Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Dan Kepentingan Tokoh Dalam Penyebaran Pengetahuan Tanaman Obat

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERAN DAN
KEPENTINGAN TOKOH DALAM PENYEBARAN
PENGETAHUAN TANAMAN OBAT

FITRI OKTAVIANI S

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Masyarakat
terhadap Peran dan Kepentingan Tokoh dalam Penyebaran Pengetahuan Tanaman
Obat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015

Fitri Oktaviani S
NIM I34110148

ABSTRAK
FITRI OKTAVIANI S. Persepsi Masyarakat Terhadap Peran dan Kepentingan
Tokoh dalam Penyebaran Pengetahuan Tanaman Obat. Dibawah bimbingan
SAHARUDDIN.
Pengetahuan tradisional tentang tanaman obat merupakan hasil dari
penyebaran secara turun-temurun melalui hasil interaksi antar individu dalam
suatu sistem sosial masyarakat. Interaksi dalam lingkungan sosial dapat
membentuk persepsi pada masyarakat. Persepsi yang muncul pada tokoh dalam
penyebaran pengetahuan tentang tanaman obat dan hubungannya dengan tingkst
pengetahuan tanaman obat pada masyarakat menjadi hal yang diuji dalam
penelitian ini. Penelitian menggunakan metode survai dengan pemilihan
responden melalui teknik purposive sampling. Penelitian dilakukan di Desa
Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukan

tingkat pengetahuan tradisional tentang tanaman obat pada masyarakat Desa
Ciherang berada pada tingkatan sedang. Selain itu tidak terdapat hubungan antara
peran dan kepentingan tokoh terhadap tingkat pengetahuan tradisional tentang
tanaman obat pada masyarakat Desa Ciherang.
Kata Kunci: Tokoh, pengetahuan tradisional, tanaman obat

ABSTRACT
FITRI OKTAVIANI S. Community Perceptions in the Role and Interest of Figure in the
Spread of Medicinal Plants Knowladge. Supervised by SAHARUDDIN.
Traditional knowladge about medicinal plants was the result of the spread in
generations through the results of interections among individuals in community social
system. Interaction in a social environment can form perception to the community.
Perception that arises in a figure in the spread of medicinal plants knowladge and its
reletion to the level of medicinal plants knowledge in the community is be the tested in
this research. This research uses a survey method by choosing respondents with
purposive sampling method. This research was done in Ciherang village, Dramaga
subdistricts, Bogor districts. The results of this research showed the level of traditional
medicinal plants knowladge in Ciherang vilagers are at medium level. In addition, there
was no correlation between the role and interests of figure on the level of medicinal
plants knowledge in Ciherang villagers.

Keywords: figures, medicinal plants, traditional knowledge

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERAN DAN
KEPENTINGAN TOKOH DALAM PENYEBARAN
PENGETAHUAN TANAMAN OBAT

FITRI OKTAVIANI S
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA


Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
limpahan karunia dalam setiap proses penelitian dan penyusunan skripsi yang
berjudul “Persepsi Masyarakat terhadap Peran dan Kepentingan Tokoh dalam
Penyebaran Pengetahuan Tanaman Obat”. Penulis menyadari penyusunan skripsi
ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu penulis sampaikan
terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Saharuddin, MSi atas
bimbingan, saran dan inspirasi dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih pula
penulis sampaikan kepada masyarakat Desa Ciherang, lokasi dimana penelitian
skripsi ini dilaksanakan. Kepada orang tua dan keluarga atas segala bentuk doa
dan dukungannya kepada penulis. Serta terimakasih pula kepada Romana, Ike,
dan Dheva atas segala bentuk motivasi kepada penulis. Dan kepada keluarga
Mabs (Vani, Feby, Amaris, Aldi, Upa, Bima, Shofwan, Etha, Habib, Iwan, Isal,
dan Maul) atas persahabatan yang luar biasa. Terimakasih kepada Octaviana
sebagai sahabat yang juga selalu mendengarkan segala bentuk cerita, dan
terimakasih kepada Ilham Kurnia atas segala bentuk dukungan yang diberikan.
Dan tentunya terimakasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan SKPM 48 atas
kebersamaan selama menjalani perkuliahan di IPB.
Bogor, Mei 2015


Fitri Oktaviani S

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Hubungan Manusia dengan Lingkungan
Hubungan Manusia dengan Alam dalam Sudut Pandang Antropologi
Persepsi Sebagai Hasil Interaksi Manusia dengan Lingkungan Sosial
Pengetahuan Tradisional sebagai Bentuk Kebudayaan
Pemanfaatan Tanaman Bagi Kebutuhan Gizi dan Kesehatan sebagai
Bentuk Pengetahuan Tradisional

Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Definisi Operasional
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengambilan Responden dan Informan
Teknik Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Penduduk Desa Ciherang
Kondisi Sosial dan Ekonomi Desa Ciherang
GAMBARAN PENGETAHUAN TANAMAN OBAT DI DESA
CIHERANG
Pengetahuan Tradisional Tanaman Obat
POLA PENYEBARAN PENGETAHUAN TANAMAN OBAT DALAM
JARINGAN SOSIAL MASYARAKAT
Jaringan Sosial Masyarakat dan Pengetahuan Tanaman Obat
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERAN DAN
KEPENTINGAN TOKOH

Peran Tokoh dalam Lingkup Pengetahuan tentang Tanaman Obat
Kepentingan Tokoh dalam Lingkup Pengetahuan tentang Tanaman Obat
PENGETAHUAN TRADISIONAL TENTANG TANAMAN OBAT
PADA MASYARAKAT DESA CIHERANG
Budidaya Tanaman
Konsumsi Tanaman
Manfaat Kesehatan
HUBUNGAN PERAN DAN KEPENTINGAN TOKOH DENGAN
TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TANAMAN OBAT
SIMPULAN DAN SARAN

XIV
XIV
XV
1
1
2
2
3
5

5
5
5
6
7
8
9
10
10
13
13
13
14
14
15
17
17
18
21
21

27
27
31
31
32
35
35
41
45
53
57

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

57
58

59
61
65

DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7

Tabel 8

Tabel 9

Tabel 10


Tabel 11

Tabel 12

Tabel 13

Tabel 14

Tabel 15

Tabel 16

Uji statistik reabilitas
Jumlah penduduk Desa Ciherang berdasarkan kategori
kelompok umur
Tingkatan pendidikan penduduk Desa Ciherang
Mata pencaharian penduduk Desa Ciherang
Pengetahuan tradisional tanaman obat masyarakat Desa
Ciherang
Frekuensi kategori tokoh

