Preparasi Imunoglobulin Yolk (Igy) Spesifik Rabies Untuk Pengembangan Kit Diagnostik

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Preparasi Imunoglobulin Yolk
(IgY) Spesifik Rabies untuk Pengembangan Kit Diagnostik adalah benar karya
saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Suwarny Ruhi
NIM B253140071

RINGKASAN
SUWARNY RUHI. Preparasi Imunoglobulin Yolk (IgY) Spesifik Rabies untuk
Pengembangan Kit Diagnostik. Dibimbing oleh SRI MURTINI dan OKTI
NADIA POETRI.
Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh virus neurotropik genus
Lyssavirus famili Rhabdoviridae dan dapat ditularkan dari hewan ke hewan lain

maupun hewan ke manusia melalui saliva.Penyakit ini bersifat zoonosis dan
berakibat fatal pada manusia, sehingga semua material yang dicurigai terinfeksi
virus rabies harus ditangani dengan memperhatikan aspek keamanan sesuai
dengan spesifikasi World Health Organization(WHO). Diagnosis penyakit rabies
di Indonesia selama ini hanya berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
histopatologis preparat otak yang berasal dari hewan tersangka.Teknik diagnosa
untuk mendeteksi virus rabies harus terus dikembangkan. Antigen dan antibodi
standar sangat diperlukan untuk diagnosa rabies. Penelitian ini bertujuan untuk
memproduksi antibodi standar terhadap virus rabies yang nantinya dapat di
gunakan sebagai antibodi standar dan membandingkan dua metode purifikasi
imunoglobulin yolk(IgY) spesifik rabies asal kuning telur.
Kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi produksi antibodi pada ayam
petelur yang telah divaksinasi menggunakan antigen rabies terinaktivasi,
pengukuran konsentrasi IgY dalam kuning telur, pemurnian IgY dari kuning telur,
pengukuran konsentrasi total protein IgY, karakterisasi antibodi spesifik rabies,
penentuan titer IgY anti rabies menggunakan ELISA. Kuning telur yang diketahui
positif mengandung IgY spesifik rabies dimurnikan menggunakan dua metode
yaitu : 1) pengendapan dengan NaCl; 2) teknik Water Soluble Fraction (WSF),
dilanjutkan pengendapan dengan PEG 6000-amonium sulfat. Titer IgY spesifik di
tentukan dengan uji ELISA dan karakterisasi protein dengan metode SDS-PAGE.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibodi anti-rabies dapat dideteksi
pada kuning telur pada minggu kedua setelah vaksinasi pertama. Purifikasi IgY
dengan NaCl menghasilkan konsentrasi 331 µg/ml dan teknik WSF 184 µg/ml.
Karakterisasi protein menggunakan SDS-PAGE menghasilkan pita protein pada
teknik NaCl dengan berat molekul 164,16 kDa, 126,43 kDa, 97,36 kDa, 68,73
kDa, 40,76 kDa, 28,77 kDa dan teknik WSF dengan berat molekul 94,03 kDa,
65,61 kDa, dan 31,94 kDa. Titer antibodi spesifik menggunakan teknik NaCl
lebih besar dari 0,5 EU/ml dan teknik WSF dengan titer antibodi di bawah 0,5
EU/ml . Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa IgY spesifik
rabies dapat diproduksi pada ayam petelur dan menghasilkan antibodi yang
titernya cukup tinggi
Kata kunci:Rabies, immunoglobulin yolk (IgY), kuning telur, ayam petelur

SUMMARY
SUWARNY RUHI. Preparation of Rabies Virus-Specific Yolk Imunoglobulin
(IgY) for The Development of Diagnostic Kits. Supervised by SRI MURTINI and
OKTI NADIA POETRI.
Rabies is a disease caused by neurotropic viruses belong to the genus
Lyssavirus and family Rhabdoviridae and can be transmitted from animal to
animal or animal to human through saliva. Rabies is zoonotic and can be fatal in

humans. All material from suspected animal should be treated in accordance with
World Health Organization (WHO) safety aspect. Currently, diagnosis of rabies in
Indonesia were based on clinical symptoms and histopathological examination of
suspected animal brain. Diagnosis of rabies virus required antigen and antibody
standard. Our study aims to produce rabies specific immunoglobulin yolk (IgY)
and comparing two methods of IgY purification from egg yolks.
Laying hen were vaccinated twice using inactivated rabies antigen
emulsified with adjuvant. The interval between vaccination were four weeks.
Eggs were collected and tested using Enzyme Linked Immunosorbent Assay
(ELISA) to detect the presence of rabies specific IgY in the egg yolk. Egg yolks
known positve for rabies specific IgY was purified using methods: 1) precipitation
by NaCl, PEG 6000-ammonium sulfate; 2) Water Soluble Fraction
(WSF)techniques, followed by precipitation with ammonium sulfate and
polyethilene glycol (PEG) 6000. Rabies specific IgY titers were determined by
ELISA and IgY characterization determined using Sodium Dodecyl SulfatePolyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE).
Our results showed that rabies specific IgY were detected in egg yolk two
weeks after the first vaccination. Immunoglobulin Y purified with NaCl
presipitation resulting concentration of 331 µg/ml and WSF techniques
resultingconcentration of 184 µg/ml. Immunoglobulin Y purified with NaCl
precipitation produces protein with molecular weight at164.16 kDa, 126.43 kDa,

97.36 kDa, 68.73 kDa, 40.76 kDa, 28.77 kDa, whilst WSF technique produces
protein molecular weight at 94.03 kDa, 65.61 kDa and 31.94 kDa.
Immunoglobulin Y purified with NaCl precipitation has titre greater than 0.5
EU/ml and IgY purified with WSF techniques has titre below 0.5 EU/ml. Our
conclusion would be that the rabies specific IgY can be produced in laying hens
and produce high antibody titers.
Keywords: Rabies, yolk immunoglobulin (IgY), egg yolk, laying hen

