Potensi Spirulina platensis Sebagai Antihipertensi Secara In Vitro
POTENSI Spirulina platensis SEBAGAI ANTIHIPERTENSI
SECARA IN VITRO
PUTRIANA SARI SIRAIT
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwaskripsi berjudul Potensi Spirulina
platensis Sebagai Antihipertensi Secara In Vitro adalah benarkarya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutipdari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Putriana Sari Sirait
NIM C34090023
ABSTRAK
PUTRIANA SARI SIRAIT. Potensi Spirulina platensis Sebagai
Antihipertensi Secara In Vitro. Dibimbing oleh IRIANI SETYANINGSIH dan
MIN RAHMINIWATI.
Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberkulosis di Indonesia. Mikroalga Spirulina platensis memiliki kandungan
senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai sediaan obat alami untuk
mengurangi resiko hipertensi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengoptimalkan
produksi S. platensis sebagai bahan baku pangan fungsional terutama sebagai
suplemen untuk mengurangi resiko hipertensi. Spirulina platensis dikultivasi
selama satu minggu dalam media Walne dan RI1+Urea. Spirulina platensis yang
dikultivasi dengan media Walne menghasilkan biomassa kering sebesar 7,81 gram,
lebih tinggi jika dibandingkan hasil kultivasi dengan media RI1+Urea. Komponen
aktif yang terkandung pada kedua kultur S. platensis adalah golongan alkaloid,
steroid, dan saponin. Flavonoid hanya ditemukan pada S. platensis hasil kultivasi
dalam media pupuk Walne dan didapatkan kandungan total flavonoid sebesar
1,264% (b/b). Kedua kultur S. platensis memiliki aktivitas antioksidan namun
tergolong rendah dimana nilai IC50 sebesar 1584,86 ppm pada media Walne dan
1984,34 ppm pada pupuk RI1+Urea. Uji potensi antihipertensi secara in vitro
menunjukkan bahwa ekstrak S. platensis 4000 ppm berpotensi sebagai
antihipertensi.
Kata kunci: antioksidan, fitokimia, flavonoid, hipertensi, ileum.
ABSTRACT
PUTRIANA
SARI
SIRAIT.
Antihypertensive
Potential
of
Spirulina platensis in Vitro. Supervised by IRIANI SETYANINGSIH and MIN
RAHMINIWATI.
Hypertension is the number three cause of death after stroke and
tuberculosis in Indonesia. Microalgae Spirulina platensis contains secondary
metabolites that have the potential effect to reduce the risk of hypertension. The
purpose of this research was optimalization of S. platensis production as
neutraceutical. Spirulina platensis was cultivated on 1 week in Walne and
Urea+RI1medium. Spirulina platensis which cultivated with Walne medium
produced dried biomass of 7.81 g, which is higher when compared with the
cultivation results of RI1+Urea medium. Alkaloids, steroids, and saponins were
the chemical constituents of S. platensis in both cultivation medium. Flavonoids
are found only in S. platensis cultivation results in Walne medium with total
flavonoid content of 1.264% (w/w). Spirulina platensis both cultivation medium
has antioxidant activity but relatively low with IC50 values 1584,86 ppm in Walne
medium and 1984,34 ppm RI1+Urea fertilizer. Extract of S. platensis 4000 ppm
showed antihypertensive potential in vitro.
Keywords: antioxidants, flavonoids, hypertension, ileum, phytochemicals.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruhkarya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
POTENSI Spirulina platensis SEBAGAI ANTIHIPERTENSI
SECARA IN VITRO
PUTRIANA SARI SIRAIT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Potensi Spirulina platensis Sebagai Antihipertensi Secara In Vitro
Nama
: Putriana Sari Sirait
NIM
: C34090023
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS
Pembimbing I
drh Min Rahminiwati, MS, Ph.D
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, M. Si
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
karuniaNya yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
yang berjudul Potensi Spirulina platensis Sebagai Antihipertensi Secara In Vitro.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitan, terutama kepada:
1 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS dan drh Min Rahminiwati, MS, Ph.D selaku
dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan
skripsi.
2 Dr Desniar, S.Pi, M. Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran
dan kritik untuk perbaikan skripsi ini serta selaku wakil ketua program studi
yang telah mewakili departemen pada saat ujian dan saran perbaikan.
3 Prof Dr Ir Joko Santoso, M. Si selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4 Ayah Drs M. Sirait, Ibu Ir GF. Pasaribu, dan adik Rani Beatrix Sirait yang
telah memberikan kasih sayang dan semangat yang luar biasa.
5 Mazmur, kakak-kakak Biotek2, dan THP46 atas kebersamaan dan semangat
yang diberikan dalam penyelesaian skripsi.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang memerlukannya.
Bogor, September 2014
Putriana Sari Sirait
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ....................................................................................... 2
Perumusan Masalah ................................................................................ 2
Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
Manfaat Penelitian .................................................................................. 2
Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 2
METODE PENELITIAN ................................................................................. 2
Bahan Penelitian .................................................................................... 3
Alat Penelitian ....................................................................................... 3
Prosedur Penelitian ................................................................................ 3
Kultivasi Spriulina platensis ........................................................... 4
Pemanenan dan Pengeringan ........................................................... 5
Ekstraksi .......................................................................................... 5
Prosedur Analisis ................................................................................... 5
Analisis Komponen Aktif ................................................................ 5
Analisis Kandungan Flavonoid Secara Kuantitatif ......................... 6
Uji Antioksidan dengan Metode DPPH........................................... 6
Uji Potensi Antihipertensi dengan Ileum Kelinci Secara In Vitro .. 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 7
Pertumbuhan dan Biomassa Spirulina platensis..................................... 7
Komponen Aktif Spirulina platensis .................................................... 10
Kadar Total Flavonoid .......................................................................... 12
Aktivitas Antioksidan Spirulina platensis ............................................ 13
Potensi Antihipertensi Spirulina platensis Secara In Vitro .................. 16
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 21
LAMPIRAN ................................................................................................... 26
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 35
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Biomassa basah dan biomassa kering S. platensis...................................
Penapisan fitokimia biomassa kering kering S. platensis........................
Kadar flavonoid biomassa kering kering S. platensis..............................
Nilai IC50 aktivitas antioksidan S. platensis..............................................
9
10
13
15
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian..............................................................
2 Kurva pertumbuhan S. platensis dengan media Walne dan RI1+Urea..
3 Foto hasil uji fitokimia............................................................................
4 Struktur umum flavonoid dan contoh flavonoid: kuersetin....................
5 Struktur molekul DPPH..........................................................................
6 Aktivitas antioksidan biomassa kering S. platensis (Walne)..................
7 Aktivitas antioksidan biomassa kering S. platensis (RI1+Urea)............
8 Persentase inhibisi frekuensi ekstrak, aquades dan asetilkolin...............
9 Persentase inhibisi frekuensi ekstrak, aquades dan asetilkolin...............
10 Grafik pergerakan usus halus dengan ekstrak S. platensis 4000 ppm…
11 Grafik pergerakan usus halus dengan asetilkolin 1000 ppm………......
4
8
10
13
14
14
15
17
18
18
19
DAFTAR LAMPIRAN
Media pertumbuhan Spirulina platensis.................................................
Persiapan air untuk media kultivasi........................................................
Foto hasil kultivasi Spirulina platensis...................................................
Kurva Ln pertumbuhan Spirulina platensis..........................................
Kurva standar kuersetin dan data kadar flavonoid .................................
Data kurva antioksidan Spirulina platensis.............................................
Komposisi larutan Tyrode.......................................................................
Data persentase inhibisi frekuensi ekstrak, aquades dan
asetilkolin................................................................................................
9 Data persentase inhibisi amplitudo ekstrak, aquades dan
asetilkolin...............................................................................................
1
2
3
4
5
6
7
8
28
29
30
31
32
33
34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Spirulina merupakan salah satu alga hijau biru yang dapat dikultivasi.
Mikroalga ini memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat menangkap radikal
bebas sebagai salah satu penyebab timbulnya penyakit hipertensi. Penelitian yang
dilakukan oleh Wang et al. (2007) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dari
Spirulina platensis dapat terjadi karena kontribusi komponen flavonoid,
β carotene, vitamin A, dan α tocopherol. Kandungan flavonoid pada ekstrak
S. platensis 85,1 g/kg, kandungan β carotene sebesar 77,8 g/kg, kandungan
vitamin A sebesar 113,2 g/kg, dan kandungan α tocopherol sebesar 3,4 g/kg.
Penelitian yang dilakukan oleh Lu et al. (2010) menunjukkan bahwa S. platensis
memiliki potensi untuk digunakan dalam pencegahan dan pengobatan hipertensi.
Hipertensi menduduki peringkat ketiga dari penyebab kematian utama di
Indonesia untuk semua umur (6,8%), setelah stroke (15,4%) dan tuberkulosis
(7,5%) (Depkes 2008). Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana nilai tekanan
darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
(Garnadi 2012). Beberapa penyebab munculnya hipertensi antara lain penyakit
gagal ginjal, kelainan endokrin, asupan garam terlalu tinggi, stres atau salah
pemakaian obat (Iskandar 2007).
Saat ini banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui potensi obat
antihipertensi dari tanaman obat. Secara empiris, beberapa tanaman obat yang
pernah digunakan untuk menurunkan tekanan darah adalah buah mengkudu,
seledri, bawang putih, jamur, pegagan, tempuyung, rumput laut hitam, belimbing,
bawang bombay, sambiloto, dan patikan kebo (Wijayakusuma 2005). Pengobatan
menggunakan tanaman obat membutuhkan banyak biomassa dan waktu tumbuh
yang lama, serta dapat mengganggu kelestarian alam jika dieksploitasi secara
berlebihan, sehingga diperlukan inovasi yang efektif dan efisien sebagai solusi
terhadap permasalahan tersebut. Inovasi yang dapat dikembangkan antara lain
memanfaatkan mikroorganisme yang dapat dikultivasi, tidak tergantung musim
dan dapat menghasilkan biomassa yang banyak. Salah satu jenis mikroalga yang
dapat dikembangkan adalah Spirulina.
Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor
biologi (konsentrasi biomassa) dan variabel fisika-kimia (pH, suhu, iradiasi dan
nutrien) (Olguin et al. 2001). Nutrien merupakan faktor yang sangat penting
untuk pertumbuhan dan komposisi biokimia mikroalga. Kondisi nutrien yang
optimum akan menghasilkan nilai produktivitas kultivasi mikroalga yang tinggi
disertai kualitas biomasa yang baik.
Nutrien dalam media berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga dan
komposisi kimiawi.Mikroalga termasuk Spirulina sp. dapat ditumbuhkan dalam
media MT, KT, Walne, dan Zarrouk. Hasil penelitian Surbakti (2013)
menunjukkan bahwa S. platensis yang dikultivasi dalam media MT selain
memiliki komponen aktif berupa alkaloid, steroid, saponin,dan fenol hidrokuinon
juga memiliki aktivitas antioksidan. Komponen aktif dan antioksidan merupakan
senyawa yang berperan dalam penurunan hipertensi. Namun, belum diketahui
potensi S. platensis sebagai antihipertensi. Berdasarkan hal tersebut maka diteliti
2
potensi antihipertensi dari S. platensis secara in vitro dengan menggunakan usus
halus kelinci terisolasi.
Perumusan Masalah
Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberkulosis di Indonesia. Tanaman obat dapat digunakan untuk menurunkan
hipertensi. Salah satu komponen kimiawi yang berperan dalam menurunkan
hipertensi adalah flavonoid. Spirulina platensis memiliki kandungan flavonoid
yang bekerja sebagai antioksidan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat
alami untuk mengurangi resiko hipertensi. Spirulina platensis mudah dikultivasi
dalam media dan dapat menghasilkan biomassa yang banyak dengan pertumbuhan
yang cepat. Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara
lain nutrien. Namun belum diketahui aktivitas antihipertensi S. platensis yang
ditumbuhkan dalam media yang berbeda.
Tujuan Penelitian
1
2
Tujuan umum dari penelitian ini adalah:
Menentukan pola pertumbuhan, komponen aktif, dan mengukur aktivitas
antioksidan S. platensis yang ditumbuhkan dalam media yang berbeda.