Halaman
14
17
18
19
23
29

Persentase budidaya tanaman obat berdasarkan jenis
tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan
masyarakat Desa Ciherang pada aspek pengetahuan
Persentase budidaya tanaman obat berdasarkan jenis
tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan
masyarakat Desa Ciherang pada aspek sikap

39

Persentase budidaya tanaman obat berdasarkan jenis
tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan
masyarakat Desa Ciherang pada aspek tindakan
Persentase manfaat tanaman obat untuk konsumsi rumah
tangga berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam
di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada
aspek pengetahuan
Persentase manfaat tanaman obat untuk konsumsi rumah
tangga berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam
di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada
aspek sikap
Persentase manfaat tanaman obat untuk konsumsi rumah
tangga berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam
di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada
aspek tindakan
Persentase manfaat tanaman obat untuk kesehatan
berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di
lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang Tahun 2015
pada aspek pengetahuan
Persentase manfaat tanaman obat untuk kesehatan
berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di
lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang Tahun 2015
pada aspek sikap
Persentase manfaat tanaman obat untuk kesehatan
berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di
lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang Tahun 2015
pada aspek tindakan
Tabulasi silang hubungan dasar hubungan tokoh dengan
tingkat pengetahuan tradisional

40

39

43

44

44

49

49

50

54

Tabel 17
Tabel 18

Tabulasi silang hubungan tingkat peran tokoh dengan
tingkat pengetahuan tradisional
Tabulasi silang hubungan tingkat kepentingan tokoh
dengan tingkat pengetahuan tradisional

54
55

DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar 1

Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14

Halaman
Kerangka analisis hubungan peran dan kepentingan
10
tokoh dalam pengetahuan tradisional tentang tanaman
obat
Persentase jenis jaringan sosial tokoh
29
Persentase persepsi masyarakat terhadap tingkat peran
31
tokoh
Persentase persepsi masyarakat terhadap tingkat
32
kepentingan tokoh
Persentase pengetahuan aspek budidaya
36
Persentase sikap aspek budaya
37
Persentase tindakan aspek budidaya
38
Persentase pengetahuan aspek konsumsi
41
Persentase sikap aspek konsumsi
42
Persentase tindakan aspek konsumsi
42
Persentase pengetahuan aspek manfaat kesehatan
45
Persentase sikap aspek manfaat kesehatan
46
Persentase tindakan aspek manfaat kesehatan
47
Persentase tingkat pengetahuan tradisional tentang
48
tanaman obat

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4

Jadwal penelitian skripsi
Sketsa lokasi penelitian
Dokumentasi
Hasil uji Rank Spearman

Halaman
61
62
63
64

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang tidak hanya berperan sebagai makhluk
sosial yang berhubungan dengan sesamanya, melainkan manusia juga memiliki
peran untuk berhubungan dengan lingkungan. Setiap aktivitas manusia memiliki
pengaruh pada lingkungan, begitupun sebaliknya. Iskandar (2012) mengutarakan
konsep yang berkaitan dengan hal ini yakni mengenai psikologi lingkungan,
psikologi lingkungan didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan
antara tingkah laku manusia dengan lingkungan fisik (alam dan buatan) dan juga
hubungan manusia dengan lingkungan sosialnya. Psikologi lingkungan membahas
mengenai proses psikologis yang membentuk tingkah laku manusia terhadap
lingkungan. Proses psikologis tersebut tentunya berhubungan pula dengan
interaksi manusia sebagai masyarakat dengan manusia lainnya, dan kemudian
hasil dari interaksi tersebut akan memunculkan sikap dan tindakan yang
merupakan hasil keputusan dari proses psikologis pada interaksi dengan pihak lain
tersebut. Interaksi dengan seseorang dapat membentuk suatu persepsi terhadap
orang tersebut yang kemudian dapat berpengaruh pada perilaku. Perlakuan
manusia terhadap alam tersebut yang dalam hal ini adalah menanam dan
memanfaatkan sumberdaya alam berupa tanaman juga berhubungan dengan
kehidupan sosial manusia itu sendiri dalam beraktivitas selaku makhluk sosial
sebagai masyarakat yang berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Bannet (1969) yang sebagaimana dikutip Saharuddin
(2007) mengenai antropologi ekologi yang mempelajari pemanfaatan sumberdaya
alam yang dilakukan oleh manusia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
organisasi sosial dan nilai budaya, dan melihat bagaimana perilaku yang
ditunjukan manusia atas interaksinya dengan alam.
Dalam hubungan interaksi antara ekosistem alam dan sistem sosial
terdapat bentuk dan fungsi dari hubungan tersebut, bentuk dan fungsi tersebut
merupakan bentuk dari peranan masing-masing komponen untuk dapat
berintegrasi dalam sistem sehingga lingkungan dapat memberikan manfaat yang
maksimal. Misalnya bagaimana manusia berperan dalam mengambil, menerima,
mengolah energi dan materi yang terdapat pada lingkungan untuk meningkatkan
kualitas ekosostem itu sendiri (Saharuddin 2007). Sama halnya ketika manusia
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya untuk mengambil manfaat dari
tumbuhan atau tanaman yang dianggap memiliki manfaat untuk kehidupannya.
Memanfaatkan tanaman sebagai obat-obatan tradisional pun telah dilakukan
secara turun-temurun, namun dalam penerapannya saat ini dipengaruhi beragam
faktor. Sebagaimana pendapat Ritohardoyo (2009) yang dikutip oleh Situmorang
dan Harianja (2014) dalam penelitiannya yang berjudul faktor-faktor yang
mempengaruhi kearifan lokal pemanfaatan obat-obatan tradisional oleh etnik
Karo, Ritohardoyo berpandangan perilaku dan tindakan manusia terhadap sesuatu
hal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dibedakan menjadi faktor dasar, faktor
pendukung, dan faktor pendorong. Faktor dasar terdiri atas esensi manusia itu
sendiri, faktor pendukung terdiri atas pendidikan, pekerjaan, strata sosial, budaya,

