Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak Sawit yang Difortifikasi Selama Penggorengan

RETENSI VITAMIN A DAN β-KAROTEN MINYAK SAWIT
YANG DIFORTIFIKASI SELAMA PENGGORENGAN

YOGA PUTRANDA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Retensi Vitamin A dan
β-karoten Minyak Sawit yang Difortifikasi Selama Penggorengan adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Yoga Putranda
NIM F24090021

ABSTRAK
YOGA PUTRANDA. Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak Sawit yang
Difortifikasi Selama Penggorengan. Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan
DRAJAT MARTIANTO
Minyak sawit dapat menjadi pembawa yang baik dalam fortifikasi vitamin
A karena stabilitas dan penggunaannya yang luas, sehingga konsumsinya dapat
memberikan dampak positif terhadap gizi masyarakat. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendapatkan informasi pengaruh jenis fortifikan terhadap retensi
vitamin A dan β-karoten dalam minyak sawit yang difortifikasi. Empat jenis
minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit difortifikasi βkaroten dari minyak sawit merah (MSM) 47.08 IU/g, difortifikasi vitamin A 59.69
IU/g, difortifikasi dengan campuran A (30 IU MSM, 15 IU vitamin A) 45.64 IU/g
dan difortifikasi dengan campuran B (15 IU MSM, 30 IU vitamin A) 45.95 IU/g.
Minyak fortifikasi digunakan menggoreng tahu dengan metode shallow frying tiga
kali penggorengan dan menumis tauge. Hasil studi menunjukkan bahwa retensi
fortifikan menurun dengan pengulangan penggorengan. Pada hari pertama

penggorengan, retensi fortifikan tidak berbeda nyata (p=0.05), dalam kisaran
85.2%-88.22%. Pada penggorengan kedua dan ketiga, diketahui bahwa β-karoten
memiliki stabilitas lebih rendah dari vitamin A sebagai fortifikan. Fortifikan
kombinasi A dan B memiliki stabilitas yang sama. Bilangan peroksida keempat
minyak meningkat sampai penggorengan kedua, kemudian turun pada
penggorengan ketiga. Kadar asam lemak bebas (ALB) minyak meningkat secara
minimal, kecuali minyak sawit yang difortifikasi vitamin A FFA-nya tetap. Yield
fortifikan tertinggi pada tumis tauge adalah vitamin A (63.37%), diikuti oleh
campuran B (53.42%), campuran A (50.60%), dan MSM (34.86%).
Kata kunci: β-karoten, fortifikasi, minyak sawit merah, retensi, vitamin A

ABSTRACT
YOGA PUTRANDA. Retention of Vitamin A and β-carotene in Fortified Palm
Oils During Frying Process. Supervised by NURI ANDARWULAN and
DRAJAT MARTIANTO.
Palm oil can be a good carrier of the vitamin A fortification due to its
stability and its wide cooking application, so its consumption contributes to
community’s nutrition. The objective of this research is to get information about
the effect of fortificants to retention of vitamin A and β-carotene in fortified palm
oils. Four palm oils used in this research were palm oil fortified with β-karoten

from red palm olein (RPO) 47.08 IU/g, fortified with vitamin A 59.69 IU/g,
fortified with combination A (30 IU RPO, 15 IU vitamin A) 45.64 IU/g and
fortified with combination B (15 IU RPO, 30 IU vitamin A) 45.95 IU/g. Fortified
oils were used to fry tofu by three replicated shallow frying and to stir-fry sprouts.
The result showed that the retention of fortificants decreased by frying replication.
In the first day of frying, the retention of fortificants were not significanly
different (p=0.05), in a range 85.52%-88.22%. In the second and third frying, it
was known that β-karoten had lower stability than vitamin A as fortificant.
Fortificant combination A and B had the same stability. The peroxide value of the
oils increased until the second frying, then decreased in the third frying. The free
fatty acid (FFA) percentage increased minimally, except palm oil fortified with
vitamin A, the FFA remained same. The highest yield of fortificant in cooked
sprouts was vitamin A (63.37%), followed by combination B (53.42%),
combination A (50.60%), and RPO (34.86%).
Keywords: β-carotene, fortification, red palm olein, retention, vitamin A

RETENSI VITAMIN A DAN β-KAROTEN MINYAK SAWIT
YANG DIFORTIFIKASI SELAMA PENGGORENGAN

YOGA PUTRANDA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak Sawit yang
Difortifikasi Selama Penggorengan
Nama
: Yoga Putranda
NIM
: F24090021


Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Drajat Martianto, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
ketahanan fortifikan pada minyak goreng, dengan judul Retensi Vitamin A dan βkaroten Minyak Sawit yang Difortifikasi Selama Penggorengan.

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan
bimbingan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta, bapak, ibu, dan Anna atas dukungan dan doa yang
tidak pernah berhenti kepada penulis.
2. Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi dan Dr Ir Drajat Martianto, MSi
selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama
penelitian hingga penulisan skripsi.
3. Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc selaku dosen penguji atas
masukannya dalam penulisan skripsi.
4. Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN), Yayasan Kegizian
Pengembangan Fortifikasi Pangan Indonesia (KFI), dan South East Asia
Food And Agricultural Science (SEAFAST) Center IPB yang telah
memberi dukungan finansial dalam pelaksanaan penelitian.
5. Sahabat di Pondok Nova: Deni, Dicky, Doni, Helmi, Imam, Najih,
Rahman, dan Romi atas canda dan kebersamaan selama ini.
6. Teman seperjuangan: Ayu, Dwi, Gema, Iyan, Satrya, dan Mbak Krisna
atas kerja sama dan dukungan selama penelitian.
7. Karyawan, teknisi, dan analis SEAFAST Center: Mbak Desty, Mbak
Ria C, Mbak Ria N, Mbak Uswah, Mas Agus, Mas Arief, Pak Sukarna,
dan Teh Asih atas bantuannya selama penelitian.

8. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan yang
diberikan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Yoga Putranda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Bahan

2


Alat

2

Pencampuran Minyak

3

Sampling Uji Homogenitas

3

Tahapan Penggorengan Berulang pada Hari yang Berbeda

3

Tahapan Penggorengan Berulang pada Hari yang Sama

4


Tahapan Menumis

4

Ekstraksi Minyak dari Bahan yang Ditumis

4

Metode Analisis

5

Prosedur Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7


Karakterisasi Minyak Goreng Curah dan MSM

7

Fortifikasi Minyak

8

Siklus Penggorengan

9

Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak

10

Perubahan Bilangan Peroksida

13

Perubahan Asam Lemak Bebas

16

Yield Fortifikan pada Perlakuan Tumis

17

Kontribusi Fortifikan terhadap AKG Vitamin A

18

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

48

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Karakterisasi minyak goreng curah dan MSM untuk fortifikasi 45 IU/g
MSM dan 45 IU/g vitamin A
Karakterisasi minyak goreng curah dan MSM untuk fortifikasi
campuran
Karakterisasi minyak yang difortifikasi
Retensi vitamin A dan β-karoten minyak yang difortifikasi selama
proses penggorengan berulang
Perubahan bilangan peroksida minyak yang difortifikasi selama proses
penggorengan berulang
Mekanisme antioksidan β-karoten, tokoferol, dan tokotrienol
Perubahan kadar asam lemak bebas minyak yang difortifikasi selama
penggorengan berulang hari yang berbeda
Perubahan kadar asam lemak bebas minyak yang difortifikasi selama
penggorengan berulang hari yang sama
Jumlah vitamin A dan β-karoten yang terserap dalam 100 g tahu goreng
Kontribusi minyak fortifikasi pada 100 g tahu goreng terhadap AKG
vitamin A
Jumlah vitamin A dan β-karoten pada tumis tauge
Kontribusi minyak fortifikasi pada 100 g tumis tauge terhadap AKG
vitamin A

