Karakteristik Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah dan Bahan Tailing Bekas Tambang Timah pada Berbagai Umur Reklamasi di Pulau Bangka

KARAKTERISTIK MORFOLOGI, SIFAT FISIK DAN KIMIA
TANAH DAN BAHAN TAILING BEKAS TAMBANG TIMAH
PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI DI PULAU BANGKA

AGUNG ARDIANTO

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik
Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah dan Bahan Tailing Bekas Tambang
Timah pada Berbagai Umur Reklamasi di Pulau Bangka adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Agung Ardianto
NIM A14090055

ABSTRAK
AGUNG ARDIANTO. Karakteristik Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah dan
Bahan Tailing Bekas Tambang Timah pada Berbagai Umur Reklamasi di Pulau
Bangka. Dibimbing oleh DARMAWAN dan DYAH TJAHYANDARI.
Kegiatan pertambangan timah di Pulau Bangka mengakibatkan adanya
perubahan fisik, kimia dan biologi dari lahan yang buruk untuk pertumbuhan
tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik morfologi,
serta sifat fisik dan kimia tanah dan bahan tailing pada lahan bekas tambang timah
pada berbagai umur reklamasi di site Air Mesu (1 dan 6 tahun), Air Limau
(15 tahun), Air Jangkang (19 tahun) dan Air Melandut (0 tahun), Pulau Bangka.
Hasil penelitian dengan fokus terhadap morfologi, sifat fisik dan kimia ini
menunjukkan adanya keragaman karakteristik pada masing-masing bahan mineral
di permukaan lahan reklamasi. Secara morfologi, tanah pucuk yang digunakan

sebagai penutup bahan tailing memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan
bahan tailing itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan adanya bahan organik pada
tanah pucuk tersebut. Vegetasi pada hamparan tailing yang telah ditutup dengan
tanah pucuk memiliki kondisi pertumbuhan yang lebih baik, seperti pada sebagian
lahan bekas tambang berumur reklamasi 6 tahun, dibandingkan dengan yang tidak
ditutup dengan tanah pucuk. Bahan tailing tambang timah dibagi menjadi dua,
yaitu sand tailing dan slime tailing. Secara morfologi, sand tailing umumnya
memiliki konsistensi lepas dengan struktur yang belum terbentuk, sedangkan
slime tailing memiliki konsistesi gembur dan juga tidak berstruktur. Secara fisik,
sand tailing didominasi fraksi pasir dengan kriteria permeabilitas agak cepat
sampai cepat, seperti pada sebagian lahan bekas tambang berumur reklamasi
6 tahun, 15 tahun, dan sebagian dari lahan reklamasi berumur 19 tahun.
Sedangkan slime tailing didominasi fraksi debu dan klei yang berbentuk lumpur
dengan permeabilitas sangat lambat sampai sedang, seperti pada lahan bekas
tambang berumur 0 dan sebagian dari lahan reklamasi berumur 19 tahun. Secara
kimia, bahan tailing tambang timah memiliki tingkat kesuburan yang sangat
rendah. Hal tersebut dikarenakan klei yang menjadi faktor penentu dari sifat
tailing telah tercuci sewaktu proses penambangan.
Secara teori, lahan bekas tambang yang telah lama di reklamasi seharusnya
memiliki kesuburan tanah yang lebih baik. Namun demikian, di lokasi penelitian,

hal tersebut tidak sepenuhnya tercapai. Salah satu penyebabnya adalah adanya
penambangan kembali oleh masyarakat. Dalam penelitian ini, penambangan
kembali dilakukan pada lahan berumur reklamasi 6 tahun, 15 tahun dan 19 tahun.
Adanya penambangan kembali pada lahan-lahan yang telah direklamasi ini
mengakibatkan lahan yang telah direklamasi kembali kehilangan daya dukung untuk
pertumbuhan tanaman.
Kata kunci: karakteristik tailing, lahan bekas tambang, morfologi tailing,
sifat fisik, sifat kimia

ABSTRACT
AGUNG ARDIANTO. Characteristics of Morphological, Physical and Chemical
Properties of Soil and Tailing Materials Tin Post-Mining at Various Ages
Reclamation in Bangka Island. Supervised by DARMAWAN and DYAH
TJAHYANDARI.
Tin mining activities in Bangka Island resulted change in physical, chemical
and biological characteristics of the land which affect bad ecology to plant
growth. The objective of this study was to examined the morphological,physical,
and chemical properties of soil and tailing material on tin post-mining land by
various ages of reclamation in Air Mesu (1 and 6 years), Air Limau (15 years),
Air Jangkang (19 years) and Air Melandut (0 year).

The results of this study with a focus on the morphology, physical and
chemical properties indicated various characteristics in each mineral material on
the surface of reclamation area. Morphologically, the color of top soil that covered
tailing material is darker than the tailing material it self. It was caused by the
organic material in the top soil. Vegetation on mined land that has been covered
with top soil have a better growth conditions, as found at most of the 6 years
reclamation’s mined land, compared with that of uncovered by top soil. Tailing
material of tin mine was divided into two types: sand tailing and slime tailing.
Sand tailing, generally had a loose consistency with no structure, meanwhile slime
tailing had a friable consistency with no structure. Physically, sand tailing are
dominated by sand fraction with permeability criteria was rather quick to fast, it
found on most of the 6 years reclamation’s mined land, 15 years reclamation and
most of 19 years reclamation. Meanwhile, slime tailing that dominated by silt and
clay fraction has very slowly to moderate permeability, it found on the mined land
of 0 and most of 19 years reclamation. Chemically, tailing material of tin mine
have a very low fertility rate. That case caused by the clay, which became
determining factors of tailing characteristic, had leached out on mining process.
Theoretically, old reclamed tin-post mining should had better soil fertility.
However, at research location, it was not thoroughly be achieved. It caused by
public re-mining on that location. In this study, public re-mining is located on 6

years, 15 years and 19 years reclamed tin post-mining. Appearance of re-mining
activities on reclamed land affected the loss of land’s carrying capacity for plant
growth.
Keywords: characterization of tailing, chemical properties, physical properties,
post-mining land, tailing morphology

KARAKTERISTIK MORFOLOGI, SIFAT FISIK DAN KIMIA
TANAH DAN BAHAN TAILING BEKAS TAMBANG TIMAH
PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI DI PULAU BANGKA

AGUNG ARDIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Karakteristik Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah dan Bahan
Tailing Bekas Tambang Timah pada Berbagai Umur Reklamasi di
Pulau Bangka
Nama
: Agung Ardianto
NIM
: A14090055

Disetujui oleh

Dr Ir Darmawan, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Dyah Tjahyandari, MApplSc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (

)