2

fasilitas, dan lain-lain. Sementara faktor pendorong
terdiri atas media,
penyuluhan, tokoh agama dan masyarakat.
Memanfaatkan tanaman untuk memenuhi kebutuhan gizi dan untuk
keperluan mengobati penyakit menjadi salah satu bentuk hubungan manusia
dengan lingkungan alamnya. Pulunggono (1999) berpendapat seperti dikutip pada
Rahayu (2013), masyarakat tradisional dan modern hingga saat ini masih
memanfaatkan tumbuhan yang bersumber dari alam yang sebagian besar
merupakan tumbuhan potensial. Pemanfaatan tanaman tersebut dalam suatu
kelompok masyarakat biasanya meneruskan metode atau pengetahuan yang telah
didapatnya secara turun-temurun yang berasal dari orang tua atau tokoh-tokoh
yang masih memengang teguh kebiasaan menggunakan tanaman untuk
pengobatan sebagai bentuk pengetahuan tradisional di lingkungannya. Interaksi
dengan tookoh-tokoh tersebut membentuk persepsi sebagai stimulus dalam sikap
serta tindakan terhadap tanaman obat. Desa Ciherang menjadi salah satu lokasi
dimana pengetahuan tradisional mengenai manfaat tanaman masih terpelihara.
Masyarakat Desa Ciherang masih memanfaatkan tanaman yang mereka jumpai
dan memanfaatkan serta mengolahnya untuk memenuhi kebutuhan baik untuk
kebutuhan pangan dan untuk kebutuhan pengobatan meskipun perkembangan
jaman mulai mengikis budaya untuk memanfaatkan tanaman sebagai pengobatan
tradisional. Maka menjadi penting bagi penulis untuk meneliti bagaimana persepsi
masyarakat terhadap tokoh dalam pengetahuan tanaman obat pada masyarakat
Desa Ciherang.

Perumusan Masalah
Pengetahauan tradisional mengenai tanaman obat tetap ada dan tetap
digunakan ketika masih terdapat tokoh-tokoh yang peduli. Dalam penelitian ini
masalah penelitian yang kemudian akan diteliti adalah:
1. Bagaimana pola penyebaran pengetahuan tanaman obat dalam jaringan
sosial pada masyarakat Desa Ciherang?
2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap peran dan kepentingan tokoh
dalam pengetahuan tanaman obat masyarakat Desa Ciherang?
3. Bagaimana hubungan peran dan kepentingan tokoh dengan pengetahuan
tanaman obat pada masyarakat Desa Ciherang?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Menganalisis pola penyebaran pengetahuan tanaman obat dalam jaringan
sosial pada masyarakat Desa Ciherang.
2. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap peran dan kepentingan tokoh
dalam pengetahuan tanaman obat masyarakat Desa Ciherang.
3. Menganalisis hubungan peran dan kepentingan tokoh dengan pengetahuan
tanaman obat pada masyarakat Desa Ciherang.

3

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai pihak,
yaitu:
1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
tambahan gambaran realitas yang terjadi di masyarakat mengenai persepsi
masyarakat terhadap peran dan kepentingan tokoh dalam pengetahuan
ttanaman obat. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan
pustaka dan sarana pembelajaran untuk penelitian berikutnya mengenai
pengetahuan tradisional dimasa mendatang.
2. Bagi pembuat kebijakan (pemerintah), penelitian ini diharapkan menjadi
masukan untuk membuat kebijakan instansi terkait dan sumber informasi bagi
pemerintah guna peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan sumberdaya
alam dalam pemanfaatan tanaman untuk pengobatan.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
juga kesadaran kritis guna memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan
tanaman dalam memenuhi kebutuhan pengobatan berdasarkan pengetahuan
tradisional yang mereka miliki.

4

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka
Hubungan Manusia dengan Lingkungan
Lingkungan sebagai tempat manusia tinggal dan melakukan aktivitas dapat
dimaknai sebagai lingkungan sosial yang merupakan bagian dari lingkungan
hidup sebagai wilayah berlangsungnya beragam interaksi sosial beserta pranata
dengan simbol dan norma dan nilai terkait dengan lingkungan alam dan
lingkungan buatan (Purba 2002). Ilmu yang mempelajari hubungan manusia
dengan lingkungan dapat dikaitkan dengan teori psikologi lingkungan sebagai
ilmu yang pada awalnya mempelajari hubungan perilaku manusia dengan
lingkungan buatan, namun kemudian definisi ini diperbaiki dan diperbaharui
menjadi ilmu yang tidak hanya mempelajari hubungan manusia dengan
lingkungan buatan tetapi juga mempelajari hubungan perilaku manusia dengan
lingkungan alam dan sosialnya sebagai suatu lingkungan yang utuh (Iskandar
2012). Iskandar (2012) menambahkan dalam psikologi lingkungan menekannkan
pada proses psikologis yang menentukan pembentukan perilaku manusia terhadap
lingkungannya. Interaksi antar personal dengan lingkungan disebut ruang
kehidupan yang merupakan hasil interaksi manuisa dengan lingkungan sebagai
lingkungan psikologis. Proses pembentukan perilaku dalam hubungan manusia
dengan lingkungan berhubungan pula dengan keberadaan manusia sebagai
makhluk sosial yang berinteraksi dengan sesamanya sebagai masyarakat. Interaksi
dalam lingkungan sosial manusia kemudian akan membentuk jaringan sosial yang
merupakan perilaku manusia dalam mobilitasnya dengan lingkungan sosialnya
dapat berupa lingkungan tempat kerja, sekolah, keluarga, tetangga, tempat
rekreasi dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan dalam interaksi
dengan jaringan sosialnya tersebut akan berpengaruh pada perilaku terhadap
lingkungannya (Iskandar 2012).
Hubungan manusia dengan lingkungan juga dibahas dalam ekologi manusia,
yang juga berpendapat adanya hubungan timbal balik antara lingkungan dan
perilaku manusia (Ridwan 2007). Menurut Ridwan (2007) dalam teori ekologi
manusia terdapat hal yang menarik mengenai pengakuan adanya set tingkah-laku
(behavioral setting) yang dipandang sebagai faktor dalam sebuah interaksi sosial.
Set tingkah-laku kelompok (bukan tingkah-laku individu) yang muncul sebagai
akibat kondisi lingkungan tertentu (physical milleu) dan juga sebagai respon dari
kondisi lingkungan yang ada.
Hubungan Manusia dengan Alam dalam Sudut Pandang Antropologi
Ekologi
Menurut pendapat Bannet (1969) yang sebagaimana dikutip Saharuddin
(2007) mengenai antropologi ekologi yang mempelajari pemanfaatan sumberdaya
alam yang dilakukan oleh manusia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

