Sintesa Metil Ester Sulfonat Dari Metil Ester Berbahan Baku PKO Pada Skala Pilot Plant
1
SINTESA METIL ESTER SULFONAT
DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO
PADA SKALA PILOT PLANT
ARI IMAM SUTANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
2
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebahagian atau seluruh dalam
Bentuk apapun, baik cetak, fotokopy, microfilm, dan sebagainya
3
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Sintesa Metil
Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant
adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Bogor, Februari 2007
Yang menyatakan,
Ari Imam Sutanto
NIM F 351020261
4
ABSTRAK
ARI IMAM SUTANTO. Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan
Baku PKO pada Skala Pilot Plant. Pembimbing : ANI SURYANI, ERLIZA
HAMBALI dan PRAYOGA SURYADARMA.
Salah satu industri oleokimia berbasis minyak sawit yang mempunyai
prospek untuk dikembangkan di Indonesia adalah industri surfaktan. Surfaktan
merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent)
yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi atau biokimia. Surfaktan telah
diaplikasikan secara luas di berbagai industri sebagai komponen bahan adhesif,
pembasah, pembusa, pengemulsi, atau bahan penetrasi Salah satu jenis surfaktan
berbasis bahan alami yang saat ini sedang banyak diteliti dan dikembangkan
adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Surfaktan MES merupakan salah satu
surfaktan anionik yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak
sawit melalui proses sulfonasi.
Penelitian mengenai proses produksi surfaktan MES pada skala
laboratorium telah banyak dilakukan dan memberikan hasil produk yang dapat
diaplikasikan pada berbagai produk kosmetika, pembersih, personal care product
dan untuk aplikasi EOR di pertambangan minyak bumi. Pada tahap peningkatan
skala produksi surfaktan MES dari skala laboratorium ke skala pilot plant,
perlakuan lama reaksi dan kecepatan pengadukan pada reaktor pemroses penting
untuk diperhatikan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) mendapatkan kondisi proses yang
dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester
berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant, (2)
memperoleh karakteristik produk surfaktan MES berbahan baku metil ester
berbasis PKO yang dihasilkan, (3) mengetahui kelayakan finansial industri
surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO.
Proses sulfonasi metil ester minyak inti sawit dilakukan dengan sistem
batch menggunakan tangki reaktor sulfonasi skala 100 L. Proses sulfonasi
dilakukan dengan mencampurkan metil ester dan reaktan NaHSO3 pada nisbah
mol reaktan 1:1,2. Suhu proses yang digunakan adalah 100oC. Pada penelitian
ini variable proses yang diduga berpengaruh terhadap kualitas produk MES adalah
kecepatan pengadukan selama proses dan lama proses sulfonasi. Perlakukan
kecepatan pengadukan terdiri dari 3 taraf, yaitu kecepatan 140, 160 dan 180 rpm.
Perlakuan lama proses sulfonasi adalah setiap interval 30 menit selama selang
waktu 0-360 menit. Karakterisasi produk MES yang dihasilkan meliputi uji timol
biru, pH, warna (kecerahan), kemampuan menurunkan tegangan permukaan,
kemampuan menurunkan tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa,
dan daya deterjensi.
Penentuan model persamaan hubungan antara paramater kualitas produk
dengan perlakukan yang dikenakan digunakan metode penyesuaian kurva (curve
fitting method). Penentuan kondisi proses sulfonasi yang dapat digunakan untuk
memproduksi MES dengan menggunakan reaktor sulfonasi yang ada dilakukan
dengan metode regresi berganda. Kriteria kelayakan investasi yang dianalisis
5
yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Retrun (IRR), Net Benefit-Cost
Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Pay Back Period (PBP) dan analisis
sensitivitas.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa reaktor sulfonasi yang ada
dapat digunakan untuk memproduksi surfkatan MES secara batch dengan
NaHSO3 sebagai agen pesulfonasinya. Krakteristik produk MES yang dihasilkan
adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru : positif, (2) pH MES sebelum proses
pemurnian : 3,53 - 5,94, (3) pH MES setelah proses pemurnian : 5,77 - 6,21, (4)
tingkat kecerahan: 61,90 - 66,71 L, (5) penurunan tegangan permukaan : 27,75
(55,5%) - 32,90 dyne/cm (65,80%), (6) penurunan tegangan antarmuka : 28,00
dyne/cm (70%) - 31,85 dyne/cm (79,63%), (7) stabilitas emulsi : 72,25 -76,25%,
(8) stabilitas busa : 4,63 - 8,06 jam, (9) daya deterjensi yang ditunjukan dengan
tingkat kekeruhan : 0,101 - 0,296 A. Kondisi proses produksi surfaktan MES
yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES dengan reaktor
sulfonasi yang ada adalah pada perlakuan kecepatan pengadukan 179,6 rpm dan
lama reaksi 258,9 menit. Pada kondisi tersebut karakterisk MES yang dihasilkan
adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru : positif, (2) pH MES sebelum proses
pemurnian : 3,60, (3) pH MES setelah proses pemurnian : 5,94, (3) tingkat
kecerahan: 62,80 L, (4) penurunan tegangan permukaan : 31,80 dyne/cm
(63,68%), (5) penurunan tegangan antarmuka : 30,55 dyne/cm (76,38%), (7)
stabilitas emulsi : 74,95%, (8) stabilitas busa : 8,29 jam, (9) daya deterjensi yang
ditunjukan dengan tingkat kekeruhan : 0,27 A.
Analisis finansial terhadap kelayakan pendirian industri surfaktan MES
menunjukkan kebutuhahan dana investasi yang diperlukan adalah sebesar
Rp 28.123.707.895,-. Perhitungan kriteria investasi memberikan hasil (1) NPV :
Rp 13.707.106.258,-, (2) IRR : 25,70 persen, (3) B/C : 1,49, (4) PBP : 3,94 tahun,
(5) BEP : Rp 1.680.659.331,-, dan (6) analisis sensitivitas : proyek masih layak
dilaksanakan jika terjadi kenaikan kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen
atau jika terjadi penurunan harga jual sebesar 5 persen.
Kata kunci : metil ester sulfonat, sulfonasi, surfaktan, skala pilot plant
6
ABSTRACT
ARI IMAM SUTANTO. Methyl Ester Sulfonates Synthesis from Methyl Ester
Based on PKO in Pilot Plant Scale. Tutors: ANI SURYANI, ERLIZA
HAMBALI and PRAYOGA SURYADARMA.
One of the palm oil-based oleochemical industry which has a great prospect
to be developed in Indonesia is the surfactant industry. Surfactant is a surface
active agent which can be produced by chemical or biochemical synthesis.
Surfactant has been widely applied in several kind of industries as adhesive,
wetting, foaming, emulsifier, or penetrating material component. One kind of the
natural-based surfactant which currently has been researched and developed is the
methyl ester sulfonates (MES) surfactant. MES surfactant is one of the anionic
surfactant which can be made using the methyl ester from palm oil through the
sulfonation process.
Research on the MES surfactant production process at the laboratory scale
has been conducted many times and it gives product result that can be applied on
many kinds of cosmetics, cleaner, and personal care products, and also for
enhanced oil recovery (EOR) application on the oil mining. At the upgrading
stage of MES surfactant production scale from the laboratory scale to the pilot
plant scale, treatment of reaction time and stirring speed on the processing reactor
is important to be noticed.
The objectives of this research are: (1) to get the process condition which
can be used to produce MES surfactant made from PKO-based methyl ester using
sulfonation reactor at the pilot plant scale, (2) to obtain the characteristic of the
produced MES surfactant product made from PKO-based methyl ester, (3) to get
the financial feasibility of the industry of MES surfactant made from PKO-based
methyl ester.
Sulfonation process of palm kernel oil methyl ester is conducted using
batch system in 100 L scale sulfonation reactor tank. Sulfonation process is
conducted by mixing the methyl ester and NaHSO3 reactant at reactant mol ratio
1:1.2. Temperature of the process is 100oC. In this research, process variables
which are supposed to influence the quality of MES product are the stirring speed
at the process and the duration of sulfonation process. The treatment of stirring
process consists of 3 grades, those are at the speed of 140, 160 and 180 rpm. The
treatment of sulfonation process duration is in every 30 minutes interval in period
of 0-360 minutes. Characterization of produced MES product includes test of
blue thymol, pH, color (brightness), surface tension decreasing ability, interface
tension decreasing ability, emulsion stability, foam stability, and detergency.
Determination of relational equation model between product quality
parameter and treatment, is using the curve fitting method. Determination of
sulfonation process condition, which can be used to produce MES using the
existing sulfonation reactor, is conducted using the multi-regression method. The
analyzed investment feasibility criteria are Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP),
Pay Back Period (PBP) and sensitivity analysis.
7
From the result of this research, it can be concluded that the existing
sulfonation reactor can be used to produce MES surfactant using batch system
with NaHSO3 as the sulfonating agent. The characteristics of the produced MES
product are: (1) blue thymol test gives a positive result, (2) pH before purification
: 3.53 – 5.94, (3) pH after purification: 5.77-6.21, (4) brightness level: 61.9066.71 L, (5) surface tension decreasing: 27.75 (55.5%)-32.90 dyne/cm (65.80%),
(6) interface tension decreasing: 28.00 dyne/cm (70%)-31.85 dyne/cm (79.63%),
(7) emulsion stability: 72.25 -76.25%, (8) foam stability: 4.63 - 8.06 hours, (9)
detergency which is indicated by the turbidity level: 0.101-0.296 A. Process
condition of MES surfactant production which can be used to produce the MES
surfactant using the existing sulfonation reactor is in the treatment where the
stirring speed equal to 179.6 rpm and the reaction length equal to 258.9 minutes.
In that condition, the characteristics of produced MES are: (1) blue thymol test
gives a positive result, (2) pH before purification: 3.60, (3) pH after purification:
5.94, (4) brightness level: 62.80 L, (4) surface tension decreasing: 31.80 dyne/cm
(63.68%), (5) interface tension decreasing: 30.55 dyne/cm (76.38%), (8) emulsion
stability: 74.95%, (8) foam stability: 8.29 hours, (9) detergency level which is
indicated by the turbidity level: 0.27 A.
Financial analysis on the MES surfactant industry establishment feasibility
indicates that required investment fund is Rp 28,123,707,895.-. Calculation on
investment criteria gives the result as follows: (1) NPV: Rp 13,707,106,258.-, (2)
IRR: 25.70%, (3) B/C: 1.49, (4) PBP: 3.94 years, (5) BEP: Rp 1,680,659,331.-,
and (6) sensitivity analysis: this project is still feasible to implement if there is an
increase of material price equal to 10% or if there is a decrease of selling price
equal to 5%. Financial analysis calculation on the MES surfactant industry
indicates this industry is feasible to be established.
Keywords : methyl ester sulphonates, sulfonation, surfactant, pilot plant
8
SINTESA METIL ESTER SULFONAT
DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO
PADA SKALA PILOT PLANT
ARI IMAM SUTANTO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
9
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa
NIM
:
:
Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan
Baku PKO pada Skala Pilot Plant
Ari Imam Sutanto
F351020261
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Ani Suryani, DEA
Ketua
Dr.Ir. Erliza Hambali, MSi
Anggota
Prayoga Suryadarma, STP, MT
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Irawadi Jamaran
Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 02 Februari 2007
Tanggal Lulus :
10
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
tesis yang berjudul “Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan
Baku PKO pada Skala Pilot Plant”. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi
Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Selama melakukan studi dan menyelesaikan penulisan tesis ini penulis
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun
materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
1. Dr.Ir. Ani Suryani, DEA selaku ketua komisi pembimbing atas bimbingan,
bantuan, masukan, arahan dan perhatiannya selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan S2 di IPB.
2. Dr.Ir. Erliza Hambali, MSi, selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan dukungan, bimbingan, bantuan, masukan dan arahan baik
itu dalam kegiatan studi di IPB maupun di luar kegiatan studi.
3. Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku anggota komisi pembimbing atas
bimbingan, bantuan, arahan dan masukkan kepada penulis selama penelitian
hingga penyelesaian penulisan tesis ini.
4. Dr.Ir. Dwi Setyaningsi, MSi sebagai penguji luar komisi atas kesediaan waktu,
masukkan dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini.
5. Ayahanda Drs. Soebroto, Ibunda Sunarmi, serta adik-adik tercinta Susanto
Budi Susilo dan Sri Utami Rahayuningsih atas kesabaran, semangat dan
motivasi yang diberikan.
6. PT Adev Prima Mandiri dan segenap crew, khususnya Ir. Mira Rivai, MSi dan
Ir. Hisworo R. atas kesempatan dan dukungan yang diberikan.
7. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi – IPB atas fasilitas penelitian yang
diberikan.
8. Rekan-rekan satu angkatan TIP 2002, khususnya Mb Kia, Dony Hidayat,
Zumi Zaidah, dan Dony Sumarna atas kebersamaan dan bantuannya selama
ini.
9. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu selama penulis melakukan studi
dan penelitian di IPB.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
dan kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya bagi perkembangan
industri oleokimia berbasis sawit di Indonesia.