8
8
9
12
14
15
16
17
18
18
19
19

DAFTAR GAMBAR
1 Titik sampling uji homogenitas
2 Profil suhu minyak goreng dan tahu pada 1 siklus penggorengan
3 Profil suhu minyak goreng dan tahu pada penggorengan berulang hari
yang sama
4 Retensi vitamin A dan β-karoten 4 minyak dengan fortifikan berbeda
pada 3 hari penggorengan
5 Retensi vitamin A dan β-karoten 4 dengan fortifikan berbeda minyak
pada 3 kali penggorengan
6 Bilangan peroksida minyak goreng yang difortifikasi pada 3 hari
penggorengan
7 Bilangan peroksida minyak goreng yang difortifikasi pada 3 kali
penggorengan
8 Yield vitamin A dan β-karoten sampel tumis tauge pada 4 minyak
dengan fortifikan berbeda (α=0.05)

3
10
11
12
13
14
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Perhitungan minyak dan fortifikan
Fortifikasi minyak
Homogenitas fortifikasi
Perubahan suhu minyak dan tahu pada penggorengan ke-1

23
25
26
27

5 Perubahan suhu minyak dan tahu pada penggorengan ke-2
6 Perubahan suhu minyak dan tahu pada penggorengan ke-3
7 Perubahan konsentrasi vitamin A dan β-karoten minyak yang
difortifikasi selama proses penggorengan berulang
8 Rata-rata kadar β-karoten tumis tauge
9 Rata-rata kadar vitamin A tumis tauge
10 Rata-rata yield (IU) vitamin A dan β-karoten tumis tauge
11 Yield (%) vitamin A dan β-karoten
12 Hasil analisis statistik retensi vitamin A dan β-karoten
13 Hasil analisis statistik bilangan peroksida
14 Hasil analisis statistik bilangan asam penggorengan hari berbeda
15 Hasil analisis statistik bilangan asam penggorengan hari sama
16 Hasil analisis statistik yield vitamin A dan β-karoten tumis tauge
17 Dokumentasi

28
29
30
31
32
33
34
35
38
41
43
45
46

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang penting dalam pertumbuhan
dan kesehatan, terutama untuk penglihatan, perkembangan embriyo,
spermatogenesis, respon kekebalan, indera perasa, dan pendengaran. Kekurangan
vitamin A dapat mengakibatkan masalah penglihatan, kebutaan, penurunan
resistensi terhadap infeksi, dan peningkatan risiko kematian (Bagriansky dan
Ranum 1998).
Fortifikasi vitamin A dalam bahan pangan menjadi penting dilakukan di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara berkembang,
asupan vitamin A umumnya diperoleh dalam bentuk β-karoten yang terdapat pada
beberapa jenis buah dan sayuran hijau yang biasanya hanya terdapat pada musimmusim tertentu (Gegios et al. 2010). Sementara itu, sumber terbaik vitamin A,
yaitu pangan hewani harganya tidak terjangkau oleh penduduk miskin.
Salah satu bahan pangan yang potensial sebagai pembawa fortifikan vitamin
A adalah minyak goreng. Minyak goreng yang paling banyak dikonsumsi
masyarakat Indonesia adalah minyak goreng sawit. Minyak goreng sawit memiliki
aplikasi yang sangat luas, terutama penggunaannya untuk menumis dan
menggoreng bahan pangan. Sebagai dukungan fortifikasi vitamin A dalam minyak
goreng, Standar Nasional Indonesia (SNI 7709-2012) merumuskan standar
minyak goreng sawit harus memiliki kandungan vitamin A sebanyak 45 IU/g.
Pemerintah Indonesia juga merencanakan adanya fortifikasi wajib vitamin A 45
IU/g pada minyak goreng.
Minyak sawit merah (MSM) merupakan sumber β-karoten (provitamin A)
yang sangat tinggi dan dapat diproduksi dalam negeri. Aktivitas vitamin A dari
MSM dapat mencapai 666 IU/g (Hariyadi 2013). Minyak sawit merah ini sangat
potensial dijadikan fortifikan, sebagai upaya mengatasi ketergantungan impor
vitamin A sintetis. Meskipun stabilitas vitamin A pada minyak lebih tinggi
dibandingkan dengan bahan pangan pembawa lainnya, penurunan kadar vitamin
A masih dapat terjadi. Penurunan kadar vitamin A selama waktu distribusi sekitar
5%, selama penyimpanan sekitar 10%, sedangkan penurunan kadar vitamin A
akibat penggorengan 20-50% (Bagriansky dan Ranum 1998). Provitamin A/
karotenoid dari sumber nabati, termasuk β-karoten, umumnya sangat stabil, lebih
dari 85% retensinya pada kebanyakan produk pangan dan selama pengolahan
(Karmas dan Haris 1988). Alyas et al. (2006) melaporkan bahwa kehilangan βkaroten pada red palm olein selama penggorengan lebih banyak terjadi pada
proses penggorengan dengan waktu lebih lama dan temperatur yang meningkat.
Melihat hal tersebut maka diperlukan penelitian untuk mengetahu retensi
vitamin A dan β-karoten pada minyak goreng yang difortifikasi selama
penggorengan. Dalam penelitian ini empat jenis minyak goreng sawit yang telah
difortifikasi dengan kombinasi fortifikan vitamin A dan MSM akan diuji retensi
vitamin A dan β-karotennya selama proses penggorengan (shallow frying dan
tumis).

2
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi pengaruh
jenis fortifikan terhadap retensi vitamin A dan β-karoten minyak goreng fortifikasi
yang digunakan menggoreng berulang pada hari sama, menggoreng berulang pada
hari yang berbeda, dan menumis. Tujuan khusus penelitian yaitu mendapatkan
informasi perubahan mutu minyak selama penggorengan berulang yang diamati
pada parameter bilangan peroksida dan asam lemak bebas.

METODE
Penelitian ini meliputi proses fortifikasi minyak sawit curah yang
dilanjutkan dengan perlakuan penggorengan (shallow frying) dan tumis.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 sampai November 2013 yang
berlokasi di Laboratorium Kimia dan Laboratorium Evaluasi Sensori SEAFAST
Center.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu minyak goreng
sawit curah yang diperoleh dari PT. Multimas Nabati Asahan, minyak sawit
merah (MSM) yang dibuat di Fat and Oil Pilot Plant SEAFAST Center, vitamin A
dalam bentuk vitamin A palmitat (1120537 IU/g), bahan yang ditumis/digoreng
dan bumbu-bumbu dari pasar Cibereum Bogor, yang meliputi tauge, tahu putih,
bawang putih, bawang merah, cabai merah, cabai rawit, dan garam. Bahan-bahan
kimia untuk analisis meliputi n-heksan (Merck KgaA), etanol 95% (Mallinckrodt
Chemical), phenolftalein (Merck KgaA), NaOH (Merck KgaA) 0.01 N, asam
oksalat (Merck KgaA), CH3COOH 60% (Merck KgaA), CHCl3 (Merck KgaA),
indikator pati (Merck KgaA), Na2S2O3 (Merck KgaA) 0.05 N, K2Cr2O7 (Merck
KgaA), HCl 37% (Merck KgaA), KI (Merck KgaA) jenuh, metanol (MeOH)
(Merck KgaA), KOH (J.T. Baker), etanol (Merck KgaA), etilen diklorida (DCM)
(J.T. Baker), dan gas N2.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wajan aluminium
cekung berdiameter 36 cm, kompor gas, spatula, termometer digital, dan mixer
fortifikasi. Instrumen untuk analisis meliputi rotavapor vakum (BUCHI R-210),
freeze dryer (LABCONCO 7752040), HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) (SHIMADZU LC-20AD dengan detektor UV/VIS
SHIMADZU SPD-20A) dan spektrofotometer (SHIMADZU UV-2450).

