Ekstraksi Dan Aktivitas Inhibisi Spirulina Platensis Terhadap Plasmodium Falciparum 3d7 Penyebab Malaria Secara In Vitro

EKSTRAKSI DAN AKTIVITAS INHIBISI Spirulina platensis
TERHADAP Plasmodium falciparum 3D7 PENYEBAB
MALARIA SECARA IN-VITRO

DIAH ANGGRAINI WULANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Ekstraksi dan Aktivitas
Inhibisi Spirulina platensis terhadap Plasmodium falciparum 3D7 Penyebab
Malaria secara In-vitro” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor dan

Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Bogor, Agustus 2016
Diah Anggraini Wulandari
NRP C351130091

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
terkait luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama terkait.

RINGKASAN
DIAH ANGGRAINI WULANDARI. Ekstraksi dan Aktivitas Inhibisi
Spirulina platensis terhadap Plasmodium falciparum 3D7 Penyebab Malaria
secara In-vitro. Dibimbing oleh IRIANI SETYANINGSIH dan PUJI BUDI
SETIA ASIH.
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Kasus malaria yang terjadi pada tahun 2008-2013 di Indonesia masih cukup
banyak yaitu 1.38 per 1000 penduduk dengan daerah yang paling banyak
terinfeksi yaitu Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur. Peningkatan kasus
malaria disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya resistensi parasit terhadap
obat malaria misalnya klorokuin dan sulfadoksin pirimetamin di beberapa negara.

saat ini telah terdapat pergeseran clearance terhadap obat antimalaria golongan
artemisisnin di beberapa negara antara lain Kamboja, Myanmar, Thailand, Lao
People’s Democratic Republic (PDR) dan Vietnam. Hal ini menjadi tantangan
besar dalam upaya pemberantasan malaria, oleh karena itu perlu adanya
penemuan kandidat obat baru salah satunya Spirulina platensis yang bersumber
dari natural product yang diduga dapat menghambat pertumbuhan Plasmodium.
Hasil penelitian menyatakan bahwa fikosianin dan alkaloid dari beberapa tanaman
berpotensi sebagai antimalaria. Biopigmen dan senyawa yang sama juga
terkandung di dalam S. platensis sehingga diduga bahwa fikosianin, alkaloid
maupun senyawa aktif lain yang terdapat pada S. platensis juga memiliki potensi
yang sama sebagai antimalaria. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode
ekstraksi fikosianin terbaik dengan pelarut berbeda, menentukan eluen dan fraksi
terbaik pada isolasi senyawa aktif, menentukan aktivitas inhibisi kapsul Spirulina
komersial, serbuk biomassa, ekstrak kasar, fraksi dan fikosianin dari S. platensis
dalam menghambat pertumbuhan P. falciparum, dan menentukan mekanisme
kerja S. platensis dalam menghambat pertumbuhan P. falciparum menggunakan
Transmission Electron Microscope (TEM).
Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan yang meliputi kultivasi S. platensis,
ekstraksi komponen aktif dan fikosianin dari S. platensis, isolasi dan fraksinasi
senyawa aktif. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kandungan C-fikosianin

(C-PC), rendemen fikosianin dan total protein fikosianin, analisis komponen aktif,
analisis aktivitas inhibisi kapsul Spirulina komersial, serbuk biomassa, ekstrak kasar,
fraksi dan fikosianin dari S. platensis terhadap pertumbuhan P. falciparum, analisis
morfologi parasit P. falciparum menggunakan mikroskop cahaya dan Transmission
Electron Microscope (TEM).
Kandungan C-PC, rendemen dan protein pada fikosianin yang diekstraksi
menggunakan bufer fosfat berturut-turut yaitu 8 mg/mL, 20.22 %, 1.88%,
fikosianin yang diekstraksi menggunakan air yaitu 6.63 mg/mL, 16.58%, 3.51%,
dan fikosianin yang diekstraksi menggunakan aseton amonium sulfat yaitu 2.86
mg/mL, 7.15%, 8.4%. Fikosianin terpilih pada ekstraksi menggunakan tiga jenis
pelarut berbeda yaitu fikosianin yang diekstraksi menggunakan bufer fosfat,
sedangkan fraksi terpilih dari kombinasi eluen diklorometana: kloroform :nheksana (3:2:1) yaitu fraksi 08. Kapsul Spirulina komersial, serbuk biomassa,
ekstrak kasar dari S. platensis mengandung alkaloid, saponin, dan steroid. Kapsul

Spirulina komersial, serbuk biomassa, fraksi 08 dan ekstrak kasar dari S. platensis
dapat menghambat pertumbuhan P. falciparum 3D7 dan berpotensi sebagai
antimalaria pada konsentrasi IC50 berturut-turut yaitu 2.16 µg/mL, 18.04 µg/mL,
11.41 µg/mL dan 19.11 µg/mL. Mekanisme kerja kapsul Spirulina diduga
menghambat pembentukan pigmen malaria (hemozoin) dengan cara membentuk
ikatan antara S. platensis dan ferriprotoporin IX pada permukaan membran

plasma dan merusak membran sel parasit P. falciparum 3D7 pada konsentrasi
2.16 µg/mL.
Kata kunci: Fikosianin, malaria, mekanisme aksi, P. falciparum 3D7, S. platensis,

SUMMARY
DIAH ANGGRAINI WULANDARI. Extraction and In vitro-Inhibition Activity
of Spirulina platensis towards Plasmodium falciparum that Caused Malarial
Disease. Supervised by IRIANI SETYANINGSIH and PUJI BUDI SETIA ASIH.
Malaria is an infectious disease caused by parasites Plasmodium that its
transmitted through female Anopheles mosquito’s bites. Malarial cases between
2008-2013 in Indonesia were still quite a lot, that were 1.38 per 1000 inhabitants
with Papua, West Papua and East Nusa Tenggara as the most affected regions.
The increasing of malarial case is caused by various factors, single of those is
parasite resistance towards malarial drugs such as chloroquine and sulfadoxine
pyrimethamine in some countries. Even nowadays, there has been a shift in antimalarial drug clearance of artemisin group that has been reported in Cambodia,
Myanmar, Thailand, Lao People's Democratic Republic (PDR) and Vietnam. This
is a major challenge against malaria, therefore we need to discover new drug
candidate espesially from natural product such as S. platensis. Some studies
showed that phycocyanin and alkaloids from several plants had potential as an
antimalarial. That compound and biopigment also contain in S. platensis, thus

phycocyanin, alkaloids and other active compound from S. platensis also has a
similar activity to inhibit P. falciparum as an antimalarial. The aims of this study
were to determine the best extraction method of phycocyanin with different
solvents, to determine the best fraction on active compounds isolation, to observe
the inhibitory activity of commercial Spirulina capsules, biomass powder, crude
extracts, active fractions and phycocyanin of S. platensis in inhibiting the growth
of P. falciparum, and to identify the mechanism of S. platensis in obstructing the
growth of P. falciparum using Transmission Electron Microscope (TEM).
This study consist of three steps included cultivation of S. platensis, active
compound and phycocyanin extraction of S. platensis isolation and fractionation
of the active compound. The analysis include C-PC content, yield and total
protein of phycocyanin analysis, active compound analysis, analysis of inhibitory
activity of commercial Spirulina capsules, biomass powder, crude extract, active
fractions and phycocyanin of S. platensis to inhibit P. falciparum growth, parasite
morphology analysis of P. falciparum using light microscopy and Transmission
Electron Microscopy (TEM).
The content of C-phycocyanin (C-PC), yield and protein in phycocyanin
extracted using phosphate buffer were 8 mg/mL, 20.22%, 1.88% respectively,
phycocyanin extracted using water were 6.63 mg/mL, 16.58%, 3.51% and
phycocyanin extracted with acetone ammonium sulfate were 2.86 mg/mL, 7.15%,

