Pengukuran Tingkat Kemapanan Implementasi Aplikasi E-Procurement Dengan Menggunakan Framework Cobit 4.1 Di Kementerian Pekerjaan Umum.

PENGUKURAN TINGKAT KEMAPANAN IMPLEMENTASI
APLIKASI E-PROCUREMENT DENGAN MENGGUNAKAN
FRAMEWORK COBIT 4.1 DI KEMENTERIAN PEKERJAAN
UMUM

PROBO KUSUMO

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMPUTER
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengukuran Tingkat
Kemapanan Implementasi Aplikasi E-Procurement dengan Menggunakan
Framework Cobit 4.1 di Kementrian Pekerjaan Umum adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Probo Kusumo
NIM G651110624

RINGKASAN
PROBO KUSUMO. Pengukuran Tingkat Kemapanan Implementasi Aplikasi EProcurement dengan Menggunakan Framework Cobit 4.1 di Kementerian
Pekerjaan Umum. Dibawah bimbingan oleh YANI NURHADRYANI dan
WISNU ANANTA KUSUMA.
E-Procurement merupakan sistem aplikasi pengadaaan barang dan jasa
secara online yang diterapkan pemerintah dan harus benar-benar dilaksanakan
sesuai peraturan presiden No. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa
pemerintah, dan peraturan presiden No. 70 tahun 2012 tentang perubahan kedua
atas peraturan presiden No. 54 tahun 2010. Pada aspek kelembagaan Kementerian
Pekerjaan Umum telah memulai pelaksanaan E-Procurement secara bertahap
sejak tahun 2002 yang digunakan untuk melakukan pelelangan proyek

infrastruktur, penyelenggaraan E-Procurement Kementerian PU berinisiatif untuk
meningkatkan transparansi anggaran dan reformasi birokrasi dengan harapan
mempercepat dan memperlancar proses pembangunan infrastruktur.
Dalam pelaksanaan E-Procurement di Kementerian PU terdapat berbagai
kendala dan isu yang dihadapi yaitu dari segi regulasi, sumber daya manusia,
resistensi, dan teknologi. Berdasarkan kondisi tersebut sangat penting untuk
memastikan sejauh mana tingkat kemapanan aplikasi E-Procurement di
Kementerian PU sesuai dengan rencana pengembangan teknologi informasi. Sejak
diterapkannya pada tahun 2002 hingga saat ini belum pernah dilakukan evaluasi
tata kelola TI dengan menggunakan international best practices, maupun
penelitian terhadap tingkat kemapanan implementasi E-Procurement sehingga
belum dapat diketahui tingkat kemapanannya.
Penelitian ini memiliki tiga tujuan diantaranya : (1) mengetahui tingkat
kemapanan implementasi aplikasi E-Procurment di Kementerian Pekerjaan
Umum; (2) mengidentifikasikan kendala yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
penerapan aplikasi E-Procurement; (3) menyusun rekomendasi dan strategi
sebagai masukan untuk menciptakan tingkat kemapanan selanjutnya pada EProcurement. Alat bantu yang digunakan untuk mengukur tingkat kemapanan
menggunakan framework COBIT 4.1, dengan menentukan indikator yang
mengacu pada Pepres No. 70 tahun 2012.
Pengukuran tingkat kemapanan penerapan E-Procurement di

Kementerian PU menunjukkan nilai 3,01 (defined process). Sehubungan dengan
belum adanya ketentuan batasan dalam menentukan tingkat kemapanan di
Kementerian PU, diharapkan Kementerian PU dapat meningkatkan satu level
diatasnya dengan membenahi dalam pengawasan, dan kepatutan secara konsisten
terhadap prosedur yang berjalan sehingga menjadi lebih efektif.
Kata Kunci: cobit 4.1, e-procurement, tata kelola TI, indikator kinerja utama.

SUMMARY
PROBO KUSUMO, Maturity Assesment Implementation of EProcurement Using COBIT Framework 4.1 in the Ministry of Public Works.
Supervised by YANI NURHADYANI and WISNU ANANTA KUSUMA.
E-Procurement is an application system in providing online goods and
services which is applied by the government and must be completely implemented
accordance with Presidential Decree NO. 54 in 2010 about goods government
procurement and services, and the Presidential Decree No. 70 in 2012 about the
second amendment Presidential Decree No. 54 in 2010. Since 2002, the Ministry
of Public Works institution has already begun gradually implementing EProcurement to conduct the auction of infrastructure projects and to improve
budget transparency and bureaucratic reforms that are expected to accelerate
the process of infrastructure.
The implementation of E-Procurement in the Ministry of Public
Works consist of various constraints and issues such as regulation, human

