur logam berat dengan densitas 11.3437 g/cm3.
Logam Pb sebanyak 3.9-31.2 µg/L dapat mengganggu perkembangan embrio dan
larva cacing laut Hydroides elegans (Thilagam et al. 2008). Canadian
Environmental Quality Guidelines (EQGs) (2002) menetapkan kadar efek
(Probable Effect Level) Pb dalam sedimen air laut 112 000 µg/kg dan sedimen air
tawar 91 300 µg/kg. EQGs (2002) juga menetapkan Pb dalam air tawar 1-7 µg/l.
KepMenLH No. 51/2004 menetapkan baku mutu Pb dalam air laut untuk biota
laut sebesar 0.008 mg/l (MenLH 2004). Standar evaluasi untuk substansi polusi
logam Pb pada organisme laut adalah 2 µg/g berat basah tubuh ikan, 2 µg/g berat
basah tubuh krustasea, dan 10 µg/g berat basah tubuh moluska (Shu-ying &
Dong-liang 1994). Jenis industri yang berpotensi melepaskan sejumlah Pb ke
lingkungan perairan, yaitu industri cat, batere, plastik, percetakan, peleburan
timah, karet, kendaraan bermotor, dan pigmen (Tsuchiya 1979, diacu dalam
Friberg et al. 1979, Sudarmaji et al. 2006).
Nikel (Ni) termasuk logam berat dengan densitas 8.90 g/cm3. Logam Ni
sebanyak 6-16 µg/L dapat mengganggu perkembangan embrio dan larva cacing

8

laut Hydroides elegans (Thilagam et al. 2008). Canadian Environmental Quality
Guidelines (EQGs) (2002) menetapkan kadar efek (Probable Effect Level) Ni
dalam air tawar 25-150 µg/l. KepMenLH No. 51/2004 menetapkan baku mutu Ni
dalam air laut untuk biota laut sebesar 0.05 mg/l (MenLH 2004). Standar evaluasi
untuk substansi polusi logam Ni pada organisme laut adalah 5.5 µg/g berat basah
tubuh ikan (Shu-ying & Dong-liang 1994). Jenis industri yang memberikan
kontribusi cemaran Ni antara lain industri kabel listrik, hidro-cracking, minyak
pabrik tinta, elektro plating, pembakaran BBM, dan batere (Norseth & Piscator
1979, diacu dalam Friberg et al. 1979).
Merkuri (Hg) termasuk logam berat dengan densitas 13.55 g/cm3. Logam
Hg sebanyak 4.3-9.8 µg/L dapat mengganggu perkembangan embrio dan larva
cacing laut Hydroides elegans (Thilagam et al. 2008). Canadian Environmental
Quality Guidelines (EQGs) (2002) menetapkan kadar efek (Probable Effect Level)
Hg dalam sedimen air laut 700 µg/kg dan sedimen air tawar 486 µg/kg. EQGs
(2002) juga menetapkan Hg dalam air tawar 0.1 µg/l. KepMenLH No. 51/2004
menetapkan baku mutu Hg dalam air laut untuk biota laut sebesar 0.001 mg/l
(MenLH 2004). Jenis industri yang memberikan kontribusi cemaran Hg antara
lain produksi coustic soda, pertambangan dan prosesing biji besi, metalurgi dan
electroplating, pabrik kimia, pabrik kertas, dan pabrik tekstil (Berlin 1979, diacu
dalam Friberg et al. 1979, Sudarmaji et al. 2006).
Arsen (As) termasuk logam berat dengan densitas 5.72 g/cm3. Canadian
Environmental Quality Guidelines (EQGs) (2002) menetapkan kadar efek
(Probable Effect Level) As dalam sedimen air laut 41 600 µg/kg dan sedimen air
tawar 17 000 µg/kg. EQGs (2002) juga menetapkan As dalam air tawar 12.5 µg/l
dan air laut 5 µg/l. KepMenLH No. 51/2004 menetapkan baku mutu As dalam air
laut untuk biota laut sebesar 0.012 mg/l (MenLH 2004). Lokasi di sekitar
pembuangan limbah industri kimia, pertambang dan peleburan bahan tambang,
serta industri pestisida banyak mengandung limbah As (Fowler et al. 1979, diacu
dalam Friberg et al. 1979, Sudarmaji et al. 2006).
Seng (Zn) termasuk logam berat dengan densitas 7.14 g/cm3. Logam Zn
sebanyak 12-39 µg/L dapat mengganggu perkembangan embrio dan larva cacing
laut Hydroides elegans (Thilagam et al. 2008). Canadian Environmental Quality