Bogor, Februari 2007
Ari Imam S.
11
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Februari 1978 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Soebroto dan Sunarmi. Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di
Bogor. Lulus dari SMAN 1 Bogor pada tahun 1996 penulis melanjutkan
pendidikan sarjana di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Undangan Seleksi
masuk IPB (USMI). Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2001.
Penulis memulai pekerjaan sebagai staf proyek di Center for Development
of Safe Agroindustrial Processes (CDSAP) - IPB pada tahun 2001. Pada tahun
2002 penulis melanjutkan pendidikan program Magister pada Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saat
ini penulis bekerja pada PT Adev Prima Mandiri di Bogor.
12
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface
active agent) yang dapat diproduksi secara kimiawi atau biokimia. Surfaktan
mempunyai kemampuan untuk menggabungkan bagian antar fase yang berbeda
seperti udara-air, atau fase yang memiliki derajat polaritas yang berbeda seperti
minyak-air.
Sifat khas surfaktan ini disebabkan oleh struktur ampifilik yang
dimilikinya, yang berarti dalam satu molekul surfaktan mengandung gugus
hidrofilik yang bersifat polar dan gugus hidrofobik yang bersifat nonpolar.
Surfaktan telah diaplikasikan secara luas pada berbagai industri seperti
industri farmasi, industri deterjen, industri kosmetika, industri kimia, industri
pertanian dan industri pangan.
Dalam industri-industri tersebut surfaktan
digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi,
atau bahan penetrasi.
Secara umum surfaktan dapat dibagi menjadi empat
kelompok besar, yaitu kelompok anionik, nonionik, kationik dan amfoterik.
Pembagian jenis surfaktan ini berdasarkan muatan ion pada gugus hidrofiliknya.
Kelompok surfaktan yang saat ini paling banyak diproduksi dan
diaplikasikan secara luas pada berbagai industri adalah surfaktan anionik. Salah
satu jenis surfaktan anionik yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan
di Indonesia adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Surfaktan jenis ini
dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku minyak sawit. Menurut
Matheson (1996a), metil ester sulfonat memperlihatkan karakteristik dispersi yang
baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang
tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C14, C16 dan C18
memberikan tingkat deterjensi yang baik.
Jenis surfaktan anionik yang lain yang juga banyak terdapat di pasaran
adalah linier alkilbenzen sulfonat (LAS). Surfaktan jenis ini merupakan surfaktan
yang disintesis secara kimia dari minyak bumi (petroleum). Berkaitan dengan isu
lingkungan, surfaktan berbasis bahan alami saat ini menjadi lebih difokuskan
untuk dikembangkan. Surfaktan MES merupakan salah satu surfaktan anionik
13
yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak sawit. Kelebihan
minyak sawit jika digunakan sebagai bahan baku surfaktan adalah sifatnya yang
terbarukan (renewable resources), lebih bersih (cleaner), dan lebih ramah
lingkungan (environment friendly) jika dibandingkan dengan surfaktan berbasis
petrokimia.
Pada tahun-tahun mendatang kebutuhan surfaktan untuk berbagai industri
diperkirakan akan meningkat dan surfaktan MES diperkirakan akan menjadi
surfaktan yang paling banyak diproduksi. Menurut data BPS (2006), jumlah
impor surfaktan (anionik, kationik, dan nonionik) dalam negeri pada tahun 2005
diperkirakan mencapai 26,76 ribu ton dengan nilai sekitar US $ 53,57 juta.
Kebutuhan akan surfaktan saat ini sebagian besar didominasi oleh industri yang
memproduksi beragam produk deterjen, pembersih, perawatan diri, dan
kosmetika. Pada Tabel 1 disajikan jumlah dan nilai impor beberapa kelompok
surfaktan selama 5 tahun terakhir.
Tabel 1. Jumlah dan nilai impor surfaktan Indonesia
Tahun
Surfaktan Anionik
Jumlah
Nilai
(kg)
(US $)
2001
4.853.438
2002
5.144.644
2003
5.894.258
2004
6.408.349
2005
7.165.043
Sumber : BPS (2006)
9.280.562
10.329.265
10.700.582
13.048.411
14.181.868
Surfaktan Kationik
Jumlah
Nilai
(kg)
(US $)
1.990.255
2.205.202
2.252.899
2.875.302
2.871.073
4.461.984
4.729.703
4.571.643
4.597.025
5.102.598
Surfaktan Nonionik
Jumlah
Nilai
(kg)
(US $)
9.751.570
12.735.550
13.788.242
13.742.975
16.720.457
16.252.737
27.629.653
27.515.606
28.088.360
34.282.597
Kegiatan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang saat ini sedang
gencar dilakukan di Indonesia akan mempunyai nilai yang sangat strategis di masa
yang akan datang. Berbagai produk turunan minyak sawit seperti produk-produk
oleokimia termasuk surfaktan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Pengembangan industri hilir kelapa sawit ini didukung oleh ketersediaan bahan
baku kelapa sawit yang cukup banyak tersedia di Indonesia. Badan Pusat Statistik
(2006) mencatat produksi sawit Indonesia tahun 2005 mencapai 15 juta ton
dengan tingkat produksi CPO (crude palm oil) sekitar 12,5 juta ton dan PKO
(palm kernel oil) sekitar 2,5 juta ton. Produksi tersebut dihasilkan dari total areal
perkebunan sawit yang mencapai 5,6 juta hektar dengan tingkat produktifitas ratarata 3,5 ton/hektar/tahun.
14
Saat ini minyak sawit Indonesia lebih didominasi oleh produksi CPO. CPO
lebih banyak dimanfaatkan untuk produk pangan seperti untuk minyak goreng,
mentega dan shortening.
Dengan demikian pemanfaatan PKO untuk produk
nonpangan lebih menarik untuk dilakukan. PKO dapat digunakan sebagai sumber
bahan baku potensial untuk memproduksi surfaktan MES. Sebelum digunakan
sebagai bahan baku surfaktan, PKO direaksikan terlebih dahulu dengan metanol
melalui proses transesterifikasi menjadi metil ester. Metil ester ini yang kemudian
digunakan sebagai bahan baku pembuatan surfaktan metil ester sulfonat (MES)
melalui proses sulfonasi.
Kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh suatu industri
merupakan salah satu usaha industri tersebut untuk meningkatkan keunggulan
bersaing produknya dalam suatu pasar. Termasuk dalam hal ini adalah kegiatan
penelitian dan pengembangan untuk produk surfaktan MES. Pekerjaan penelitian
mulai dari skala laboratorium hingga skala industri menjadi hal yang sangat
penting dilakukan untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
Salah satu
tahapan penelitian dari pengembangan suatu produk yang perlu dilalui setelah
tahapan penelitian skala laboratorium namun sebelum diaplikasikan ke skala
industri adalah kegiatan uji coba pada skala pilot plant.
Pada uji coba skala pilot plant dilakukan peningkatan skala dari penelitian
yang dilakukan pada skala laboratorium ke skala yang lebih besar. Dalam hal ini
peningkatan skala dilakukan untuk menunjukkan bagaimana sebuah sistem dalam
skala besar dirancang dan dibangun berdasarkan hasil percobaan model pada skala
kecil. Peningkatan skala menurut Kataisto (2001) merupakan suatu studi yang
mengolah dan memindahkan data hasil percobaan ke dalam skala pilot plant atau
dari percobaan skala pilot plant ke dalam skala yang lebih besar. Peningkatan
skala dilakukan untuk menguji dan mengidentifikasi variabel-variabel kritis dalam
suatu proses. Selain itu juga untuk melihat apakah variabel-variabel pada skala
yang lebih kecil memberikan pengaruh yang sama atau berbeda pada saat
peningkatan skala.
Peningkatan proses dari skala laboratorium ke skala pilot
plant dilakukan untuk memperoleh model skala kecil yang nantinya digunakan
sebagai disain untuk skala proses atau peralatan yang lebih besar lagi.
Keberhasilan peningkatan proses produksi di skala pilot plant dapat dijadikan
15
model untuk pengembangan proses ke skala industri.
Penelitian mengenai proses produksi surfaktan MES pada skala laboratorium
telah banyak dilakukan dan memberikan hasil produk yang dapat diaplikasikan
pada berbagai produk kosmetika, pembersih, personal care product dan untuk
aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR) di pertambangan minyak bumi. Melihat
potensi pengembangan dan pemanfaatan surfaktan MES yang sedemikian besar,
maka penelitian untuk memproduksi surfaktan MES pada skala yang lebih besar
perlu dilakukan. Penentuan kondisi proses produksi surfaktan MES pada skala
pilot plant selain dilakukan untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan hasil
percobaan pada skala laboratorium juga dilakukan untuk melihat kinerja alat yang
digunakan. Pada tahap peningkatan skala produksi surfaktan MES dari skala
laboratorium ke skala pilot plant, kondisi pencampuran pada reaktor pemroses
yaitu lama reaksi dan kecepatan pengadukan penting untuk diperhatikan.
Pencampuran berkaitan erat dengan terjadinya reaksi kimia dari dua atau
lebih zat dalam membentuk hasil reaksi. Reaksi kimia terjadi karena adanya
tumbukan antara molekul-molekul dari zat yang bereaksi. Pembentukan produk
akibat pencampuran dari pereaksi berhubungan dengan lama reaksi dan kecepatan
pengadukan yang digunakan.
Setiap reaksi kimia membutuhkan waktu yang
berbeda dalam menyelesaikan reaksi sampai menghasilkan produk. Lama reaksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik pereaksi dan produk
serta kondisi reaksi yang dijalankan (Ebbing dan Wrighton, 1990). Secara umum
semakin lama waktu interaksi antar pereaksi maka akan menghasilkan produk
yang semakin banyak, namun akan konstan pada suatu waktu tertentu. Interaksi
antar pereaksi pada suatu reaksi kimia dapat dilakukan dengan cara perataan
pereaksi melalui pengadukan.
Pengadukan merupakan salah satu operasi proses yang banyak digunakan
secara luas dalam kegiatan produksi pada industri kimia, pangan, farmasi dan lain
sebagainya. Pengadukan dilakukan di dalam tangki berpengaduk. Pengadukan
dalam proses produksi bertujuan untuk mendapatkan homogenitas pencampuran
yang tinggi, dengan waktu pencampuran yang singkat dan konsumsi energi yang
rendah. Menurut Tatterson (1991), faktor yang harus diperhatikan pada proses
pengadukan adalah : (1) sifat bahan yang akan dicampur, meliputi sifat fisik,
16
kimia, biologis, maupun sifat reologi fluida; (2) faktor peralatan, seperti bentuk,
ukuran tangki dan pengaduk; dan (3) kondisi pencampuran.
Berdasarkan uraian di atas, kondisi pencampuran yaitu lama reaksi dan
kecepatan pengadukan yang digunakan dalam reaktor sulfonasi diduga akan
memberikan pengaruh terhadap karakteristik surfaktan yang dihasilkan. Dengan
demikian perlu dilakukan penelitian guna mendapatkan kondisi proses sulfonasi
terbaik yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku
metil ester berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant.
Selain itu juga untuk mengetahui kelayakan pendirian industri surfaktan MES
secara finansial dari penelitian yang dilakukan jika diterapkan pada skala industri,
maka perlu dilakukan kajian kelayakan berupa analisis finansial.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan
kondisi
proses
terbaik
yang
dapat
digunakan
untuk
memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO
menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant.
2. Memperoleh karakteristik produk surfaktan MES berbahan baku metil ester
berbasis PKO yang dihasilkan.
3. Mengetahui kelayakan finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil
ester berbasis PKO.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Semakin
lama
proses
sulfonasi
berlangsung
diduga
akan
semakin
memaksimalkan jumlah MES yang terbentuk, karena dengan semakin
lamanya waktu proses sulfonasi maka akan semakin banyak metil ester dan
natrium bisulfit yang bereaksi membentuk MES
2. Kecepatan pengadukan yang tinggi pada proses sulfonasi diduga akan
menyebabkan jumlah MES yang terbentuk semakin banyak, karena dengan
17
putaran pengadukan yang semakin tinggi maka akan memaksimalkan
pencampuran metil ester dan natrium bisulfit guna bereaksi membentuk MES.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penentuan kondisi proses sulfonasi metil ester sawit berbasis PKO dengan
pereaksi NaHSO3 mengunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant.
Faktor perlakuan yang diteliti adalah lama reaksi dan kecepatan pengadukan
yang digunakan pada proses sulfonasi.
2. Karakterisasi surfaktan MES yang dihasilkan.
3. Analisis finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis
PKO.
18
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Inti Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk ke dalam famili
Arecaceae dan subkelas Monocotyledoneae. Dari buah sawit yang dihasilkan oleh
tanaman ini dihasilkan dua jenis minyak sawit yaitu minyak sawit kasar atau
crude palm oil (CPO) dan minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO). Minyak
sawit kasar atau CPO berupa minyak yang agak kental berwarna kuning jingga
kemerah-merahan. CPO mengandung asam lemak bebas (FFA) 5% dan
mengandung banyak β-carotene atau pro vitamin A (800-900 ppm). Titik leleh
berkisar antara 33-34 °C. Minyak inti kelapa sawit berupa minyak putih
kekuning-kuningan yang diperoleh dari proses ekstraksi inti buah kelapa sawit.
