PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) 2,4-DICHLOROFENOXYACETIC ACID DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN KALUS NANAS SECARA IN VITRO.

DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan
Riwayat Hidup
Abstrak
Abstract
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Daftar Lampiran

i
ii
iii
iv
v
vii
x
xi
xii


BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah

1

1.2.Identifikasi Masalah

5

1.3.Batasan Masalah

5

1.4.Rumusan Masalah

6

1.5.Tujuan Penelitian


6

1.6.Manfaat Penelitian

6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Taksonomi dan Morfologi Nanas (Ananas comosus L)

7

2.2. Jenis atau Varietas Nanas

9

2.3. Kultur Jaringan Tanaman

10

2.3.1 Metode Kultur Jaringan


11

2.3.2. Kultur Kalus

12

2.4. Zat Pengatur Tumbuh

14

2.4.1 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) 2,4-D

15

2.4.2 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Kinetin

16

2.5. Hipotesis Penelitian


18

BAB III. METODE PENEITIAN
3.1.Tempat dan Waktu Penelitian

19

3.2 Populasi dan Sampel

19

3.3 Alat dan Bahan

19

3.4 Rancangan Penelitian

19


3.5 Prosedur Penelitian

21

3.5.1 sterilisasi Alat

21

3.5.2 Pembuatan Media

21

3.5.3 Penanaman Eksplan

22

3.5.4 Pemeliharaan Eksplan

22


3.6 Parameter Pengamatan

23

3.7 Teknik Analisis Data

24

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan

29

4.1.1 Waktu Terbentuknya Kalus

29

4.1.2 Warna Kalus

30


4.1.3 Biomassa Kalus

31

4.1.4 Tinggi Tumpukan Kalus

33

4.2. Pembahasan

35

4.2.1 Pengaruh 2,4-D Terhadap Pertumbuhan Kalus

37

4.2.2 Pengaruh Kinetin Terhadap Pertumbuhan Kalus

39


4.2.3 Interaksi 2,4-D dan Kinetin dengan Konsentrasi

40

Yang berbeda Terhadap Induksi Kalus Nanas
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

41

5.1 Kesimpulan

41

5.2 Saran

41

DAFTAR PUSTAKA


42

LAMPIRAN

45

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1.

Faktor Perlakuan ZPT

20

Tabel 3.2.

Susunan Kombinasi Perlakuan

20


Tabel 3.3 :

Model Pengamatan Secara RAL Faktorial

25

Tabel 3.4.

Analisis Varians (ANAVA) secara RAL Faktorial

27

Tabel 4.1.

Waktu Terbentuknya Kalus

29

Tabel 4.2.


Tabel Analisis Varians (ANAVA) Pengaruh Interaksi
antara ZPT 2,4-D dan Kinetin terhadap Waktu
terbentuknya Kalus

tabel 4.3.

30

Pengaruh Interaksi antara ZPT 2,4-D dan Kinetin terhadap
Waktu terbentuknya Kalus

31

Tabel 4.4.

Warna Kalus

31

Tabel 4.5.

Tabel Analisis Varians (ANAVA) Pengaruh Interaksi
antara ZPT 2,4-D dan Kinetin terhadap Biomassa Kalus

32

Pengaruh Interaksi antara ZPT 2,4-D dan Kinetin Terhadap
Biomassa Kalus

33

Tabel Analisis Varians (ANAVA) Pengaruh Interaksi
antara ZPT 2,4-D dan Kinetin terhadap Tinggi Tumpukan
Kalus

34

Tabel 4.6.

Tabel 4.7.

Tabel 4.8.
Tabel 4.9.
Tabel 4.10.

Tabel 4.11.

Pengaruh Interaksi antara ZPT 2,4-D dan Kinetin Terhadap
Tinggi Tumpukan Kalus
Tabel Tinggi Tumpukan Kalus
Analisis Varians (ANAVA) Pengaruh Interaksi antara
ZPT 2,4-D dan Kinetin Terhadap Tinggi Tumpukan Kalus

36

Pengaruh Interaksi antara ZPT 2,4-D dan Kinetin
Terhadap Tinggi Tumpukan Kalus

37

35
35

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.