resources, resistance, and technology. Based on these conditions, it is very
important to ascertain the extent to which the level of reliability of EProcurement in the Ministry of Public Works in meet with the information
technology development plan. Since 2002, the implementation IT governance
E-Procurement has not evaluated using international best practice, nor a
research of the level implementation E-Procurement maturity, so the
reliability could not be known.
This study has three objectives : (1) Determining the maturity
assessment of implementation of E-Procurement in Ministry of Public Works;
(2) Identifying the constraints which affect the success rate of implementation
of E-Procurement; (3) Developing recommendations and strategies as input to
create the next level of maturity in the E-Procurement. To measure the level
of maturity using framework COBIT 4.1, and to determine the indicators with
refers to Presidential Decree No. 70 in 2012.
The evaluation result of maturity assement level of E-Procurement
application in the Ministry of Public Works shows that the maturity level was
generally at level 3.01 (defined process). This study recommended the
Ministry of Public Works increasing the maturity level above to fix the
supervision, and proper procedures consistently to run so that it becomes
more effective
Keywords : cobit 4.1, e-procurement, IT governance, key performance indicators


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGUKURAN TINGKAT KEMAPANAN IMPLEMENTASI
APLIKASI E-PROCUREMENT DENGAN MENGGUNAKAN
FRAMEWORK COBIT 4.1 DI KEMENTERIAN PEKERJAAN
UMUM

PROBO KUSUMO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMPUTER
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Irman Hermadi, SKom MS

Judul Tesis : Pengukuran Tingkat Kemapanan Implementasi Aplikasi EProcurement dengan Menggunakan Framework Cobit 4.1 di
Kementerian Pekerjaan Umum
Nama
: Probo Kusumo
NIM
: G651110624

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Yani Nurhadryani, SSi MT
Ketua

DrEng Wisnu Ananta Kusuma, ST MT
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Komputer

Dekan Sekolah Pascasarjana

DrEng Wisnu Ananta Kusuma, ST MT

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 14 Agustus 2015


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis sebagai syarat dalam menyelesaikan
perkuliahan di Magister Komputer Program Studi Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor.
Dalam tesis ini, penulis melakukan penelitian mengenai pengukuran tingkat
kemapanan implementasi E-Procurement dengan menggunakan framework COBIT 4.1 di
Kementerian PU. Penelitian ini berdasarkan Framework COBIT 4.1 yang merupakan
framework best practice untuk mengukur tingkat kemapanan E-Procurement. Lokasi
penelitian ini di kementerian PU dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 sampai dengan
September 2014.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Yani Nurhadryani, S.Si,
MT dan Dr. Eng. Wisnu Ananta Kusuma, ST, MT selaku pembimbing, Bapak Agus
Pudjijono selaku kepala subbidang pengembangan aplikasi, bidang penyelenggaraan
sistem jaringan dan aplikasi pusat pengolahan data di Kementerian PU, serta semua
pihak yang telah mendukung dan membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pelaksanaan kuliah maupun penelitian yang akan dilaksanakan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan. Untuk

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya
penelitian ini di kemudian hari.

Bogor, September 2015

Probo Kusumo

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi


1 PENDAHULUAN

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3


2 TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Manajemen Pengadaan
Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (E-Procurement)
Regulasi dan Kebijakan UU E-Procurement di Indonesia
Kementerian Pekerjaan Umum
E-Procurement Kementerian Pekerjaan Umum
Tata Kelola TI dengan Framework COBIT 4.1
Tingkat Kemapanan (Maturity Model)
Penelitian Sebelumnya

3
3
4
4
5
7
8
10
11

3 METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode

12
12
13
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Strategi Pengembangan E-Procurement
Kendali Proses
Analisis Tingkat Kemapanan
Hasil Pengukuran Tingkat Kemapanan

17
17
17
27
39

5 SIMPULAN DAN SARAN

41

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

44

RIWAYAT HIDUP

73

DAFTAR TABEL
Tabel 3 1
Tabel 3 2
Tabel 3 3
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Tabel 4.10
Tabel 4.11
Tabel 4.12
Tabel 4.13
Tabel 4.14
Tabel 4.15
Tabel 4.16
Tabel 4.17
Tabel 4.18
Tabel 4.19
Tabel 4.20
Tabel 4.21
Tabel 4.22
Tabel 4.23
Tabel 4.24
Tabel 4.25
Tabel 4.26
Tabel 4.27
Tabel 4.28
Tabel 4.29
Tabel 4.30
Tabel 4.31
Tabel 4.32
Tabel 4.33
Tabel 4.34
Tabel 4.35
Tabel 4.36
Tabel 4.37
Tabel 4.38
Tabel 4.39
Tabel 4.40
Tabel 4.41
Tabel 4.42
Tabel 4.43

