Perencanaan Pengembangan Kawasan Budidaya Jagung Sebagai Bahan Baku Pakan di Kabupaten Ciamis

PERENCANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN
BUDIDAYA JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN
DI KABUPATEN CIAMIS

MUSTIKA GUSNIA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perencanaan Pengembangan Kawasan Budidaya Jagung Sebagai Bahan Baku Pakan di Kabupaten
Ciamis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Mustika Gusnia Sari
NIM A156130194

RINGKASAN
MUSTIKA GUSNIA SARI. Perencanaan Pengembangan Kawasan Budidaya
Jagung Sebagai Bahan Baku Pakan di Kabupaten Ciamis. Dibimbing oleh
KHURSATUL MUNIBAH dan UNTUNG SUDADI.
Perkembangan sektor peternakan di Kabupaten Ciamis telah mengakibatkan
peningkatan kebutuhan jagung sebagai bahan baku pakan. Rata-rata produksi
jagung di Kabupaten Ciamis pada periode 2007-2012 adalah 45.883 ton per tahun.
Dengan kebutuhan jagung sejumlah 17.000 ton per tahun, seharusnya bahan baku
bagi industri pakan di Kabupaten Ciamis sudah terpenuhi, namun faktanya masih
harus didatangkan jagung dari wilayah lain. Hal ini terjadi karena produksi dan
ketersediaan yang tidak kontinu serta kualitas jagung yang dihasilkan belum
memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh industri pakan. Pengembangan
kawasan budidaya jagung sebagai bagian integral dari perencanaan pengembangan
wilayah diharapkan dapat menjadi solusinya. Berdasarkan perspektif tersebut,
penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis: (1) alur pemasaran jagung, (2)

ketersediaan lahan yang sesuai untuk pengembangan kawasan budidaya jagung, (3)
tipe kawasan budidaya jagung yang dapat dikembangkan, (4) kelayakan finansial
bisnistani di kawasan budidaya jagung, dan (5) strategi pengembangan kawasan
berbasis komoditas jagung di Kabupaten Ciamis. Penelitian ini dilakukan pada
September sampai dengan Desember 2014.
Data yang digunakan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer
merupakan hasil studi literatur dan wawancara dengan responden petani, pedagang
pengumpul, pengguna (industri pakan), dan penyuluh pertanian. Data sekunder
meliputi peta administrasi, peta RTRW, peta penggunaan lahan, peta HGU, peta
kesesuaian lahan untuk pertanian lahan kering, data produktivitas jagung per
kecamatan, dan data potensi desa tahun 2011 Kabupaten Ciamis. Tipe kawasan
budidaya jagung, yaitu kawasan pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan,
ditentukan berdasarkan tiga kriteria yaitu ketersediaan lahan untuk pengembangan
kawasan budidaya jagung hasil analisis spasial dari data RTRW, penggunaan lahan,
dan kesesuaian lahan; kelengkapan fasilitas pertanian hasil analisis skalogram; serta
produktivitas jagung. Analisis kuantitatif kelayakan finansial didasarkan atas hasil
perhitungan dan nilai Net Present Value (NPV) positif dan Benefit/Cost (B/C) ratio
>1. Strategi pengembangan pada setiap tipe kawasan didasarkan kondisi lapangan
dan hasil wawancara, hasil analisis kelayakan finansial, serta data sekunder
produktivitas jagung, kondisi kelembagaan petani, dan kondisi fasilitas pertanian

dengan mempertimbangkan ciri-ciri setiap tipe kawasan budidaya jagung
berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 tahun 2012.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alur pergerakan atau pemasaran jagung
lebih mengarah ke wilayah yang memiliki industri pakan besar seperti
Panumbangan, dan ke wilayah sentra industri pabrik pakan dan peternakan ayam
ras petelur dan ayam ras pedaging yaitu Cipaku, Ciamis, dan Sukadana. Namun
demikian, industri pakan masih mendatangkan jagung dari luar wilayah Kabupaten
Ciamis yaitu dari Kabupaten Garut (Provinsi Jawa Barat), serta provinsi Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Lampung. Hal ini disebabkan jagung hanya diproduksi

pada bulan-bulan tertentu sehingga jagung lokal menjadi langka atau
ketersediaannya tidak kontinyu.
Lahan yang tersedia untuk pengembangan kawasan budidaya jagung di
Kabupaten Ciamis tersebar di semua kecamatan seluas 28.176 ha. Berdasarkan
kriteria tunggal produktivitas jagung, kawasan budidaya jagung di Kabupaten
Ciamis masih terkategorikan tipe kawasan pertumbuhan. Dengan menambahkan
kriteria ketersediaan lahan dan kelengkapan fasilitas pertanian, maka kawasan
pengembangan jagung di Kabupaten Ciamis dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe
yaitu kawasan pertumbuhan (15.671 ha), kawasan pengembangan (12.217 ha), dan
kawasan pemantapan (288 ha). Kelayakan finansial bisnistani jagung pada tipe

kawasan pertumbuhan, pengembangan, dan pemantapan dikategorikan layak
diusahakan dengan nilai NPV >0 dan B/C ratio >1.
Strategi pengembangan kawasan pada tipe pertumbuhan adalah penyediaan
dukungan sarana dan prasarana pertanian, peningkatan produktivitas jagung
melalui peningkatan penggunaan teknologi oleh petani, dan penguatan
kelembagaan kelompok tani melalui penyuluhan. Strategi pengembangan kawasan
pada tipe pengembangan adalah penyediaan dukungan sarana dan prasarana
pertanian terutama penyediaan alat dan mesin budidaya jagung, serta peningkatan
produktivitas jagung melalui peningkatan penggunaan teknologi oleh petani.
Strategi pengembangan kawasan pada tipe pemantapan adalah penyediaan
dukungan sarana dan prasarana pertanian terutama alat pengolahan pasca panen
jagung, serta jaminan pasar melalui kemitraan.
Kata kunci: jagung, kawasan pengembangan, perencanaan, strategi