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PREPARASI IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) SPESIFIK
RABIES UNTUK PENGEMBANGAN KIT DIAGNOSTIK


SUWARNY RUHI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi Medik

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Drh. Retno D. Soejoedono,MS

Judul Tesis

:


Nama
NIM

:
:

Preparasi Imunoglobulin Yolk (IgY) Spesifik Rabies untuk
Pengembangan Kit Diagnostik
Suwarny Ruhi
B253140071

DisetujuiOleh
Komisi Pembimbing

Dr Drh Sri Murtini, MSi
Ketua

Dr Drh Okti Nadia Poetri, Msi MSc
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mikrobiologi Medik

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Drh Fachriyan H Pasaribu

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
(28 Oktober 2016)

Tanggal Lulus:
(

)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juli 2015 sampai Juni 2016 ini
ialah Preparasi Imunoglobulin Yolk (Igy) Spesifik Rabies Untuk Pengembangan
Kit Diagnostik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada IbuDr. Drh. Sri Murtini, M.Si.dan Ibu
Dr. Drh. Okti Nadia Poetri, M.Si, M.Sc. selaku pembimbing, serta Ibu Prof. Dr.
Drh. Retno D. Soejoedono, MS. yang telah banyak memberi saran, arahan dan
semangat kepada penulis selama persiapan dan pelaksanaan penelitian hingga
penyusunan tesis ini.Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof.Dr.Drh.
Fachriyan H. Pasaribudan Dr. Drh. Agustin Indrawati, M. Biomed. selaku Ketua
dan Sekretaris Program Studi Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor. Kepada Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya. M.Agr. yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti dan mempresentasikan karya ilmiah pada
penyelenggaraan
The
3rd International Postgraduate Symposium on Food
Agriculture & Biotechnology in ASEAN (IPSFAB2016) yang diselenggarakan di
Universitas Mahasharaskham, Bangkok. Tidak lupa penulis juga mengucapkan

banyak terimakasih kepada panitia penyelenggara penerimaan bantuan beasiswa
tesis/disertasi Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) 2016 atas bantuan dana
penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya
ilmiah ini.
Kepada Ayahanda Drs. La Ode Ruhi dan Ibunda Asmawati, serta seluruh
keluarga, penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya atas segala
doa, dorongan semangat dan kasih sayangnyayang tak pernah berhenti diberikan
kepada penulis. Terimakasih kepada teman-teman MKM 2014, Pondok Harum
dan Forum Wacana Sulawesi Tenggara, semoga silaturahim tetap terjalin.
Terimakasih pula kepada Doddy Ismunandar, S.P, M.P, Setya Indra Padma Putri,
S.Kel, M.Si, Retia Revany, S.Pi, M.Si, Herlina Adelina Meria Uli Sagala, S.Pi,
M.Si dan Bunga Anggraeny, S.I.K, M.Si yang selalu memberikan dorongan dan
membantu penulis dalam penelitian, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan tesis ini.
Penulis menyadari, bahwa karya ilmiah ini belum sempurna. Oleh karena itu,
dengan rendah hati penulis memohon maaf dan berharap semoga karya kecil ini
dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2016
Suwarny Ruhi


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2

2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Rabies
Imunoglobulin (Ig)
Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

2
2
3
5

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur

6
6
6
6
6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi dan Deteksi IgYspesifik rabies dalam Kuning Telur
Konsentrasi dan Karakterisasi IgY spesifik rabies hasil pemurnian
Titrasi IgY spesifik rabies

10
10
12
14

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

15
15
15

DAFTAR PUSTAKA

16

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL
1 Deteksi dan pengukuran konsentrasi IgY dalam kuning telur
2 Berat molekul komponen-komponen protein
dan masing-masingpita penyusunnya
3 Titer IgY spesifik rabies

11
12
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Struktur virus rabies
Struktur imunoglobulin G
Struktur imunoglobulin Y
Uji ELISA IgY pada kuning telur
Profil pita protein IgY spesifik rabies yang telah dipurifikasi

3
4
5
11
14

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh virus neurotropik genus
Lyssavirus famili Rhabdoviridae dan dapat ditularkan dari hewan ke hewan lain
maupun hewan ke manusia melalui saliva. Virus rabies dapat menginfeksi hewan
peliharaan (anjing, kucing, dan primata/kera), hewan ternak (sapi, kambing,
domba, babi, dan kuda) hewan liar (tikus, serigala, musang dan bison) dan
manusia. Rabies merupakan salah satu penyakit zoonosis dan berakibat fatal pada
manusia, sehingga semua material yang dicurigai terinfeksi virus rabies harus
ditangani dengan memperhatikan aspek keamanan sesuai dengan spesifikasi
World Health Organization (WHO 1992). Diagnosis penyakit rabies di
Indonesia selama ini hanya berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
histopatologis preparat otak yang berasal dari hewan tersangka.
Penyakit rabies bersifat enzootik di beberapa provinsi di Indonesia.
Pengendalian penyakit rabies umumnya dilakukan dengan vaksinasi, sosialisasi,
eliminasi anjing tidak berpemilik/diliarkan, pengawasan lalulintas hewan penular
rabies (HPR). Upaya pemerintah untuk mengendalikan rabies melalui vaksinasi
dan eliminasi anjing tidak berpemilik belum optimal, bahkan di beberapa daerah
tertentu kasus rabies semakin meningkat (Adjid et al, 2005). Kondisi ini
meningkatkan kewaspadaan masyarakat dalam upaya pengendalian penyakit.
Salah satu bentuk kewaspadaan adalah dengan pengembangan teknis diagnosa
laboratorium terhadap rabies yang cepat dan akurat.
Berbagai uji dapat dilakukan untuk diagnosa penyakit rabies. Pengujian
dapat berupa uji deteksi antigen maupun antibodi dengan uji serologis. Beberapa
metode uji serologis yang sering digunakan dalam mendeteksi keberadaan
antibodi terhadap rabies adalah serum netralisasi test (SNT), Rapid Fluorescent
Focus Inhibition Test (RFFIT) dan Fluorescent Antibodi Virus Neutralisation
(FAVN). Pada kedua metode uji, digunakan virus rabies hidup, sehingga dalam
pelaksanaannya memerlukan laboratorium dengan fasilitas biosekuriti level 3
serta staf yang telah terlatih dan telah divaksinasi rabies. Uji Enzym Linked
Immunosorbent Assay (ELISA) juga digunakan untuk mendeteksi antibodi
spesifik rabies. ELISA digunakan untuk mendeteksi antibodi rabies pada serum
hewan (anjing dan kucing) serta pada serum manusia (Meslin & Kaplan 1996).
Teknik diagnosa untuk mendeteksi virus rabies harus terus dikembangkan.
Pengujian untuk diagnosa virus rabies, memerlukan antigen serta antibodi standar.
Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi antibodi standar terhadap virus rabies
pada ayam petelur yang nantinya dapat digunakan dalam pengembangan kit
diagnostik rabies serta membandingkan dua metode purifikasi IgY spesifik rabies
asal kuning telur.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi imunoglobulin yolk (IgY)
spesifik rabies pada ayam petelur serta membandingkan dua metode purifikasi
IgY spesifik rabies asal kuning telur.

