Deteksi Telur Infertil Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Multilayer Perceptrona

DETEKSI TELUR INFERTIL MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MULTILAYER PERCEPTRON SKRIPSI MUHAMMAD ZAEN NAWAWI 081402022
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

DETEKSI TELUR INFERTIL MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MULTILAYER PERCEPTRON
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Teknologi Informasi
MUHAMMAD ZAEN NAWAWI 081402022
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

PERSETUJUAN

ii

Judul
Kategori Nama Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Departemen Fakultas

: DETEKSI TELUR INFERTIL MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MULTILAYER PERCEPTRON

: SKRIPSI : MUHAMMAD ZAEN NAWAWI : 081402022 : SARJANA (S1) TEKNOLOGI INFORMASI : TEKNOLOGI INFORMASI : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI
INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Komisi Pembimbing Pembimbing 2

:

Pembimbing 1

Muhammad Fadly Syahputra, B.Sc.,M.Sc.IT Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc.,M.Sc

NIP 198301292009121003

NIP 198603032010121004

Diketahui/Disetujui oleh Program Studi S1 Teknologi Informasi Ketua,

Muhammad Anggia Muchtar, ST., MM.IT. NIP 198001102008011010

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

iii

DETEKSI TELUR INFERTIL MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MULTILAYER PERCEPTRON
SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2014

Muhammad Zaen Nawawi 081402022

Universitas Sumatera Utara

UCAPAN TERIMA KASIH

iv

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang tgelah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi, Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan dukungan dan motivasi baik materil dan spiritual, Ayahanda Ismail dan Ibunda Sumayati yang selalu sabar dalam mendidik dan membesarkan penulis.
2. Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc,M.Sc selaku pembimbing satu dan Muhammad Fadly Syahputra, B.Sc.,M.Sc.IT selaku pembimbing dua yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya, memotivasi dan memberikan kritik dan saran kepada penulis.
3. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ibu Sarah Purnamawati, S.T., M.Sc. dan Bapak Baihaqi Siregar, ST., M.Sc selaku penguji yang telah bersedia menjadi dosen pembanding.
4. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Program Studi Teknologi Informasi, Bapak M. Anggia Muchtar, ST. MM.IT. dan Bapak M. Fadly Syahputra B.Sc,M.Sc.IT.
5. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara, semua dosen dan pegawai di Program Studi Teknologi Informasi.
6. Terima kasih kepada staf pegawai administrasi tata usaha Program Studi Teknologi Informasi, Ibu Delima Harahap dan terutama Abangda Faisal Hamid, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan semua urusan administrasi di Program Studi Teknologi Informasi.
7. Terima kasih kepada adinda Jalaluddin Sayuti, Khairatunnisak, Rabi’atul Adawiyah, Siti Saedah dan Zahid Alkhusairy yang selalu memberikan dukungan kepada saya, dan kepada saudari Nina Zakiyah yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membantu saya dalam penyusunan skripsi ini.
8. Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat mahasiswa Teknologi Informasi yang tidak dapat penulis sampaikan satu persatu. Dan juga sahabat-sahabat di Pesantren Ar-raudlatul hasanah.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa saya sebut satu persatu. Semoga Allah memberi rahmat dan keberkahan kepada kita semua.
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

v

Telur infertil adalah telur yang tidak mengalami perkembangan embrio pada saat penatasan. Pendeteksian telur infertil secara otomatis akan memberikan kemudahan saat penyeleksian dan pemindahan telur infertil tepat waktu, yang akan membawa keuntungan bagi peternakan seperti efesiensi tempat dan kontaminasi penyakit yang mempengaruhi penetesan karena telur infertil bisa menjadi tempat perkembangan jamur. Sebuah metode terdiri dari machine vision dan jaringan saraf tiruan multilayer perceptron dirancang. Dengan meletakkan telur dekat sumber cahaya dengan latar belakang hitam dalam ruangan gelap telur difoto dengan kamera kualitas tinggi. Dari citra yang dihasilkan kamera diekstrak fitur atau ciri-ciri yang membedakan antara telur fertil dan telur infertil. Shape index, roundness dan elongation diekstrak dari bentuk telur, sedangkan nilai rata-rata hue, saturation dan intensity diekstrak dari warna telur. Enam nilai fitur ekstraksi dijadikan nilai neuron pada lapisan inputan jaringan saraf tiruan multilayer perceptron. 100 data sampel digunakan untuk pelatihan jaringan dan pegujian memorasi dan 125 data sampel berbeda digunakan untuk uji generalisasi. Laju pembelajaran yang digunakan adalah 0.0005 dan parameter momentum sebesar 0.02 tingkat akurasi yang dihasilkan 98% untuk pelatihan dan 96% untuk uji generalisasi.
Kata kunci : telur infertil, identifikasi, fitur ekstraksi, multilayer perceptron.

Universitas Sumatera Utara


vi
INFERTILE EGGS DETECTION USING MULTILAYER PERCEPTRON NEURAL NETWORK
ABSTRACT
Infertile eggs are eggs that embryonic development did not occur on it when hacthery procces held. Automatic infertile eggs detection give ease to select and timely removal of the infertile eggs. which will bring benefits to the hactheries such space efficiency and egg contamination due to diseases caused by infertile eggs. A method based on machine vision and artificial neural network multilayer perceptron designed. By laying eggs near a light source with a black background in a dark room eggs photographed with a high resolution camera. Image that acquired by camera extracted from it features or characteristics that distinguish between fertile eggs and infertile eggs. Shape index, roundness and elongation extracted from the shape of the eggs, while the average value of hue, saturation and intensity are extracted from the color of the eggs. Six values of feature extraction is used as neurons value in the input layer of a multilayer perceptron neural network. 100 samples are used for training the network and memorization test and anoter 125 different samples used for generalization test. The value of learning rate used is 0.0005 and the momentum parameter is 0,02. After test phase done , accuracy rate is 98% for memorizing test and 96% for the generalization test. Keywords : infertile egg, identification, feature extraction, multilayer perceptron.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

vii

PERSETUJUAN PERNYATAAN UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB 1
1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Batasan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Manfaat Penelitian 1.6 Metodologi Penelitian 1.7 Sistematika Penulisan BAB 2 2.1 Telur Infertil 2.2 Machine Vision 2.3 Pengolahan Citra
2.3.1 Citra Keabuan (Grayscale) 2.3.2 Citra Biner 2.4 Ekstraksi Fitur 2.4.1 Ekstraksi fitur warna 2.4.2 Ekstraksi fitur bentuk 2.5 Jaringan Saraf Tiruan 2.5.1 Komponen Jaringan Saraf Tiruan 2.6 Algoritma Multilayer Perceptron 2.6.1 Fungsi Aktifasi
2.6.1.1 Fungsi Sigmoid Biner 2.6.2 Inilisialisasi Bobot dengan Acak 2.6.3 Pengupdate Bobot dengan Momentum 2.7 Penelitian terdahulu BAB 3 3.1 Akuisi Data 3.2 Pengolahan Citra 3.2.1 Citra Keabuan 3.2.2 Citra Biner 3.3 Ekstraksi Fitur 3.3.1 Ekstraksi Fitur Warna Telur 3.3.2.Ekstraksi Fitur Bentuk Telur 3.4 Multilayer Perceptron 3.4.1 Perancangan Multilayer Perceptron 3.4.2 Proses Pelatihan