Menentukan potensi antihipertensi dari S. platensis secara in vitro pada
beberapa konsentrasi.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai ekonomis dari
S. platensis yang dapat dikultivasi in-door melalui media anorganik maupun
organik, serta memberikan informasi komponen aktif dan aktivitas antioksidan,
yang berpotensi sebagai antihipertensi.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah kultivasi mikroalga S. platensis, uji
fitokimia, kandungan total flavonoid, dan uji antioksidan serta uji potensi
antihipertensi dengan usus halus kelinci terisolasi secara in vitro.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2013 sampai dengan Januari
2014. Kultivasi Spirulina platensis dan uji antioksidan dengan metode DPPH
3
(1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil
Perairan 2, Departemen Teknologi Hasil Perairan FPIK-IPB. Uji fitokimia
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi
Hasil Perairan FPIK-IPB. Analisis kandungan flavonoid secara kuantitatif
dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka IPB dan uji potensi antihipertensi dengan
usus halus kelinci secara in vitro di Laboratorium Farmakologi, FKH-IPB serta
proses freeze drying dilakukan di Pusat Antar Universitas (PAU), IPB. Proses
evaporasi dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, FMIPA-IPB.
Bahan Penelitian
Bahan-bahan kultivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
inokulum S. platensis, media pertumbuhan S. platensis (Lampiran 1), dan air
untuk media kultivasi (Lampiran 2). Bahan untuk analisis komponen aktif
meliputi pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, kloroform,
asetat anhidrat, Mg powder, amil alkohol, alkohol, air panas, etanol, FeCl3, H2SO4,
NaOH 40%, H3BO3, bromcherosol green-methyl red dan n-heksana; uji
antioksidan menggunakan biomassa kering DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)
radikal dan metanol pro analysis. Bahan untuk uji potensi antihipertensi secara in
vitro digunakan usus halus dari kelinci jantan dewasa, larutan Tyrode, asetilkolin
1000 ppm dan ekstrak S. platensis dengan berbagai konsentrasi (ppm).
Alat Penelitian
Alat yang digunakan untuk kultivasi terdiri dari: toples kaca 3 L, toples
plastik 15 L, tube light (TL) Philips 40 Watt, lemari es, nylon dengan ukuran
lubang 30, timbangan digital (Sartorius TF 502s) dan spektrofotometer UV-VIS
(OPTIMA SP-300). Alat yang digunakan untuk pengeringan yaitu cawan dan
freeze dryer (Edwards E2M8 34082). Alat untuk uji potensi antihipertensi secara
in vitro meliputi pisau, gunting bedah, benang, jarum, pencapit, organbath,
aerator, selang aerasi, termometer, ADinstrument, cawan petri, gelas beker, dan
alat gelas lainnya.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap. Tahap pertama dilakukan
kultivasi Spirulina platensis pada media Walne dan pupuk RI1+Urea. Tahap
kedua pemanenan biomassa S. platensis dan tahap ketiga pengeringan untuk
memperoleh biomassa kering. Analisis yang dilakukan terhadap biomassa kering
S. platensis meliputi: 1) uji antioksidan dengan metode 1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl (DPPH), 2) uji fitokimia (Harborne 1987), 3) analisis kandungan
flavonoid secara kuantitatif (Nobre et al. 2005). Tahap keempat adalah ekstraksi
dari biomassa kering yang terpilih berdasarkan hasil analisis yang dilakukan. Uji
potensi antihipertensi dilakukan menggunakan usus halus kelinci secara in vitro.
Secara umum tahapan penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
4
Inokulum S. platensis
Kurva
Pertumbuhan
Kultivasi (media Walne dan pupuk RI1+Urea)
Pemanenan pada umur 7 hari
Penyaringan dengan nylon (ukuran lubang 30 mikron)
Biomassa sel
Pengeringan
Biomassa kering S. platensis
Uji
fitokimia
Analisis
kandungan total
flavonoid
Uji
Antioksidan
DPPH
Biomassa kering terpilih
terbaik
Ekstraksi 3 x 24 jam
Pelarut metanol (1:10)
Ekstrak
Uji potensi antihipertensi in vitro dilakukan
menggunakan usus halus kelinci terisolasi
(1000 ppm, 2000 ppm, dan 4000 ppm)
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian.
Kultivasi Spirulina platensis
Kultivasi S. platensis dilakukan menggunakan media Walne dan pupuk
RI1+Urea selama 7 hari.
Bibit S. platensis dipersiapkan dengan cara
ditumbuhkan pada media Walne di dalam toples kaca sebanyak 2 L selama 7 hari.
Kultur diperbesar dengan cara menginokulasikan bibit 10% (v/v) pada media
5
Walne dan pupuk RI1+Urea dalam toples plastik berkapasitas maksimal 15 L.
Setiap hari dilakukan sampling kultur untuk mengukur nilai Optical Density (OD)
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 670 nm,
selanjutnya dibuat kurva pertumbuhan.
Pemanenan dan Pengeringan
Kultur S. platensis yang dipanen, selanjutnya diendapkan terlebih dahulu
dengan cara mematikan aerasi. Pemanenan dilakukan dengan penyaringan
menggunakan nylon dengan ukuran lubang 30 mikron. Biomassa basah kemudian
ditimbang lalu dikeringkan menggunakan freeze dryer (Edwards E2M8 34082).
Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan pada biomassa kering S. platensis yang dikultivasi
dalam Walne (biomassa terpilih). Sampel S. platensis kering sebanyak 3 gram
dimaserasi menggunakan pelarut metanol pro analysis 30 mL selama 3 x 24 jam.
Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring
(Whattman 42) sehingga didapat filtrat dan residu. Filtrat ekstrak metanol yang
diperoleh dievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator (Heidolph VV
2000).
Prosedur Analisis
Analisis Komponen Aktif (Harborne 1987)
Pengujian komponen aktif atau fitokimia dilakukan pada biomassa kering
S. platensis yang meliputi uji alkaloid, uji steroid, uji flavonoid, dan uji saponin.
1) Uji Alkaloid
Sampel sebanyak 0,1 g ditambah empat puluh tetes H2SO4 2 N dikocok dan
diendapkan. Sampel tersebut dibagi menjadi tiga bagian lalu diuji dengan tiga
pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer dan pereaksi
Wagner masing-masing tiga tetes. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan
terbentuk endapan merah jinggapereaksi Dragendorff, endapan putih kuning
dengan pereaksi Meyer, dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner.
2) Uji Steroid
Sampel sebanyak 0,1 g ditambah dua puluh tetes kloroform, lima tetes asetat
anhidrat, dan satu tetes H2SO4 pekat. Hasil uji dinyatakan positif apabila terjadi
perubahan warna dari merah menjadi hijau atau biru.
3) Uji Flavonoid
Sampel sebanyak 0,1 g ditambahkan 0,05 Mg powder, delapan tetes amil
alkohol serta dua belas tetes alkohol. Terbentuknya lapisan merah atau jingga di
antara Mg dan alkohol menunjukkan reaksi positif.
4) Uji Saponin
Sampel sebanyak 0,1 g ditambahkan 10-15 tetes air panas, lalu dikocok.
Apabila terbentuk busa dalam waktu kurang lebih sepuluh menit, tambahkan satu
tetes HCl 2 N. Reaksi dinyatakan positif apabila busa yang terbentuk tidak hilang
setelah penambahan satu tetes HCl 2 N.
6
Analisis Kandungan Flavonoid Secara Kuantitatif (Nobre et al. 2005)
Biomassa kering sampel 200 mg dimasukkan ke dalam sistem hidrolisis
yang berupa 1,0 mL larutan heksametilenatetramina 0,5% (b/v), 20 mL aseton,
dan 2 mL HCl 25% dalam labu bulat, direfluks selama 30 menit. Filtrat hasil
hidrolisis disaring menggunakan kapas ke dalam labu takar 100 mL, residu
ditambah 20 mL aseton dan dihidrolisis kembali selama 30 menit. Filtrat
digabungkan, residu ditambah 20 mL aseton dan dihidrolisis kembali.Filtrat
digabungkan kembali dan ditera dengan aseton.
Filtrat sebanyak 20 mL dan 20 mL akuades dimasukkan ke dalam corong
pisah, kemudian diekstraksi menggunakan etil asetat (ekstraksi pertama dengan
15 mL etil asetat, ekstraksi kedua dan ketiga masing-masing dengan10 mL).
Fraksi etil asetat dikumpulkan dalam labu takar 50 mL dan ditera dengan etil
asetat. Larutan tersebut diambil 10 mL lalu dimasukkan ke dalam labu takar 25
mL, direaksikan dengan 1 mL AlCl3 2% (b/v), dan ditera dengan larutan asam
asetat glasial dalam metanol 5% (v/v). Pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang 370,8 nm.
Uji Aktivitas Antioksidan Biomasa Kering S. platensis dengan DPPH
(Molyneux 2004)
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan pada sampel biomassa kering
S. platensis. Larutan stok sampel pada konsentrasi 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm,
800 ppm, dan 1000 ppm dibuat dengan cara melarutkan 0,025 g biomassa kering
S. platensis dalam metanol. Larutan stok DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)
dibuat tepat sebelum digunakan dengan melarutkan biomassa kering DPPH
radikal sebanyak 0,00394 g dalam metanol sebanyak 10 mL. Stok larutan DPPH
disimpan di dalam botol ekstrak yang telah dilapisi dengan aluminium foil untuk
mencegah bereaksinya DPPH dengan cahaya.
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil 2,25 mL larutan stok sampel
sesuai dengan deret konsentrasi kemudian ditambah larutan DPPH sebanyak
0,25 mL. Blanko dibuat dengan melarutkan 2,25 mL larutan metanol kemudian
ditambah dengan 0,25 mL larutan DPPH. Larutan yang telah divortex kemudian
diinkubasi dalam inkubator suhu 37 oC selama 30 menit agar DPPH bereaksi.
Setelah larutan diinkubasi, serapan larutan dibaca pada panjang gelombang
517 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sebagai blanko digunakan
metanol pro analysis. Aktivitas penangkapan radikal bebas dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Keterangan: AB = Absorbansi Blanko
AS = Absorbansi Sampel
Nilai IC50 diperoleh dari plot hubungan antara konsentrasi sampel sebagai
sumbu-x (absis) dan % aktivitas penangkapan DPPH radikal sebagai sumbu-y
(ordinat).
7
Uji Potensi Antihipertensi dengan Usus Halus Kelinci Terisolasi Secara
In Vitro (Kumar et al. 2011)
Uji potensi antihipertensi dilakukan pada ekstrak S. platensis yang
dikultivasi pada media Walne. Kelinci dieuthanasi dengan cara dipotong
lehernya. Bagian abdomen kelinci dibuka kemudian ususnya dikeluarkan dan
diambil bagian ileumnya untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri
besar yang berisi larutan tyrode bersuhu 37oC. Isi usus perlahan-lahan disemprot
keluar dengan syringe 20 cc yang berisi larutan tyrode 37oC, sampai bersih.
Kemudian usus halus diisolasi dan dipotong menjadi beberapa potongan (2-3 cm).
Potongan usus halus tersebut diikat dengan benang pada kedua ujungnya
(dilakukan dalam cawan petri yang berisi larutan tyrode 37oC). Salah satu ujung
potongan usus halus diikatkan pada ujung tabung aerator, sedangkan ujung
lainnya dikaitkan ke bagian kimograf yang berada diatasnya sehingga potongan
usus halus berada dalam keadaan direngang.
Uji potensi ini dilakukan tiga kali ulangan untuk setiap perlakuan, dimana
terdapat lima perlakuan yaitu konsentrasi ekstrak Spirulina platensis 1000 ppm,
2000 ppm, dan 4000 ppm, serta kontrol negatif yaitu aquades dan kontrol positif
yaitu asetilkolin. Pengamatan dilakukan selama 6 menit menggunakan alat
pencatat kimograf ADinstrument. Data yang diperoleh dalam uji ini berupa grafik
gelombang yang diterjemahkan dalam frekuensi dan amplitudo melalui software
ADinstrument. Data yang diambil berupa persentase inhibisi dari frekuensi dan
tinggi gelombang (amplitudo) kontraksi sebelum dan sesudah diberikan stimulasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan Biomassa Spirulina platensis
Pertumbuhan S. platensis ditunjukkan dengan pertambahan nilai OD
(optical density) dimana semakin tinggi nilai OD menunjukkan sel yang semakin
padat. Chrismadha (2006) menyatakan bahwa pola kepadatan sel S. platensis
dipengaruhi oleh faktor tumbuh yang diklasifikasikan sebagai faktor sumberdaya
dan faktor pendukung. Faktor sumberdaya terdiri atas sumberdaya yang secara
langsung dipergunakan oleh sel-sel alga untuk pertumbuhannya, seperti unsur
hara, cahaya, dan CO2. Faktor pendukung terdiri atas faktor lingkungan yang
mempengaruhi metabolisme dalam sel mikroalga, antara lain suhu dan pH.