2
Manfaat Penelitian
Antibodi yang di peroleh pada penelitian ini, diharapkan dapat digunakan
sebagai antibodi standar dalam pengembangan kit diagnostik rabies.
Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan serangkaian kegiatan yaitu produksi antibodi
spesifik rabies pada ayam petelur. Imunoglobulin Ydimurnikan dari kuning
telurmenggunakan dua metode yaitu : 1) pengendapan dengan NaCl; 2) teknik
Water Soluble Fraction (WSF), dilanjutkan pengendapan dengan PEG 6000amonium sulfat. Titer IgY spesifik di tentukan dengan uji ELISA dan
karakterisasi protein dengan metode SDS-PAGE.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Rabies
Penyakit rabies disebabkan oleh virus dari genus Lyssavirus, famili
Rhabdoviridae. Struktur virus rabies berbentuk batang seperti peluru dengan
ukuran panjang rata-rata 180 nm dan lebar 75 nm dengan ukuran spike 10 nm.
Virus rabies (Gambar 1) tersusun dari Ribose Nucleid Acid (RNA) (2-3%), protein
(67-74%), lemak (20-26%) dan karbohidrat (3%) yang menyatu menjadi struktur
utamanya (Wunner 2007). Penyakit rabies atau penyakit anjing gila dikenal juga
dengan nama Lyssa (Inggris), Rage (Perancis), Tolwut (Jerman) dan Hydrophobia,
penyakit ini menyebabkan infeksi viral akut pada susunan saraf pusat, gejala
klinis ditandai dengan kelumpuhan yang progresif dan berakhir dengan kematian.
Penyakit ini menyerang hewan berdarah panas dan manusia. Secara umum, anjing
merupakan penular terpenting kasus rabies pada manusia yang biasanya terjadi
melalui gigitan hewan terinfeksi rabies (WHO 2002).

Gambar 1 Struktur virus rabies
Penularan virus rabies biasanya terjadi dari air liur hewan tertular ke hewan
lain. Beberapa cara penularan yang dilaporkan, meliputi kontaminasi sekresi liur
hewan terinfeksi pada membran mukosa seperti mata, hidung dan mulut, dan
cangkok kornea (Baer 1991). Alves et al. (2003) melaporkan, bahwa virus rabies

3
yang diinokulasikan per oral pada marmut dapat menyebabkan terjadinya infeksi
dan virus terisolasi di berbagai organ, seperti otak, paru-paru dan lambung, namun
tidak ditemukan adanya antibodi yang mampu terinduksi akibat infeksi peroral.
Virus hanya dapat bereplikasi dalam sel–sel hidup karena virus
menggunakan energi dan komponen sel inang untuk mensintesis protein dan asam
nukleat virus yang diperlukan. Virus akan mengalami replikasi di sel otot sampai
dapat memenuhi konsentrasi yang cukup untuk mencapai ujung saraf motoris
terdekat (Lewis et al, 2000). Protein G pada virus berikatan dengan reseptor
nikotinik asetilkolin, neural cell adhesion molecule (NCAM) reseptor, dan p75
neurotrophin reseptor pada neuromuscular junction dan menginfeksi sistem saraf
(Jackson 2007). Virus selanjutnya akan mengalami endositosis dan akan
melepaskan asam inti (RNA) dari amplop dan nukleokapsid di sitoplasma.
Masing-masing RNA ditranskripsi ke mRNA dan kemudian ditranslasi menjadi
protein (Wunner 2007)
Imunoglobulin (Ig)
Imunoglobulin (Ig) merupakan substansi pertama yang diidentifikasi
sebagai molekul dalam serum dengan kemampuan menetralkan sejumlah benda
asing atau mikroorganisme penyebab infeksi. Imunoglobulin dalam serum
manusia terdiri dari 5 bentuk yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE (Tizard 2004).
Klasifikasi ini berdasarkan atas perbedaan struktur kimia yang mengakibatkan
perubahan terhadap sifat biologik maupun sifat fisika imunoglobulin.
Imunoglobulin G merupakan antibodi yang paling berlimpah dalam
sirkulasi. Imunoglobulin ini dengan mudah melewati pembuluh darah dan
memasuki jaringan. Imunoglobulin G juga menembus blood placenta barrier
sehingga imunoglobulin ini ditransfer dari ibu ke janin. IgG juga berperan serta
dalam melindungi tubuh dari bakteri, virus, dan toksin yang beredar di dalam
pembuluh darah dan limfa, dan memicu kerja sistem komplemen (Campbellet al,
2004).
Berat molekul IgG sekitar 160 kDa dan memiliki dua rantai berat serta dua
rantai ringan yang identik. Dengan mikroskop elektron, ImunoglobulinG terlihat
berupa molekul berbentuk Y dan bagian lengan tersebut yang mampu mengikat
antigen (Gambar 2). Kedua fragmen lengan dari molekul uji identik dan masih
memiliki kemampuan untuk mengikat antigen. Bagian hipervariabel pada rantai
ringan dan rantai berat bersama-sama membentuk suatu tempat pengikatan
antigen tunggal. Kekhususan interaksi antara antigen dan antibodi berdasarkan
susunan asam amino pada bagian hipervariabelnya. Bentuk konformasi dari
tempat pengikatan antigen dengan immunoglobulin itulah yang menentukan
determinan antigen khusus yang akan bereaksi dengan Ig G (Tizard 2004).
Imunoglobulin Y merupakan protein antibodi yang ditemukan pada kuning
telur ayam. Keberadaan IgY pada kuning telur memiliki analogi yang sama
dengan keberadaan IgG pada susu. Pada ayam telah diketahui keberadaan tiga
kelas imunoglobulin yang analog dengan imunoglobulin mamalia yaitu IgA, IgM
dan IgY (IgG). Ayam mentransfer antibodi induk ke dalam kuning telur. Antibodi
induk ditransferkan secara pasif oleh induk kepada anaknya, berfungsi sebagai
sistem pertahanan terhadap substansi asing ketika sistem imun anak belum
sempurna (Carlender 2002).