SUMMARY
MUSTIKA GUSNIA SARI. Development Planning of Cultivation Area of Maize
as Feed Raw Material in Ciamis Regency. Supervised by KHURSATUL
MUNIBAH and UNTUNG SUDADI.
The development of the livestock sector in Ciamis Regency has led to an
increase in the demand of maize as feed raw materials.The average production of

maize in Ciamis regency in the period of 2007-2012 was 45.883 tons per year. With
the demand of maize of 17,000 tons per year, it was supposed that the raw material
demanded by feed industry in Ciamis Regency should have been fulfilled.
However, in fact, maize still has to be imported from other areas. This happened
because the production and the availability of maize was not continuous and the
quality of the maize produced did not meet the quality standards set by the feed
industry. Development of a maize cultivation area as an integral part of the regional
development planning of Ciamis Regency was expected to be the solution. Based
on this perspective, this research was carried out aiming at analyze: (1) the
marketing chains of maize, (2) the availability of land suitable for the development
of maize cultivation area, (3) the types of maize cultivation area to be developed in,
(4) the financial feasibility of agribusiness in maize cultivation area, and (5) the
regional development strategy on the basis of maize commodity in Ciamis Regency.
The research was done in September to December 2014.
The data used consisted of primary and secondary data. The primary data
were the results literature reviews and of interviews with respondents farmers,
retailers, users (feed industry), and agricultural extension workers. The secondary
data consisted of administration map, RTRW map, land use map, HGU map, land
suitability map of dry land agriculture, district-based maize productivity data, and
data of the village potential year 2011 of Ciamis Regency. Type of the maize

cultivation area, namely growth area, development area, and established area, was
stipulated based on three criteria, i.e. the availability of land for the development of
maize cultivation area as the results of spatial analysis of RTRW data, land uses,
and land suitability; completeness of the agricultural facilities as the results of the
scalogram analysis; as well as maize productivity. The quantitative analysis of
financial feasibility was based on the results of calculation and positive Net Present
Value (NPV) and Benefit/Cost (B/C) ratio of >1. Development strategies for each
area type were based on the field conditions and the results of interviews, the results
of financial feasibility analysis, as well as the secondary data of maize productivity,
the condition of farmer institutional aspects, and the condition of agricultural
facilities by taking into consideration the characteristics of each type of maize
cultivation area based on the Ministry of Agriculture Regulation number 50 year
2012
The results of research showed that the path of distribution or marketing of
maize has led to the big feed industry areas such as Panumbangan, and to the feed
mill and livestock industrial center areas of broiler chicken and layer chicken such
as Cipaku, Ciamis, and Sukadana. However, the industries still brought maize from
outside the Ciamis Regency, i.e. from Garut Regency (West Java Province), as well
as from provinces of Central Java, East Java, and Lampung. This was because maize


was only produced in certain months and therefore the local maize was being rare
and not continuously supplied.
Land available for the development of maize cultivation was 28.176 ha that
spread across all sub-districts in Ciamis Regency. Based on maize productivity as
a single criteria, the maize cultivation area in Ciamis Regency was still categorized
as the growth type area. By adding criteria of land availability and completeness of
agricultural facilities, then, the maize cultivation development area in Ciamis
Regency could be categorized into three types, i.e. the growth area (15.671 ha),
development area (12.217 ha), and established area (288 ha). Financial feasibility
of maize agribusiness of the growth, development, and established area were all
categorized as feasible with a value of NPV >0 and B/C ratio >1.
Development strategy for the growth type area were provision of supporting
agriculture facilities and infrastructure, improvement of maize productivity through
the increased use of technology by farmers, and strengthening farmer group
institutions through extension activities. Development strategy for the development
type area were provision of supporting agriculture facilities and infrastructures
especially the provision of maize cultivation tools and machineries, and
improvement of maize productivity through the increased use of technology by
farmers. Development strategy for the established type area was provision of
supporting agriculture facilities and infrastructure especially maize postharvestprocessing tools and machineries, and market guarantee through partnerships.

Keywords: development area, maize, planning, strategy

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERENCANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN
BUDIDAYA JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN
DI KABUPATEN CIAMIS

MUSTIKA GUSNIA SARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Drs Boedi Tjahyono, MSc

Judul Tesis : Perencanaan Pengembangan Kawasan Budidaya Jagung Sebagai
Bahan Baku Pakan di Kabupaten Ciamis
Nama
: Mustika Gusnia Sari
NIM
: A156130194

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Dra Khursatul Munibah, MSc
Ketua

Dr Ir Untung Sudadi, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Maret 2015

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis berjudul “Perencanaan Pengembangan Kawasan Budidaya
Jagung sebagai Bahan Baku Pakan di Kabupaten Ciamis” ini berhasil diselesaikan.
Penulisan tesis ini menjadi proses pembelajaran yang sangat berharga bagi penulis
dalam memahami perencanaan wilayah yang berkelanjutan.
Penulisan tesis ini tidak terlepas dari arahan dan bimbingan Ibu Dr Khursatul
Munibah, MSc dan Bapak Dr Untung Sudadi, MSc, kepada beliau berdua penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas dukungan, diskusi dan
bimbingan. Di samping itu, penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan
kepada Bapak Dr Boedi Tjahyono, MSc selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah, serta segenap dosen, asisten dan staf manajemen Program
Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.
2. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa
yang diberikan kepada penulis.
3. Seluruh jajaran Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Ciamis yang telah
memberikan bantuan dalam pengumpulan data.
4. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun reguler angkatan 2013 atas segala
kebersamaannya selama proses belajar hingga selesai.
5. Semua pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya juga disampaikan kepada
ayahanda, ibunda, kakak dan suami tercinta Ichsan dan kedua anakku Annisa Ichsan
Khairani dan Arsyad Ichsan Fattah beserta seluruh keluarga, atas segala doa,
dukungan, pengertian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.

Bogor, Juni 2015
Mustika Gusnia Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
2 TINJAUAN PUSTAKA
3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis Data dan Alat
Alur Pemasaran Jagung
Analisis Ketersediaan Lahan untuk Tanaman Jagung
Analisis Tipe Kawasan Jagung
Analisis Finansial Kawasan Budidaya Jagung
Analisis Strategi Pengembangan Kawasan Jagung
4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN CIAMIS
Kondisi Geografis dan Administratif
Kondisi Demografi
Kondisi Perekonomian Daerah
Pertanian Tanaman Pangan
Peternakan
Kondisi Fisik Lokasi Penelitian
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Alur Pemasaran Jagung
Ketersediaan Lahan untuk Pertanamanan Jagung
Analisis Tipe Kawasan Jagung di Kabupaten Ciamis
Analisis Kelayakan Finansial Kawasan Jagung
Stategi Pengembangan Kawasan Jagung
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vii
1
1
2
3
3
3
4
9
9
10
12
12
13
16
17
18
18
19
20
21
25
26
27
27
28
36
43
45
50
50
50
51
54
65