Spirulina platensis pada penelitan ini dikultivasi pada dua media yang
berbeda yaitu Walne dan pupuk RI1+Urea (Lampiran 1). Kondisi nutrien yang
optimum sangat penting untuk mendapatkan nilai produktivitas kultivasi
mikroalga
yang
tinggi
disertai
kualitas
biomasa
yang
baik.
Widianingsih et al. (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan sel dipengaruhi oleh
ketersedian unsur utama dalam lingkungan kultur yaitu berupa C, H, O, N, P, K,
S, Ca, Fe, Mg, dan keberadaan unsur mikro nutrien. Komponen vitamin dalam
media yang dapat mempercepat pertumbuhan terutama Vitamin B12.
Spirulina platensis merupakan mikroalga yang tidak memiliki heterosis,
sehingga spesies ini tidak mampu memfiksasi nitrogen dari udara. Pemenuhan
nitrogennya sangat bergantung pada ketersediaannya dalam medium
8
(Surbakti 2013). Media Walne dan pupuk RI1+Urea mengandung nitrogen dalam
komposisi medium. Kurva pertumbuhan S. platensis disajikan pada Gambar 2.
0.9
0.8
Optical Density (OD)
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Umur kultur (hari)
Gambar 2 Kurva pertumbuhan S. platensis dengan media Walne (
pupuk RI1+Urea (
).
) dan
Kultur S. platensis yang diamati pada media Walne dan pupuk RI1+Urea
memiliki fase pertumbuhan yaitu fase logaritmik dan fase stationer, namun tidak
mengalami fase adaptasi. Menurut Setyaningsih et al. (2012), fase lag dapat tidak
terjadi bila umur bibit dan inokulum sama. Bila inokulum kultur yang digunakan
berada dalam fase logaritmik juga, pada umumnya inokulum tidak mengalami
masa adaptasi.
Adanya pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya jumlah sel dan
perubahan warna kultur. Pada awal kultivasi, kultur berwarna hijau muda dan
terlihat jernih. Setelah beberapa lama, kultur berwarna hijau tua dan terlihat
pekat. Aerasi diberikan terus menerus, dengan tujuan untuk menghindari
sedimentasi mikroalga, meratakan pencahayaan dan nutrien serta mencegah
stratifikasi suhu dan mempermudah pertukaran gas antara medium kultur dan
udara karena sumber karbon dalam bentuk CO2 digunakan untuk fotosintesa
(Setyaningsih et al.2012).
Pemanenan S. platensis dilakukan pada saat kultivasi mencapai puncak
populasi. Puncak populasi dapat diketahui dari perubahan warna pada media
kultivasi dan jumlah populasi berdasarkan pola pertumbuhan (Handayani 2002).
Spirulina platensis pada penelitian ini dikultivasi selama 7 hari menggunakan
media Walne dan media pupuk RI1+Urea (Lampiran 3). Umur 7 hari menjadi
dasar waktu pemanenan karena Suminto (2009); Hariyati (2008);
Utomo et al. (2005) melaporkan bahwa hari ketujuh merupakan fase perlambatan
(ekponensial akhir) dimana kepadatan maksimal Spirulina sp. tercapai.
Hasil penelitian Suminto (2009) menunjukkan bahwa S. platensis yang
dikultivasi dengan 3 media yang berbeda yaitu media Walne, TMRL dan Zarrouk,
ketiganya mengalami puncak populasi pada hari ke-7. Hariyati (2008) juga
melaporkan bahwa hari ketujuh merupakan fase perlambatan (eksponensial akhir),
9
dimana kepadatan maksimal Spirulina sp. yang dikultivasi dengan media Walne
dan EDTA tercapai. Hasil penelitian Utomo et al. (2005) menunjukkan bahwa
hari ke-7 merupakan puncak dari pertumbuhan populasi S. platensis yang
dikultivasi dengan kotoran ayam 300 ppm dan 350 ppm. Berkaitan dengan ini,
Surbakti (2013) menyatakan bahwa fase eksponensial akhir merupakan fase untuk
menghasilkan komponen bioaktif terbaik.
Pemanenan biomassa atau pemisahan biomassa dari kultur dilakukan
menggunakan filtrasi. Filtrasi dapat dilakukan untuk kultur dalam jumlah banyak.
Kelemahan sistem filtrasi ini adalah pori dari filter yang digunakan harus
disesuaikan dengan ukuran mikroalga (Setyaningsih et al. 2009).
Spirulina platensis memiliki filamen berbentuk spiral dengan diameter 20-100
mikron. Oleh karena itu, S. platensis hasil kultivasi pada penelitian ini difiltrasi
menggunakan nylon (dengan ukuran lubang 30 mikron).
Setelah filtrasi, tahap selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan
S. platensis pada penelitian ini menggunakan freeze dryer. Pemilihan metode
pengeringan dilakukan untuk menjaga komponen bioaktif bahan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Andersen dan Markham (2006) bahwa degradasi enzim dapat
terjadi pada saat tanaman yang digunakan segar atau tidak kering, sehingga
disarankan untuk menggunakan sampel uji yang kering atau beku. Berat
biomassa hasil kultivasi dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan biomassa kering
kering S. platensis dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 1 Biomassa basah dan biomassa kering S. platensis
Sampel
S. platensis (Walne)
S. platensis
(Pupuk RI1+Urea)
Kultivasi
(L)
44
44
Biomassa basah
(g)
106,06
97,42
Biomassa kering
(g)
7,81
6,35
Spirulina platensis yang dikultivasi dalam media Walne menghasilkan
biomassa kering lebih banyak dibandingkan media pupuk RI1+Urea. Perbedaan
biomassa yang dihasilkan diduga berkaitan dengan nutrien media yang digunakan.
Kultivasi dalam media Walne menggunakan NH4NO3 sebagai sumber nitrogen,
sedangkan media pupuk RI menggunakan Urea.
Nutrien merupakan faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan dan
komposisi biokimia mikroalga. Salah satu komponen nutrien penting dalam media
adalah nitrogen. Nitrogen (N) merupakan komponen esensial dari struktur dan
fungsional protein pada sel alga. Sumber nitrogen pada kultivasi Spirulina sp.
adalah nitrat. Sumber nitrogen ion nitrat yang yang biasa digunakan dapat
digantikan oleh ion ammonium yang berasal dari urea (Diharmi 2001).
Rahmawati et al. (2012) menyatakan bahwa N-anorganik berupa nitrat (NO3) dan
amoniak (NH4) sedangkan N-organik yang tersedia dalambentuk asam amino,
asam nukleat danurea juga dimanfaatkan oleh Spirulina sp. Unsur makromolekul
ini nantinya akan dimanfaatkan Spirulina sp. untuk kegiatan metabolisme
sehingga akan memperoleh kepadatan populasi dan laju pertumbuhan
Spirulina sp. yang optimum
Pituati et al. (2006) menyatakan pertumbuhan dan hasil tanaman akan lebih
10
baik karena tingginya penyerapan nitrogen oleh tanaman, dan akan lebih baik jika
pemberian pupuk nitrogen dalam bentuk campuran nitrat dan amonium seimbang.
Hal ini berhubungan dengan konstannya pH yang dapat mempengaruhi
penyerapan kedua bentuk sumber nitrogen tersebut. Bentuk yang berbeda dari
kedua sumber nitrogen yaitu nitrat sebagai anion dan amonium sebagai kation
akan menyebabkan terjadinya mekanisme interaksi yang positif dalam penyerapan
nitrogen.
Komponen Aktif Spirulina platensis
Menurut Simbala (2009), analisis fitokimia merupakan uji pendahuluan
untuk mengetahui keberadaan senyawa kimia spesifik seperti alkaloid, flavonoid,
steroid, saponin, dan triterpenoid. Uji ini sangat bermanfaat untuk memberikan
informasi mengenai senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan. Foto hasil uji
fitokimia dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan hasil pengujian fitokimia
biomassa kering S. platensis dapat dilihat pada Tabel 2.
W
R
Gambar 3 Hasil uji fitokimia (W=Walne dan R=media Pupuk RI1+Urea).
Tabel 2 Hasil uji fitokimia biomassa kering kering S. platensis
S. platensis
Hasil Uji Kualitatif
Media Walne
Hasil
Alkaloid
Pereaksi
Dragendorf
(+)
Pereaksi Meyer
(–)
Pereaksi Wagner
(–)
Keterangan
Endapan merah
jingga
Tidak terbentuk
endapan
Tidak terbentuk
endapan
Perubahan warna
merah menjadi hijau
kebiruan
Media Pupuk RI1+Urea
Hasil
(+)
(–)
(–)
Steroid
(+)
(+)
Flavonoid
(+)
Terbentuk warna
merah pada lapisan
amil alkohol
(–)
Saponin
(+)
Terbentuk busa
(+)
Keterangan
Endapan merah
jingga
Tidak terbentuk
endapan
Tidak terbentuk
endapan
Perubahan warna
merah menjadi
hijau kebiruan
Tidak terbentuk
warna merah
pada lapisan amil
alkohol
Terbentuk busa
11
Alkaloid
Kandungan alkaloid secara kualitatif tidak berbeda pada S. platensis yang
dikultivasi dalam media Walne dan pupuk RI1+Urea. Pereaksi Dragendorf pada
penelitian ini menunjukkan nilai positif untuk kedua sampel ditandai dengan
terbentuknya endapan merah jingga, sedangkan untuk pereaksi Meyer dan
Wagner menunjukkan hasil negatif. Salah satu pereaksi saja yang menunjukkan
positif sudah dapat dikatakan bahwa sampel mengandung alkaloid. Hal ini diduga
bahwa sintesis alkaloid berkaitan dengan nitrogen dimana kandungan N yang
terdapat pada kedua media mencukupi untuk metabolisme sekunder alkaloid pada
taraf yang sama. Suradikusumah (1989) menyatakan bahwa kadar alkaloid
ditentukan oleh tersedianya ion nitrat yang cukup.
Wijatmoko (2008) melaporkan uji kualitatif yang sering digunakan untuk
mengetahui adanya senyawa alkaloid adalah menggunakan pereaksi pengendapan.
Senyawa alkaloid mengandung atom nitrogen yang memiliki pasangan elektron
bebas. Elektron bebas ini akan disumbangkan pada atom logam berat membentuk
senyawa kompleks dengan gugus yang mengandung atom nitrogen sebagai
ligannya. Senyawa kompleks ini tidak larut (mengendap) dan memberikan warna
sesuai dengan pereaksi yang digunakan.
Alkaloid memiliki kegunaan dalam bidang medis, antara lain sebagai
analgetika dan narkotika, mengubah kerja jantung, penurun tekanan darah, obat
asma, sebagai antimalari, stimulan uterus, dan anastesi lokal (Sirait 2007).
Nassel (2008) menyatakan banyak senyawa alkaloid yang mempunyai aktivitas
farmakologis yang penting seperti d-tubocurarin sebagai relaksasi otot dalam
anastesi, reserpin sebagai antihipertensi dan obat psikotropik.
Triterpenoid/Steroid
Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat kelompok senyawa, yaitu triterpen
sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (cardiac glycoside). Beberapa
triterpen dikenal dengan rasanya, terutama rasa pahit (Sirait 2007). Identifikasi
steroid pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji LiebermanBurchard (anhidra asetat-H2SO4 pekat). Hasil penelitian menunjukkan nilai
positif untuk kedua sampel ditandai dengan adanya perubahan warna dari merah
menjadi hijau atau biru.
Sari (2011) menyatakan bahwa triterpenoid merupakan senyawa aktif yang
dapat berfungsi sebagai antioksidan, sehingga dapat menangkap radikal bebas
sebagai salah satu penyebab timbulnya penyakit hipertensi. Lu et al. (2010) juga
menyatakan bahwa banyak penelitian tentang senyawa triterpenoid terhadap
fungsi fisiologis, salah satunya adalah sebagai antihipertensi.
Flavonoid
Senyawa flavonoid merupakan golongan senyawa fenol yang dihasilkan
dari metabolisme sekunder pada tanaman (Respatie 2007). Warna merah, kuning
atau jingga yang terbentuk di lapisan amil alkohol pada uji fitokimia
menunjukkan adanya kandungan flavonoid. Hasil penelitian menunjukkan nilai
positif untuk sampel S. platensis yang dikultivasi dengan menggunakan media
Walne, sedangkan dengan media Pupuk RI1+Urea menunjukkan hasil negatif.
