Deteksi Telur Infertil Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Multilayer Perceptrona

  BAB 2 LANDASAN TEORI

  2.1 Telur Infertil

Gambar 2.1 Bagian bagian telur (Faridah, 2008)

  Telur mempunyai bagian-bagian yang ditampilkan pada gambar 2.1. Ada 4 bagian utama telur yang akan mendukung proses penetasan, yaitu

  1 Kuning telur (yolk)

  2 Putih telur (Albumen)

  3 Cangkang (shell)

  4 Ruang udara (air space) Telur fertile adalah telur yang mengalami perkembangan embrio, berawal dari sel benih betina yang sudah dibuahi yang dinamakan zygot blastoderm terdapat di kuning telur, selanjutnya blastoderm akan muncul darinya garis-garis warna merah yang merupakan petunjuk mulainya sistem sirkulasi darah, dan organ penting tubuh mulai terbentuk menjadi embrio. Perkembangan ini akan merubah komposisi warna kuning telur menjadi lebih gelap saat dilakukan prosesi candling. Sedangkan telur infertil adalah telur yang tidak mengalami perkembangan embrio pada proses penetasannya, dan warna kuning telur lur lebih cerah saat dicandling. Banyak anyak faktor yang mempengaruhi penetasan an telur diantaranya suhu inkubator, keb bersihan dan sebagainya, tapi 7.5 % dari ari 100% penetasan gagal menetas dikarenakan n telur tersebut infertil (Lawrence, et al., 2008) ., 2008).

  2.2 Machine Vision

Gambar 2.2 Machine Vision

  Machine Vision adala alah alat yang dirancang untuk memindai cit citra telur dan memprosesnya, mesin ini ni terdiri dari beberapa perangkat seperti terlihat ihat di gambar 2.2, sebuah lampu m menjadi sumber cahaya, telur, tabung berfun berfungsi untuk mengumpulkan cahaya aya dari lampu, kamera digital dan komputer s sebagai pusat pemrosesan citra yang diperole diperoleh dari kamera digital.

  2.3 Pengolahan Citra Secara harafiah, citra (imag (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua (dua dimensi).

  Ditinjau dari sudut pandang ang matematis, citra merupakan fungsi menerus erus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra (Munir, 2004). Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam.

  Pengolahan citra adalah pemrosesan suatu citra sehingga menghasilkan citra yang sesuai dengan keinginan kita atau kualitasnya menjadi lebih baik, dalam penilitian ini pengolahan citra akan digunakan untuk mengolah citra yang dihasilkan dari machine vision sehingga dapat dikalkulasi oleh aplikasi yang akan dibangun.

  2.3.1 Citra Keabuan (Grayscale) Citra keabuan adalah citra yang nilai pikselnya merepresentasikan derajat keabuan atau intensitas warna putih. Pada umumnya citra grayscale memiliki kedalaman pixel 8 bit (256 derajat keabuan),maka nilai intensitasnya berada pada interval 0(hitam) - 255(putih). Untuk mengkonversi citra warna ke citra grayscale digunakan rumus:

  I(x, y) = ( R + G + B ) / 3 (1) Konversi citra warna ke citra grayscale dapat juga dilakukan dengan cara memberi bobot pada setiap elemen warna , sehingga persamaan diatas dimodifikasi menjadi :

  ܫሺݔ, ݕሻ = ߙ. ܴ + ߚ. ܩ + ߛ. ܤ (2) dengan I(x,y) adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh dengan mengatur warna R (merah), G (hijau), B (biru) yang ditunjukkan oleh nilai parameter α, β dan γ. Secara umum nilai α, β dan γ adalah 0.33. Nilai yang lain juga dapat diberikan untuk ketiga parameter tersbut asalkan total keseluruhannya adalah 1 (Putra, 2009).

  2.3.2 Citra Biner Citra biner disebut juga dengan bi-level adalah citra digital yang hanya mempunyai dua kemungkinan nilai derajat keabuan yakni hitam atau putih, untuk melakukan konversi citra grayscale menjadi citra biner dilakukan dengan membulatkan keatas atau ke bawah untuk setiap nilai keabuan dari piksel yang berada diatas atau bawah nilai ambang. Metode untuk menentukan besarnya nilai ambang disebut thresholding, dengan fungsi tresholding:

  1, (

  ௚

  ݂ ݅, ݆) ≤ ܶ

  ௚

  ݂ ሺ݅, ݆ሻ = ൜

  0, ݈ܽ݅݊݊ݕܽ

  2.4 Ekstraksi Fitur Ekstraksi fitur merupakan suatu pengambilan ciri (fitur) dari suatu bentuk yang nantinya nilai yang didapatkan akan dianalisis untuk proses selanjutnya. Ektraksi fitur dilakukan dengan cara menghitung jumlah titik atau pixels yang ditemui dalam setiap pengecekan, dimana pengecekan dilakukan dalam berbagai arah tracing pengecekan pada koordinat kartesian dari citra digital yang dianalisis, yaitu vertical dan horizontal.