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Persyaratan kuantitatif jagung menurut SNI
Jenis dan sumber data, teknik analisis dan keluaran pada tahapan
penelitian
Kriteria ketersediaan lahan untuk budidaya jagung
Kriteria kawasan tanaman pangan menurut perkembangannya
Kriteria penilaian tipe kawasan jagung
Jumlah desa/kelurahan dan luas tiap kecamatan di Kabupaten Ciamis
Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Ciamis tahun 2012
Laju pertumbuhan produk domestik regional bruto Kabupaten Ciamis
atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2008-2012
Produksi padi dan palawija di Kabupaten Ciamis tahun 2008 - 2012
Sistem pengairan di Kabupaten Ciamis
Jumlah unggas menurut jenis dan kecamatan Tahun 2012
Jenis tanah di Kabupaten Ciamis
Kesesuaian pertanian lahan kering
Kesesuaian pertanian lahan kering di Kabupaten Ciamis per
kecamatan
Jenis penggunaan lahan
Kesesuaian lahan pada penggunaan lahan pengembangan budidaya
jagung
Kawasan lindung berdasarkan RTRW
Kawasan budidaya berdasarkan RTRW
Ketersediaan lahan untuk pengembangan kawasan jagung
Ketersediaan lahan untuk pengembangan jagung per kecamatan
Rata-rata produktivitas jagung menurut kecamatan di Kabupaten
Ciamis
Hasil analisis skalogram kecamatan di Kabupaten Ciamis
Sebaran tipe kawasan jagung di Kabupaten Ciamis
Produksi jagung pada kawasan jagung di Kabupaten Ciamis
Analisis finansial jagung pada kawasan pertumbuhan
Analisis finansial jagung pada kawasan pengembangan
Analisis finansial jagung pada kawasan pemantapan
Tingkat penerapan teknologi petani jagung di Kabupaten Ciamis
Jumlah kelompok tani dengan kelas kemampuan kelompok tani di
Kabupaten Ciamis Tahun 2013

6
11
13
14
15
19
20
21
22
24
25
26
28
30
31
32
32
33
34
35
37
39
42
43
44
44
45
46
47

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Kerangka pemikiran penelitian
Bagan alir tahapan penelitian
Peta administrasi Kabupaten Ciamis
Pertanaman jagung di Kecamatan Tambaksari
Pertanaman jagung di Kecamatan Tambaksari pada umur 60 hst
Jagung siap panen di Kecamatan Tambaksari
Peta jenis tanah Kabupaten Ciamis

4
10
18
22
23
23
26

8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Alur pemasaran jagung Kabupaten Ciamis
Kesesuaian pertanian lahan kering Kabupaten Ciamis
Penggunaan lahan Kabupaten Ciamis
Pola ruang kawasan lindung Kabupaten Ciamis
Pola Ruang kawasan budidaya Kabupaten Ciamis
Ketersediaan lahan untuk budidaya jagung Kabupaten Ciamis
Produktivitas jagung Kabupaten Ciamis
Kelengkapan fasilitas pertanian Kabupaten Ciamis
Sebaran tipe kawasan jagung di Kabupaten Ciamis
Lokasi gudang unit silo Kecamatan Sukadana
Silo, Corn Sheller, dan Dryer di Kecamatan Sukadana

28
29
31
33
34
36
38
40
41
49
49

DAFTAR LAMPIRAN
1 Variabel yang digunakan dalam metode skalogram
2 Analisis kelayakan finansial kawasan pertumbuhan pada tingkat
Discount Factor 7,5%
3 Analisis kelayakan finansial kawasan pertumbuhan pada tingkat
Discount Factor 5,75%
4 Analisis kelayakan finansial kawasan pertumbuhan pada tingkat
Discount Factor 12,75%
5 Analisis kelayakan finansial kawasan pengembangan pada tingkat
Discount Factor 7,5 persen
6 Analisis kelayakan finansial kawasan pengembangan pada tingkat
Discount Factor 5,75 persen
7 Analisis kelayakan finansial kawasan pengembangan pada tingkat
Discount Factor 12,75 persen
8 Analisis kelayakan finansial kawasan pemantapan pada tingkat
Discount Factor 7,5 persen
9 Analisis kelayakan finansial kawasan pemantapan pada tingkat
Discount Factor 5,75 persen
10 Analisis kelayakan finansial kawasan pemantapan pada tingkat
Discount Factor 12,75 persen
11 Jumlah unit usaha pengadaan dan distribusi input pertanian
Kabupaten Ciamis

54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang multiguna,
digunakan baik untuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan baku berbagai
industri pengolahan. Pada awalnya, jagung diproduksi untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi rumah tangga, namun dalam perkembangannya jagung menjadi
komoditas pangan yang penting dalam perdagangan produk pertanian.
Zubachtirodin (2007) menyatakan bahwa terjadi pergeseran konsumsi jagung
dimana pada tahun 1990 didominasi untuk penggunaan konsumsi langsung (86
persen), dan pada tahun 2005 penggunaan jagung lebih banyak untuk bahan baku
industri pangan (22,88 persen) dan pakan (41,61 persen). Peningkatan permintaan
jagung terutama untuk bahan baku industri pangan dan pakan menyebabkan
peningkatan produksi jagung. Menurut data BPS, pada periode 2003-2013 terjadi
peningkatan produksi jagung. Pada tahun 2003 produksi jagung Indonesia
mencapai 10,8 juta ton dan pada tahun 2013 menjadi 18,5 juta ton dengan rata-rata
peningkatan sebesar 5,30 persen per tahun.
Kebutuhan jagung di Indonesia untuk pakan pada tahun 2007 sebesar 4,20
juta ton (FAO 2010 dalam Swastika et al., 2011). Namun demikian, pada tahun
2008 impor jagung mencapai 260 ribu ton. Tiga tahun kemudian naik menjadi 3,21
juta ton dan pada tahun 2013 menjadi 2,9 juta ton. Dengan produksi jagung yang
tinggi, seharusnya kebutuhan jagung dalam negeri sudah dapat dicukupi. Apabila
pemenuhan jagung untuk bahan baku pakan ternak terus dilakukan melalui impor,
akan berdampak pada akan mematikan petani jagung Indonesia, karena usahatani
jagung Indonesia yang tradisional harus bersaing dengan usahatani jagung negara maju
(seperti Amerika Serikat sebagai eksportir utama jagung) (Agustian, 2012).
Agustian (2012) juga meyatakan bahwa ketersediaan pasokan jagung akan
sangat mempengaruhi industri peternakan secara luas. Bila pasokan bahan baku jagung
mengalami kelangkaan akan berakibat pada stagnasi ketersediaan bahan baku bagi
industri pakan ternak maupun industri pangan. Sebaliknya dengan adanya kecukupan
bahan baku jagung akan mendorong kelancaran ketersediaan pakan ternak.
Berdasarkan pangsa produksi jagung tahun 2013 (BPS, 2014), provinsi utama
penghasil jagung di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur (31,12%), Jawa Tengah
(15,83%), Lampung (9,51%), Sulawesi Selatan (6,75%), Sumatera Utara (6,39%),
Jawa Barat (5,95%), Nusa Tenggara Timur (3,82%), Gorontalo (3,61%), Nusa
Tenggara Barat (3,42%), dan Sumatera Barat (2,96%). Pada tahun tersebut, luas
panen jagung di Provinsi Jawa Barat mencapai 152.923 ha dengan tingkat produksi
dan produktivitasnya masing-masing mencapai 1.101.998 ton dan 72,06 kw/ha,
dengan wilayah pengembangannya di 8 kabupaten yaitu Kabupaten Garut,
Sumedang, Majalengka, Bandung, Ciamis, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Cianjur.
Kabupaten Ciamis, merupakan wilayah dengan industri peternakan yang
berkembang dengan cepat. Saat ini, Kabupaten Ciamis memiliki enam industri
pembibitan ayam ras, yaitu satu industri Ayam Bibit Nenek (Grand Parent Stock)
dan empat industri Ayam Bibit Induk (Parent Stock) dengan kapasitas produksi 48
juta DOC (Day Old Chicks) Final Stock per tahun. Selain itu terdapat tiga industri
pakan ternak dengan kapasitas produksi 58.400 ton per tahun dan satu industri obat
ternak yang mampu memproduksi pharmasetik dan premiks. Berdasarkan data BPS