Halaman ii iii iv v vi
vii ix x 1 1 2 2 3 3 3 4 6 6 7 7 8 9 9 9 11 13 13 14 16 16 17 17 18 20 21 22 23 24 25 26 32 34 34 36

Universitas Sumatera Utara


3.4.3 Proses Pengujian BAB 4
4.1 Implementasi 4.2 Pengujian
4.2.1 Persiapan Jaringan 4.2.2 Hasil Pengujian
4.2.2.1 Hasil Uji Memorasi 4.2.2.2 Hasil Uji Generalisasi BAB 5 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A : DATA SAMPEL

viii
36 37 37 39 39 42 43 47 52 52 52 53 56

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

ix

Tabel 4.1 Fungsi-fungsi CImg yang digunakan Tabel 4.2 Fungsi-fungsi MLP yang digunakan Tabel 4.3 Nilai nilai fitur yang dijadikan nilai neuron di lapisan input Tabel 4.4 Hasil pengenalan data latihan multilayer perceptron Tabel 4.5 Hasil pengenalan data uji multilayer perceptron

Halaman
37 38 40 43 47

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

x

Halaman

Gambar 2.1 Bagian bagian telur Gambar 2.2 Machine Vision Gambar 2.3 Representasi nilai Intensity Gambar 2.4 Representasi nilai Hue Gambar 2.3 Representasi nilai Saturation Gambar 2.6 Fungsi sigmoid biner dengan rentang (0,1) Gambar 3.1 Skema Dasar Pendeteksian Telur Infertil Gambar 3.2 Citra telur yang dihasilkan oleh machine vision Gambar 3.3 Pengolahan Citra Citra RGB, Citra Grayscale dan Citra Biner Gambar 3.4 Flowchart proses grayscaling Gambar 3.5 Citra hasil proses grayscaling Gambar 3.6 Flowchart proses thresholding Gambar 3.7 Citra hasil proses thresholding Gambar 3.8 Matrik penyimpanan nilai fitur Gambar 3.9 Flowchart fitur ekstraksi nilai intensity Gambar 3.10 Nilai intensity hasil fitur ekstraksi warna Gambar 3.11 Flowchart fitur ekstraksi nilai hue Gambar 3.12 Nilai hue hasil fitur ekstraksi warna Gambar 3.13 Flowchart fitur ekstraksi nilai saturation Gambar 3.14 Nilai saturation hasil fitur ekstraksi warna. Gambar 3.15 Contoh Fitur Ekstraksi berdasarkan batas (boundary-based). Gambar 3.16 Contoh perbedaan nilai fitur telur infertil dan fertile. Gambar 3.17 Arsitektur jaringan saraf tiruan multilayer perceptron Gambar 4.1 Grafik uji memorasi Gambar 4.2 Grafik uji generalisasi

6 7 10 10 11 17 20 21 22 23 24 24 25 25 28 28 29 30 32 32 32 34 35 46 51

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

v

Telur infertil adalah telur yang tidak mengalami perkembangan embrio pada saat penatasan. Pendeteksian telur infertil secara otomatis akan memberikan kemudahan saat penyeleksian dan pemindahan telur infertil tepat waktu, yang akan membawa keuntungan bagi peternakan seperti efesiensi tempat dan kontaminasi penyakit yang mempengaruhi penetesan karena telur infertil bisa menjadi tempat perkembangan jamur. Sebuah metode terdiri dari machine vision dan jaringan saraf tiruan multilayer perceptron dirancang. Dengan meletakkan telur dekat sumber cahaya dengan latar belakang hitam dalam ruangan gelap telur difoto dengan kamera kualitas tinggi. Dari citra yang dihasilkan kamera diekstrak fitur atau ciri-ciri yang membedakan antara telur fertil dan telur infertil. Shape index, roundness dan elongation diekstrak dari bentuk telur, sedangkan nilai rata-rata hue, saturation dan intensity diekstrak dari warna telur. Enam nilai fitur ekstraksi dijadikan nilai neuron pada lapisan inputan jaringan saraf tiruan multilayer perceptron. 100 data sampel digunakan untuk pelatihan jaringan dan pegujian memorasi dan 125 data sampel berbeda digunakan untuk uji generalisasi. Laju pembelajaran yang digunakan adalah 0.0005 dan parameter momentum sebesar 0.02 tingkat akurasi yang dihasilkan 98% untuk pelatihan dan 96% untuk uji generalisasi.
Kata kunci : telur infertil, identifikasi, fitur ekstraksi, multilayer perceptron.


Universitas Sumatera Utara

vi
INFERTILE EGGS DETECTION USING MULTILAYER PERCEPTRON NEURAL NETWORK
ABSTRACT
Infertile eggs are eggs that embryonic development did not occur on it when hacthery procces held. Automatic infertile eggs detection give ease to select and timely removal of the infertile eggs. which will bring benefits to the hactheries such space efficiency and egg contamination due to diseases caused by infertile eggs. A method based on machine vision and artificial neural network multilayer perceptron designed. By laying eggs near a light source with a black background in a dark room eggs photographed with a high resolution camera. Image that acquired by camera extracted from it features or characteristics that distinguish between fertile eggs and infertile eggs. Shape index, roundness and elongation extracted from the shape of the eggs, while the average value of hue, saturation and intensity are extracted from the color of the eggs. Six values of feature extraction is used as neurons value in the input layer of a multilayer perceptron neural network. 100 samples are used for training the network and memorization test and anoter 125 different samples used for generalization test. The value of learning rate used is 0.0005 and the momentum parameter is 0,02. After test phase done , accuracy rate is 98% for memorizing test and 96% for the generalization test. Keywords : infertile egg, identification, feature extraction, multilayer perceptron.
Universitas Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telur infertil adalah telur yang tidak mengalami perkembangan embrio pada saat penetasan (Faridah et. al, 2008). Telur infertil cenderung menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri dan jamur dikarenakan perbedaan suhu telur dan suhu yang direpresentasikan oleh termometer inkubator (Lawrence et. al, 2008), kontaminasi bakteri dan jamur menghasilkan tekanan yang mengakibatkan telur tersebut meledak di inkubator. Langkah pencegahan dapat dilakukan dengan menyeleksi dan memisahkan telur tersebut dari inkubator. Pengecekan fertilitas telur dilakukan dengan peneropongan telur itu sendiri, telur didekatkan dengan sumber cahaya dengan intensitas tertentu yang cukup untuk menembus cangkang telur, namun akurasi deteksi tergantung pengalaman tenaga kerja yang mengamati, jika penetasan dilakukan dalam skala industri akan dibutuhkan banyak tenaga kerja yang berpengalaman. Selain itu penggunaan waktu menjadi tidak efisien.
Sistem yang mampu mengenali telur infertil secara otomatis memungkinkan pemisahan telur infertil tepat pada waktunya, sehingga kontaminasi bakteri dan jamur dapat diminimalisir, penggunaan rak penetasan dapat diefisienkan dan kualitas anak ayam yang ditetaskan dapat dimaksimalkan.
Beberapa teknik yang pernah digunakan dalam penelitian untuk mendeteksi telur infertil antara lain Least aquare Support Vector Machine (Zhiu Zhu et. al, 2008), Hyperspectral imaging and Predictive modeling System (Smith et. al, 2008), dan Histogram characterizon method (Das et. al, 1992 a), Fuzzy distinction model dan Bayesian recognition model (Qiaohua et.al, 2012).
Universitas Sumatera Utara