Hal ini diduga akibat penambahan urea dalam media organik (RI1). Menurut
12
Amanatin dan Nurhidayati (2013), Spirulina sp. perlakuan dengan konsentrasi
nitrogen yang tinggi (pupuk Urea lebih dari 100 ppm) mengalami penghambatan
pada proses biosintesisnya karena kultur melebihi batas maksimum penggunaan
nutrien dari medium oleh sel.
Menurut Nugrahaningtyas et al. (2005), beberapa flavonoid dalam makanan
mempunyai efek antihipertensi. Secara umum penelitian lain memperlihatkan
bahwa senyawa aktif antihipertensi berasal dari golongan flavonoid, diantaranya
flavan-3-ol dan prosianidin (Actis-Goretta et al. 2003). Selain itu, flavonoid
berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau
melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida
(mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut
aglikon (Redha 2010).
Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol. Glikosida adalah suatu
kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Glikon
bersifat mudah larut dalam air dan glikosida-glikosida mempunyai tegangan
permukaan yang kuat.Adanya saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan
pembentukan busa yang mantap saat ekstraksi suatu bahan (Harborne 1987).
Hasil penelitian menunjukkan nilai positif terhadap kedua sampel yang diujikan.
Menurut Sudheendra et al. (2009), beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba. Jenis saponin dan turunannya yang berasal dari daun-daunan pada
tanaman kebun, digunakan untuk mengobati penyakit jantung. Saponin akan
memperkuat kontraksi otot jantung, sehingga dapat bekerja lebih efisien pada
penderita serangan jantung.
Saponin dapat dimanfaatkan sebagai antihipertensi. Selain itu, saponin juga
memiliki aktivitas antimikroba, merangsang sistem imun dan mengatur tekanan
darah (Astawan dan Kasih 2008). Saponin digunakan sebagai obat untuk
hiperkolesterolemia, hiperglikemia, antioksidan, antikanker, dan antiinflamasi.
Pada tanaman, saponin diketahui memiliki aktivitas kardiotonik dan antibakteri
(Sermakkani dan Thangapandian 2010).
Kadar Total Flavonoid
Penentuan flavonoid total berdasarkan pembentukan kompleks antara
flavonoid dan AlCl3. Alumunium Klorida membentuk kompleks yang stabil
dengan gugus keto C4 dan gugus hidroksil dari C3 atau C5 pada flavon dan
flavonol. Banyaknya kompleks yang terbentuk diketahui dari hasil pengukuran
spektrofotometer UV-Vis (Umar 2008). Semakin banyak kandungan senyawa
flavonoid dalam suatu sampel, maka secara visual warna kuning yang terbentuk
akan semakin pekat.
Spirulina platensis yang dikutivasi dengan media Walne menghasilkan
kadar total flavonoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan media pupuk
RI1+Urea yakni sebesar 1,264%. Hal ini menunjukkan bahwa nutrien media
mempengaruhi kandungan flavonoid kultivasi S. platensis. Chew et al. (2004)
menyatakan bahwa asal contoh yang berbeda memiliki pengaruh yang dominan
terhadap variasi kandungan kimia contoh. Hasil analisis kadar flavonoid dari
13
kedua sampel dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kadar total flavonoid biomassa kering kering S. platensis
Sampel
S. platensis (Walne)
S. platensis (Pupuk RI1+Urea)
% (b/b)
1,264
0,873
Metode pengujian juga diduga memberikan pengaruh terhadap hasil kadar
total flavonoid. Wahyuningrum (2006) menyatakan flavonoid total yang terukur
merupakan sumbangan dari golongan flavon dan flavonol yang terdapat pada
ekstrak, karena hanya kedua kelompok inilah yang mampu membentuk kompleks
stabil dengan AlCl3. Apak et al. (2007) juga menyatakan bahwa metode
pengujian menggunakan AlCl3 hanya dapat membentuk kompleks beberapa
kelompok dari flavonoid seperti flavon (krisin, apigenin, luteolin) dan flavonol
(kuersetin, minisetin, mosin, nitin), tapi tidak dapat membentuk kompleks
golongan flavanon dan flavanonol.
Standar flavonoid yang digunakan dalam uji kandungan total flavonoid ini
adalah kuersetin. Kuersetin dipilih sebagai standar karena merupakan senyawa
flavonoid kuat golongan flavonol. Flavonol diketahui sebagai senyawa penciri
adanya flavonoid karena keberadaannya yang banyak tersebar dalam tumbuhan
(Julia 2011). Kuersetin merupakan salah satu senyawa flavonoid yang telah diuji
antihipertensi secara in vitro (Duarte et al. 2001). Struktur umum flavonoid dan
kuersetin dapat dilihat pada Gambar 4.
(a)
(b)
Gambar 4 Struktur umum (a) flavonoid dan (b) contoh flavonoid: kuersetin
(Wahyuningrum 2006).
Flavonoid banyak ditemukan pada tumbuhan, mengacu pada hasil metabolit
sekunder dari tumbuhan yang mempunyai struktur phenylbenzopyrone, biasa
dikenal dari aktivitas antioksidannya. Pada manusia flavonoid memiliki kegunaan
sebagai antioksidan, antikanker, antialergi, dan antivirus. Flavonoid juga sangat
efektif dalam mengikat radikal bebas dari hidroksil dan peroksil sehingga dapat
mencegah penyakit kanker dan jantung (Respatie 2007).
Aktivitas Antioksidan Spirulina platensis
Senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa yang mampu
mencegah atau menghambat radikal bebas yang menyebabkan kerusakan pada sel
14
tubuh (Christiana et al. 2008). Prinsip dasar pengukuran aktivitas antioksidan
adalah mengevaluasi adanya aktivitas penghambatan proses oksidasi oleh
senyawa antioksidan yang terdapat dalam bahan pangan atau ekstrak bahan alam
(Aryudhani 2007). Pengukuran aktivitas antioksidan sangat diperlukan untuk
mengetahui kualitas antioksidan dan ketahanan produk selama proses pengolahan
dan penyimpanan, serta implikasinya ke jaringan tubuh (Arinanti et al. 2006).
Menurut Molyneux (2004), pengujian antioksidan dengan DPPH merupakan salah
satu metode yang sederhana dengan menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl
sebagai senyawa pendeteksi. Struktur molekul dari DPPH dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5 Struktur molekul DPPH (Sumber: Molyneux 2004).
Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan
prinsip spektrofotometri. Senyawa DPPH (dalam metanol) berwarna ungu tua
terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 517 nm. Metanol dipilih
sebagai pelarut karena dapat melarutkan kristal. Suatu senyawa dapat dikatakan
memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan
atom hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH membentuk DPPH tereduksi,
ditandai dengan semakin hilangnya warna ungu (menjadi kuning pucat)
(Molyneux 2004). Hasil pengukuran aktivitas antioksidan terhadap biomassa
kering Spirulina platensis dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.
% Penangkapan DPPH radikal
40
y = 0.029x + 4.619
R² = 0.9673
35
30
25
20
15
10
5
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Konsentrasi (ppm)
Gambar 6 Aktivitas antioksidan biomassa kering S. platensis (Walne).
15
% PenangkapanDPPH radikal
40
35
30
y = 0.0226x + 2.0121
R² = 0.969
25
20
15
10
5
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Konsterasi (ppm)
Gambar 7 Aktivitas antioksidan biomassa kering S. platensis (Pupuk RI1+Urea).
Hasil uji menunjukkan bahwa peningkatan daya hambat S. platensis pada
kedua media terhadap radikal bebas, berbanding lurus dengan konsentrasi (ppm),
dimana nilai R2 menggambarkan korelasi antara konsentrasi dan persentase
inhibisi. Nilai R2 hasil penelitian menunjukkan korelasi cukup kuat antara
konsentrasi biomassa kering S. platensis dan persentase penangkapan DPPH
radikal dimana konsentrasi 1000 ppm S. platensis yang dikultivasi dengan media
Walne mampu menghambat 35,09% DPPH radikal, sedangkan pada pupuk
RI1+Urea 25,33%.
Nilai IC50 merupakan besarnya konsentrasi yang dapat menghambat
aktivitas radikal bebas sebanyak 50%. Nilai IC50 aktivitas antioksidan S. platensis
yang dikultivasi dalam media Walne dan pupuk R1+Urea disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai IC50 aktivitas antioksidan S. platensis
Sampel
Nilai IC50 (ppm)
S. platensis (Walne)
1584,86
S. platensis
(Pupuk RI1+Urea)
1984,34
Semakin rendah nilai IC50 yang terukur maka semakin tinggi aktivitas
antioksidannya. Aktivitas antioksidan dikatakan sangat kuat bila nilai IC50 kurang
dari 50 ppm dan dikatakan lemah bila nilai IC50 lebih dari 200 ppm
(Molyneux 2004). Aktivitas antioksidan yang diekspresikan dengan nilai IC50
(Tabel 4) menunjukkan bahwa S. platensis yang dikultivasi menggunakan Walne
memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan S. platensis yang
dikultivasi menggunakan pupuk RI1+Urea. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dikatakan bahwa S. platensis yang dikultivasi pada media Walne dan pupuk
RI1+Urea memiliki aktivitas antioksidan namun tergolong rendah. Hal ini diduga
karena tidak dilakukan ekstraksi terlebih dahulu pada saat dianalisis.
Fu et al. (2011) menyatakan bahwa aktivitas suatu bahan tergantung pada
beberapa faktor, seperti sistem uji dan tidak dapat dijelaskan hanya dengan
16
menggunakan satu metode saja.
Hasil penelitian (Tabel 4) menunjukkan S. platensis yang dikultur dalam
media Walne memiliki nilai IC50 yang lebih tinggi dibandingkan dalam pupuk
RI1+Urea.
Hal ini diduga komponen antioksidan yang dihasilkan oleh
S. platensis yang dikultivasi dalam Walne berbeda dengan pupuk RI1+Urea.
Barus (2013) melaporkan bahwa peningkatan komponen-komponen antioksidan
berkorelasi dengan peningkatan jumlah sel kultur. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan dimana S. platensis yang dikultivasi menggunakan
media Walne menghasilkan biomassa yang lebih banyak (Tabel 1).
Adanya aktivitas antioksidan didukung dengan hasil analisis komponen
aktif, dimana S. platensis yang dikultivasi menggunakan media Walne
mengandung flavonoid. Pieta (2000) menyatakan bahwa senyawa flavonoid
sangat berperan dalam aktivitas antioksidan karena flavonoid bekerja dengan
memerangkap radikal bebas dan ROS seperti radikal anion superoksida dan
radikal bebas hidroksil. Menurut Andayani et al. (2008), golongan flavonoid
yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin,
dan kalkon.
Flavonoid merupakan bagian penting dari diet manusia karena banyak
manfaatnya bagi kesehatan. Manfaat kebanyakan flavonoid dalam tubuh manusia
adalah sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker.
Manfaat lain flavonoid adalah untuk melindungi struktur sel, memiliki hubungan
sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin C), anti inflamasi,
mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik (Harbone 1987).
Antioksidan memiliki peran penting bagi kesehatan, khususnya untuk
menurunkan tekanan darah. Hasil penelitian Liputo et al. (2008) menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tekanan darah sistolik dan diastolik
baik sebelum dan sesudah pemberian diet tinggi antioksidan. Poliphenol seperti
pada flavonoid berkaitan dengan aktivitas antioksidan kuat, hambatan agregasi
platelet, dan fungsi endotelial sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
Potensi Antihipertensi Spirulina platensis Secara In Vitro
Hipertensi terjadi ketika volume darah meningkat dan atau saluran darah
menyempit, sehingga membuat jantung memompa lebih keras untuk menyuplai
oksigen dan nutrisi kepada setiap sel didalam tubuh. Hipertensi merupakan suatu
kondisi saat nilai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik
≥ 90 mmHg (Garnadi 2012). Pemilihan obat-obatan hipertensi saat ini telah
banyak mengalami perubahan karena perlu mempertimbangkan efek samping
yang ditimbulkan, pemakaian jangka panjang, dan nilai ekonomisnya.
Wibowo et al. (2009) menyatakan bahwa dibandingkan dengan obat-obatan
modern, obat herbal memiliki beberapa kelebihan antara lain efek sampingnya
relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek
saling mendukung, serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeneratif.
Potensi antihipertensi pada S. platensis secara in vitro diuji dengan
menggunakan usus halus kelinci. Usus halus atau intestinum minor adalah bagian
dari saluran pencernaan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada secum,
17
terletak dalam rongga abdomen dan dikelilingi oleh usus besar. Usus halus terdiri
dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan
usus penyerapan (ileum) (Niman 2013).
