Model Konseptual Transformasi Manufaktur Konvensional Menjadi Sellular Terotomasi

Model Konseptual Transformasi Manufaktur Konvensional Menjadi Sellular Terotomasi
Bakhtiar S.

MODEL KONSEPTUAL TRANSFORMASI MANUFAKTUR
KONVENSIONAL MENJADI SELLULAR TEROTOMASI
Bakhtiar S.
Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik – Universitas Malikussaleh
Lhokseumawe, NAD
Email : bakhtiar_Syamsuddin@yahoo.com
Abstrak: Manufaktur sellular adalah sebuah strategi yang popular untuk memperbaiki kemampuan produksi
dan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk bersaing. Implementasi manufaktur sellular akan memberikan
dampak yang luas apabila diikuti dengan transformasi perusahaan. Transformasi peusahaan dilakukan karena
lantai produksi telah berubah secara mendasar menjadi kelompok-kelompok kecil yang dikenal dengan sel-sel
manufaktur. Tujuans tudi adalah pengembangan model konseptual trnasformasi perusahaan apabila job shop
dikonversi menjadi manufaktur sellular terotomasi. Metode yang digunakan untuk menganalisa adalah soft
system. Hasil pemodelan menghasilkan keterlibatan yang diperlukan, sumberdaya yang terbatas dan
pengembangan para pekerja. Pendekatna soft system dapat memprediksi perubahan sebagai akibat
transformasi.
Kata kunci : Model, soft system, konvensional, manufaktur sellular.


1. PENDAHULUAN
Konsep otomasi system produksi dapat
diaplikasikan pada bermacam tingkat operasi-operasi
pabrik. Teknologi otomasi merupakan proses atau
prosedur penyelesaian suatu pekerjaan tanpa
asitstensi kendali yangmelaksanakan instruksiinstruksi tersebut. Meskipun otomasi
dapat
diterapkan pada bermacam tingkat operasi-operasi
pabrik. Umumnya otomasi diterapkan secara
individual pada mesin-mesin produksi. Oleh karena
itu, mesin-mesin produksi tersebut dioperasikan
seabgai sub system yang diotomasi. Bentukan sub
system yang diotomasi akan membentuk system yang
terotomasi.
Pembentukan
otomasi
ini
menggambarkan adanya tingkatan-tingkatan otomasi
pada sebuah pabrik. Menurut Groover (2001)
tingkatan-tingkatan otomasi, yaitu : tingkat alat

perlengkapan (device), tingkat mesin, tingkat sel atau
system, tingkat pabrik dan tingkat perusahaan
(enterprise).
Tingkat sel atau system yang dimaksudkan
adalah sel manufaktur yang beroperasi dengan
instruksi-isntruksi dari tingkat pabrik. Sebuah sel
manufaktur adalah sekumpulan mesin-mesin atau
stasiun-stasiun kerja yang dihubungkan dan didukung
oleh system pemindahan bahan, komputer dan
peralatan lainnya untuk melaksanakn operasi-operasi
manufaktur. Fungsi - - fungsi yang terlibat antara
part dispatching dan loading mesin, koordinasi
sejumlah mesin dan sistem pemindahan bahan serta
pengumpulan dan evaluasi data inspeksi. Sel-sel
manufaktur merupakan persyaratan dalam penerapan
system manufaktur sellular. Wujud konkretnya
adalah tipe tata letak yang dibentuk dalam formasi
sel-sel manufaktur.
Persaingan
bisnis

dan
peningkatan

permintaan oleh apra pelaggan menyebabkan pelaku
manufaktur merespon dengan cept dan menjaga agar
biaya tetap rendah. Manufaktur sellular adalah suatu
strategi yang popular untuk memenuhi kondisi-kndisi
persaingan dan memperbaiki kemampuan produksi.
Manfaat nyata dari implementasi manufaktur sellular
telah dibahas oleh banyak literature (Ham dkk
sellular mempromosikan semangat kepemilikan,
kerja tim, perbaikan moral yang bersifat intangible
yang merupakan hal vital dalam proses memperbaiki
efektifitas perusahaan.
Banyak studi tentang manufatku sellular
yang menitikberatkan poembahasan pada masalahmasalah pengelompokan mesin dan komponen atau
desain sel (Mansouri dkk 2000). Padahal yang tidak
kalah penting adalah dampak yang diteirma apabila
manufaktur sellular diterapkan. Perubahan jobshop
yang konvensional menjadi manufaktur sellular

