Sistem Peradilan Pidana TINJAUAN PUSTAKA

Kekerasan baik fisik maupun psikis seringkali dialami oleh tersangka terdakwa terpidana ketika mereka harus mengikuti prosedur tetap yang dimainkan oleh aparat penegak hukum dengan dalih semua perbuatan aparat penegak hukum sudah menjalankan tugas dan kewajiban penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terlantarnya, tersia-siakannya, menderitanya korban kejahatan yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan jaminan hak-haknya untuk memperoleh ganti rugi, rehabilitasi, baik secara lahir maupun batin nampaknya juga tidak ada aturan dalam KUHAP secara tegas. Aspek perlindungan saksi yang merasa terancam keselamatan jiwa dan hartanya akibat memberikan keterangan terhadap kejahatan tertentu, juga tidak mendapat pengaturan khusus dalam KUHAP. disisi lain, membicarakan sistem peradilan yang terpadu, tidak dapat dilepaskan dari upaya penegakan hukum pidana baik yang hukum pidana formil maupun materil. Sederhana dimaknai bahwa dalam peradilan pidana diharapkan sebagai proses yang tidak bertele-tele, berbeli-belit, tidak berliku-liku, tidak rumit, jelas, mudah dipahami, mudah diterapkan, sistematis, baik untuk pencari keadilan maupun aparat penegak hukum. Namun dalam praktek nyata, sering kali asas tersebut dipahami secara beragam oleh aparat penegak hukum disemua tingkatan. Pemahaman oleh aparat penegak hukum lebih dimaksudkan sebagai proses birokrasi yang wajib dilalui oleh pencari keadilan, dan dipihak lain aparat penegak hukum mempunyai kewajiban untuk menerapkannya sesuai dengan pemahaman aparat penegak hukum sendiri. Peradilan pidana mengacu pada kodifikasi pidana formil yaitu Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana KUHAP yang diberlakukan melalui Undang- Undang No. 8 Tahun 1981. Tetapi belum ada upaya yang sistematis dan signifikan dalam rangka untuk mengatasi kekosongan dan kekurangan hukum pidana formil yang hanya mendasarkan pada acuan Undang- Undang No. 8 Tahun 1981. Payung hukum untuk menutupi kekosongan dan kelemahan tersebut adalah apa yang disebut dengan kebijakan pidana. 27 Berbagai kendala dan kelemahan yang terjadi, juga tidak diiringi dengan mekanisme pengawasan yang baik dan transparan. Walaupun ada lembaga pengawas , biasanya juga tidak berjalan dengan efektif. Kehadiran lembaga- lembaga pengawas tidak memberikan arti dan makna yang cukup berarti dalam menjamin terwujudnya penegakan hukum. Banyak pengaduan, laporan, dan desakan baik secara demokratis dan tidak jarang dapat mengundang aksi-aksi kekerasan yang dilakukan masyarakat atas ketidakpuasan kinerja lembaga- lembaga pengawas tersebut. 27 Reksodiputro, Kriminologi Dan Sistem Peradilan Pidana,Lembaga Kriminologi UI, Jakarta,1997,hal. 140.

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. 1. Pendekatan yuridis Normatif Pendekatan Yuridis Normatif merupakan suatu pendekatan penelitian Hukum yang mempergunakan sumber data skunder. Pendekatan ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara menelaah dokrin, asas-asas hukum, norma- norma, Undang -Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dan KUHP tentang hak-hak tersangka, serta peraturan lain yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Pendekatan tersebut dimaksud untuk mengumpulkan berbagai macam teori-teori dan literatur yang erat hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. 2. Pendekatan Yuridis Empiris Pendekatan yuridis empiris merupakan suatu pendekatan penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum yang dilakukan dengan cara penelitian dilapangan untuk melihat fakta-fakta yang berkaitan dengan penerapan KUHAP dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian dengan cara observasi terhadap permasalahan yang dibahas. 28 28 Zainnudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm,12.

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang akan diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini berupa data primer dan data skunder. 1. Data Primer Data primer merupakan suatu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan terutama dari orang-orang yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dalam penulisan skripsi. Data primer ini akan diambil dari wawancara kepada aparat penegak hukum yaitu, Polisi, lembaga bantuan hukumAdvokat, masyarakat dan atau tersangka atau terdakwa serta Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan suatu data yang diperoleh dari penelusuran studi kepustakaan dengan mempelajari berbagai literatur, dokumen resmi dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian. Baik itu bahan hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan bahan hukum Tersier. 29 a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, terdiri dari: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. 2. Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia HAM 29 Soekanto Soerjono, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2012, hlm.14 b. Bahan Hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan Hukum primer, terdiri dari buku-buku, literature, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. c. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan hukum yang fungsinya melengkapi bahan hukum Primer, seperti teori-teori, dan pendapat- pendapat dari para sarjana atau ahli hukum, literatur, kamus, dan artikel dari internet yang berkaitan dengan pokok pembahasan dalam penelitian ini.

C. Penentuan Responden

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini adalah wawancara terhadap para narasumber atau informan. Wawancara ini dilakukan dengan metode depth Interview wawancara langsung secara mendalam. Adapun narasumber yang dijadikan responden dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung = 2 orang 2. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila = 1 orang 3. Kepala Desa Batara Nila = 1 orang Jumlah = 4 orang