8.4% appropriately. Phosphate buffer was the best solvent in phycocyanin
extraction. Fraction 08 was selected from combination eluent dichloromethane :
chloroform: n-hexane (3:2:1). Commercial Spirulina capsules, biomass powder,
crude extract of S. platensis contained alkaloids, saponins and steroids.
Commercial Spirulina capsules, biomass powder, fraction 08 and crude extract of
S. platensis were able to inhibit P. falciparum 3D7 and potential as antimalarial
with IC50 2.16 µg/mL, 18.04 µg/mL, 11.41 µg/mL and 19.11 µg/mL respectively.
The possible mechanism might relied on the destruction of polymerization of
Haemozoin by binding of S. platensis with ferriprotoporphyrin-IX at the water

surface of the plasma membrane and destroyed membrane cell parasite P.
falciparum 3D7 at concentration 2.16 µg/mL
Keywords: Action mechanism, malarial activity, phycocyanin, P. falciparum 3D7,
S. platensis,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

EKSTRAKSI DAN AKTIVITAS INHIBISI Spirulina platensis
TERHADAP Plasmodium falciparum 3D7 PENYEBAB
MALARIA SECARA IN-VITRO

DIAH ANGGRAINI WULANDARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Kustiariyah, SPi, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Tema
yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Ekstraksi dan Aktivitas Inhibisi
Spirulina platensis terhadap Plasmodium falciparum 3D7 Penyebab Malaria
Secara In-vitro” Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang
membantu dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terimakasih ini khususnya saya
tujukan kepada
1

2
3
4
5

6


7
8

Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS dan Dr Puji Budi Setia Asih, SSi selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing dengan penuh kesabaran,
memberikan motivasi dalam menyelesaikan studi serta memberikan
masukan dan saran dalam proses pembuatan tesis ini sehingga tesis ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Dr Kustiariyah, SPi, MSi selaku dosen penguji luar komisi dan Prof Dr Ir
Nurjanah, MS selaku perwakilan gugus kendali mutu THP atas masukan
dan saran dalam proses penyempurnaan tesis ini.
Keluarga ayah dan ibu atas kasih sayang yang berlimpah serta dukungan
moril dan materil demi terselesainya tesis ini.
Ketua Departemen dan Ketua Program Studi yang memberikan dukungan
moril, saran dan nasehat selama penulisan tesis ini.
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman khususnya Laboratorium malaria
dan resistensi vektor yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk
melakukan penelitian dan mendukung dana penelitian saya pada pengujian
antimalaria.
Seluruh keluarga besar Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, khususnya

peneliti senior Laboratorium Malaria dan Resistensi Vektor, Prof. dr.
Syafrudddin, PhD dan asisten peneliti di Laboratorium Malaria dan
Resistensi Vektor yaitu Elizabeth Sidharta, Jonathan Marshall Marbun,
Silvya Sance Marantina, Anggi Puspa Nur Hidayati, Nia Rachmawati,
Nandha Rizky Pratama, Sully Kosasih, Ibu Zubaidah, Bapak Suradi serta
kak Dendi atas dukungan serta rasa kekeluargaan yang begitu hangat
selama penulis melakukan penelitian. Kesempatan untuk melakukan
penelitian di Lembaga ini adalah salah satu kebanggaan bagi penulis.
Teman kuliah dan segenap tim Basecamp THP atas motivasi,
persahabatan, kekeluargaan, canda, tawa yang telah dilalui bersama.
Seluruh pihak yang membantu atas segala doa dan dukungannya sehingga
tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang perikanan dan kelautan.
Bogor, Agustus 2016
Diah Anggraini W.

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

x
xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian

1
3
3
4
4

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Prosedur kerja
Kultivasi Spirulina platensis
Ekstraksi Spirulina platensis
Fraksinasi dan isolasi senyawa aktif
Prosedur analisis
Analisis fikosianin
Analisis komponen aktif
Analisis aktivitas inhibisi P. falciparum
Analisis morfologi P. falciparum
Analisis Data

4
4
5
5
5
7
8
9
9
10
11
15
16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kultivasi Spirulina platensis
Fikosianin
C-phycocyanin
Rendemen fikosianin
Total protein fikosianin
Senyawa Aktif Spirulina platensis
Fraksi Senyawa Aktif Spirulina platensis
Aktivitas Inhibisi S. platensis terhadap P. falciparum
Morfolologi Parasit P. falciparum

17
17
18
18
18
19
20
22
25
27

SIMPULAN DAN SARAN

30

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

35

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Diagram alur penelitian secara keseluruhan
Diagram alir tahap ekstraksi komponen aktif dan fikosianin
Skema pengenceran bertingkat pada multiplate 48 well
Diagram alir uji aktivitas inhibisi P. falciparum
Struktur kimia biopigmen fikosianin
Konsentrasi C-phycocyanin pada S. platensis
Rendemen fikosianin pada S. platensis
Total protein fikosianin
Jalur metabolit primer dan skunder pada S. platensis
Kromatogram ekstrak kasar S. platensis
Kromatogram ekstrak S. platensis hasil visualisasi
Morfologi P. falciparum dilihat dengan mikroskop cahaya
Marfologi sel parasit P. falciparum dilihat dengan TEM

6
8
14
14
17
18
19
19
22
23
24
27
28

DAFTAR TABEL
1
2
3

Rendemen S. platensis yang dikultivasi menggunakan Walne
Komponen aktif S. platensis
Nilai IC50 penghambatan pertumbuhan parasit P. falciparum 3D7

17
21
25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Komposisi media Walne
Kurva standar pengujian protein Lowry
Hasil Uji statistik RAL C-phycocyanin
Hasil Uji lanjut Duncan C-phycocyanin
Hasil uji statistik RAL rendemen fikosianin
Hasil uji lanjut Duncan rendemen fikosianin
Hasil uji statistik RAL protein Lowry pada fikosianin
Hasil uji lanjut Duncan protein Lowry pada fikosianin
Kurva pertumbuhan P.falciparum dipaparkan kapsul Spirulina
Kurva pertumbuhan P.falciparum dipaparkan fikosianin
Kurva pertumbuhan P.falciparum dipaparkan ekstrak kasar S. platensis
Kurva pertumbuhan P.falciparum dipaparkan fraksi 08 S. platensis
Kurva pertumbuhan P.falciparum dipaparkan artemisinin