Level maturity model
Pembobotan kuesioner
Kriteria penilaian
Penentuan indikator
Alur penentu kendali proses
Business Goals COBIT 4.1
Hasil pemetaan indikator dengan Business Goals COBIT 4.1
IT goals COBIT 4.1
BG terhadap IT Goals COBIT 4.1
Pemetaan BG terhadap ITG COBIT 4.1
Kendali proses COBIT 4.1
Tiga puluh tiga kendali proses COBIT 4.1
PO1 menetapkan rencana strategis TI
PO2 menetapkan arsitektur sistem informasi
PO3 menetapkan arah teknologi
PO4 menetapkan proses TI, organisasi dan hubungannya
PO5 mengelola investasi TI
PO6 mengkomunikasikan tujuan dana rah manajemen
PO7 Mengelola suberdaya manusia
PO8 Mengatur kualitas
PO9 Menilai dan mengelola risiko
PO10 Mengatur proyek
AI1 Identifikasi solusi solusi otomatis
AI3 mendapatkan dan memlihara infrastruktur
AI4 Menjalankan operasi dan menggunakannya
AI5 Pengadaan suberdaya TI
AI6 Mengelola perubahan
AI7 Instalasi dan akreditasi solusi serta perubahan
DSI Menetapkan dan mengatur tingkat layanan
DS2 Mengatur layanan dengan pihak ketiga
DS3 mengatur kinerja dan kapsitas
DS4 Memastikan ketersediaan layanan
DS5 Memastikan keamanan sistem
DS6 Mengidentifikasi dan mengalokasikan biaya
DS7 Mendidik dan melatih pengguna
DS8 Mengelola bantuan layanan dan insiden
DS9 Mengelola konfigurasi
DS10 Mengelola masalah
DS11 Mengelola data
DS 12 Mengelola fasilitas
DS 13 Mengelola operasi
ME1 Monitor dan evaluasi kinerja TI
ME2 Monitor dan evaluasi pengendalian internal
ME3 Memastikan kepatuhan terhadap persyaratan eksternal
ME4 Menyediakan tatakelola TI
Hasil Pengukuran tingkat kemapanan

13
15
16
18
18
19
20
22
23
24
25
27
28
28
29
29
29
30
30
30
31
31
31
32
32
32
33
33
33
34
34
34
35
35
35
36
36
36
37
37
37
38
38
38
39
39

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 3.1
Gambar 4.1

Struktur Organisasi PU
Framework COBIT 4.1
Tingkat Maturitas Kerangka Kerja Cobit 4.1
Alur Penelitian
Hasil Tingkat Kemapanan

7
9
11
14
40

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5

Upload Pengumuman Lelang
Proses Lelang Dimulai
Penetapan Pemenang Lelang Dan Kegiatan Sanggahan
Model Kuesioner
Total Nilai Kemapanan

44
45
46
47
71

1 PENDAHULUAN
Pengadaan barang dan jasa secara elektronik atau via internet (EProcurement) merupakan salah satu mekanisme untuk mewujudkan nilai-nilai
good governance. Secara umum E-Procurement adalah proses pembelian barang
dan jasa yang diperlukan bagi kebutuhan operasional organisasi secara elektronik.
E-Procurement dalam pengertian umum diterapkan pada sistem basis data yang
terintegrasi dan berbasis internet dengan jaringan sistem komunikasi dalam
sebagian atau seluruh proses pembelian (Purwanto, 2008).
Indonesia mengadopsi E-Procurement sesuai dengan amanat Keppres No.
80 tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang/Jasa. Pemerintah mendefinisikan
pengadaan barang/jasa pemerintah sebagai kegiatan pengadaan barang/jasa yang
dibiayai dengan APBN/APBD.
Terdapat sisi negatif yang bisa ditimbulkan dalam pengadaan barang dan
jasa yang sering terjadi tanpa E-Procurement. Hal tersebut diantaranya adalah:
tender arisan dan adanya kickback pada proses tender; suap untuk memenangkan
tender; proses tender tidak transparan; supplier bermain mematok harga tertinggi
(mark up); memenangkan perusahaan saudara, kerabat atau orang-orang partai
tertentu; pencantuman spesifikasi teknik hanya dapat dipasok oleh satu pelaku
usaha tertentu; adanya almamater sentris; pengusaha yang tidak memiliki
administrasi lengkap dapat ikut tender bahkan menang; tender tidak diumumkan;
tidak membuka akses bagi peserta dari daerah (Sucahyo et al. 2009).
E-Procurement merupakan sistem aplikasi pengadaaan barang dan jasa
secara online yang diterapkan pemerintah dan harus benar-benar dilaksanakan
sesuai peraturan presiden No. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa
pemerintah dan peraturan presiden No. 70 tahun 2012 tentang perubahan kedua
atas peraturan presiden No. 54 tahun 2010. Pada aspek kelembagaan, Kementerian
Pekerjaan Umum telah memulai pelaksanaan E-Procurement secara bertahap
sejak tahun 2002 yang digunakan untuk melakukan pelelangan proyek
infrastruktur. Penyelenggaraan E-Procurement kementerian PU berinisiatif untuk
meningkatkan transparansi anggaran dan reformasi birokrasi dengan harapan
mempercepat dan mempelancar proses pembangunan infrastruktur. Dukungan
Komitmen Pemerintah dalam memperbaiki dan menyempurnakan proses
pengadaan semakin tinggi sejak Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang
Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah.
Terbitnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dapat dipergunakan untuk memberikan kepastian hukum
dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pengadaan di
instansi pemerintah. Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tersebut dinyatakan bahwa
informasi dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya (print out)
diakui sebagai alat bukti yang sah, serta tanda tangan elektronik (Informasi
Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi) memiliki kekuatan
hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional.
Pengembangan sistem E-Procurement di lingkungan PU dibagi menjadi 3
tahap, yaitu; 1) Copy To Internet (CTI) kegiatan penayangan proses dan hasil
pengadan barang dan jasa, ditayangkan melalui internet (sistem lelang) oleh
1