3
Pencampuran Minyak
Kebutuhan fortifikan dihitung untuk mendapatkan target fortifikasi 45 IU/g
MSM, 45 IU/g vitamin A, campuran 30 IU/g vitamin A dan 15 IU/g MSM
(disebut campuran A), campuran 15 IU/g vitamin A dan 30 IU/g MSM (disebut
campuran B). Perhitungan disajikan pada Lampiran 1. Setelah itu, minyak dan
fortifikan (MSM dan vitamin A) ditimbang sesuai dengan kebutuhan.
Pencampuran dilakukan menggunakan mixer dalam wadah tertutup yang
terlindung dari cahaya (Lampiran 16). Fortifikan ditambahkan sedikit demi sedikit
sambil terus dilakukan pengadukan. Kecepatan pengadukan yaitu 180-200 rpm.
Waktu pengadukan dengan fortifikan MSM adalah 45 menit, waktu pengadukan
dengan fortifikan vitamin A 90 menit, dan waktu pengadukan dengan fortifikan
campuran vitamin A dan MSM 60 menit. Untuk fortifikan vitamin A dilakukan
pre-mixing, yaitu dengan mencampur vitamin A yang telah di timbang dengan 50
g minyak goreng curah di dalam gelas piala selama 15 menit menggunakan stirer.

Sampling Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan mengambil 4-5 titik minyak fortifikasi
dari tempat pencampuran minyak. Titik-titik sampling diambil pada tempat dan
ketinggian yang berbeda (Gambar 1).

Tahapan Penggorengan Berulang pada Hari yang Berbeda
Penggorengan tahu mengikuti cara penggorengan yang umum dilakukan
dalam skala rumah tangga. Tahu berukuran 5 x 4 x 1.5 cm dengan bobot 35±4 g
direndam dalam air garam (10 g garam dalam 300 mL air) selama 5 menit
kemudian ditiriskan selama 5 menit. Sebanyak 400 g minyak hasil fortifikasi
digunakan untuk menggoreng dengan suhu awal penggorengan 170 °C. Tahu
digoreng 1.5 menit pada satu sisi dan 1 menit pada sisi lainnya. Sampling minyak
sebanyak 120 g dilakukan setelah 15 menit dari total waktu penggorengan ke
dalam botol. Botol kemudian ditutup dan dilapisi aluminium foil setelah 45 menit

Gambar 1 Titik sampling uji homogenitas

4
waktu total. Sisa minyak disimpan pada wadah yang transparan, ditutup, dan
disimpan dalam tempat gelap. Siklus penggorengan selanjutnya dilakukan pada
jam yang sama pada hari berikutnya. Penggorengan dilakukan dengan
perbandingan minyak dan tahu 4:1 (shallow frying) sebanyak satu siklus
penggorengan dengan 2 ulangan per hari selama 3 hari berturut-turut. Tidak ada
penambahan minyak selama penggorengan.

Tahapan Penggorengan Berulang pada Hari yang Sama
Penggorengan tahu mengikuti cara penggorengan yang umum dilakukan
dalam skala rumah tangga. Tahu berukuran 5 x 4 x 1.5 cm dengan bobot 35±4 g
direndam dalam air garam (10 g garam dalam 300 mL air) selama 5 menit
kemudian ditiriskan selama 5 menit. Sebanyak 400 g minyak hasil fortifikasi
digunakan untuk menggoreng dengan suhu awal penggorengan 170 °C. Tahu
digoreng 1.5 menit pada satu sisi dan 1 menit pada sisi lainnya. Sampling minyak
sebanyak 120 g dilakukan setelah 15 menit dari total waktu penggorengan ke
dalam botol. Botol kemudian ditutup dan dilapisi aluminium foil setelah 45 menit
waktu total. Siklus penggorengan selanjutnya dimulai setelah suhu minyak turun
hingga 50°C. Penggorengan dilakukan dengan perbandingan minyak dan tahu 4:1
(shallow frying) sebanyak 3 siklus penggorengan dengan 2 ulangan. Tidak ada
penambahan minyak selama penggorengan.

Tahapan Menumis
Proses menumis mengikuti cara menumis yang umum dilakukan dalam
skala rumah tangga. Bahan yang akan ditumis ditimbang, yaitu tauge (500 g), tahu
ukuran 2 x 2 x 1 cm (100 g), bawang merah (25 g), bawang putih (8 g), cabai
rawit hijau (15 g), cabai merah (15 g), garam (8 g), dan air (12 g). Sebanyak 60
gram minyak sampel dipanaskan dalam wajan hingga suhu 160 ºC, kemudian
dengan segera dimasukkan bawang putih (ditumis 10 detik), bawang merah
(ditumis 10 detik), cabai rawit hijau dan cabai merah (ditumis 1 menit), tahu
(ditumis 2 menit), tauge, garam, dan air. Setelah semua bahan masuk, dilakukan
penumisan hingga waktu total 9 menit, kemudian tumis tauge diangkat dari wajan.
Setelah 45 menit waktu total, sampel disimpan dalam freezer.

Ekstraksi Minyak dari Bahan yang Ditumis
Tumis tauge dibekukan semalaman, kemudian dikeringkan dengan freeze
dryer selama 3 hari. Tauge kering dihaluskan dengan blender dan diekstrak
minyaknya menggunakan metode Folch et al. (1957). Kadar minyak tauge sangat
kecil, diasumsikan tidak signifikan mempengaruhi jumlah minyak yang terekstrak.
Sebanyak 3 gram sampel dimasukkan dalam 20 mL CHCl3:MeOH (2:1).
Sampel kemudian dihomogenisasi (diaduk) selama 1 jam. Setelah 1 jam sampel
disaring. Hasil saringan ditambah dengan 4 mL NaCl 0.88%. Lapisan bawah yang
terpisah diambil, kemudian diuapkan pelarutnya dengan rotavapor vakum suhu
40-50 °C. Minyak yang diperoleh dihembus dengan gas N2 hingga berat konstan.