Kandungan asam lemak bebasnya sekitar 5 % (http://www.agroindonesia.com/
sample_report/small.html). Sifat fisik dan karakteristik minyak inti sawit dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik minyak inti sawit
Sifat Fisik dan Kimia
Berat jenis (99o/15,5 o C)
Indeks bias (40o C)
Bilangan iod (g Iod/100 g)
Bilangan penyabunan (mg KOH/g contoh)
Bahan tak tersabunkan (% b/b)
Titik leleh (o C)
Minyak Inti Sawit
0,860 – 0,873
1,449 – 1,452
14 – 22
245 – 255
≤ 0,8
24 – 26
Sumber : Swern (1979)
Baik minyak sawit kasar maupun minyak inti sawit mengandung asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Minyak sawit kasar mengandung asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam
palmitat (46,6%) dan asam oleat (39,3%) merupakan asam lemak yang dominan
yang terkandung dalam minyak sawit kasar, sedangkan kandungan asam lemak
stearatnya sedikit (4,1%). Minyak inti sawit mempunyai kandungan asam lemak
tidak jenuh sekitar 21% dan asam lemak jenuh sekitar 79%. Minyak inti sawit
dominan mengandung asam laurat (50%) dan asam miristat (15%), sedangkan
19
kandungan asam palmitat dan asam stearat masing-masing hanya sekitar 7% dan
2% (Matheson, 1996a).
Sebagai perbandingan, komposisi asam lemak yang
terdapat di dalam minyak sawit kasar (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak inti sawit (PKO) dan minyak sawit
kasar (CPO)
Asam Lemak
Asam Lemak Jenuh :
Kaproat (C6) [CH3(CH2)4COOH]
Kaprilat (C8) [CH3(CH2)6COOH]
Kaprat (C10) [CH3(CH2)8COOH]
Laurat (C12) [CH3(CH2)10COOH]
Miristat (C14) [CH3(CH2)12COOH]
Palmitat (C16) [CH3(CH2)14COOH]
Stearat (C18) [CH3(CH2)16COOH]
Arakhidat (C20) [CH3(CH2)18COOH]
Asam Lemak Tak Jenuh :
Oleat (C18:1) [CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH]
Palmitoleat (C16:1) [CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH]
Linoleat (C18:2) [CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7
COOH]
Linolenat (C18:3) CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2
CH=CH (CH2)7COOH
PKO (%)
CPO (%)
0,1 – 1,5
3–5
3–7
40 – 52
14 – 18
7–9
1–3
0,1 – 1
< 1,2
0,5 – 5,9
32 – 59
1,5 – 8
< 1,0
11 – 19
0,1 – 1
0,5 – 2
27 – 52
< 0,6
5,0 – 14
< 1,5
Sumber : Salunkhe et al. (1992)
Metil Ester
Berdasarkan proses pembuatannya, oleokimia dapat digolongkan menjadi
dua kelompok, yaitu oleokimia dasar yang terdiri dari asam lemak, gliserin, metil
ester, alkohol lemak (fatty alcohol) dan oleokimia turunan yang merupakan
pengolahan lebih lanjut dari oleokimia dasar, seperti metallic soap (stabilizer),
alkohol sulfat, alkanolamida dan metil ester sulfonat (MES) (Libanan, 2002).
Selanjutnya menurut Matheson (1996a), metil ester merupakan produk antara yang
dapat digunakan sebagai bahan baku surfaktan yang berasal dari minyak dan
lemak selain asam lemak (fatty acid) dan alkohol lemak (fatty alcohol).
Metil ester dapat dihasilkan dengan dua cara yaitu : (1) esterifikasi asam
lemak dan (2) transesterifikasi trigliserida.
Menurut Hui (1996), esterifikasi
adalah reaksi antara asam lemak dengan alkohol dengan bantuan katalis untuk
20
membentuk ester. Reaksi tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.
RCOOH
Asam lemak
+
R’OH
Alkohol
RCOOR’ + H2O
Ester
Air
Gambar 1. Reaksi esterifikasi asam lemak (Hui, 1996)
Selanjutnya menurut Hui (1996), transesterifikasi adalah penggantian gugus
alkohol dari suatu ester dengan alkohol lainnya dalam suatu proses yang
menyerupai hidrolisis, dalam hal ini alkohol menggantikan air.
Reaksi
transesterifikasi memisahkan ester dari alkohol. Reaksi ini biasa disebut juga
alkoholisis dan ditunjukkan dalam Gambar 2.
RCOOR’ + R’’OH
Ester
Alkohol
RCOOR’’ + R’OH
Ester
Alkohol
Gambar 2. Reaksi transesterifikasi (Hui, 1996)
Proses transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani merupakan proses
yang efektif untuk mentransformasi molekul trigliserida menjadi molekul asam
lemak. Transesterifikasi meliputi reaksi antara alkohol dan molekul trigliserida
dengan adanya katalis basa atau asam (Matheson, 1996a).
Pada Gambar 3
disajikan reaksi alkoholisis antara minyak atau lemak dengan metanol yang
menghasilkan metil ester.
O
║
R1 ⎯ C ⎯ OCH2
HOCH2
O
║
R1 ⎯ C ⎯ OCH + 3 CH3OH
O
║
HOCH + 3 R ⎯ C ⎯ OCH3
O
║
R1 ⎯ C ⎯ OCH2
HOCH2
Trigliserida
Metanol
Gliserin
Metil ester
Gambar 3. Reaksi pembentukan metil ester (Matheson, 1996a)
21
Definisi metil ester menurut SNI (1999) adalah ester lemak yang dibuat
melalui proses esterifikasi asam lemak dengan metil alkohol dan produknya
berbentuk cairan. Syarat mutu metil ester berdasarkan kualitas metil ester yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat mutu metil ester (SNI, 1999)
No
Jenis Uji
1.
Komposisi
asam
lemak, % b/b
C6
C8
C10
C12
C14
C16
C18
C20
Bilangan asam
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bilangan
penyabunan
Bilangan iod
Kadar air, % b/b
Warna (lovibond)
• Merah
• Kuning
Bahan yang tak
tersabunkan, % b/b
Satuan
Persyaratan berdasarkan kualitas
ME 1
ME 2
ME 3
maks. 6
45 – 65
30 – 55
maks. 0,5
maks. 0,5
maks. 0,5
maks. 1,0
maks. 1,0
47 - 57
15 - 19
8 - 11
18 - 25
maks. 0,5
maks. 0,5
maks. 1,0
maks. 1,0
52 - 58
19 - 23
9 - 13
10 - 15
maks. 0,5
maks. 0,5
325 - 345
225 – 245
235 – 245
maks. 0,5
maks. 0,1
16 – 20
maks. 0,1
8 – 13
maks. 0,1
-
maks. 0,5
maks. 5
maks. 0,5
maks. 5
maks. 0,5
maks. 5
-
maks. 0,5
maks. 0,5
maks. 0,5
mg KOH/g
contoh
mg KOH/g
contoh
g Iod/100 g
-
Surfaktan
Surfaktan banyak dimanfaatkan dan digunakan secara luas dalam berbagai
produk yang diaplikasikan pada berbagai industri dan rumah tangga karena
kemampuannya dalam mempengaruhi tegangan permukaan dan tegangan
antarmuka suatu medium. Definisi surfaktan menurut IUPAC (1997) adalah
suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan
(surface tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (interfacial
tension) antar dua fasa yang sama tetapi berbeda derajat polaritasnya dalam suatu
medium yaitu dengan cara melarutkan surfaktan ke dalam medium tersebut.
Menurut Perkins (1988), pengertian antarmuka (interface) adalah bidang kontak
22
antara dua senyawa dalam fasa yang sama, sedangkan permukaan (surface) adalah
jika antarmuka antara dua senyawa tidak dalam fasa yang sama.
Selanjutnya Perkins (1988) menambahkan tegangan permukaan dari suatu
cairan adalah tekanan internal di bawah permukaan cairan yang disebabkan oleh
gaya tarik-menarik antar molekul cairan itu sendiri. Gaya tarik menarik tersebut
menimbulkan tekanan dari dalam cairan melawan tekanan dari atas permukaan
cairan, sehingga cairan tersebut cenderung untuk membentuk lapisan antarmuka
dengan zat yang lain. Surfaktan dapat mempengaruhi kemampuan dari molekul
cairan tersebut agar dapat berinteraksi dengan zat yang lain dengan cara
menurunkan tegangan permukaannya.
Surfaktan merupakan molekul amphifilik yang memiliki dua gugus yaitu
polar dan nonpolar. Gugus nonpolar bersifat hidrophobik (tidak suka air) dan
mengandung rantai hidrokarbon dengan gugus alkil atau alkilbenzena. Gugus
polar bersifat hidrofilik (suka air) dan mengandung heteroatom seperti O, S, P
atau N yang terikat dalam gugus fungsional seperti alkohol, tiol, eter, ester, asam,
sulfat, sulfonat, fosfat, amina, amida, dan lain sebagainya (Salager, 2002).
Surfaktan diklasifikasikan menjadi empat kelompok besar berdasarkan
muatan ion gugus hidrofiliknya (setelah terdiosiasi dalam media cair), yaitu : (1)
anionik: gugus hidrofiliknya bermuatan negatif, (2) kationik: gugus hidrofiliknya
bermuatan positif, (3) nonionik: gugus hidrofiliknya hampir tidak bermuatan, dan
(4) amfoterik: molekul pada gugus hidrofiliknya bermuatan positif dan negatif,
tergantung pH medium (Perkins, 1988).
Pada Gambar 4 disajikan struktur
molekul surfaktan, sedangkan pada Gambar 5 disajikan molekul surfaktan dalam
suatu sistem emulsi.
Gugus hidrofobik
Gugus hidrofilik
Gambar 4. Struktur molekul surfaktan
(http://simscience.org/membranes/advanced/essay/surfactants.html)
23
Air
Air
Minyak
Minyak
(a)
(b)
Gambar 5. Molekul surfaktan dalam sistem emulsi (a) oil in water (o/w)
(b) water in oil (w/o)
(http://simscience.org/membranes/advanced/essay/surfactants.html)
Surfaktan anionik terdisosiasi di dalam air menjadi gugus anion yang
bermuatan negatif dan gugus kation yang bermuatan postif. Gugus kationnya
secara umum adalah logam alkali (Na+, K+). Contoh surfaktan anionik adalah
natrium lauril eter sulfat, natrium lauril sulfat, dan senyawa amonium. Surfaktan
kationik terdisosiasi di dalam air menjadi gugus kation yang bermuatan positif
dan gugus anion yang bermuatan negatif.
Umumnya gugus anion adalah
golongan halogen. Contoh surfaktan jenis ini adalah olealkonium klorida,
distearildimonium klorida, dan isostearil etildimonium etosulfat.
Surfaktan
nonionik tidak terdisosiasi dalam cairan encer, karena gugus hidrofiliknya dari
jenis yang tidak dapat terdisosiasi seperti gugus alkohol, phenol, eter, ester atau
amina. Contoh surfaktan nonionik adalah poliglikol ester. Surfaktan amfoterik
dalam media cair terdisosiasi menjadi gugus anionik dan kationik pada molekul
surfaktan yang sama. Contoh surfaktan amfoterik dari jenis sintetis adalah betain
dan sulfobetain, sedangkan dari jenis alami adalah asam-asam amino dan
fosfolipid (Salager, 2002). Kelompok dan model surfaktan dapat dilihat pada
Gambar 6.
Diantara kelompok surfaktan, surfaktan anionik diproduksi dalam jumlah
yang lebih besar. Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya
gugus ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa grup sulfat atau sulfonat.
Beberapa contoh surfaktan anionik yaitu alkilbenzen sulfonat linear (LAS),
alkohol sulfat (AS), alkohol eter sulfat (AES), alfa olefin sulfonat (AOS), parafin
(secondary alkane sulfonate, SAS), dan metil ester sulfonat (MES) (Matheson,
1996b).
24
Kelompok
Surfaktan ionik
Model
Anionik
Kationik
Amfoterik
Surfaktan nonionik
: Gugus
hidrofobik
: Gugus hidrofilik
Sumber : (http://www.sdk.co.jp/shodex/english/dc080301.htm)
Gambar 6. Kelompok dan model surfaktan
Surfaktan secara umum digunakan untuk menurukan tegangan antarmuka,
meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi
emulsi. Selain itu surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak
atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat
penggabungan partikel yang terdispersi.
Pada beberapa industri, surfaktan
digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi,
atau bahan penetrasi (Georgiou et al., 1992; Rieger, 1985).
Metil Ester Sulfonat
Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik. Bagian
aktif permukaan (surface-active) surfaktan MES mengandung gugus sulfonat.
Formula umum surfaktan MES adalah RSO3Na, dimana gugus R merupakan grup
hidrokarbon yang dapat didegradasi pada struktur molekul surfaktan. Grup
hidrokarbon R berupa alkil dan produk tersebut dapat dicampur secara acak
dengan isomer lainnya selama isomer tersebut tidak mengandung rantai bercabang
yang dapat mengganggu sifat biodegradable gugus sulfonat (Watkins, 2001).