  2.4.1 Ekstraksi fitur warna Pada Ekstraksi fitur warna, ciri pembeda adalah properti warna. Ekstraksi fitur ini digunakan pada citra berwarna yang memiliki komposisi warna RGB (red, green, blue). Pengolahan warna menggunakan model RGB dilakukan dengan cara membaca nilai-nilai R, G, dan B pada suatu piksel, menampilkan dan menafsirkan warna hasil perhitungan sehingga mempunyai arti sesuai dengan yang diinginkan. Selain RGB, warna juga dapat dimodelkan berdasarkan atribut warnanya. Setiap warna memiliki tiga buah atribut, yaitu hue (H), saturation (S), dan intensity (I). Pada penelitian ini fitur ekstraksi dilakukan pada pengolahan citra model HIS. a.

Intensity

  Atribut yang menyata menyatakan banyaknya cahaya yang diterima oleh oleh mata tanpa mempedulikan warna warna. Kisaran nilainya adalah antara gelap (hitam) m) dan terang (putih). Gambar 2.3 .3 memperlihatkan tingkatan nilai intensitas dari ari 0% sampai dengan 100% (Hariyant Hariyanto, 2009).

  Gam ambar 2.3 Representasi nilai Intensity Besaran intensity dapat apat dihitung langsung dengan :

  3

  3 b.

Hue

  Menyatakan warna sebenarnya, seperti merah, violet, dan kuni kuning. Hue digunakan untuk membedak membedakan warna-warna dan menentukan n kemerahan (redness), kehijauan uan (greenness), dsb dari cahaya. Hue berasosias erasosiasi dengan panjang gelombang cahaya, bang cahaya, dan bila menyebut warna merah, violet, et, atau kuning, sebenarnya menspesifik menspesifikasikan nilai hue -nya. Seperti terlihat pada Gambar a Gambar 2.4 di bawah ini, nilai hue hue merupakan sudut dari warna yang mempunyai empunyai rentang dari 0° sampai 360°. 0° men menyatakan warna merah, lalu memutar nilai-ni nilai spektrum warna tersebut kem kembali lagi ke 0° untuk menyatakan merah lagi lagi (Hariyanto, 2009).

  G Gambar 2.4 Representasi nilai Hue untuk menghitung nilai hue hue digunakan formula berikut:

  4 atan 2√3. G B , 2. R G B c.

Saturation

  Saturation menyatakan akan tingkat kemurnian warna cahaya, yaitu mengindikasik mengindikasikan seberapa banyak warna arna putih diberikan pada warna. Sebagai contoh ontoh, seperti terlihat pada Gambar ar 2.5, warna merah adalah 100% warna jenuh nuh (saturated color), sedangkan warna warna pink adalah warna merah dengan tingka ingkat kejenuhan sangat rendah (karena na ada warna putih di dalamnya). Jadi, jika hue hue menyatakan warna sebenarnya, m maka saturation menyatakan seberapa dalam w warna tersebut (Hariyanto, 2009).

  Gam Gambar 2.3 Representasi nilai Saturation nilai saturation pada tulisan lisan ini ditentukan dengan meggunakan persamaan: maan:

  3

  5 1 min , ,

  2.4.2 Ekstraksi fitur ben ntuk Bentuk dari suatu objek a adalah karakter konfigurasi permukaan yang diwaki akili oleh garis dan kontur. Fitur bentuk bentuk dikategorikan bergantung pada teknik yang d eknik yang digunakan. Kategori tersebut adalah be berdasarkan batas (boundary-based) dan berdas erdasarkan daerah (region-based). Teknik berda berdasarkan batas (boundary-based) menggamba mbarkan bentuk daerah dengan mengguna akan karakteristik eksternal, contohnya adalah pik piksel sepanjang batas objek. Bebe eberapa contoh fitur ekstraksi bentuk disebutkan tkan sebagai berikut: a.

  Shape Index ܽ

  ܵܫ = ሺ6ሻ ܾ dimana,

  ܽ adalah jumlah pixel garis mayor dan ܾ adalah jumlah pixel garis minor b.