PRAKATA
Alhamdulillahhi Rabbil Alamin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Karakteristik Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah dan Bahan
Tailing Bekas Tambang Timah pada Berbagai Umur Reklamasi di Pulau Bangka”
sebagai salah satu syarat dalam memeroleh gelar Sarjana Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Darmawan, MSc dan Dr. Ir.
Dyah Tjahyandari, MApplSc selaku pembimbing atas arahan dan motivasi yang
diberikan selama pelaksanaan penelitian sampai penulisan skripsi ini. Kepada
Dr. Ir. Dyah Tjahyandari, MApplSc dan Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, MSc

diucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis dalam
penelitian yang didanai BOPTN 2013 dimana skripsi ini menjadi bagian dari
penelitian tersebut. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir.Iskandar
selaku penguji dalam ujian skripsi yang turut memberikan arahan dan masukan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Disamping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada seluruh staf PT. Timah Tbk. bagian K3LH. Terima
kasih kepada saudara Paternus Pius Dodi yang telah banyak membantu selama
pengumpulan data dan mahasiswa DITSL atas do’a dan dukungannya. Ungkapan
terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Almarhumah
Ibu yang telah mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya. Terima kasih banyak
kepada keluarga besar di Cirebon yang tidak pernah putus memberikan doanya
kepada penulis. Terima kasih khusus kepada Annisa Nurul Ramadhani atas
semangat yang diberikannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Agung Ardianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

METODOLOGI PENELITIAN

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Metode Analisis

2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lapang


3
3

Sifat Fisik

12

Sifat Kimia

14

Pembahasan Umum

18

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1. Metode pengamatan sifat fisik dan kimia bahan tailing, tanah pucuk
dan tanah hutan di laboratorium ................................................................... 3
2. Keterangan site pengamatan lahan bekas tambang timah Pulau
Bangka dengan berbagai umur reklamasi .................................................... 4
3. Tektstur dan permeabilitas bahan tailing dan tanah pucuk di lahan
bekas tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi
serta tanah hutan ......................................................................................... 12

DAFTAR GAMBAR
1. Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 0 tahun di site Air Melandut ........................................................ 4
2. Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang berumur
reklamasi 0 tahun di site Air Melandut ........................................................ 5
3. Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 1 tahun di site Air Mesu ............................................................... 6
4. Penampang profil tanah pucuk lahan bekas tambang berumur
reklamasi 1 tahun di site Air Mesu ............................................................... 6
5. Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 6 tahun di site Air Mesu ............................................................... 7
6. Penampang profil tanah pucuk (Titik 1) dan bahan tailing (Titik 2)
lahan bekas tambang reklamasi 6 tahun di site Air Mesu ............................ 8
7. Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 15 tahun di site Air Limau ........................................................... 8
8. Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang reklamasi 15
tahun di site Air Limau ................................................................................. 9
9. Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 19 tahun di site Air Jangkang .................................................... 10
10. Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang reklamasi 19
tahun di site Air Jangkang .......................................................................... 10
11. Penampang profil tanah hutan dekat site Air Mesu (titik 1) dan dekat
site Air Limau (titik 2)................................................................................ 11
12. Grafik pH bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas tambang
timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah
hutan ........................................................................................................... 14
13. Grafik C-organik bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta
tanah hutan ................................................................................................. 15
14. Grafik N-total bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas tambang
timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah
hutan ........................................................................................................... 16

15. Grafik P-Tersedia bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta
tanah hutan .................................................................................................. 17
16. Grafik kapasitas tukar kation bahan tailing dan tanah pucuk di lahan
bekas tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi
serta tanah hutan ......................................................................................... 18

DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta formasi geologi di Pulau Bangka dan letak site penelitian ................. 21
2. Deskripsi profil bahan tailing dan tanah pucuk lahan bekas tambang
timah pada berbagai umur reklamasi serta tanah hutan di Pulau
Bangka ........................................................................................................ 22
3. Sifat kimia bahan tailing dan tanah pucuk lahan bekas tambang timah
di berbagai umur reklamasi serta tanah hutan di Pulau Bangka ................. 24
4. Basa-basa dan KTK bahan tailing dan tanah pucuk lahan bekas
tambang timah di berbagai umur reklamasi serta tanah hutan di Pulau
Bangka ........................................................................................................ 25
5. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah berdasarkan Balai Penelitian
Tanah (2009) ............................................................................................... 26
6. Klasifikasi permeabilitas menurut Unland dan O'neil (1951) .................... 26
7. Foto kegiatan pertambangan kembali yang dilakukan oleh masyarakat .... 27
8. Foto tanaman pada lahan bekas tambang berumur reklamasi 6 tahun
(kiri) dan 15 tahun (kanan) ......................................................................... 27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap kegiatan pertambangan pasti mengakibatkan adanya perubahan
sifat fisik, kimia dan biologi dari lahan yang ditambang dengan berbagai
tingkatan kerusakan, hingga pada keadaan yang sulit untuk direhabilitasi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 tahun 2010 mengenai
Reklamasi dan Pascatambang menyebutkan bahwa, kegiatan pertambangan
jika tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan sehingga perlu dilakukan kegiatan reklamasi dan
kegiatan pascatambang yang tepat serta terintegrasi dengan kegiatan
pertambangan. Kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan
tidak harus menunggu proses pertambangan secara keseluruhan selesai
dilakukan.
Kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT. Timah Tbk. di Pulau
Bangka telah meningkatkan dampak positif berupa meningkatnya
perekonomian daerah, dan kesempatan kerja baru bagi masyarakat sekitar.
Namun kegiatan pertambangan timah yang dilakukan dengan metode
tambang semprot, tambang mekanik, open pit atau kapal keruk darat ini
telah menciptakan lahan-lahan terdegradasi berupa hamparan tailing dan
kolong. Tailing secara umum merupakan produk sisa pertambangan yang
memiliki pH rendah, miskin unsur hara dan sifat fisik yang tidak
mendukung untuk pertumbuhan tanaman, sehingga pertumbuhan vegetasi
menjadi buruk.
Sebagian besar bijih timah ditemukan pada deposit alluvial dan
operasi penambangan dilakukan dengan dua metode yang menggunakan air
untuk memisahkan timah secara mekanis dari tanah yang mengandung
timah. Hal ini menyebabkan lahan menjadi hamparan sisa penambangan
berupa tailing yang terbagi dalam dua jenis, yaitu pasir (sand) dan lumpur
(slime). Oleh karena itu tailing sisa penambangan dikategorikan menjadi
sand tailing dan slime tailing (Tanpibal dan Sahunalu 1989). Berdasarkan
Laporan Analisis Dampak Lingkungan (Andal) PT. Timah Tbk. tahun 2009,
sekitar 90 % lebih dari tanah yang digali akan menjadi tailing setelah proses
pencucian.
Reklamasi di lahan bekas tambang timah diawali dengan kegiatan
penataan tanah pada areal bekas penambangan, pengendalian erosi,
perbaikan kualitas tanah dan diakhiri dengan penanaman kembali
(revegetasi). Tanaman yang digunakan untuk merevegetasi lahan bekas
tambang PT. Timah Tbk. diantaranya adalah Acacia mangium dan
Anthocephalus cadamba. Secara teori, lahan yang telah direklamasi lebih
lama diharapkan akan memiliki karakteristik yang lebih baik secara
morfologi, fisik dan kimia dibandingkan dengan umur lebih muda. Terkait
dengan hal ini, dalam proses perkembangan karakteristik lahan bekas
tambang perlu dipelajari antara lain mengenai hubungan antara umur
reklamasi dan keberhasilannya, serta faktor-fator yang mempengaruhinya.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji karakteristik morfologi, serta sifat
fisik dan kimia tanah dan bahan tailing pada lahan bekas tambang timah
pada berbagai umur reklamasi di site Air Mesu, Air Limau, Air Jangkang
dan Air Melandut, Pulau Bangka.