Struktur kimia metil ester sulfonat (MES) dapat dilihat pada Gambar 7.
O
║
R—CH—C—OCH3
│
SO3Na
Gambar 7. Struktur kimia metil ester sulfonat (Watkins, 2001)
25
Menurut Watkins (2001), jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan metil ester sulfonat (MES) adalah kelompok minyak nabati
seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak
kedelai, atau tallow.
Selanjutnya menurut Matheson (1996b), MES berbahan
minyak nabati memiliki kinerja yang sangat menarik,
diantaranya adalah
karakteristik dispersi dan sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan
tingkat kesadahan yang tinggi (hard water), tidak mengandung ion fosfat, ester
asam lemak C14, C16 dan C18 memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat
mudah didegradasi (good biodegradability).
Metil ester sulfonat (MES) yang berbentuk concentrated pasta, solid flake,
atau granula telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk
pembersih (washing and cleaning products). MES dari minyak nabati yang
mengandung atom karbon C10, C12 dan C14 biasa digunakan untuk light duty
dishwashing detergent, sedangkan MES dari minyak nabati dengan atom karbon
C16-18 dan tallow biasa digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair (liquid
laundry detergent) (Matheson, 1996b).
Karakteristik dari MES komersial
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik MES komersial
Analisa
Metil ester sulfonat (MES) (%)a
Disodium karboksi sulfonat (%)a
Metanol (%)a
Air (%)a
pHa
Tegangan permukaan (mN/m)b
Tegangan antar muka (mN/m)b
Klett color, 5 % aktifa
Di-metil sulfat (%)a
Nilai
83,0
3,5
0,07
2,3
5,3
39 – 40,2
8,4 – 9,7
310
7,2
Sumber : aSheats dan MacArthur, (2002), b Pore (1993)
Proses Produksi Surfaktan MES
Minyak sawit yang sebagian besar terdiri dari gugus asam oleat dan palmitat
merupakan sumber bahan baku potensial untuk memproduksi surfaktan anionik
jenis ester sulfonat. Pembuatan ester sulfonat ini dapat dilakukan melalui proses
26
sulfonasi metil ester asam lemak minyak sawit atau inti sawit menghasilkan metil
ester sulfonat tanpa melalui reaksi sementara (Hermawan dan Sadi, 1997).
Umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa
antara metil ester dan alkohol lemak (fatty alcohol). Beberapa proses yang dapat
diterapkan untuk menghasilkan surfaktan, diantaranya yaitu proses sukrolisis
untuk menghasilkan surfaktan sukrosa ester, proses amidasi untuk menghasilkan
surfaktan alkanolamida, dan proses sulfonasi untuk menghasilkan surfaktan metil
ester sulfonat (Sadi, 1994; Libanan, 2002).
Proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi
kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak dan alkohol lemak. Diistilahkan
sebagai sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan grup sulfat pada
senyawa organik.
Jenis minyak yang biasa disulfonasi adalah minyak yang
mengandung ikatan rangkap ataupun grup hidroksil pada molekulnya.
Pada
industri surfaktan, bahan baku minyak yang digunakan adalah minyak berwujud
cair yang kaya akan ikatan rangkap (Bernardini, 1983).
Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit,
NaHSO3, atau gas SO3 dengan ester asam lemak (Bernardini, 1983; Watkins,
2001). Menurut Foster (1996), proses sulfonasi menggunakan SO3 dilakukan
dengan melarutkan SO3 secara langsung dengan udara yang sangat kering dan
direaksikan secara langsung dengan bahan baku organik yang digunakan. Sumber
gas SO3 yang digunakan dapat berbentuk SO3 cair ataupun SO3 yang diproduksi
dari hasil pembakaran sulfur. Reaksi gas SO3 dengan bahan organik cukup cepat
dan bersifat stokiometrik. Proses ini cukup rumit pada berbagai kemungkinan
reaksi sehingga diperlukan kontrol proses yang ketat.
Proses sulfonasi
menggunakan gas SO3 memiliki biaya proses yang paling rendah dibandingkan
dengan menggunakan bahan lainnya pada proses sulfonasi dan menghasilkan
produk dengan kualitas yang tinggi. Namun hanya sesuai untuk proses yang
bersifat kontinyu dengan volume produksi yang besar, selain itu dibutuhkan
peralatan produksi yang mahal dengan tingkat ketepatan yang tinggi, dan
disyaratkan personel pengoperasian yang terlatih.
Pemilihan proses sulfonasi tergantung pada banyak faktor, diantaranya
adalah : karakteristik dan kualitas produk akhir yang diinginkan, kapasitas
27
produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem
pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil proses. Untuk
menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus
dipertimbangkan adalah rasio molar reaktan, suhu reaksi, lama reaksi, jenis dan
konsentrasi katalis, laju alir bahan, kecepatan pengadukan, konsentrasi grup sulfat
yang ditambahkan (SO3, NaHSO3, asam sulfit), waktu netralisasi, pH dan suhu
netralisasi (Foster, 1996). Reaksi sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi
pada tiga sisi, yaitu (1) rantai tidak jenuh (ikatan rangkap), (2) bagian α-atom
karbon, (3) gugus karboksil. Kemungkinan terikatnya grup sulfat disajikan pada
Gambar 8.
H
H
H
C
C
H
H m
H
CH
CH
C
O
CH2
C
H n
1
OH
2
3
Gambar 8. Kemungkinan terikatnya grup sulfat yang digunakan dalam proses
sulfonasi (Jungermann, 1979)
Proses sulfonasi dapat juga dikatakan sebagai proses oksidasi. Proses
sulfonasi dengan menggunakan senyawa bisulfit sangat menguntungkan karena
senyawa bisulfit merupakan sulfometil agen. Natrium bisulfit (NaHSO3)
merupakan sulfur padat yang mengandung gugus natrium. Natrium bisulfit tidak
bersifat racun meskipun serbuknya dapat menyebabkan iritasi mata dan juga
menyesakkan bila terhirup. Natrium bisulfit harus disimpan dalam kondisi sejuk,
bersih, di tempat kering dan harus dijauhkan dari bahan-bahan yang bersifat
korosif. Dengan penggunaan natrium bisulfit, maka produk MES yang dihasilkan
telah berikatan dengan gugus natrium tanpa perlu dilakukan proses netralisasi
terlebih dahulu, sehingga penggunaan natrium bisulfit dapat mempersingkat
waktu proses pembentukan MES walaupun masih menghasilkan di-salt sebagai
produk samping dari reaksi. Reaksi yang terjadi pada proses sulfonasi dengan
menggunakan natrium bisulfit dapat dilihat pada Gambar 9.
28
O
O
NaHSO3
+
CH3...CH=CH – C – OCH3
CH3...CH2 – CH – C – OCH3
SO3Na
Natrium bisulfit
Metil ester
MES
Gambar 9. Reaksi kimia antara metil ester dan natrium bisulfit untuk
menghasilkan metil ester sulfonat (Pore, 1993).
Terbentuknya di-salt atau disodium karboksi sulfat sebagai produk samping
pada proses sulfonasi dapat menghasilkan krakteristik MES yang kurang baik
seperti sensitif terhadap air sadah, menurun daya kelarutannya dalam air dingin,
daya deterjensi menjadi 50 persen lebih rendah, dan umur simpan produk menjadi
lebih singkat. Selain itu keberadaan di-salt ini dapat menyebabkan sifat aktif
permukaan surfaktan menjadi lebih rendah (Swern, 1979). Proses terbentuknya
dinatrium karboksi sulfonat (di-salt) pada saat proses netralisasi disajikan pada
Gambar 10.
O
O
CH3..CH–CH2–C–OCH3
+ NaOH
SO3H
SO3Na
Basa
+ NaOH
Air
CH3..CH–CH2–C–ONa + CH3OH
SO3Na
SO3Na
Metil ester sulfonat
Metil ester sulfonat
(I)
O
O
CH3..CH–CH2–C–OCH3
CH3..CH–CH2–C–OCH3 + H2O
Basa
Dinatrium karboksi
sulfonat (di-salt)
(II)
Metanol
Gambar 10. Reaksi kimia pembentukan di-salt dan metanol (MacArthur et al.,
2002)
29
Lama Reaksi
Pembentukan produk dari pereaksi berhubungan dengan lama reaksi. Setiap
reaksi kimia membutuhkan waktu yang berbeda dalam menyelesaikan reaksi
sampai menghasilkan produk. Lama reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain karakteristik pereaksi dan produk serta kondisi reaksi yang dijalankan.
Secara umum semakin lama waktu interaksi antar pereaksi maka akan
menghasilkan produk yang semakin banyak, namun akan konstan pada suatu
waktu tertentu. Interaksi antar pereaksi pada suatu reaksi kimia dapat dilakukan
dengan cara perataan pereaksi melalui pengadukan (Ebbing dan Wrighton, 1990).
Maharlika (2003) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh kondisi rasio
mol reaktan dan lama reaksi terhadap produksi surfaktan metil ester sulfonat
(MES). Proses sulfonasi dilakukan pada skala laboratorium (100 ml), dengan
menggunakan reaktor untuk mereaksikan metil ester minyak sawit sebagai bahan
baku utama dengan natrium bisulfit. Proses produksi surfaktan dalam penelitian
tersebut dilakukan secara batch, dengan mencampurkan bahan baku, pereaksi dan
katalis secara langsung dalam reaktor. Setelah suhu metil ester mencapai 40 oC,
natrium bisulfit dimasukkan ke dalam reaktor. Katalis Al2O3 dimasukan sesaat
setelah natrium bisulfit selesai dimasukan ke dalam reaktor.
ditambahkan sebanyak 1 persen (b/b).
Katalis yang
Selama proses sulfonasi berlangsung,
kecepatan pengadukan dan suhu reaksi dipertahankan stabil pada 400 rpm dengan
suhu 80 oC. Kondisi proses sulfonasi yang memberikan pengaruh terbaik dari
rasio mol reaktan dan lama reaksi adalah rasio mol 1 : 1,5 dengan lama reaksi 4,5
jam.
Hambali et al.(2003) telah melakukan kajian pengaruh suhu dan kecepatan
pada proses produksi surfaktan MES dari metil ester berbasis minyak inti sawit.
Proses sulfonasi dilakukan dengan menambahkan NaHSO3 dan katalis Al2O3
sebanyak 1% ke dalam metil ester. Perbandingan metil ester dengan NaHSO3
yang ditambahkan adalah 1 : 1,2 mol. Proses berlangsung selama 3 jam. Kondisi
yang memberikan pengaruh terbaik pada proses sulfonasi untuk memproduksi
surfaktan metil ester sulfonat (MES) ditinjau dari suhu dan kecepatan pengadukan
adalah pada suhu 100oC dengan kecepatan pengadukan 500 rpm.
30
Penelitian untuk melihat pengaruh konsentrasi katalis Al2O3 pada proses
produksi metil ester sulfonat dari metil ester dominan oleat minyak inti sawit telah
dilakukan oleh Safitri (2003). Proses sulfonasi dilakukan dengan menambahkan
NaHSO3 dengan perbandingan metil ester dan NaHSO3 adalah 1 : 1,2. Kondisi
proses ditetapkan pada suhu 80 0C, kecepatan pengadukan 400 rpm, dan lama
proses selama tiga jam. Proses sulfonasi yang memberikan pengaruh terbaik
didapatkan pada penggunaan katalis Al2O3 dengan konsentrasi 1,5 %.
Suryani et al. (2003) telah melakukan optimasi proses produksi MES dari
metil ester minyak inti sawit baik sebelum maupun sesudah proses pemurnian
MES. Kondisi terbaik untuk proses sulfonasi sebelum pemurnian diperoleh pada
perlakuan dengan kecepatan agitasi 300 rpm dan lama reaksi 5 jam. Titik optimasi
terbaik untuk proses sulfonasi dan pemurnian MES dengan menggunakan metanol
terjadi pada perlakuan kecepatan agitasi 300 rpm, lama reaksi 4,6 jam, dan
penambahan metanol sebanyak 50%. Data hasil pengujian produk surfaktan MES
yang dilakukan oleh beberapa peneliti disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Data hasil pengujian surfaktan MES yang diproduksi pada berbagai
kondisi proses
Kondisi Proses
a)
Parameter
- pH
- Tingkat kecerahan
warna (L)
- Penuruan tegangan
permukaan
(mN/m)
- Penurunan
tegangan antar
muka (mN/m)
- Stabilitas emulsi
(menit)
- Lama pembusaan
(jam)
Bahan baku : Metil
ester berbasis PKO
Katalis : Al2O3 1%
Pereaksi : NaHSO3
Rasio mol : 1 : 1,2
Suhu : 100oC
Kec. pengadukan :
500 rpm
Lama proses : 3 jam
b)
Bahan baku : Metil
ester berbasis PKO
Katalis : Al2O3 1,5%
Pereaksi : NaHSO3
Rasio mol : 1 : 1,5
Suhu : 80oC
Kec. pengadukan :
400 rpm
Lama pr
SINTESA METIL ESTER SULFONAT
DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO
PADA SKALA PILOT PLANT
ARI IMAM SUTANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
2
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebahagian atau seluruh dalam
Bentuk apapun, baik cetak, fotokopy, microfilm, dan sebagainya
3
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Sintesa Metil
Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant
adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Bogor, Februari 2007
Yang menyatakan,
Ari Imam Sutanto
NIM F 351020261
4
ABSTRAK
ARI IMAM SUTANTO. Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan
Baku PKO pada Skala Pilot Plant. Pembimbing : ANI SURYANI, ERLIZA
HAMBALI dan PRAYOGA SURYADARMA.