6

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Unit Pelayanan Terpadu Bagian Mikrobiologi
Medis, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner,
dan Unit Pelayanan Hewan Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan selama 10 bulan dimulai dari bulan
Juli 2015 sampai Juni 2016.
Bahan
Penelitian ini menggunakan 3 ekor ayam petelur yang berumur 24 minggu.
Vaksin inaktif rabies (Verorab®), phosphat buffer saline(PBS) pH 7,2 dan pH 8,
Na azide 0.1%, poly etylene glycol(PEG) 6000, agarose, amonium sulfat 40%,
akuabides, carbonat bicarbonat buffer pH 9.6, bovine serum albumin(BSA),
alkohol 70%, NaOH, HCl, asam fosfat, comassie blue(Sigma® Chemical Co),
asam asetat glacial, metanol, acrylamide, Tris-HCl pH, NaCl, sodium dodecyl
sulfate (SDS), ammonium perosulfat (APS), tetrametilen diamina (TEMED),
coating buffer, substrat tetramethylbenzidine (TMB), skim milk, horse reddish
peroxydase (HRP), PBS tween (PBST), kit platelia II (Biorad®), marker umum
protein, IgY standar (PROMEGA®).
Alat
Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, kaca objek, gelas
ukur,mikrotube, kertas saring, spoit, tabung mikro bersumur 96 (microplate U
bottom 96 wells), pipet mikro, vortex, magnetic stirer (Luchi HSD-4P),
refrigerator (Sanyo), deep freezer -80 (Sanyo Ultralow), inkubator, sentrifus,
spektrofotometer (Hitachi U-20), vertikal elektroforesis, microwave, ELISA
reader,dan kamera digital
Prosedur
Produksi Antibodi
Produksi antibodi terhadap virus rabies menggunakan dua ekor ayam petelur
berumur 24 minggu. Vaksinasi pertama dilakukan dengan menyuntikkan 1 dosis
(0,5 ml) vaksin inaktif rabies yang telah dicampur dengan complete adjuvant
melalui rute intramuskular pada otot dada. Penyuntikan diulang kembali dua
minggu kemudian dengan dosis dan rute yang sama menggunakan vaksin rabies
inaktif yang telah dicampur dengan incomplete adjuvant. Satu ekor ayam petelur
digunakan sebagai ayam kontrol yang tidak divaksin. Telur dikoleksi setiap hari
satu minggu setelah vaksinasi pertama.
Deteksi Keberadaan IgY Spesifik Rabies pada Kuning Telur
Deteksi imunoglobulin yolk dilakukan dengan uji ELISA (Shimizu et al
1988). Preparasi antigen dilakukan dengan memecah vaksin rabies inaktif