hakekatnya adalah suatu proses transformasi
perusahaan secara menyeluruh. Perubahan menjadi
manufaktur sellular merupakan perubahan dari
kondisi sekarang (current state) menjadi kondisi
masa depan yang diinginkan. Menurut Underdown
(2001) transformasi perusahaan meliputi perubahan
budaya, proses dan eknologi. Proses transformasi
perlu direncanakan dengan baik sehingga sejak awal
telah diyakini manfaat yang akan diperoleh secara
strategis.
Persoalan yang muncul pada industri
manufaktur yang telah mengkonversi tipe tata proses
menjadi tata letak sellular apabila ingin menerangkan
teknologi otomasi adalah metode atau prosedur yang
harus digunakan sehingga memberikan informasi
yang komprehensif
sebagai dasar pengambil
keputusan membuat keputusan. Berkaitan denganhal
ini, perlu dikembangkan sebuah prosedur yang
15


Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

terintegrasi
untuk
pendukung
pengambilan
keputusanyang
rasional
dalam
proses
mentransformasi job shop konvensional menjadi
system manufaktur sellular terotomasi. Studi ini
dilakukan pada perusahaan yang memproduksi
peralatan pertanian sebagaikelanjutan penelitian
sebelumnya dari Singgih dan Hadiguna (2003) dan
Siswanto dan Hadiguna (2003) yang focus pada
pernacangan sel-sel manufaktur dan tata letak sel.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan model-model dan teknikteknik dalam system manufaktur sellular lebih
mengarah pada masalah pengelompokkan dan tata
letak sel yang dipandang sebagai hal yang terpisah
(Hadigna, 2003d). hal ini dapat dilihat dari beberapa
studi yang dilakukan oleh diantaranya Baker dan
Maropoulus (1999), Baykasoglu dan Gindy (2000),
daita dkk (1999), Efstathiou dan Golby (2001),
Mansouri dkk (2000) dan Nair dkk (1999).
Bagaimanapun masalah edsain system manufaktur
sellular adalah pengelompokan komponen dan mesin
serta pengaturan mesin-mesin pada intra dan inter
cell yang tersedia dengan tujuan mengoptimalkan
objektif yang telah dinyatakan. Proses desain yang
menyeluruh dalam hal pengelompokkan hingga tata
letak sel telah banyak dikembangkan seperti oleh
Da-Silviera (1999), Efstathiou dan Golby (2001),
Hadiguna dan Setiawan (2003a), Hadiguna dan
Thahir (2004) dan Salum (2000).
Perkembangan dunia bisnis yang kompetitif
mengharuskan proses desain system manufaktur

sellular mempertimbangkan
strategi bisnis
(Hadiguna dan Mulki, 2003c). Pertimbangan ini
biasanya dilibatkan pada tahap desain tata letak sel.
Model simulasi yang mengadopsi hal ini diantaranya
Altinklinic (2004) dan Rios dkk (2000). Pendekatan
desain fasilitas manufaktur yang menggunakan
secara eksplisit objektif tunggal (single objective)
akan menghasilkan penyelesaian yang bisa terhadap
kebutuhan perusahaan. Pelibatan beberapa objektif
menjadi isu penting karena proses desain akan
melibatkan faktor-faktor yang bekaitan dengan
tujuan-tujuan strategis, ukuran-ukuran kinerja system
dan keunggulan kompetitif dalam marketplace.
Berdasarkan prosedur perencanana tata letak pabri,
diharapkan dapat dibangkitkan beberpaa laternatif
tata letak (Askin dan Stanridge, 1994). Tata letak yan
merupakan permasalahan tata letak diselesaikan
denganmembangkitkan beebrapa alternative tata
letak dalam hal ini tata letak. Hal ini ditujukan untuk

menghasilkan system yang memenuhi kebutuhan
perusahaan yang telah dirumuskan pada fase
persiapan. Pembangkitan alternative tata letak
dilakukan pada fase definisi. Keputusan untuk
menginstal tata letak terpilih dilakukan pada fase
instalasi dimana hasil desain tata letak yang terdiri
dari ebberapa lternatif dipilih dengan mengakomodir
kebutuhan perusaahan. Paper ini bertujuan untuk
membahas bagaimana cara mengambil keputusan
16

pemilihan tata letak yang dpat mengakomodasi
kebutuhan perusahaan. Asumsi yang digunakan
adalah alternative tata letak mempunyai kelayakan
untuk diimplementasikan.
Model lainnya yang umum digunakan dalam
proses desain adalah siulasi. Simulai manufaktur
telah emnjadi sebuah area aplikasi primer dari
teknologi
simulasi.