Penggunaan usus halus dalam penelitian ini karena proses pencernaan
terbesar dan penyerapan lebih kurang 85% dari se
SECARA IN VITRO
PUTRIANA SARI SIRAIT
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwaskripsi berjudul Potensi Spirulina
platensis Sebagai Antihipertensi Secara In Vitro adalah benarkarya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutipdari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Putriana Sari Sirait
NIM C34090023
ABSTRAK
PUTRIANA SARI SIRAIT. Potensi Spirulina platensis Sebagai
Antihipertensi Secara In Vitro. Dibimbing oleh IRIANI SETYANINGSIH dan
MIN RAHMINIWATI.
Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberkulosis di Indonesia. Mikroalga Spirulina platensis memiliki kandungan
senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai sediaan obat alami untuk
mengurangi resiko hipertensi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengoptimalkan
produksi S. platensis sebagai bahan baku pangan fungsional terutama sebagai
suplemen untuk mengurangi resiko hipertensi. Spirulina platensis dikultivasi
selama satu minggu dalam media Walne dan RI1+Urea. Spirulina platensis yang
dikultivasi dengan media Walne menghasilkan biomassa kering sebesar 7,81 gram,
lebih tinggi jika dibandingkan hasil kultivasi dengan media RI1+Urea. Komponen
aktif yang terkandung pada kedua kultur S. platensis adalah golongan alkaloid,
steroid, dan saponin. Flavonoid hanya ditemukan pada S. platensis hasil kultivasi
dalam media pupuk Walne dan didapatkan kandungan total flavonoid sebesar
1,264% (b/b). Kedua kultur S. platensis memiliki aktivitas antioksidan namun
tergolong rendah dimana nilai IC50 sebesar 1584,86 ppm pada media Walne dan
1984,34 ppm pada pupuk RI1+Urea. Uji potensi antihipertensi secara in vitro
menunjukkan bahwa ekstrak S. platensis 4000 ppm berpotensi sebagai
antihipertensi.
Kata kunci: antioksidan, fitokimia, flavonoid, hipertensi, ileum.
ABSTRACT
PUTRIANA
SARI
SIRAIT.
Antihypertensive
Potential
of
Spirulina platensis in Vitro. Supervised by IRIANI SETYANINGSIH and MIN
RAHMINIWATI.
Hypertension is the number three cause of death after stroke and
tuberculosis in Indonesia. Microalgae Spirulina platensis contains secondary
metabolites that have the potential effect to reduce the risk of hypertension. The
purpose of this research was optimalization of S. platensis production as
neutraceutical. Spirulina platensis was cultivated on 1 week in Walne and
Urea+RI1medium. Spirulina platensis which cultivated with Walne medium
produced dried biomass of 7.81 g, which is higher when compared with the
cultivation results of RI1+Urea medium. Alkaloids, steroids, and saponins were
the chemical constituents of S. platensis in both cultivation medium. Flavonoids
are found only in S. platensis cultivation results in Walne medium with total
flavonoid content of 1.264% (w/w). Spirulina platensis both cultivation medium
has antioxidant activity but relatively low with IC50 values 1584,86 ppm in Walne
medium and 1984,34 ppm RI1+Urea fertilizer. Extract of S. platensis 4000 ppm
showed antihypertensive potential in vitro.
Keywords: antioxidants, flavonoids, hypertension, ileum, phytochemicals.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruhkarya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
POTENSI Spirulina platensis SEBAGAI ANTIHIPERTENSI
SECARA IN VITRO
PUTRIANA SARI SIRAIT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Potensi Spirulina platensis Sebagai Antihipertensi Secara In Vitro
Nama
: Putriana Sari Sirait
NIM
: C34090023
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS
Pembimbing I
drh Min Rahminiwati, MS, Ph.D
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, M. Si
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
karuniaNya yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
yang berjudul Potensi Spirulina platensis Sebagai Antihipertensi Secara In Vitro.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitan, terutama kepada:
1 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS dan drh Min Rahminiwati, MS, Ph.D selaku
dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan
skripsi.
2 Dr Desniar, S.Pi, M. Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran
dan kritik untuk perbaikan skripsi ini serta selaku wakil ketua program studi
yang telah mewakili departemen pada saat ujian dan saran perbaikan.
3 Prof Dr Ir Joko Santoso, M. Si selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4 Ayah Drs M. Sirait, Ibu Ir GF. Pasaribu, dan adik Rani Beatrix Sirait yang
telah memberikan kasih sayang dan semangat yang luar biasa.
5 Mazmur, kakak-kakak Biotek2, dan THP46 atas kebersamaan dan semangat
yang diberikan dalam penyelesaian skripsi.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang memerlukannya.
Bogor, September 2014
Putriana Sari Sirait
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ....................................................................................... 2
Perumusan Masalah ................................................................................ 2
Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
Manfaat Penelitian .................................................................................. 2
Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 2
METODE PENELITIAN ................................................................................. 2
Bahan Penelitian .................................................................................... 3
Alat Penelitian ....................................................................................... 3
Prosedur Penelitian ................................................................................ 3
Kultivasi Spriulina platensis ........................................................... 4
Pemanenan dan Pengeringan ........................................................... 5
Ekstraksi .......................................................................................... 5
Prosedur Analisis ................................................................................... 5
Analisis Komponen Aktif ................................................................ 5
Analisis Kandungan Flavonoid Secara Kuantitatif ......................... 6
Uji Antioksidan dengan Metode DPPH........................................... 6
Uji Potensi Antihipertensi dengan Ileum Kelinci Secara In Vitro .. 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 7
Pertumbuhan dan Biomassa Spirulina platensis..................................... 7
Komponen Aktif Spirulina platensis .................................................... 10
Kadar Total Flavonoid .......................................................................... 12
Aktivitas Antioksidan Spirulina platensis ............................................ 13
Potensi Antihipertensi Spirulina platensis Secara In Vitro .................. 16
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 21
LAMPIRAN ................................................................................................... 26
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 35
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Biomassa basah dan biomassa kering S. platensis...................................
Penapisan fitokimia biomassa kering kering S. platensis........................
Kadar flavonoid biomassa kering kering S. platensis..............................
Nilai IC50 aktivitas antioksidan S. platensis..............................................
9
10
13
15
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian..............................................................
2 Kurva pertumbuhan S. platensis dengan media Walne dan RI1+Urea..
3 Foto hasil uji fitokimia............................................................................
4 Struktur umum flavonoid dan contoh flavonoid: kuersetin....................
5 Struktur molekul DPPH..........................................................................
6 Aktivitas antioksidan biomassa kering S. platensis (Walne)..................
7 Aktivitas antioksidan biomassa kering S. platensis (RI1+Urea)............
8 Persentase inhibisi frekuensi ekstrak, aquades dan asetilkolin...............
9 Persentase inhibisi frekuensi ekstrak, aquades dan asetilkolin...............
10 Grafik pergerakan usus halus dengan ekstrak S. platensis 4000 ppm…
11 Grafik pergerakan usus halus dengan asetilkolin 1000 ppm………......
4
8
10
13
14
14
15
17
18
18
19
DAFTAR LAMPIRAN
Media pertumbuhan Spirulina platensis.................................................
Persiapan air untuk media kultivasi........................................................
Foto hasil kultivasi Spirulina platensis...................................................
Kurva Ln pertumbuhan Spirulina platensis..........................................
Kurva standar kuersetin dan data kadar flavonoid .................................
Data kurva antioksidan Spirulina platensis.............................................
Komposisi larutan Tyrode.......................................................................
Data persentase inhibisi frekuensi ekstrak, aquades dan
asetilkolin................................................................................................
9 Data persentase inhibisi amplitudo ekstrak, aquades dan
asetilkolin...............................................................................................
1
2
3
4
5
6
7
8
28
29
30
31
32
33
34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Spirulina merupakan salah satu alga hijau biru yang dapat dikultivasi.
Mikroalga ini memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat menangkap radikal
bebas sebagai salah satu penyebab timbulnya penyakit hipertensi. Penelitian yang
dilakukan oleh Wang et al. (2007) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dari
Spirulina platensis dapat terjadi karena kontribusi komponen flavonoid,
β carotene, vitamin A, dan α tocopherol. Kandungan flavonoid pada ekstrak
S. platensis 85,1 g/kg, kandungan β carotene sebesar 77,8 g/kg, kandungan
vitamin A sebesar 113,2 g/kg, dan kandungan α tocopherol sebesar 3,4 g/kg.
Penelitian yang dilakukan oleh Lu et al. (2010) menunjukkan bahwa S. platensis
memiliki potensi untuk digunakan dalam pencegahan dan pengobatan hipertensi.
Hipertensi menduduki peringkat ketiga dari penyebab kematian utama di
Indonesia untuk semua umur (6,8%), setelah stroke (15,4%) dan tuberkulosis
(7,5%) (Depkes 2008). Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana nilai tekanan
darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
(Garnadi 2012). Beberapa penyebab munculnya hipertensi antara lain penyakit
gagal ginjal, kelainan endokrin, asupan garam terlalu tinggi, stres atau salah
pemakaian obat (Iskandar 2007).
Saat ini banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui potensi obat
antihipertensi dari tanaman obat. Secara empiris, beberapa tanaman obat yang
pernah digunakan untuk menurunkan tekanan darah adalah buah mengkudu,
seledri, bawang putih, jamur, pegagan, tempuyung, rumput laut hitam, belimbing,
bawang bombay, sambiloto, dan patikan kebo (Wijayakusuma 2005). Pengobatan
menggunakan tanaman obat membutuhkan banyak biomassa dan waktu tumbuh
yang lama, serta dapat mengganggu kelestarian alam jika dieksploitasi secara
berlebihan, sehingga diperlukan inovasi yang efektif dan efisien sebagai solusi
terhadap permasalahan tersebut. Inovasi yang dapat dikembangkan antara lain
memanfaatkan mikroorganisme yang dapat dikultivasi, tidak tergantung musim
dan dapat menghasilkan biomassa yang banyak. Salah satu jenis mikroalga yang
dapat dikembangkan adalah Spirulina.
Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor
biologi (konsentrasi biomassa) dan variabel fisika-kimia (pH, suhu, iradiasi dan
nutrien) (Olguin et al. 2001). Nutrien merupakan faktor yang sangat penting
untuk pertumbuhan dan komposisi biokimia mikroalga. Kondisi nutrien yang
optimum akan menghasilkan nilai produktivitas kultivasi mikroalga yang tinggi
disertai kualitas biomasa yang baik.
Nutrien dalam media berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga dan
komposisi kimiawi.Mikroalga termasuk Spirulina sp. dapat ditumbuhkan dalam
media MT, KT, Walne, dan Zarrouk. Hasil penelitian Surbakti (2013)
menunjukkan bahwa S. platensis yang dikultivasi dalam media MT selain
memiliki komponen aktif berupa alkaloid, steroid, saponin,dan fenol hidrokuinon
juga memiliki aktivitas antioksidan. Komponen aktif dan antioksidan merupakan
senyawa yang berperan dalam penurunan hipertensi. Namun, belum diketahui
potensi S. platensis sebagai antihipertensi. Berdasarkan hal tersebut maka diteliti
2
potensi antihipertensi dari S. platensis secara in vitro dengan menggunakan usus
halus kelinci terisolasi.
Perumusan Masalah
Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberkulosis di Indonesia. Tanaman obat dapat digunakan untuk menurunkan
hipertensi. Salah satu komponen kimiawi yang berperan dalam menurunkan
hipertensi adalah flavonoid. Spirulina platensis memiliki kandungan flavonoid
yang bekerja sebagai antioksidan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat
alami untuk mengurangi resiko hipertensi. Spirulina platensis mudah dikultivasi
dalam media dan dapat menghasilkan biomassa yang banyak dengan pertumbuhan
yang cepat. Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara
lain nutrien. Namun belum diketahui aktivitas antihipertensi S. platensis yang
ditumbuhkan dalam media yang berbeda.
Tujuan Penelitian
1
2
Tujuan umum dari penelitian ini adalah:
Menentukan pola pertumbuhan, komponen aktif, dan mengukur aktivitas
antioksidan S. platensis yang ditumbuhkan dalam media yang berbeda.