Salah satu industri oleokimia berbasis minyak sawit yang mempunyai
prospek untuk dikembangkan di Indonesia adalah industri surfaktan. Surfaktan
merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent)
yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi atau biokimia. Surfaktan telah
diaplikasikan secara luas di berbagai industri sebagai komponen bahan adhesif,
pembasah, pembusa, pengemulsi, atau bahan penetrasi Salah satu jenis surfaktan
berbasis bahan alami yang saat ini sedang banyak diteliti dan dikembangkan
adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Surfaktan MES merupakan salah satu
surfaktan anionik yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak
sawit melalui proses sulfonasi.
Penelitian mengenai proses produksi surfaktan MES pada skala
laboratorium telah banyak dilakukan dan memberikan hasil produk yang dapat
diaplikasikan pada berbagai produk kosmetika, pembersih, personal care product
dan untuk aplikasi EOR di pertambangan minyak bumi. Pada tahap peningkatan
skala produksi surfaktan MES dari skala laboratorium ke skala pilot plant,
perlakuan lama reaksi dan kecepatan pengadukan pada reaktor pemroses penting
untuk diperhatikan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) mendapatkan kondisi proses yang
dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester
berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant, (2)
memperoleh karakteristik produk surfaktan MES berbahan baku metil ester
berbasis PKO yang dihasilkan, (3) mengetahui kelayakan finansial industri
surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO.
Proses sulfonasi metil ester minyak inti sawit dilakukan dengan sistem
batch menggunakan tangki reaktor sulfonasi skala 100 L. Proses sulfonasi
dilakukan dengan mencampurkan metil ester dan reaktan NaHSO3 pada nisbah
mol reaktan 1:1,2. Suhu proses yang digunakan adalah 100oC. Pada penelitian
ini variable proses yang diduga berpengaruh terhadap kualitas produk MES adalah
kecepatan pengadukan selama proses dan lama proses sulfonasi. Perlakukan
kecepatan pengadukan terdiri dari 3 taraf, yaitu kecepatan 140, 160 dan 180 rpm.
Perlakuan lama proses sulfonasi adalah setiap interval 30 menit selama selang
waktu 0-360 menit. Karakterisasi produk MES yang dihasilkan meliputi uji timol
biru, pH, warna (kecerahan), kemampuan menurunkan tegangan permukaan,
kemampuan menurunkan tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa,
dan daya deterjensi.
Penentuan model persamaan hubungan antara paramater kualitas produk
dengan perlakukan yang dikenakan digunakan metode penyesuaian kurva (curve
fitting method). Penentuan kondisi proses sulfonasi yang dapat digunakan untuk
memproduksi MES dengan menggunakan reaktor sulfonasi yang ada dilakukan
dengan metode regresi berganda. Kriteria kelayakan investasi yang dianalisis
5
yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Retrun (IRR), Net Benefit-Cost
Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Pay Back Period (PBP) dan analisis
sensitivitas.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa reaktor sulfonasi yang ada
dapat digunakan untuk memproduksi surfkatan MES secara batch dengan
NaHSO3 sebagai agen pesulfonasinya. Krakteristik produk MES yang dihasilkan
adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru : positif, (2) pH MES sebelum proses
pemurnian : 3,53 - 5,94, (3) pH MES setelah proses pemurnian : 5,77 - 6,21, (4)
tingkat kecerahan: 61,90 - 66,71 L, (5) penurunan tegangan permukaan : 27,75
(55,5%) - 32,90 dyne/cm (65,80%), (6) penurunan tegangan antarmuka : 28,00
dyne/cm (70%) - 31,85 dyne/cm (79,63%), (7) stabilitas emulsi : 72,25 -76,25%,
(8) stabilitas busa : 4,63 - 8,06 jam, (9) daya deterjensi yang ditunjukan dengan
tingkat kekeruhan : 0,101 - 0,296 A. Kondisi proses produksi surfaktan MES
yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES dengan reaktor
sulfonasi yang ada adalah pada perlakuan kecepatan pengadukan 179,6 rpm dan
lama reaksi 258,9 menit. Pada kondisi tersebut karakterisk MES yang dihasilkan
adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru : positif, (2) pH MES sebelum proses
pemurnian : 3,60, (3) pH MES setelah proses pemurnian : 5,94, (3) tingkat
kecerahan: 62,80 L, (4) penurunan tegangan permukaan : 31,80 dyne/cm
(63,68%), (5) penurunan tegangan antarmuka : 30,55 dyne/cm (76,38%), (7)
stabilitas emulsi : 74,95%, (8) stabilitas busa : 8,29 jam, (9) daya deterjensi yang
ditunjukan dengan tingkat kekeruhan : 0,27 A.
Analisis finansial terhadap kelayakan pendirian industri surfaktan MES
menunjukkan kebutuhahan dana investasi yang diperlukan adalah sebesar
Rp 28.123.707.895,-. Perhitungan kriteria investasi memberikan hasil (1) NPV :
Rp 13.707.106.258,-, (2) IRR : 25,70 persen, (3) B/C : 1,49, (4) PBP : 3,94 tahun,
(5) BEP : Rp 1.680.659.331,-, dan (6) analisis sensitivitas : proyek masih layak
dilaksanakan jika terjadi kenaikan kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen
atau jika terjadi penurunan harga jual sebesar 5 persen.
Kata kunci : metil ester sulfonat, sulfonasi, surfaktan, skala pilot plant
6
ABSTRACT
ARI IMAM SUTANTO. Methyl Ester Sulfonates Synthesis from Methyl Ester
Based on PKO in Pilot Plant Scale. Tutors: ANI SURYANI, ERLIZA
HAMBALI and PRAYOGA SURYADARMA.
One of the palm oil-based oleochemical industry which has a great prospect
to be developed in Indonesia is the surfactant industry. Surfactant is a surface
active agent which can be produced by chemical or biochemical synthesis.
Surfactant has been widely applied in several kind of industries as adhesive,
wetting, foaming, emulsifier, or penetrating material component. One kind of the
natural-based surfactant which currently has been researched and developed is the
methyl ester sulfonates (MES) surfactant. MES surfactant is one of the anionic
surfactant which can be made using the methyl ester from palm oil through the
sulfonation process.
Research on the MES surfactant production process at the laboratory scale
has been conducted many times and it gives product result that can be applied on
many kinds of cosmetics, cleaner, and personal care products, and also for
enhanced oil recovery (EOR) application on the oil mining. At the upgrading
stage of MES surfactant production scale from the laboratory scale to the pilot
plant scale, treatment of reaction time and stirring speed on the processing reactor
is important to be noticed.
The objectives of this research are: (1) to get the process condition which
can be used to produce MES surfactant made from PKO-based methyl ester using
sulfonation reactor at the pilot plant scale, (2) to obtain the characteristic of the
produced MES surfactant product made from PKO-based methyl ester, (3) to get
the financial feasibility of the industry of MES surfactant made from PKO-based
methyl ester.
Sulfonation process of palm kernel oil methyl ester is conducted using
batch system in 100 L scale sulfonation reactor tank. Sulfonation process is
conducted by mixing the methyl ester and NaHSO3 reactant at reactant mol ratio
1:1.2. Temperature of the process is 100oC. In this research, process variables
which are supposed to influence the quality of MES product are the stirring speed
at the process and the duration of sulfonation process. The treatment of stirring
process consists of 3 grades, those are at the speed of 140, 160 and 180 rpm. The
treatment of sulfonation process duration is in every 30 minutes interval in period
of 0-360 minutes. Characterization of produced MES product includes test of
blue thymol, pH, color (brightness), surface tension decreasing ability, interface
tension decreasing ability, emulsion stability, foam stability, and detergency.
Determination of relational equation model between product quality
parameter and treatment, is using the curve fitting method. Determination of
sulfonation process condition, which can be used to produce MES using the
existing sulfonation reactor, is conducted using the multi-regression method. The
analyzed investment feasibility criteria are Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP),
Pay Back Period (PBP) and sensitivity analysis.
7
From the result of this research, it can be concluded that the existing
sulfonation reactor can be used to produce MES surfactant using batch system
with NaHSO3 as the sulfonating agent. The characteristics of the produced MES
product are: (1) blue thymol test gives a positive result, (2) pH before purification
: 3.53 – 5.94, (3) pH after purification: 5.77-6.21, (4) brightness level: 61.9066.71 L, (5) surface tension decreasing: 27.75 (55.5%)-32.90 dyne/cm (65.80%),
(6) interface tension decreasing: 28.00 dyne/cm (70%)-31.85 dyne/cm (79.63%),
(7) emulsion stability: 72.25 -76.25%, (8) foam stability: 4.63 - 8.06 hours, (9)
detergency which is indicated by the turbidity level: 0.101-0.296 A. Process
condition of MES surfactant production which can be used to produce the MES
surfactant using the existing sulfonation reactor is in the treatment where the
stirring speed equal to 179.6 rpm and the reaction length equal to 258.9 minutes.
In that condition, the characteristics of produced MES are: (1) blue thymol test
gives a positive result, (2) pH before purification: 3.60, (3) pH after purification:
5.94, (4) brightness level: 62.80 L, (4) surface tension decreasing: 31.80 dyne/cm
(63.68%), (5) interface tension decreasing: 30.55 dyne/cm (76.38%), (8) emulsion
stability: 74.95%, (8) foam stability: 8.29 hours, (9) detergency level which is
indicated by the turbidity level: 0.27 A.
Financial analysis on the MES surfactant industry establishment feasibility
indicates that required investment fund is Rp 28,123,707,895.-. Calculation on
investment criteria gives the result as follows: (1) NPV: Rp 13,707,106,258.-, (2)
IRR: 25.70%, (3) B/C: 1.49, (4) PBP: 3.94 years, (5) BEP: Rp 1,680,659,331.-,
and (6) sensitivity analysis: this project is still feasible to implement if there is an
increase of material price equal to 10% or if there is a decrease of selling price
equal to 5%. Financial analysis calculation on the MES surfactant industry
indicates this industry is feasible to be established.
Keywords : methyl ester sulphonates, sulfonation, surfactant, pilot plant
8
SINTESA METIL ESTER SULFONAT
DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO
PADA SKALA PILOT PLANT
ARI IMAM SUTANTO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
9
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa
NIM
:
:
Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan
Baku PKO pada Skala Pilot Plant
Ari Imam Sutanto
F351020261
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Ani Suryani, DEA
Ketua
Dr.Ir. Erliza Hambali, MSi
Anggota
Prayoga Suryadarma, STP, MT
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Irawadi Jamaran
Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 02 Februari 2007
Tanggal Lulus :
10
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
tesis yang berjudul “Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan
Baku PKO pada Skala Pilot Plant”. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi
Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Selama melakukan studi dan menyelesaikan penulisan tesis ini penulis
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun
materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
1. Dr.Ir. Ani Suryani, DEA selaku ketua komisi pembimbing atas bimbingan,
bantuan, masukan, arahan dan perhatiannya selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan S2 di IPB.
2. Dr.Ir. Erliza Hambali, MSi, selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan dukungan, bimbingan, bantuan, masukan dan arahan baik
itu dalam kegiatan studi di IPB maupun di luar kegiatan studi.
3. Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku anggota komisi pembimbing atas
bimbingan, bantuan, arahan dan masukkan kepada penulis selama penelitian
hingga penyelesaian penulisan tesis ini.
4. Dr.Ir. Dwi Setyaningsi, MSi sebagai penguji luar komisi atas kesediaan waktu,
masukkan dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini.
5. Ayahanda Drs. Soebroto, Ibunda Sunarmi, serta adik-adik tercinta Susanto
Budi Susilo dan Sri Utami Rahayuningsih atas kesabaran, semangat dan
motivasi yang diberikan.
6. PT Adev Prima Mandiri dan segenap crew, khususnya Ir. Mira Rivai, MSi dan
Ir. Hisworo R. atas kesempatan dan dukungan yang diberikan.
7. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi – IPB atas fasilitas penelitian yang
diberikan.
8. Rekan-rekan satu angkatan TIP 2002, khususnya Mb Kia, Dony Hidayat,
Zumi Zaidah, dan Dony Sumarna atas kebersamaan dan bantuannya selama
ini.
9. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu selama penulis melakukan studi
dan penelitian di IPB.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
dan kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya bagi perkembangan
industri oleokimia berbasis sawit di Indonesia.
Bogor, Februari 2007
Ari Imam S.