2
Multilayer perceptron adalah jaringan syaraf tiruan umpan maju (feedforward neural networks) terdiri dari sejumlah neuron yang dihubungkan oleh bobot-bobot penghubung dan merupakan jaringan yang pembelajarannya terawasi sehingga perlu dimasukkan contoh-contoh respon ke dalam jaringannya untuk dikenali. Multilayer perceptron telah banyak digunakan dalam beberapa penelitian diantaranya, Sarkar and Mandal (2012) menggunakan multilayer perceptron untuk key generation dan key sertification dalam komunikasi wireless. Kou-Yuan Huang and Kai-Ju Chen (2011) menggunakan multilayer perceptron untuk memprediksi kejuaraan sepak bola dunia tahun 2006. Batsamhan (2002) menggunakan multilayer perceptron untuk mengenali pola karakter mongolia. Sivaram dan Hermansky (2012) menggunakan multilayer perceptron untuk pengenalan pola fonem dalam pengucapan kata-kata. Ahad,Fayyaz dan Mehmood (2012) menggunakan multilayer perceptron untuk speech recognition.
Dalam tugas akhir ini, sistem yang dibangun untuk pendeteksian telur infertil dengan menggabungkan image processing dan jaringan saraf tiruan Multilayer Perceptron, dan diharapkan hasilnya dapat mendeteksi telur infertil dengan cepat dan akurat.
1.2 Rumusan Masalah

Pendeteksian telur infertil dapat dilakukan dengan mengarahkan telur kepada sumber cahaya dengan intensitas tertentu, namun metode ini mengharuskan telur dipindahkan dari incubator yang berdampak negatif terhadap perkembangan embrio dan akan membutuhkan banyak waktu apabila mendeteksi telur dalam skala besar, oleh karena itu dibutuhkan sistem yang mampu mendeteksi telur tanpa harus mengeluarkan telur dari inkubator. Bagaimana mendeteksi telur inferti tanpa harus mengeluarkan telur dari inkubator.
1.3 Batasan Masalah
Pada tugas akhir ini dilakukan beberapa batasan masalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara

3
1 Citra diperoleh menggunakan kamera digital. 2 Citra yang yang digunakan berbentuk 2D tidak berotasi. 3 Telur yang akan digunakan telur ayam. 4 Telur yang akan dideteksi adalah telur yang telah dieramkan selama 4 hari.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dan objektif dari penulisan tugas akhir ini adalah membangun system dan menghitung tingkat akurasi pendeteksian telur infertil menggunakan image processing dan jaringan saraf tiruan.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu dan pemahaman baik bagi penulis dan pembaca dalam pendeteksian telur infertil mengunakan image prosessing dan jaringan saraf tiruan dan membantu kinerja manusia dalam pendeteksian telur infertil lebih berguna di masyarakat.
1.6 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah: 1. Studi Literatur Pada tahap ini penulis mengumpulkan seluruh informasi yang menyeluruh dari referensi-referensi yang mencakup permasalahan di atas. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui penelitian yang sudah dikerjakan sebelumnya, bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut, kemudian melihat perkembangan yang sudah dilakukan dari penelitian sebelumnya lalu menambah memperbaiki atau melanjutkan penelitian yang masih kurang.
Universitas Sumatera Utara

4
2. Pengumpulan Data Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan data yang mendukung penyelesaian masalah penelitian ini.
3. Analisis dan Perancangan Desain Sistem Pada ini tahap ini penulis akan melakukan analisis terhadap materi dan data yang mendukung dalam penyelesaian masalah sehingga dapat dirancang sebuah aplikasi yang akan diimplementasikan.
4. Implementasi Sistem Pada tahap ini penulis mengimplementasikan sistem berdasarkan pada analisa dan rancangan sebelumnya. Implementasi meliputi pembuatan program aplikasi dalam menyelesaikan masalah yang teliti.
5. Pengujian Sistem Pada tahap ini dilakukan untuk menguji aplikasi dan mengetahui tingkat kehandalan aplikasi yang dibuat, apakah sudah sesuai yang diharapkan dalam penelitian ini atau tidak.

6. Dokumentasi Sistem Pada tahap ini akan dilakukan penulisan laporan mengenai aplikasi tersebut yang bertujuan untuk menunjukkan hasil penelitian ini.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari lima bagian utama sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2: LANDASAN TEORI Bab ini berisi teori-teori yang digunakan untuk memahami permasalahan yang dibahas pada penelitian ini. Pada bab ini dijelaskan tentang ekstraksi fitur, jaringan saraf tiruan, algoritma multilayer perceptron, dan pengolahan citra digital.
BAB 3: ANALISIS DAN PERANCANGAN
Universitas Sumatera Utara

5 Bab ini berisi analisis dan penerapan jaringan multilayer perceptron untuk mendeteksi telur infertil, serta perancangan seperti pemodelan dan flowchart. BAB 4: IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Bab ini berisi pembahasan tentang implementasi dari analisis dan perancangan yang disusun pada Bab 3 dan pengujian apakah hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan. BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian bab-bab sebelumnya dan saransaran yang diajukan untuk pengembangan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Telur Infertil
Gambar 2.1 Bagian bagian telur (Faridah, 2008) Telur mempunyai bagian-bagian yang ditampilkan pada gambar 2.1. Ada 4 bagian utama telur yang akan mendukung proses penetasan, yaitu 1 Kuning telur (yolk) 2 Putih telur (Albumen) 3 Cangkang (shell) 4 Ruang udara (air space)
Telur fertile adalah telur yang mengalami perkembangan embrio, berawal dari sel benih betina yang sudah dibuahi yang dinamakan zygot blastoderm terdapat di kuning telur, selanjutnya blastoderm akan muncul darinya garis-garis warna merah yang merupakan petunjuk mulainya sistem sirkulasi darah, dan organ penting tubuh mulai terbentuk menjadi embrio. Perkembangan ini akan merubah komposisi warna kuning telur menjadi lebih gelap saat dilakukan prosesi candling. Sedangkan telur infertil adalah telur yang tidak mengalami perkembangan embrio pada proses penetasannya,
Universitas Sumatera Utara