9

Guidelines (EQGs) (2002) menetapkan kadar efek (Probable Effect Level) Zn
dalam sedimen air laut 271 000 µg/kg dan sedimen air tawar 315 000 µg/kg.
EQGs (2002) juga menetapkan Zn dalam air tawar 30 µg/l. KepMenLH No.
51/2004 menetapkan baku mutu Zn dalam air laut untuk biota laut sebesar 0.05
mg/l (MenLH 2004). Standar evaluasi untuk substansi polusi logam Zn pada
organisme laut adalah 40 µg/g berat basah tubuh ikan, 150 µg/g berat basah tubuh
krustasea, dan 250 µg/g berat basah tubuh moluska (Shu-ying & Dong-liang
1994). Jenis industri yang memberikan sumber cemaran Zn antara lain, industri
batere, karet, dan pertambangan (Elinder & Piscator 1979, diacu dalam Friberg et
al. 1979, Sudarmaji et al. 2006).

Bioindikator Pencemaran Logam Berat
Dalam kajian kualitas lingkungan perairan umumnya digunakan tiga media
sebagai parameter monitoring, yaitu air, sedimen, dan organisme hidup seperti
yang telah dilakukan oleh Piotrowski dan Łaba-Mydłowska (2003), Thompson
dan Lowe (2004), serta Yudha (2007). Pemakaian organisme hidup sebagai
indikator pencemaran disebut juga bioindikator (Dean 2008). Karakterteristik
organisme indikator menggambarkan stuktur dan keadaan dinamika suatu
lingkungan (Casalduero 2001).
Penggunaan organisme sebagai indikator pencemaran didasarkan pada
kemampuan mereka dalam menghadapi tekanan lingkungan. Masuknya polutan
ke dalam lingkungan akan mengakibatkan organisme berusaha semaksimal
mungkin untuk beradaptasi. Organisme yang sensitif terhadap polutan akan
menghilang dan hanya menyisakan organisme yang mampu bertahan hidup
(Casalduero 2001).
Dalam suatu penelitian pencemaran laut, makrobentos merupakan
organisme yang sering dimanfaatkan sebagai bioindikator. Alasan makrobentos
digunakan sebagai organisme bioindikator adalah sifatnya yang menetap
(sedentary), memiliki daur hidup yang relatif lama, memiliki toleransi stress,
bersifat komersial, serta mampu berperan dalam siklus nutrisi dan kimia antar
sedimen dan badan air (Dauer 1993). Salah satu anggota makrobentos yang sering
dimanfaatkan sebagai organisme bioindikator adalah Polychaeta. Polychaeta

10

sering dimanfaatkan sebagai indikator kualitas lingkungan laut karena bersifat
menetap, memiliki kemampuan toleransi terhadap tekanan lingkungan yang
berbeda-beda, serta berperan penting dalam siklus nutrisi dan kimia antara
sedimen dan badan air (Surugiu 2005). Polychaeta merupakan spesies indikator
yang menggambarkan perubahan komunitas bentik akibat tekanan habitat
terpolusi (Dean 2008).
Penggunaan Polychaeta sebagai indikator pencemaran telah banyak
digunakan. Peranan Capitella capitata (Polychaeta: Capitellidae) sebagai
indikator pencemaran organik pada pantai Mar del Plata di Argentina (Rivero et
al. 2005, Elias et al. 2006). Kelimpahan Prionospio cirrobranchiata (Polychaeta:
Spionidae) yang tinggi digunakan sebagai indikator pencemaran organik di daerah
estuari Uppanar (Khan et al. 2004). Kelimpahan Owenia fusiformis (Polychaeta:
Oweniidae) pada pantai Mar del Plata di Argentina yang tercemar bahan organik
(Elias et al. 2001). Lalu, peranan aktifitas lisozim Eurythoe complanata
(Polychaeta: Amphinomidae) sebagai indikator pencemaran logam Cu (Marcano
et al. 1997). Penggunaan Polychaeta sebagai organisme uji biotoksisitas logam
berat juga telah banyak dilakukan. Reish dan Gerlinger (1997) mengunakan
beberapa anggota Polychaeta dalam uji toksisitas logam Cu dan Hg, Baeyens et al
(2005) mengunakan Nereis diversicolor untuk mengetahui faktor biokonsentrasi
logam Cd, Cu, Ni, Pb, dan Zn, Mendez dan Green-Ruiz (2006) yang mengamati
efek pemberian logam Cu dan Cd terhadap gangguan perkembangan larva C.
capitata, serta Varshney dan Sahabidi (1988) yang menggunakan Namanereis
merukensis (spesies grup N. abiuma) sebagai biota uji dalam penelitian
pencemaran logam Hg, Cu, dan Pb.