11
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Februari 1978 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Soebroto dan Sunarmi. Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di
Bogor. Lulus dari SMAN 1 Bogor pada tahun 1996 penulis melanjutkan
pendidikan sarjana di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Undangan Seleksi
masuk IPB (USMI). Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2001.
Penulis memulai pekerjaan sebagai staf proyek di Center for Development
of Safe Agroindustrial Processes (CDSAP) - IPB pada tahun 2001. Pada tahun
2002 penulis melanjutkan pendidikan program Magister pada Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saat
ini penulis bekerja pada PT Adev Prima Mandiri di Bogor.
12
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface
active agent) yang dapat diproduksi secara kimiawi atau biokimia. Surfaktan
mempunyai kemampuan untuk menggabungkan bagian antar fase yang berbeda
seperti udara-air, atau fase yang memiliki derajat polaritas yang berbeda seperti
minyak-air.
Sifat khas surfaktan ini disebabkan oleh struktur ampifilik yang
dimilikinya, yang berarti dalam satu molekul surfaktan mengandung gugus
hidrofilik yang bersifat polar dan gugus hidrofobik yang bersifat nonpolar.
Surfaktan telah diaplikasikan secara luas pada berbagai industri seperti
industri farmasi, industri deterjen, industri kosmetika, industri kimia, industri
pertanian dan industri pangan.
Dalam industri-industri tersebut surfaktan
digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi,
atau bahan penetrasi.
Secara umum surfaktan dapat dibagi menjadi empat
kelompok besar, yaitu kelompok anionik, nonionik, kationik dan amfoterik.
Pembagian jenis surfaktan ini berdasarkan muatan ion pada gugus hidrofiliknya.
Kelompok surfaktan yang saat ini paling banyak diproduksi dan
diaplikasikan secara luas pada berbagai industri adalah surfaktan anionik. Salah
satu jenis surfaktan anionik yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan
di Indonesia adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Surfaktan jenis ini
dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku minyak sawit. Menurut
Matheson (1996a), metil ester sulfonat memperlihatkan karakteristik dispersi yang
baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang
tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C14, C16 dan C18
memberikan tingkat deterjensi yang baik.
Jenis surfaktan anionik yang lain yang juga banyak terdapat di pasaran
adalah linier alkilbenzen sulfonat (LAS). Surfaktan jenis ini merupakan surfaktan
yang disintesis secara kimia dari minyak bumi (petroleum). Berkaitan dengan isu
lingkungan, surfaktan berbasis bahan alami saat ini menjadi lebih difokuskan
untuk dikembangkan. Surfaktan MES merupakan salah satu surfaktan anionik
13
yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak sawit. Kelebihan
minyak sawit jika digunakan sebagai bahan baku surfaktan adalah sifatnya yang
terbarukan (renewable resources), lebih bersih (cleaner), dan lebih ramah
lingkungan (environment friendly) jika dibandingkan dengan surfaktan berbasis
petrokimia.
Pada tahun-tahun mendatang kebutuhan surfaktan untuk berbagai industri
diperkirakan akan meningkat dan surfaktan MES diperkirakan akan menjadi
surfaktan yang paling banyak diproduksi. Menurut data BPS (2006), jumlah
impor surfaktan (anionik, kationik, dan nonionik) dalam negeri pada tahun 2005
diperkirakan mencapai 26,76 ribu ton dengan nilai sekitar US $ 53,57 juta.
Kebutuhan akan surfaktan saat ini sebagian besar didominasi oleh industri yang
memproduksi beragam produk deterjen, pembersih, perawatan diri, dan
kosmetika. Pada Tabel 1 disajikan jumlah dan nilai impor beberapa kelompok
surfaktan selama 5 tahun terakhir.
Tabel 1. Jumlah dan nilai impor surfaktan Indonesia
Tahun
Surfaktan Anionik
Jumlah
Nilai
(kg)
(US $)
2001
4.853.438
2002
5.144.644
2003
5.894.258
2004
6.408.349
2005
7.165.043
Sumber : BPS (2006)
9.280.562
10.329.265
10.700.582
13.048.411
14.181.868
Surfaktan Kationik
Jumlah
Nilai
(kg)
(US $)
1.990.255
2.205.202
2.252.899
2.875.302
2.871.073
4.461.984
4.729.703
4.571.643
4.597.025
5.102.598
Surfaktan Nonionik
Jumlah
Nilai
(kg)
(US $)
9.751.570
12.735.550
13.788.242
13.742.975
16.720.457
16.252.737
27.629.653
27.515.606
28.088.360
34.282.597
Kegiatan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang saat ini sedang
gencar dilakukan di Indonesia akan mempunyai nilai yang sangat strategis di masa
yang akan datang. Berbagai produk turunan minyak sawit seperti produk-produk
oleokimia termasuk surfaktan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Pengembangan industri hilir kelapa sawit ini didukung oleh ketersediaan bahan
baku kelapa sawit yang cukup banyak tersedia di Indonesia. Badan Pusat Statistik
(2006) mencatat produksi sawit Indonesia tahun 2005 mencapai 15 juta ton
dengan tingkat produksi CPO (crude palm oil) sekitar 12,5 juta ton dan PKO
(palm kernel oil) sekitar 2,5 juta ton. Produksi tersebut dihasilkan dari total areal
perkebunan sawit yang mencapai 5,6 juta hektar dengan tingkat produktifitas ratarata 3,5 ton/hektar/tahun.
14
Saat ini minyak sawit Indonesia lebih didominasi oleh produksi CPO. CPO
lebih banyak dimanfaatkan untuk produk pangan seperti untuk minyak goreng,
mentega dan shortening.
Dengan demikian pemanfaatan PKO untuk produk
nonpangan lebih menarik untuk dilakukan. PKO dapat digunakan sebagai sumber
bahan baku potensial untuk memproduksi surfaktan MES. Sebelum digunakan
sebagai bahan baku surfaktan, PKO direaksikan terlebih dahulu dengan metanol
melalui proses transesterifikasi menjadi metil ester. Metil ester ini yang kemudian
digunakan sebagai bahan baku pembuatan surfaktan metil ester sulfonat (MES)
melalui proses sulfonasi.
Kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh suatu industri
merupakan salah satu usaha industri tersebut untuk meningkatkan keunggulan
bersaing produknya dalam suatu pasar. Termasuk dalam hal ini adalah kegiatan
penelitian dan pengembangan untuk produk surfaktan MES. Pekerjaan penelitian
mulai dari skala laboratorium hingga skala industri menjadi hal yang sangat
penting dilakukan untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
Salah satu
tahapan penelitian dari pengembangan suatu produk yang perlu dilalui setelah
tahapan penelitian skala laboratorium namun sebelum diaplikasikan ke skala
industri adalah kegiatan uji coba pada skala pilot plant.
Pada uji coba skala pilot plant dilakukan peningkatan skala dari penelitian
yang dilakukan pada skala laboratorium ke skala yang lebih besar. Dalam hal ini
peningkatan skala dilakukan untuk menunjukkan bagaimana sebuah sistem dalam
skala besar dirancang dan dibangun berdasarkan hasil percobaan model pada skala
kecil. Peningkatan skala menurut Kataisto (2001) merupakan suatu studi yang
mengolah dan memindahkan data hasil percobaan ke dalam skala pilot plant atau
dari percobaan skala pilot plant ke dalam skala yang lebih besar. Peningkatan
skala dilakukan untuk menguji dan mengidentifikasi variabel-variabel kritis dalam
suatu proses. Selain itu juga untuk melihat apakah variabel-variabel pada skala
yang lebih kecil memberikan pengaruh yang sama atau berbeda pada saat
peningkatan skala.
Peningkatan proses dari skala laboratorium ke skala pilot
plant dilakukan untuk memperoleh model skala kecil yang nantinya digunakan
sebagai disain untuk skala proses atau peralatan yang lebih besar lagi.
Keberhasilan peningkatan proses produksi di skala pilot plant dapat dijadikan
15
model untuk pengembangan proses ke skala industri.
Penelitian mengenai proses produksi surfaktan MES pada skala laboratorium
telah banyak dilakukan dan memberikan hasil produk yang dapat diaplikasikan
pada berbagai produk kosmetika, pembersih, personal care product dan untuk
aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR) di pertambangan minyak bumi. Melihat
potensi pengembangan dan pemanfaatan surfaktan MES yang sedemikian besar,
maka penelitian untuk memproduksi surfaktan MES pada skala yang lebih besar
perlu dilakukan. Penentuan kondisi proses produksi surfaktan MES pada skala
pilot plant selain dilakukan untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan hasil
percobaan pada skala laboratorium juga dilakukan untuk melihat kinerja alat yang
digunakan. Pada tahap peningkatan skala produksi surfaktan MES dari skala
laboratorium ke skala pilot plant, kondisi pencampuran pada reaktor pemroses
yaitu lama reaksi dan kecepatan pengadukan penting untuk diperhatikan.
Pencampuran berkaitan erat dengan terjadinya reaksi kimia dari dua atau
lebih zat dalam membentuk hasil reaksi. Reaksi kimia terjadi karena adanya
tumbukan antara molekul-molekul dari zat yang bereaksi. Pembentukan produk
akibat pencampuran dari pereaksi berhubungan dengan lama reaksi dan kecepatan
pengadukan yang digunakan.
Setiap reaksi kimia membutuhkan waktu yang
berbeda dalam menyelesaikan reaksi sampai menghasilkan produk. Lama reaksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik pereaksi dan produk
serta kondisi reaksi yang dijalankan (Ebbing dan Wrighton, 1990). Secara umum
semakin lama waktu interaksi antar pereaksi maka akan menghasilkan produk
yang semakin banyak, namun akan konstan pada suatu waktu tertentu. Interaksi
antar pereaksi pada suatu reaksi kimia dapat dilakukan dengan cara perataan
pereaksi melalui pengadukan.
Pengadukan merupakan salah satu operasi proses yang banyak digunakan
secara luas dalam kegiatan produksi pada industri kimia, pangan, farmasi dan lain
sebagainya. Pengadukan dilakukan di dalam tangki berpengaduk. Pengadukan
dalam proses produksi bertujuan untuk mendapatkan homogenitas pencampuran
yang tinggi, dengan waktu pencampuran yang singkat dan konsumsi energi yang
rendah. Menurut Tatterson (1991), faktor yang harus diperhatikan pada proses
pengadukan adalah : (1) sifat bahan yang akan dicampur, meliputi sifat fisik,
16
kimia, biologis, maupun sifat reologi fluida; (2) faktor peralatan, seperti bentuk,
ukuran tangki dan pengaduk; dan (3) kondisi pencampuran.
Berdasarkan uraian di atas, kondisi pencampuran yaitu lama reaksi dan
kecepatan pengadukan yang digunakan dalam reaktor sulfonasi diduga akan
memberikan pengaruh terhadap karakteristik surfaktan yang dihasilkan. Dengan
demikian perlu dilakukan penelitian guna mendapatkan kondisi proses sulfonasi
terbaik yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku
metil ester berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant.
Selain itu juga untuk mengetahui kelayakan pendirian industri surfaktan MES
secara finansial dari penelitian yang dilakukan jika diterapkan pada skala industri,
maka perlu dilakukan kajian kelayakan berupa analisis finansial.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan
kondisi
proses
terbaik
yang
dapat
digunakan
untuk
memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO
menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant.
2. Memperoleh karakteristik produk surfaktan MES berbahan baku metil ester
berbasis PKO yang dihasilkan.
3. Mengetahui kelayakan finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil
ester berbasis PKO.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Semakin
lama
proses
sulfonasi
berlangsung
diduga
akan
semakin
memaksimalkan jumlah MES yang terbentuk, karena dengan semakin
lamanya waktu proses sulfonasi maka akan semakin banyak metil ester dan
natrium bisulfit yang bereaksi membentuk MES
2. Kecepatan pengadukan yang tinggi pada proses sulfonasi diduga akan
menyebabkan jumlah MES yang terbentuk semakin banyak, karena dengan
17
putaran pengadukan yang semakin tinggi maka akan memaksimalkan
pencampuran metil ester dan natrium bisulfit guna bereaksi membentuk MES.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penentuan kondisi proses sulfonasi metil ester sawit berbasis PKO dengan
pereaksi NaHSO3 mengunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant.
Faktor perlakuan yang diteliti adalah lama reaksi dan kecepatan pengadukan
yang digunakan pada proses sulfonasi.
2. Karakterisasi surfaktan MES yang dihasilkan.
3. Analisis finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis
PKO.
18
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Inti Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk ke dalam famili
Arecaceae dan subkelas Monocotyledoneae. Dari buah sawit yang dihasilkan oleh
tanaman ini dihasilkan dua jenis minyak sawit yaitu minyak sawit kasar atau
crude palm oil (CPO) dan minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO). Minyak
sawit kasar atau CPO berupa minyak yang agak kental berwarna kuning jingga
kemerah-merahan. CPO mengandung asam lemak bebas (FFA) 5% dan
mengandung banyak β-carotene atau pro vitamin A (800-900 ppm). Titik leleh
berkisar antara 33-34 °C. Minyak inti kelapa sawit berupa minyak putih
kekuning-kuningan yang diperoleh dari proses ekstraksi inti buah kelapa sawit.