37
37
37
38
38
38
39
39
39
40
41
41
42

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Malaria
juga dapat ditularkan melalui transfusi darah, jarum suntik, serta ibu hamil kepada
bayinya (Mackintosh et al. 2004). Ada lima spesies Plasmodium penyebab
malaria pada manusia, yaitu P. vivax, P. falciparum, P. knowlesi, P. malariae, dan
P. ovale (Tarmuz et al. 2003). Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia
terinfeksi malaria dan lebih dari 1 000 000 orang meninggal dunia (WHO 2013).
Kasus terbanyak terdapat di Afrika dan beberapa negara Asia. Indonesia
merupakan negara endemis malaria dengan spesies yang paling banyak dijumpai
adalah P. falciparum dan P. vivax. Plasmodium falciparum merupakan spesies
yang paling berbahaya terhadap manusia karena dapat menyebabkan malaria berat
dan malaria otak. Kasus malaria yang terjadi pada tahun 2008-2013 masih cukup
banyak yaitu 1.38 per 1000 penduduk dengan daerah yang paling banyak
terinfeksi yaitu Papua (42.65 per 1000 penduduk), Papua Barat (38.44 per 1000
penduduk) dan NTT (16.37 per 1000 penduduk) (KEMENKES RI 2014).
Peningkatan kasus malaria disebabkan oleh berbagai macam faktor salah
satunya resistensi parasit terhadap obat malaria. Resistensi ini muncul pertama
kali di Thailand dan Amerika Selatan sedangkan resistensi P. falciparum terhadap
klorokuin di Indonesia pertama kali ditemukan di Kalimantan Timur, kemudian
terus meluas ke berbagai provinsi di Indonesia. Angka resistensi di Irian Jaya dan
di daerah Mandailing Natal Sumatera Utara sekitar 75% sampai 95% dimana
resistensi terhadap klorokuin sekitar 32% dan terhadap sulfadoksin-pirimetamin
29% (KEMENKES RI 2004). World Health Organization (WHO) dan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia merekomendasikan artemisinin based
combination therapy (ACT) sebagai obat pilihan pengganti klorokuin dan
sulfadoksin pirimetamin (SP) dalam rangka mengatasi kasus resistensi tersebut.
Penggunaan obat secara kombinasi dapat mengurangi cepatnya perkembangan
resistensi serta meningkatkan efek obat secara sinergis, namun belakangan ini
menurut WHO (2015) resistensi terhadap obat antimalaria golongan artemisin
telah ditemukan di Kamboja, Myanmar, Thailand, Lao People’s Democratic
Republic (PDR) dan Vietnam.
Hasil penelitian Dondorp et al. (2009) menunjukkan adanya penurunan
efektivitas pengobatan dengan artesunat di daerah perbatasan Kamboja-Thailand
yang ditandai oleh clearance parasit yang melambat secara in-vivo. Resistensi
obat berpotensi menyebabkan kematian pada penderita akibat timbulnya berbagai
penyakit seperti liver, ginjal, kecacatan lahir, bayi prematur, keguguran pada ibu
hamil. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat maupun WHO oleh
sebab itu perlu adanya pengembangan obat baru dengan memanfaatkan natural
product yang berasal dari alam. Pemilihan obat yang berbasis natural product
diharapkan mampu menurunkan risiko resistensi, dan tidak menimbulkan residu
pada penderita malaria. Salah satu natural product yang dapat dikembangkan
adalah Spirulina platensis.
Spirulina platensis merupakan tumbuhan primitif berukuran seluler yang
dikenal sebagai fitoplankton. Beberapa penelitian menyatakan bahwa S. platensis

2

dapat dimanfaatkan sebagai imunomodulator, antivirus (Basha et al. 2009),
antioksidan (Herrero et al. 2004), antibakteri (Richmond 2004), meningkatkan
hemoglobin, leukosit, dan trombosit serta mampu menstimulasi sistem sel
di sum-sum tulang (Cappeli dan Cysewski 2010). Spirulina platensis memiliki
kandungan protein 50-70%, lemak 4-5%, biopigmen 6%, vitamin B, vitamin E,
vitamin K, phenolic acids, tocopherol, GLA (Gamma linoleic acid), asam folat,
dan zat besi (Cappeli dan Cysewski 2010). Biopigmen yang paling banyak
dihasilkan dari S. platensis per 100 g biomassa yaitu fikosianin (1.4 g),
chlorophyll (11 mg), dan β-caroten (33 mg) (Diharmi 2001). Beberapa senyawa
aktif pada S. platensis yang diduga berperan sebagai antimalaria yaitu fikosianin
dan alkaloid.
Fikosianin merupakan senyawa protein yang termasuk ke dalam kelompok
fikobilliprotein berwarna biru yang digunakan sebagai penyimpan cadangan
nitrogen pada cyanobacter. Spirulina platensis mengandung 20% fikosianin
(pigmen biru) yang stabil pada pH 4.5-8.0 dengan suhu konstan 60 oC dan peka
terhadap cahaya (Cohen 1997), pigmen ini larut dalam air dan pelarut polar
lainnya, perbedaan pelarut dan metode ekstraksi akan menghasilkan kuantitas dan
kualitas fikosianin yang berbeda. Hasil penelitian Silveira et al. (2007)
menunjukkan bahwa fikosianin yang diekstrak menggunakan air dan bufer fosfat
menghasilkan fikosianin yang berbeda yaitu 3.73 mg/mL dan 4.20 mg/mL oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pelarut yang efektif
pada ekstraksi fikosianin.
Menurut Richmond (2004) fikosianin dapat membantu meningkatkan
aktivitas unsur-unsur antibodi untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh virus,
bakteri, maupun parasit, sehingga tubuh memiliki daya tahan yang lebih kuat.
Penelitian mengenai fikosianin dalam bidang kesehatan saat ini terus
dikembangkan. Gonzalez et al. (2003) melaporkan bahwa 0.2 mg/mL fikosianin
dapat mereduksi kadar AST dan ALT pada sel hati tikus yang diinduksi Gal N dan
berperan sebagai hepatoprotektor. Ali dan Saleh (2012) juga menyatakan bahwa
polisakarida dan fikosianin yang berasal dari S. platensis dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker dengan cara meningkatkan aktivitas enzim pada sel
nukleus dan memperbaiki sintesis DNA. Beberapa penelitian juga menyatakan
bahwa fikosianin berperan dalam menghambat pertumbuhan Plasmodium. Hasil
penelitian Pankaj et al. (2010) menunjukkan 3 µg/mL fikosianin yang berasal dari
Nostoc muscorum. (Cyanobacter) dapat menghambat pertumbuhan parasit
Plasmodium dengan nilai IC50 8.4-12.0 µg/mL, sedangkan konsentrasi fikosianin
96 µg/mL dapat mengurangi jumlah parasit Plasmodium hingga mencapai 0
(inhibisi 100%) dengan demikian diduga bahwa fikosianin yang berasal dari S.
platensis juga memiliki aktivitas yang sama seperti halnya fikosianin yang berasal
dari Nostoc muscorum.
Senyawa aktif lain yang diduga berperan dalam menghambat pertumbuhan
Plasmodium yaitu alkaloid. Hasil penelitian Lusiana (2009) menunjukkan bahwa
alkaloid yang diekstrak dari tanaman Albertisia papuana dapat menghambat
pertumbuhan skizon galur resisten (W2) P. falciparum pada konsentrasi 1, 10, dan
100 μg/mL dengan nilai inhibisi sebesar 83.9%, 97.75%, dan 100%.
Lohombo-Ekombo et al. (2004) juga melaporkan bahwa alkaloid yang diekstrak
dari tanaman Albertisia villosa dapat menghambat pertumbuhan P. falciparum
dengan IC50 73 nM. Surbakti (2013) menyatakan bahwa S. platensis mengandung