Menentukan potensi antihipertensi dari S. platensis secara in vitro pada
beberapa konsentrasi.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai ekonomis dari
S. platensis yang dapat dikultivasi in-door melalui media anorganik maupun
organik, serta memberikan informasi komponen aktif dan aktivitas antioksidan,
yang berpotensi sebagai antihipertensi.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah kultivasi mikroalga S. platensis, uji
fitokimia, kandungan total flavonoid, dan uji antioksidan serta uji potensi
antihipertensi dengan usus halus kelinci terisolasi secara in vitro.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2013 sampai dengan Januari
2014. Kultivasi Spirulina platensis dan uji antioksidan dengan metode DPPH
3
(1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil
Perairan 2, Departemen Teknologi Hasil Perairan FPIK-IPB. Uji fitokimia
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi
Hasil Perairan FPIK-IPB. Analisis kandungan flavonoid secara kuantitatif
dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka IPB dan uji potensi antihipertensi dengan
usus halus kelinci secara in vitro di Laboratorium Farmakologi, FKH-IPB serta
proses freeze drying dilakukan di Pusat Antar Universitas (PAU), IPB. Proses
evaporasi dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, FMIPA-IPB.
Bahan Penelitian
Bahan-bahan kultivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
inokulum S. platensis, media pertumbuhan S. platensis (Lampiran 1), dan air
untuk media kultivasi (Lampiran 2). Bahan untuk analisis komponen aktif
meliputi pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, kloroform,
asetat anhidrat, Mg powder, amil alkohol, alkohol, air panas, etanol, FeCl3, H2SO4,
NaOH 40%, H3BO3, bromcherosol green-methyl red dan n-heksana; uji
antioksidan menggunakan biomassa kering DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)
radikal dan metanol pro analysis. Bahan untuk uji potensi antihipertensi secara in
vitro digunakan usus halus dari kelinci jantan dewasa, larutan Tyrode, asetilkolin
1000 ppm dan ekstrak S. platensis dengan berbagai konsentrasi (ppm).
Alat Penelitian
Alat yang digunakan untuk kultivasi terdiri dari: toples kaca 3 L, toples
plastik 15 L, tube light (TL) Philips 40 Watt, lemari es, nylon dengan ukuran
lubang 30, timbangan digital (Sartorius TF 502s) dan spektrofotometer UV-VIS
(OPTIMA SP-300). Alat yang digunakan untuk pengeringan yaitu cawan dan
freeze dryer (Edwards E2M8 34082). Alat untuk uji potensi antihipertensi secara
in vitro meliputi pisau, gunting bedah, benang, jarum, pencapit, organbath,
aerator, selang aerasi, termometer, ADinstrument, cawan petri, gelas beker, dan
alat gelas lainnya.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap. Tahap pertama dilakukan
kultivasi Spirulina platensis pada media Walne dan pupuk RI1+Urea. Tahap
kedua pemanenan biomassa S. platensis dan tahap ketiga pengeringan untuk
memperoleh biomassa kering. Analisis yang dilakukan terhadap biomassa kering
S. platensis meliputi: 1) uji antioksidan dengan metode 1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl (DPPH), 2) uji fitokimia (Harborne 1987), 3) analisis kandungan
flavonoid secara kuantitatif (Nobre et al. 2005). Tahap keempat adalah ekstraksi
dari biomassa kering yang terpilih berdasarkan hasil analisis yang dilakukan. Uji
potensi antihipertensi dilakukan menggunakan usus halus kelinci secara in vitro.
Secara umum tahapan penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
4
Inokulum S. platensis
Kurva
Pertumbuhan
Kultivasi (media Walne dan pupuk RI1+Urea)
Pemanenan pada umur 7 hari
Penyaringan dengan nylon (ukuran lubang 30 mikron)
Biomassa sel
Pengeringan
Biomassa kering S. platensis
Uji
fitokimia
Analisis
kandungan total
flavonoid
Uji
Antioksidan
DPPH
Biomassa kering terpilih
terbaik
Ekstraksi 3 x 24 jam
Pelarut metanol (1:10)
Ekstrak
Uji potensi antihipertensi in vitro dilakukan
menggunakan usus halus kelinci terisolasi
(1000 ppm, 2000 ppm, dan 4000 ppm)
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian.
Kultivasi Spirulina platensis
Kultivasi S. platensis dilakukan menggunakan media Walne dan pupuk
RI1+Urea selama 7 hari.
Bibit S. platensis dipersiapkan dengan cara
ditumbuhkan pada media Walne di dalam toples kaca sebanyak 2 L selama 7 hari.
Kultur diperbesar dengan cara menginokulasikan bibit 10% (v/v) pada media
5
Walne dan pupuk RI1+Urea dalam toples plastik berkapasitas maksimal 15 L.
Setiap hari dilakukan sampling kultur untuk mengukur nilai Optical Density (OD)
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 670 nm,
selanjutnya dibuat kurva pertumbuhan.
Pemanenan dan Pengeringan
Kultur S. platensis yang dipanen, selanjutnya diendapkan terlebih dahulu
dengan cara mematikan aerasi. Pemanenan dilakukan dengan penyaringan
menggunakan nylon dengan ukuran lubang 30 mikron. Biomassa basah kemudian
ditimbang lalu dikeringkan menggunakan freeze dryer (Edwards E2M8 34082).
Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan pada biomassa kering S. platensis yang dikultivasi
dalam Walne (biomassa terpilih). Sampel S. platensis kering sebanyak 3 gram
dimaserasi menggunakan pelarut metanol pro analysis 30 mL selama 3 x 24 jam.
Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring
(Whattman 42) sehingga didapat filtrat dan residu. Filtrat ekstrak metanol yang
diperoleh dievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator (Heidolph VV
2000).
Prosedur Analisis
Analisis Komponen Aktif (Harborne 1987)
Pengujian komponen aktif atau fitokimia dilakukan pada biomassa kering
S. platensis yang meliputi uji alkaloid, uji steroid, uji flavonoid, dan uji saponin.
1) Uji Alkaloid
Sampel sebanyak 0,1 g ditambah empat puluh tetes H2SO4 2 N dikocok dan
diendapkan. Sampel tersebut dibagi menjadi tiga bagian lalu diuji dengan tiga
pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer dan pereaksi
Wagner masing-masing tiga tetes. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan
terbentuk endapan merah jinggapereaksi Dragendorff, endapan putih kuning
dengan pereaksi Meyer, dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner.
2) Uji Steroid
Sampel sebanyak 0,1 g ditambah dua puluh tetes kloroform, lima tetes asetat
anhidrat, dan satu tetes H2SO4 pekat. Hasil uji dinyatakan positif apabila terjadi
perubahan warna dari merah menjadi hijau atau biru.
3) Uji Flavonoid
Sampel sebanyak 0,1 g ditambahkan 0,05 Mg powder, delapan tetes amil
alkohol serta dua belas tetes alkohol. Terbentuknya lapisan merah atau jingga di
antara Mg dan alkohol menunjukkan reaksi positif.
4) Uji Saponin
Sampel sebanyak 0,1 g ditambahkan 10-15 tetes air panas, lalu dikocok.
Apabila terbentuk busa dalam waktu kurang lebih sepuluh menit, tambahkan satu
tetes HCl 2 N. Reaksi dinyatakan positif apabila busa yang terbentuk tidak hilang
setelah penambahan satu tetes HCl 2 N.
6
Analisis Kandungan Flavonoid Secara Kuantitatif (Nobre et al. 2005)
Biomassa kering sampel 200 mg dimasukkan ke dalam sistem hidrolisis
yang berupa 1,0 mL larutan heksametilenatetramina 0,5% (b/v), 20 mL aseton,
dan 2 mL HCl 25% dalam labu bulat, direfluks selama 30 menit. Filtrat hasil
hidrolisis disaring menggunakan kapas ke dalam labu takar 100 mL, residu
ditambah 20 mL aseton dan dihidrolisis kembali selama 30 menit. Filtrat
digabungkan, residu ditambah 20 mL aseton dan dihidrolisis kembali.Filtrat
digabungkan kembali dan ditera dengan aseton.
Filtrat sebanyak 20 mL dan 20 mL akuades dimasukkan ke dalam corong
pisah, kemudian diekstraksi menggunakan etil asetat (ekstraksi pertama dengan
15 mL etil asetat, ekstraksi kedua dan ketiga masing-masing dengan10 mL).
Fraksi etil asetat dikumpulkan dalam labu takar 50 mL dan ditera dengan etil
asetat. Larutan tersebut diambil 10 mL lalu dimasukkan ke dalam labu takar 25
mL, direaksikan dengan 1 mL AlCl3 2% (b/v), dan ditera dengan larutan asam
asetat glasial dalam metanol 5% (v/v). Pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang 370,8 nm.
Uji Aktivitas Antioksidan Biomasa Kering S. platensis dengan DPPH
(Molyneux 2004)
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan pada sampel biomassa kering
S. platensis. Larutan stok sampel pada konsentrasi 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm,
800 ppm, dan 1000 ppm dibuat dengan cara melarutkan 0,025 g biomassa kering
S. platensis dalam metanol. Larutan stok DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)
dibuat tepat sebelum digunakan dengan melarutkan biomassa kering DPPH
radikal sebanyak 0,00394 g dalam metanol sebanyak 10 mL. Stok larutan DPPH
disimpan di dalam botol ekstrak yang telah dilapisi dengan aluminium foil untuk
mencegah bereaksinya DPPH dengan cahaya.
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil 2,25 mL larutan stok sampel
sesuai dengan deret konsentrasi kemudian ditambah larutan DPPH sebanyak
0,25 mL. Blanko dibuat dengan melarutkan 2,25 mL larutan metanol kemudian
ditambah dengan 0,25 mL larutan DPPH. Larutan yang telah divortex kemudian
diinkubasi dalam inkubator suhu 37 oC selama 30 menit agar DPPH bereaksi.
Setelah larutan diinkubasi, serapan larutan dibaca pada panjang gelombang
517 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sebagai blanko digunakan
metanol pro analysis. Aktivitas penangkapan radikal bebas dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Keterangan: AB = Absorbansi Blanko
AS = Absorbansi Sampel
Nilai IC50 diperoleh dari plot hubungan antara konsentrasi sampel sebagai
sumbu-x (absis) dan % aktivitas penangkapan DPPH radikal sebagai sumbu-y
(ordinat).
7
Uji Potensi Antihipertensi dengan Usus Halus Kelinci Terisolasi Secara
In Vitro (Kumar et al. 2011)
Uji potensi antihipertensi dilakukan pada ekstrak S. platensis yang
dikultivasi pada media Walne. Kelinci dieuthanasi dengan cara dipotong
lehernya. Bagian abdomen kelinci dibuka kemudian ususnya dikeluarkan dan
diambil bagian ileumnya untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri
besar yang berisi larutan tyrode bersuhu 37oC. Isi usus perlahan-lahan disemprot
keluar dengan syringe 20 cc yang berisi larutan tyrode 37oC, sampai bersih.
Kemudian usus halus diisolasi dan dipotong menjadi beberapa potongan (2-3 cm).
Potongan usus halus tersebut diikat dengan benang pada kedua ujungnya
(dilakukan dalam cawan petri yang berisi larutan tyrode 37oC). Salah satu ujung
potongan usus halus diikatkan pada ujung tabung aerator, sedangkan ujung
lainnya dikaitkan ke bagian kimograf yang berada diatasnya sehingga potongan
usus halus berada dalam keadaan direngang.
Uji potensi ini dilakukan tiga kali ulangan untuk setiap perlakuan, dimana
terdapat lima perlakuan yaitu konsentrasi ekstrak Spirulina platensis 1000 ppm,
2000 ppm, dan 4000 ppm, serta kontrol negatif yaitu aquades dan kontrol positif
yaitu asetilkolin. Pengamatan dilakukan selama 6 menit menggunakan alat
pencatat kimograf ADinstrument. Data yang diperoleh dalam uji ini berupa grafik
gelombang yang diterjemahkan dalam frekuensi dan amplitudo melalui software
ADinstrument. Data yang diambil berupa persentase inhibisi dari frekuensi dan
tinggi gelombang (amplitudo) kontraksi sebelum dan sesudah diberikan stimulasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan Biomassa Spirulina platensis
Pertumbuhan S. platensis ditunjukkan dengan pertambahan nilai OD
(optical density) dimana semakin tinggi nilai OD menunjukkan sel yang semakin
padat. Chrismadha (2006) menyatakan bahwa pola kepadatan sel S. platensis
dipengaruhi oleh faktor tumbuh yang diklasifikasikan sebagai faktor sumberdaya
dan faktor pendukung. Faktor sumberdaya terdiri atas sumberdaya yang secara
langsung dipergunakan oleh sel-sel alga untuk pertumbuhannya, seperti unsur
hara, cahaya, dan CO2. Faktor pendukung terdiri atas faktor lingkungan yang
mempengaruhi metabolisme dalam sel mikroalga, antara lain suhu dan pH.