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga April 2014.
Lokasi penelitian berada di lahan bekas tambang PT. Timah Tbk., Pulau
Bangka. Lokasi ditentukan berdasarkan umur reklamasi yaitu, umur
reklamasi 1 dan 6 tahun yang berada pada site Air Mesu, umur reklamasi 15
tahun pada site Air Limau, umur reklamasi 19 tahun pada site Air Jangkang
dan umur reklamasi 0 tahun yang berada pada site Air Melandut, serta tanah
hutan yang berada dekat Air Mesu dan Air Limau sebagai pembanding.
Analisis sifat fisik dan sifat kimia bahan tailing, tanah pucuk dan tanah
hutan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan terdiri atas alat untuk pengamatan morfologi
bahan tailing, tanah pucuk dan tanah hutan di lapang dan alat untuk analisis
sifat fisik dan kimia di laboratorium. Alat pengamatan morfologi di lapang
yaitu antara lain bor belgi, Munsell Soil Color Chart, GPS dan cangkul,
sedangkan alat yang digunakan di laboratorium yaitu antara lain pH meter,
Spectrophotometer,
Flamephotometer,
Atomic
Absorption
Spectrophotometer, seperangkat alat gelas kimia dan beberapa perlatan
laboratorium lainnya serta peralatan untuk pengukuran permeabilitas.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel utuh
dan terganggu baik dari bahan tailing dan tanah pucuk dari berbagai umur
reklamasi maupun tanah hutan yang berada di dekat site pengamatan, serta
beberapa bahan kimia untuk analisis di laboratorium.
Metode Analisis
Penelitian dilakukan melalui dua tahapan utama, yaitu (1)
pengamatan mengenai kondisi lapang dan pengambilan sampel bahan
tailing, tanah pucuk, tanah hutan, serta (2) analisis di laboratorium yang
meliputi sifat fisik tanah, analisis sifat kimia dan pengolahan data.

3
Pengamatan Lapang dan Pengambilan Sampel
Pengamatan di lapang dilakukan untuk mengetahui morfologi bahan
tailing dan tanah pucuk pada berbagai umur reklamasi, serta tanah hutan
dengan pemboran dan pengamatan penampang dengan cangkul. Titik
pengamatan ditentukan berdasarkan kondisi vegetasi dan jenis bahan tailing.
Pengamatan itu sendiri dilakukan sampai kedalaman 50 cm karena pengaruh
reklamasi terhadap perubahan sifat bahan tailing lebih jelas terlihat pada
kedalaman tersebut. Untuk titik pengamatan yang sampai kedalaman 50 cm
yang tidak menunjukan adanya perubahan nyata secara morfologi, maka
dibagi menjadi dua lapisan.
Analisis Sifat Fisik dan Kimia serta Pengolahan Data
Analisis di laboratorium dilakukan untuk mengamati sifat fisik dan
sifat kimia bahan tailing tanah pucuk dan juga tanah hutan. Sifat fisik yang
dianalisis meliputi tekstur dan permeabilitas. Sedangkan analisis kimia yang
diamati meliputi pH, N-total, C-organik, C/N ratio, P-tersedia, serta basabasa dan KTK. Data yang didapat selanjutnya diinterpretasi untuk melihat
keterkaitan antara sifat fisik dan kimia dengan kondisi morfologi serta
keadaan pertumbuhan vegetasi. Metode mengenai masing-masing analisis
sifat fisik dan kimia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Metode pengamatan sifat fisik dan kimia bahan tailing, tanah
pucuk dan tanah hutan di laboratorium
Analisis
Tekstur
Permeabilitas
pH
N-Total
C-Organik
P-Tersedia
K-dd
Na-dd
Ca-dd
Mg-dd
KTK

Metode
Pipet
De Boodt
Elektrometri
Kjeldahl
Walkley and Black
Bray 1
NH4OAc pH 7
NH4OAc pH 7
NH4OAc pH 7
NH4OAc pH 7
NH4OAc pH 7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lapang
Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa site lahan bekas
tambang memiliki kondisi yang bervariasi. Keragaman kondisi ini terekam,
seperti yang disajikan pada Tabel 2 mengenai nama site, umur site, luas site

4
reklamasi, relief lahan, vegetasi dan kondisi vegetasi, serta Gambar 1
sampai Gambar 11 yang menggambarkan ilustrasi kondisi lapang pada
masing-masing site yang diamati.
Tabel 2 Keterangan site pengamatan lahan bekas tambang timah Pulau
Bangka dengan berbagai umur reklamasi
Site

Umur Reklamasi

Luas
(Ha)

Reliefa

Vegetasi

Tinggi
Tanaman

Kerapatan
Relatif

Air Melandut

0 Tahun

3.4

D

Paku-pakuan

± 0.2 m

Rendah

Air Mesu

1 Tahun

3.4

D

Jabon

0.4-0.6 m

Tinggi

Air Mesu

6 Tahun (Titik 1)

4

DAB

Akasia

± 20 m

Rendah

Air Mesu

6 Tahun (Titik 2)

4

DAB

Akasia

± 1m

TInggi

Air Limau

15 Tahun (Titik 1)

4.9

DAB

Akasia

± 20 m

Rendah

Air Limau

15 Tahun (Titik 2)

4.9

DAB

Tidak ada

-

-

Air Jangkang

19 Tahun (Titik 1)

4.4

DAB

Tidak ada

-

-

Air Jangkang

19 Tahun (Titik 2)

4.4

DAB

Rumput

± 0.4 cm

Rendah

Air Mesu

Hutan (Titik 1)

-

B

Hutan

beragam

Tinggi

Air Limau

Hutan (Titik 2)

-

B

Hutan

beragam

Tinggi

a

Keterangan: D = Datar, DAB = datar agak berombak, B = Berombak

Lahan Bekas Tambang Berumur Reklamasi 0 Tahun
Lahan bekas tambang yang berumur reklamasi 0 tahun berada pada
site Air Melandut. Relief pada site ini tergolong datar, seperti tampak pada
Gambar 1. Pada site ini, kenampakan morfologi dari permukaan sampai
kedalaman 50 cm tampak homogen yang ditunjukkan oleh warna kuning
pucat (2.5Y 8/2) dengan konsistensi sangat teguh. Konsistensi yang sangat
teguh terkait dengan bahan tailing berupa slime tailing yang telah memadat.