2
Kabupaten Ciamis Tahun 2009-2013, rata-rata populasi ayam ras petelur dan
pedaging masing-masing mencapai 537 ribu dan 13,15 juta ekor pada periode 20072012. Dengan populasi tersebut, maka rata-rata kebutuhan jagung untuk pakan
sebesar 17.000 ton.
Sementara itu, produksi jagung di Kabupaten Ciamis juga terus meningkat.
Menurut data BPS Tahun 2009-2013, pada periode 2007-2012 terjadi peningkatan
produksi dari 33.965 ton di tahun 2007 menjadi 51.129 ton di tahun 2012.
Kebutuhan jagung untuk pakan di tahun 2007 adalah sebesar 13.717 ton meningkat
menjadi 18.028 toon di tahun 2012. Secara umum, pada periode 2007-2012, bila
data produksi dan total kebutuhan jagung untuk pakan disandingkan maka dapat
diketahui bahwa produksi jagung di Kabupaten Ciamis selalu tinggi, artinya
kebutuhan jagung untuk pakan seharusnya sudah dapat terpenuhi.
Pada tahun 2013, pemerintah melalui Kementerian Pertanian melakukan
program peningkatan kualitas SL-PTT dengan pendekatan kawasan skala luas,
terintegrasi dari hulu sampai hilir melalui pola kawasan. SL-PTT (Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu) merupakan program yang dilakukan oleh
Kementerian Pertanian sejak tahun 2008 sebagai salah satu upaya peningkatan
produksi jagung dalam negeri. Tipe kawasan jagung yang dikembangkan
berdasarkan Permentan No. 50 tahun 2012, dimana terdapat 3 tipe kawasan jagung
yaitu tipe kawasan pertumbuhan, pengembangan, dan pemantapan. Penilaian tipe
kawasan baru dilakukan berdasarkan produktivitas jagung di suatu wilayah, apabila
produktivitas jagung di bawah rata-rata produktivitas provinsi maka wilayah
tersebut termasuk kawasan pertumbuhan, apabila produktvitas jagung sama dengan
produktivitas provinsi maka wilayah tersebut termasuk kawasan pengembangan,
dan apabila produktivitas jagung suatu wilayah lebih besar dari produktivitas
provinsi maka wilayah tersebut termasuk kawasan pemantapan.

Perumusan Masalah
Perkembangan industri pakan dan peternakan di Kabupaten Ciamis
mengakibatkan peningkatan kebutuhan jagung sebagai bahan baku pakan.
Berdasarkan data BPS, rata-rata produksi jagung di Kabupaten Ciamis pada periode
2007-2012 adalah 45.883 ribu ton. Dengan jumlah rata-rata populasi ayam ras
petelur dan pedaging masing-masing sebanyak 537 ribu dan 13,15 juta ekor, jagung
yang diperlukan sebagai bahan baku pakan adalah sebanyak 17 ribu ton dan
kebutuhan jagung untuk pakan ternak seharusnya sudah tercukupi. Namun, industri
pakan ternak dan peternakan di Kabupaten Ciamis masih mendatangkan jagung dari
daerah lain. Produksi jagung yang tidak kontinyu dan penanganan pasca panen yang
belum optimal menjadi salah satu penyebab mengapa jagung di Kabupaten Ciamis
tidak terserap oleh industri pakan dan peternakan lokal.
Salah satu tujuan pembentukan kawasan pertanian adalah penyediaan
komoditas pertanian untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam suatu wilayah
(Bappenas, 2004). Untuk itu, pengembangan kawasan berbasis komoditas jagung
dapat menjadi solusi pemenuhan kebutuhan bahan baku industri pakan.
Selain itu, pengembangan kawasan ini diharapkan dapat menjadi motor penggerak
perekonomian wilayah karena sifat keterpaduan dan pengembangannya meliputi
suatu kawasan.

3
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, disusun pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana alur pasokan jagung di Kabupaten Ciamis?
2. Bagaimana ketersediaan lahan untuk pertanaman jagung di Kabupaten Ciamis?
3. Bagaimana tipe kawasan jagung di Kabupaten Ciamis?
4. Apakah kegiatan usahatani jagung Kabupaten Ciamis layak diusahakan?
5. Bagaimana strategi pengembangan kawasan jagung di Kabupaten Ciamis?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, penelitian ini
dilakukan dengan tujuan :
1. Menganalisis alur pemasaran jagung di Kabupaten Ciamis
2. Menganalisis ketersediaan lahan untuk pengembangan kawasan budidaya
jagung
3. Menganalisis tipe kawasan jagung yang dapat dikembangkan di Kabupaten
Ciamis
4. Menganalisis kelayakan finansial agribisnis di kawasan jagung Kabupaten
Ciamis
5. Menganalisis strategi pengembangan kawasan jagung pada setiap tipe
pengembangan kawasan di Kabupaten Ciamis.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna dan menjadi bahan masukan bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis serta instansi terkait dalam hal kebijakan
pengembangan kawasan jagung.