panitia, 2) Semi E-Procurement kegiatan pengadaan barang dan jasa yang
sebagian prosesnya dilakukan melalui internet secara interaktif antara pengguna
jasa dan penyedia jasa dan sebagian dilakukan secara manual, 3) Semi EProcurement Plus / FULL E-Procurement kegiatan pengadaan barang dan jasa
dilakukan secara interaktif antara pengguna jasa dan penyedia jasa melalui
internet termasuk pemasukan penawaran dari penyediaan jasa. (Peraturan
Presiden No. 54, 2010).
E-Procurement Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2011 telah
menggunakan FULL E-Procurement dan SEMIE-Procument yang memiliki
beberapa keunggulan sebagai berikut;1. Berbasis web, 2. Sistem terpusat, 3.
Sistem transparansi dan teritegrasi, 4. Seluruh informasi lelang di umumkan di
website, 5. Menggunakan hardware dan software, 6. Registrasi dilakukan secara
online tidak dipungut biaya, mempunyai search engine untuk mempermudah
informasi, 7. Memiliki search engine untuk memudahkan pencarian informasi, 8.
Peraturan dan petunjuk teknis tersedia secara online, 9. Akses ke sistem tidak di
pungut biaya, 10. Sistem memiliki keamanan dan privasi untuk menjaga informasi
didalamnya (Sumadilaga dan Pudjiono, 2011).
Sejak tahun 2002 hingga saat ini dalam pelaksanaan E-Procurement di
Kementerian PU belum pernah dilakukan evaluasi terhadap regulasi, sumber daya
manusia, resistensi, dan teknologi dengan menggunakan international best
practices. Oleh sebab itu pada penelitian ini dilakukan pengukuran tingkat
kemapanan. Salah satu model acuan yang dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat kemapanan adalah model kemapanan (maturity model) COBIT 4.1 dari
Information Technology Governance Institute (ITGI).
COBIT 4.1 adalah best practies (framework) bagi pengelolaan teknologi
informasi (IT management), COBIT merupakan teknik yang dapat membantu
dalam identifikasi TI control issues. COBIT itu sendiri memliki peranan dalam
dalam mendefinisikan proses-proses TI governence yang bersifat teknis maupun
operasional (Surbakti, 2012). Pengguna TI dapat memperoleh keyakinan atas
kehandalan teknologi aplikasi yang dipergunakan. Sedangkan untuk para
pengambil keputusan atau stakeholder dapat mengambil manfaat sebagai
pertimbangan dalam keputusan investasi di bidang TI serta infrastrukturnya,
menyusun rencana strategis TI, menentukan arsitektur informasi dan keputusan
pengadaan TI, dan penilaian risiko itu sendiri dalam hal ini yang berkenaan
dengan layanan Kementerian Pekerjaan Umum.

Perumusan Masalah
Penerapan E-Procurement di kementerian PU sampai saat ini belum
sepenuhnya berjalan sesuai dengan tujuan, masih mengalami beberapa kendala.
Oleh karena itu diperlukan pengukuran tingkat kemapanan sehingga dapat
diketahui sejauhmana keberhasilan penerapan aplikasi tersebut.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tingkat kemapanan implementasi aplikasi E-Procurment di
Kementerian Pekerjaan Umum.
2. Mengidentifikasikan kendala yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan
aplikasi E-Procurement.
3. Menyusun rekomendasi dan strategi sebagai masukan untuk menciptakan
tingkat kemapanan selanjutnya pada E-Procurement.

Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Dapat menjadi bahan evaluasi bagi Kementerian PU dalam meningkatkan
kualitas layanan untuk memaksimalkan E-Procurement berdasarkan tingkat
kemapanan selanjutnya.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi bagi Kementerian PU untuk
menentukan kebijakan E-Procurement selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dibatasi dengan cakupannya adalah pengukuran
tingkat kemapanan tata kelola E-Procurement hanya dilakukan pada tahap Full EProcurement di kementerian PU.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dibahas mengenai teori-teori dan hasil penelitian sebelumnya
yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian. Selain teori juga
berisi uraian mengenai berbagai literatur rujukan jurnal penelitian yang terkait
dengan penilaian kematangan/ maturity assessment model dan E-Procurement.