Gambar 1 Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 0 tahun di site Air Melandut

5
Pemadatan yang terjadi disebabkan tailing pada site ini dibiarkan tanpa
pengolahan apapun ± 8 tahun sejak kegiatan pertambangan berakhir pada
tahun 2006. Ilustrasi penampang profil bahan tailing site ini disajikan pada
Gambar 2.
Saat pengamatan dilakukan, site ini belum direklamasi dan hanya
ditumbuhi paku-pakuan. Paku-pakuan tumbuh dengan kerapatan rendah,
sekitar 20 % penutupan tumbuh pada bahan tailing yang sedikit membentuk
gundukan. Selain paku-pakuan terdapat juga tumbuhan lain yang tumbuh
secara liar seperti Melastoma dan Nephentes. Tumbuhan-tumbuhan ini
merupakan tumbuhan yang mampu tumbuh pada tanah masam. Kondisi
tanah pada bagian yang ditumbuhi tanaman cukup gembur. Hal tersebut
disebabkan bahan organik yang berasal dari tumbuhan di atasnya. Sampel
bahan tailing pada bagian yang terdapat tumbuhan (Titik 2) ini tidak diambil.

Keterangan: Titik 1  tailing 0-50 cm; Titik 2  tailing 0-50 cm

Gambar 2 Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang berumur
reklamasi 0 tahun di site Air Melandut

Lahan Bekas Tambang Berumur Reklamasi 1 Tahun
Lahan bekas tambang berumur reklamasi 1 tahun berada di site Air
Mesu. Relief pada site ini datar dengan kemiringan sekitar 0-3 %, seperti
tampak pada Gambar 3. Pada bagian yang agak miring site ini tampak erosierosi berbentuk parit dengan lebar rata-rata 40 cm. Berdasarkan hasil
pengamatan dan keterangan yang diperoleh dari pihak perusahaan, dapat
disimpulkan bahwa bahan tailing pada site ini sebagian besar sudah ditutup
tanah pucuk setebal kira-kira 50 cm. Dari segi morfologi, tanah pucuk
tambahan pada site ini tampak homogen dari permukaan sampai kedalaman
50 cm, yang ditunjukkan oleh warna coklat keabu-abuan (10YR 4/2) dengan

6
konsistensi gembur serta struktur berbutir. Ilustrasi penampang profil tanah
pucuk pada site ini disajikan pada Gambar 4.

Gambar 3 Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang
berumur reklamasi 1 tahun di site Air Mesu
Pada site ini baru saja dilakukan revegetasi dengan tanaman Jabon,
satu bulan sebelum pengamatan dilakukan. Tinggi vegetasi Jabon bervariasi
antara 40 cm – 60 cm. Sebelumnya penambahan tanah pucuk dilakukan
untuk menutup bahan tailing. Konsistensi yang gembur serta lahan yang
sedikit miring berdampak pada adanya erosi parit. Saat pengamatan pada
site ini dilakukan, ditemukan banyak kerikil pada kedalaman 20 cm hingga
kedalaman 50 cm.

Keterangan: tanah pucuk  0-50 cm

Gambar 4 Penampang profil tanah pucuk lahan bekas tambang berumur
reklamasi 1 tahun di site Air Mesu

7
Lahan Bekas Tambang Berumur Reklamasi 6 Tahun
Lahan bekas tambang yang berumur reklamasi 6 tahun berada pada
site Air Mesu. Relief pada site ini datar agak berombak, seperti tampak pada
Gambar 5. Titik pertama berada pada bagian site yang masih terdapat
vegetasi Akasia hasil revegetasi. Sedangkan titik kedua berada pada bagian
site yang baru direvegetasi ulang. Titik pertama pada site ini memiliki
morfologi yang homogen dari permukaan sampai kedalaman 50 cm, yang
ditunjukkan dengan warna coklat kekuning-kuningan (10YR 5/4 lapisan 025 cm dan 10YR 5/8 pada lapisan 25-50 cm). Konsistensi pada titik ini
lepas sehingga struktur cenderung masih belum terbentuk dengan jenis
bahan tailing berupa sand tailing. Pada kedalaman sampai 15 cm terdapat
akar-akar halus. Pada titik kedua, pengamatan hanya bisa dilakukan sampai
pada kedalaman 40 cm, karena kedalaman yang lebih dari 40 cm sudah
jenuh oleh air. Hal ini kemungkinan terjadi karena slime tailing terdeposisi
di bagian bawah yang kemudian tertutup oleh sand tailing di atasnya. Pada
kedalaman sampai 40 cm tersebut, titik kedua juga memiliki morfologi yang
homogen yang ditunjukkan oleh warna abu-abu terang (10YR 7/1) dengan
konsistensi lepas dan juga tidak berstruktur. Ilustrasi penampang profil
tanah pucuk dan bahan tailing pada site ini disajikan pada Gambar 6.

Gambar 5Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 6 tahun di site Air Mesu
Warna yang lebih gelap pada titik pertama bisa dikarenakan adanya
penambahan tanah pucuk saat awal reklamasi dilakukan maupun pengaruh
bahan organik dari vegetasi Akasia di atasnya. Titik kedua site ini baru saja
direvegetasi kembali dengan Akasia, namun tanpa penambahan tanah
pucuk. Tidak adanya penambahan tanah pucuk terlihat dari warna yang
sangat terang. Akasia yang tumbuh pada titik pertama berdiameter sekitar
15-20 cm dengan tinggi sekitar 20 m. Sedangkan Akasia yang baru saja
ditanami memiliki tinggi yang bervariasi antara 50 cm – 200 cm.