6

organisasi sosial dan nilai budaya, melihat bagaimana perilaku yang ditunjukan
manusia atas interaksinya dengan alam. Cabang ilmu ini mempelajari interaksi
hubungan saling mempengaruhi antara manusia dengan sumberdaya alam sebagai
suatu sistem, dimana dalam antropologi yang disebut sebagai integrasi adalah
sistem sosial budaya sedangkan dalam ekologi integrasi yang dimaksud adalah
ekosistem (Foster 1986 dalam Saharuddin 2007). Latar belakang sosial, ekonomi,
dan budaya dapat mempengaruhi pola perilaku manusia terhadap alam
lingkungannya. Hasil interaksi antara ekosistem dan sosial budaya yang
diharapkan adalah adanya kualitas hubungan yang tinggi, kualitas hubungan
dikatakan tinggi ketika setiap pelaku dalam sistem sosial memiliki kualitas yang
tinggi pula serta kegiatan mengambil, menerima, mengolah, dan menghasilkan
kualitas energi materi dan informasi yang juga memiliki kualitas tinggi serta dapat
meningkatkan kualitas ekosistem itu sendiri (Saharuddin 2007 ). Antropologi
ekologi membahas proses interaksi timbal balik tersebut. Antropologi ekologi
membahas kajian determenisme yang menyebutkan perkembangan pola perilaku
masyarakat sebagai bentuk kebudayaan merupakan pengaruh yang muncul dari
lingkungan alamnya atau alam dinyatakan sebagai faktor utama yang membentuk
kebudayaan, namun kemudian kajian ini ditentang dan kemudian muncul
persepktif posibilisme yang menyebutkan lingkungan alam bukan menjadi kata
kunci dalam pembentukan kebudayaan melainkan terdapat unsur tengah yang
dapat berupa nilai, keyakinan, ataupun pengetahuan (Arifin 1998). Kemudian
Arifin (1998) menambahkan pendekatan antropologi ekologi berkembang menjadi
ekologi budaya dengan asumsi lingkungan memiliki potensi positif dan juga
kreatif dalam penentuan kultural, pendekatan antropologi ekologi terus
berkembang dan kemudian menjadi lebih kearah etnoekologi dan ekologi sistemik
serta transisi ekologi. Pada etnoekologi tidak hanya terdapat penekanan pada
bagaimana cara orang memandang lingkungan tetapi juga bagaimana perencanaan
dalam menghadapi potensi bahaya yang muncul dari lingkungan, sedangkan pada
pendekatan transisi ekologi asumsinya alam adalah bagian dari kebudayaan
manuisa.
Persepsi Sebagai Hasil Interaksi Manusia dengan Lingkungan Sosial
Interaksi manusia dengan sesamanya dalam lingkungan sosialnya baik
berupa interaksi langsung ataupun tidak langsung dapat membentuk pandangan
manusia tersebut sebagai individu terhadap individu lainnya. Menurut Leavitt
(1978) sebagaimana dikutip oleh Asmara dan Suhirman (tanpa tahun) persepsi
dalam arti sempit didefinisikan sebagai tanggapan hasil dari proses panca indra,
sedangkan dalam arti luas persepsi adalah bagaimana seseorang memandang dan
mengartikan sesuatu. Pengertian persepsi menurut Leavitt tersebut didukung juga
dengan pengertian persepsi menurut Branca, Woodworth dan Marquis dalam
Bimo Walgito (1999) yang dikutip dalam Hilal (2012), persepsi merupakan hasil
dari proses pengindraan yang kemudian diteruskan oleh syaraf ke pusat susunan
syaraf yakni otak untuk merespon. Proses pembentukan persepsi merupakan suatu
proses yang mengitegrasikan panca indra dan syaraf, maka dalam proses tersebut
terlibat pula perasaan, pengalaman, kemamouan berfikir, kerangka acuan, dan
aspek-aspek lain yang ada pada individu untuk turut membentuk persepsi. Asmara
dan Suhirman (tanpa tahun) mengemukakan persepsi merupakan dasar

7

pembentukan sikap dan perilaku. Persepsi terhadap lingkungan baik lingkungan
alam amaupun lingkungan sosial merupakan faktor yang membentuk tindakan
seseorang. Teori tersebut dapat dihubungkan dengan teori ekologi manusia, yakni
pendapat Ridwan (2007) dalam teori ekologi manusia terdapat pengakuan adanya
set tingkah-laku (behavioral setting) yang dipandang sebagai faktor dalam sebuah
interaksi sosial. Set tingkah-laku kelompok (bukan tingkah-laku individu) yang
muncul sebagai akibat kondisi lingkungan tertentu (physical milleu) dan juga
sebagai respon dari kondisi lingkungan yang ada. Set tingkah-laku dapat berasal
dari faktor persepsi yang kemudian membentuk perilkau terhadap lingkungan.

Pengetahuan Tradisional Sebagai Bentuk Kebudayaan
Keesing dalam Marzali (2006) menjelaskan budaya menjadi beberapa
definisi, diantaranya adalah budaya sebagai suatu sistem dan budaya sebagai
sistem pengetahuan. Sebagai suatu sistem yang dimaksud adalah budaya timbul
dari pola perilku yang berjalan turun temurun secara sosial, budaya sebagai sistem
yang menghubungkan manusia dengan lingkungan dan menjadi bentuk perilaku
yang khas dari komunitas masyarakat tertentu. Budaya sebagai sistem
pengetahuan dipandang sebagai segala sesuatu yang diketahui dan dipercayai
sebagai bentuk pikiran yang dijadikan pedoman. Dalam budaya terdapat nilai-nilai
yang diwariskan turun-temurun dalam masyarakat (Yunus 2013). Geertz (1992)
dalam Yunus (2013) memberikan pengertian tentang kebudayaan sebagai pola
secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang diwariskan turun-temurun dalam
bentuk-bentuk
simbolik
manusia
berkomunikasi,
melestarikan
dan
mengembangkan pengetahuan dan sikap. Dengan demikian kebudayaan dikatakan
sebagai hasil karya manusia yang digunakan untuk mengembangkan sikap mereka
terhadap kehidupan dan diwariskan turun-temurun melalui proses komunikasi dan
belajar. Daeng (2008) dalam Indrawardana (2012) menyebutkan kebudayaan
muncul sebagai hasil dari adaptasi antar manusia dengan lingkungan alamnya
yang diciptakan untuk menjaga eksistensi hubungan antara manusia dengan
lingkungannya dan sebagai fungsi mengatasi alam dan lingkungan untuk tetap
mempertahankan hidupnya. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaankebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan
kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok
masyarakat tertentu (Indrawardana 2012).
Pengetahuan tradisional menurut Fathoni (2010) seperti dikutip oleh
Ikhwan et al. (2013) merupakan pengetahuan, inovasi dan bentuk budaya dari
masyarakat asli ataupun masyarakat lokal dapat berupa cara hidup dan juga
teknologi tradisional yang digunakan seharai-hari secara turun-temurun.
Pengetahuan tradisional menurut Riswadi dan Syamsudin (2005) dalam Ikhwan et
al. (2013) didefinisikan menjadi tiga, sebagai berikut: 1) Pengetahuan tradisional
merupakan hasil pemikiran atas dasar pengalaman dari generasi ke generasi; 2)
Pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang berada di pedesaan atau
perkampungan; 3) Pengetahuan tradisional merupakan sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat yang meyakininya, meliputi kesehatan, spiritual,
budaya, dan bahasa.