7 dan warna kuning telur lebih cerah saat dicandling. Banyak faktor yang mempengaruhi penetasan telur diantaranya suhu inkubator, kebersihan dan sebagainya, tapi 7.5 % dari 100% penetasan gagal menetas dikarenakan telur tersebut infertil (Lawrence, et al., 2008).
2.2 Machine Vision
Gambar 2.2 Machine Vision Machine Vision adalah alat yang dirancang untuk memindai citra telur dan memprosesnya, mesin ini terdiri dari beberapa perangkat seperti terlihat di gambar 2.2, sebuah lampu menjadi sumber cahaya, telur, tabung berfungsi untuk mengumpulkan cahaya dari lampu, kamera digital dan komputer sebagai pusat pemrosesan citra yang diperoleh dari kamera digital.

2.3 Pengolahan Citra Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue)
Universitas Sumatera Utara

8
dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra (Munir, 2004). Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam.
Pengolahan citra adalah pemrosesan suatu citra sehingga menghasilkan citra yang sesuai dengan keinginan kita atau kualitasnya menjadi lebih baik, dalam penilitian ini pengolahan citra akan digunakan untuk mengolah citra yang dihasilkan dari machine vision sehingga dapat dikalkulasi oleh aplikasi yang akan dibangun.

2.3.1 Citra Keabuan (Grayscale)

Citra keabuan adalah citra yang nilai pikselnya merepresentasikan derajat keabuan atau intensitas warna putih. Pada umumnya citra grayscale memiliki kedalaman pixel 8 bit (256 derajat keabuan),maka nilai intensitasnya berada pada interval 0(hitam) 255(putih). Untuk mengkonversi citra warna ke citra grayscale digunakan rumus:

I(x, y) = ( R + G + B ) / 3

(1)

Konversi citra warna ke citra grayscale dapat juga dilakukan dengan cara memberi bobot pada setiap elemen warna , sehingga persamaan diatas dimodifikasi menjadi :

‫ܫ‬ሺ‫ݔ‬, ‫ݕ‬ሻ = ߙ. ܴ + ߚ. ‫ ܩ‬+ ߛ. ‫ܤ‬

(2)


dengan I(x,y) adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh dengan

mengatur warna R (merah), G (hijau), B (biru) yang ditunjukkan oleh nilai parameter

α, β dan γ. Secara umum nilai α, β dan γ adalah 0.33. Nilai yang lain juga dapat

diberikan untuk ketiga parameter tersbut asalkan total keseluruhannya adalah 1 (Putra,

2009).

Universitas Sumatera Utara

9

2.3.2 Citra Biner

Citra biner disebut juga dengan bi-level adalah citra digital yang hanya mempunyai dua kemungkinan nilai derajat keabuan yakni hitam atau putih, untuk melakukan konversi citra grayscale menjadi citra biner dilakukan dengan membulatkan keatas atau ke bawah untuk setiap nilai keabuan dari piksel yang berada diatas atau bawah nilai ambang. Metode untuk menentukan besarnya nilai ambang disebut thresholding, dengan fungsi tresholding:

݂௚ሺ݅,

݆ሻ

=

1, ൜ 0,

݂௚(݅, ݆) ≤ ܶ ݈ܽ݅݊݊‫ܽݕ‬

2.4 Ekstraksi Fitur

Ekstraksi fitur merupakan suatu pengambilan ciri (fitur) dari suatu bentuk yang nantinya nilai yang didapatkan akan dianalisis untuk proses selanjutnya. Ektraksi fitur dilakukan dengan cara menghitung jumlah titik atau pixels yang ditemui dalam setiap pengecekan, dimana pengecekan dilakukan dalam berbagai arah tracing pengecekan pada koordinat kartesian dari citra digital yang dianalisis, yaitu vertical dan horizontal.

2.4.1 Ekstraksi fitur warna
Pada Ekstraksi fitur warna, ciri pembeda adalah properti warna. Ekstraksi fitur ini digunakan pada citra berwarna yang memiliki komposisi warna RGB (red, green, blue). Pengolahan warna menggunakan model RGB dilakukan dengan cara membaca nilai-nilai R, G, dan B pada suatu piksel, menampilkan dan menafsirkan warna hasil perhitungan sehingga mempunyai arti sesuai dengan yang diinginkan. Selain RGB, warna juga dapat dimodelkan berdasarkan atribut warnanya. Setiap warna memiliki tiga buah atribut, yaitu hue (H), saturation (S), dan intensity (I). Pada penelitian ini fitur ekstraksi dilakukan pada pengolahan citra model HIS.

Universitas Sumatera Utara

10
a. Intensity Atribut yang menyatakan banyaknya cahaya yang diterima oleh mata tanpa mempedulikan warna. Kisaran nilainya adalah antara gelap (hitam) dan terang (putih). Gambar 2.3 memperlihatkan tingkatan nilai intensitas dari 0% sampai dengan 100% (Hariyanto, 2009).

Gambar 2.3 Representasi nilai Intensity

Besaran intensity dapat dihitung langsung dengan :

‫ܫ‬



ܴ



‫ܩ‬ 3



‫ܤ‬

ሺ3ሻ

b. Hue

Menyatakan warna sebenarnya, seperti merah, violet, dan kuning. Hue digunakan untuk membedakan warna-warna dan menentukan kemerahan (redness), kehijauan (greenness), dsb dari cahaya. Hue berasosiasi dengan panjang gelombang cahaya, dan bila menyebut warna merah, violet, atau kuning, sebenarnya menspesifikasikan nilai hue -nya. Seperti terlihat pada Gambar 2.4 di bawah ini, nilai hue merupakan sudut dari warna yang mempunyai rentang dari 0° sampai 360°. 0° menyatakan warna merah, lalu memutar nilai-nilai spektrum warna tersebut kembali lagi ke 0° untuk menyatakan merah lagi (Hariyanto, 2009).