5
Metode Analisis
Analisis Vitamin A (Tanumihardjo dan Penniston 2002)
1. Pembuatan kurva standar
Sebanyak 7 seri konsentrasi retinil asetat dibuat (0.5; 1; 1.5; 2; 2.5; 5; 10;
20; 30; 40; 50 ppm), kemudian 750 µL etanol dan 400 µL KOH:H2O 50:50
ditambahkan kedalamnya. Campuran dipanaskan pada waterbath suhu 45 °C
selama 1 jam. Sampel diekstrak dengan heksan 0.5 ml 3 kali. Kemudian hasil
ekstraksi sampel dievaporasi dengan N2 sampai kering. Sampel dilarutkan dalam
100 µL MeOH:DCM 75:25 dan diinjeksikan dalam HPLC (kolom Eclipse XDBC18 diameter 5 μm; fase gerak metanol:air (89:11); laju alir 1 mL/menit; sistem
isokratik; panjang gelombang 335 nm; waktu running 12 menit).
2. Persiapan sampel
Sebanyak 25 µL minyak sampel diambil, kemudian 750 µL etanol dan 400
µL KOH:H2O 50:50 ditambahkan kedalamnya. Campuran dipanaskan pada
waterbath suhu 45 °C selama 1 jam. Sampel diekstrak dengan heksan 0.5 ml 3
kali. Kemudian hasil ekstraksi sampel dievaporasi dengan N2 sampai kering.
Sampel dilarutkan dalam 100 µL MeOH:DCM 75:25 dan diinjeksikan dalam
HPLC (kolom Eclipse XDB-C18 diameter 5 μm; fase gerak metanol:air (89:11);
laju alir 1 mL/menit; sistem isokratik; panjang gelombang 335 nm; waktu running
12 menit).
3. Perhitungan kadar vitamin A
Kadar vitamin A dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear
kurva standar Y = a + bX, dengan Y merupakan luas area dan X merupakan
konsentrasi vitamin A (dalam μg/mL retinol). Kadar vitamin A yang diperoleh
dalam satuan satuan μg/mL retinol dikonversi ke dalam IU/g.
Analisis β-karoten (PORIM 1995)
Sebanyak 5 gram sampel minyak dilarutkan dalam 25 mL heksan. Larutan
dikocok hingga homogen. Larutan kemudian dianalisis dengan spektofotometer
dengan panjang gelombang 446 nm. Sebagai blanko digunakan heksan. Total βkaroten dihitung dengan rumus:
25 absorbansi
8
Kadar β karoten=
100 berat sampel (g)
Analisis Kadar Air (AOAC 1984)
Kadar air produk yang ditumis diukur menggunakan metode oven.
Sebanyak 5 gram produk ditimbang ke dalam cawan aluminium yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 105 °C selama 2 jam dan diketahui beratnya.
Pengeringan dalam oven dilakukan pada suhu 100-102 °C hingga diperoleh berat
yang tetap. Kadar air bahan dihitung menggunakan rumus:
Kadar air g/100 g bahan basah =
a
b

= berat contoh sebelum dikeringkan (g)
= berat contoh setelah dikeringkan (g)

a b
100
b

6
Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS 1998)
Sebanyak 10 gram sampel minyak ditimbang dalam erlenmeyer 100 mL.
Sampel kemudian ditambah dengan 50 mL etanol 95% netral dan dipanaskan
dalam penangas air hingga minyak terlihat larut. Empat tetes indikator
phenolftalein (PP) 1% ditambahkan sebelum melakukan titrasi. Titrasi dilakukan
dengan NaOH 0.01 N yang telah distandarisasi. Titik akhir titrasi ditunjukkan
dengan terbentuknya warna merah muda stabil selama 30 detik. Kadar asam
lemak bebas dihitung menggunakan rumus:
ilangan asam

=

ml a H
a H
berat sampel

56.1

Analisis Bilangan Peroksida (AOCS 1998)
Sebanyak 5gram sampel minyak ditimbang dalam erlenmeyer 250 mL.
Sebanyak 30 mL pelarut CH3COOH – CHCl3 (3:2) ditambahkan dan campuran
dikocok hingga semua minyak terlarut. Sebanyak 0.5 mL larutan KI jenuh
ditambahkan ke dalam erlenmeyer dan dikocok sesekali selama 2 menit.
Campuran kemudian ditambah dengan 30 mL akuades dan dikocok 1 menit.
Sebanyak 8 tetes indikator pati 1% ditambahkan, kemudian dititrasi dengan
Na2S2O3 0.05 N hingga warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama
tanpa penambahan sampel minyak. Bilangan peroksida dihitung dengan rumus:
1000
g sampel

ilangan peroksida=

S = volume Na2S2O3 untuk titrasi contoh (mL) yang telah dikoreksi dengan blanko
M = molaritas Na2S2O3 (N)
Retensi Vitamin A dan β-karoten
Perhitungan retensi vitamin A dan β-karoten pada minyak goreng fortifikasi
setelah penggorengan adalah sebagai berikut:
R=

V1
V0

100

Keterangan:
R
= retensi vitamin A atau β-karoten (%)
V0
= kandungan vitamin A dan β-karoten dalam minyak goreng curah
fortifikasi awal
V1
= kandungan vitamin A dan β-karoten dalam minyak goreng curah
fortifikasi yang telah dipakai menggoreng atau minyak terekstrak
Yield Vitamin A dan β-karoten
Yield didefinisikan sebagai persentase perbandingan jumlah vitamin A dan
β-karoten (IU) pada minyak fortifikasi yang digunakan untuk menumis dengan
jumlah vitamin A dan β-karoten (IU) minyak hasil ekstraksi tumis tauge.
Perhitungan yield vitamin A dan β-karoten adalah sebagai berikut:

7
=

A1
A0

100

Keterangan:
Yield = yield vitamin A atau β-karoten (%)
A0
= vitamin A dan β-karoten dalam minyak goreng curah fortifikasi awal
,,, yang digunakan menumis (IU)
A1
= vitamin A dan β-karoten dalam minyak terekstrak (IU)
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor. Faktor yang dilihat pengaruhnya pada
percobaan ini yaitu jenis fortifikan terhadap retensi vitamin A dan β-karoten
minyak sawit yang difortifikasi. Dalam percobaan ini terdapat 4 taraf untuk jenis
fortifikan yaitu vitamin A 45 IU/gram, MSM setara 45 IU/gram, kombinasi
vitamin A 30 IU/gram dan MSM setara 15 IU/gram (campuran A), dan kombinasi
vitamin A 15 IU/gram dan MSM setara 30 IU/gram (campuran B). Bahan yang
digoreng (shallow frying) adalah tahu, sedangkan bahan yang ditumis adalah
tauge. Model yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = µ + Ti + εij
Keterangan:
Y
= Retensi vitamin A/ β-karoten pada jenis fortifikan ke-i ulangan ke-j
µ
= Rata-rata retensi vitamin A/ β-karoten
Ti
= Pengaruh jenis fortifikan ke-i
εij
= Kekeliruan, berupa pengaruh acak pada jenis fortifikan ke-i dan ulangan
=ke-j
i
= Banyaknya jenis fortifikan
j
= Banyaknya ulangan

Prosedur Analisis Data
Data retensi yang diperoleh kemudian diolah menggunakan uji ragam
(ANOVA) menggunakan software statistik. Apabila terdapat perbedaan yang
nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Uji Tukey (α=0.05).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Minyak Goreng Curah dan MSM
Karakteristik awal minyak goreng curah dan MSM yang digunakan dalam
penelitian ditampilkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Minyak goreng curah yang
digunakan untuk fortifikasi memiliki bilangan peroksida 0.00 meq O2/kg dan
asam lemak bebas 0.098±0.004% dan 0.080±0.000%. Minyak dengan
karakteristik ini memenuhi standar minyak goreng sawit SNI untuk bilangan
peroksida (kurang dari 10 meq O2/kg) dan asam lemak bebas (maksimal 0.3%

8
Tabel 1 Karakterisasi minyak goreng curah dan MSM untuk fortifikasi 45 IU/g
MSM dan 45 IU/g vitamin A
Analisis
Kadar β-karoten (IU/g)
Bilangan peroksida
(meq O2/kg)
Asam lemak bebas
(% asam palmitat)