7
menggunakan sonikator. Antigen yang telah disonikasi diukur konsentrasi
proteinnya dengan metode Braddford. Antigen kemudian diencerkan 1:50
menggunakan coating buffer (0,05 M carbonate-bicarbonate pH 9,5) sehingga
konsentrasi akhir yang digunakan adalah 5 µg/ml. Antigen yang telah diencerkan
kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing sumur dari mikroplate sebanyak
100 µl/sumur dan diinkubasi pada suhu 4 ºC selama semalam. Plate selanjutnya
dicuci lima kali menggunakan PBS-T (PBS p-H 7,4 + 0,05% Tween-20) sebanyak
300 µl tiap sumur. Masing-masing sumur pada plate uji di-blocking menggunakan
larutan skim milk 5% sebanyak 100 µl dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 2
jam. Plate kemudian dicuci seperti pada langkah sebelumnya. Sampel kuning
telur dan IgY kontrol positif diencerkan 1:1000 kemudian ditambahkan pada
masing-masing sumur sebanyak 100 µl dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 1
jam. Anti IgY yang telah dikonjugasikan dengan Horse Reddish Peroxydase
(HRP) (pengenceran 1:10.000) ditambahkan pada tiap sumur sebanyak 100 µl dan
diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 1 jam.Plate kemudian dicuci dan selanjutnya
ditambahkan substrat TMB pada tiap sumur sebanyak 100 µl dan didiamkan
selama 20-30 menit. Reaksi ELISA dihentikan dengan menambahkan 50 µl
H2SO4 3M dan dilakukan pembacaan optical density (OD) pada 655 nm. Nilai
cut of value (CV) pada uji ini diperoleh dengan persamaan :
CV = Rataan kontrol negatif + (1 × standar deviasi)
Hasil dinyatakan positif jika nilai absorbansi lebih besar atau sama dengan nilai
cut off.
Pengukuran Konsentrasi IgY dalam Kuning Telur
Anti-chicken IgY diencerkan dalam larutan buffer karbonat pH 9,6 dengan
konsentrasi 1µg/ml Anti-chicken IgY kemudian dimasukkan ke dalam semua
cawan ELISA sebanyak 100 µl/sumur (coating). Cawan ditutup dan diinkubasi
semalam pada suhu 4 ºC. Keesokan harinya cawan ELISA dicuci dengan PBS
Tween˗20 sebanyak 5 kali.
Sebagai larutan blocking digunakan susu skim 5%. Larutan tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam semua sumuran cawan ELISA sebanyak 100
µl/sumur. Cawan diinkubasi selama satu jam pada suhu 37 ºC selanjutnya dicuci
kembali lima kali dengan PBS Tween˗20. Sebanyak 100 µl larutan standar dengan
konsentrasi 0, 0.15625, 0.1325, 0.625, 1.25, 2.5, 5, dan 10 mg/ml dimasukkan
masing-masing ke dalam sumuran cawan yang berbeda. Sedangkan sampel IgY
yang akan diuji dimasukkan ke dalam sumuran cawan yang lain sebanyak 100
µl/sumur sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Cawan ELISA kemudian
diinkubasi kembali pada suhu 37 ºC selama 1 jam lalu dilakukan pencucian
seperti prosedur di atas.
Sebanyak 100 µl konjugat (anti IgY berlabel HRP) yang diencerkan
1:10.000 dimasukkan ke dalam semua sumur lalu diinkubasi pada suhu 37 ºC
selama satu jam. Cawan ELISA dicuci kembali dengan PBS Tween˗20 dan
sebanyak 100 µl substrat Tetramethylbenzidine (TMB) dimasukkan ke dalam
sumur. Cawan ELISA kemudian diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 15 menit
sampai ada perubahan warna. Hasil reaksi diukur dengan alat pembaca ELISA
pada panjang gelombang 655 nm. Berdasarkan nilai absorbansi standar dihitung

8
konsentrasi IgY total dalam kuning telur menggunakan persamaan regresi linear
dengan nilai absorbansi Y dan X sebagai konsentrasi.
Ekstraksi dan Pemurnian IgY dari Kuning Telur
Ekstraksi dan pemurnian IgY dilakukan dengan dua metode, yaitu
pengendapan dengan NaCl (Hodek et al., 2013) dan teknik Water Soluble
Fraction (WSF), hasil dari kedua metode masing-masing dilanjutkan
pengendapan dengan PEG 6000-amonium sulfat (Jenseniuset al, 1981 ; Akita dan
Nakai, 1992 ; Polson et al, 1980).
Pengendapan NaCl (Hodek et al., 2013) dilakukan dengan cara: kuning telur
di pisahkan dari putih telur, kemudian diencerkan dengan PBS yang mengandung
0,1 % Na azid dengan perbandingan 1:1, kemudian ditambahkan 0,5M HCl
hingga pH campuran menjadi 5.0 dan dibekukan pada suhu -20 °C. Kuning telur
kemudian dicairkan dan disentrifus pada 13.500 g selama 15 menit pada suhu 4
ºC. Supernatan yang diperoleh dikumpulkan untuk uji selanjutnya.
Supernatan ditambahkan dengan NaCl, sehingga mengandung 2M NaCl.
Selanjutnya pH campuran disesuaikan menjadi 4 sambil dihomogenkan
menggunakan magnet pengaduk selama 2 jam pada suhu ruangan. Campuran
tersebut disentrifus 3700 g selama 20 menit pada suhu 4 ºC. Supernatan dibuang
dan endapannya dilarutkan dalam PBS.
Ekstraksi IgY menggunakan teknik WSF dilakukan dengan cara
memisahkan kuning telur dari bagian putihnya, kemudian diletakkan di atas kertas
saring untuk menghilangkan putih telur yang melekat. Membran kuning telur
dilubangi dengan cara diangkat dengan pinset, cairan kuning telur ditampung pada
gelas beker dan dilarutkan secara perlahan dalam milli-Q pH 4 dengan
perbandingan 1: 4. Setelah homogen ditambahkan lagi milli-Q pH 2 hingga pH
suspensi mencapai 5.0 sampai 5.2 dan di simpan pada suhu 4 oC minimal 12 jam.
Suspensi disentrifugasi dengan kecepatan 3125 g pada suhu 4 oC selama 20 menit
dan supernatannya dikoleksi yang disebut dengan WSF.
Pemurnian IgY dari hasil ekstraksi menggunakan pengendapan NaCl dan
teknik WSF, dimurnikan lebih lanjut menggunakan PEG 6000 dan amonium
sulfat 40% seperti yang dilakukan oleh Polson et al. (1980). Hasil ekstraksi IgY
yang berupa pelet dilarutkan dalam PBS sampai volume 1 ml kemudian
diendapkan dengan PEG 6000 3,5% dan dilanjutkan dengan pengendapan dengan
PEG 6000 12%. Kemudian di dialisis dalam dalam PBS pH 8 selama 24 jam
dengan perbandingan 1:150.
Pengukuran Konsentrasi Total IgY yang Telah Dimurnikan
Sepuluh mg BSA dilarutkan dengan 10 ml aquabides dan dibuat
pengenceran secara seri 10-1 sampai dengan 10-10 dan digunakan sebagai standar
konsentrasi. 0,1 ml dari masing-masing pengenceran ditempatkan dalam tabung
reaksi steril lainnya dan ditambahkan dengan 5 ml larutan Bradford. Sebanyak 0,1
ml sampel IgY diisi ke dalam tabung reaksi steril dan masing-masing
ditambahkan larutan Bradford. Larutan standar dan sampel masing-masing
dimasukkan ke tabung kuvet untuk dilihat hasil absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm (Siles-Lucas dan Cuestabandera 1996). Interpretasi hasil pembacaan dilakukan dengan regresi linier
dibuat dari hasil pembacaan standart, dengan regresi linier X sebagai absorbansi