8

Keterangan: Titik 1  tanah pucuk 0-50 cm; Titik 2  tailing 0-40 cm

Gambar 6 Penampang profil tanah pucuk (Titik 1) dan bahan tailing (Titik 2)
lahan bekas tambang reklamasi 6 tahun di site Air Mesu

Lahan Bekas Tambang Berumur Reklamasi 15 Tahun
Lahan bekas tambang berumur reklamasi 15 tahun berada pada site
Air Limau. Site ini memiliki relief terlihat datar agak berombak, seperti
terlihat pada Gambar 7. Titik pertama berada pada bagian yang masih
terdapat vegetasi Akasia. Sedangkan titik kedua berada pada bagian yang
sama sekali tidak ditumbuhi vegetasi. Morfologi pada titik pertama lapisan
0-27 cm, warnanya adalah abu-abu terang kecoklatan (10YR 6/2),
sedangkan pada lapisan 27-50 cm warnanya adalah abu-abu terang (10YR
7/2). Konsistensi pada kedua lapisan adalah lepas dengan struktur yang
belum terbentuk. Kemudian pada titik kedua, warna pada lapisan 0-25 cm
adalah coklat sangat pucat (10YR 8/2) sedangkan pada lapisan 25-50 cm
coklat keabu-abuan (10YR 5/2). Kedua lapisan memiliki konsistensi lepas

Gambar 7 Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 15 tahun di site Air Limau

9
dengan struktur yang masih belum terbentuk. Jenis tailing di kedua titik
pengamatan tersebut masuk ke dalam kategori sand tailing. Ilustrasi
mengenai penampang profil bahan tailing pada site ini disajikan pada
Gambar 8.
Warna pada lapisan atas titik pertama yang lebih gelap dibandingkan
dengan titik kedua bisa dikarenakan adanya pengaruh bahan organik dari
tanaman Akasia yang tumbuh di atasnya. Meski sudah direklamasi sejak 15
tahun lalu, Akasia pada site ini terlihat tumbuh dengan tidak optimal dengan
diameter sekitar 15 cm dengan tinggi sekitar 20 m. Pada kedua titik tersebut,
perbedaan kondisi lahan disebabkan oleh adanya penambangan kembali
yang dilakukan masyarakat setempat. Proses penambangan yang
menggunakan mesin penyemprot mengerosi tanah sehingga banyak vegetasi
Akasia yang tumbang.

Keterangan: Titik 1  tailing 0-50 cm; Titik 2  tailing 0-50 cm

Gambar 8 Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang reklamasi 15
tahun di site Air Limau
Lahan Bekas Tambang Berumur Reklamasi 19 Tahun
Lahan bekas tambang berumur reklamasi 19 tahun berada pada site
Air Jangkang. Site ini memiliki relief yang datar agak berombak, seperti
tampak pada Gambar 9, dimana tailing berbahan pasir berada pada bagian
yang sedikit menggunduk, sedangkan slime tailing berada pada bagian yang
datar. Titik pertama berada pada bagian site yang masuk kategori sand
tailing, sedangkan titik kedua berada pada bagian site yang masuk kategori
slime tailing. Pada titik pertama, tampak morfologi yang bervariasi dari
permukaan sampai kedalaman 50 cm dengan ditunjukkan oleh warna pada
lapisan 0-20 cm abu-abu merah muda (5YR 7/2) dengan konsistensi lepas
dan belum berstruktur, sedangkan pada lapisan 20-50 cm warnanya adalah
merah kekuningan (5YR 5/6) dengan konsistensi lepas dan juga tidak
berstruktur. Pada titik kedua, morfologi tampak homogen dari permukaan

10
sampai kedalaman 40 cm yang ditunjukkan oleh warna merah kekuningan
(5YR 5/8) dengan tekstur klei dan konsistensi gembur. Pengamatan hanya
bisa dilakukan sampai kedalaman 40 cm, karena pada kedalaman lebih dari
itu sudah jenuh oleh air. Ilustrasi penampang profil bahan tailing pada site
ini disajikan pada Gambar 10.

Gambar 9 Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 19 tahun di site Air Jangkang
Di site ini tumbuhan hasil revegetasi dan tanah pucuk sudah tidak
tampak sama sekali. Hanya tersisa rumput yang tumbuh dengan kerapatan
rendah pada bagian tailing yang masuk ke dalam slime tailing. Sedangkan
pada sand tailing tidak ditumbuhi apapun. Keberadaan vegetasi dan tanah
pucuk yang tidak tersisa tersebut disebabkan adanya penambangan kembali
oleh masyarakat.

Keterangan: Titik 1  tailing 0-50 cm; Titik 2  tailing 0-40 cm

Gambar 10 Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang reklamasi 19
tahun di site Air Jangkang

11
Hutan
Tanah pada lahan hutan yang digunakan sebagai acuan kondisi tanah
sebelum penambangan yang juga dijadikan sebagai tanah pucuk penutup
bahan tailing memiliki morfologi lebih bervariasi antar lapisannya. Pada
hutan di dekat site Air Mesu, sampai kedalaman 50 cm, terdapat 4 lapisan.
Lapisan pertama dari 1-10 cm memiliki warna coklat sangat gelap keabuabuan (10YR 3/2) dengan konsistensi gembur dan terdapat struktur. Pada
lapisan 10-20 cm, 20-40 cm dan >40 cm warnanya tampak homogen yang
ditunjukkan oleh warna kuning kecoklatan, namun dengan kroma yang
berbeda-beda (lapisan 10-20 cm 10YR 5/4, lapisan 20-40 cm 10YR 5/6,
lapisan >40 cm 10YR 5/4). Konsistensi pada ketiga lapisan ini juga
berbeda-beda, yaitu berturut-turut gembur, teguh, sangat teguh.
Hutan pada site dekat site Air Limau juga memiliki morfologi yang
bervariasi, ditunjukkan oleh warna pada lapisan 0-25 cm yang coklat (10YR
4/3) dengan konsistensi gembur dan sudah terbentuk struktur. Sedangkan
pada lapisan 25-45 cm dan >45cm warnanya tampak homogen yang
ditunjukkan oleh warna coklat kekuningan (10YR 5/6 dan 10YR 5/8)
dengan konsistensi teguh dan sudah berstruktur. Di kedua lahan hutan pada
lapisan atas terdapat banyak perakaran baik halus mapun sedang. Ilustrasi
penampang profil tanah di lahan hutan disajikan pada Gambar 11.

Keterangan: Titik 1  tanah 0-50 cm; Titik 2  tanah 0-50 cm

Gambar 11Penampang profil tanah hutan dekat site Air Mesu (titik 1) dan
dekat site Air Limau (titik 2)
Berdasarkan pengamatan, bahan tailing belum memiliki
perkembangan morfologi dengan ditunjukkan oleh warna yang relatif
homogen dibandingkan dengan tanah hutan. Setelah adanya penambahan
tanah pucuk seperti pada lahan reklamasi berumur 6 tahun, konsistensi
masih tergolong lepas dengan struktur yang belum terbentuk. Warna paling
gelap ada pada lahan bekas tambang berumur 1 tahun. Hal tersebut terjadi