Kerangka Pemikiran
Kabupaten Ciamis merupakan salah satu wilayah sentra penghasil ayam ras
di Jawa Barat. Berkembangnya industri pakan dan peternakan menyebabkan
peningkatan permintaan jagung sebagai bahan baku pakan ternak. Menurut data
BPS 2013, produksi jagung di Kabupaten Ciamis cukup untuk memenuhi
kebutuhan industri pakan dan peternakan, namun kabupaten ini masih
mendatangkan jagung dari luar daerah hal ini disebabkan produksi jagung yang
tidak terjadi secara terus menerus dan kualitas jagung yang dihasilkan tidak sesuai
dengan standar mutu pabrik. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan upaya dalam
rangka pengembangan kawasan jagung.
Penentuan tipe kawasan budidaya jagung ditentukan berdasarkan Permentan
Nomor 50 Tahun 2012, yang membagi kawasan menjadi 3 tipe kawasan yaitu
kawasan pertumbuhan, kawasan pengembangan dan kawasan pemantapan.
Penentuan tipe kawasan jagung dilakukan dengan mempertimbangkan
Ketersediaan lahan untuk tanaman jagung, kelengkapan fasilitas pertanian, dan
produktivitas jagung dengan memperhatikan aspek formal teoritis berupa Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ciamis. Dari analisis tersebut diharapkan

4
diperoleh strategi pengembangan kawasan budidaya jagung sebagai bahan baku
pakan di Kabupaten Ciamis. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar
1.
Produksi Jagung Ciamis
Kontinuitas produksi

Kualitas rendah

Impor Jagung

Kajian Pengembangan
Kawasan Jagung
Ketersediaan Lahan untuk
Tanaman Jagung
Kelengkapan Fasilitas
Pertanian
Produktivitas Jagung

Penentuan Tipe Kawasan
Budidaya Jagung
Permentan 50/2012
Kawasan Pertumbuhan
Kawasan Pengembangan

Kawasan Pemantapan

Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
Jagung
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Kelayakan Finansial
Kawasan Budidaya
Jagung

2 TINJAUAN PUSTAKA
Agribisnis Jagung
Tangendjaja et al. (2005) menyatakan bahwa jagung dimanfaatkan untuk
pakan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu untuk ruminansia dan bukan ruminansia.
Umumnya ternak ruminansia memanfaatkan limbah jagung berupa jerami jagung
atau tanaman jagung muda (umur 60 hari) sebagai hijauan. Jagung biji hampir
seluruhnya dimanfaatkan untuk pakan ternak bukan ruminansia dan sedikit untuk

5
pakan sapi perah.
Pada ternak bukan ruminansia, tanaman jagung merupakan bahan baku
utama ransum ayam, babi, dan itik. Dalam ransum, jagung dimanfaatkan sebagai
sumber energi yang diukur dengan istilah energi metabolis. Kontribusi energi
jagung adalah dari patinya yang mudah dicerna. Jagung mengandung lemak 3,5%
terutama pada lembaga biji. Lemak jagung mengandung asam lemak linoleate yang
tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan ayam terutama petelur. Jagung
mengandung kalsium dan fosfor relative rendah dan sebagian besar fosfor terikat
dalam bentuk fitat yang tidak tersedia bagi ternak berperut tunggal. Jagung
mengandung lisin dan metionin lebih rendah dibanding gandum atau dedak padi
(Tangendjaya et al., 2005).
Lebih lanjut Tangendjaya et al. (2005) menyebutkan bahwa salah satu
kelebihan jagung untuk pakan unggas terutama ayam petelur adalah kandungan
xantofil yang berguna untuk menjadikan warna kuning telur lebih cerah. Bahan ini
tidak dijumpai pada biji-bijian lain, dedak, atau ubi kayu.
Dengan kelebihan jagung sebagai bahan baku pakan, tanaman jagung (Zea
Mays) juga merupakan tanaman yang relatif mudah dibudidayakan, sehingga
tanaman ini banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia dengan keadaan fisik
dan sosial ekonomi yang beragam. Jagung dapat ditanam pada lahan kering, lahah
sawah, lebak, pasang surut dengan berbagai jenis tanah, pada berbagai tipe iklim,
dan pada ketinggian tempat 0-2.000 m di atas permukaan laut. Hasil studi Mink et
al. (1987) dalam Zubachtirodin (2007) menunjukkan bahwa sekitar 79 persen areal
pertanaman jagung terdapat di lahan kering, 11 persen terdapat di lahan sawah
irigasi, dan 10 persen di sawah tadah hujan. Sekitar 57 persen produksi jagung di
Indonesia dihasilkan dari pertanaman pada musim hujan (MH), 24 persen pada
musim kemarau (MK I), dan 19 persen pada MK II (Kasryno, 2002 dalam
Zubachtirodin 2007). Pertanaman jagung pada MH umumnya diusahakan pada
lahan kering, sedangkan pada MK diusahakan pada sawah tadah hujan dan sawah
irigasi.
Zubachtirodin (2007) menyatakan bahwa pengembangan jagung melalui
perluasan areal diarahkan pada lahan-lahan potensial seperti sawah irigasi dan tadah
hujan yang belum dimanfaatkan pada musim kemarau, dan lahan kering yang
belum dimanfaatlan untuk usaha pertanian. berdasarkan penyebaran luas sawah dan
jenis irigasinya, potensi pengembangan areal jagung melalui peningkatan indeks
pertanian (IP) pada lahan sawah diperkirakan 457.163 ha, dengan rincian: (a)
295.795 ha di Sumatera dan Kalimantan, (b) 130.834 ha di Sulawesi, dan (c) 30.534
ha di Bali dan Nusa Tenggara. Luas lahan kering yang sesuai dan belum
dimanfaatkan untuk usahatani jagung adalah 20,5 juta ha, 2,9 juta ha di antaranya
di Sumatera, 7,2 juta ha di Kalimantan, 0,4 juta ha di Sulawesi, 9,9 juta ha di
Maluku dan Papua, dan 0,06 juta ha di Bali dan Nusa tenggara.
Di Indonesia, daerah penghasil jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat,
Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus daerah Jawa Timur, tanaman jagung
dibudidayakan cukup intensif karena selain tanah dan iklimnya sangat mendukung
untuk pertumbuhan tanaman jagung, di daerah tersebut khususnya Madura, jagung
banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok (Warisno (2007) dalam Fajar
(2014)).
Kasryno et al. (2007) menyebutkan bahwa dengan berkembang pesatnya