Minyak goreng curah
1.77±0.06

MSM
847.75±3.10

0.00±0.00

6.79±0.01

0.098±0.004

0.130±0.005

Tabel 2 Karakterisasi minyak goreng curah dan MSM untuk fortifikasi campuran
Analisis
Kadar β-karoten (IU/g)
Bilangan peroksida
(meq O2/kg)
Asam lemak bebas
(% asam palmitat)

Minyak goreng curah
2.20±0.02

MSM
807.55±1.16

0.00±0.00

0.97±0.00

0.080±0.000

0.138±0.000

asam palmitat). Kadar β-karoten minyak goreng curah sangat rendah yaitu
1.77±0.06 dan 2.20±0.02 IU/g. Hal ini karena karotenoid (500-700 ppm) yang
terdapat dalam crude palm oil (CPO) rusak selama proses refining (Khosla 2006).
MSM yang digunakan untuk fortifikasi 45 IU/g MSM memiliki bilangan
peroksida yang tinggi 6.79±0.01 meq O2/kg, sedangkan MSM untuk fortifikasi
campuran memiliki bilangan peroksida yang sangat rendah 0.97±0.00 meq O2/kg.
Bilangan peroksida yang tinggi dapat disebabkan oleh oksidasi selama
penyimpanan sebelum digunakan. Kadar asam lemak bebas MSM tidak terlalu
berbeda yaitu 0.1 0±0.005 dan 0.1 8±0.000 . Kadar β-karoten MSM yang
digunakan cukup tinggi yaitu 847.75±3.10 dan 807.55±1.16 IU/g.

Fortifikasi Minyak
Fortifikasi minyak dilakukan dengan mixer dengan empat dosis fortifikan
yang berbeda. Bobot minyak dan fortifikan, waktu pengadukan, dan kecepatan
pengadukan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Minyak yang difortifikasi dipastikan homogenitas fortifikannya (Lampiran
3). Rata-rata fortifikasi ditunjukkan pada Tabel 3. Fortifikasi dengan target 45
IU/g menghasilkan minyak dengan rata-rata fortifikasi 47.08±0.86 IU/g (fortifikan
MSM), 59.69±3.13 IU/g (fortifikan vitamin A), 45.64±1.66 IU/g (fortifikan
campuran A), dan 45.95±1.51 IU/g (fortifikan campuran B). Secara visual
penampakan minyak berubah karena penambahan MSM, kecuali pada minyak
yang hanya difortifikasi vitamin A. Pada penelitian preferensi konsumen terhadap
minyak yang difortifikasi vitamin A dan yang tidak difortifikasi, tidak ada
perbedaan preferensi yang signifikan (Martianto et al. 2009; Nadimin dan Tamrin
2013).

9
Tabel 3 Karakterisasi minyak yang difortifikasi
Minyak difortifikasi
45 IU/g MSM
45 IU/g Vitamin A
Campuran A
(30 IU/g vitamin A dan
15 IU/g MSM)
Campuran B
(15 IU/g vitamin A dan
30 IU/g MSM)

Rata-rata
Fortifikasi
(IU/g)
47.08±0.86
59.69±3.13

Bilangan
peroksida
(meq O2/kg)
0.00±0.00
0.00±0.00

45.64±1.66

0.00±0.00

0.082±0.003

45.95±1.51

0.00±0.00

0.080±0.000

Asam lemak bebas
(% asam palmitat)
0.102±0.000
0.138±0.001

Kualitas minyak yang difortifikasi dilihat juga pada nilai bilangan
peroksida dan bilangan asam minyak. Bilangan peroksida minyak difortifikasi
0.00 meq O2/kg, tidak berubah dari minyak goreng curah sebelum difortifikasi.
Penambahan MSM dengan bilangan peroksida 6.79±0.01 meq O2/kg tidak
meningkatkan bilangan peroksida minyak fortifikasi. Hal ini disebabkan jumlah
MSM dalam minyak fortifikasi sangat sedikit, hanya 5.10% (b/b) pada fortifikasi
45 IU/g MSM, 1.60% (b/b) pada fortifikasi campuran A, dan 3.46% (b/b) pada
fortifikasi campuran B. Asam lemak bebas minyak fortifikasi lebih tinggi
dibandingkan minyak goreng curah awal kecuali pada fortifikasi campuran B,
asam lemak bebasnya tetap. Peningkatan asam lemak bebas yang paling tinggi
terdapat pada minyak yang difortifikasi vitamin A. Kenaikan asam lemak bebas
dapat terjadi selama penyimpanan minyak.

Siklus Penggorengan
Siklus penggorengan yang diaplikasikan dibagi menjadi dua jenis, yaitu
siklus penggorengan hari yang berbeda dan siklus penggorengan hari yang sama.
Satu siklus penggorengan hari yang berbeda didefinisikan sebagai satu kali
penggorengan dimulai dari pemanasan minyak hingga suhu 170 °C, penggorengan
tahu putih selama 2.5 menit, hingga waktu tunggu 15 menit setelah tahu diangkat.
Sampling minyak pada titik ini kemudian disebut penggorengan h-1 (Gambar 2).
Siklus penggorengan kedua dilakukan pada hari berikutnya dan sampling minyak
setelah siklus ini disebut penggorengan h-2. Siklus penggorengan ketiga
dilakukan pada hari berikutnya dan sampling minyak setelah siklus ini disebut
penggorengan h-3.
Satu siklus penggorengan pada hari yang sama didefinisikan sebagai satu
kali penggorengan dimulai dari pemanasan minyak hingga suhu 170 °C,
penggorengan tahu putih selama 2.5 menit, hingga waktu tunggu 15 menit setelah
tahu diangkat. Sampling minyak pada titik ini kemudian disebut penggorengan
ke-1. Siklus penggorengan kedua dilakukan pada hari yang sama setelah suhu
minyak turun hingga 50 °C. Sampling minyak setelah siklus ini disebut
penggorengan ke-2. Hal yang sama dilakukan untuk siklus penggorengan ketiga.
Sampling minyak setelah siklus penggorengan ketiga disebut penggorengan ke-3.
Titik waktu sampling dapat dilihat pada Gambar 3.

10
200

Suhu (°C)

150
100
50
Penggorengan h-1
0
0

5

10

15
20
Waktu (menit)