11

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2008-Juni 2009. Pengambilan
koleksi Namalycastis dilakukan di dua lokasi, yaitu di muara sungai Ciliwung,
Sunda Kelapa Teluk Jakarta (muara terpolusi) dan muara Way Belau, Teluk
Betung Lampung (muara tidak terpolusi) (Tabel 1 dan Gambar 2). Lokasi
penelitian berada di sepanjang sungai yang berjarak ± 1 km dari pantai (Gambar 3
dan 4).
Tabel 1 Lokasi dan titik koordinat tempat pengambilan koleksi Namalycastis di
Sunda Kelapa dan Way Belau
No

Lokasi

1

Sunda Kelapa Jakarta

2

Way Belau Lampung

Titik
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6

Koordinat
S
o
06 07'36,4"
o
06 07'36,4"
o
06 07'36,6"
o
06 07'36,7"
o
06 07'36,0"
o
06 07'36,1"
0
05 27'11,7''
0
05 27'11,6''
0
05 27'11,9''
0
05 27'11,3''
0
05 27'11,2''
0
05 27'11,3''

E
106 48'23,9"
o
106 48'33,2"
o
106 48'31,9"
o
106 48'36,8"
o
106 48'32,0"
o
106 48'32,9"
0
105 15'27,9''
0
105 15'27,6''
0
105 15'27,7''
0
105 15'27,3''
0
105 15'27,1''
0
105 15'27,0''
o

Metode
Koleksi Namalycastis
Pada masing-masing lokasi penelitian dibuat enam titik pengambilan
koleksi Namalycastis di sepanjang tepian sungai menuju arah pantai sebagai
ulangan dengan menggunakan ukuran bingkai kuadran 50 x 50 cm2 dengan
kedalaman sedimen 20 cm. Jarak antara tiap ulangan sepanjang 3 m. Jarak antara
titik pengambilan koleksi Namalycastis dengan sungai ±1 m (Gambar 3 dan 4).
Pengambilan koleksi Namalycastis dilakukan dengan tangan pada saat
perairan surut rendah. Namalycastis dimasukkan ke dalam wadah plastik bersama
dengan sedimen lumpur supaya tetap hidup, yang selanjutnya dimasukkan ke

12

dalam ice box dan dibawa ke laboratorium untuk disortir jenis-jenis yang
didapatkan.

Gambar 2 Lokasi penelitian. Sunda Kelapa Jakarta Utara (
), Way Belau
Lampung ( ), insert Pulau Jawa dan Sumatra Indonesia.

Gambar 3 Skema penelitian koleksi Namalycastis di Sunda Kelapa Jakarta Utara.
Bingkai kuadran 50 x 50 cm2 ( ).

Gambar 4 Skema penelitian koleksi Namalycastis di Way Belau Lampung.
Bingkai kuadran 50 x 50 cm2 ( ).

13

Preservasi, Identifikasi, dan Pengamatan Anomali Morfologi Namalycastis
Namalycastis dibersihkan lalu dipotong bagian anterior (sebanyak ±10
segmen) dan posterior (sebanyak ±15 segmen) untuk keperluan identifikasi.
Potongan anterior dan posterior Namalycastis disimpan dalam alkohol 70%
Sedangkan sisa potongan tubuh Namalycastis bagian tengah untuk keperluan
pengukuran logam berat dimasukkan dalam plastik test tube dan disimpan dalam
freezer -15 oC (IAEA 1980).
Identifikasi dan pengamatan anomali morfologi Namalycastis dilakukan
dengan menggunakan mikroskop (binocular high power Leica DMRBE, binocular
stereoskopis Leica M 40, kemudian dihitung jumlah individunya. Densitas
Namalycastis di hitung dengan cara membagi jumlah individu per satuan luas
kuadran (0.25m2). Setelah identifikasi untuk keperluan deskripsi morfologi
digunakan kamera Lucida untuk menggambar ciri-ciri morfologi.
Identifikasi berdasarkan Baoling et al. (1985) dan Glasby (1999). Ciri utama
untuk dentifikasi Namalycastis secara morfologi meliputi struktur prostomium
(anterior segmen), parapodia, dan seta pada segmen ke-3, 10, dan 15 segmen
terakhir.