  Kebundaran (Roundness) Roundness biasanya digunakan untuk menyatakan bundarnya garis luar suatu objek, semakin besar nilai roundnessnya semakin bundar telur tersebut dan semakin besar kemungkinan besar kemungkinan telur tersebut infertil. Didefinisikan sebagai berikut:

  4 ߨܣ

  ܴ = ሺ7ሻ

  ଶ

  ܲ dimana, A adalah jumlah luas atau jumlah pixel telur dan P adalah pixel perimeter atau keliling telur tersebut.

  c.

  Kelonjongan (Elongation) Elongation mendeskripsikan kerampingan sebuah telur, semakin besar nilai elongationnya semakin lonjong telur tersebut, dan semakin kecil kemungikinan telur tersebut infertil. Didefinisikan sebagai berikut:

  ܾ ሺ8ሻ

  ܧ = ܣ dimana,

  ܾ adalah jumlah pixel garis minor dan A adalah jumlah luas atau jumlah pixel telur.

  Jadi ada 6 parameter yang diekstrak dari perbedaan warna dan bentuk antara telur infertil dan fertil: hue, saturation dan intensity diekstrak dari perbedaan warna, sedangkan shape index, roundness, Elongation diekstrak dari perbedaan bentuk, kemudian nilai dari dari masing-masing parameter tersebut dijadikan nilai neuron pada lapisan input jaringan multilayer perceptron.

  2.5 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan (artifical neural network) adalah sistem komputasi yang arsitektur dan operasinya diilhami dari pengetahuan tentang sel saraf biologis di dalam otak. Jaringan saraf tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba menstimulasi proses pembelajaran pada otak manusia tersebut.

  Jaringan saraf tiruan disusun dengan asumsi cara kerja yang sama seperti jaringan saraf manusia (Puspitaningrum, 2006):

  1. Pengolahan informasi terjadi pada elemen-elemen pemrosesan (neuron).

  2. Sinyal antara dua buah neuron diteruskan melalui link-link koneksi.

  3. Setiap link koneksi memiliki bobot terasosiasi.

  4. Setiap neuron menerapkan sebuah fungsi aktivasi terhadap input jaringan (jumlah sinyal input berbobot). Tujuannya adalah untuk menentukan sinyal output.

  2.5.1 Komponen Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan terdiri dari banyak neuron yang menyusun jaringan tersebut.

  Neuron-neuron tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa lapisan (layer) dan lapisan-lapisan tersebut memiliki hubungan satu sama lain.

  Lapisan-lapisan penyusun jaringan saraf tiruan dapat dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Lapisan input

  Pada lapisan ini neuron-neuron akan menerima input yang selanjutnya diproses untuk dikirimkan ke lapisan selanjutnya.

  2. Lapisan tersembunyi

  Lapisan ini berada di antara lapisan input dan lapisan output. Pada lapisan ini bobot yang diterima dari lapisan input diproses untuk selanjutnya diproses untuk dikirimkan ke lapisan selanjutnya. Output dari lapisan ini tidak secara langsung dapat diamati.

  Lapisan ini merupakan lapisan akhir dimana nilai output dihasilkan. Pada lapisan ini ditetapkan nilai output aktual untuk dibandingkan dengan nilai output target untuk mengetahui apakah jaringan sudah sesuai dengan hasil yang diinginkan.

  2.6 Algoritma Multilayer Perceptron Multilayer perceptron adalah jaringan saraf tiruan umpan maju (feedforward neural networks) terdiri dari sejumlah neuron yang dihubungkan oleh bobot-bobot penghubung dan merupakan jaringan yang pembelajarannya terawasi sehingga perlu dimasukkan contoh-contoh respon ke dalam jaringannya untuk dikenali (Puspitaningrum, 2006).

  Multilayer perceptron terdiri dari lapisan-lapisan yang disusun dalamnya neuron-neuron, lapisan tersebut terdiri dari satu lapisan input (input layer), satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan output (output layer). Lapisan input menerima sinyal dari luar, kemudian melewatkannya ke lapisan tersembunyi pertama, yang akan diteruskan sehingga akhirnya mencapai lapisan output. Setiap neuron pada input layer terhubung dengan setiap neuron pada hidden layer. Demikian juga, setiap neuron pada hidden layer terhubung ke setiap neuron pada output layer. Setiap neuron, kecuali pada layer input, memiliki input tambahan yang disebut bias. Bilangan yang diperlihatkan pada gambar di atas digunakan untuk mengidentifikasi setiap node pada masing-masing layer.