Simulasi
telah
menjadipendekatan yang cukup luas yang digunakan
untuk memperbaiki dan menvalidasi desain sisem
manufaktur secara luas. Aplikasi simulasi pada
system manufaktur termasuk desain fasilitas maupun
pemodelan rantai pasok perusahaan secara luas. Tipe
simulasi manufaktur biasanya diguankan untuk
memperdiksi
performansi
system
atau
membandingan dua atau lebih desain system atau
skenario. Hal ini berarti bahwa kemampuan untuk
mengembangkan dan mengurai
model-model
simulasi dengan cepat dan efektif sangat penting.
Menurut Perera dan Liyanage (2000) sejumlah faktor
yang menghalangi proses pemodelan simulasi antara
lain pengumpulan data yang kurang efisien,

dokumentasi model yang panjang dan buruknya
perencanaan eksperimen. Dalam pemodelan simulasi
manufaktur hal yang tidak kalah pentingnya adlaah
proses analisis sitem. Dalam mengembangkan model
simulasi system manufaktur khususnya untuk tujuan
studi mengevaluasi performansi system, maka
prosedur pengembangan model menjadi hal yang
krusial. IDEF0 merupakan model fungsional yang
diwujudkan dalam bentuk terstruktur dan semantic.
Model IDEF0 mengandalkan pada konsistensi
pendeskription system. Pemodelan IDEF0 banyak
digunakan dalam menganalisis dan mengevaluasi
system manufaktur khususnya untuk evaluasi
performansi (Pawlikowski dan Kreutzer, 2000 :
Hadiguan, 2003f). Secara umum, proses desain
sebagai bagain proses transformasi belum
memperhatikan aspek proses manajemen. Proses
menajamen merupakan interaksi antar amanusia
dengan sumber daya yang selalu dipengaruhi oleh
dinamika situasi. Dinamika situasi ini biasnaya

problematic.

3. METODOLOGI
Studi ini dilakukan menggunakan sof system
methodology
yang dimulai dengan pendefisian
bukan suatu masalah tetapi situasi masalah.
Metodologi dalam studi ini adalah problematika
transformasi perusahaan atau organisasi dengan
mengimplementasikan manufaktur sellular. Langkah
kedua adalah mengekpresikan situasi. Pada tahap ini
yang dilakukan adlaah mempelajari situasi yang ada
pada perusahaan secra komprehensif. Hasil studi
terhadap situsi direpresntasikan dalam bentuk
gambar yaitu rich picture. Hasil studi terhadap
situasi direpresntasikan
dalam bentuk gambar
konsisten sehingga dapat diinterpretasikan lebih
mudah. Hal yang ingin dicapai pada rencana
implementasi manufaktur selluler. Ketiga adalah

Model Konseptual Transformasi Manufaktur Konvensional Menjadi Sellular Terotomasi
Bakhtiar S.

mendefinisikan masalah dan menggambarkan
keterkaitan aktivitas yang akan
mengarah
pada penyelesaian masalah. Keempat menyusun
rumusan rekomendasi berdasarkan kajian kritis yang
dihasilkan dari model fungsional yang diperoleh.

keluaran. Dalam tata letak fungsional, pekerja
bekerja pada area tertentu dengan jenis mesin yang
sama sehingga keluaran yang dihasilkan bukanlah
komponen yang completed. Kesalahan yang
menyebabkan komponen atau produk cacat sulit
dideteksi pekerja yang harus bertanggung jawab.