9
dan Y adalah konsentrasi data lalu diperoleh persamaan linier Y=a+bx, nilai a dan
b dihitung dari konsentrasi protein masing-masing sampel.
Karakterisasi IgY Spesifik Rabies
Karakterisasi IgY dilakukan dengan menghitung berat molekul (BM) yang
dianalisis dengan teknik Sodium Deodecyl Sulphate-Poly Acrilamide (SDSPAGE) (Gordon, 1975). Gel yang digunakan terdiri atas dua bagian, yaitu gel
pengumpul (stacking gel) dan gel pemisah (running gel) (Laemmli 1970). Larutan
gel pemisah 12% dimasukkan ke dalam 2 lempeng kaca elektroforesis, yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70% dan pada kedua sisi tepi bagian
dalam diberi spacer kemudian lempeng kaca dihimpitkan dan selanjutnya dijepit.
Gel pemisah segera dilapisi dengan penambahan air. Setelah gel pemisah
membeku, lapisan air dibuang dan gel pengumpul 4% dimasukkan hingga
mencapai permukaan lempeng kaca dan terbentuk gel elektroforesis. Sisir
kemudian segera dimasukkan dan diangkat setelah gel pengumpul membeku
sehingga tercetak sumur-sumur.
Preparasi sampel menggunakan buffer sample yaitu dengan mencampur 5 µl
buffer sample dengan 5 µl sampel IgY spesifik rabies hasil pemurnian kemudian
dipanaskanpada suhu 60 °C selama 5 menit sebelum dimasukkan ke dalam sumur
gel elektroforesis. Sebanyak 10 µl sampel dimasukkan ke dalam masing-masing
sumur gel elektroforesis, kemudian perangkat elektroforesis dijalankan dengan
arus 50 mA dengan voltase 100 V selama 3 jam. Elektroforesis berakhir apabila
pewarna sampel mencapai batas 0.5 cm dari bagian bawah gel. Setelah
elektroforesis beakhir kemudian gel diangkat dari lempeng kaca direndam di
dalam pewarnaan Commasie Blue (Sigma® Chemical Co) selama 30 menit pada
suhu ruang sambil diagitasi perlahan. Pewarna yang tidak terikat pada protein
dihilangkan dengan merendam gel pada larutan pemucat (campuran metanol dan
asam asetat glasial) sehingga gel tampak bening atau pita-pita protein yang
terbentuk terlihat jelas.
Pengukuran Titer IgY Spesifik Rabies Menggunakan ELISA
Titer IgY spesifik rabies ditentukan dengan uji ELISA menggunakan kit
Platelia II (Biorad®). Kit ini terdiri dari serum kontrol positif dan serum kontrol
negatif. Masing-masing serum kontrol diencerkan 1:100 menggunakan larutan
pengencer serum yang tersedia. Serum kontrol positif standar WHO diencerkan
menjadi 1:100 dengan pengencer serum sehingga titernya adalah 4 EU. Serum
standar tersebut selanjutnya diencerkan secara seri dua kali sehingga titernya
menjadi 2 EU, 1 EU, 0.5 EU, 0.25 EU dan 0.125 EU. IgY hasil pemurnian
menggunakan NaCl dan WSF serta serum kontrol (positif dan negatif) dan serum
standar dimasukkan ke dalam sumuran dari mikroplate sesuai pola yang
ditentukan sebelumnya. Masing-masing serum tersebut dimasukkan sebanyak 100
µl pada setiap sumur. Mikroplate ditutup dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 1
jam. Mikroplate dicuci sebanyak 3 kali, kemudian ditmbahkan 100 µl konjugat
yang telah diencerkan pada semua lubang mikroplate. Mikroplate ditutup dan
diinkubasi 1 jam pada suhu 37° C. Selanjutnya mikroplate dicuci sebanyak 5 kali
kemudian ditambah 100 µl substrat pada semua lubang dan diinkubasi pada suhu
kamar selama 30 menit dalam kondisi gelap. Mikroplate selanjutnya diisi dengan
100 µl stop solution pada semua sumur. Tiga puluh menit kemudian dilakukan

10
pembacaan optical density pada panjang gelombang 450 nm sampai 620 nm
(Biorad 2009). Penghitungan titer hasil pembacaan absorbansi masing-masing
sampel dengan menggunakan rumus yang sudah disediakan dalam KIT
interpretasi hasil dari titer ditentukan berdasarkan manual kit Platelia II(Biorad
2009, OIE 2007)
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisa secara deskriptif (Montgomery 2001) serta
menggunakan metode One Way Analyzed of Variance (ANOVA).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi dan Deteksi IgY Spesifik Rabies dalam Kuning Telur
Antigen rabies inaktif dengan konsentrasi 1.33 mg/ml yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan antigen yang baik karena terbukti dapat
menggertak sistem imunitas ayam petelur untuk menghasilkan antibodi spesifik
terhadap virus rabies dalam kuning telur. Mekanisme transfer IgY dari serum ke
dalam kuning telur sama seperti proses kelangsungan transfer antibodi lintas
plasenta pada mamalia. IgY diproduksi oleh limfosit B yang mengalami
pematangan dalam bursa Fabricius ayam. IgY akan mengalir ke dalam pembuluh
darah dan beredar ke seluruh bagian tubuh termasuk ke dalam ovarium.
Imunoglobulin yolk didepositkan melalui jaringan arteri kecil ovarium˗oosit ke
dalam kuning telur sebagai bahan perlindungan bagi embrio ayam untuk
berkembang (Carlander 2002).
Penelitian Paryati (2006) menggunakan IgY yang merupakan antibodi
anti˗idiotipe (Ab2) terhadap rabies sebagai antigen dengan konsentrasi 0.940
mg/ml dapat memicu terbentuknya antibodi pada hewan coba. Liddell dan Weeks
(1995) menyatakan, bahwa pembentukan antibodi dengan afinitas tinggi dapat
diinduksi melalui imunisasi dengan dosis antigen relatif rendah. Pada penelitian
ini digunakan dosis 0.665 mg/ml/ekor ayam membuktikan bahwa dengan dosis
antigen tersebut dapat memicu pembentukan antibodi hewan yang divaksin.
Pembentukan sistem imun pada hewan tergantung pada kondisi dan spesies hewan
yang diimunisasi, pada hewan tertentu dosis imunogen umumnya berkisar antara
10˗100 μg. Namun, untuk sebagian besar antigen protein, karbohidrat dan asam
nukleat dianjurkan memakai dosis antara 50˗1000 μg (Leenaars et a,1994).
Berdasarkan pemeriksaan keberadaan IgY spesifik rabies dalam kuning telur
menggunakan uji indirect ELISA diketahui bahwa IgY spesifik rabies telah
muncul dan terdeteksi pada dua minggu setelah vaksinasi pertama. Kuning telur
yang mengandung IgY spesifik rabies masih terdeteksi sampai dengan minggu ke
6 setelah vaksinasi kedua. Hasil dari uji ini diekspresikan dalam nilai absorbansi.
Semakin tinggi nilai absorbansi yang diperoleh maka semakin tinggi pula
konsentrasi antibodi yang terdapat pada kuning telur. Hasil dari uji ELISA sampel
kuning telur ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi lebih pekat
(Gambar 4). Semakin pekat warna yang dihasilkan menunjukkan bahwa nilai
absorbansi dari sampel semakin besar. Banyaknya substrat yang terurai dalam