Definisi Manajemen Pengadaan
Pengadaan adalah upaya mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan
dilakukan berdasarkan pemikiran yang logis, sistematis, mengikuti norma dan
etika yang berlaku sesuai dengan proses pengadaan barang dan jasa yang baku.
Berbagai definisi tentang manajemen pengadaan yang dicetuskan oleh
pakar maupun institusi sangat bervariasi seiring dengan perkembangan peranan,
fungsi dan ruang lingkup kegiatan pengadaan layanan barang dan jasa.
Berdasarkan pendekatan profesi keilmuan dengan latar belakang akademisi (Burt,
2006) mendefinisikan manajemen pengadaan “Procurement Management is the
systematic process of deciding what, when and how much to purchase, the act of

3

purchasing it and the process of ensuring that what is required is received on time
in the quantity and quality specified”. Para pembuat kebijakan yang tergabung
dalam dewan suplly chain management sedunia, mendefinisikan manajemen
pengadaan berdasarkan pendekatan organisasi dan regulasi (Council for supply
Chain management, 2006) “Procurement Management is part of Supply Chain
management that process of obtaining goods and service, from preparation and
processing of requisition through to receipt and approval of the invoice for
payment”. Berdasarkan perkembangan bisnis dan teknologi dengan landasan
pengetahuan akademik, serta pengaturan kebijakan (Willem Siahaya, 2008)
mendefinisikan manajemen pengadaan adalah bagian dari Supply Chain
Management yang secara sistematik, dan strategis memproses pengadaan barang
dan jasa mulai dari sumber barang sampai dengan tempat tujuan berdasarkan tepat
mutu, jumlah, harga, waktu, sumber, dan tempat untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan.

Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (E-Procurement)
Bank Dunia mendefinisikan E-Procurement secara luas dalam hal ini
mengakomodasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi khususnya
internet oleh pemerintah dalam melakukan pengadaan panitia tender menghubungkan
dengan pemasok untuk pembelian barang, pekerjaan, dan jasa konsultasi yang
dibutuhkan oleh sektor publik (World Bank, 2003). E-Procurement merupakan
proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan secara elektronik
terutama berbasis web atau internet. Instrumen ini memanfaatkan fasilitas
teknologi komunikasi dan informasi meliputi pelelangan umum secara elektronik
yang diselenggarakan oleh LPSE (Udoyono, 2012). Dilain sisi E-Procurement
merupakan intergrasi dan manajemen elektronik terhadap semua aktivitas
pengadaan termasuk permintaan pembeli, pemberian hak, pemesanan, pengiriman
dan pembayaran antara pembeli dan pemasok (Chaffey, 2004). Dari pandangan
beberapa peneliti, E-Procurement merupakan pelaksanaan pengadaan barang dan
jasa dengan menggunakan jaringan elektronik (jaringan internet atau intranet) atau
electronic data interchange (EDI).
Prinsip-prinsip dasar pengadaan barang dan jasa dapat dicapai melalui
penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang baku serta didukung oleh
teknologi informasi dan komunikasi secara tepat dalam penerapannya. Implementasi
teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pengadaan barang dan jasa,
selanjutnya disebut E-Procurement terbukti mampu meningkatkan kinerja, efisiensi,
dan efektvitas pengadaan barang dan jasa di berbagai negara.

Regulasi dan Kebijakan UU E-Procurement di Indonesia
Penerapan proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik EProcurement diharapkan akan lebih menjamin terlaksananya prinsip-prinsip
persaingan usaha yang sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi
semua pihak, sehingga akan lebih meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi,

4

serta akuntabilitas dalam pembelanjaan uang negara, yang mendorong
terwujudnya good governance.
Untuk terwujudnya E-Procurement sesuai dengan yang diharapkan, tidak
terlepas dari kondisi nyata unsur-unsur yang mendukungnya. Unsur-unsur
dimaksud meliputi regulasi dan kelembagaan yaitu kebijakan dan perangkat
hukum yang mengatur serta lembaga yang mewadahinya, proses bisnis atau alur
proses dari pelaksanaan E-Procurement yang sedang berjalan, program aplikasi
yang digunakan, infrastruktur berupa perangkat keras dan perangkat jaringan,
serta organisasi & manajemen layanan. Hal tersebut telah diisyaratkan dengan
berbagai kebijakan, yaitu:
 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah.
 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas
Perpres 54/2010.
Kebijakan tersebut didukung pula oleh keputusan Menteri Pekerjaan Umum
dengan :
 Keputusan Menteri PU Nomor 306/KPTS/M/2004, Tentang Pembentukan
Tim Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementerian Pekerjaan
Umum.
 Peraturan Menteri PU Nomor 207/PRT/M/2005, Tentang Pedoman
Pengadaan Jasa Konstruksi Pemerintah Secara Elektronik.
 Surat Edaran Menteri PU No.7/SE/M/2012 Tentang Pelaksanaan
Pemilihan Penyedia Barang dan jasa Pemerintah Secara Elektronik (EProcurement).
 Surat Edaran Menteri PU No.16/SE/M/2013 tentang Perubahan Surat
Edaran Menteri PU No.7/SE/M/2012 Tentang Pelaksanaan Pemilihan
Penyedia Barang dan jasa Pemerintah Secara Elektronik (E-Procurement).