3

alkaloid, fenol, steroid, dan saponin. Alkaloid pada S. platensis diduga memiliki
aktivitas yang sama seperti halnya alkaloid pada tanaman Albertisia papuana
dalam menghambat pertumbuhan P. falciparum. Penelitian mengenai aktivitas
inhibisi P. falciparum dari S. platensis yang berpotensi sebagai antimalaria
maupun komponen aktifnya masih sangat terbatas sehingga perlu dilakukan
pengkajian lebih mendalam mengenai aktivitas inhibisi S. platensis terhadap
pertumbuhan P. falciparum dan senyawa aktif yang berperan dalam
penghambatannya.

Rumusan Masalah
Masalah yang terdapat dalam pengobatan malaria adalah terjadinya kasus
resistensi obat antimalaria oleh karena itu perlu adanya penemuan kandidat obat
baru salah satunya S. platensis yang bersumber dari natural product yang diduga
dapat menghambat pertumbuhan P. falciparum. Spirulina platensis mengandung
fikosianin, alkaloid, dan komponen aktif lain yang berpotensi sebagai antimalaria.
Permasalahan pengembangan S. platensis sebagai salah satu kandidat obat baru
yaitu sulitnya mendapatkan ekstrak fikosianin dengan rendemen dalam jumlah
besar dan belum adanya deteksi senyawa aktif S. platensis yang berperan dalam
menghambat pertumbuhan P. falciparum. Penggunaan konsentrasi yang tidak
tepat juga dapat mempengaruhi aktivitas penghambatan P. falciparum. Penelitian
ini mengenai pengkajian metode ekstraksi fikosianin menggunakan tiga jenis
pelarut untuk mendapatkan hasil fikosianin terbaik, pendeteksian senyawa aktif
yang berperan dalam menghambat pertumbuhan P. falciparum yang berpotensi
sebagai antimalaria, penentuan konsentrasi IC50 dan mekanisme penghambatan
pertumbuhan P. falciparum.

Tujuan Penelitian
1
2
3
4

Penelitian ini bertujuan untuk:
Menentukan metode ekstraksi fikosianin terbaik dengan pelarut berbeda
Menentukan eluen dan fraksi terbaik pada isolasi senyawa aktif
Menentukan aktivitas inhibisi kapsul Spirulina komersial, ekstrak kasar, fraksi
dan fikosianin dari S. platensis dalam menghambat pertumbuhan
P. falciparum
Menentukan mekanisme kerja S. platensis dalam menghambat pertumbuhan
P. falciparum menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM)

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas inhibisi
S. platensis terhadap pertumbuhan P. falciparum, komponen aktif yang berperan
sebagai antimalaria dan mekanisme kerja S. platensis dalam menghambat
pertumbuhan P. falciparum.

4

Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1 Perbedaan pelarut pada ekstraksi fikosianin berpengaruh terhadap konsentrasi
C-phycocyanin, rendemen dan total protein yang dihasilkan
2 Kapsul Spirulina komersial, ekstrak kasar, fraksi dan fikosianin yang berasal
dari S. platensis dapat menghambat pertumbuhan P. falciparum 3D7
3 Spirulina platensis dapat menghambat pembentukan hemozoin pada
P. falciparum.

2 METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Oktober 2015 yang
bertempat dibeberapa lokasi. Kultivasi S. platensis dilakukan di Laboratorium
Bioteknologi 2 Hasil Perairan. Ekstraksi dan analisis komponen aktif S. platensis
dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Laboratorium Kimia Organik, Laboratorium Kimia Anorganik, Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor. Analisis aktivitas inhibisi S. platensis terhadap P. falciparum dan
pengamatan morfologi P. falciparum dilakukan di Laboratorium Malaria dan
Resistensi Vektor, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kapsul
Spirulina komersial, air tawar, air laut, inokulum S. platensis diperoleh dari Balai
Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara-Jawa Tengah dan
media Walne. Bahan ekstraksi meliputi etanol, bufer fosfat, akuades, aseton, dan
amonium sulfat, kloroform, metanol, etil asetat, n-heksana, diklorometana. Bahan
pengujian senyawa aktif antara lain BSA, Folin-ciocalteu-fenol, Cu alkali, NaOH
4%, Na2CO3 20%, Na K-tartrat 20%, CuSO4.5H2O 5%, FeCl3 1%, larutan
Lieberman-Burchard, HCl 2N, amonia 10%, H2SO4 2N, pereaksi Dragendorff,
Meyer, Wagner dan silika gel PF254.
Bahan pengujian aktivitas inhibisi P. falciparum antara lain kapsul
Spirulina komersial, fikosianin, ekstrak kasar, fraksi dari S. platensis, artemisinin,
P. falcifarum 3D7 (cloroquine sensitive) yang diperoleh dari Lembaga Biomolekuler
Eijkman, RPMI 1640 (Sigma-Alorich), HEPES (Sigma®), hipoksantin, NaHCO3
(Sigma®), disinfektan (baycline) Na2HPO4 Antibiotik gentamisin injeksi (Sigma®)
G1397), NaCl 3.5 %, sorbitol 5%, serum darah, sel darah merah, antikoagulan sitrat
fosfat dektrosa (CPD), pewarna giemsa (Merck KGaA), akuabidestilata, nitrogen
cair, minyak immerse (Merck), alkohol. Bahan pengujian mekanisme obat
menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM) meliputi gluteraldehyde

5

(Alorich ®), ethanol 95%, prophylene oxide (Alorich ®), destilated water, osmium
(Sigma®), cacodylate acid (Sigma®), lead nitrat, lead acetat, lead citrate
(Proscitech), uranyl acetate (Sigma®), spurr’s resin (Proscitech).
Alat yang digunakan meliputi peralatan kultivasi yaitu akuarium, toples,
nylon mesh, selang, aerator, alat gelas, Water Quality Meter (WQM), timbangan
digital (Quattro), Rotary evaporator (Heidolph VV 2000), vortex (thermolyne),
sentrifuse (Heraeus pyco17) dan oven. Alat yang digunakan dalam pengujian
senyawa aktif yaitu plat KLT, plat kaca, UV-vis, penangas/kompor listrik. Alat
yang digunakan dalam pengujian aktivitas inhibisi P. falciparum dan TEM adalah
sentrifuse (Sorvall® RT 6000D), tabung falcon ukuran 10 mL, 15 mL dan 50 mL
(corning), biosafety cabinate (Hera SafeKSP, thermo scientific), multipleplate 96
well (costar 3596,corning), multipleplate 24 well (Nunclon surface), tabung nitrogen
cair (Locator JR), inkubator (Heraeus instrument), TEM cutting microscope
(Rechert ultracut 5 Leica), kaca preparat, flask, tabung red blood cell, filter medium
(Nalgene®), Transmission Electron Microscope (TEM) (JEOL, JEM 1010), candle
jar, dan microskop cahaya (Zeiss axiokop).

Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan yang meliputi (1) kultivasi S. platensis,
(2) ekstraksi S. platensis dan fikosianin, (3) isolasi dan fraksinasi senyawa aktif.
Analisis yang dilakukan meliputi (1) analisis kandungan C- PC, rendemen fikosianin
dan total protein fikosianin (2) analisis komponen aktif, (3) analisis aktivitas inhibisi
kapsul Spirulina komersial, ekstrak kasar, fraksi dan fikosianin dari S. platensis
terhadap pertumbuhan P. falciparum, (4) analisis morfologi parasit P. falciparum
menggunakan mikroskop cahaya dan Transmission Electron Microscope (TEM).
Alur penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1.

Prosedur Kerja
Kultivasi Spirulina platensis
Kultivasi S. platensis dilakukan di Laboratorium Bioteknologi 2 Hasil
Perairan dengan tiga kali ulangan. Spirulina platensis dikultivasi di dalam toples
menggunakan media Walne, suhu 25 oC, intensitas cahaya 3000 lux dengan
perbandingan terang: gelap 16:8 (jam) salinitas air laut 15 ppt dan bibit yang
digunakan 20% dari volume kultur yang mengacu pada Diharmi (2001).
Spirulina platensis dipanen pada hari ke 7-8 dengan OD ≥ 0.8 menggunakan
nylon mesh dengan ukuran 0.2 μm untuk memisahkan biomassa dan filtratnya.
Biomassa dikeringkan menggunakan oven suhu 40 oC selama 18 jam.

6

Spirulina platensis
Kultivasi dengan Media Walne
Pemanenan
Biomassa
Pengeringan (oven 40 oC)
Biomassa kering

Ekstraksi fikosianin

Ekstraksi (etanol)
Filtrasi
Bufer fosfat
Evaporasi
Analisis
fitokimia

Amonium sulfat +
aseton

Ekstrak
Spirulina

a*

Fikosianin

Fraksinasi senyawa aktif
Isolasi senyawa aktif
b*

Fraksi
Rf 0.8

Analisis :
konsentrasi C-PC,
rendemen, total
protein fikosianin

c*

Fikosianin
terpilih

Analisis aktivitas inhibisi P. falciaprum
Penentuan bahan uji yang potensial sebagai antimalaria

NB: * (Bahan uji)

Mekanisme kerja S.platensis terhadap
penghambatan pertumbuhan P. falciparum
menggunakan TEM

Gambar 1 Diagram alir penelitian secara keseluruhan
keseluruhan.

Air

7

Ekstraksi Spirulina platensis
Ekstraksi S. platensis terdiri atas dua tahap yaitu ekstraksi senyawa aktif
S. platensis dan ekstraksi fikosianin. Ekstrak kasar senyawa aktif dan fikosianin
yang diperoleh selanjutnya dianalisis komponen aktif dan aktivitas inhibisinya
terhadap pertumbuhan P. falciparum
(1) Ektraksi senyawa aktif
Ekstraksi senyawa aktif S. platensis dilakukan menggunakan pelarut polar
(etanol 96%) dengan konsentrasi 1:10 b/v (S. platensis : etanol) kemudian
dimaserasi selama 3x24 jam pada suhu ruang, selanjutnya sampel dievaporasi
sehingga diperoleh ekstrak kasar (crude extract) S. platensis.
(2) Ekstraksi fikosianin
Ekstraksi fikosianin dilakukan menggunakan tiga pelarut yaitu bufer
fosfat, air dan amonium sulfat+aseton.
a)

b)

c)

Ekstraksi menggunakan bufer fosfat (Silveira et al. 2007)
Serbuk S. platensis diekstraksi menggunakan bufer sodium fosfat
10 mM (pH 7.0). Spirulina platensis kering digerus dan ditambahkan
bufer sodium fosfat dan akuades, masing-masing 1 mL untuk 0.04 g
berat kering sampel. Sampel dihomogenkan dan disimpan pada suhu
ruang 24 jam setelah itu larutan disentrifugasi dengan kecepatan 12000
rpm, 4 oC selama 15 menit. Supernatan merupakan fikosianin yang akan
digunakan pada pengujian selanjutnya.
Ekstraksi menggunakan air (Silveira et al. 2007)
Spirulina platensis kering digerus dan ditambah akuades,
masing-masing 1 mL untuk 0.04 g berat kering sampel. Sampel
dihomogenkan menggunakan vortex, kemudian larutan disimpan pada
suhu 4 oC selama 24 jam, kemudian suspensi disentrifugasi dengan
kecepatan 12000 rpm selama 15 menit. Supernatan hasil sentrifugasi
merupakan biopigmen fikosianin
Ekstraksi menggunakan amonium sulfat dan aseton (Pankaj et al.2010)
Serbuk S. platensis diektraksi menggunakan 20 mL aseton 80%
diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 4 oC, kemudian suspensi
disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit, pelet hasil
sentrifugasi ditambahkan 20 mL air diinkubasi pada suhu 50 oC selama
30 menit, suspensi disentrifugasi kembali dengan kecepatan 5000 g
selama 10 menit untuk mendapatkan supernatan yang mengandung
phycobiliproteins. Supernatan dipurifikasi dengan cara phycobiliprotein
kasar dipresipitasi menggunakan (NH4)2SO4, dan disentrifugasi dengan
kondisi yang sama. Pelet hasil sentrifugasi dilarutkan kedalam 50 mM
tris bufer pH 7.5 dan diinkubasi 24 jam pada suhu 4 oC. Suspensi
disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm, 4 oC selama 15 menit.
Supernatan merupakan fikosianin yang akan digunakan pada pengujian
selanjutnya.
Pemilihan perlakuan terbaik dari tiga jenis pelarut (air, amonium
sulfat+aseton, dan bufer fosfat) dengan parameter konsentrasi
C-fikosianin, rendemen dan total protein fikosianin. Fikosianin yang
diekstraksi menggunakan perlakuan terpilih digunakan sebagai bahan uji

8

dalam analisis aktivitas inhibisi P. falciparum. Alur penelitian tahap
ekstraksi senyawa aktif dan ekstraksi fikosianin dapat dilihat pada
Gambar 2.
Serbuk S. platensis

Ekstraksi S. platensis:
etanol 96% (1:10) ,
maserasi selama 3x 24
jam

Ekstraksi fikosianin

Amonium sulfat+ aseton

Bufer fosfat

Air

Filtrasi

Evaporasi (senyawa aktif)

Fikosianin

Ekstrak S. platensis

Analisis:
- konsentrasi C-phycocyanin,
- rendemen fikosianin,
- total protein

Gambar 2 Diagram alir tahap ekstraksi senyawa aktif dan fikosianin.