Komposisi Media Murashige and Skoog (MS)

45

Lampiran 2.

Pembuatan Media MS 1 liter + ZPT 2,4-D dan Kinetin

46

Lampiran 3.

Pengamatan Waktu terbentuknya Kalus

47

Lampiran 4.

Perhitungan Statistik Waktu terbentuknya Kalus

49

Lampiran 5.

Tabel Pengamatan Warna Kalus

55

Lampiran 6.

Perhitungan Statistik Biomassa Kalus

56

Lampiran 7.

Perhitungan Statistik Tinggi Tumpukan Kalus

62

Lampiran 8.

Dokumentasi Penelitian Waktu Terbentuknya Kalus

68

Lampiran 9.

Menimbang Biomassa Kalus

77

Lampiran 10. Mengukur Tinggi Tumpukan Kalus

79

Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian

81

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah

Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah
didomestikasi sebelum masa Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa
nanas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke15 (1559). Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan, dan
meluas dikebunkan dilahan kering diseluruh wilayah Nusantara. Nenas sejenis
tumbuhan tropikal dan berada dalam kumpulan bromeliad (Famili Bromeliaceae),
tumbuhan yang rendah seperti herba (herbaceous perennial) dengan 30 atau lebih
daun yang panjang, tajam mengelilingi batang yang tebal. Maka dari itu ekspor perlu
dilakukan karena dari pemanfaatan nanas akan terus meningkat (Harahap, 2011)
Alternatif lain yang diperlukan untuk tanaman dan perbanyakan adalah
melalui teknik kultur jaringan. Dalam kultur jaringan dikenal istilah kultur kalus.
Kultur kalus merupakan kultur yang dilakukan terhadap eksplan tanaman untuk
memudakan kembali sel-sel pada eksplan tersebut yang diisolasi dan ditumbuhkan
dalam lingkungan terkendali.
Salah satu permasalahan didalam budidaya nanas di Indonesia adalah belum
adanya produsen bibit yang dapat menyediakan bibit yang dapat menyediakan bibit
nanas yang bermutu dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat. Teknik
perbanyakan tradisional dan modifikasinya yang tidak efesien. Teknik perbanyakan
tadisional dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman seperti corwn (mahkota
buah), slip, shoot (tunas samping) dan sucker (anakan) memerlukan waktu lama,
jumlah bibit yang dihasilkan sedikit dan tidak seragam.
Pengguaan teknik in vitro untuk menumbuhkan planlet tanaman dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya komposisi media yang digunakan, asal eksplan

tanaman dan lingkungan tumbuh dari tanaman tersebut dan perlu penambahan zat
pengatur tumbuh auksin, sitokinin, dan gibberalic acid (Karjadi, 2008).
Seperti diketahui kultur kalus tanaman adalah teknik budidaya kalus tanaman
dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas
mikroorganisme. Berarti bahwa kultur kalus ini pada prinsipnya merupakan suatu
upaya lanjutan mengembangkan atau memelihara kalus dari hasil kultur lainnya.
Dalam rangka kegiatan produksi metabolit sekunder dengan teknik kultur suspensi sel
atau kalus maka sebagai pertama langkah pertama untuk membuat inokulum perlu
dibuat kalus sebagai starting material. Membuat kalus berarti menginduksi dari
bagian tanaman tertentu, biasanya dengan jalan dirangsang secara hormonal.
Kultur kalus ini penting dilakukan untuk melihat kemampuan eksplan dalam
membentuk kalus yang selanjutnya dapat tumbuh pada media regenerasi secara terus
menerus sehingga daapat dimanfaatkan dalam mempelajari metabolisme dan
diferensiasi sel, variasi somaklonal, transformasi genetik serta produksi metabolit
sekunder. Selain itu kultur kalus juga digunakan untuk perbanyakan klon tanaman
melalui pembentukan organ dan embrio, regenerasi varian-varian genetika,
mendapatkan tanaman bebas virus dan sebagai sumber untuk kreopresvasi (Ariati,
dkk., 2012)