Kementerian Pekerjaan Umum
Kementerian Pekerjaan Umum (dahulu Departemen Pekerjaan Umum,
biasa disebut Departemen PU), sempat bernama "Departemen Permukiman dan
Pengembangan Wilayah" (1999-2000) dan "Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah" (2000-2004), adalah kementerian dalam Pemerintah
Indonesia yang membidangi urusan pekerjaan umum.
Visi
Tersedianya Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman yang Andal
untuk Mendukung Indonesia Sejahtera 2025.
Misi
1. Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari
pembangunan nasional dan daerah serta keterpaduan pembangunan
infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman berbasis penataan ruang
dalam rangka pembangunan berkelanjutan.

5

2. Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk
meningkatkan kelestarian fungsi dan keberlanjutan pemanfaatan SDA
serta mengurangi risiko daya rusak air.
3. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan.
4. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang layak huni dan
produktif melalui pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur
permukiman yang terpadu, andal dan berkelanjutan.
5. Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin
adanya keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan
konstruksi yang baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan
berkembang.
6. Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan serta Penerapan:
IPTEK, norma, standar, pedoman, manual dan/atau kriteria pendukung
infrastruktur PU dan permukiman.
7. Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya
yang akuntabel dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan
menerapkan prinsip-prinsip good governance.
8. Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan
Kementerian PU dengan meningkatkan kualitas pemeriksaan dan
pengawasan profesional.
Tugas
Sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pekerjaan
Umum mempunyai tugas : menyelenggarakan urusan di bidang pekerjaan umum
dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara.

Fungsi
1. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pekerjaan
umum
2. Pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Pekerjaan Umum.
3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pekerjaan
Umum.
4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Pekerjaan Umum di daerah.
5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

6

Gambar 2. 1 Struktur Organisasi PU
(Sumber : Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kementerian Pekerjaan Umum), 2015)

E-Procurement Kementerian Pekerjaan Umum
E-Procurement Kementerian PU adalah tanggung-jawab pusat data yang
merupakan pengembang dan juga pemelihara sistem aplikasi tersebut. Pengembangan
sistem ini ditujukan untuk pihak ketiga atau penyedia jasa dengan maksud
meningkatkan transparansi birokrasi. Kebutuhan E-Procurement berkembang
menjadi kebutuhan untuk melakukan monitoring dan evaluasi guna mempelancar
dan mempercepat proses pembangunan infrastruktur ke-PU-an.

7

Pengembangan E-Procurement di Kementerian PU merupakan salah satu
pelaksanaan kegiatan yang dituangkan dalam PP No. 70 tahun 2012. Tujuan
pengembangan E-Procurement dibagi menjadi 5 kategori;
1) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
2) Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha
3) Meningkatkan proses efisiensi pengadaan
4) Mendukung proses monitoring dan audit
5) Memenuhi kebutuhan akses informasi yang transparan
Proses pelelangan menggunakan E-Procurement di Kementerian Pekerjaan
Umum adalah seperti gambar di atas. Ada beberapa yang harus diperhatikan, halhal sebagai berikut:
1. Jika dokumen lelang yang akan diunggah terlalu besar, maka pengguna
harus memecah dokumen menjadi beberapa bagian dan mengunggahnya
secara terpisah.
2. Jika ada tambahan tentang dokumen lelang, maka bisa dimasukkan pada
fasilitas unggah addendum.
3. Proses lelang dapat dilakukan dengan tahap kualifikasi dua kali tergantung
dari panitia lelang atau pengguna akan menggunakan proses kualifikasi
dua kali atau sekali saja.
Gambaran umum tentang bagaimana pengguna melakukan proses pelelangan
menggunakan E-Procurement di Kementerian Pekerjaan Umum yang
menggunakan sistem full E-Procurement digambarkan dalam bentuk flowchart
(Lampiran 1-3).

Tata Kelola TI dengan Framework COBIT 4.1
Tata kelola teknologi informasi (IT Governance) adalah suatu cabang dari tata
kelola organisasi yang terfokus pada sistem teknologi informasi serta manajemen
kinerja dan risikonya. Menurut (Peterson, 2003), tata kelola TI lebih luas
cakupannya dari pada manajemen TI (IT Management). Manajemen TI fokus
pada penyediaan layanan dan produk TI yang efektif untuk internal organisasi dan
pengelolaan operasi TI saat ini. Sedangkan, tata kelola TI fokus pada menampilkan dan
mentransformasikan TI untuk memenuhi kebutuhan bisnis (internal focus) saat ini dan
masa depan serta untuk memenuhi kebutuhan customer (eksternal focus). Dengan
demikian, tata kelola TI bertujuan untuk memaksimalkan potensi sumber daya yang
dimiliki, menghindari tumpang tindih alokasi waktu, biaya dan sumber daya
manusia, serta mengurangi risiko dalam pengembangan TI. Kerangka kerja yang
dipergunakan dalam tata kelola TI adalah COBIT (Control Objectives for
Information & Related Technology).
COBIT merupakan best practices dalam pengendalian informasi dan
teknologi yang terkait didalamnya serta memonitor dan mengelola aktifitas TI (IT
Governance Institute, 2007), yang diterbitkan oleh Information Systems Audit and
Control Association (ISACA) dan IT Governance Institute (ITGI) sebuah
kerangka kerja (Framework) yang digunakan untuk mengevaluasi terhadap sistem
informasi. COBIT mengembangkan 4 domain: Planning and Organization (PO),
Acquisition and Implementation (AI), Delivery and Support (DS), dan Monitoring