Suhu minyak penggorengan h-1

25

30

Suhu bahan penggorengan h-1

Gambar 2 Profil suhu minyak goreng dan tahu pada 1 siklus penggorengan
Profil kenaikan suhu minyak dan tahu dapat dilihat pada Gambar 3.
Terlihat bahwa suhu minyak maksimal meningkat seiring dengan pengulangan
penggorengan. Hal ini disebabkan oleh jumlah minyak semakin berkurang karena
sampling minyak. Suhu internal tahu yang digoreng 78.2 °C pada penggorengan
ke-1, 92.7 °C pada penggorengan ke-2, dan 90.8 °C pada penggorengan ke-3.
Data suhu lengkap terdapat pada Lampiran 4, 5, dan 6.
Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak
Retensi vitamin A dan β-karoten minyak yang difortifikasi memiliki pola
yang sama untuk penggorengan berulang pada hari yang berbeda dan
penggorengan berulang pada hari yang sama (Tabel 4). Kadar vitamin A dan βkaroten minyak setiap pengulangan penggorengan dapat dilihat pada Lampiran 7.
Minyak fortifikasi yang digunakan menggoreng berulang pada hari yang berbeda
memiliki retensi yang sama pada penggorengan h-1, yaitu dalam rentang 85.5288.22%. Pada penggorengan h-2 dan h-3 minyak yang difortifikasi MSM
memiliki retensi fortifikan paling rendah (58.25% dan 25.41%) dibandingkan
dengan ketiga minyak fortifikasi lainnya. Sebaliknya, terlihat bahwa minyak yang
difortifikasi dengan vitamin A memiliki retensi fortifikan paling tinggi pada
penggorengan h-2 dan h-3 (74.91% dan 63.99%), bahkan pada penggorengan h-3
retensinya lebih dari dua kali retensi minyak yang difortifikasi MSM. Retensi
minyak difortifikasi vitamin A sejalan dengan studi yang dilakukan Arafah (2008)
yang menunjukkan retensi vitamin A minyak (19.24 ppm vitamin A) yang
digunakan menggoreng berulang yaitu 81-94% (penggorengan pertama), 64-77%
(penggorengan kedua), dan 51-63% (penggorengan ketiga). Retensi β-karoten
minyak difortifikasi MSM sedikit lebih besar dibandingkan retensi β-karoten pada
penelitian yang dilakukan Wijaya (2013).

11
250

Suhu (°C)

200

150

100

50

Penggorengan ke-1

Penggorengan ke-3

Penggorengan ke-2

0
0

10

20

30
40
Waktu (menit)

50

60

Suhu minyak penggorengan ke-1

Suhu bahan penggorengan ke-1

Suhu minyak penggorengan ke-2

Suhu bahan penggorengan ke-2

Suhu minyak penggorengan ke-3

Suhu bahan penggorengan ke-3

Gambar 3 Profil suhu minyak goreng dan tahu pada penggorengan berulang hari yang sama

70

12
Tabel 4 Retensi vitamin A dan β-karoten minyak yang difortifikasi selama proses
penggorengan berulang

Minyak
difortifikasi

Penggorengan berulang hari
yang berbeda
Retensi penggorengan h(%)
1
2
3
85.52a 58.25a 25.41a
88.22a 74.91b 63.99b

Penggorengan berulang hari
yang sama
Retensi penggorengan ke(%)
1
2
3
80.40a 53.70a 23.58a
86.48a 69.04b 64.13b

45 IU/g MSM
45 IU/g Vitamin A
Campuran A
(30 IU/g vitamin A 86.69a 72.13bc 51.17c 84.61a 73.75b 49.75c
dan 15 IU/g MSM)
Campuran B
(15 IU/g vitamin A 86.23a 69.54c 48.88c 89.43a 69.17b 44.74d
dan 30 IU/g MSM)
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Tukey)

Retensi (%)

Retensi fortifikan pada minyak campuran A dan B ada diantara nilai retensi
minyak yang difortifikasi MSM dan vitamin A dan tidak berbeda nyata. Minyak
fortifikasi campuran A dan B memiliki nilai retensi masing-masing 72.13% dan
69.54% pada penggorengan h-2 dan 69.54% dan 48.88% pada penggorengan h-3.
Pada penggorengan berulang pada hari yang sama, keempat jenis minyak
memiliki retensi fortifikan yang sama pada penggorengan ke-1, yaitu dalam
rentang 80.40-89.43%. Sama seperti retensi pada penggorengan berulang pada
hari yang berbeda, minyak dengan fortifikan vitamin A memiliki retensi paling
tinggi, sedangkan minyak dengan fortifikan MSM memiliki retensi paling rendah.
Pada penggorengan kedua, retensi minyak fortifikasi campuran tidak berbeda
nyata dengan retensi minyak fortifikasi vitamin A, yaitu dalam rentang 69.0473.75%. Namun, pada penggorengan ketiga, retensi semua jenis minyak berbeda
nyata.
120
100
80
60
40
20
0

a a a a
a

b bc c

b

c c

a

Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan
h-0
h-1
h-2
h-3
MSM

Vitamin A

Campuran A

Campuran B

Gambar 4 Retensi vitamin A dan β-karoten 4 minyak dengan fortifikan
berbeda pada 3 hari penggorengan

Retensi (%)

13
120
100
80
60
40
20
0

a
a a a

b b b

b

a

c d
a

Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan
ke-0
ke-1
ke-2
ke-3
MSM

Vitamin A

Campuran A

Campuran B

Gambar 5 Retensi vitamin A dan β-karoten 4 dengan fortifikan berbeda
minyak pada 3 kali penggorengan
Gambar 4 dan Gambar 5 menampilkan perbandingan retensi keempat jenis
minyak. Terlihat bahwa minyak dengan fortifikasi MSM memiliki retensi yang
paling kecil diantara ketiga jenis minyak lainnya. Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa energi aktivasi degradasi β-karoten pada minyak yang
difortifikasi MSM lebih rendah (75050.73 J/mol) dibandingkan energi aktivasi
degradasi vitamin A pada minyak yang difortifikasi vitamin A (83572.64 J/mol)
(Wulan 2013; Fitriani 2014). Vitamin A palmitat yang digunakan dalam
fortifikasi sangat stabil selama penggorengan berulang pada hari yang berbeda
maupun penggorengan berulang pada hari yang sama. Retinil palmitat dalam
bentuk oil-soluble memiliki stabilitas yang baik pada minyak (Allen et al. 2006).
Pemanasan minyak sangat berpengaruh terhadap retensi β-karoten. Dalam
studi Alyash et al. (2006) melaporkan bahwa kerusakan β-karoten selama
pemanasan MSM meningkat akibat penyimpanan dalam suhu yang tinggi dan
waktu yang lebih lama.
Minyak fortifikasi campuran A dan B memiliki campuran fortifikan yang
berbeda kestabilannya. Namun, perbedaan konsentrasi campuran ternyata tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap retensi total fortifikan. Minyak
fortifikasi campuran A yang memiliki konsentrasi vitamin A dua kali lebih besar
dibandingkan minyak campuran B ternyata memiliki retensi total yang sama.

Perubahan Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida minyak mengalami kenaikan hingga penggorengan h-2,
namun turun pada penggorengan h-3 (Gambar 6 dan 7). Pola ini ada pada pada
kedua perlakuan penggorengan. Perubahan bilangan peroksida minyak dapat
dilihat pada Tabel 5. Secara umum, bilangan peroksida minyak dengan fortifikan
MSM memiliki bilangan peroksida paling rendah pada semua penggorengan
berulang. Hal ini diduga disebabkan karena di dalam MSM terdapat antioksidan
yang menghambat oksidasi selama penggorengan. Antioksidan alami pada minyak
sawit yaitu tokoferol dan tokotrienol (Rossi et al. 2007). Jika dilihat dari data
retensi β-karoten, minyak yang difortfikasi MSM memiliki retensi β-karoten yang
paling rendah dan memiliki kenaikan bilangan peroksida paling minimal. Diduga
β-karoten juga mengambil fungsi sebagai antioksidan.