8

Ada pula yang menyebutkan pengetahuan tradisional sebagai pengetahuan
lokal, Ridwan (2007) pengetahuan lokal atau sering juga disebut kearifan lokal
merupakan sebuah usaha yang menggunakan pikiran manusia untuk bersikap dan
bertindak terhadap sesuatu atau terhadap peristiwa yang terjadi pada ruang
tertentu. Secara lebih terperinci pengertian pengetahuan lokal atau yang disebut
juga kearifan lokal secara etimologi kearifan atau kebijaksanaan diartikan sebagai
kemampuan menggunakan akal untuk menyikapi sesuatu, objek, atau peristiwa
yang terjadi. Dan lokal diartikan sebagai ruang interaksi dengan sistem yang
melibatkan pola hubungan antara manusia dengan sesamanya dan antara manusia
dengan lingkungan fisiknya.
Pemanfaatan Tanaman Bagi Kebutuhan Gizi dan Kesehatan Sebagai Bentuk
Pengetahuan Tradisional
Pemanfaatan tanaman untuk memenuhi kebutuhan manusia bukanlah
menjadi hal yang asing karena berbagai kelompok masyarakat meskipun berada di
wilayah yang memeiliki karakter dan adat yang berbeda sebagian besar memiliki
ketergantungan pada tanaman atau tumbuhan, setidaknya untuk sumber pangan
(Winarti dan Nurdjanah 2005; Gerique 2006 dalam Situmorang dan Harianja
2014). Tanaman sebagai bahan pangan diartikan sebagai komoditas tanaman yang
mengandung zat gizi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral
(Rahayu 2013). Sementara tanaman sebagai obat tradisional menurut Departeman
Kesehatan
RI
dalam
surat
keputusan
Menteri
Kesehatan
No.149/SK/Menkes/IV/1978 menyebutkan tanaman/bagian tanaman yang
digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu, atau sebagai bahan pemula
bahan baku obat (prokursor), atau tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman
tersebut digunakan sebagai obat (Kartikawati 2004 dalam Rahayu 2013). Rahayu
(2013) menambahkan pengertian mengenai obat tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang berasal dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun, dan diolah serta
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pemanfaatan tanaman untuk memenuhi kebutuhan dan untuk pengobatan
telah menjadi kebiasaan yang membudaya secara turun-temurun oleh masyarakat
sehingga menjadikan pengetahuan yang masih bertahan dan diwariskan sampai
saat ini, hal ini sesuai dengan pengertian pengetahuan tradisional yang ada dan
dikembangkan atas dasar pengalaman, telah diuji penggunaanya selama bertahuntahun, dan telah diadaptasikan dengan budaya dan lingkungan setempat
(Situmorang dan Harianja 2014). Terdapat tiga kelompok masyarakat yang
dikelompokan berdasarkan intensitas masyarakat sebagai pemanfaat tanaman
obat, yaitu: 1) kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan obat
tradisional, masyarakat kelompok ini biasanya berada di daerah terpencil, cara
pengobatan sangat dipengaruhi oleh tradisi setempat; 2) kelompok masyarakat
yang memanfaatkan pengobatan tradisional skala keluarga, masyarakat kelompok
ini biasanya berada di pedesaan dengan sarana dan prasarana kesehatan sederhana
dan terbatas; 3) kelompok industriawan obat tradisional (Aliadi dan Roemantyo
1994 dalam Rahayu 2013).
Untuk menilai perilaku dalam pengetahuan tradisional dapat dianalisis
menjadi ranah pengetahuan, sikap, dan tindakan, Ivancevich et al. (2005)

9

pengetahuan didefinisikan menjadi apa yang diketahui oleh diri sendiri, sikap
didefinisikan menjadi kecenderungan bertindak. Terakhir untuk tindakan, Saragih
2010 mendefiniskam tindakan mencakup satuan keterkaitan emosi berupa
perbuatan terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
Kerangka Pemikiran
Masyarakat memanfaatan sumberdaya alam yang ada di lingkungannya
sebagai bentuk hubungan manusia dengan lingkungan alamnya, interkasi dengan
lingkungan alam ini dipengaruhi pula oleh lingkungan sosial misalnya nilai
budaya yang berkembang pada wilayah tersebut. Hasil dari hubungan dengan
lingkungan sosial yang memiliki hubungan terhadap interaksi dengan lingkungan
alam salah satunya dapat dilihat dengan adanya pengetahuan lokal yang
diwariskan secara turun-temurun sebagai bentuk interaksi manusia dengan
lingkungan sosialnya yang berkembang pada suatu kelompok masyarakat tertentu
yang kemudian berhubungan pula dengan pola dan cara masyarakat tersebut
bersikap terhadap lingkungan alamnya. Pengetahuan tradisional atau pengetahuan
lokal sebagai bentuk kearifan lokal bukan hanya menyangkut pemahaman dan
pengetahuan mengenai bagaimana interaksi antar manusia, tetapi juga termasuk
didalamnya menyangkut pengetahuan, pemahaman dan kebiasaan tentang
manusia, alam, dan relasi diantara semua elemen komunitas ekologis ini dibangun
(Rahayu 2013).
Masyarakat memiliki pengetahuan tradisional dalam memanfaatkan
tanaman untuk kebutuhan pangan dan kesehatan, pengetahuan tradisional tersebut
sebagai hasil dari hubungan manusia terdahulu dengan lingkungannya.
Pengetahuan tradisional yang berkembang tidak selamanya bertahan pada suatu
masyarakat, hal tersebut dikarenakan tidak semua orang tua mewariskan secara
langsung kepada anaknya. Namun dalam masyarakat sering kali terdapat tokohtokoh tertentu yang memegang teguh pengetahuan lokal sebagai warisan
pengetahuan leluhur. Tokoh-tokoh tersebut dapat berasal dari lingkungan
keluarga, ketetanggaan, ataupun lingkungan kerja. Persepsi terhadap tokoh-tokoh
tersebut dapat berhubungan dengan sikap serta tindakan yang ditunjukan oleh
masyarakat dalam kaitannya memanfaatkan dan membudidayakan tanaman
obat.Tokoh-tokoh tersebut memiliki tingkat peran dan tingkat kepentingan.
Interkasi dalan lingkungan sosial yakni dalam penelitian ini adalah interkasi
masyarakat dengan tokoh yang meraka anggap sebagai tokoh yang berhubungan
dengan pengetahuan tentang tanaman obat dapat membentuk suatu persepsi yang
kemudian dilakuan uji hubungan apakan tingkat peran dan tingkat kepentingan
tokoh sebagaimana persepsi masyarakat berhubungan dengan tingkat pengetahuan
tentang tanaman obat pada masyarakat,seperti ditunjukan pada Gambar 1.