8

and Evaluation(ME). Secara keseluruhan mencakup 34 high level processes yang
meliputi 210 control objectives (ISACA-ITGI, 2000).
Sebagai sebuah kerangka kerja, COBIT 4.1 memiliki struktur yang mengikat
kebutuhan bisnis organisasi dengan kebutuhan manajemen informasi dalam satu
kesejajaran (aligment), dan pengelolaan serta pengawasan (monitoring), dan
pengendalian (control). Secara keseluruhan konsep framework COBIT digambarkan
sebagai sebuah kubus tiga dimensi yang terdiri dari: (1) kebutuhan bisnis, (2) sumber
daya teknologi informasi dan (3) proses teknologi informasi (IT Governance Institute,
2007). Framework COBIT 4.1 dapat dilihat secara keseluruhan pada Gambar 2.2
berikut.

Gambar 2.2 Framework COBIT 4.1
(Sumber: ITGI, 2007)

COBIT memasukkan model kemapanan yang digunakan untuk menyajikan
profil dari proses TI untuk kondisi saat ini (current states) dan masa datang
(future states). Model kemapanan pada COBIT digunakan untuk melakukan
evaluasi dalam lingkup pengelolaan dan kontrol proses-proses SI/TI diorganisasi.
Model tingkat kemapanan yang digunakan dalam mengukur tingkat kemapanan
organisasi memiliki nilai antara 0 (non-existent) hingga 5 (optimised).

9

Pengukuran tersebut diterapkan pada 34 proses COBIT. Namun demikian,
belum tentu semua organisasi memiliki atau mencakup keseluruhan proses-proses
tersebut. Sehingga penilaian yang dilakukan hanya akan mencakup proses-proses
yang didefinisikan pada organisasi tersebut.

Tingkat Kemapanan (Maturity Model)
Model tingkat kemapanan (maturity model) digunakan sebagai alat untuk
melakukan benchmarking dan self-assessment oleh manajemen teknologi
informasi secara lebih efisien. Model kemapanan untuk pengelolaan dan control
pada proses teknologi informasi didasarkan pada metode evaluasi perusahaan atau
organisasi, sehingga dapat mengevaluasi sendiri, mulai dari level 0 (non-existent)
hingga level 5 (optimised).
Pengukuran tingkat kemapanan dengan model kemapanan yang disediakan
COBIT 4.1 pada penelitian ini berbasis pada cara pengukuran yang digunakan
oleh Andrea Pederiva (Pederiva, 2003). Detail pertanyaan yang dikembangkan
dalam pengukuran tingkat kemapanan tersebut berlandaskan pada model
kemapanan COBIT 4.1 yang terdiri dari 34 proses.
Tingkat kemapanan (maturity level) tata kelola TI menurut COBIT 4.1
diukur dari tingkat kemapanan proses-proses (aktivitas pengelolaan) TI yang
menerapkan mekanisme control yang terdapat dalam 34 proses di bawah domain
PO, AI, DS, ME. COBIT 4.1 mengukur tingkat kemapanan dengan meminjam
konsep kategori enam maturity level CMM (Capability Maturity Model) dari SEI
(Software Engineering Institute), yaitu non-eksistent (0), adhoc (1), repeatable
(2), defined (3), managed (4), dan optimized (5), (ITGI 2007) dengan deskripsi
sebagai berikut ;
1 Non-eksistent (0 = Management processes are not applied at all) Kekurangan
yang menyeluruh terhadap proses apapun yang dapat dikenali. Perusahaan
bahkan tidak mengetahui bahwa terdapat permasalahan yang harus diatasi.
2 Adhoc (1 = Processes are ad hoc and disorganized), Terdapat bukti bahwa
perusahaan mengetahui adanya permasalahan yang harus diatasi.
Bagaimanapun juga tidak terdapat proses standar, namun menggunakan
pendekatan ad hoc yang cenderung diperlakukan secara individu atau per
kasus. Secara umum pendekatan kepada pengelolaan proses tidak
terorganisasi.
3 Repeatable (2 = Processes/allow a regular pattern), proses dikembangkan
ke dalam tahapan dimana prosedur serupa diikuti oleh pihak-pihak yang
berbeda untuk pekerjaan yang sama. Tidak terdapat pelatihan formal atau
pengkomunikasian prosedur standar dan tanggung jawab diserahkan
kepada individu masing-masing. Terdapat tingkat kepercayaan yang tinggi
terhadap pengetahuan individu sehingga kemungkinan terjadi error sangat
besar.
4 Defined (3 = Processes are documented and communicated), prosedur
distandarisasi dan didokumentasikan kemudian dikomunikasikan melalui
pelatihan. Kemudian diamanatkan bahwa proses-proses tersebut harus
diikuti. Namun penyimpangan tidak mungkin dapat terdeteksi. Prosedur
sendiri tidak lengkap namun sudah memformalkan praktek yang berjalan