Spirulina platensis pada penelitan ini dikultivasi pada dua media yang
berbeda yaitu Walne dan pupuk RI1+Urea (Lampiran 1). Kondisi nutrien yang
optimum sangat penting untuk mendapatkan nilai produktivitas kultivasi
mikroalga
yang
tinggi
disertai
kualitas
biomasa
yang
baik.
Widianingsih et al. (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan sel dipengaruhi oleh
ketersedian unsur utama dalam lingkungan kultur yaitu berupa C, H, O, N, P, K,
S, Ca, Fe, Mg, dan keberadaan unsur mikro nutrien. Komponen vitamin dalam
media yang dapat mempercepat pertumbuhan terutama Vitamin B12.
Spirulina platensis merupakan mikroalga yang tidak memiliki heterosis,
sehingga spesies ini tidak mampu memfiksasi nitrogen dari udara. Pemenuhan
nitrogennya sangat bergantung pada ketersediaannya dalam medium
8
(Surbakti 2013). Media Walne dan pupuk RI1+Urea mengandung nitrogen dalam
komposisi medium. Kurva pertumbuhan S. platensis disajikan pada Gambar 2.
0.9
0.8
Optical Density (OD)
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Umur kultur (hari)
Gambar 2 Kurva pertumbuhan S. platensis dengan media Walne (
pupuk RI1+Urea (
).
) dan
Kultur S. platensis yang diamati pada media Walne dan pupuk RI1+Urea
memiliki fase pertumbuhan yaitu fase logaritmik dan fase stationer, namun tidak
mengalami fase adaptasi. Menurut Setyaningsih et al. (2012), fase lag dapat tidak
terjadi bila umur bibit dan inokulum sama. Bila inokulum kultur yang digunakan
berada dalam fase logaritmik juga, pada umumnya inokulum tidak mengalami
masa adaptasi.
Adanya pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya jumlah sel dan
perubahan warna kultur. Pada awal kultivasi, kultur berwarna hijau muda dan
terlihat jernih. Setelah beberapa lama, kultur berwarna hijau tua dan terlihat
pekat. Aerasi diberikan terus menerus, dengan tujuan untuk menghindari
sedimentasi mikroalga, meratakan pencahayaan dan nutrien serta mencegah
stratifikasi suhu dan mempermudah pertukaran gas antara medium kultur dan
udara karena sumber karbon dalam bentuk CO2 digunakan untuk fotosintesa
(Setyaningsih et al.2012).
Pemanenan S. platensis dilakukan pada saat kultivasi mencapai puncak
populasi. Puncak populasi dapat diketahui dari perubahan warna pada media
kultivasi dan jumlah populasi berdasarkan pola pertumbuhan (Handayani 2002).
Spirulina platensis pada penelitian ini dikultivasi selama 7 hari menggunakan
media Walne dan media pupuk RI1+Urea (Lampiran 3). Umur 7 hari menjadi
dasar waktu pemanenan karena Suminto (2009); Hariyati (2008);
Utomo et al. (2005) melaporkan bahwa hari ketujuh merupakan fase perlambatan
(ekponensial akhir) dimana kepadatan maksimal Spirulina sp. tercapai.
Hasil penelitian Suminto (2009) menunjukkan bahwa S. platensis yang
dikultivasi dengan 3 media yang berbeda yaitu media Walne, TMRL dan Zarrouk,
ketiganya mengalami puncak populasi pada hari ke-7. Hariyati (2008) juga
melaporkan bahwa hari ketujuh merupakan fase perlambatan (eksponensial akhir),
9
dimana kepadatan maksimal Spirulina sp. yang dikultivasi dengan media Walne
dan EDTA tercapai. Hasil penelitian Utomo et al. (2005) menunjukkan bahwa
hari ke-7 merupakan puncak dari pertumbuhan populasi S. platensis yang
dikultivasi dengan kotoran ayam 300 ppm dan 350 ppm. Berkaitan dengan ini,
Surbakti (2013) menyatakan bahwa fase eksponensial akhir merupakan fase untuk
menghasilkan komponen bioaktif terbaik.
Pemanenan biomassa atau pemisahan biomassa dari kultur dilakukan
menggunakan filtrasi. Filtrasi dapat dilakukan untuk kultur dalam jumlah banyak.
Kelemahan sistem filtrasi ini adalah pori dari filter yang digunakan harus
disesuaikan dengan ukuran mikroalga (Setyaningsih et al. 2009).
Spirulina platensis memiliki filamen berbentuk spiral dengan diameter 20-100
mikron. Oleh karena itu, S. platensis hasil kultivasi pada penelitian ini difiltrasi
menggunakan nylon (dengan ukuran lubang 30 mikron).
Setelah filtrasi, tahap selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan
S. platensis pada penelitian ini menggunakan freeze dryer. Pemilihan metode
pengeringan dilakukan untuk menjaga komponen bioaktif bahan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Andersen dan Markham (2006) bahwa degradasi enzim dapat
terjadi pada saat tanaman yang digunakan segar atau tidak kering, sehingga
disarankan untuk menggunakan sampel uji yang kering atau beku. Berat
biomassa hasil kultivasi dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan biomassa kering
kering S. platensis dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 1 Biomassa basah dan biomassa kering S. platensis
Sampel
S. platensis (Walne)
S. platensis
(Pupuk RI1+Urea)
Kultivasi
(L)
44
44
Biomassa basah
(g)
106,06
97,42
Biomassa kering
(g)
7,81
6,35
Spirulina platensis yang dikultivasi dalam media Walne menghasilkan
biomassa kering lebih banyak dibandingkan media pupuk RI1+Urea. Perbedaan
biomassa yang dihasilkan diduga berkaitan dengan nutrien media yang digunakan.
Kultivasi dalam media Walne menggunakan NH4NO3 sebagai sumber nitrogen,
sedangkan media pupuk RI menggunakan Urea.
Nutrien merupakan faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan dan
komposisi biokimia mikroalga. Salah satu komponen nutrien penting dalam media
adalah nitrogen. Nitrogen (N) merupakan komponen esensial dari struktur dan
fungsional protein pada sel alga. Sumber nitrogen pada kultivasi Spirulina sp.
adalah nitrat. Sumber nitrogen ion nitrat yang yang biasa digunakan dapat
digantikan oleh ion ammonium yang berasal dari urea (Diharmi 2001).
Rahmawati et al. (2012) menyatakan bahwa N-anorganik berupa nitrat (NO3) dan
amoniak (NH4) sedangkan N-organik yang tersedia dalambentuk asam amino,
asam nukleat danurea juga dimanfaatkan oleh Spirulina sp. Unsur makromolekul
ini nantinya akan dimanfaatkan Spirulina sp. untuk kegiatan metabolisme
sehingga akan memperoleh kepadatan populasi dan laju pertumbuhan
Spirulina sp. yang optimum
Pituati et al. (2006) menyatakan pertumbuhan dan hasil tanaman akan lebih
10
baik karena tingginya penyerapan nitrogen oleh tanaman, dan akan lebih baik jika
pemberian pupuk nitrogen dalam bentuk campuran nitrat dan amonium seimbang.
Hal ini berhubungan dengan konstannya pH yang dapat mempengaruhi
penyerapan kedua bentuk sumber nitrogen tersebut. Bentuk yang berbeda dari
kedua sumber nitrogen yaitu nitrat sebagai anion dan amonium sebagai kation
akan menyebabkan terjadinya mekanisme interaksi yang positif dalam penyerapan
nitrogen.
Komponen Aktif Spirulina platensis
Menurut Simbala (2009), analisis fitokimia merupakan uji pendahuluan
untuk mengetahui keberadaan senyawa kimia spesifik seperti alkaloid, flavonoid,
steroid, saponin, dan triterpenoid. Uji ini sangat bermanfaat untuk memberikan
informasi mengenai senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan. Foto hasil uji
fitokimia dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan hasil pengujian fitokimia
biomassa kering S. platensis dapat dilihat pada Tabel 2.
W
R
Gambar 3 Hasil uji fitokimia (W=Walne dan R=media Pupuk RI1+Urea).
Tabel 2 Hasil uji fitokimia biomassa kering kering S. platensis
S. platensis
Hasil Uji Kualitatif
Media Walne
Hasil
Alkaloid
Pereaksi
Dragendorf
(+)
Pereaksi Meyer
(–)
Pereaksi Wagner
(–)
Keterangan
Endapan merah
jingga
Tidak terbentuk
endapan
Tidak terbentuk
endapan
Perubahan warna
merah menjadi hijau
kebiruan
Media Pupuk RI1+Urea
Hasil
(+)
(–)
(–)
Steroid
(+)
(+)
Flavonoid
(+)
Terbentuk warna
merah pada lapisan
amil alkohol
(–)
Saponin
(+)
Terbentuk busa
(+)
Keterangan
Endapan merah
jingga
Tidak terbentuk
endapan
Tidak terbentuk
endapan
Perubahan warna
merah menjadi
hijau kebiruan
Tidak terbentuk
warna merah
pada lapisan amil
alkohol
Terbentuk busa
11
Alkaloid
Kandungan alkaloid secara kualitatif tidak berbeda pada S. platensis yang
dikultivasi dalam media Walne dan pupuk RI1+Urea. Pereaksi Dragendorf pada
penelitian ini menunjukkan nilai positif untuk kedua sampel ditandai dengan
terbentuknya endapan merah jingga, sedangkan untuk pereaksi Meyer dan
Wagner menunjukkan hasil negatif. Salah satu pereaksi saja yang menunjukkan
positif sudah dapat dikatakan bahwa sampel mengandung alkaloid. Hal ini diduga
bahwa sintesis alkaloid berkaitan dengan nitrogen dimana kandungan N yang
terdapat pada kedua media mencukupi untuk metabolisme sekunder alkaloid pada
taraf yang sama. Suradikusumah (1989) menyatakan bahwa kadar alkaloid
ditentukan oleh tersedianya ion nitrat yang cukup.
Wijatmoko (2008) melaporkan uji kualitatif yang sering digunakan untuk
mengetahui adanya senyawa alkaloid adalah menggunakan pereaksi pengendapan.
Senyawa alkaloid mengandung atom nitrogen yang memiliki pasangan elektron
bebas. Elektron bebas ini akan disumbangkan pada atom logam berat membentuk
senyawa kompleks dengan gugus yang mengandung atom nitrogen sebagai
ligannya. Senyawa kompleks ini tidak larut (mengendap) dan memberikan warna
sesuai dengan pereaksi yang digunakan.
Alkaloid memiliki kegunaan dalam bidang medis, antara lain sebagai
analgetika dan narkotika, mengubah kerja jantung, penurun tekanan darah, obat
asma, sebagai antimalari, stimulan uterus, dan anastesi lokal (Sirait 2007).
Nassel (2008) menyatakan banyak senyawa alkaloid yang mempunyai aktivitas
farmakologis yang penting seperti d-tubocurarin sebagai relaksasi otot dalam
anastesi, reserpin sebagai antihipertensi dan obat psikotropik.
Triterpenoid/Steroid
Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat kelompok senyawa, yaitu triterpen
sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (cardiac glycoside). Beberapa
triterpen dikenal dengan rasanya, terutama rasa pahit (Sirait 2007). Identifikasi
steroid pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji LiebermanBurchard (anhidra asetat-H2SO4 pekat). Hasil penelitian menunjukkan nilai
positif untuk kedua sampel ditandai dengan adanya perubahan warna dari merah
menjadi hijau atau biru.
Sari (2011) menyatakan bahwa triterpenoid merupakan senyawa aktif yang
dapat berfungsi sebagai antioksidan, sehingga dapat menangkap radikal bebas
sebagai salah satu penyebab timbulnya penyakit hipertensi. Lu et al. (2010) juga
menyatakan bahwa banyak penelitian tentang senyawa triterpenoid terhadap
fungsi fisiologis, salah satunya adalah sebagai antihipertensi.
Flavonoid
Senyawa flavonoid merupakan golongan senyawa fenol yang dihasilkan
dari metabolisme sekunder pada tanaman (Respatie 2007). Warna merah, kuning
atau jingga yang terbentuk di lapisan amil alkohol pada uji fitokimia
menunjukkan adanya kandungan flavonoid. Hasil penelitian menunjukkan nilai
positif untuk sampel S. platensis yang dikultivasi dengan menggunakan media
Walne, sedangkan dengan media Pupuk RI1+Urea menunjukkan hasil negatif.
Hal ini diduga akibat penambahan urea dalam media organik (RI1). Menurut
12
Amanatin dan Nurhidayati (2013), Spirulina sp. perlakuan dengan konsentrasi
nitrogen yang tinggi (pupuk Urea lebih dari 100 ppm) mengalami penghambatan
pada proses biosintesisnya karena kultur melebihi batas maksimum penggunaan
nutrien dari medium oleh sel.