  Multilayer perceptron dilatih agar output jaringan sesuai dengan pola pasangan input-target yang diharapkan. Proses pelatihan adalah proses iteratif untuk mementukan bobot-bobot koneksi antara neuron yang paling optimal. Jaringan multilayer perceptron yang sudah dilatih dengan baik akan memberikan ouput yang masuk akal jika diberi input yang serupa (tidak harus sama) dengan pola yang dipakai dalam pelatihan. Algoritma yang dijalankan oleh multilayer perceptron untuk mendapatkan bobot yang optimal (Muliantara, 2011)adalah sebagai berikut :

  1. Inisialisasi bobot-bobot.

  Tentukan laju pembelajaran (α). Tentukan pula nilai toleransi error atau nilai ambang (bila menggunakan nilai ambang sebagai kondisi berhenti); atau set maksimal epoch (bila menggunakan banyaknya epoch sebagai kondisi berhenti).

  2. Jika kondisi penghentian tidak terpenuhi lakukan langkah ke-2 sampai langkah ke-9.

  3. Untuk setiap pasangan pola pelatihan, lakukan langkah ke-3 sampai langkah ke-8. 4. (dari unit ke-1 sampai unit ke-n pada lapisan input)

  i

  Setiap unit input x mengirimkan sinyal input ke semua unit yang ada di lapisan atasnya (ke lapisan tersembunyi) 5.

  (dari unit ke-1 sampai unit ke-p;

  j

  Pada setiap unit di lapisan tersembunyi z i=i,…,n; j=1,...,p) sinyal output lapisan tersembunyinya dihitung dengan menerapkan fungsi aktivasi terhadap penjumlahan sinyal-sinyal input berbobot x :

  i ௡

  = ݖ ݂ ൭ݒ ෍ ݔ ݒ ൱

  • ௝ ଴௝ ௜ ௜௝

    ௜ୀଵ kemudian dikirim ke semua unit di lapisan atasnya.

  6. (dari unit ke-1 sampai unit ke-m; i=1,...,n;

  k

  Setiap unit di lapisan output y k=1,…,m) dihitung sinyal outputnya dengan menerapkan fungsi aktivasi terhadap penjumlahan sinyal-sinyal input berbobot z bagi lapisan ini:

  j ௣

  =

  • ௜ୀଵ

  

௞ ଴௞ ௝ ௝௞

  ݕ ݂ ൭ݓ ෍ ݖ ݓ ൱

  7. (dari unit ke-1 sampai unit ke-m; i=1,…,p; k=1,….,m)

  k

  Setiap unit output y menerima pola target t lalu informasi kesalahan lapisan output (δ ) dihitung.

  k k ୮

  δ = − y w

  • ୨ୀଵ

  

୩ ሺt ୩ ୩ ଴୩ ෍ z ୨ ୨୩ ቍ

  ሻ f′ ቌw

  • ෍ x ୧ v

  (dari unit ke-1 sampai unit ke-m) dilakukan peng- update-an bias dan bobot (j=0,…,p; k=1,…,m) sehingga bias dan bobot baru menjadi: w

  ∆v

  ij

  = α δ

  j

  x

  i

  ∆v

  0j

  = α δ

  j 9.

  Pada setiap unit output y

  k

  jk

  dan ∆w

  (baru) = w

  

jk

  (lama) + ∆ w

  jk

  Dari unit ke-1 sampai unit ke-p di lapisan tersembunyi juga dilakukan peng- update-an pada bias dan bobotnya (i=0,…,n; j=1,…,p): v

  ij

  (baru) = v

  

ij

  (lama) + ∆ v

  ij 10.

  2.6.1 Fungsi Aktifasi Pilihan fungsi aktivasi yang dapat digunakan pada metode propagasi balik yaitu fungsi sigmoid biner, sigmoid bipolar dan tangent hiperbolik. Karakteristiki yang harus imiliki fungsi aktivasi tersebut adalah kontinu, diferensiabel dan tidak menurun secara monoton. Fungsi aktivasi diharapkan jenuh (mendekati nilai-nilai maksimum dan minimum secara asimtot) (Puspitaningrum, 2006).

  2.6.1.1 Fungsi Sigmoid Biner

  0k ) antara lapisan input dan lapisan tersembunyi.

  jk

  δ

  0k

  k

  dikirim ke lapisan di bawahnya dan digunakan untuk mengitung besar koreksi bobot dan bias (∆w

  jk

  dan ∆w

  0k

  ) antara lapisan tersembunyi dengan lapisan output: ∆w

  jk

  = α δ

  k

  z

  j

  ∆w

  = α δ

  kemudian digunakan untuk menghitung besar koreksi bobot dan bias (∆w

  k 8.