10

Persepsi masyarakat tentang tokoh
Jaringan sosial tokoh
Peran tokoh
Kepentingan tokoh

Pengetahuan
tentang tanaman
obat

Keterangan:
: Berhubungan dengan
Gambar 1 Kerangka analisis hubungan persepsi masyarakat terhadap peran
dan kepentingan tokoh dalam pengetahuan tanaman obat

Hipotesis
Hipotesis penelitian ini diuraikan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara jaringan sosial tokoh dengan tingkat pengetahuan
tentang tanaman obat pada masyarakat.
2. Terdapat hubungan antara tingkat peran tokoh dengan tingkat pengetahuan
tentang tanaman obat pada masyarakat.
3. Terdapat hubungan antara tingkat kepentingan tokoh dengan tingkat
pengetahuan tentang tanaman obat pada masyarakat.

Definisi Operasional
Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini
dipaparkan sebagai berikut:
Tokoh
1. Jaringan sosial struktur sosial yang diartikan sebagai hubungan timbal balik
antara posisi-posisi dan peranan-peranan sosial (Moeis 2008).
Mengelompokan menjadi hubungan keluarga, tetangga, dan rekan kerja.
2. Tingkat Peran yaitu peran yang diharapkan ada pada tokoh dalam lingkup
pengetahuan tradisional tentang tanaman obat diukur dengan skala likert.
3. Tingkat Kepentingan yaitu taraf seberapa penting keberadaan tokoh dalam
lingkup pengetahuan tradisional tentang tanaman obat, apakah tokoh tersebut
dapat tergantikan atau tidak dikukur dengan skala likert.
Tingkat pengetahuan tradisional
1. Aspek budidaya yaitu aktivitas guna meningkatkan hasil panen yang tinggi
dan berkualitas (Rahayu dan Prawiroatmodjo 2005). Pengetahuan budidaya
yang dianalisis berdasarkan pengetahuan jenis tanaman, sikap untuk
membudiayakan, dan tindakan yang akhirnya dilakukan masyarakat terkait
membudidayakan tanaman obat. Jumlah pertanyaan terdiri atas 147
pertanyaan yang diukur dengan skala likert.
2. Aspek pemanfaatan untuk konsumsi yaitu memanfaatkan tanaman sebagai
sumber pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi (Rahayu dan Prawiroatmodjo

11

2005). Pengetahuan pada aspek konsumsi ini meliputi pengetahuan jenis
tanaman obat yang dapat dikonsumsi, kesediaan untuk mengkonsumsi, dan
intensitas konsumsi bagian dari tanaman obat sebagai sumber pangan. Jumlah
pertanyaan terdiri atas 147 pertanyaan yang diukur dengan skala likert.
3. Aspek pemanfaatan untuk kesehatan yaitu pemanfaatan tanaman untuk
ramauan obat baik secara tunggal maupun campuran yang diyakini dapat
menyembuhkan suatu penyakit atau dapat memberikan pengaruh terhadap
kesehatan (Rahayu dan Prawiroatmodjo 2005). Pengetahuan pada aspek
pemanfaatan untuk kesehatan ini meliputi pengetahuan tentang kegunaan
dari tanaman untuk kesehatan dan bagian yang dapat dimanfaatkan, kesediaan
untuk memanfaatkannya, dan kesediaan berbagi informasi tentang manfaat
tersebut. Jumlah pertanyaan terdiri atas 147 pertanyaan yang diukur dengan
skala likert.

12

13

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian
Penelitian persepsi masyarakat terhadap peran dan kepentingan tokoh
dengan pengetahuan tentang tanaman obat ini dilakukan dengan metode survei
melalui pendekatan kuantitatif dan didukung dengan metode kualitatif. Metode
survei merupakan metode penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Pendekatan kuantitatif
merupakan pendekatan penelitian yang menggunakan kuesioner untuk
mengumpulkan data dari responden, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui
wawancara mendalam dengan informan (Singarimbun dan Efendi 1989). Data
kualitatif digunakan untuk melengkapi data kuantitatif dan juga digunakan untuk
lebih memahami fenomena sosial yang terjadi. Dilakukan pendekatan lapang
untuk menggali informasi guna menentukan sampel dalam populasi yang akan
diteliti. Data kuantitatif diperoleh dari sejumlah 85 responden dan data kualitatif
dikumpulkan melalui wawancara dengan informan maupun responden. Data
kualitatif tersebut diharapkan mampu melengkapi analisis kondisi lapang sesuai
dengan kebutuhan penelitian. Data kuantitatif dalam kuesioner digunakan untuk
mengumpukan data mengenai pengetahuan masyarakat tentang tanaman obat,
jaringan sosial tokoh dan responden, serta persepsi masyarakat tentang peran dan
kepentingan tokoh dalam pengetahuan tentang tanaman obat. Dalam mengukur
pengetahuan tentang tanaman obat, dalam kuesioner terdapat 49 jenis tanaman
obat yang umum dibudidayakan di Indonesia untuk ditanyakan mengenai
pengetahuan, sikap, dan tindakan yang dilakukan masyarakat terhadap 49 jenis
tanaman tersebut. Setelah data mengenai pengetahuan tentang tanaman obat
terhadap 49 jenis tanaman tersebut diperoleh kemudian pembahasan mengenai
tanaman tersebut difokuskan pada 10 jenis tanaman yang paling sering
dibudidayakan masyarakat Desa Ciherang. Data mengenai persepsi masyarakat
terhadap peran dan kepentingan tokoh diperoleh dari pertanyaan dalam kuesioner,
masyarakat diminta untuk mengidentifikasi tokoh dan bentuk peran serta
kepentingan dari tokoh-tokoh tersebut.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi dipilih atas dasar relevansi lokasi dengan
kebutuhan penelitian yang diangkat. Proses penelitian dimulai dari pembuatan
proposal pada Januari 2015, dan penelitian dilapangan dilakukan selama 4 minggu
dimulai pada minggu kedua bulan Februari hingga minggu kedua bulan Maret
2015. Rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada tabel
jadwal kegiatan (lampiran 1).