Kandungan asam lemak bebasnya sekitar 5 % (http://www.agroindonesia.com/
sample_report/small.html). Sifat fisik dan karakteristik minyak inti sawit dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik minyak inti sawit
Sifat Fisik dan Kimia
Berat jenis (99o/15,5 o C)
Indeks bias (40o C)
Bilangan iod (g Iod/100 g)
Bilangan penyabunan (mg KOH/g contoh)
Bahan tak tersabunkan (% b/b)
Titik leleh (o C)
Minyak Inti Sawit
0,860 – 0,873
1,449 – 1,452
14 – 22
245 – 255
≤ 0,8
24 – 26
Sumber : Swern (1979)
Baik minyak sawit kasar maupun minyak inti sawit mengandung asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Minyak sawit kasar mengandung asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam
palmitat (46,6%) dan asam oleat (39,3%) merupakan asam lemak yang dominan
yang terkandung dalam minyak sawit kasar, sedangkan kandungan asam lemak
stearatnya sedikit (4,1%). Minyak inti sawit mempunyai kandungan asam lemak
tidak jenuh sekitar 21% dan asam lemak jenuh sekitar 79%. Minyak inti sawit
dominan mengandung asam laurat (50%) dan asam miristat (15%), sedangkan
19
kandungan asam palmitat dan asam stearat masing-masing hanya sekitar 7% dan
2% (Matheson, 1996a).
Sebagai perbandingan, komposisi asam lemak yang
terdapat di dalam minyak sawit kasar (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak inti sawit (PKO) dan minyak sawit
kasar (CPO)
Asam Lemak
Asam Lemak Jenuh :
Kaproat (C6) [CH3(CH2)4COOH]
Kaprilat (C8) [CH3(CH2)6COOH]
Kaprat (C10) [CH3(CH2)8COOH]
Laurat (C12) [CH3(CH2)10COOH]
Miristat (C14) [CH3(CH2)12COOH]
Palmitat (C16) [CH3(CH2)14COOH]
Stearat (C18) [CH3(CH2)16COOH]
Arakhidat (C20) [CH3(CH2)18COOH]
Asam Lemak Tak Jenuh :
Oleat (C18:1) [CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH]
Palmitoleat (C16:1) [CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH]
Linoleat (C18:2) [CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7
COOH]
Linolenat (C18:3) CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2
CH=CH (CH2)7COOH
PKO (%)
CPO (%)
0,1 – 1,5
3–5
3–7
40 – 52
14 – 18
7–9
1–3
0,1 – 1
< 1,2
0,5 – 5,9
32 – 59
1,5 – 8
< 1,0
11 – 19
0,1 – 1
0,5 – 2
27 – 52
< 0,6
5,0 – 14
< 1,5
Sumber : Salunkhe et al. (1992)
Metil Ester
Berdasarkan proses pembuatannya, oleokimia dapat digolongkan menjadi
dua kelompok, yaitu oleokimia dasar yang terdiri dari asam lemak, gliserin, metil
ester, alkohol lemak (fatty alcohol) dan oleokimia turunan yang merupakan
pengolahan lebih lanjut dari oleokimia dasar, seperti metallic soap (stabilizer),
alkohol sulfat, alkanolamida dan metil ester sulfonat (MES) (Libanan, 2002).
Selanjutnya menurut Matheson (1996a), metil ester merupakan produk antara yang
dapat digunakan sebagai bahan baku surfaktan yang berasal dari minyak dan
lemak selain asam lemak (fatty acid) dan alkohol lemak (fatty alcohol).
Metil ester dapat dihasilkan dengan dua cara yaitu : (1) esterifikasi asam
lemak dan (2) transesterifikasi trigliserida.
Menurut Hui (1996), esterifikasi
adalah reaksi antara asam lemak dengan alkohol dengan bantuan katalis untuk
20
membentuk ester. Reaksi tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.
RCOOH
Asam lemak
+
R’OH
Alkohol
RCOOR’ + H2O
Ester
Air
Gambar 1. Reaksi esterifikasi asam lemak (Hui, 1996)
Selanjutnya menurut Hui (1996), transesterifikasi adalah penggantian gugus
alkohol dari suatu ester dengan alkohol lainnya dalam suatu proses yang
menyerupai hidrolisis, dalam hal ini alkohol menggantikan air.
Reaksi
transesterifikasi memisahkan ester dari alkohol. Reaksi ini biasa disebut juga
alkoholisis dan ditunjukkan dalam Gambar 2.
RCOOR’ + R’’OH
Ester
Alkohol
RCOOR’’ + R’OH
Ester
Alkohol
Gambar 2. Reaksi transesterifikasi (Hui, 1996)
Proses transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani merupakan proses
yang efektif untuk mentransformasi molekul trigliserida menjadi molekul asam
lemak. Transesterifikasi meliputi reaksi antara alkohol dan molekul trigliserida
dengan adanya katalis basa atau asam (Matheson, 1996a).
Pada Gambar 3
disajikan reaksi alkoholisis antara minyak atau lemak dengan metanol yang
menghasilkan metil ester.
O
║
R1 ⎯ C ⎯ OCH2
HOCH2
O
║
R1 ⎯ C ⎯ OCH + 3 CH3OH
O
║
HOCH + 3 R ⎯ C ⎯ OCH3
O
║
R1 ⎯ C ⎯ OCH2
HOCH2
Trigliserida
Metanol
Gliserin
Metil ester
Gambar 3. Reaksi pembentukan metil ester (Matheson, 1996a)
21
Definisi metil ester menurut SNI (1999) adalah ester lemak yang dibuat
melalui proses esterifikasi asam lemak dengan metil alkohol dan produknya
berbentuk cairan. Syarat mutu metil ester berdasarkan kualitas metil ester yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat mutu metil ester (SNI, 1999)
No
Jenis Uji
1.
Komposisi
asam
lemak, % b/b
C6
C8
C10
C12
C14
C16
C18
C20
Bilangan asam
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bilangan
penyabunan
Bilangan iod
Kadar air, % b/b
Warna (lovibond)
• Merah
• Kuning
Bahan yang tak
tersabunkan, % b/b
Satuan
Persyaratan berdasarkan kualitas
ME 1
ME 2
ME 3
maks. 6
45 – 65
30 – 55
maks. 0,5
maks. 0,5
maks. 0,5
maks. 1,0
maks. 1,0
47 - 57
15 - 19
8 - 11
18 - 25
maks. 0,5
maks. 0,5
maks. 1,0
maks. 1,0
52 - 58
19 - 23
9 - 13
10 - 15
maks. 0,5
maks. 0,5
325 - 345
225 – 245
235 – 245
maks. 0,5
maks. 0,1
16 – 20
maks. 0,1
8 – 13
maks. 0,1
-
maks. 0,5
maks. 5
maks. 0,5
maks. 5
maks. 0,5
maks. 5
-
maks. 0,5
maks. 0,5
maks. 0,5
mg KOH/g
contoh
mg KOH/g
contoh
g Iod/100 g
-
Surfaktan
Surfaktan banyak dimanfaatkan dan digunakan secara luas dalam berbagai
produk yang diaplikasikan pada berbagai industri dan rumah tangga karena
kemampuannya dalam mempengaruhi tegangan permukaan dan tegangan
antarmuka suatu medium. Definisi surfaktan menurut IUPAC (1997) adalah
suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan
(surface tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (interfacial
tension) antar dua fasa yang sama tetapi berbeda derajat polaritasnya dalam suatu
medium yaitu dengan cara melarutkan surfaktan ke dalam medium tersebut.
Menurut Perkins (1988), pengertian antarmuka (interface) adalah bidang kontak
22
antara dua senyawa dalam fasa yang sama, sedangkan permukaan (surface) adalah
jika antarmuka antara dua senyawa tidak dalam fasa yang sama.
Selanjutnya Perkins (1988) menambahkan tegangan permukaan dari suatu
cairan adalah tekanan internal di bawah permukaan cairan yang disebabkan oleh
gaya tarik-menarik antar molekul cairan itu sendiri. Gaya tarik menarik tersebut
menimbulkan tekanan dari dalam cairan melawan tekanan dari atas permukaan
cairan, sehingga cairan tersebut cenderung untuk membentuk lapisan antarmuka
dengan zat yang lain. Surfaktan dapat mempengaruhi kemampuan dari molekul
cairan tersebut agar dapat berinteraksi dengan zat yang lain dengan cara
menurunkan tegangan permukaannya.
Surfaktan merupakan molekul amphifilik yang memiliki dua gugus yaitu
polar dan nonpolar. Gugus nonpolar bersifat hidrophobik (tidak suka air) dan
mengandung rantai hidrokarbon dengan gugus alkil atau alkilbenzena. Gugus
polar bersifat hidrofilik (suka air) dan mengandung heteroatom seperti O, S, P
atau N yang terikat dalam gugus fungsional seperti alkohol, tiol, eter, ester, asam,
sulfat, sulfonat, fosfat, amina, amida, dan lain sebagainya (Salager, 2002).
Surfaktan diklasifikasikan menjadi empat kelompok besar berdasarkan
muatan ion gugus hidrofiliknya (setelah terdiosiasi dalam media cair), yaitu : (1)
anionik: gugus hidrofiliknya bermuatan negatif, (2) kationik: gugus hidrofiliknya
bermuatan positif, (3) nonionik: gugus hidrofiliknya hampir tidak bermuatan, dan
(4) amfoterik: molekul pada gugus hidrofiliknya bermuatan positif dan negatif,
tergantung pH medium (Perkins, 1988).
Pada Gambar 4 disajikan struktur
molekul surfaktan, sedangkan pada Gambar 5 disajikan molekul surfaktan dalam
suatu sistem emulsi.
Gugus hidrofobik
Gugus hidrofilik
Gambar 4. Struktur molekul surfaktan
(http://simscience.org/membranes/advanced/essay/surfactants.html)
23
Air
Air
Minyak
Minyak
(a)
(b)
Gambar 5. Molekul surfaktan dalam sistem emulsi (a) oil in water (o/w)
(b) water in oil (w/o)
(http://simscience.org/membranes/advanced/essay/surfactants.html)
Surfaktan anionik terdisosiasi di dalam air menjadi gugus anion yang
bermuatan negatif dan gugus kation yang bermuatan postif. Gugus kationnya
secara umum adalah logam alkali (Na+, K+). Contoh surfaktan anionik adalah
natrium lauril eter sulfat, natrium lauril sulfat, dan senyawa amonium. Surfaktan
kationik terdisosiasi di dalam air menjadi gugus kation yang bermuatan positif
dan gugus anion yang bermuatan negatif.
Umumnya gugus anion adalah
golongan halogen. Contoh surfaktan jenis ini adalah olealkonium klorida,
distearildimonium klorida, dan isostearil etildimonium etosulfat.
Surfaktan
nonionik tidak terdisosiasi dalam cairan encer, karena gugus hidrofiliknya dari
jenis yang tidak dapat terdisosiasi seperti gugus alkohol, phenol, eter, ester atau
amina. Contoh surfaktan nonionik adalah poliglikol ester. Surfaktan amfoterik
dalam media cair terdisosiasi menjadi gugus anionik dan kationik pada molekul
surfaktan yang sama. Contoh surfaktan amfoterik dari jenis sintetis adalah betain
dan sulfobetain, sedangkan dari jenis alami adalah asam-asam amino dan
fosfolipid (Salager, 2002). Kelompok dan model surfaktan dapat dilihat pada
Gambar 6.
Diantara kelompok surfaktan, surfaktan anionik diproduksi dalam jumlah
yang lebih besar. Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya
gugus ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa grup sulfat atau sulfonat.
Beberapa contoh surfaktan anionik yaitu alkilbenzen sulfonat linear (LAS),
alkohol sulfat (AS), alkohol eter sulfat (AES), alfa olefin sulfonat (AOS), parafin
(secondary alkane sulfonate, SAS), dan metil ester sulfonat (MES) (Matheson,
1996b).
24
Kelompok
Surfaktan ionik
Model
Anionik
Kationik
Amfoterik
Surfaktan nonionik
: Gugus
hidrofobik
: Gugus hidrofilik
Sumber : (http://www.sdk.co.jp/shodex/english/dc080301.htm)
Gambar 6. Kelompok dan model surfaktan
Surfaktan secara umum digunakan untuk menurukan tegangan antarmuka,
meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi
emulsi. Selain itu surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak
atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat
penggabungan partikel yang terdispersi.
Pada beberapa industri, surfaktan
digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi,
atau bahan penetrasi (Georgiou et al., 1992; Rieger, 1985).
Metil Ester Sulfonat
Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik. Bagian
aktif permukaan (surface-active) surfaktan MES mengandung gugus sulfonat.
Formula umum surfaktan MES adalah RSO3Na, dimana gugus R merupakan grup
hidrokarbon yang dapat didegradasi pada struktur molekul surfaktan. Grup
hidrokarbon R berupa alkil dan produk tersebut dapat dicampur secara acak
dengan isomer lainnya selama isomer tersebut tidak mengandung rantai bercabang
yang dapat mengganggu sifat biodegradable gugus sulfonat (Watkins, 2001).