14
Tabel 5 Perubahan bilangan peroksida minyak yang difortifikasi selama proses
penggorengan berulang

Minyak difortifikasi

Penggorengan berulang
hari yang berbeda
Bilangan peroksida
penggorengan h(meq O2/kg)
1
2
3
4.86a
8.74a
7.53a
6.80b 10.19ab 6.80a

Penggorengan berulang
hari yang sama
Bilangan peroksida
penggorengan ke(meq O2/kg)
1
2
3
5.18a
8.50a
5.91a
6.80b
9.55a
6.80b

45 IU/g MSM
45 IU/g Vitamin A
Campuran A
(30 IU/g vitamin A dan 5.99c 10.04ab 7.28a
6.72b
9.23a
6.88b
15 IU/g MSM)
Campuran B
(15 IU/g vitamin A dan 6.80b 10.93b 7.78a
6.72b
9.72a
6.80b
30 IU/g MSM)
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Tukey)

Bilangan peroksida
(meq O2/kg)

Mekanisme antioksidan karotenoid dan tokoferol yaitu dengan reaksi
langsung pada radikal bebas atau quenching singlet oksigen. Mekanisme
antioksidan β-karoten, tokoferol, dan tokotrienol dapat dilihat pada Tabel 6.
Pada penggorengan h-1, minyak fortifikasi vitamin A dan campuran B
memiliki bilangan peroksida tertinggi dengan nilai yang sama (6.80 meq O2/kg),
sedangkan minyak fortifikasi campuran A memiliki bilangan peroksida lebih
rendah 5.99 meq O2/kg. Pada penggorengan h-2 bilangan peroksida keempat
minyak mencapai titik tertinggi. Pada penggorengan ini, bilangan peroksida
minyak fortifikasi vitamin A, campuran A, dan campuran B tidak berbeda nyata,
masing-masing 10.19 meq O2/kg, 10.04 meq O2/kg, dan 10.93 meq O2/kg. Pada
penggorengan h-3 keempat minyak memiliki bilangan peroksida yang tidak
berbeda nyata.
12
10
8
6
4
2
0

a
b
a

c

ab ab b

b

a a a a

Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan
h-0
h-1
h-2
h-3
MSM

Vitamin A

Campuran A

Campuran B

Gambar 6 Bilangan peroksida minyak goreng yang difortifikasi pada 3 hari
penggorengan

Bilangan peroksida
(meq O2/kg)

15
12
10
8
6
4
2
0

a

a a a

b b b

a

a

b b b

Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan
ke-0
ke-1
ke-2
ke-3
MSM

Vitamin A

Campuran A

Campuran B

Gambar 7 Bilangan peroksida minyak goreng yang difortifikasi pada 3 kali
penggorengan
Pada penggorengan ke-1, bilangan peroksida minyak fortifikasi vitamin A,
campuran A, dan campuran B tidak berbeda nyata (6.72-6.80 meq O2/kg) dan
lebih tinggi dibandingkan bilangan peroksida dengan fortifikasi MSM (5.18 meq
O2/kg). Pada penggorengan ke-2, bilangan peroksida minyak mencapai titik
tertinggi namun tidak berbeda nyata, yaitu berada dalam rentang 8.50-9.72 meq
O2/kg. Hal yang sama pada penggorengan ke-3, minyak fortifikasi memiliki
bilangan peroksida tidak berbeda nyata, kecuali minyak fortifikasi MSM yang
memiliki bilangan peroksida lebih rendah.
Tabel 6 Mekanisme antioksidan β-karoten, tokoferol, dan tokotrienol
Reaksi dengan radikal bebas
(Han et al. 2012)

Quenching singlet oksigen
(Haila 1999)

β-karoten

(Kim 2007)

Tokoferol

Tokotrienol

(Kamal-Eldin dan Appelqvist 1996
dalam Kim 2007)

(Foote 1979 dalam Kim 2007)

Tokotrienol memiliki struktur yang mirip dengan tokoferol dan dapat
mendonasikan hidrogen dari gugus hidroksil cincin kromanolnya untuk
menurunkan radikal lipid (Kim 2007)

16
Penelitian yang serupa, (Abdulkarim et al. 2007) mengenai kestabilan
beberapa jenis minyak selama 5 hari penggorengan (6 jam penggorengan per hari)
pada 185±5 °C dan (Serjouie et al. 2010) kestabilan minyak goreng sawit selama
5 hari penggorengan (3.5 jam penggorengan per hari) pada 180±5 °C
menunjukkan bahwa bilangan peroksida minyak sawit meningkat sampai hari
keempat penggorengan, lalu turun pada hari kelima. Bolourian et al. (2011) dan
Fan et al. (2013) juga melaporkan bahwa bilangan peroksida minyak sawit naik
pada pertama penggorengan, namun relatif tidak meningkat hingga hari kelima.
Naiknya bilangan peroksida menunjukkan adanya pembentukan peroksida akibat
oksidasi. Bilangan peroksida yang turun setelah pengulangan penggorengan
berhubungan dengan perubahan senyawa peroksida. Senyawa peroksida
merupakan senyawa yang tidak stabil. Suhu penggorengan dan kerusakan minyak
menyebabkan dekomposisi hidroperoksida menjadi karbonil dan aldehida yang
menyebabkan bilangan peroksida turun (Shahidi & Wanasundara 2002 dalam
Abdulkarim et al. 2007).

Perubahan Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas dalam minyak merupakan salah satu indikator kualitas
minyak, tingginya asam lemak bebas menujukkan kerusakan minyak akibat reaksi
hidrolisis triasilgliserol (TAG) dan reaksi oksidasi. Kadar asam lemak bebas
minyak selama penggorengan disajikan pada Tabel 7 dan 8. Pada kedua perlakuan
penggorengan berulang, asam lemak bebas minyak dengan fortifikan vitamin A
tidak berbeda nyata pada pengulangan penggorengan, berada dalam rentang
0.136-0.139%. Minyak dengan fortifikasi dengan MSM, campuran A, dan
campuran B memiliki asam lemak bebas yang meningkat pada pengulangan
penggorengan, namun tidak lebih dari 0.034 poin dari kadar asam lemak bebas
penggorengan sebelumnya. Minyak dengan fortifikasi MSM dan vitamin A
memiliki kadar asam lemak bebas yang lebih tinggi dibandingkan minyak yang
difortifikasi campuran karena kadar asam lemak bebas awalnya sudah lebih tinggi.
Hal ini terjadi karena minyak goreng curah yang digunakan memiliki kadar asam
lemak bebas yang berbeda.
Tabel 7 Perubahan kadar asam lemak bebas minyak yang difortifikasi selama
penggorengan berulang hari yang berbeda
Minyak difortifikasi

Bilangan asam (% asam palmitat) penggorengan h0
1
2
3
0.102a
0.111b
0.113b
0.115b
0.138a
0.136a
0.140a
0.137a

45 IU/g MSM
45 IU/g Vitamin A
Campuran A
(30 IU/g vitamin A
0.082a
0.096b
0.101b
0.113c
dan 15 IU/g MSM)
Campuran B
(15 IU/g vitamin A
0.080a
0.092b
0.101c
0.113d
dan 30 IU/g MSM)
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Tukey)

17
Tabel 8 Perubahan kadar asam lemak bebas minyak yang difortifikasi selama
penggorengan berulang hari yang sama
Bilangan asam (% asam palmitat) penggorengan ke0
1
2
3
0.102a
0.107ab
0.111b
0.120c
0.138a
0.136a
0.137a
0.139a

Minyak difortifikasi

45 IU/g MSM
45 IU/g Vitamin A
Campuran A
(30 IU/g vitamin A
0.082a
0.097b
0.103bc
0.107c
dan 15 IU/g MSM)
Campuran B
0.080a
0.096b
0.098bc
0.106c
(15 IU/g vitamin A
dan 30 IU/g MSM)
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Tukey)
Kadar asam lemak bebas keempat minyak sedikit sekali berubah pada
pengulangan penggorengan hingga tiga kali. Hal ini mengindikasi bahwa keempat
minyak cukup stabil untuk penggorengan skala rumah tangga. Namun,
penggorengan dengan lebih banyak pengulangan kemungkinan akan terus
meningkatkan asam lemak bebas minyak. Penelitian Abiona et al. (2011)
menunjukkan pada pengulangan penggorengan dengan minyak goreng sawit
hingga 6 hari (10 penggorengan per hari), terbentuk asam lemak rantai pendek
baru akibat hidrolisis dan oksidasi lipid. Selain itu, Alireza et al. (2010)
melaporkan bahwa penggunaan minyak untuk penggorengan berulang (5 hari
penggorengan) menurunkan kadar asam lemak esensial C18:3 dan C18:2.