  Pada setiap unit di lapisan tersembunyi (dari unit ke-1 sampai unit ke-p; i=1,…,n; j=1,…,p; k=1,…,m) dilakukan perhitungan informasi kesalahan lapisan tersembunyi (δ

  j ).

  δ

  ୨

  = ൭෍ δ ୩ w

  ୨୩

  )

  ୫ ୩ୀଵ

  ൱ f′ ൭v ଴୨

  ୧୨ ୬ ୧ୀଵ

  ൱ δ

  j

Kondisi penghentian terpenuhi

  Fungsi ini merupakan fungsi yang umum digunakan. Rentang-nya adalah (0,1) dan didefenisikan sebagai :

  1

  ଵ

  ݂ ሺݔሻ =

  ି௫

  1 + ݁ dengan turunan :

  ᇱ

  ݂ ଵ ଵ ଵ ሺݔሻ = ݂ ሺݔሻ൫1 − ݂ ሺݔሻ൯ Fungsi sigmoid biner diilustrasikan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Fungsi sigmoid biner dengan rentang (0,1)

  2.6.2 Inilisialisasi Bobot dengan Acak Prosedur yang umum dilakukan adalah menginisialisasi bias dan bobot, baik dari unit input ke unit tersembunyi maupun dari unit tersembunyi ke unit output secara acak dalam sebuah interval tertentu (-γ dan γ), misalnya antara -0.4 sampai 0.4, -0.5 sampai 0.5, dan -1 sampai 1 (Puspitaningrum, 2006).

  2.6.3 Pengupdate Bobot dengan Momentum Penambahan parameter momentum dalam mengupdate bobot seringkali bisa mempercepat proses pelatihan. Ini disebabkan karena momentum memkasa proses perubahan bobot terus bergerak sehingga tidak terperangkap dalam minimum- minimum lokal. Pengupdatean bobot pada proses pelatihan jaringan yang biasa adalah sebagai berikut :

  • µ ∆w

  i

  z

  j

  jk

  (t) ∆v

  ij

  (t + 1) = α δ

  j

  x

  ij

  (t + 1) = α δ

  (t) dengan µ adalah parameter momentum dalam range antara 0 sampai 1.

  2.7 Penelitian terdahulu Beberapa penelitian yang pernah dilakukan untuk mendeteksi telur infertil mengunakan teknik yang berbeda dijabarkan dalam tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

  No Judul Pengarang Tahun Kelebihan

  1. Detecting Fertility of Hacthing es using machine vision and histogram characterization method

  Das. K Evans .M.D.

  1992 Tingkat akurasi 96 hingga 100% pada hari keempat pengeraman dan 88 hingga 90% pada hari ketiga

  2. The identification of white fertile eggs prior to incubation based on machine vision and least square support vector machine

  k

  jk

  Zhihui Zhu, Meihu Ma 2011 Tingkat akurasi yang dihasilkan sebesar 92.5 % dari 100 sampel yang dideteksi

  = α δ

  ∆w

  jk

  = α δ

  k

  z

  j

  ∆v

  ij

  j

  ∆w

  x

  i

  Jika error tidak terjadi (output actual telah sama dengan output target) maka δ

  k

  menjadi nol dan hal ini akan menyebabkan koreksi bobot ∆w

  jk

  = 0, atau dengan kata lain pengupdatean bobot berlanjut dalam arah yang sama seperti sebelumnya.

  Jika parameter momentum digunakan maka persamaan-persamaan pengupdatean bobot dengan langkah pelatihan t, dan t+1 untuk langkah pelatihan selajutnya, mengalami modifikasi sebagai berikut :

  • µ ∆v

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu (Lanjutan)

  No Judul Pengarang Tahun

  Kelebihan

  3. Egg Embryo Development Detection with Hyperspectral Imaging

  Kurt C. Lawrence, Douglas P. Smith, William R.Windham, Gerald W.Heitschmidt, Bosoon Park 2008 Tingkat akurasi yang dihasilkan 91.7 % dihari pertama dan 92 % dihari ke 2

  4. Non-destructive detection of hatching egg’s survival based on machine vision

  Qiaohua Wang, Meihu Ma, Zhihui Zhu, Tao Zhu, Min Li 2012 n/a

  5. Aplikasi mesin visi dalam pendeteksian fertilitas telur

  Faridah Nopriadi, Alfa antariksa 2008 Tingkat akurasi pendeteksian sebesar 92.36 % dari hasil pengujian menggunakan 144 sampel