Fraksinasi dan Isolasi Senyawa Aktif S. platensis
Fraksinasi senyawa aktif S. platensis (Gritter et al. 1991)
Fraksinasi atau pemisahan senyawa aktif dari ekstrak kasar S. platensis
dilakukan dengan teknik mencari rasio eluen terbaik menggunakan kromatografi
lapis tipis dan diamati pada sinar UV 254 dan 366. Rasio eluen yang digunakan
pada fraksinasi ekstrak S. platensis yaitu: A) diklorometana, B) diklorometana:
metanol (4:1), C) diklorometana: n-heksana (3:2), D) diklorometana: kloroform
(1:1), E) metanol: diklorometana: n-heksana (1:3:1), F) diklorometana: kloroform:
n-heksana (3:2:1).
Fraksinasi ekstrak S. platensis dilakukan dengan cara lempeng lapis tipis
silika gel G 60 F254 dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar 1 cm diberi tanda
garis dengan pensil pada jarak 1 cm dari salah satu ujung lempeng. Ekstrak aktif
dilarutkan dalam pelarut asalnya. Eluen yang digunakan dimasukkan ke dalam
tabung kemudian ditutup rapat agar jenuh. Larutan ekstrak sampel diteteskan
dengan pipa kapiler pada lempeng silika gel. Ujung lempeng yang terdekat pada
tempat penetesan dicelupkan ke dalam tabung kromatografi yang sudah jenuh
dengan eluen.
Tabung ditutup rapat dan didiamkan hingga pelarut naik sampai batas
yang ditentukan yaitu 1 cm dari batas atas. Setelah elusi pada batas tertentu,
lempeng diangkat selanjutnya dikeringkan pada suhu ruang selama beberapa
menit, kemudian dideteksi pada sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan

9

366 nm dan dihitung nilai Rf nya. Nilai Rf masing-masing spot yang dihasilkan
dihitung menggunakan rumus
jarak titik pusat bercak dari titik awal
Rf
=
jarak garis depan dari titik awal
Pemilihan fraksi yang akan dianalisis aktivitas inhibisi P. falciparum yaitu
fraksi alkaloid berdasarkan nilai Rf pada uji KLT yang disemprot atau
divisualisasi menggunakan pereaksi warna FeCl3, anesaldehida-sulfat, amonia,
Dragendorff.
Isolasi senyawa aktif S. platensis (Gritter et al. 1991)
Isolasi senyawa aktif pada ekstrak S. platensis dilakukan menggunakan
kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) dengan pelat kaca berukuran
20 x 20 cm2 dengan fase diam silika gel PF254 yang telah diaktifkan dengan cara
pemanasan pelat kaca selama satu jam pada suhu 110 oC. Ekstrak aktif 20 mg
ditotolkan sepanjang garis pita pada pelat kaca dan dielusi dengan perbandingan
eluen terpilih dari hasil KLT, kemudian pelat kaca dikeringkan dan diamati
menggunakan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm
berdasarkan nilai Rf nya. Pengambilan senyawa hasil KLTP dilakukan dengan
cara dikerik dan hasilnya dilarutkan dengan pelarut awal ekstrak yaitu etanol,
kemudian dikeringkan menggunakan Vacuum dryer.

Prosedur Analisis
Prosedur analisis pada penelitian ini terdiri atas 4 tahapan yaitu (1) analisis
fikosianin, (2) analisis komponen aktif S. platensis, (3) analisis aktivitas inhibisi
kapsul Spirulina komersial, ekstrak kasar, fikosianin, dan fraksi dari S. platensis
dalam menghambat pertumbuhan P. falciparum 3D7 (4) analisis morfologi parasit
P. falciparum menggunakan mikroskop cahaya dan Transmission Electron
Microscope (TEM).
Analisis Fikosianin
Analisis fikosianin yang dilakukan yaitu analisis konsentrasi C-phycocyanin
(C-PC) dan rendemen fikosianin yang mengacu pada Bennet dan Bogoard (1973)
serta analisis total protein yang mengacu pada Lowry et al. (1951).
C-phycocyanin (C-PC) dan rendemen fikosianin
Fikosianin yang diperoleh masing-masing diencerkan sesuai dengan pelarut
yang digunakan kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Konsentrasi C-PC dan rendemen
fikosianin dihitung dengan persamaan Bennet dan Bogoard (1973) yaitu:

10

= (OD 615) − 0,474 (OD 652)
5,34
Rendemen = PC x V
DB
Keterangan:
C-PC

C-PC
V
DB

= Konsentrasi C- fikosianin (mg/mL)
= Volume pelarut (mL)
= Biomassa kering (gram)

Total protein fikosianin (Lowry et al. 1951)
Analisis total protein mengacu pada metode Lowry et al. (1951). Larutan
yang diperlukan dalam analisis total potein adalah larutan standar, Cu-alkalin, dan
Folin-Ciocalteu-fenol. Larutan standar yang digunakan adalah bovin serum
albumin (BSA).
Prosedur pembuatan larutan standar adalah sebagai berikut:
1 Bovin serum albumin (BSA) sebagai standar protein yang digunakan,
ditimbang sebanyak 50 mg,
2 Bovin serum albumin (BSA) tersebut dilarutkan menggunakan 100 mL
akuades dalam botol reagen dan disimpan pada suhu 0 °C. Catatan: larutan
standar harus diperbaharui setiap bulan.
Prosedur pembuatan larutan Cu-alkalin adalah sebagai berikut:
1 Persiapkan larutan NaOH 4%, larutan Na2CO3 20%, larutan Na-K-tartrat 20%,
dan larutan CuSO4.5H2O 5%. Larutan ini dapat digunakan dalam kurun waktu
1 bulan,
2 Larutan Cu-alkalin dibuat dengan mencampurkan 20 mL larutan NaOH 4%
ditambah 10 mL larutan Na2CO3 20% ditambah akuades hingga volume tepat
100 mL ditambah 1 mL larutan Na-K-tartrat 20% dan 1 mL larutan
CuSO4.5H2O 5%. Larutan Cu-alkalin harus dibuat baru setiap kali akan
dianalisis.
Penentuan total protein diawali dengan menimbang 4 mg sampel kering
pada masing-masing umur panen lalu dilarutkan dalam 20 mL akuades (200 ppm)
kemudian 2 mL larutan dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan larutan
Cu-alkali volume 5 mL ke dalam setiap sampel dan standar (0, 5, 10, 20, 40, 60,
80, 100, 120, 140, 160, 180, 200, 300, 400, 500 ppm). Sampel dan standar
didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang kemudian ditambahkan 2 kali 0.3 mL
Folin-Ciocalteu-fenol. Sampel didiamkan selama 15 menit pada suhu ruang
kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan
diambil dan diukur pada panjang gelombang 660 nm. Nilai total protein dianalisis
menggunakan regresi linier yang didapat dari kurva standar BSA. Perlakuan
terpilih dari tiga jenis pelarut tersebut dianalisis komponen aktif dan aktivitas
inhibisinya terhadap pertumbuhan P. falciparum.