6
industri peternakan, jagung merupakan komponen utama (60 persen) dalam ransum
pakan. Diperkirakan lebih dari 55 persen kebutuhan jagung dalam negeri digunakan
untuk pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30 persen, dan
selebihnya untuk kebutuhan industri lainnya dan bibit. Dengan demikian, peran
jagung sebetulnya sudah berubah lebih sebagai bahan baku industri dibanding
sebagai bahan pangan.
Standar Nasional Indonesia (SNI) telah menetapkan persyaratan mutu
jagung untuk perdagangan, yaitu persyaratan kuantitatif (Tabel 1) dan persyaratan
kualitatif. Persyaratan kualitatif adalah:
1. Produk harus terbebas dari hama dan penyakit.
2. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam).
3. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida.
Tabel 1 Persyaratan kuantitatif jagung menurut SNI
No
1
2
3
4
5

Komponen
Utama
Kadar Air
Butir Rusak
Butir Pecah
Butir Warna
Lain
Kotoran

I
14
2
1
1
1

Persyaratan Mutu (% Maks)
II
III
14
15
4
6
4
3
3
7
1

2

IV
17
8
5
10
2

Sumber: BSN (1995)

Evaluasi Kesesuaian Lahan
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmatmaka (2007), evaluasi kesesuaian
lahan adalah bagian dari proses perencanaan tataguna lahan dengan
membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan
digunakan. Tujuan evaluasi lahan adalah untuk menentukan nilai suatu lahan untuk
tujuan tertentu, seperti untuk budidaya jagung. Hal ini dapat dilakukan dengan
menginterpretasikan peta-peta yang dapat mengambarkan kondisi biofisik lahan
seperti peta tanah, peta topografi, peta geologi, peta iklim dan sebagainya dalam
kaitannya dengan kesesuaian tanaman jagung dan tindakan pengelolaan yang
diperlukan.
Evaluasi kesesuaian lahan sangat penting untuk mengidentifikasi daerahdaerah yang mempunyai potensi tinggi untuk dikembangkan secara intensif.
Evaluasi lahan dapat diintegrasikan dengan tujuan lain selain pertanian, seperti
kehutanan, budidaya perikanan, irigasi dan keteknikan (infrastruktur). (Rustiadi, et
al. 2011).
Sitorus (2004) menyatakan evaluasi lahan merupakan proses untuk
menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaan dengan kerangka
dasar membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan
tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut. Lebih lanjut Sitorus
menyatakan bahwa evaluasi sumberdaya lahan berfungsi untuk memberikan
pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya
serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan
penggunaan yang dapat diharapkan berhasil.
Logika dilakukan untuk evaluasi lahan adalah:

7
1. Sifat lahan beragam, sehingga perlu dikelompokkan ke dalam satuan-satuan
yang lebih seragam, yang memiliki potensi yang sama
2. Keseragaman ini mempengaruhi jenis-jenis penggunaan lahan yang sesuai
untuk masing-masing satuan lahan
3. Keragaman ini bersifat sistematik sehingga dapat dipetakan
4. Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dapat dievaluasi dengan ketepatan
tinggi bila data yang diperlukan untuk evaluasi cukup tersedia dan berkualitas
baik.
5. Pengambilan keputusan atau pengguna lahan dapat menggunakan peta
kesesuaian lahan sebagai salah satu dasar untuk mengambil keputusan dalam
perencanaan tataguna lahan.
Menurut FAO (1976), dalam evaluasi lahan perlu juga memperhatikan aspek
ekonomi, sosial, serta lingkungan yang berkaitan dengan perencanaan tataguna
lahan, selain itu, evaluasi lahan harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut:
1. Bagaimana lahan sekarang dikelola, dan apa akibatnya bila cara tersebut terus
dilakukan?
2. Bila ada masalah, perbaikan apa yang perlu dilakukan terhadap pengelolaan
sekarang?
3. Penggunaan-penggunaan lain apa yang mungkin dapat dilakukan secara fisik
dan relevan dari segi sosial-ekonomi?
4. Diantara kemungkinan-kemungkinan penggunaan lahan tersebut, mana yang
memberikan kemungkinan "produksi yang langgeng" dan keuntungakeuntungan lain? (aspek kelestarian);
5. Akibat apa yang tidak menguntungkan secara fisik, sosial dan ekonomi terhadap
masing-masing penggunaan lahan tersebut? (aspek sosial dan lingkungan);
6. Input apa yang diperlukan untuk mendapatkan produksi yang diinginkan dan
untuk menekan akibat-akibat yang tidak menguntungkan? (aspek ekonomi dan
lingkungan);
7. Apa keuntungan dari masing-masing penggunaan lahan tersebut? (aspek
ekonomi).
Adapun parameter yang dinilai dalam evaluasi lahan adalah kualitas lahan
yang dicerminkan oleh karakteristik lahan yang nyata berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang banyak dipakai
adalah berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh FAO (1976).
Secara hirarki struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO
(1976) dapat dibedakan antara lain:
1. Ordo: keadaan tingkat kesesuaian lahan secara umum. Pada tingkat ordo,
kesesuaian lahan dibedakan menjadi lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan
yang tergolong tidak sesuai (N).
2. Kelas: keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan
yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan
sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marjinal (S3). Lahan yang
tergolong ordo tidak sesua (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas.
3. Subkelas: keadaan tingkat dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian
lahan dibedakan menjadi subkelas nerdasarkan kualitas dan karakteristik lahan
(sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi factor pembatas
terberat. Faktor pembatas ini sebaiknya dibatasi jumlahnya, maksimum dua