12
dikarenakan adanya penutupan dengan tanah pucuk yang banyak
mengandung bahan organik pada saat awal kegiatan reklamasi dilakukan.
Secara umum lahan bekas tambang didominasi oleh bahan tailing yang
memiliki konsistensi lepas dan tidak berstruktur.
Sifat Fisik
Hasil analisis terhadap sifat fisik, yaitu tekstur dan permeabilitas, pada
bahan tailing lahan-lahan bekas tambang pada berbagai umur reklamasi
disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa ada
keragaman sifat fisik pada masing-masing lahan bekas tambang yang telah
direklamasi.
Tabel 3 Tektstur dan permeabilitas bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta
tanah hutan
Umur
Reklamasi
0 Tahun
1 Tahun
6 Tahun
(Titik 1)
6 Tahun
(Titik 2)
15 Tahun
(Titik 1)
15 Tahun
(Titik 2)
19 Tahun
(Titik 1)
19 Tahun
(Titik 2)
Hutan
(Titik 1)
Hutan
(Titik 2)

Kedalaman
(cm)
0-25

51.55

41.35

7.11

25-50

45.92

47.93

0-25

70.00

25-50
0-25

Pasir

Debu

Klei

Permeabilitas
cm/jam

Klasa

Keteranganb

Lempung

0.09

SL

Slime

6.15

Lempung

0.80

AL

Slime

5.40

24.60

Lempung klei berpasir

62.70

SC

TP

65.89

11.38

22.72

Lempung klei berpasir

17.02

C

TP

68.70

24.20

7.09

Lempung berpasir

75.13

SC

TP

25-50

64.29

19.59

16.12

Lempung berpasir

166.29

SC

TP

0-20

90.47

7.09

2.44

Pasir

-

-

Sand

20-40

84.64

6.58

8.78

Pasir berlempung

11.85

AC

Sand

0-27

85.43

10.45

4.12

Pasir berlempung

65.69

SC

Sand

27-50

79.60

9.32

11.08

Pasir berlempung

58.69

SC

Sand

0-25

95.98

0.32

3.71

Pasir

160.06

SC

Sand

25-50

88.31

5.85

5.85

Pasir berlempung

76.94

SC

Sand

0-20

94.33

0.52

5.16

Pasir

97.91

SC

Sand

20-50

83.88

10.08

6.05

Pasir berlempung

34.45

SC

Sand

0-20

45.02

40.27

14.71

Lempung

2.34

SD

Slime

20-40

46.54

37.17

16.30

Lempung

0.53

AL

Slime

0-25

63.26

4.67

32.07

Lempung klei berpasir

116.41

SC

-

25-50

60.51

5.88

33.61

Lempung klei berpasir

1413.78

SC

-

0-25

62.40

17.02

20.59

Lempung berpasir

-

-

-

Kelas Tekstur

%

Lempung berpasir
25-50 63.51 14.80 21.69
2.41
SD
Keterangan: Klas = Klasifikasi, SL = Sangat Lambat, AL = Agak Lambat, SD = Sedang, AC = Agak Cepat,
C = Cepat, SC = Sangat Cepat
b
Keterangan: TP = Tanah Pucuk

a

13
Tekstur
Pada Tabel 3, berdasarkan dominasi fraksi yang ada, terlihat bahwa
jenis tailing yang mendominasi adalah sand tailing, yaitu terdapat pada
lahan yang berumur reklamasi 6 tahun titik kedua, 15 tahun titik pertama
dan kedua, serta 19 tahun pada titik pertama. Fraksi pasir paling tinggi
berada pada lahan berumur reklamasi 15 tahun titik kedua, yaitu sebesar
95.98 %. Dominasi fraksi pasir tersebut diduga dikarenakan fraksi debu dan
klei yang memiliki ukuran fraksi lebih kecil hanyut ketika proses
penambangan berlangsung. Adapun lahan-lahan bekas tambang yang
terdapat slime tailing berada pada site berumur reklamasi 0 dan 19 tahun
pada titik kedua. Tekstur pada kedua titik pengamatan ini masuk ke dalam
kelas tekstur lempung dengan presentase fraksi debu dan klei yang cukup
tinggi. Hanya saja pada site yang berumur 0 tahun persentase klei terbilang
sedikit dibandingkan dengan site yang berumur 19 tahun titik kedua. Lahan
berumur reklamasi 0 tahun ini didominasi fraksi debu sebesar 41.35 % pada
lapisan 0-25 cm dan 47.93 % pada lapisan 25-50 cm.
Pada lahan bekas tambang yang masih terdapat tanah pucuk, seperti
pada lahan yang berumur reklamasi 1 dan 6 tahun titik pertama, masih
memiliki fraksi pasir yang cukup tinggi, berkisar antara 65.89 % sampai
70.00 %. Lahan bekas tambang berumur reklamasi 1 tahun memiliki tekstur
lempung klei berpasir. Persentase klei lapisan 0-25 cm pada site ini adalah
24.60 %, sedangkan lapisan 25-50 cm adalah 22.72 %. Kemudian pada
lahan bekas tambang berumur reklamasi 6 tahun titik pertama masuk ke
dalam kelas tekstur lempung berpasir. Pada site ini presentse klei pada
lapisan 25-50 cm lebih tinggi sebesar 16.12 % dibandingkan dengan lapisan
0-25 cm yang hanya sebesar 7.09 %. Hal tersebut dikarenakan fraksi klei
yang terdapat pada tanah pucuk tersebut tercuci. Tingginya fraksi pasir pada
tanah pucuk kedua site ini terkait dengan tekstur tanah hutan yang juga
memiliki fraksi pasir cukup tinggi, yaitu 60.51 % (lapisan atas) 63.26 %
(lapisan bawah), sebab tanah pucuk yang digunakan sebagai penutup
hamparan tailing berasal dari sekitar site tersebut.
Permeabilitas Tanah
Pada Tabel 3, berdasarkan klasifikasi permeabilitas menurut Unland
dan O’neil (1951) pada Lampiran 6, terlihat bahwa bahan tailing yang
berupa sand tailing, seperti pada lahan bekas tambang yang berumur
reklamasi 6, 15 dan 19 tahun titik pertama, memiliki permeabilitas yang
masuk dalam kriteria cepat sampai sangat cepat dengan nilai berkisar antara
11.85 cm/jam sampai 160.06 cm/jam. Hal tersebut dikarenakan persentase
fraksi pasir yang dominan memiliki jumlah pori makro juga menjadi
dominan dibandingkan dengan pori mikro, akibatnya air tidak mampu
ditahan oleh tailing tersebut. Sedangkan tailing yang berupa slime tailing
seperti pada lahan bekas tambang yang berumur reklamasi 0 dan 19 tahun
titik kedua memiliki permeabilitas yang masuk kriteria agak lambat sampai
sedang dengan nilai berkisar antara 0.09 cm/jam sampai dengan 2.34
cm/jam. Hal tersebut dikarenakan fraksi klei dan debu yang mendominasi,