14

Teknik Pengambilan Responden dan Informan
Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat Desa Ciherang, Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Adapun unit penelitian atau
populasi sasarannya adalah sampel anggota masyarakat Desa Ciherang tersebut.
Penentuan responden terdiri dari masyarakat Desa Ciherang yang memiliki
pekarangan, pemilihan ini berdasarkan pertimbangan kebutuhan penelitian yakni
mengenai interaksi responden dengan tanaman. Maka pemilihan responden
menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan sample melalui pilihanpilihan berdasarkan kesesuaian karakteristik dengan tujuan penelitian. Responden
diperoleh melalui informasi dari informan yang merupakan tokoh masyarakat
setempat dan melalui observasi langsung. Responden didefinisikan sebagai pihak
yang memberi keterangan tentang diri mereka sendiri. Jumlah responden yang
diambil adalah 85 rumah tangga yang memiliki pekarangan di Desa Ciherang.
Informan didefinisikan sebagai pihak yang memberikan keterangan tentang diri
mereka sendiri, dan pihak lain dan lingkungannya terkait dengan penerapan
pengetahuan tradisional mengenai tanaman obat di Desa Ciherang. Informan
dipilih secara sengaja berdasarkan perolehan informasi yang dihasilkan dari
wawancara dengan responden. Terhadap informan dilakukan wawancara
mendalam terkait dengan topik penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder yang diperoleh dari sumbernya di lokasi penelitian.
1. Data sekunder, diperoleh dari studi literatur yang berhubungan dengan topik
kajian penelitian berupa buku, skripsi, jurnal penelitian, dan website. Data
sekunder pun dikumpulkan melalui kajian dokumen yang meliputi profil Desa
Ciherang, data kependudukan masyarakat Desa Ciherang. Serta data-data lain
yang diperlukan terkait dengan topik penelitian.
2. Data primer, yang berupa data kuantitaif dan kualitatif yang diperoleh dari
kuesioner, wawancara mendalam, serta observasi langsung di lokasi penelitian.
Guna menguatkan kuesioner sebagai alat pengumpulan data maka dilakukan
uji reliabilitas. Hasil uji tersebut ditunjukan seperti ditunjukan pada Tabel 1.
Tabel 1 Uji statistik reliabilitas
Cronbach's Alpha

N of Items

0.984

586

Berdasarkan uji reliabilitas dengan aturan penentuan nilai alpha yakni jika
nilai alpha > 0.90 maka reliabilitas sempurna, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.90,
maka reliabilitas tinggi, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.5 maka reliabilitas
moderat, dan jika nilai alpha 0,05 maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis alternatif (Ha)
ditolak.

16

17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis dan Penduduk Desa Ciherang
Desa Ciherang merupakan desa yang berada di wilayah Kecamatan
Dramaga. Desa ini memiliki luas wilayah seluas 251,57 Ha dan berbatasan dengan
Kelurahan Margajaya di sebelah utara, Desa Laladon di sebelah timur, Desa
Ciapus dan Desa Sukawening di sebelah selatan, serta Desa Dramaga dan Desa
Sinar Sari di sebelah barat. Desa ini tergolong sebagai daerah urban karena
letaknya tidak jauh dari pusat kota, kemudahan akses transportasi pun mendukung
mudahnya perubahan peradaban di Desa Ciherang. Untuk kondisi geografis
wilayah Desa Ciherang, desa yang berada pada ketinggian 196 m di atas
permukaan laut ini memiliki curah hujan 250-450 mm/th dan suhu udara rata-rata
25-32 C. Dengan luas 251, 57 Ha, desa ini memiliki lahan yang masih
dimanfaatkan dibidang pertanian yakni seluas 151 Ha yang dimanfaatkan menjadi
sawah, 20,34 Ha dimanfaatkan menjadi ladang, dan 2 Ha yang dimanfaatkan
sebagai tambak/kolam. Selebihnya seluas 70,73 Ha dimanfaatkan menjadi
pemukiman, 4 Ha jalan, 2 Ha tempat pemakaman, 0,3 Ha dimanfaatkan menjadi
lapangan, 0,5 Ha sebagai tempat peribadatan, dan 0,7 Ha sebagai bangunan
pendidikan. Desa Ciherang memiliki penduduk laki-laki sebanyak 6.698 jiwa dan
jumlah penduduk perempuan sebanyak 6.311 jiwa. Pada jumlah penduduk 13.009
jiwa tersebut Desa Ciherang memiliki jumlah kepala keluarga sebanyak 3.653
KK. Dari keseluruhan penduduk tersebut merupakan warga negara Indonesia.
Pengkatagorian dan jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis
kelamin seperti ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah penduduk Desa Ciherang berdasarkan kategori kelompok umur
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kelompok Umur
0–4
5–9
10–14
15–19
20–24
25–29
30–34
35–39
40–44
45–49
50–54
55–59
≥ 60
Jumlah

Laki-Laki
872
662
598
578
635
595
535
471
446
398
335
256
317
6.698

Jumlah Jiwa
Perempuan
787
614
555
571
586
538
488
462
427
361
292
225
405
6.311

Jumlah
1.659
1.276
1.153
1.149
1.221
1.133
1.023
933
873
759
627
481
722
13.009

Sumber:data monografi (2014)

Tabel 2 memperlihatkan jumlah penduduk Desa Ciherang sampai pada kelmpok
umur 30-34 tahun memiliki jumlah diatas 1000 penduduk dan mulai mengalami

18

berkurangnya jumlah penduduk dari setiap kelompok umur dimulai dari kelompok
umur 35-39 tahun hingga umur 60 tahun keatas.
Kondisi Sosial dan Ekonomi Desa Ciherang
Mayoritas penduduk Desa Ciherang memiliki jenjang pendidikan hingga
SMA, hal tersebut menunjukan kualitas pendidikan di Desa Ciherang sudah
tergolong baik. Hal tersebut didukung dengan tersedianya sarana pendidikan yang
memadai seperti PAUD, SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi yang berlokasi
tidak jauh dari Desa Ciherang. Serta sarana transportasi yang juga sudah
mendukung mobilitas penduduk.
“...Jaman sekarang mah udah enak mau sekolah deket, angkot juga udah
banyak, waktu dulu nih ibu sekolah SD aja jalannya jauh harus ngelewatin
hutan dulu, ngelewatin sawah dulu, becek-becekan. Sekarang semenjak
mobil udah bisa masuk wilayah sini sih jadi enak kemana-mana jadi lebih
gampang, ibu inget tuh waktu dulu pertama kali jalan jadi masuk kesini
terus ada mobil lewat warga pada girang ngeliatin...” – Ibu N (40 tahun)
Perkembangan dan perbaikan sarana dan prasarana transportasi menunjang
kemudahan masyarakat untuk melaksanakan pendidikan formal. Jumlah penduduk
berdasarkan tingkat pendidikan seperti ditunjukan pada Tabel 3 di bawah ini yang
menunjukan tingkat pendidikan penduduk Desa Ciherang mayoritas sudah
mencapai pendidikan tingkat SMA.
Tabel 3 Tingkatan pendidikan penduduk Desa Ciherang
No
1
2
3
4
5
6
7

Tingkat Pendidikan
Belum sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Tamat akademi/ diploma
Sarjana

Jumlah (orang)
2.259
73
1.479
3.425
4.204
951
618

Sumber:data monografi (2014)

Angka yang tinggi pada jumlah penduduk yang telah tamat SMA (Tabel 3)
menunjukan pula bahwa penduduk Desa Ciherang menilai pendidikan formal
adalah hal yang penting.
Mata pencaharian penduduk Desa Ciherang mulai beralih dari yang
sebelumnya bekerja dibidang pertanian kini lebih banyak menjadi buruh atau
supir angkot untuk penduduk laki-laki, sedangkan penduduk perempuan banyak
yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Hal tersebut dikarenakan lahan
pertanian seperti sawah yang terus berkurang. Lahan-lahan yang sebelumnya
merupakan lahan persawahan Berikut ditunjukan pada Tabel 4 mengenai
klasifikasi mata pencaharian penduduk Desa Ciherang.