11

Analisis Komponen Aktif
Analisis komponen aktif kapsul Spirulina komersial, ekstrak kasar dan
fikosianin dari S. platensis mengacu pada Harborne (1996) yang meliputi analisis
senyawa alkaloid, steroid, saponin, flavonoid, dan fenol hidrokuinon.
Senyawa Alkaloid
Uji alkaloid dilakukan dengan cara 1 mg sampel dilarutkan dalam
beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu
pereaksi Dragendorff, Meyer dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan
pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, dengan pereaksi Wagner
membentuk endapan coklat dan dengan pereaksi Dragendorff membentuk
endapan merah sampai jingga.
Senyawa Steroid
Uji steroid dilakukan dengan cara 1 mg sampel dilarutkan dalam 2 mL
kloroform dalam tabung reaksi. Anhidrida asetat sebanyak 10 tetes dan asam
sulfat pekat sebanyak 3 tetes ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Hasil uji
positif contoh mengandung steroid yaitu terbentuknya larutan berwarna merah
untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
Senyawa Saponin
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan
contoh mengandung saponin.
Flavonoid
Uji flavonoid dilakukan dengan cara 1 mg sampel ditambah serbuk
magnesium 0.1 mg dan 0.4 mL amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan
etanol 95% dengan volume sama) dan 4 mL alkohol, kemudian campuran
dikocok. Hasil uji positif contoh mengandung flavonoid, yaitu terbentuknya
warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
Fenol hidrokuinon
Uji fenol hidrokuinon dilakukan dengan cara 1 mg sampel diekstrak
dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL
kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Hasil uji positif contoh
mengandung senyawa fenol, yaitu terbentukya larutan berwarna hijau atau hijau
biru.
Analisis Aktivitas Inhibisi P. falciparum
Pengujian aktivitas inhibisi P. falciparum dilakukan terhadap kapsul
Spirulina komersial, ekstrak kasar, fikosianin terpilih, dan fraksi dari S. platensis
mengacu pada Jansen (2000). Analisis aktivitas inhibisi P. falciparum terdiri atas
tiga tahap yaitu persiapan media dan sel darah merah, kultur parasit, penetapan
konsentrasi bahan uji dan tahap analisis inhibisi P. falciparum secara in-vitro.
Penyiapan media dan sel darah merah
Penyiapan medium Roswell Park Memorial Institute (RPMI)
Medium yang digunakan untuk pemeliharaan parasit P. falciparum galur 3D7
adalah medium RPMI. Medium RPMI dibuat dengan cara mencampurkan 10.4 g

12

RPMI 1640; 5.96 gram HEPES; 2.1 g natrium bikarbonat; 0.05 g hipoksantin dan
0.5 mL gentamisin ke dalam double destillated H2O (ddH2O). Total volume
larutan ditera hingga 1000 mL. Larutan dihomogenkan menggunakan magnetic
stirrer selama ± 3 jam. Larutan RPMI yang telah homogen disaring menggunakan
penyaring dengan diameter 0.ββ μm, kemudian dimasukkan ke dalam wadah steril
berukuran masing-masing 250 mL dan disimpan ke dalam lemari es bersuhu 4 oC.
Penyiapan serum darah
Serum darah dibutuhkan
dalam
pembuatan medium
lengkap
(complete medium) untuk pemeliharaan kultur parasit. Serum darah manusia
bergolongan AB diperoleh dari Palang Merah Indonesia (PMI). Serum disimpan
pada suhu -20 oC.
Penyiapan medium lengkap (complete medium)
Medium lengkap (complete medium) adalah medium yang digunakan untuk
pemeliharaan biakan P. falciparum 3D7. Medium ini dibuat dengan
menambahkan 10 mL serum AB ke dalam 40 mL medium RPMI sehingga
diperoleh 50 mL Complate Medium (CM) dengan konsentrasi 20%.
Penyiapan sel darah merah (Red Blood Cell)
Sel darah merah yang digunakan untuk kultur parasit adalah sel darah merah
bergolongan A yang diperoleh dari tubuh peneliti. Darah dikumpulkan di dalam
tabung kemudian disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 1500 rpm.
Supernatan dibuang kemudian pelet yang tersisa ditambahkan dengan Roswell
Park Memorial Institute (RPMI) dengan perbandingan 2:1, kemudian
disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1200 rpm. Pencucian dengan
RPMI ini dilakukan sebanyak 2 kali. Supernatan hasil pencucian kedua dibuang,
lalu pelet yang tersisa disimpan di dalam lemari pendingin untuk selanjutkan
digunakan pada tahap kultivasi parasit. Darah yang sudah dicuci dapat digunakan
selama satu bulan.
Penyiapan kultur parasit
Kultur parasit P. falciparum 3D7 berasal dari University of Tokyo, Jepang
yang dipropagasi secara teratur di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Pada
penelitian ini sel parasit P. falciparum 3D7 diperbanyak dengan metode in vitro.
Persiapan sel P. falciparum dilakukan melalui proses thawing dan pemeliharaan
sel P. falciparum 3D7. Thawing P. falciparum dilakukan dengan metode NaCl.
P. falciparum yang disimpan dalam nitrogen cair suhu -196 oC dikeluarkan dan
disimpan pada suhu ruang selama 1-2 menit, kemudian kultur dipindahkan ke
tabung falcon steril 15 mL dan ditambahkan 3.5% NaCl sebanyak 5 mL secara
perlahan selama 5-10 menit sambil digoyang. Campuran tersebut dibiarkan
selama 5 menit kemudian disentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm selama 5 menit
pada suhu 37 oC. Supernatan yang terbentuk dibuang dan pelet yang tersisa dicuci
dengan medium RPMI perbandingan 1: 9 v/v kemudian disentrifugasi pada
1500 rpm selama 5 menit pada suhu 37 oC, kemudian dicuci dengan medium
Roswell Park Memorial Institute (RPMI) dilakukan sebanyak dua kali
pengulangan, setelah itu pelet yang tersisa ditambahkan Complete Medium (CM)
sebanyak 10 mL dan dihomogenisasi dengan dipipet naik turun secara perlahan,
kemudian dipindahkan ke dalam flask serta ditambahkan 3% hematokrit.