4. PEMODELAN SISTEM RELEVAN
Pemilihan system yang relevan didasarkan
pada situasi dimana rancangan sel-sel manufaktur
telah dilakukan dan siap untuk diimplementasikan.
System relevan yang dipilih adalah system yang
dapat memprediksi manfaat yang akan diperoleh
perusahaan
dengan
mengimplementasikan
manufaktur sellular. Hal ini termasuk upaya
transformasi
yang
akan
terjadi
dengan
mengimplementasikan manufaktur sellular. Model
konseptual yang akan dikembangkan mengacu pada
Root Definition (RD). Tipe RD yang dipilih dalam
kasus ini adalah primary tasks based. Adapun
formulasi RD-nya adalah Sistem yang dimiliki dan
diopersikan oleh pemilik perusahaan untuk
memanufaktur produk alat pertanian untuk
pelanggan pasar Asia melalui implementasi konsep
manufaktur sellular terotomasi guna peningkatan
keuntungan dan manfaat yang dibatasi oleh daya
manfaat yang dibatasi oleh daya saing competitor.
Formulasi RD diats perlu diuji atau
verifikasi menggunakan pendekatan CATWOE.
Terlihat bahwa system yang dipilih memandang
pelanggan pasar Asia sebagai Customer. Actor yang
melaksanakan
transformasi
adalah
Pemilik
Perusahaan. Transformation dari system adalah memanufacture produk alat pertanian dengan Worldview
yang dianut implementasi konsep manufaktur sellular
terotomasi guna peningkatan keuntungan dan
manfaat. Owner dari system adalah Pemilik
Perusahaan dengan Environment daya saing
competitor.
Model
konseptual
transformasi
manufaktur konvensional menjadi sellular terotomasi
dapat dilihat pada Gambar 2.

5. REKOMENDASI DAN PEMBAHASAN
5.1. Rekomendasi
Manufaktur sellular menghasilkan budaya baru
melalui perubahan lingkungan kerja fisik.
Manufaktur sellular membutuhkan pengelompokan
peralatan dan pekerja dalam bentuk konfigurasi
lingkaran atau bentuk U. Setiap sel akan terbentuk
budaya mikro dimana terjadinya interaksi antara
pekerja dalam sel. Terbentuknya sub-sub budaya
baru akan menjadibudaya baru secara keseluruah
dilantaiproduksi yang pada akhirnya akan
memberikan pengaruh pada budaya perusahaan
secara total. Pembentukan budaya baru dalam sel
didorong oleh sense of accomplishment. Hal ini
terjadi karena setiap sel mempunyai tanggung jawab
pada part families yang dibebakan (Askin dan
Standridge 1993). Berdasarkan sel dengan mudah
dapat diukur peformansi pekerja karena dapat
diketahui kontribusi setiap sel dalam menghasilkan

Bentuk budaya yang akan lebih menonjol
adalah budaya kerjasama (teamwork). Konfigurasi
sellular membutuhkan pekerja untuk bekerja
bersama untuk mencapai tujuan bersama. Anggota
sel harus bekerja berdekatan dengan pelanggan dan
supplier internal untuk memproduksi produk secara
efisien dan efektif. Bentuk kerjasama dapat
diwujudkan dalam tanggung jawab seperti
penjadualan, keselamatan dan kualitas (Aurrecoechea
dkk, 1994) serta pembelian (Singh, 1996). Budaya
belajar juga akan menjadi hal yang tidak kalah
pentingnya. Budaya ini muncul karena pekerja yang
menjadi anggota sel tertentu akan berusaha
menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam selnya.
Proses kemandirian tim dalam menyelesaikan
masalah dalam sel akan mendorong terciptanya
budaya belajar.
Manufaktur sellular menghasilkan prosesproses baru melalui pengelompokan mesin-mesin
dengan konfigurasi berbentuk lingkatan dan “U”
untuk memproduksi part families. Konversi tata letak
fungsional menjadi manufaktur sellular akan
memberikan manfaat yang sangat besar (Groover
2001). Perubahan yang dramatic sebagai manfaat
yang diperoleh dari perubahan berdasarkan proses ini
akan memperbaiki kinerja dari perusahaan secara
keseluruhan. Dalam penelitian Underdown (2001)
menyimpulkan bahwa pengurangan work in process
mencapai 65%-85%, pengurangan cycle time 86,5%,
pengurangan harga pokok penjualan 42%,
penghematan material 24% dan peningkatan profit
mencapai 80%. Hal ini tentu saja sangat
mendongkrak kinerja perusahaan dan pada akhirnya
dapat
dimanfaatkan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan para pekerja.
Manufaktur sellular mentransfer teknologi
17