Gambar 2.4 Representasi nilai Hue
Universitas Sumatera Utara

untuk menghitung nilai hue digunakan formula berikut: ‫ ܪ‬ൌ atan൫2√3. ሺG െ Bሻ, 2. R െ G െ B൯

11 ሺ4ሻ

c. Saturation
Saturation menyatakan tingkat kemurnian warna cahaya, yaitu mengindikasikan seberapa banyak warna putih diberikan pada warna. Sebagai contoh, seperti terlihat pada Gambar 2.5, warna merah adalah 100% warna jenuh (saturated color), sedangkan warna pink adalah warna merah dengan tingkat kejenuhan sangat rendah (karena ada warna putih di dalamnya). Jadi, jika hue menyatakan warna sebenarnya, maka saturation menyatakan seberapa dalam warna tersebut (Hariyanto, 2009).

Gambar 2.3 Representasi nilai Saturation

nilai saturation pada tulisan ini ditentukan dengan meggunakan persamaan:

ܵ



1



ܴ



3 ‫ܩ‬



‫ܤ‬

minሺܴ,

‫ܩ‬,

‫ܤ‬ሻ

ሺ5ሻ

2.4.2 Ekstraksi fitur bentuk

Bentuk dari suatu objek adalah karakter konfigurasi permukaan yang diwakili oleh garis dan kontur. Fitur bentuk dikategorikan bergantung pada teknik yang digunakan. Kategori tersebut adalah berdasarkan batas (boundary-based) dan berdasarkan daerah (region-based). Teknik berdasarkan batas (boundary-based) menggambarkan bentuk daerah dengan menggunakan karakteristik eksternal, contohnya adalah piksel sepanjang batas objek. Beberapa contoh fitur ekstraksi bentuk disebutkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

12

a. Shape Index

ܽ ܵ‫ܾ = ܫ‬

ሺ6ሻ

dimana, ܽ adalah jumlah pixel garis mayor dan ܾ adalah jumlah pixel garis minor

b. Kebundaran (Roundness)

Roundness biasanya digunakan untuk menyatakan bundarnya garis luar suatu objek, semakin besar nilai roundnessnya semakin bundar telur tersebut dan semakin besar kemungkinan besar kemungkinan telur tersebut infertil. Didefinisikan sebagai berikut:

4ߨ‫ܣ‬ ܴ = ܲଶ

ሺ7ሻ

dimana, A adalah jumlah luas atau jumlah pixel telur dan P adalah pixel perimeter atau keliling telur tersebut.

c. Kelonjongan (Elongation)

Elongation mendeskripsikan kerampingan sebuah telur, semakin besar nilai elongationnya semakin lonjong telur tersebut, dan semakin kecil kemungikinan telur tersebut infertil. Didefinisikan sebagai berikut:

ܾ ‫ܣ=ܧ‬

ሺ8ሻ

dimana, ܾ adalah jumlah pixel garis minor dan A adalah jumlah luas atau jumlah pixel telur.

Jadi ada 6 parameter yang diekstrak dari perbedaan warna dan bentuk antara telur infertil dan fertil: hue, saturation dan intensity diekstrak dari perbedaan warna, sedangkan shape index, roundness, Elongation diekstrak dari perbedaan bentuk,

Universitas Sumatera Utara

13
kemudian nilai dari dari masing-masing parameter tersebut dijadikan nilai neuron pada lapisan input jaringan multilayer perceptron.
2.5 Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan (artifical neural network) adalah sistem komputasi yang arsitektur dan operasinya diilhami dari pengetahuan tentang sel saraf biologis di dalam otak. Jaringan saraf tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba menstimulasi proses pembelajaran pada otak manusia tersebut.
Jaringan saraf tiruan disusun dengan asumsi cara kerja yang sama seperti jaringan saraf manusia (Puspitaningrum, 2006): 1. Pengolahan informasi terjadi pada elemen-elemen pemrosesan (neuron). 2. Sinyal antara dua buah neuron diteruskan melalui link-link koneksi. 3. Setiap link koneksi memiliki bobot terasosiasi. 4. Setiap neuron menerapkan sebuah fungsi aktivasi terhadap input jaringan (jumlah
sinyal input berbobot). Tujuannya adalah untuk menentukan sinyal output.
2.5.1 Komponen Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan terdiri dari banyak neuron yang menyusun jaringan tersebut. Neuron-neuron tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa lapisan (layer) dan lapisan-lapisan tersebut memiliki hubungan satu sama lain.
Lapisan-lapisan penyusun jaringan saraf tiruan dapat dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Lapisan input
Pada lapisan ini neuron-neuron akan menerima input yang selanjutnya diproses untuk dikirimkan ke lapisan selanjutnya. 2. Lapisan tersembunyi
Universitas Sumatera Utara

14
Lapisan ini berada di antara lapisan input dan lapisan output. Pada lapisan ini bobot yang diterima dari lapisan input diproses untuk selanjutnya diproses untuk dikirimkan ke lapisan selanjutnya. Output dari lapisan ini tidak secara langsung dapat diamati. 3. Lapisan output Lapisan ini merupakan lapisan akhir dimana nilai output dihasilkan. Pada lapisan ini ditetapkan nilai output aktual untuk dibandingkan dengan nilai output target untuk mengetahui apakah jaringan sudah sesuai dengan hasil yang diinginkan.
2.6 Algoritma Multilayer Perceptron
Multilayer perceptron adalah jaringan saraf tiruan umpan maju (feedforward neural networks) terdiri dari sejumlah neuron yang dihubungkan oleh bobot-bobot penghubung dan merupakan jaringan yang pembelajarannya terawasi sehingga perlu dimasukkan contoh-contoh respon ke dalam jaringannya untuk dikenali (Puspitaningrum, 2006).
Multilayer perceptron terdiri dari lapisan-lapisan yang disusun dalamnya neuron-neuron, lapisan tersebut terdiri dari satu lapisan input (input layer), satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan output (output layer). Lapisan input menerima sinyal dari luar, kemudian melewatkannya ke lapisan tersembunyi pertama, yang akan diteruskan sehingga akhirnya mencapai lapisan output. Setiap neuron pada input layer terhubung dengan setiap neuron pada hidden layer. Demikian juga, setiap neuron pada hidden layer terhubung ke setiap neuron pada output layer. Setiap neuron, kecuali pada layer input, memiliki input tambahan yang disebut bias. Bilangan yang diperlihatkan pada gambar di atas digunakan untuk mengidentifikasi setiap node pada masing-masing layer.
Multilayer perceptron dilatih agar output jaringan sesuai dengan pola pasangan input-target yang diharapkan. Proses pelatihan adalah proses iteratif untuk mementukan bobot-bobot koneksi antara neuron yang paling optimal. Jaringan multilayer perceptron yang sudah dilatih dengan baik akan memberikan ouput yang masuk akal jika diberi input yang serupa (tidak harus sama) dengan pola yang dipakai dalam pelatihan.
Universitas Sumatera Utara