8
pembatas.
4. Unit: keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada
sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya.
Pengembangan Kawasan
Kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keberagaman fisik dan
ekonomi tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama lain secara
fungsional demi mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat (Bappenas 2004). Menurut Adisasmita (2010) bahwa
penentuan kawasan dengan fungsi tertentu dilakukan dengan mempertimbangkan
potensi dan kondisi yang dimiliki oleh suatu wilayah, harus sesuai dengan
kapabilitas, kesesuaian dan daya dukung lahan, maka diharapkan hasil produksi dan
tingkat produktivitas akan lebih tinggi, yang berarti tingkat keberhasilan yang
dicapai adalah optimum atau mencapai tingkat optimalitas.
Pengembangan kawasan bertujuan untuk mengembangkan dan
meningkatkan hubungan kesalingtergantungan dan interaksi antara sistem ekonomi
(economic system), masyarakat (social system), dan lingkungan hidup beserta
sumberdaya alamnya (ecosystem). Setiap sistem ini memiliki tujuannya masing
masing. Secara umum, tujuan dari pengembangan kawasan ini adalah:
1. Membangun masyarakat pedesaan, beserta sarana dan prasarana yang
mendukungnya.
2. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
3. Mengurangi tingkat kemiskinan melalui peningkatan pendapatan masyarakat.
4. Mendorong pemerataan pertumbuhan dengan mengurangi disparitas antar
daerah.
5. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan konservasi sumberdaya alam
demi kesinambungan pembangunan daerah.
6. Mendorong pemanfaatan ruang desa yang efisien dan berkelanjutan.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa kawasan adalah
wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, kawasan pertanian termasuk ke dalam kawasan
budidaya yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan
atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber
daya buatan. Permentan No. 41 Tahun 2009 menyebutkan bahwa kawasan lahan
pertanian adalah kawasan yang dialokasikan dan memenuhi kriteria untuk budidaya
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Sedangkan kawasan
budidaya tanaman pangan adalah kawasan lahan basah beririgasi, rawa pasang surut
dan lebak, dan lahan basah tidak beririgasi serta lahan kering potensial untuk
pemanfaatan dan pengembangan tanaman pangan.
Pembangunan kawasan tanaman pangan dan hortikultura memiliki tujuan
utama untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani, yang dicapai melalui
upaya peningkatan pendapatan, produksi, produktivitas usaha tani. Ciri-ciri
kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan adalah sebagai berikut:
1. Lokasi mengacu pada RTRW provinsi dan kabupaten/kota, dan mengacu pada
kesesuaian lahan baik pada lahan basah maupun lahan kering
2. Pengembangan komoditas tanaman pangan pada lahan gambut mengacu pada
kelas kesesuaian lahan gambut yang telah berlaku

9
3. Dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan
atau masyarakat sesuai dengan biofisik dan sosial ekonomi dan lingkungan
4. Berbasis komoditas tanaman pangan nasional dan daerah dan, atau komoditas
lokal yang mengacu pada kesesuaian lahan
5. Dapat diintegrasikan dengan komoditas budidaya lainnya
6. Kawasan pertanian pangan pada lahan basah yang telah diusahakan secara terus
menerus tanpa melakukan alih komoditas yang mencakup satu atau lebih dan 7
(tujuh) komoditas utama tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, kacang tanah,
kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar)
7. Kawasan pertanian pangan pada lahan kering yang telah diusahakan secara
terus menerus di musim hujan tanpa melakukan alih komoditas yang mencakup
satu atau lebih dan 7 (tujuh) komoditas utama tanaman pangan (padi, jagung,
kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar), dan tanaman
pangan alternatif sesuai potensi daerah masing-masing.
Syarat pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan adalah:
1. Lahan yang dipilih mempunyai kelas kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai), S2
(cukup sesuai) atau S3 (sesuai marjinal). Diutamakan yang tergolong S1 atau
S2.
2. Lahan pengembangan bukan merupakan lahan pertanian yang telah diusahakan,
dan diutamakan pada lahan yang memiliki potensi, lahan terlantar atau lahan
tidur.
3. Letak kawasan pengembangan tidak jauh dan tempat tinggal petani dan potensi
untuk pengembangan infrastruktur cukup mudah.
4. Pengembangan lahan tanaman pangan pada lahan basah mengikuti rencana
pembangunan irigasi sebagai sumber air, sedangkan pengembangan lahan
tanaman pangan di lahan kering harus mempertimbangkan jumlah curah hujan
dan rencana pengembangan dan ketersediaan sumber air permukaan lainnya.
Setiyanto et al. (2012) menyebutkan bahwa Peraturan Menteri Pertanian No
50 Tahun 2012 merupakan upaya untuk mewujudkan pengembangan komoditas
strategis berbasis kawasan secara berkelanjutan yang membutuhkan perencanaan
kinerja pengembangan komoditas yang dapat mengakselerasi potensi daya saing
komoditas dan wilayah melalui optimalisasi sinerginat pengembangan komoditas
(multiple cropping system dan crop livestock system), keterpaduan lokasi kegiatan
dan keterpaduan sumber pembiayaan.

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Kabupaten
Ciamis terdiri dari 26 Kecamatan dengan luas 114.074 ha (BPS, 2013). Lokasi
Kabupaten Ciamis terletak pada 07040’20”– 07041’20” Lintang Selatan dan 108020'
- 108040' Bujur Timur. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan September –
Desember 2014.

10
Jenis Data dan Alat
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Sumber data primer berasal dari hasil wawancara dengan panduan
kuesioner. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan institusi terkait antara
lain BPS, Bappeda Kabupaten Ciamis, Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Ciamis, Ditjen Planologi Kementerian
Kehutanan. Alat-alat yang digunakan antara lain: Software untuk analisis data
spasial, Microsoft Office, alat perekam, dan alat tulis. Bagan alir tahapan penelitian
ini digambarkan pada Gambar 2. Jenis dan sumber data, teknik analisis dan keluaran
penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Peta RTRW, Peta
Penggunaan Lahan, Peta
HGU, Peta administrasi

Peta
Kesesuaian
Lahan
matching

PODES
2011

Ketersediaan
Lahan untuk
Tanaman Jagung
Produktivitas
jagung

Wawancara
Distribusi
jagung

matching

Skalogram

Kelengkapan
fasilitas pertanian
pertanian

Tipe Kawasan
1. Pertumbuhan
2. Pengembangan
3. Pemantapan
Analisis Deskriptif Strategi Pengembangan Kawasan

Strategi Pengembangan Kawasan
jagung

Gambar 2 Bagan alir tahapan penelitian

Kuesioner,
studi literatur
Analisis Finansial
Agribisnis di Kawasan
Budidaya Jagung

11
Tabel 2 Jenis dan sumber data, teknik analisis dan keluaran pada tahapan penelitian
No
1

2

Tujuan
Menganalisis
alur pasokan
jagung

Menganalisis
ketersediaan
lahan untuk
tanaman jagung

3

4

5

Jenis Data
Data Sekunder :
 Peta administrasi Kab.
Ciamis
Data Primer :
 Penyaluran jagung dari
petani sampai ke
pengguna
Data Sekunder:
 Rencana Tata Ruang
Wilayah
 Peta Penggunaan Lahan
2012
 Peta HGU

Menganalisis tipe Data Sekunder
kawasan jagung
 Peta kesesuaian
pertanian lahan kering
 Peta administrasi
 Peta ketersediaan
lahan untuk jagung