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

berdasarkan keperluan manajemen. Salah satu yang
memberikan biaya yang nyata dalam perpindahan
menjadi konfigurasi sellular adalah pembentukanselsel. Di banyak kasus, peralatan tambahan diperlukan
untuk mendapatkan sel-sel yang berkinerja tinggi.
Adakalanya perusahaan harus berinvestasi dengan
membeli mesin/peralatan baru agar mesin-mesin dan
peralatan yang ada pada setiap sel mempunyai
kapabilitas
yang tinggi. Kapabilitas ini akan
mempengaruhi keseimbangan lintasan didalam sel
ataupun antar sel.
5.2. Pembahasan
Manufaktur sellular dalam perusahaan
sekala kecil dan menengah bukan hanya suatu
perubahan tata letak, tetapi suatu perubahan besar
dalam proses bisnis. Implementasi ini adalah suatu
mekanisme untuk transformasi dalam perusahaan
skala kecil dan menengah. Ketika perubahan dilantai
produksi dilakukan menjadi sel-sel, maka aktivits
perkantoran dan manufaktur juga mengalami
perubahan sehingga yang terjadi lebih jauh lagi akan
mempersatukan perubahan dari segi proses dan
budaya terutama sekali apabila dikombinasikan
dengan kerjasama ini. Dampak sel-sel terhadap
budaya adalah lebih besar ditemui pada perusahaan
sekala kecil dibandingkan dengan yang berskala
besar. Jika perusahaan kecil sepenuhnya berubah
menjadi sel-sel, dampak terhadap budaya adalah
lebih besar. Jika perusahaan kecil sepenuhnya
berubah menjadi sel-sel, dampak terhadap budaya
akan lebih besar karena setiap orang didalam
perusahaan akan ikut terlibat. Dalam perusahaan
besar, kemungkinan tidak sepenuhnya beranjak
menjadis el-sel sehingga tidak semua orang didalam
perusahaan terlibat dan dampak budaya tidak akan
terllau besar. Sel-sel akan membawa banyak interaksi
antara pekerja administrasi dan manufaktur dan
antara sesame pekerja manufaktur karena pekerja
akan berpindah dari satu sel ke sel lainnya sebagai
fungsi permintaan produk. Keterkaitan yang saling
bergantung ditemukan pada sel-sel dan antar sel-sel
yang mana tenaga kerja sel-sel mengkomunikasikan
aktivitasnya lebih dari yang ditemukan pada
lingkungan konvensional. Sel-sel seringkali menjadi
pabrik mini yang mengkomunikasikan aktivitasnya
pada pelanggan dan supplier internal yang
berdasarkan tanggung jawab secara mandiri untuk
mencapaiprofitabilitas untuk setiap selnya.
Implementasi manufaktur sellular untuk
peusahaan kecil dan menengah secara normal
membutuhkan keterlibatan persentase tenaga kerja
yang besar, sedangkan perusahaan besar sebaliknya.
Tata letak dan pergerakan peralatan di area produksi
untuk manufaktur sellular pada perusahaan kecil dan
menengah membutuhkan usaha yang besar dari pada
pekerja produksi. Implementasi manufaktur sellular
termasuk membutuhkan jumlah besar pekerja yang
mempunyai fungsi berbeda-beda. Keterlibatan
peekrja dalam persentase yang besar dengan sasaran
18

yang sama (common goal) adalah suatu mekanisme
bernilai untuk transformasi. Sebagai efek,
implementasi sel-sel menghasilkan sejumlah kritis
pendukung unutk mengubah perusahaan kecil dan
menengah. Pada perusahaan besar, suatu transisi
menjadi manufaktur sellular mungkin tidak
membutuhkan tingkat usaha yang mendukung
transformasi.
Perusahaan
sebaiknya
melibatkanseluruh pekerja dalam proses perancangan
dan implementasi manufaktur sellular sehingga
merasa berkontribusi dalam perusahaan system yang
akan mereka hadapi nantinya. Apabila yang terlibat
hanya pada tingkat supervisor dan manajemen maka
resiko kegagalan dalam implementasi sangat besar.
Manufaktur sellular merupakan fondasi bagi
system produksi Just In Time (JIT). Pada perusahaan
besar yang mengimplementasikan manufaktur
sellular dapat menyebabkan proses sebelum dan
sesudah sel-sel terbentuk untuk menerapkan sistem
JIT belum tentu berhasil. Pada perusahaan kecil dan
menengah upaya menerapkan system JIT setelah selsel terbentuk berpotensi besar untuk berhasil.