Gambar 1.1 : Morfologi kalus
(Sumber: Ika, 2011)

Pengaruh sitokinin didalam kultur jaringan tanaman antara lain berhubungan
dengan proses pembelahan sel, proliferasi kalus. Pembelahan sel (mitosis) tidak akan
terjadi tanpa sitokinin. Sitokinin terutama berperan dalam hal pembentukan benang
gelendong pada tahap metaphase (Watimena, 1991), juga berperan untuk menunda
penuaan dengan jalan memperhatikan keutuhan membran protoplas. Dalam hal ini
sitokinin berperan memecah oksidasi asam lemak tak jenuh pada membran yang biasa
merusakkan membran (Salisbury dan Ross, 2007).
Dua zat pengatur tumbuh yaitu auksin dan sitokinin merupakan zat pengatur
tumbuh yang umum digunakan dalam kultur jaringan. Menurut Georgiev (2008), hal
yang lebih menentukan arah pertumbuhan jaringan tanaman adalah penimbangan
antara kedua zat pengatur tumbuh tersebut. Beberpa penelitian tentang induksi kalus
Arthemisia vulgaris telah dilakukan diPusat Bioteknologi Pertanian Universitas
Muhammadiyah Malang. Sebagai contoh yang dilakukan oleh Santoso dan Nursandi
(2003), menyimpulkan bahwa secara terpisah BAP dan 2,4-D yang ditambahkan pada
medium dasar B5 (Gamborg) mampu menginduksi kalus
diperlukan untuk memunculkan

dalam

waktu yang

kalus berkisar antara 9.155-15733 HIS. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa penggunaan 2,4-D pada konsentrasi 1.50 ppm lebih
cepat mendorong terjadinya kalus dibanding 2,4-D yang lain. Selain itu hasil analisis
korelasi dan regresi juga menunjukkan bahwa peningkatan pemberian BAP justru
akan memperlambat terbentuknya kalus.
Menyangkut macam eksplan, Santoso dan Nursandi (2003) memperoleh hasil
bahwa macam eksplan sangat mempengaruhi kecepatan pembentukan kalus. Eksplan
daun mempunyai kemampuan tumbuh lebih cepat dibandingkan eksplan batang
utama, cabang batang, atau tangkai bunga. Dengan perlakuan 2,4-D pada media
eksplan MS eksplan daun rata-rata 26.4 HIS, cabang batang rata-rata 16 HIS dan
tangkai daun rata-rata 16.3 HIS.
Santoso (2003), mencoba menginduksi kalus tanaman Arthemisia vulgaris
menemukan bahwa media MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh BAP

(1mg/liter) dan 2,4-D sebesar 1mg/liter terbukti telah menghasilkan kalus yang lebih
baik dan tidak mudah mencoklat.
Dalam menginduksi kalus diperlukan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang
dikombinasikan dengan media dasar. ZPT yang sering digunakan dalam menginduksi
kalus yaitu ZPT golongan auksin, salah satunya adalah 2,4 Dichlorofenoxyacetic acid
(2,4-D). Selain dapat menginduksi kalus, ZPT ini juga berperan dalam menghambat
pembentukan klorofil, membentuk akar dan tunas (Kamal, 2011), berperan dalam
embriogenesis, menghambat pembentukan tunas aksilar dan adventitious, serta
menginduksi kalus jika dipakai dalam konsentrasi tinggi (Oggema, 2007; Rinanto,
2011; Yelnititis, 2012). Gati dan Mariska (1992); Chamandoosti (2013) juga
menyatakan bahwa 2,4-D paling efektif merangsang pembentukan kalus karena
aktivitas yang kuat untuk memacu proses diferensiasi sel, organogenesis dan menjaga
pertumbuhan kalus.
Suryonoto (1996), mengatakan bahwa nanas menempati urutan pertama
ekspor komoditas buah di Indonesia dengan volume ekspor sebesar 148.000 ton
dengan nilai hampir $90 juta pada tahun 2003. Volume ekspor meningkat menjadi
269.000 ton pada tahun 2008 dengan nilai tidak kurang dari $200 juta. Kebutuhan
akan bibit yang cukup besar membuat perbanyakan bibit tanaman nanas secara
vegetatif yang membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan bibit dalam jumlah
kecil tidak mampu memenuhi kebutuhan akan bibit, oleh karena itu metode kultur
jaringan mulai banyak digunakan untuk mendapatkan bibit nanas dengan jumlah yang
besar dalam waktu yang lebih singkat.
Amin dkk., (2005), menyatakan bahwa adanya pengaruh pertumbuhan kalus
sebesar 75% dengan ZPT 2,4-D pada konsentrasi 2.0 mg/l menunjukkan adanya
pengaruh pertumbuhan kalus sebesar 95%. Hal ini menunjukkan bahwa 2,4-D dengan
BA mampu memacu pertumbuhan kalus terkat peran dari 2,4-D sebagai hormon
auksin yang berperan dalam inisiasi kalus, dengan adanya BA maka pembentukan
tunas adventif semakin aktif.