14
sehingga jumlah pori mikro menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan pori
makro.
Soepardi (2007) mengatakan bahwa pori makro memperlambat
gerakan udara dan air, sedangkan pori mikro menghambat gerakan udara
dan air, hanya dibatasi pada gerakan kapiler saja. Jadi, pada tanah berpasir,
walaupun ruang pori sedikit, gerakan udara dan air sangat cepat disebabkan
dominasi pori makro.
Adapun pada lahan yang berumur reklamasi 1 tahun, meski persentase
klei cukup tinggi, tapi permeabilitas masuk ke dalam kriteria cepat sampai
sangat cepat. Hal tersebut dikarenakan fraksi pasir juga masih memiliki
persentase yang cukup tinggi. Kemudian pada tanah hutan site pertama,
banyaknya perakaran membuat permeabilitas yang diukur di laboratorium
masuk ke dalam kriteria sangat cepat, sedangkan tanah hutan site kedua
memiliki permeabilitas dengan kriteria sedang.
Sifat Kimia
Hasil analisis terhadap sifat kimia pada bahan tailing lahan-lahan
bekas tambang pada berbagai umur reklamasi disajikan pada Gambar 12
sampai Gambar 16. Berdasarkan gambar-gambar grafik tersebut, dapat
dilihat bahwa terdapat keragaman sifat kimia pada masing-masing lahan
bekas tambang.
Reaksi Tanah
Reaksi tanah pada bahan tailing tergolong dalam kriteria sangat
masam sampai masam dengan kisaran pH 3.46-5.30. Nilai pH terendah ada
pada titik pertama lahan bekas tambang berumur 15 tahun (3.46 pada
lapisan 0-27 cm dan 3.70 pada lapisan 27-50 cm). Sedangkan nilai pH
tertinggi ada pada titik pertama lahan bekas tambang berumur 19 tahun
6.00
5.00
pH

4.00

Lapisan

3.00

Atas

2.00
Bawah

1.00
0.00
0

1

6.1

6.2

15.1

15.2

19.1

19.2 Hut.1 Hut.2

Umur reklamasi (Tahun)

Gambar 12 Grafik pH bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas tambang
timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah hutan

15
(5.30 pada lapisan 0-20 cm dan 5.19 pada lapisan 20-50). Hal demikian bisa
disebabkan oleh intensifnya proses pencucian basa-basa serta pelapukan
bahan organik yang didukung oleh kondisi iklim pada site penelitian.
Namun jika melihat pH di tanah hutan sendiri yang juga memiliki kondisi
pH sangat masam sampai masam, ada kemungkinan pH di lahan-lahan
bekas tambang memang sudah rendah sejak sebelum pertambangan
dilakukan. Keterangan mengenai pH tanah selanjutnya terlampir pada tabel
di Lampiran 3.
C-Organik
Pada beberapa site yang masih terdapat tanah pucuk, seperti pada
lahan berumur reklamasi 1 tahun dan 6 tahun titik pertama, kandungan Corganik lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang sudah tidak ada tanah
pucuk. Hal tersebut dikarenakan tanah pucuk yang digunakan sebagai
penutup tailing memiliki kandungan C-organik lebih tinggi dibandingkan
dengan tailing itu sendiri. Pada lahan reklamasi berumur 1 tahun, nilai Corganik lapisan atas dan bawahnya berturut-turut sebesar 1.51 % dan 1.34 %.
Kemudian pada titik pertama lahan bekas tambang berumur reklamasi 6
tahun, C-organik pada lapisan atas dan bawah berturut-turut adalah 1.12 %
dan 1.09 %. Adanya vegetasi Akasia juga bisa menjadi sumber tingginya Corganik di titik ini.
Lahan-lahan yang sudah tidak terlihat adanya tanah pucuk maupun
sudah tidak adanya vegetasi memiliki kandungan C-organik yang sangat
rendah. Seperti terlihat pada Gambar 14, lahan bekas tambang yang berumur
reklamasi 19 tahun memiliki kandungan C-organik yang lebih rendah
dibandingkan dengan site lainnya. Hal tersebut dikarenakan vegetasi yang
merupakan sumber C-organik sudah tidak ada. Tanah pucuk juga sudah
tidak ada pada site ini. Watts dan Dexter (1997) melaporkan bahwa tanahtanah dengan kandungan C-organik rendah lebih sensitif terhadap gangguan
mekanik dibandingkan dengan tanah dengan kandungan C-organik tinggi.
3.00

C-oganik (%)

2.50
2.00

Lapisan

1.50
Atas

1.00

Bawah

0.50
0.00
0

1

6.1

6.2

15.1

15.2

19.1

19.2 Hut.1 Hut.2

Umur reklamasi (Tahun)

Gambar 13 Grafik C-organik bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah
hutan

16
Pada tanah dengan struktur kurang baik, penurunan bahan organik tanah
dapat menyebabkan penurunan kualitas fisik tanah secara dramatis. Yatno
(2011) dalam jurnalnya mengatakan bahwa semakin tinggi C-organik dalam
tanah maka bobot isi tanah akan semakin menurun.
N-Total

N-total (%)

Kegiatan pertambangan timah berpengaruh menurunkan kadar
nitrogen total dalam tanah. Penurunan terjadi karena kehilangan bahan
organik akibat proses penambangan yang mangupas lapisan tanah pucuk
atau karena pencucian yang diakibatkan curah hujan yang tinggi. Lahan
bekas tambang yang telah ditambah tanah pucuk memiliki nilai N-total lebih
tinggi dibandingkan dengan tidak ditambah tanah pucuk, meskipun masih
masuk ke dalam kriteria rendah. Berdasarkan kriteria sifat tanah Pusat
Penelitian Tanah tahun 2009 (Lampiran 5), hasil pengamatan menunjukkan
kadar N-total pada lahan-lahan bekas tambang yang telah direklamasi masih
tergolong dalam kriteria rendah. Kadar nitrogen total pada tanah hutan titik
pertama dan kedua, di lapisan atas, yaitu berturut-turut 1.37 % dan 1.40 %.
Pada lahan bekas tambang yang telah ditambah tanah pucuk, seperti lahan
bekas tambang berumur reklamasi 1 tahun, kadar nitrogen total pada lapisan
atas, yaitu 1.08 %. Pada lahan bekas tambang yang tidak terdapat tanah
pucuk, seperti lahan bekas tambang berumur 15 tahun, kadar N-totalnya
memiliki nilai terendah, yaitu 0.06 % titik pertama dan 0.13 % titik kedua.
Rendahnya kadar N-total pada site ini mengakibatkan tanaman menjadi
kerdil. Kadar N-total pada lapisan atas lahan berumur reklamasi 0 tahun, 6
tahun titik pertama dan kedua serta 15 tahun titik pertama dan kedua
berturut-turut adalah 0.23 %, 0.24 %, 0.38 %, 0.13 % dan 0.06 %.
Soepardi (2007) mengatakan bahwa tanaman yang kurang memeroleh
nitrogen tumbuh kerdil dan sistem perakarannya terbatas. Nitrogen
merangsang pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada
daun. Hampir pada seluruh tanaman, nitrogen merupakan pengatur dari
penggunaan kalium, fosfor dan penyusun lainnya.
0.16
0.14
0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00