15
Algoritma yang dijalankan oleh multilayer perceptron untuk mendapatkan bobot yang optimal (Muliantara, 2011)adalah sebagai berikut :
1. Inisialisasi bobot-bobot. Tentukan laju pembelajaran (α). Tentukan pula nilai toleransi error atau nilai ambang (bila menggunakan nilai ambang sebagai kondisi berhenti); atau set maksimal epoch (bila menggunakan banyaknya epoch sebagai kondisi berhenti).
2. Jika kondisi penghentian tidak terpenuhi lakukan langkah ke-2 sampai langkah ke-9.
3. Untuk setiap pasangan pola pelatihan, lakukan langkah ke-3 sampai langkah ke-8.
4. Setiap unit input xi (dari unit ke-1 sampai unit ke-n pada lapisan input) mengirimkan sinyal input ke semua unit yang ada di lapisan atasnya (ke lapisan tersembunyi)
5. Pada setiap unit di lapisan tersembunyi zj (dari unit ke-1 sampai unit ke-p; i=i,…,n; j=1,...,p) sinyal output lapisan tersembunyinya dihitung dengan menerapkan fungsi aktivasi terhadap penjumlahan sinyal-sinyal input berbobot xi:

‫ݖ‬௝ = ݂ ൭‫ݒ‬଴௝ + ෍ ‫ݔ‬௜‫ݒ‬௜௝൱
௜ୀଵ
kemudian dikirim ke semua unit di lapisan atasnya.
6. Setiap unit di lapisan output yk (dari unit ke-1 sampai unit ke-m; i=1,...,n; k=1,…,m) dihitung sinyal outputnya dengan menerapkan fungsi aktivasi terhadap penjumlahan sinyal-sinyal input berbobot zj bagi lapisan ini:

‫ݕ‬௞ = ݂ ൭‫ݓ‬଴௞ + ෍ ‫ݖ‬௝‫ݓ‬௝௞൱
௜ୀଵ
7. Setiap unit output yk (dari unit ke-1 sampai unit ke-m; i=1,…,p; k=1,….,m) menerima pola target tk lalu informasi kesalahan lapisan output (δk) dihitung.

δ୩ = ሺt୩ − y୩ሻ f′ ቌw଴୩ + ෍ z୨w୨୩ቍ
୨ୀଵ
Universitas Sumatera Utara

16
δk dikirim ke lapisan di bawahnya dan digunakan untuk mengitung besar koreksi bobot dan bias (∆wjk dan ∆w0k) antara lapisan tersembunyi dengan lapisan output:
∆wjk = α δk zj ∆w0k = α δk 8. Pada setiap unit di lapisan tersembunyi (dari unit ke-1 sampai unit ke-p; i=1,…,n; j=1,…,p; k=1,…,m) dilakukan perhitungan informasi kesalahan lapisan tersembunyi (δj).
୫୬
δ୨ = ൭෍ δ୩w୨୩)൱ f′ ൭v଴୨ + ෍ x୧v୧୨൱
୩ୀଵ ୧ୀଵ
δj kemudian digunakan untuk menghitung besar koreksi bobot dan bias (∆wjk dan ∆w0k) antara lapisan input dan lapisan tersembunyi.
∆vij = α δj xi ∆v0j = α δj 9. Pada setiap unit output yk (dari unit ke-1 sampai unit ke-m) dilakukan pengupdate-an bias dan bobot (j=0,…,p; k=1,…,m) sehingga bias dan bobot baru menjadi: wjk (baru) = wjk (lama) + ∆ wjk Dari unit ke-1 sampai unit ke-p di lapisan tersembunyi juga dilakukan pengupdate-an pada bias dan bobotnya (i=0,…,n; j=1,…,p): vij (baru) = vij (lama) + ∆ vij 10. Kondisi penghentian terpenuhi.
2.6.1 Fungsi Aktifasi
Pilihan fungsi aktivasi yang dapat digunakan pada metode propagasi balik yaitu fungsi sigmoid biner, sigmoid bipolar dan tangent hiperbolik. Karakteristiki yang harus imiliki fungsi aktivasi tersebut adalah kontinu, diferensiabel dan tidak menurun secara monoton. Fungsi aktivasi diharapkan jenuh (mendekati nilai-nilai maksimum dan minimum secara asimtot) (Puspitaningrum, 2006).
2.6.1.1 Fungsi Sigmoid Biner
Universitas Sumatera Utara

17

Fungsi ini merupakan fungsi yang umum digunakan. Rentang-nya adalah (0,1) dan

didefenisikan sebagai :

dengan turunan :

1 ݂ଵሺ‫ݔ‬ሻ = 1 + ݁ି௫

݂ଵᇱሺ‫ݔ‬ሻ = ݂ଵሺ‫ݔ‬ሻ൫1 − ݂ଵሺ‫ݔ‬ሻ൯

Fungsi sigmoid biner diilustrasikan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Fungsi sigmoid biner dengan rentang (0,1)
2.6.2 Inilisialisasi Bobot dengan Acak
Prosedur yang umum dilakukan adalah menginisialisasi bias dan bobot, baik dari unit input ke unit tersembunyi maupun dari unit tersembunyi ke unit output secara acak dalam sebuah interval tertentu (-γ dan γ), misalnya antara -0.4 sampai 0.4, -0.5 sampai 0.5, dan -1 sampai 1 (Puspitaningrum, 2006).
2.6.3 Pengupdate Bobot dengan Momentum
Penambahan parameter momentum dalam mengupdate bobot seringkali bisa mempercepat proses pelatihan. Ini disebabkan karena momentum memkasa proses perubahan bobot terus bergerak sehingga tidak terperangkap dalam minimumminimum lokal. Pengupdatean bobot pada proses pelatihan jaringan yang biasa adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara

18

∆wjk = α δk zj ∆vij = α δjxi
Jika error tidak terjadi (output actual telah sama dengan output target) maka δk menjadi nol dan hal ini akan menyebabkan koreksi bobot ∆wjk = 0, atau dengan kata lain pengupdatean bobot berlanjut dalam arah yang sama seperti sebelumnya.

Jika parameter momentum digunakan maka persamaan-persamaan pengupdatean bobot dengan langkah pelatihan t, dan t+1 untuk langkah pelatihan selajutnya, mengalami modifikasi sebagai berikut :
∆wjk(t + 1) = α δk zj + µ ∆wjk(t) ∆vij(t + 1) = α δj xi + µ ∆vij(t) dengan µ adalah parameter momentum dalam range antara 0 sampai 1.

2.7 Penelitian terdahulu

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan untuk mendeteksi telur infertil mengunakan teknik yang berbeda dijabarkan dalam tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

No Judul

Pengarang

Tahun

Kelebihan

1. Detecting Fertility of Hacthing es using machine vision and histogram characterization method

Das. K Evans .M.D.