Pengamatan

anomali

morfologi Namalycastis didasarkan pada

kelengkapan antena, tentakular cirri, mata, parapodia, dan seta pada 10 segmen
awal dan 15 segmen terakhir. Identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium
Sumber Daya Laut Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Ancol Jakarta Utara. Sedangkan verifikasi spesimen dilakukan melalui
korespondensi dengan Christopher J. Glasby dari Museum And Art Gallery of
Northern Territory GPO Darwin, Australia.

Penentuan Logam Berat
Penentuan logam berat Pb, Cd, Cu, Cr, dan Ni pada potongan tubuh
(segmen tengah sekitar 11-162) Namalycastis dilakukan dengan menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom (SAA) di Laboratorium Balai Penelitian Tanah,
Bogor. Sebanyak 12-45 individu potongan tubuh (segmen tengah sekitar 11-162)
Namalycastis dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC. Selanjutnya sebanyak
0.27–0.55 g sampel kering Namalycastis dimasukkan ke dalam gelas beker dan
didestruksi menggunakan 5 ml HNO3 (65%) dan 5-10 tetes H2O2 (30%) hingga

14

larutan jernih (IAEA 1980). Larutan disaring ke dalam labu takar dan ditepatkan
dengan aquades hingga 10 ml. Analisis SAA untuk pengukuran Pb dilakukan pada
panjang gelombang (λ) 217 nM, Cd 228.8 nM, Cu 324.8 nM, Cr 205.5 nM, dan
Ni 231.6 nM. Kadar logam dihitung dengan cara membandingkan nilai absorban
logam yang sama dalam sampel dengan standar.

Analisis Data
Data kandungan logam dalam potongan tubuh (segmen tengah sekitar 11162) Namalycastis dari kedua lokasi dianalisis berdasarkan uji T menggunakan
program Minitab pada tingkat kepercayaan 0.05. Analisis korelasi dilakukan
antara data masing-masing anomali (antena, tentakular cirri, mata, parapodia, dan
seta) pada Namalycastis dari kedua lokasi dengan masing-masing kandungan
logam (Pb, Ni, Cd, Cr, dan Cu) dalam tubuh Namalycastis menggunakan program
Minitab pada tingkat kepercayaan 0.05. Untuk melihat prediksi adanya pengaruh
kandungan logam dalam habitat terhadap proses fisiologis Namalycastis, maka
dilakukan analisis korelasi antara anomali pada Namalycastis dengan kandungan
logam dalam sedimen Rochyatun dan Rozak (2007), yaitu kandungan logam
dalam sedimen dari muara sungai Ciliwung, Cisadane, dan Citarum (Lampiran 6,
7, dan 8). Analisis korelasi dilakukan antara data masing-masing anomali (antena,
tentakular cirri, mata, parapodia, dan seta) pada Namalycastis dari kedua lokasi
dengan kandungan Pb, Ni, Cd, dan Cu dalam sedimen menggunakan uji korelasi
program Minitab pada tingkat kepercayaan 0.05.

15

4 HASIL
Identifikasi Namalycastis
Dari hasil koleksi Namalycastis di muara Ciliwung Sunda Kelapa, Teluk
Jakarta (483 individu) dan muara Way Belau, Teluk Betung Lampung (363
individu), ditemukan dua spesies, yaitu N. abiuma dan N. cf. borealis. Berikut
adalah deskripsi kedua spesies tersebut.

Namalycastis abiuma Grube, 1872
Tempat Koleksi. Jumlah individu N. abiuma (Gambar 5) yang diamati
terdiri atas 8 individu dari muara Ciliwung Sunda Kelapa, Teluk Jakarta dan 192
individu dari muara Way Belau, Teluk Betung Lampung.
Deskripsi. Jumlah segmen berkisar antara 76–177, panjang tubuh berkisar
antara 1.1–12.5 cm, dan lebar berkisar antara 0.1-0.5 cm. Bentuk tubuh bagian
dorsal cembung, ventral pipih, dan posterior meruncing. Warna tubuh dalam
keadaan segar merah kecoklatan, jika sudah diawetkan pada larutan alkohol coklat
kemerahan pada bagian anterior dan posterior, serta coklat pada bagian segmental.
Celah prostomium dangkal, membentang longitudinal dari ujung atas hingga midposterior prostomium. Bentuk