6. KESIMPULAN
Model menghasilkan keterlibatan yang
diperlukan, sumberdaya yang tebratas dan
pengembangan para pekerja serta mampu
memprediksi perubahan sebagai akibat transformasi.
Manufaktur sellular menghasilkan budaya baru
melaluiperubahan lingkungan kerja fisik. Manufaktur
sellular membutuhkan pengelompokkan perlaatan
dan pekerja dalam bentuk konfiugrasi lingkaran atau
bentuk U. setiap sel akan terbentuk budaya mikro
dimana terjadinya interaksi antara pekerja dalam sel.
Hal ini terjadi karena
setiap sel mempunyai
tanggung jawba pada part families yang dibebankan.
Manufaktur sellular metransfer teknlogi
berdasarkan keperluan manajemen. Salah satu yang
memebrikan biaya yang nyata dlaam perpindahan
menjadi konfigurasi sellular adalah pembentukan selsel. Di banyak kasus, peralatan tambahan diperlukan
untuk mendapatkan sel-sel yang berkinerja tinggi.
Adakalanya perusahaan harus berinvestasi dengan
menerapkan strategi otomaso sel agar mempunyai
kapabilitas yang tinggi. Kapabilitas ini akan
mempengaruhi keseimbangan lintasan didalam sel
ataupun antar sel. Pada perusahaan besar yang
mengimplementasikan manufaktur sellular upaya
menerapkan otomasi setelah sel-sel terbentuk
berpotensi besar untuk berhasil.

REFERENSI
Altinklininc, M. (2004), Simulation based Layout
Planning of A Production Plant, Proceeding
of the 2004 Winter Simulation Conference,
1079-1084.
Askin, R.G. dan Standridge, C.R (1993), Modelling
and Analysis of Manufacturing Systems,
Johnm Wiley and Sons, Inc. New York.

Model Konseptual Transformasi Manufaktur Konvensional Menjadi Sellular Terotomasi
Bakhtiar S.

Aurrecoechea, A., Busby, J.S., Nimmons, T., dan
Williams, G.M. (1994), The Evaluation of
Manufacturing Cell Design, International
Journal of Operations and Production
Management, 14 (1), 60-74.
Baker, R.P dan Maropoulos, P.G. (2000), Cell
Design and Continuous Improvement,
International Journal Computer Integratef
Manufacturing, 13 (6), 522-532.
Benjafaar, S., Heragu, S.S. dan Irani, S.A. (2001),
Next Generation Fctory Layouts : Research
Challenges and Recent Progress, Interfaces.
Banks, J. (2000), Introduction to Simulation,
Proceedings of the 2000 Winter Simulation
Conference, Pp. 9-16.
Baykasoglu, A. dan Gindy, N.N.Z. (2000),
MOCACEF 1.0: Multiple Objective
Capability Based Approach to From PartMachine Groups for Cellular Manufacturing
Applications, International Journal of
Production Research, 38(5), 1133-1166.
Carrie, A. S. dan Banerjee, S.K. (1994), Desgn of
CIM Based Manufacturing Systems.
Department of Design, Manufacture and
Engineering Management, University of
Strathclyde.
Chan, F.R.S. dan Abhary, K. (1996), Design and
Evaluation
of
Automated
Cellular
Manufacturing Systems with Simulation
Modelling and AHP Approach : A Case
Study, Journal of Integrated Manufacturing
Systems, 7(6), 39-52.
Da

Silviera, G. (1999), A Methodology of
Implementation of Cellular Manufacturing,
International Journal of Production
Research, 37 (2), 467-479.

Eilson, B. (2001), Soft Systems Methodology:
Conceptual Model Building and Its
Contribution, John Wiley & Sons, Ltd.,
Chicester, UK.
Efstathiou, J. dan Golby, P. (2001), Application of A
Simple Method of Cell Design Accounting
for Product Demand and Operation
Sequence,
Integrated
Manufacturing
Systems, 12 (4), 246-257.
Groover, M.P (2001), Automation, Production
Systems
and
Computer
Integrated
Manufacturing, Prenctice –Hall Inc, New
Jersey.
Ham I., Hitomi, K dan Yoshida, T. (1985), Group
Technology, Applications to Production
Management, Kluwer-Nijhoff Publishing,
Boston.