11
larutan akan mempengaruhi kekuatan warna yang terbentuk. Kekuatan warna
menunjukkan jumlah ikatan antigen dan antibodi primer (Indardi 2005).

Gambar 4 Uji ELISA IgY pada kuning telur; A1-H1: IgY kontrol dengan
konsentrasi bertingkat (0 s/d 10 µg/ml); A2-12 s/d H2-12 : sampel
kuning telur dari ayam yang divaksinasi antigen rabies
Berdasarkan nilai absorbansi IgY kontrol dengan konsentrasi bertingkat,
ditentukanlah nilai cut off sebesar 0.779, sehingga apabila kuning telur memiliki
nilai absorbansi di atas nilai cut off, maka kuning telur tersebut positif
mengandung antibodi terhadap virus rabies. Kuning telur positif mengandung IgY
spesifik rabies sejak minggu kedua setelah vaksinasi pertama hingga minggu ke 6
setelah vaksinasi kedua (Tabel 1 ).
Tabel 1 Deteksi dan pengukuran konsentrasi IgY dalam kuning telur
Minggu
Ke-

Absorbansi (655 nm)

InterpretasiP

Konsentrasi IgY
(mg/ml)
X ± SD

0.274
0.377 ± 0.010a
I*
+
1.422
2.965 ± 0.409b
II
+
2.840± 0.784b
1.367
III
+
2.749± 0.341b
1.326
VI**
+
1.266
2.612± 0.562b
V
+
2.304± 0.227b
1.129
VI
+
2.782± 0.509b
1.341
VII
+
1.256
2.591 ± 0.601b
VIII
+
2.302± 0.702b
1.128
IX
+
2.198 ± 0.393b
1.082
X
* : vaksinasi pertama
**: vaksinasi kedua
P
(+)positif IgY spesifik rabies pada kuning telur jika rata-rata nilai absorbansi ≥ cut off (0.779); (-)
negatif IgY spesifik rabiesjika rata-rata nilai absorbansi ≤ cut off (0.779)
a, b
Superscript yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p >
0.05) pada tingkat kepercayaan 95%

12
Konsentrasi IgY dalam kuning telur sebelum vaksinasi adalah
0.377±0.010mg/ml. Namun konsentrasi IgY menunjukkan peningkatan yang
signifikan pada minggu ke 2 setelah vaksinasi pertama 2.965±0.409 mg/ml (Tabel
1).Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi IgY kuning telur setiap minggunya
menunjukkan bahwa konsentrasi IgY mengalami penurunan dari minggu
ketiga2.840± 0.784 mg/ml hingga minggu kesepuluh 2.198 ± 0.393 mg/ml,
kecuali pada minggu ketujuh IgY mengalami kenaikan 2.782 ± 0.509 mg/ml
dibandingkan minggu kelima dan keenam (2.612 ± 0.562 mg/ml dan 2.304 ±
0.227 mg/ml). Penurunan IgY setelah vaksinasi ulang mulai terlihat pada minggu
ke 8 (2.591 ± 0.601mg/ml) hingga minggu ke 10 (2.198 ± 0.393 mg/ml), dimana
penurunan ini merupakan cermin dari hilangnya populasi sel plasma penghasil
antibodi spesifik. Sekali berdiferensiasi penuh, sel plasma mati setelah tiga sampai
enam hari dan imunoglobulin yang dihasilkan ini menurun perlahan-lahan karena
terjadi proses katabolisme (Tizard 2004).
Konsentrasi dan Karakterisasi IgY Spesifik Rabies Hasil Pemurnian
Pemurnian dengan pengendapan NaCl menghasilkan konsentrasi protein
total IgY 331 µg/ml, sedangkan pemurnian dengan teknik WSF menghasilkan
konsentrasi 184 µg/ml. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pemurnian dengan NaCl menghasilkan konsentrasi IgY yang lebih tinggi daripada
pemurnian dengan teknik WSF. Perbedaan konsentrasi IgY hasil pemurnian
dipengaruhi oleh metode pemurnian yang digunakan, menurut Shimizu et al.
(1988) dan Sunwoo et al. (1996), perbedaan cara pemurnian IgY akan
menghasilkan perbedaan konsentrasi, kemurnian, stabilitas dan aktivitas IgY.
Konsentrasi IgY dari pemurnian kuning telur sangat dipengaruhi oleh tingkat
kelarutan kuning telur pada saat pemisahan lemak telur dan pH larutan (Akita &
Nakai 1992).
Prosedur kerja dari pemurnian menggunakan teknik WSF lebih rumit dan
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan pemurnian dengan
pengendapan NaCl. Dalam pemilihan metode pemurnian sebaiknya perlu
dipikirkan juga faktor biaya dan waktu yang dibutuhkan, sehingga metode yang
kita gunakan lebih efisien.
Tabel 2 Berat molekul komponen-komponen protein dan masing-masingpita
penyusunnya
Jenis Sampel
Pita yang
Berat molekul pita
Estimasi Protein
ditemukan
(kDa)
A
181.55
IgY
B
71.78
Rantai Berat
IgY Kontrol
C
41.47
Fragmen Fab
D
164.16
IgY
E
126.43
LDL dan a-Livetin
F
97.36
LDL dan a-Livetin
IgY anti- rabies
a
G
68.73
Rantai berat
(NaCl)
H
40.76
Fragmen Fab
I
28.77
Rantai ringan