1992

Tingkat akurasi 96 hingga 100% pada hari keempat pengeraman dan 88 hingga 90% pada hari ketiga

2. The identification of Zhihui Zhu, Meihu white fertile eggs prior Ma to incubation based on machine vision and least square support vector machine

2011

Tingkat akurasi yang dihasilkan sebesar 92.5 % dari 100 sampel yang dideteksi

Universitas Sumatera Utara

19

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu (Lanjutan)

No Judul

Pengarang

Tahun

Kelebihan

3. Egg Embryo

Kurt C. Lawrence,

Development Detection Douglas P. Smith,

with Hyperspectral

William R.Windham,

Imaging

Gerald W.Heitschmidt,

Bosoon Park

2008

Tingkat akurasi yang dihasilkan 91.7 % dihari pertama dan 92 % dihari ke 2

4. Non-destructive

Qiaohua Wang, Meihu

detection of hatching Ma, Zhihui Zhu, Tao

egg’s survival based on Zhu, Min Li

machine vision

2012

n/a

5. Aplikasi mesin visi dalam pendeteksian fertilitas telur

Faridah Nopriadi, Alfa antariksa

2008

Tingkat akurasi pendeteksian sebesar 92.36 % dari hasil pengujian menggunakan 144 sampel

Universitas Sumatera Utara

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN
Bab ini secara garis besar membahas tahap-tahap dalam perancangan sistem identifikasi telur ayam infertil. Secara umum skema dasar tahap-tahap identifikasi telur ayam infertil yang dibangun dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Skema Dasar Pendeteksian Telur Infertil Tahap pertama adalah akuisisi data, yaitu mengumpulkan citra telur ayam yang telah difoto. Pada setiap citra telur ayam dilakukan tahap pengolahan citra. Pada tahap ini citra telur ayam akan diolah menjadi citra yang seragam dan sesuai untuk tahap selanjutnya. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi fitur dari setiap citra. Pada penelitian ini digunakan dua metode ekstraksi yaitu fitur ekstraksi warna dan fitur ekstraksi bentuk. Nilai fitur yang didapatkan dari ekstraksi tersebut kemudian digunakan sebagai masukan jaringan multilayer perceptron. Tahap selanjutnya adalah
Universitas Sumatera Utara

21
tahap identifikasi menggunakan jaringan saraf tiruan multilayer perceptron. Tahap ini terdiri dari proses pelatihan dan proses pengujian. Setelah itu akan didapatkan keluaran dari proses identifikasi, baik itu hasil pelatihan atau hasil pengujian. Tahaptahap identifikasi telur ayam infertil akan dijelaskan pada bab selanjutnya
3.1 Akuisi Data
Data sampel yang digunakan adalah telur ayam telah diletakkan di inkubator penetasan selama empat hari, kemudian telur ayam dipotret oleh machine vision, dilakukan pemotretan dihari keempat pengeraman karena pada saat itu telur mengalami perkembangan embrio yang tampak jelas. Telur disusun secara horizontal dan diasumsikan lurus tidak miring, dan tidak berotasi, hal ini dilakukan karena dalam penilitian tidak dibahas pengolahan citra untuk objek yang mengalami rotasi dan miring. Hasil pemotretan dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Citra telur yang dihasilkan oleh machine vision
Data dikumpulkan berupa citra telur yang disimpan dengan format bitmap (.bmp), dengan ukuran lebar citra 225 pixel dan panjangnya tergantung aspek ratio panjang telur.
Jumlah sluruh data sampel yang didapat adalah 225 citra telur. Dari keseluruhan jumlah data tersebut setengahnya digunakan untuk data pelatihan dan stengahnya untuk data pengujian. Jumlah data yang akan digunakan untuk proses pelatihan adalah 100 data sampel terdiri dari 60 telur fertil dan 40 fertil, sedangkan proses peatihan menggunakan 125 sampel data terdiri 100 telur fertil dan 25 infertil untuk menguji kemampuan generalisasi aplikasi. Jumlah data sampel telur infertil
Universitas Sumatera Utara

22
lebih kecil dikarenakan pencarian telur infertil lebih susah dari pada mencari sampel telur fertil. Data sample yang digunakan pada penilitian dapat dilihat pada lampiran A.
3.2 Pengolahan Citra
Pengolahan citra dilakukan untuk memperbaiki kualitas agar citra yang dirubah lebih mudah diolah oleh program. Citra telur yang dihasikan oleh dari machine vision merupakan citra berwarna (Gambar 3.3a), citra berwarna memilki tiga layer matrik yaitu matrik R- layer, G-layer dan B-layer. Proses perhitungan selanjutnya harus tetap memperhatikan tiga layer tersebut, artinya dalam proses penghitungan tiap tahapnya akan membutuhkan tiga perhitungan yang sama. Guna penyederhanaan proses selanjutnya konsep citra berwarna yang terdiri dari tiga layer diubah menjadi satu layer metric grayscale,dan hasil dari perubahan tersebut merupakan citra grayscale (Gambar 3.3b), yaitu citra yang tidak memiliki warna kecuali derajat keabuan.
Pada penelitian ini citra grayscale yang merupakan hasil pengolahan dari citra berwarna akan dikoversikan ke citra biner (Gambar 3.3c). Hal ini dilakukan guna mempermudah pengidentifikasian keberadaan objek (telur) yang akan direpresentasikan sebagian region dalam citra serta memfokuskan pada analisis bentuk morfologi. Objek dipisahkan dari latar belakangnya selanjutnya property geometri objek dapat dihitung dari citra biner. Tahap pengolahan citra dijelaskan pada bab selanjutnya.
Gambar 3.3 Pengolahan Citra, (a) Citra RGB, (b) Citra Grayscale dan (c) Citra Biner
Universitas Sumatera Utara

23

3.2.1 Citra Keabuan
Tahap pemrosesan citra dimulai dengan mengubah citra warna (RGB) menjadi citra grayscale. Nilai R (merah), G (hijau) dan B (biru) dari setiap piksel dijumlahkan dan dihitung rata-ratanya. Nilai dari proses ini adalah nilai keabuan (grayscale) 8 bit dengan rentang 0 (hitam) - 254 (putih). Flowchart proses grayscaling dapat dilihat pada gambar 3.4.
Start
Inisialisasi img(RGB) tinggi img(height) lebar img(width)
x, y
y0

y y+1

y < tinggi

No

End

Yes

x0

No

x < lebar

x x+1

Yes img(x, y) (R + G + B)/3
Gambar 3.4 Flowchart proses grayscaling Contoh citra warna yang diubah menjadi citra keabuan dapat dilihat pada gambar 3.5.