Penelitian ini akan menggunakan ZPT 2,4-Diklorofeneoksi asetat (2,4-D) dan
kinetin untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap induksi kalus nanas
dan melihat ZPT mana yang lebih responsif dengan menggunakan eksplan daun
muda nanas.
Menurut Harahap (2011), sitokinin mempengaruhi berbagai proses fisiologis
di dalam tanaman terutama dalam mendorong pembelahan sel. Kinetin merupakan
senyawa sitokinin yang diketahui terdapat dalam tanaman dengan konsentrasi yang
rendah. Beberapa penelitian telah melakukan pemberian kinetin untuk pertumbuhan
tanaman eksplan seperti induksi tunas manggis in vitro.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka akan dilakukan penelitian dengan
judul

Pengaruh

Pemberian

Zat

Pengatur

Tumbuh

(ZPT)

2,4-

Dichlorofenoxyacetic Acid Dan Kinetin Terhadap Pertumbuhan Kalus Nanas
Secara In Vitro

1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diidentifikasi berbagai masalah
sebagai berikut :
1. Penggunaan 2,4-D untuk pertumbuhan kalus nanas (Ananas comosus L)
melalui kultur jaringan perlu dilakukan untuk mendorong peningkatan
jumlah plasma nutfah nanas.
2. Penggunaan Kinetin untuk pertumbuhan kalus nanas (Ananas comosus L)
melalui kultur jaringan perlu dilakukan untuk mendorong peningkatan
jumlah plasma nutfah nanas.
3. Faktor-faktor

pendukung

untuk

pertumbuhan

kalus

nanas

perlu

diperhatikan.
1.3

Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT)
2,4-D ( 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm) dan Kinetin ( 0 ppm ; 0,5 ppm ; 1 ppm)

1.4

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi permasalahan diatas adalah :
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap pertumbuhan kalus nanas
(Ananas cosmos L) secara in vitro
2. Bagaimana pengaruh Kinetin terhadap pertumbuhan kalus nanas (Ananas
cosmos L) secara in vitro
3. Bagaimana interaksi antara 2,4-D dan Kinetin dengan konsentrasi yang
berbeda terhadap induksi kalus Nanas

1.5

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap pertumbuhan Kalus
Nanas (Ananas comosus L) secara in vitro
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi Kinetin terhadap pertumbuhan Kalus
Nanas (Ananas comosus L) secara in vitro
3. Mengetahui interaksi 2,4-D