Menurut Nugrahaningtyas et al. (2005), beberapa flavonoid dalam makanan
mempunyai efek antihipertensi. Secara umum penelitian lain memperlihatkan
bahwa senyawa aktif antihipertensi berasal dari golongan flavonoid, diantaranya
flavan-3-ol dan prosianidin (Actis-Goretta et al. 2003). Selain itu, flavonoid
berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau
melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida
(mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut
aglikon (Redha 2010).
Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol. Glikosida adalah suatu
kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Glikon
bersifat mudah larut dalam air dan glikosida-glikosida mempunyai tegangan
permukaan yang kuat.Adanya saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan
pembentukan busa yang mantap saat ekstraksi suatu bahan (Harborne 1987).
Hasil penelitian menunjukkan nilai positif terhadap kedua sampel yang diujikan.
Menurut Sudheendra et al. (2009), beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba. Jenis saponin dan turunannya yang berasal dari daun-daunan pada
tanaman kebun, digunakan untuk mengobati penyakit jantung. Saponin akan
memperkuat kontraksi otot jantung, sehingga dapat bekerja lebih efisien pada
penderita serangan jantung.
Saponin dapat dimanfaatkan sebagai antihipertensi. Selain itu, saponin juga
memiliki aktivitas antimikroba, merangsang sistem imun dan mengatur tekanan
darah (Astawan dan Kasih 2008). Saponin digunakan sebagai obat untuk
hiperkolesterolemia, hiperglikemia, antioksidan, antikanker, dan antiinflamasi.
Pada tanaman, saponin diketahui memiliki aktivitas kardiotonik dan antibakteri
(Sermakkani dan Thangapandian 2010).
Kadar Total Flavonoid
Penentuan flavonoid total berdasarkan pembentukan kompleks antara
flavonoid dan AlCl3. Alumunium Klorida membentuk kompleks yang stabil
dengan gugus keto C4 dan gugus hidroksil dari C3 atau C5 pada flavon dan
flavonol. Banyaknya kompleks yang terbentuk diketahui dari hasil pengukuran
spektrofotometer UV-Vis (Umar 2008). Semakin banyak kandungan senyawa
flavonoid dalam suatu sampel, maka secara visual warna kuning yang terbentuk
akan semakin pekat.
Spirulina platensis yang dikutivasi dengan media Walne menghasilkan
kadar total flavonoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan media pupuk
RI1+Urea yakni sebesar 1,264%. Hal ini menunjukkan bahwa nutrien media
mempengaruhi kandungan flavonoid kultivasi S. platensis. Chew et al. (2004)
menyatakan bahwa asal contoh yang berbeda memiliki pengaruh yang dominan
terhadap variasi kandungan kimia contoh. Hasil analisis kadar flavonoid dari
13
kedua sampel dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kadar total flavonoid biomassa kering kering S. platensis
Sampel
S. platensis (Walne)
S. platensis (Pupuk RI1+Urea)
% (b/b)
1,264
0,873
Metode pengujian juga diduga memberikan pengaruh terhadap hasil kadar
total flavonoid. Wahyuningrum (2006) menyatakan flavonoid total yang terukur
merupakan sumbangan dari golongan flavon dan flavonol yang terdapat pada
ekstrak, karena hanya kedua kelompok inilah yang mampu membentuk kompleks
stabil dengan AlCl3. Apak et al. (2007) juga menyatakan bahwa metode
pengujian menggunakan AlCl3 hanya dapat membentuk kompleks beberapa
kelompok dari flavonoid seperti flavon (krisin, apigenin, luteolin) dan flavonol
(kuersetin, minisetin, mosin, nitin), tapi tidak dapat membentuk kompleks
golongan flavanon dan flavanonol.
Standar flavonoid yang digunakan dalam uji kandungan total flavonoid ini
adalah kuersetin. Kuersetin dipilih sebagai standar karena merupakan senyawa
flavonoid kuat golongan flavonol. Flavonol diketahui sebagai senyawa penciri
adanya flavonoid karena keberadaannya yang banyak tersebar dalam tumbuhan
(Julia 2011). Kuersetin merupakan salah satu senyawa flavonoid yang telah diuji
antihipertensi secara in vitro (Duarte et al. 2001). Struktur umum flavonoid dan
kuersetin dapat dilihat pada Gambar 4.
(a)
(b)
Gambar 4 Struktur umum (a) flavonoid dan (b) contoh flavonoid: kuersetin
(Wahyuningrum 2006).
Flavonoid banyak ditemukan pada tumbuhan, mengacu pada hasil metabolit
sekunder dari tumbuhan yang mempunyai struktur phenylbenzopyrone, biasa
dikenal dari aktivitas antioksidannya. Pada manusia flavonoid memiliki kegunaan
sebagai antioksidan, antikanker, antialergi, dan antivirus. Flavonoid juga sangat
efektif dalam mengikat radikal bebas dari hidroksil dan peroksil sehingga dapat
mencegah penyakit kanker dan jantung (Respatie 2007).
Aktivitas Antioksidan Spirulina platensis
Senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa yang mampu
mencegah atau menghambat radikal bebas yang menyebabkan kerusakan pada sel
14
tubuh (Christiana et al. 2008). Prinsip dasar pengukuran aktivitas antioksidan
adalah mengevaluasi adanya aktivitas penghambatan proses oksidasi oleh
senyawa antioksidan yang terdapat dalam bahan pangan atau ekstrak bahan alam
(Aryudhani 2007). Pengukuran aktivitas antioksidan sangat diperlukan untuk
mengetahui kualitas antioksidan dan ketahanan produk selama proses pengolahan
dan penyimpanan, serta implikasinya ke jaringan tubuh (Arinanti et al. 2006).
Menurut Molyneux (2004), pengujian antioksidan dengan DPPH merupakan salah
satu metode yang sederhana dengan menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl
sebagai senyawa pendeteksi. Struktur molekul dari DPPH dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5 Struktur molekul DPPH (Sumber: Molyneux 2004).
Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan
prinsip spektrofotometri. Senyawa DPPH (dalam metanol) berwarna ungu tua
terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 517 nm. Metanol dipilih
sebagai pelarut karena dapat melarutkan kristal. Suatu senyawa dapat dikatakan
memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan
atom hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH membentuk DPPH tereduksi,
ditandai dengan semakin hilangnya warna ungu (menjadi kuning pucat)
(Molyneux 2004). Hasil pengukuran aktivitas antioksidan terhadap biomassa
kering Spirulina platensis dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.
% Penangkapan DPPH radikal
40
y = 0.029x + 4.619
R² = 0.9673
35
30
25
20
15
10
5
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Konsentrasi (ppm)
Gambar 6 Aktivitas antioksidan biomassa kering S. platensis (Walne).
15
% PenangkapanDPPH radikal
40
35
30
y = 0.0226x + 2.0121
R² = 0.969
25
20
15
10
5
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Konsterasi (ppm)
Gambar 7 Aktivitas antioksidan biomassa kering S. platensis (Pupuk RI1+Urea).
Hasil uji menunjukkan bahwa peningkatan daya hambat S. platensis pada
kedua media terhadap radikal bebas, berbanding lurus dengan konsentrasi (ppm),
dimana nilai R2 menggambarkan korelasi antara konsentrasi dan persentase
inhibisi. Nilai R2 hasil penelitian menunjukkan korelasi cukup kuat antara
konsentrasi biomassa kering S. platensis dan persentase penangkapan DPPH
radikal dimana konsentrasi 1000 ppm S. platensis yang dikultivasi dengan media
Walne mampu menghambat 35,09% DPPH radikal, sedangkan pada pupuk
RI1+Urea 25,33%.
Nilai IC50 merupakan besarnya konsentrasi yang dapat menghambat
aktivitas radikal bebas sebanyak 50%. Nilai IC50 aktivitas antioksidan S. platensis
yang dikultivasi dalam media Walne dan pupuk R1+Urea disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai IC50 aktivitas antioksidan S. platensis
Sampel
Nilai IC50 (ppm)
S. platensis (Walne)
1584,86
S. platensis
(Pupuk RI1+Urea)
1984,34
Semakin rendah nilai IC50 yang terukur maka semakin tinggi aktivitas
antioksidannya. Aktivitas antioksidan dikatakan sangat kuat bila nilai IC50 kurang
dari 50 ppm dan dikatakan lemah bila nilai IC50 lebih dari 200 ppm
(Molyneux 2004). Aktivitas antioksidan yang diekspresikan dengan nilai IC50
(Tabel 4) menunjukkan bahwa S. platensis yang dikultivasi menggunakan Walne
memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan S. platensis yang
dikultivasi menggunakan pupuk RI1+Urea. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dikatakan bahwa S. platensis yang dikultivasi pada media Walne dan pupuk
RI1+Urea memiliki aktivitas antioksidan namun tergolong rendah. Hal ini diduga
karena tidak dilakukan ekstraksi terlebih dahulu pada saat dianalisis.
Fu et al. (2011) menyatakan bahwa aktivitas suatu bahan tergantung pada
beberapa faktor, seperti sistem uji dan tidak dapat dijelaskan hanya dengan
16
menggunakan satu metode saja.
Hasil penelitian (Tabel 4) menunjukkan S. platensis yang dikultur dalam
media Walne memiliki nilai IC50 yang lebih tinggi dibandingkan dalam pupuk
RI1+Urea.
Hal ini diduga komponen antioksidan yang dihasilkan oleh
S. platensis yang dikultivasi dalam Walne berbeda dengan pupuk RI1+Urea.
Barus (2013) melaporkan bahwa peningkatan komponen-komponen antioksidan
berkorelasi dengan peningkatan jumlah sel kultur. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan dimana S. platensis yang dikultivasi menggunakan
media Walne menghasilkan biomassa yang lebih banyak (Tabel 1).
Adanya aktivitas antioksidan didukung dengan hasil analisis komponen
aktif, dimana S. platensis yang dikultivasi menggunakan media Walne
mengandung flavonoid. Pieta (2000) menyatakan bahwa senyawa flavonoid
sangat berperan dalam aktivitas antioksidan karena flavonoid bekerja dengan
memerangkap radikal bebas dan ROS seperti radikal anion superoksida dan
radikal bebas hidroksil. Menurut Andayani et al. (2008), golongan flavonoid
yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin,
dan kalkon.
Flavonoid merupakan bagian penting dari diet manusia karena banyak
manfaatnya bagi kesehatan. Manfaat kebanyakan flavonoid dalam tubuh manusia
adalah sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker.
Manfaat lain flavonoid adalah untuk melindungi struktur sel, memiliki hubungan
sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin C), anti inflamasi,
mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik (Harbone 1987).
Antioksidan memiliki peran penting bagi kesehatan, khususnya untuk
menurunkan tekanan darah. Hasil penelitian Liputo et al. (2008) menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tekanan darah sistolik dan diastolik
baik sebelum dan sesudah pemberian diet tinggi antioksidan. Poliphenol seperti
pada flavonoid berkaitan dengan aktivitas antioksidan kuat, hambatan agregasi
platelet, dan fungsi endotelial sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
Potensi Antihipertensi Spirulina platensis Secara In Vitro
Hipertensi terjadi ketika volume darah meningkat dan atau saluran darah
menyempit, sehingga membuat jantung memompa lebih keras untuk menyuplai
oksigen dan nutrisi kepada setiap sel didalam tubuh. Hipertensi merupakan suatu
kondisi saat nilai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik
≥ 90 mmHg (Garnadi 2012). Pemilihan obat-obatan hipertensi saat ini telah
banyak mengalami perubahan karena perlu mempertimbangkan efek samping
yang ditimbulkan, pemakaian jangka panjang, dan nilai ekonomisnya.
Wibowo et al. (2009) menyatakan bahwa dibandingkan dengan obat-obatan
modern, obat herbal memiliki beberapa kelebihan antara lain efek sampingnya
relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek
saling mendukung, serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeneratif.
Potensi antihipertensi pada S. platensis secara in vitro diuji dengan
menggunakan usus halus kelinci. Usus halus atau intestinum minor adalah bagian
dari saluran pencernaan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada secum,
17
terletak dalam rongga abdomen dan dikelilingi oleh usus besar. Usus halus terdiri
dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan
usus penyerapan (ileum) (Niman 2013).
Penggunaan usus halus dalam penelitian ini karena proses pencernaan
terbesar dan penyerapan lebih kurang 85% dari se