Hadiguna, R.A. dan Setiawan, H. (200a), Desain dan
Evaluasi Sel Manufaktur Multi Kriteria,
Jurnal Teknik Industri STT Musi, 3 (1), 2132.
Hadiguna, R.A. (2003b), Prosedur Multi Objektif
untuk Keputusan Pemilihan Formasi Sel
Manufaktur, Proceeding 2nd National
Industial
engineering
Conference,
Universitas Surabaya, 8-16.
Hadiguna, R.A. dan Mulki B.S. (2003c), Desain
Manufaktur
Sellular
dengan
Mempertimbangkan
Strategi
Bisnis,
Proceeding Simposium Nasional RAPI II
Universitas Muhammadiyah Surakarta,
100-107.
Hadiguna, R.A. (2003d), Sistem Manufaktur Sellular
: Sebuah Tinjauan dan Survei Pustaka,
Jurnal Teknik Industri UNAND, 2(4), 129135.
Hadiguna, R.A. dan Wirdianto, E. (2003c), Model
Penyelesaian Masalah Pemilihan Alternatif
Tata Letak, Jurnal Sains dan Teknologi
STTIND, 2(2), 88-97.
Hadiguna, R.A. (2003f), Pemodelan Simulasi Sistem
Manufaktur Berbantuan IDEF0, Jurnal
Spekturm Industri, 1 (1), 31-37.
Hadiguna, R.A. dan Thahir, M. (2004), Desain
Formasi
Sel
Manufaktur
dengan
Mempertimbangkan Preferensi Manajemen,
Prosiding seminar Nasional Teknologi
Industri XII ITS, `061-1068.
Huang, H. dan Irani, S.A. (2002), Ideas for Design of
Future Factories: Hybrid Cellular Layouts
for Machining and Fabrication Jobshops,
Paper, Departement of Industrial, Welding
and System Engineering, The Ohio State
University, Columbus, OH.
Mansouri, S. A., Husseini, S.M.M. dan Newman, S.T
(2000), A Review of The Modern
Approaches to Multi-Criteria Cell Design,
International Journal of Production
Research, 38 (5), 1201-1218.
Meyers,

F.E dan Stephens, M.P (2000),
Manufacturing
Facilities Design and
Material Handling, 2nd Edition, PrenticeHall, Inc., New Jersey.

Nair, G.J dan Narendran, T.T. (199), ACCORD : A
Bicriterion Algorithm for Cell Formation
Using Ordinal and Ratio-Level Data,
International Jorunal of Production
Research, 37(3), 539-556.
Onwubolu, G.C. (1998), Redesigning Jobshops to
Cellular Manufacturing Systems, Integrated
Manuracturing Systems, 9 (6), 377-382.
19

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

Pawlikowski, K dan Kreutzer, W. (2000), Integrating
Modelling and Data Analysis inTeaching
Descrete Event Simulation, Proceedings of
the 2000 Winter Simulation Conference,
158-166.
Perera, T. dan Liyanage, K., (2000, Methodology for
Rapid Identification and Collecton of Input
Data in the Simulation of Manufacturing
System, Simulation Practice and Theory, 7,
645-656.
Singh, N. (1996), System Approach to ComputerIntegratef Design and Manufacturing. John
Wiley and Sons, Inc., NJ.
Siswanto, N dan Hadiguna, R.A. (2003) Kerangka
Kerja Evaluasi Multi Kriteria dalam
Masalah Tata Letak Fasilitas Dengan
Pendekatan AHP. Procedding Seminar
Nasional TIMP-3, 33-37.
Singgi,M. L dan Hadiguna, R.A (2003) Pendekatan
Pengklasteran Multi Objektif Untuk
Masalah Formasi Group Mesin/Komponen
Dalam Manufaktur Sellular. Procedding
Seminar Nasional TIMP-3, 53-57.
Suresh, N.C dan Slomp, J. (2001), A Multi Objective
Procedure for Assignments and Grouping in
Capacitated Cell Formation Problems,
International Jorunal of Production
Research, 39 (18), 4103-4131.
Underdown, D.R dan Leach, R.A (2001), A Cross –
Case Analysis of Small Companies
Implementing Cellular Manufacturing,
Research Report, Automation & Robotics
Research Institure, The University of Texas,
Arlington.
Yang,

20

J dan Deane, R.H. (1994), Strategic
Implicatons
of
Manufacturing
Cell
Formation Design, Journal of Integratef
Systems, 5(4/5), 8.