19

Tabel 4 Mata pencaharian penduduk Desa Ciherang
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Mata Pencaharian Penduduk
Petani
Pedagang
TNI/POLRI
Pegawai Negeri Sipil
Wiraswasta
Pensiunan/Purnawirawan
Pengusaha
Peternak
Tukang Bangunan
Jasa
Buruh

Jumlah (orang)
523
787
11
552
1.489
67
247
16
386
499
2.440

Sumber:data monografi (2014)

“...Dulu sih sempet punya neng sawah, kebun. Kalo sekarang udah ga ada,
udah dijualin sawahnya. Sebenernya sih belum mau dijual tapi terpaksa
soalnya lokasinya di area yang mau dibikin komplek jadi ya warga yang
pada punya sawah didaerah situ harus ngejual sawahnya kalo ga dijual
sawah kita juga kekurung sama aja ga bisa diapa-apain. Jadi sekarang
cuma jadi supir angkot aja..” - Bapak R (43 tahun)
Kegiatan kemasyarakatan penduduk Desa Ciherang tergolong aktif hal ini
ditunjukan dengan adanya Posdaya Sauyunan dan ada pula Paguyuban Dadali.
Posdaya Sauyunan menaungi kegiatan seperti Posyandu, PAUD, kegiatan home
industry seperti pembuatan keripik dan telur asin, kegiatan pengolahan sampah
plastik menjadi aneka jenis kerajinan tangan seperti tas dan hiasan kerudung, dan
kegiatan peternakan. Sementara Paguyuban Dadali menanungi kegiatan seperti
bank sampah, koprasi, dan kegiatan yang bersifat kesenian seperti wayang golek,
seni tari, dan seni musik tradisional.
Kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan sempat dilakukan Posdaya
Sauyunan yakni melalui kegiatan TOGA (tanaman obat keluarga). Pada kegiatan
ini membuat masyarakat lebih peduli pada kondisi lingkungan dengan menanam
jenis-jenis tanaman yang bermanfaat. Tujuan kegiatan ini adalah agar setiap
keluarga dapat memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan pekarangan atau
lahan kosong dengan menanam tanaman yang berguna untuk memelihara
kelestarian alam, merawat lingkungan dan untuk peningkatan gizi atau pendapatan
keluarga. Namun ternyata kegiatan ini tidak bertahan lama, perlahan masyarakat
mulai mengabaikan kegiatan ini, tidak ada lagi pot-pot yang berjajar rapi hanya
bersisa beberapa rumah saja yang masih melakukan kegiatan penanaman.

20

21

GAMBARAN PENGETAHUAN TRADISIONAL
TANAMAN OBAT DI DESA CIHERANG

Pengetahuan Tradisional Tanaman Obat
Desa Ciherang yang memiliki lokasi yang tidak jauh dari pusat keramaian
kota serta tidak jauh pula dari tempat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan
Rumah sakit ternyata masih terdapat warganya yang mempertahankan
penggunaan tanaman untuk pengobatan secara tradisional. Mereka memilih
memanfaatkan tanaman untuk pengobatan dikarenakan alasan kemudahan
memperoleh jenis tanaman yang diperlukan untuk pengobatan tersebut. Mereka
menanamnya di sekitar pekarangan rumah atau tumbuhan tersebut mereka
temukan tumbuh liar dan sering mereka temukan di lahan sawah atau kebun.
Pengetahuan mereka mengenai manfaat tanaman mereka dapatkan turun temurun,
namun merekapun menyadari pengetahuan memanfaatkan tanaman untuk
pengobatan mulai menurun, kalangan tua lah yang mereka anggap berjasa
mempertahankan pengetahuan tersebut. Terlebih disebabkan pula karena kondisi
wilayah Desa Ciherang pada jaman dulu merupakan wilayah rawa dan belum
adanya akses transportasi yang memadai maka warga Ciherang pada masa itu
lebih bergantung pada tanaman atau tumbuhan untuk pengobatan.
“...Ke dokter jarang, apalagi jaman dulu mah ke puskesmas aja susah
jalannya juga jauh ga ada kendaraan jadi ya pake aja daun-daun yang bisa
buat obat...” – Ibu I (49 tahun).
Dosis pemakaian tanaman untuk dibuat menjadi obat merupakan dosis yang
sudah mereka yakini kebenarannya, hal tersebut diyakini atas pengalaman mereka
dan pengalaman orang tua mereka terdahulu. Tidak semua jenis tanaman
masyarakat memahami manfaat spesifik dari tanaman tersebut, terkadang mereka
mencampur-campur beberapa jenis tanaman menjadi rebusan yang kemudian
diminum, komposisi jenis tanaman tersebut tidak jarang mereka racik sendiri
berdasarkan keyakinan mereka atas manfaat yang ingin dirasakan. Berada pada
lingkungan yang masih menggunakan pengobatan tradisional seperti ini mereka
pun merasakan adanya tokoh yang mereka anggap lebih mengerti sehingga dari
tokoh tersebutlah masyarakat memperoleh pengetahuan tentang tanaman tersebut.
Wilayah Desa Ciherang dengan penduduk yang berlatar budaya Sunda
memang menunjukan kedekatan masyarakatnya dengan tumbuhan yakni sebagai
bahan pangan, dengan kebiasaan orang Sunda yang gemar memakan beragam
jenis daun-daunan. Tanaman yang mereka anggap sering digunakan dalam
keseharian seperti cabe, jahe, dan kunyit merupakan jenis tanaman yang paling
sering mereka tanam di sekitar pekarangan rumah mereka bagi mereka yang
memiliki pekarangan. Latar belakang kegiatan pertanian pun menjadi salah satu
pendorong mereka gemar menanam tanaman, namun seiring dengan perubahan
kondisi wilayah yakni semakin padatnya pemukiman dan lahan milik warga Desa

22

Ciherang yang sebelumnya merupakan sawah dan kebu