13
IgY anti-rabies
(WSF)b
a

J
K
L

94.03
65.61
35.26

LDL dan a-Livetin
Rantai berat
Fragmen Fab

Pemurnian dengan pengendapan NaCl
Pemurnian dengan WSF

b

Kuning telur yang telah dimurnikan diukur berat molekulnya menggunakan
teknik SDS-PAGE. Hasil elektroforesis tersaji pada Gambar 5 dan Tabel 2. Hasil
pemurnian IgY menggunakan metode pengendapan NaCl menghasilkan 6 pita
protein pada berat molekul 164.16 kDa, 126.43 kDa, 97.36 kDa, 68.73 kDa, 40.76
kDa, 28.77 kDa sedangkan pemurnian IgY menggunakan teknik WSF
menghasilkan 3 pita protein pada berat molekul 94. 03 kDa, 65.61 kDa, dan 31.94
kDa.
IgY kontrol adalah IgY standar (PROMEGA®). Susunan protein pada IgY
kontrol terdiri atas 3 pita protein yaitu 181.55 kDa, 71.78 kDa dan 41.47 kDa.
Protein dengan berat molekul 181.55 kDa pada IgY kontrol dan 164,16 kDa pada
IgY spesifik rabies (kolom A) diduga merupakan IgY utuh. Sun et al. (2001)
menyatakan bahwa berat molekul IgY sebesar 167.25 kDa dan Narat (2003)
menyatakan bahwa IgY mempunyai berat molekul yang lebih besar dibandingkan
IgG (160 kDa), yaitu sekitar 180 kDa atau lebih. Pita protein dengan berat
molekul 68.73 kDa (pita G) untuk NaCl dan 65.61 kDa (pita K) untuk WSF
diduga sebagai rantai berat IgY, sedangkan pita protein dengan berat molekul
28.77 kDa (Pita I) pada kolom B merupakan rantai ringan IgY. Beberapa peneliti
melaporkan bahwa ukuran berat molekul dari rantai berat IgY adalah 65-70 kDa,
sedangkan untuk rantai ringan 20-30 kDa (Yokohama et al. 1993; Hatta et a1.
1993; Bhanushali et al. 1994; Schade et al. 1996).
Sun et a1. (2001) menyatakan, bahwa degradasi IgY akan menghasilkan
fragmen Fc dan Fab, Fab mempunyai berat molekul 45 kDa. Pita protein dengan
ukuran 41.47 kDa pada IgY kontrol dan 40.76 kDa pada IgY spesifik rabies
dengan teknik NaCl serta pita protein dari teknik WSF dengan ukuran 35.26 kDa
di duga adalah fragmen dari Fab. Hasil SDS-PAGE pada gambar juga
memperlihatkan pita protein lain yaitu pada pita E, F, dan J dengan estimasi berat
molekul masing-masing 126.43 kDa, 97.36 kDa, dan 94.03 kDa memiliki
kemungkinan LDL terlarut dan a-livetin. Adanya pita protein selain IgY
kemungkinan disebabkan adanya kandungan protein selain bagian dari IgY.

14

Gambar 5

Profil pita protein (dalam kDa) IgY spesifik rabies yang telah
dipurifikasi. Keterangan; (1) IgY kontrol, (2) IgY spesifik rabies
yang dipurifikasi dengan metode NaCl, (3) IgY spesifik rabies yang
dipurifikasi dengan metode WSF, dan (4) Marker protein

Titrasi IgY Spesifik Rabies
Uji ELISA terhadap IgY hasil pemurnian pengendapan NaCl dan WSF
menunjukkan bahwa titer IgY spesifik rabies yang dimurnikan dengan
pengendapan NaCl adalah lebih besar dari 0.5 EU/ml, sedangkan dengan teknik
WSF lebih rendah dari ≤ 0.5 EU/ml. Berdasarkan acuan dari WHO (1992), titer
antibodi rabies dikatakan protektif apabila nilainya ≥ 0.5 EU/ml dengan uji
ELISA. Hal ini berarti bahwa hewan atau orang yang divaksinasi rabies paling
tidak harus mempunyai antibodi terhadap rabies sebesar 0.5 EU/ml untuk dapat
terlindung dari penyakit rabies (OIE 2007). Titer IgY spesifik rabies yang
dihasilkan pada penelitian ini di tunjukkan pada Tabel 3. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa bahwa ayam mampu merespon virus rabies dan dapat
memproduksi IgY spesifik rabies yang titernya cukup tinggi. Perbedaan titer
antibodi dari IgY yang diuji diduga akibat adanya perbedaan teknik pemurnian,
seperti yang disampaikan Shimizu et al. (1988) dan Sunwoo et al. (1996).
Tabel 3 Titer IgY spesifik rabies
Metode pemurnian

Titer IgY spesifik rabies (EU)

Pengendapan NaCl

0.5 EU/ml