Yield Fortifikan pada Perlakuan Tumis
Yield fortifikan merupakan rasio jumlah fortifikan yang terdapat pada
tumis tauge dengan jumlah fortifikan awal yang ada pada minyak untuk menumis.
Perhitungan yield fortifikan keempat minyak terdapat pada Lampiran 8, 9, 10, dan
11. Minyak dengan fortifikasi vitamin A memiliki yield yang lebih tinggi

Yield (%)

80

64.37b

60
40

50.60ab

53.42ab

34.86a

20
0
MSM

Vitamin A
Campuran A
Jenis fortifikan

Campuran B

Gambar 8 Yield vitamin A dan β-karoten sampel tumis tauge pada 4 minyak
dengan fortifikan berbeda (α=0.05)

18
dibandingkan yield fortifikan minyak dengan fortifikasi MSM (Gambar 8). Yield
fortifikan minyak fortifikasi vitamin A adalah 64.37%, sedangkan yield fortifikan
minyak fortifikasi MSM 34.86%. Minyak campuran A dan campuran B memiliki
yield fortifikan yang tidak berbeda nyata dengan yield fortifikan minyak fortifikasi
vitamin A dan MSM.
Kontribusi Fortifikan terhadap AKG Vitamin A
Vitamin A dan β-karoten yang terserap pada tahu dapat dilihat dari Tabel 9.
Minyak yang terserap pada tahu dihitung dengan konversi penyerapan minyak
pada tahu putih cetak goreng lunak, yaitu sebesar 6.2% dari bobot tahu
(Krisdinamurtirin et al. 1974). Kontribusi minyak fortifikasi pada 100 g tahu
goreng terhadap AKG vitamin A dapat dilihat pada Tabel 10. Konsumsi 100 g
tahu yang digoreng dengan minyak yang difortifikasi vitamin A dapat memenuhi
hingga 19.20% (wanita) dan 16.00% (laki-laki) AKG vitamin A per hari. Pada
penggorengan ketiga, minyak fortifikasi vitamin A yang terserap pada tahu
memiliki kontribusi paling tinggi hingga 14.21% AKG vitamin A untuk wanita,
sedangkan minyak fortifikasi MSM yang terserap pada tahu memiliki kontribusi
paling kecil terhadap AKG (4.13% AKG vitamin A untuk wanita).
Tabel 9 Jumlah vitamin A dan β-karoten yang terserap dalam 100 g tahu goreng
Penggorengan
h-1
h-2
h-3
ke-1
ke-2
ke-3

MSM
249.61
170.00
74.152
234.67
156.74
68.82

Jumlah vitamin A dan β-karoten (IU)
Vitamin A Campuran A Campuran B
326.49
245.33
245.70
277.26
204.10
198.09
236.84
144.77
139.25
320.04
239.44
254.76
255.50
208.69
197.04
237.33
140.80
127.47

Tabel 10 Kontribusi minyak fortifikasi pada 100 g tahu goreng terhadap AKG
vitamin A
Kontribusi minyak fortifikasi terhadap AKG
vitamin A (%)
MSM Vitamin A Campuran A Campuran B
h-1
12.48
16.32
12.27
12.28
Laki-laki
h-2
8.50
13.86
10.21
9.90
(>10 tahun)
h-3
3.71
11.84
7.24
6.96
h-1
14.97
19.59
14.72
14.74
Wanita
h-2
10.20
16.64
12.25
11.88
(>16 tahun)
h-3
4.45
14.21
8.69
8.36
ke-1
11.73
16.00
11.97
12.74
Laki-laki
ke-2
7.84
12.78
10.43
9.85
(>10 tahun)
ke-3
3.44
11.87
7.04
6.37
ke-1
14.08
19.20
14.37
15.28
Wanita
ke-2
9.40
15.33
12.52
11.82
(>16 tahun)
ke-3
4.13
14.24
8.45
7.64
1)
Sumber: Permenkes Nomor 75 Tahun 2013
Penggorengan

Kelompok
Usia1)

19
Tabel 11 Jumlah vitamin A dan β-karoten pada tumis tauge
Tauge yang ditumis dengan
minyak fortifikasi
MSM
Vitamin A
Campuran A
Campuran B

Yield fortifikan pada
tumis tauge (IU)
958.09
2277.86
1496.04
1409.43

Fortifikan pada 100 g
tumis tauge (IU)
130.86
309.77
204.40
192.14

Tabel 12 Kontribusi minyak fortifikasi pada 100 g tumis tauge terhadap AKG
vitamin A
Kelompok
usia

AKG
vitamin
A (μg
retinol)1)

Kontribusi minyak fortifikasi terhadap AKG
vitamin A (%)
MSM

Vitamin A

Laki-laki
600
6.54
15.49
(>10 tahun)
Wanita
500
7.85
18.59
(>16 tahun)
Sumber: 1) Permenkes Nomor 75 Tahun 2013

Campuran A

Campuran B

10.22

9.61

12.26

11.52

Kontribusi fortifikan yang ada pada tumis tauge (Tabel 11) terhadap angka
kecukupan gizi (AKG) vitamin A disajikan pada Tabel 12. Satu takaran saji tumis
tauge yang ditumis dengan minyak fortifikasi vitamin A dapat memenuhi 18.59%
AKG vitamin A untuk wanita dan 15.49% AKG vitamin A untuk laki-laki. Satu
takaran saji tumis tauge yang ditumis dengan minyak difortifikasi MSM
berkontribusi lebih rendah yaitu 6.54% AKG vitamin A untuk laki-laki dan 7.85%
AKG vitamin A untuk wanita. Sebesar 9.61-10.22% AKG vitamin A untuk lakilaki dan 11.52-12.26% AKG vitamin A untuk wanita dapat terpenuhi dengan
konsumsi satu porsi tumis tauge yang ditumis dengan minyak fortifikasi campuran.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Jenis fortifikasi yang ditambahkan pada minyak goreng curah sebagai
fortifikasi berpengaruh terhadap retensi fortifikan selama penggorengan berulang.
Hingga pengulangan tiga kali penggorengan, 23.58% β-karoten dan 63.99%
vitamin A masih tersisa dalam minyak. Secara umum, vitamin A memiliki
stabilitas yang lebih tinggi dibandingakan MSM. Campuran A dan B berpotensi
sebagai fortifikan karena memiliki retensi yang cukup tinggi, hingga 44.74% pada
penggorengan ketiga. Secara umum, perubahan bilangan peroksida memiliki pola
meningkat hingga penggorengan kedua, kemudian turun pada penggorengan
ketiga karena degradasi senyawa peroksida. Perubahan kadar asam lemak bebas
keempat minyak yang difortifikasi relatif kecil.

20
Yield fortifikan pada tumis tauge dipengaruhi oleh jenis for