13

Flask yang telah berisi parasit dan CM diinkubasi di dalam candle jar
yang telah dikondisikan pada suhu 37 oC, selanjutnya dilakukan pemeliharaan
kultur parasit hingga memperoleh persen parasitemia yang sesuai untuk pengujian
IC50. Kadar parasitemia yang digunakan biasanya berkisar antara 1-2%.
Pemeliharaan kultur dilakukan dengan cara mengganti medium pada flask setiap
harinya dengan CM 10%. Persen parasitemia pada pertumbuhan parasit dapat
diketahui dengan membuat apusan darah tipis dan pewarnaan giemsa selama 30
menit kemudian jumlah parasitemia dihitung di bawah mikroskop cahaya.
Penetapan konsentrasi sampel
Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah artemisinin
sedangkan bahan uji yang digunakan pada analisis aktivitas inhibisi P. falciparum
yaitu kapsul Spirulina komersial, ekstrak kasar, fikosianin, dan fraksi 08 dari
Spirulina yang dikultur menggunakan media Walne.
Penyiapan bahan uji dilakukan dengan pembuatan stok sampel yaitu
kapsul Spirulina komerisal, ekstrak kasar, fikosianin, dan fraksi ditimbang 100
mg dilarutkan kedalam 1 mL RPMI (konsentrasi stok 105 μg/mL), sedangkan
konsentrasi stok artemisinin 10-1 M. Konsentrasi yang digunakan dalam pengujian
IC50 pada sampel uji yaitu blanko, 0.01 μg/mL, 0.1 μg/mL, 1 μg/mL, 10 μg/mL,
100 μg/mL, 1000 μg/mL, dan 10 000 μg/mL, sedangkan konsentrasi artemisinin
yang digunakan sebagai kontrol positif yaitu blanko, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6, 10-7, 108
,10-9, 10-10 M. Pengenceran dilakukan secara bertingkat di dalam multiplate
hingga diperoleh konsentrasi yang sesuai.
Analisis aktivitas inhibisi P. falciparum secara in-vitro
Pengujian aktivitas inibisi P. falciparum secara in-vitro dilakukan dengan
penentuan nilai IC50 pada beberapa sampel uji yaitu kapsul Spirulina komersial,
ekstrak kasar, fikosianin, dan fraksi 08 dari S. platensis yang dikultur
menggunakan media Walne. Pengujian ini dilakukan dengan cara kultur sel
parasit P. falciparum dipelihara sampai diperoleh kepadatan 1-2% parasitemia.
Kultur sel parasit yang sudah siap dibagi ke dalam 16 (8x2) sumur cawan uji persampel dengan volume yang sama yaitu 180 μL kultur sel parasit, sumur pertama
berlaku sebagai kontrol negatif, selanjutnya pada sumur ke-8 ditambahkan β0 μL
sampel dan dihomegenkan dengan konsentrasi awal 10 000 μg/mL, kemudian
dilakukan pengenceran bertingkat dengan cara 20 μL suspensi diambil dari sumur
ke-8 dan ditambahkan ke sumur ke-7 sebagai konsentasi 1000 μg/mL, setelah itu
β0 μL suspensi diambil dari sumur ke-6 dan ditambahkan pada sumur ke-5,
selanjutnya dilakukan hal yang sama hingga sumur ke-2 dengan konsentrasi
0.01 μg/mL. Sumur terakhir diambil β0 μL dan dibuang kedalam botol waste.
Metode pengenceran bertingkat ini dilakukan pula pada pengujian
artemisinin sebagai kontrol positif. Kultur sel diinkubasi dengan suhu 37 oC
selama 48 jam. Jumlah parasitemia diamati dengan membuat apusan darah tipis
yang diberi pewarna giemsa dan dihitung dibawah mikroskop dengan nilai
minimum perhitungan 1000 eritrosit. Skema pengenceran bertingkat pada
pengujian aktivitas inhibisi P. falciparum secara in-vitro dapat dilihat pada
Gambar 3.

14

Gambar 3 Skema pengenceran bertingkat pada multiplate 48 well

Analisis inhibisi P. falciparum in-vitro

Kultur P. falciparum

Hasil yang diperoleh dari pengujian aktivitas inhibisi P. falciparum
tersebut kemudian dianalisis menggunakan kurva linier antara konsentrasi sampel
dan artemisinin terhadap laju pertumbuhan P. falciparum sehingga didapatkan
nilai IC50 nya, selanjutnya dilakukan penentuan sampel yang paling potensial
dalam menghambat pertumbuhan P. falciaparum dengan parameter nilai
IC50 < 10 µg/mL mengacu pada Ramazani et al. (2010) dan kemudian diamati
mekanisme kerja sampel tersebut terhadap pembentukan hemozoin P. falciparum
menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM). Diagram alir analisis
aktivitas inhibisi P. falciparum secara in-vitro dapat dilihat pada Gambar 4.
Persentase laju pertumbuhan parasit dapat dilihat sebagai berikut:
Parasit (%)
= (P/ RBC) x 100%
Penghambatan (%) = 100 % -[(Nt/Nc) x 100 %]
Keterangan :
P
= Jumlah parasit
RBC = Jumlah sel darah (minimum 1000 eritrosit)
Nt
= Jumlah hidup P. falciparum pada sumur pengujian
Nc = Jumlah hidup P. falciparum pada sumur kontrol
Penyiapan media dan
sel darah merah

Thawing

Pemeliaharaan parasit (medium CM 10%)
Pengamatan mikroskop (apusan tipis)
(1-2% parasitemia)
Penyiapan 180 µL parasit kedalam multiplate 48 well
Penambahan 20 µL bahan uji
(Sampel) kedalam multiplate 48 well
Inkubasi (37 oC, 48 jam)
Evaluasi nilai IC50
Gambar
4. Diagram
alir Parasit
uji aktivitas
inhibisi P. falciparum
Analisis
Morfologi
P. falciparum

15

Analisis Morfologi Parasit P. falciparum
Morfologi parasit P. falciparum diamati menggunakan mikroskop cahaya
dan Transmission Electron Microscope (TEM) yang mengacu pada
Johannessen (2001). Analisis ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme kerja
S. platensis dalam menghambat pertumbuhan P. falciparum. Analisis morfologi
parasit P. falciparum terdiri atas enam tahapan yaitu persiapan sampel, tahap
fiksasi, tahap dehidrasi, infiltrasi, embedding, dan pewarnaan.
Penyiapan sampel uji TEM
Kultur sel parasit diberi perlakuan kapsul Spirulina yang terpilih pada
pengujian aktivitas antimalaria dengan konsentrasi IC50 sebesar 2.61 μg/mL dan
diinkubasi selama 24 jam menggunakan multiplate 12 well. Kultur yang telah
diinkubasi dipindahkan ke tabung falcon berukuran 15 mL kemudian kultur
disentrifugasi, supernatan dibuang dan pelet dicuci dengan 500 μL bufer
cacodylate sebanyak tiga kali. Pelet ditambahkan 800 μL Glut 2.5% kemudian
sampel tersebut disimpan pada suhu 4 oC sebelum diamati pada TEM.
Penyiapan sample block untuk TEM
Tahap fiks