Struktur kimia metil ester sulfonat (MES) dapat dilihat pada Gambar 7.
O
║
R—CH—C—OCH3
│
SO3Na
Gambar 7. Struktur kimia metil ester sulfonat (Watkins, 2001)
25
Menurut Watkins (2001), jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan metil ester sulfonat (MES) adalah kelompok minyak nabati
seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak
kedelai, atau tallow.
Selanjutnya menurut Matheson (1996b), MES berbahan
minyak nabati memiliki kinerja yang sangat menarik,
diantaranya adalah
karakteristik dispersi dan sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan
tingkat kesadahan yang tinggi (hard water), tidak mengandung ion fosfat, ester
asam lemak C14, C16 dan C18 memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat
mudah didegradasi (good biodegradability).
Metil ester sulfonat (MES) yang berbentuk concentrated pasta, solid flake,
atau granula telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk
pembersih (washing and cleaning products). MES dari minyak nabati yang
mengandung atom karbon C10, C12 dan C14 biasa digunakan untuk light duty
dishwashing detergent, sedangkan MES dari minyak nabati dengan atom karbon
C16-18 dan tallow biasa digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair (liquid
laundry detergent) (Matheson, 1996b).
Karakteristik dari MES komersial
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik MES komersial
Analisa
Metil ester sulfonat (MES) (%)a
Disodium karboksi sulfonat (%)a
Metanol (%)a
Air (%)a
pHa
Tegangan permukaan (mN/m)b
Tegangan antar muka (mN/m)b
Klett color, 5 % aktifa
Di-metil sulfat (%)a
Nilai
83,0
3,5
0,07
2,3
5,3
39 – 40,2
8,4 – 9,7
310
7,2
Sumber : aSheats dan MacArthur, (2002), b Pore (1993)
Proses Produksi Surfaktan MES
Minyak sawit yang sebagian besar terdiri dari gugus asam oleat dan palmitat
merupakan sumber bahan baku potensial untuk memproduksi surfaktan anionik
jenis ester sulfonat. Pembuatan ester sulfonat ini dapat dilakukan melalui proses
26
sulfonasi metil ester asam lemak minyak sawit atau inti sawit menghasilkan metil
ester sulfonat tanpa melalui reaksi sementara (Hermawan dan Sadi, 1997).
Umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa
antara metil ester dan alkohol lemak (fatty alcohol). Beberapa proses yang dapat
diterapkan untuk menghasilkan surfaktan, diantaranya yaitu proses sukrolisis
untuk menghasilkan surfaktan sukrosa ester, proses amidasi untuk menghasilkan
surfaktan alkanolamida, dan proses sulfonasi untuk menghasilkan surfaktan metil
ester sulfonat (Sadi, 1994; Libanan, 2002).
Proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi
kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak dan alkohol lemak. Diistilahkan
sebagai sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan grup sulfat pada
senyawa organik.
Jenis minyak yang biasa disulfonasi adalah minyak yang
mengandung ikatan rangkap ataupun grup hidroksil pada molekulnya.
Pada
industri surfaktan, bahan baku minyak yang digunakan adalah minyak berwujud
cair yang kaya akan ikatan rangkap (Bernardini, 1983).
Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit,
NaHSO3, atau gas SO3 dengan ester asam lemak (Bernardini, 1983; Watkins,
2001). Menurut Foster (1996), proses sulfonasi menggunakan SO3 dilakukan
dengan melarutkan SO3 secara langsung dengan udara yang sangat kering dan
direaksikan secara langsung dengan bahan baku organik yang digunakan. Sumber
gas SO3 yang digunakan dapat berbentuk SO3 cair ataupun SO3 yang diproduksi
dari hasil pembakaran sulfur. Reaksi gas SO3 dengan bahan organik cukup cepat
dan bersifat stokiometrik. Proses ini cukup rumit pada berbagai kemungkinan
reaksi sehingga diperlukan kontrol proses yang ketat.
Proses sulfonasi
menggunakan gas SO3 memiliki biaya proses yang paling rendah dibandingkan
dengan menggunakan bahan lainnya pada proses sulfonasi dan menghasilkan
produk dengan kualitas yang tinggi. Namun hanya sesuai untuk proses yang
bersifat kontinyu dengan volume produksi yang besar, selain itu dibutuhkan
peralatan produksi yang mahal dengan tingkat ketepatan yang tinggi, dan
disyaratkan personel pengoperasian yang terlatih.
Pemilihan proses sulfonasi tergantung pada banyak faktor, diantaranya
adalah : karakteristik dan kualitas produk akhir yang diinginkan, kapasitas
27
produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem
pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil proses. Untuk
menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus
dipertimbangkan adalah rasio molar reaktan, suhu reaksi, lama reaksi, jenis dan
konsentrasi katalis, laju alir bahan, kecepatan pengadukan, konsentrasi grup sulfat
yang ditambahkan (SO3, NaHSO3, asam sulfit), waktu netralisasi, pH dan suhu
netralisasi (Foster, 1996). Reaksi sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi
pada tiga sisi, yaitu (1) rantai tidak jenuh (ikatan rangkap), (2) bagian α-atom
karbon, (3) gugus karboksil. Kemungkinan terikatnya grup sulfat disajikan pada
Gambar 8.
H
H
H
C
C
H
H m
H
CH
CH
C
O
CH2
C
H n
1
OH
2
3
Gambar 8. Kemungkinan terikatnya grup sulfat yang digunakan dalam proses
sulfonasi (Jungermann, 1979)
Proses sulfonasi dapat juga dikatakan sebagai proses oksidasi. Proses
sulfonasi dengan menggunakan senyawa bisulfit sangat menguntungkan karena
senyawa bisulfit merupakan sulfometil agen. Natrium bisulfit (NaHSO3)
merupakan sulfur padat yang mengandung gugus natrium. Natrium bisulfit tidak
bersifat racun meskipun serbuknya dapat menyebabkan iritasi mata dan juga
menyesakkan bila terhirup. Natrium bisulfit harus disimpan dalam kondisi sejuk,
bersih, di tempat kering dan harus dijauhkan dari bahan-bahan yang bersifat
korosif. Dengan penggunaan natrium bisulfit, maka produk MES yang dihasilkan
telah berikatan dengan gugus natrium tanpa perlu dilakukan proses netralisasi
terlebih dahulu, sehingga penggunaan natrium bisulfit dapat mempersingkat
waktu proses pembentukan MES walaupun masih menghasilkan di-salt sebagai
produk samping dari reaksi. Reaksi yang terjadi pada proses sulfonasi dengan
menggunakan natrium bisulfit dapat dilihat pada Gambar 9.
28
O
O
NaHSO3
+
CH3...CH=CH – C – OCH3
CH3...CH2 – CH – C – OCH3
SO3Na
Natrium bisulfit
Metil ester
MES
Gambar 9. Reaksi kimia antara metil ester dan natrium bisulfit untuk
menghasilkan metil ester sulfonat (Pore, 1993).
Terbentuknya di-salt atau disodium karboksi sulfat sebagai produk samping
pada proses sulfonasi dapat menghasilkan krakteristik MES yang kurang baik
seperti sensitif terhadap air sadah, menurun daya kelarutannya dalam air dingin,
daya deterjensi menjadi 50 persen lebih rendah, dan umur simpan produk menjadi
lebih singkat. Selain itu keberadaan di-salt ini dapat menyebabkan sifat aktif
permukaan surfaktan menjadi lebih rendah (Swern, 1979). Proses terbentuknya
dinatrium karboksi sulfonat (di-salt) pada saat proses netralisasi disajikan pada
Gambar 10.
O
O
CH3..CH–CH2–C–OCH3
+ NaOH
SO3H
SO3Na
Basa
+ NaOH
Air
CH3..CH–CH2–C–ONa + CH3OH
SO3Na
SO3Na
Metil ester sulfonat
Metil ester sulfonat
(I)
O
O
CH3..CH–CH2–C–OCH3
CH3..CH–CH2–C–OCH3 + H2O
Basa
Dinatrium karboksi
sulfonat (di-salt)
(II)
Metanol
Gambar 10. Reaksi kimia pembentukan di-salt dan metanol (MacArthur et al.,
2002)
29
Lama Reaksi
Pembentukan produk dari pereaksi berhubungan dengan lama reaksi. Setiap
reaksi kimia membutuhkan waktu yang berbeda dalam menyelesaikan reaksi
sampai menghasilkan produk. Lama reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain karakteristik pereaksi dan produk serta kondisi reaksi yang dijalankan.
Secara umum semakin lama waktu interaksi antar pereaksi maka akan
menghasilkan produk yang semakin banyak, namun akan konstan pada suatu
waktu tertentu. Interaksi antar pereaksi pada suatu reaksi kimia dapat dilakukan
dengan cara perataan pereaksi melalui pengadukan (Ebbing dan Wrighton, 1990).
Maharlika (2003) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh kondisi rasio
mol reaktan dan lama reaksi terhadap produksi surfaktan metil ester sulfonat
(MES). Proses sulfonasi dilakukan pada skala laboratorium (100 ml), dengan
menggunakan reaktor untuk mereaksikan metil ester minyak sawit sebagai bahan
baku utama dengan natrium bisulfit. Proses produksi surfaktan dalam penelitian
tersebut dilakukan secara batch, dengan mencampurkan bahan baku, pereaksi dan
katalis secara langsung dalam reaktor. Setelah suhu metil ester mencapai 40 oC,
natrium bisulfit dimasukkan ke dalam reaktor. Katalis Al2O3 dimasukan sesaat
setelah natrium bisulfit selesai dimasukan ke dalam reaktor.
ditambahkan sebanyak 1 persen (b/b).
Katalis yang
Selama proses sulfonasi berlangsung,
kecepatan pengadukan dan suhu reaksi dipertahankan stabil pada 400 rpm dengan
suhu 80 oC. Kondisi proses sulfonasi yang memberikan pengaruh terbaik dari
rasio mol reaktan dan lama reaksi adalah rasio mol 1 : 1,5 dengan lama reaksi 4,5
jam.
Hambali et al.(2003) telah melakukan kajian pengaruh suhu dan kecepatan
pada proses produksi surfaktan MES dari metil ester berbasis minyak inti sawit.
Proses sulfonasi dilakukan dengan menambahkan NaHSO3 dan katalis Al2O3
sebanyak 1% ke dalam metil ester. Perbandingan metil ester dengan NaHSO3
yang ditambahkan adalah 1 : 1,2 mol. Proses berlangsung selama 3 jam. Kondisi
yang memberikan pengaruh terbaik pada proses sulfonasi untuk memproduksi
surfaktan metil ester sulfonat (MES) ditinjau dari suhu dan kecepatan pengadukan
adalah pada suhu 100oC dengan kecepatan pengadukan 500 rpm.
30
Penelitian untuk melihat pengaruh konsentrasi katalis Al2O3 pada proses
produksi metil ester sulfonat dari metil ester dominan oleat minyak inti sawit telah
dilakukan oleh Safitri (2003). Proses sulfonasi dilakukan dengan menambahkan
NaHSO3 dengan perbandingan metil ester dan NaHSO3 adalah 1 : 1,2. Kondisi
proses ditetapkan pada suhu 80 0C, kecepatan pengadukan 400 rpm, dan lama
proses selama tiga jam. Proses sulfonasi yang memberikan pengaruh terbaik
didapatkan pada penggunaan katalis Al2O3 dengan konsentrasi 1,5 %.
Suryani et al. (2003) telah melakukan optimasi proses produksi MES dari
metil ester minyak inti sawit baik sebelum maupun sesudah proses pemurnian
MES. Kondisi terbaik untuk proses sulfonasi sebelum pemurnian diperoleh pada
perlakuan dengan kecepatan agitasi 300 rpm dan lama reaksi 5 jam. Titik optimasi
terbaik untuk proses sulfonasi dan pemurnian MES dengan menggunakan metanol
terjadi pada perlakuan kecepatan agitasi 300 rpm, lama reaksi 4,6 jam, dan
penambahan metanol sebanyak 50%. Data hasil pengujian produk surfaktan MES
yang dilakukan oleh beberapa peneliti disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Data hasil pengujian surfaktan MES yang diproduksi pada berbagai
kondisi proses
Kondisi Proses
a)
Parameter
- pH
- Tingkat kecerahan
warna (L)
- Penuruan tegangan
permukaan
(mN/m)
- Penurunan
tegangan antar
muka (mN/m)
- Stabilitas emulsi
(menit)
- Lama pembusaan
(jam)
Bahan baku : Metil
ester berbasis PKO
Katalis : Al2O3 1%
Pereaksi : NaHSO3
Rasio mol : 1 : 1,2
Suhu : 100oC
Kec. pengadukan :
500 rpm
Lama proses : 3 jam
b)
Bahan baku : Metil
ester berbasis PKO
Katalis : Al2O3 1,5%
Pereaksi : NaHSO3
Rasio mol : 1 : 1,5
Suhu : 80oC
Kec. pengadukan :
400 rpm
Lama pr