dan

Kinetin dengan konsentrasi yang

berbeda terhadap induksi kalus Nanas (Ananas comosus L) secara in vitro
1.6

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk meningkatkan produksi
buah nanas dengan menggunakan sumber eksplan daun muda pada nanas
2. Untuk meningkatkan produksi tanaman nanas yang memiliki kualitas
ungul dengan sumber eksplan daun muda nanas
3. Dengan diketahuinya konsentrasi kombinasi antara 2,4-D dan Kinetin
yang efektif untuk proses pertubuhan Kalus Nanas (Ananas somosus L)
secara in vitro, diharapkan dapat memberikan alternatif percepatan
perbanyakan nanas dengan menggunakan daun muda.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap pertumbuhan kalus nanas (Ananas
comosus L) secara In vitro memberikan pengaruh berbeda sangat nyata
terhadap biomassa dan tinggi tumpukan kalus dan yang paling dominan
diantara keduanya yaitu pada perlakuan K02,4-D1 dengan biomassa rata-rata
0,74 gr, kemudian K02,4-D2 0,72
2. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap pertumbuhan kalus nanas (Ananas
comosus L) secara In vitro memberikan pengaruh berbeda sangat nyata
terhadap biomassa dan pada tinggi tumpukan kalus memberikan pengaruh
berbeda

tidak

nyata,

waktu

terbentuknya

kalus

(K0,52,4-D0)

dapat

menginduksi kalus pada hari ke-15 dan pada (K12,4-D0) kalus muncul pada
hari ke-16
3. Interaksi 2,4-D dan Kinetin dengan konsentrasi yang berbeda terhadap induksi
kalus nanas pada warna kalus yang paling bagus yaitu pada perlakuan K12,4D1 menghasilkan warna kalus putih kehijuan. Untuk biomassa dan tinggi
tumpukan kalus berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
5.2 SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh kombinasi ZPT 2,4D dan Kinetin yang mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam
pertumbuhan kalus nanas (Ananas comosus L) secara In vitro karena pada penelitian
ini untuk setiap parameter pengamatan yang dilakukan tidak memberikan pengaruh
yang nyata.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, M.N., M.M. Rahman, K. W Rahman, R. Ahmed, M. S Hossain and M. B.
Ahmed, (2005), Large Scale Plant In Vitro From Leaft Derived Callus of
Pineapple (Ananas comosus (L) Merr.cv. Galant Kew), Internasional Journal
of Botany I(2) : 128-132
Andaryani. S., (2010), Kajian Pengunaan berbagai Konsentrasi BAP dan 2,4-D
terhadap Induksi Kalus Jarak Pagar (Jatropha curcas L) secara In vitro. FP
UNS, Surakarta
Ariati, S. N., Waeniati, Muslimin, Suwastika, I. N., (2012), Induksi Kalus Tanaman
Kakao (Theobroma cacao L.) pada Media MS Dengan Penambahan 2,4-D,
BAP dan Air Kelapa, Jurnal Natural Science 1(1):74-84
Chamandoosti, F., (2013) Influence of medium composition and explants type on
planlet regeneration in cotton (Gossypium hirsutum L) Technical Journal of
Engineering and Applied Sciences 3(2):239-243
Dewi. A.I R., (2008), Peran dan Fungsi Fitohormon.http://pustaka.unpad.ac.id/wpupload 2009 Makalah Fitohormon.pdf Diakses pada 5 Febuari 2015
Fitrianti, A., (2006), Efektivitas Asam 2,4 Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan Kinetin
pada Media MS dalam Induksi Kalus Sambiloto dengan Eksplan Potongan
Daun, FMIPA UNES, Semarang
Gati, E. dan Mariska, (1992), Pengaruh Auksin dan Sitokinin Terhadap Pembentukan
Kalus Mentha piperita Linn., Buletin Littri 3 : 1-4.
Georgiev V., M. IIieva and T. Bley (2008), Betalain Production in Plant in vitro
System. Review of Acta Physol Plant, Krakow
Gunawan, L. W., (1987), Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan,
PAU Bioteknologi IPB, Bogor
Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I. K. Reksowardojo, M.
Rivai, M. Ihsanur, P. prakoso dan W. Purnama, (2006), Jarak Pagar Tanaman
Penghasil Biodiesel, penebar Swadaya, Jakarta
Harahap, F., (2008), Pengusahaan Kompetensi Teknologi Kultur Jaringan untuk
Pengembangan Kewirausahaan Lulusan Biologi Unimed, Jurnal LPM
UNIMED Medan vol 15 No 53 Tahun XIV September 2008, Hal:44-51