Universitas Sumatera Utara

24 Gambar 3.5 Citra hasil proses grayscaling 3.2.2 Citra Biner Tahap selanjutnya Citra grayscale kemudian akan diubah menjadi citra biner, yaitu citra yang hanya memiliki dua nilai warna, yaitu 0 (hitam) dan 254 (putih). Pada tahap ini ditentukan nilai threshold yang akan menjadi batasan. Pada penelitian ini nilai threshold yang digunakan adalah 52. Nilai yang lebih kecil dari threshold diubah menjadi 0 dan nilai yang lebih besar dari threshold diubah menjadi 254. Flowchart proses thresholding dapat dilihat pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 Flowchart proses thresholding
Universitas Sumatera Utara

25 Contoh citra grayscale yang diubah menjadi citra biner dapat dilihat pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 Citra hasil proses thresholding

3.3 Ekstraksi Fitur

Telur infertil memiliki beberapa karakterisitik yang dapat membedakannya

dari telur fertil secara kasat mata, baik dari warna maupun bentuk. Warna telur infertil

saat diteropong akan lebih jernih dan terang dibandingkan telur fertil yang memiliki

titik hitam menandakan adanya perkembangan embrio didalamnya.

Ekstraksi fitur dilakukan pada penilitian terbagi menjadi dua bagian, pertama

dilakukan ekstraksi fitur terhadap warna telur dan pada bentuk telur selanjutnya. Fitur

ekstraksi terhadap warna telur dilakukan untuk memperoleh kuantisasi warna yaitu

intensity, hue dan saturation. Sedangkan untuk ekstraksi fitur terhadap bentuk telur

dilakukan untuk memperoleh nilai shape index, roundness dan elongation, kemudian

nilai masing-masing ekstraksi fitur tersebut disimpan dalam satu matrik. Matrik nilai

fitur yang diekstraksi dapat dilihat pada gambar 3.8

Hue Sat Inten SI R

E

0

34

6

Warna

Bentuk

Gambar 3.8 Matrik penyimpanan nilai fitur

Untuk melakukan ekstraksi fitur terhadap citra telur terlebih dahulu dilakukan pengolahan citra yang mengubah citra warna menjadi citra biner, citra biner menyimpan informasi titik koordinat permukaan telur, piksel putih menandakan

Universitas Sumatera Utara

26
permukaan telur dan piksel hitam menandakan latar belakang telur yang tidak perlu dihitung. Setelah koordinat permukaan telur didapat, nilai fitur warna dan bentuk masing-masing dihitung dan akan dibahas pada bab selanjutnya
3.3.1 Ekstraksi Fitur Warna Telur
Pada penelitian ini, Citra warna telur yang dihasilkan oleh machine vision merupakan citra berwarna yang memiliki 3 layer matrik yaitu R- layer, G-layer dan B-layer. Ketiga warna tersebut dinamakan warna pokok (primaries) dan sering disingkat sebagai warna dasar RGB. Ekstraksi warna telur pada penelitian ini menggunakan atribut warna intensity, hue dan saturation yang telah dikonversi dari nilai warna RGB.
a. Intensity
Intensity adalah atribut warna yang menyatakan jumlah cahaya yang diterima oleh mata tanpa mempedulikan warna, nilai intensity merupakan hasil rata rata dari nilai RGB, artinya tingkat cahaya yang dapat diserap mata pada objek yang diteliti tanpa memperhitungkan warna sama dengan nilai rata rata RGB, semakin besar nilai intensitas suatu citra semakin terang citra tersebut. Nilai intensity pada citra telur berbanding lurus dengan besarnya peluang objek tersebut infertil. Nilai intensity dapat dicari dengan formula persaman (3) pada bab sebelumnya.
Flowchart proses penghitungan nilai intensity dapat dilihat pada gambar 3.9. Proses dimulai dengan inisialisasi awal untuk beberapa variabel. Variabel img berisi informasi piksel hitam putih dari citra biner, variabel imgOri berisi informasi piksel warna dari citra RGB, variabel tinggi berisi jumlah piksel yang mewakili tinggi citra, variabel lebar berisi jumlah piksel yang mewakili lebar citra, variabel x dan y digunakan untuk pengulangan, variabel A digunakan untuk menyimpan nilai luas permukaan telur, dan variabel inten, intenTemp dan intensity digunakan untuk penghitungan nilai intensity setiap piksel permukaan telur. Selanjutnya dilakukan pengulangan dengan syarat nilai y lebih kecil dari pada tinggi, apabila syarat terpenuhi
Universitas Sumatera Utara

27 lakukan pengulangan kedua dengan syarat nilai x lebih kecil dari pada lebar, lakukan pengecekan terhadap citra berkoordinat (x,y), apabila nilai pixel berkoordiant (x,y) sama dengan 0, lakukan penghitungan nilai intensity pada piksel tersebut. Apabila nilai intensity didapat atau nilai piksel berkoordinat (x,y) tidak sama dengan nol lakukan penambahan satu pada nilai x. pengulangan terus dilakukan hingga nilai x sama dengan jumlah piksel lebar citra, dan setiap pengulangan lakukan penjumlahan nilai intensity dari masing-masing piksel yang telah dicheck, apabila nilai x sama dengan lebar lakukan penambahan satu pada nilai y, dan lakukan pengulangan x hingga nilai y sama dengan nilai tinggi. Apabila nilai y sama dengan tinggi lakukan pembagian nilai penjumlahan intensity terhadap luas permukaan telur. Proses selesai.
Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.9 Flowchart fitur ekstraksi nilai intensity Contoh hasil ekstraksi nilai intensity dapat dilihat pada gambar 3.10

28

Gambar 3.10 Nilai intensity hasil fitur ekstraksi warna
b. Hue
Hue adalah atribut warna yang menyatakan warna sebenarnya, biasanya dignakan untuk membedakan dan menentukan apakah cahaya warna tersebut kemerahan (redness), kehijauan (greenness) dan lain sebagainya. Nilai hue dapat dicari dengan formula persaman (4) pada bab sebelumnya.
Flowchart proses penghitungan nilai hue dapat dilihat pada gambar 3.11. Proses dimulai dengan inisialisasi awal untuk beberapa variabel. Variabel img berisi informasi piksel hitam putih dari citra biner, variabel imgOri berisi informasi piksel warna dari citra RGB, variabel tinggi berisi jumlah piksel yang mewakili tinggi citra, variabel lebar berisi jumlah piksel yang mewakili lebar citra, variabel x dan y digunakan untuk pengulangan, variabel A digunakan untuk menyimpan nilai luas permukaan telur, dan variabel H, intenHTemp dan hue digunakan untuk penghitungan nilai hue setiap piksel permukaan telur. Selanjutnya dilakukan pengulangan dengan syarat nilai y lebih kecil dari pada tinggi, apabila syarat terpenuhi lakukan pengulangan kedua dengan syarat nilai x lebih kecil dari pada lebar, lakukan pengecekan terhadap citra berkoordinat (x,y), apabila nilai pixel berkoordiant (x,y) sama de