Menganalisis
kelayakan
finansial
agribisnis jagung

Menganalisis
strategi
pengembangan
kawasan

Data Sekunder:
 PODES 2011
 Data
sarana
dan
prasarana pertanian
 Data jalan dan irigasi
 Peta administrasi
Data Sekunder
 Data
Produktivitas
jagung
 Peta administrasi
Data Sekunder:
 Peta
kesesuaian dan
ketersediaan
 Peta
Kelengkapan
Fasilitas
 Peta
Produktivitas
jagung
 Peta Administrasi
Data Primer
 Biaya produksi usaha
tani jagung
 Produksi jagung per ha
 Harga jagung di
tingkat petani
 Studi literatur

Sumber Data

Teknik Analisis
Data

Bappeda

Analisis spasial

Peta Alur
Pemasaran
Jagung

Teknik Overlay

Peta
Ketersediaan
Lahan untuk
Tanaman
Jagung

Wawancara
dengan petani,
pengumpul,
industri pakan
Bappeda
Ditjen
Planologi
Ditjen
Planologi

Keluaran

Peta
kesesuaian dan
ketersediaan
lahan
untuk
tanaman
jagung
di
Kabupaten
Ciamis

 Bappeda

Teknik overlay

BPS
Badan Penyuluh
Bappeda

Analisis
Skalogram

Kelengkapan
fasilitas
pertanian

BPS

Matching

Peta
produktivitas
jagung

Matching

Peta Sebaran
Potensi
Kawasan
Jagung

Bappeda
Hasil
Pengolahan
Ciamis
dalam
Angka
Tahun
2012, 2013

Petani, dinas
pertanian, studi
literatur

Kuantitatif

Data hasil
olahan, studi
literatur

Analisis
Deskriptif

Analisis
finansial
bisnistani
jagung
Strategi
pengembangan
kawasan
jagung

12
Alur Pemasaran Jagung
Pada analisis saluran pemasaran jagung, dilakukan wawancara dengan petani
jagung, pengumpul, pengguna, dan penyuluh pertanian masing-masing kecamatan.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Wawancara dengan penyuluh
pertanian bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pertanaman dan
pemasaran jagung. Petani yang menjadi responden adalah petani yang biasa
menanam jagung (Kecamatan Tambaksari, Rancah, Sukadana, Cipaku, Rajadesa,
Jatinagara, Kawali, Sukamantri, Panumbangan, Cikoneng). Pedagang pengumpul
yang menjadi responden adalah yang biasa menyalurkan jagung dari kecamatan
yang sama dengan asal petani jagung. Industri ternak yang dijadikan responden
adalah industri yang dituju oleh pedagang pengumpul untuk menjual jagungnya.
Data aliran/distribusi jagung dalam rantai pemasaran dikumpulkan dari petani
jagung dan pelaku pemasaran jagung seperti pedagang pengumpul dan industri
pakan dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner. Berdasarkan data
primer yang didapat, dilakukan pemetaan alur pemasaran jagung dengan
menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) sehingga tercerminkan
arus/pola pergerakan distribusi jagung secara spasial.
Analisis Ketersediaan Lahan untuk Tanaman Jagung
Analisis ketersediaan lahan untuk tanaman jagung ditujukan untuk
menghasilkan peta ketersediaan lahan untuk jagung di Kabupaten Ciamis. Peta
ketersediaan lahan merupakan peta yang menggambarkan lokasi-lokasi yang
tersedia untuk budidaya jagung. Analisis ini dilakukan dengan teknik overlay antara
peta kesesuaian lahan, peta Rencana Tata Ruang Wilayah, peta penggunaan lahan
tahun 2012, peta HGU dan peta administrasi.
Peta kesesuaian lahan yang digunakan adalah peta kesesuaian lahan untuk
pertanian lahan kering yang didapat dari Bappeda Kabupaten Ciamis. Hasil studi
Mink et al. (1987) dalam Zubachtirodin (2007) menunjukkan bahwa sekitar 79
persen areal pertanaman jagung terdapat di lahan kering, 11 persen terdapat di lahan
sawah irigasi, dan 10 persen di sawah tadah hujan.
Kriteria dalam penetapan ketersediaan lahan untuk budidaya jagung adalah:
1. Kelas kesesuaian lahan : S2, dan S3
2. Penggunaan lahan
: pertanian lahan kering, sawah, tanah terbuka, dan
semak belukar
3. Alokasi pola ruang
: pertanian lahan kering, sawah (di luar kecamatan
lumbung padi yaitu Kecamatan Banjarsari, Lakbok, dan Purwadadi),
perkebunan, dan hortikultura
Kombinasi dari 3 kriteria tersebut merupakan lahan yang tersedia untuk
pengembangan budidaya jagung, seperti terlihat pada Tabel 3. Kombinasi di luar
kriteria tersebut merupakan lahan tidak tersedia.

13
Tabel 3 Kriteria ketersediaan lahan untuk budidaya jagung
Kelas Kesesuaian
Lahan
S2

Penggunaan Lahan

Pola Ruang

Pertanian Lahan Kering

Pertanian Lahan Kering
Sawah
Perkebunan
Hortikultura
Pertanian Lahan Kering
Sawah
Perkebunan
Hortikultura
Pertanian Lahan Kering
Sawah
Perkebunan
Hortikultura
Pertanian Lahan Kering
Sawah
Perkebunan
Hortikultura
Pertanian Lahan Kering
Sawah
Perkebunan
Hortikultura
Pertanian Lahan Kering
Sawah
Perkebunan
Hortikultura
Pertanian Lahan Kering
Sawah
Perkebunan
Hortikultura
Pertanian Lahan Kering
Sawah
Perkebunan
Hortikultura

Sawah

Tanah Terbuka

Semak Belukar

S3

Pertanian Lahan Kering

Sawah

Tanah Terbuka

Semak Belukar

Analisis Tipe Kawasan Jagung
Parameter penilaian tipe kawasan jagung dilakukan dengan menilai
kelengkapan fasilitas pertanian, produktivitas jagung, kesesuaian dan ketersediaan
lahan untuk tanaman jagung, tingkat kehilangan hasil, dan mutu jagung yang
dihasilkan. Parameter tersebut didasarkan atas kriteria kawasan tanaman pangan
yang ditetapkan dalam Permentan No. 50 Tahun 2012 (Tabel 4). Pada penelitian
ini, hanya tiga parameter yang digunakan yaitu kelengkapan fasilitas pertanian,
produktivitas jagung, dan kesesuaian lahan.

14
Tabel 4 Kriteria kawasan tanaman pangan menurut perkembangannya
No.
1

Tipe Kawasan
Pertum