Harahap, F., (2011), Kultur Jaringan Tanaman, FMIPA UNIMED, UNIMED Press,
Medan
Immanuella, H.P., (2009), Pengaruh Jenis Media dan Konsentrasi picloram
Terhadap Induksi Embrio Somatik Manggis (Garcinia mangostana L.),
Fakultas pertanian IPB, Bogor
Indriani, F., Mahadi, I., Wulandari, S., (2010), Pengaruh Indole Acetid Acid (IAA)
dan Benzyl Amino Purin (BAP) Terhadap Multivikasi Tunas Nanas Bogor
(Ananas cosmos L. Meer.) cv. Queen pada Media Murashige Skoog (MS),
Fakultas PMIPA UNRI, Riau
Kamal, G. B., (2011), The Study of callus induction in cotton ( Gossypium Sp) under
tissue culture conditions, International Journal of agriculture and Crop
Sciences 3(1);6-11
Karjadi, A.K., (2008), Pengaruh Pemberian kinetin, IAA, GA3 Terhadap
Pertumbuhan Planlet Nanas, Jurnal Agrivigor, 6(2): 100-105, balai Penelitian
Tanaman Sayuran IVEGRI Lembang
Marlina, N., Rohayati, E., (2009), Teknik Perbanyakan Mawar Dengan Kultur
Jaringan, Buletin Teknik Pertanian, 14(2): 65-67, Balai Penelitian Tanaman
Hias Jalan Raya Ciherang, Pacet, Cianjur
Nugroho, A. dan H. Sugito, (2000) Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur Jaringan,
Penebar Swadaya, Jakarta
Oggema, J. N., Kinyua, M. G., and Ouma, J. P., (2007), Optimum 2,4-D
concentration suitable fo embryogenic callus induction in local Kenyan sweet
potato cultivars, Asian Journal of plant Sciences 6(3); 484-489
Rahardja, P. C., (1995), Kultur jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara
Modern, Penebar Swadaya, Jakarta
Raghavan, V., (2004), Role Of 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) In Somatic
Embyogenesis on Cultured Zygotic Embryos of Arabidopsis: Cell Expansion,
Cell Cycling, and Morpgogenesis During Continuous Exposure of Embryos to
2,4-D, American journal of botany 91(11): 1743-1756
Rinanto, Y., (2011), Induksi Kalus dan Deteksi Kandungan Alkaloid Daun Jarak
(Jatropha curcas L.) Menggunakan Hormon 2,4-D dalam Media MS,
AGROVIGOR 4(I): 1-6

Rukmana, R., (2007), Nenas Budidaya Pasca Panen, Penerbit Canisius, Yogyakarta
Santoso, U. dan F. Nursandi, (2003), Kultur Jaringan Tanaman, UMM Press, Malang
Salisbury, F.B and Ross, C.W 2007., Plant Physiology. Thiret edition. Wadswon
Publising Company, Belmont. California. Terjemahan
Silitonga, P.M., (2011), Statistik Teori dan Aplikasi dalam Penelitian. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNIMED : Medan
Suryonoto, M., (1996), Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro, Kanisinus, Yogyakarta
Tsuro, M et al., (1998), Comparation Effect of Diferent Types of Cytokinin for Shoot
Formation and Plant Regenation in Leaft-Derifed Callus of Lavender,
(Lavandula vera DC), Japan. Laboratory of Plant Breeding Science, Faculty
of Agriculture, Kyoto Prefecural University
Wattimena, G. A., L. W. Gunawan, N. A. Mattijik, S., Endang, N. M. A. Wiendi, dan
A. Ernawati, (1991), Bioteknologi Tanaman, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan direktorat Jwendral Tinggi PAU Bioteknologi IPB, Bogor
Yelnititis, (2012), Pembentukan Kalus Remah dari Eksplan Daun Ramin (Gonystylus
bancanus (Miq) Kurz), Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 6(3) : 181-194
Yusnita., (2003), Kultur Jaringan, Cara Mempebanyak Tanaman Secara Efesien,
Agromedi Pustaka, Jakarta
Zulkarnain, H., (2009), Kultur Jaringan Tanaman, Bumi Aksara, Jakarta