Lapisan
Atas
Bawah

0

1

6.1

6.2

15.1 15.2 19.1 19.2 Hut.1 Hut.2

Umur reklamasi (Tahun)

Gambar 14Grafik N-total bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah
hutan

17
Fosfor Tersedia
Kandungan P-tersedia pada lahan-lahan bekas tambang masuk dalam
kategori rendah. Lahan reklamasi yang masih terdapat tanah pucuk memiliki
nilai P-tersedia lebih tinggi dibandingkan dengan tidak terdapat tanah pucuk.
Seperti pada lahan bekas tambang berumur reklamasi 1 tahun dan 6 tahun
titik pertama. Nilai P-tersedia pada lahan bekas tambang berumur reklamasi
1 tahun adalah 3.98 ppm pada kedalaman 0-25 cm dan 5.12 ppm pada
kedalaman 25-50 ppm. Pada lahan bekas tambang berumur reklamasi 6
tahun, nilai P-tersedia adalah 2.56 ppm pada kedalaman 0-25 cm dan 5.10
ppm pada kedalaman 25-50 cm. Sedangkan lahan yang sudah tidak tampak
tanah pucuk, nilai P-tersedia paling rendah berada pada lahan bekas
tambang berumur reklamasi 19 tahun titik pertama yaitu sebesar 0.65 ppm
pada kedalaman 0-20 cm dan 0.61 ppm pada kedalaman 20-50 cm.
Rendahnya nilai P-tersedia pada site ini bisa diakibatkan karena terikat oleh
Al dan Fe pada saat kegiatan pertambangan dilakukan yang menurunkan pH
sehingga mengubahnya kedalam bentuk yang tidak tersedia untuk tanaman.
Unsur fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan
mineral-mineral di dalam tanah. Phosphor paling mudah diserap oleh
tanaman pada pH sekitar 6-7. Jika tanaman kekurangan P, pembelahan sel
pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil (Hardjowigeno, 1992).

P-tersedia (ppm)

10.00
8.00
6.00

Lapisan

4.00

Atas
Bawah

2.00
0.00
0

1

6.1

6.2

15.1 15.2 19.1 19.2 Hut.1 Hut.2

Umur reklamasi (Tahun)

Gambar 15 Grafik P-Tersedia bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah
hutan
Kapasitas Tukar Kation
Secara umum KTK pada bahan tailing memiliki nilai KTK yang lebih
rendah dibandingkan dengan tanah pucuk. Adanya keragaman nilai KTK
tidak bisa dipungkiri karena kaitannya dengan jumlah humus dan klei serta
jenis klei yang dijumpai. Lahan-lahan reklamasi yang sudah tidak terdapat
tanah pucuk memiliki nilai KTK yang masuk dalam kriteria sangat rendah
sampai rendah, yaitu berkisar 0.22-4.07 me/100g. Nilai KTK lahan
reklamasi tanpa tanah pucuk tertinggi berada pada titik kedua lahan berumur

18
reklamasi 19 tahun. Hal tersebut erat kaitannya dengan persentase fraksi klei
yang cukup tinggi pada titik ini. Sedangkan nilai KTK pada lahan reklamasi
yang masih terdapat tanah pucuk berkisar antara 1.78-6.73 me/100g. Nilai
KTK tertinggi pada lahan reklamasi yang masih terdapat tanah pucuk berada
pada lapisan bawah titik pertama site berumur reklamasi 6 tahun. Hal
tersebut diduga dikarenakan jumlah dan jenis klei pada site ini. Namun
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis klei yang
terkandung pada titik ini. Tekstur yang didominasi pasir bisa menjadi salah
satu penyebab nilai KTK menjadi rendah. Rendahnya persentase fraksi klei
dan humus menjadikan luas jerapan kation semakin sempit.
Kapasitas tukar kation yang rendah pada lahan-lahan bekas tambang
menunjukkan ketersediaan unsur hara yang rendah pula. Soepardi (2007)
mengatakan bahwa semakin halus tekstur tanah maka semakin tinggi KTK
tanah. Tekstur pasir yang kasar sedikit mengandung klei koloidal dan juga
miskin bahan organik atau humus. Sebaliknya, tanah bertekstur halus
mengandung lebih banyak klei dan juga lebih banyak humus.

Lapisan
Atas
Bawah

KTK (me/100g)

7.50
6.50
5.50
4.50
3.50
2.50
1.50
0.50
-0.50

0

1

6.1

6.2

15.1

15.2

19.1

19.2

Hut.1 Hut.2

Umur Reklamasi (Tahun)

Gambar 16 Grafik kapasitas tukar kation bahan tailing dan tanah pucuk di
lahan bekas tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi
serta tanah hutan
Pembahasan Umum
Berdasarkan hasil pengamatan, secara umum, lahan tailing yang
masuk ke dalam jenis sand tailing memiliki konsistensi lepas dengan
permeabilitas agak cepat sampai sangat cepat. Sedangkan jenis slime tailing
memiliki konsistensi yang gembur dengan permeabilitas sangat lambat
sampai lambat. Baik sand tailing maupun slime tailing memiliki
ketersediaan hara rendah untuk pertumbuhan tanaman. Maka dari itu,
penambahan tanah pucuk mampu menyediakan hara untuk tanaman yang
akan digunakan untuk revegetasi. Seperti pada lahan yang bekas tambang
yang berumur reklamasi 1 dan 6 tahun titik pertama dimana terlihat dari
grafik-grafik sebelumnya menunjukkan ketersediaan hara yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak terdapat tanah pucuk. Secara morfologi,
tanah pucuk memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan lahan

19
yang sudah tidak terdapat tanah pucuk. Namun, adanya penambangan
kembali yang dilakukan oleh masyarakat mengakibatkan kondisi lahan
semakin buruk. Seperti tertulis di dalam laporan Amdal PT Timah (2009),
tahun 2001, Tambang Inkonvensional (TI) atau Tambang Skala Kecil (TSK)
mulai marak di Pulau Bangka dan Belitung. Operasi TI/TSK yang dilakukan
oleh warga masyarakat ini dilakukan di luar maupun di dalam Kuasa
Pertambangan (KP) PT. Timah. Bahkan di beberapa tempat ada yang
beroperasi di lahan hasil reklamasi PT. Timah.Sehingga lahan hasil
reklamasi menjadi rusak kembali, seperti pada lahan reklamasi berumur 19
tahun.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, morfologi bahan tailing dan
tanah pucuk pada lahan-lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka
memiliki kondisi yang bervariasi. Tanah pucuk memiliki warna lebih gelap
dibandingkan dengan tailing. Tailing itu sendiri dibagi kedalam dua jenis,
yaitu slime taling