10

Managed (4 = Processes are monitored and measured), manajemen
mengawasi dan mengukur kepatutan terhadap prosedur dan mengambil
tindakan jika proses tidak dapat dikerjakan secara efektif. Proses berada
dibawah peningkatan yang konstan dan penyediaan praktek yang baik.
Otomatisasi dan perangkat digunakan dalam batasan tertentu
6 Optimized (5 = Best practices are followed and automated), proses telah
dipilih ke dalam tingkat praktek yang baik, berdasarkan hasil dari
perbaikan berkelanjutan dan permodelan kedewasaan dengan perusahaan
lain. Teknologi informasi digunakan sebagai cara terintegrasi untuk
mengotomatisasi alur kerja, penyediaan alat untuk peningkatan kualitas
dan efektifitas serta membuat perusahaan cepat beradaptasi.
5

Gambar 2. 3 Tingkat maturitas kerangka kerja COBIT 4.1
(Sumber: ITGI, 2007)

Penelitian Sebelumnya
Menurut Ven, K.; Haes, SD.; Grembergen, WV.; Varelest J (2008)
melakukan penelitian tentang peranan COBIT 4.1 dalam membantu mengadopsi
dan mengmplementasikan OSS (Open Source Software) . Pada tahun 2010,
Radovanovic, D; Radojevic, T; Lucic, D; Sarac, M melakukan penelitian tentang
konsep audit sistem informasi dan metodologi yang digunakan untuk mengontrol
fungsi dan mengelola dengan cobit yang berguna sebagai pedoman dalam sebuah
organisasi untuk mengontrol kegiatan, pengukuran dan dokumentasi proses dan
operasi. Pada tahun 2010, Tanuwijaya, H; Sarno, R melakukan penelitian tentang
perbandingan antara model maturity cobit dan model persamaan struktural untuk
mengukur keterpaduan antara peraturan akademik universitas dan tujuan
teknologi informasi. Pada tahun 2011, Susanto, H; Almunawar, MN; Yong,
melakukan penelitian tentang perbedaan berbagai standar keamanan informasi
yang terdiri dari ISO 27001, BS 7799, PCIDSS, ITIL and COBIT. Pada tahun
2011, Bendroider, EWN.; Ianov, M meakukan penelitian untuk mengekplorasi
penggunaan, nilai, dan struktur framework dengan fokus pada COBIT dan
teknologi COBIT. Pada tahun 2011, Nastase, P; Nastase, F; Ionescu C melakukan
penelitian tentang pentingnya implementasi prektek IT terbaik dalam usaha dan
untuk mengidentifikasi kunci dan tantangan yang tengah dihadapi para manajer

11

dalam membuat suatu standar kerangka kerja control TI dalam rangka untuk
mencapai keselarasan dari praktik-praktik terbaik untuk kebutuhan bisnis dengan
menggunakan standar COBIT, ITIL, ISO/IEC 27002. Pada tahun 2011, Yulianti,
DT; Patria, MC melakukan penelitian tentang penggunaaan framework COBIT
sebagai solusi pemecah masalah dan berita terbaru di bidang teknologi informasi
pada suatu perusahaan (PT), khususnya terkait dengan sumber daya manusia.
Pada tahun 2011, Mamaghani, ND; Samizadeh, R; Saghafi, F melakukan
penelitian tentang keuntungan dan kerugian Proyek TI dengan mengkombinasikan
IT-BSC dan COBIT.
Beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai pengukuran
tata kelola teknologi informasi yaitu e-GP Roadmap dari (World Bank, 2004)
tersebut dipergunakan sebagai best practice dalam mengukur tingkat kemajuan
(maturity level) implementasi E-Procurement. Wella pada tahun 2013 melakukan
penelitian tingkat kematangan implementasi teknologi informasi hanya melihat
pada domain monitoring dan evaluate dengan tujuan mengevaluasi TI yang dapat
dijadikan sebagai rekomendasi audit. Selama ini telah dilakukan penelitian yang
terkait dengan tata kelola TI, (Gove Ryan et al, 2013) pencapaian yang berbasis
dengan kerangka kerja pengukuran tingkat kematangan dengan memberikan
langkah-langkah dalam mengevaluasi, bagaimana organisasi melakukannya,
mengukur pencapaiannya, dan mengevaluasi pencapaian keluaran dengan matrik
yang berlawanan (ADB e-GP, 2004) merupakan standar framework tata kelola EProcurement dalam mengukur tingkat kemapanan yang dapat diaplikasikan oleh
negara-negara berkembang. Pada tahun 2013, Kerr, DS.; Murthy, US menyajikan
tentang hasil survey internasional dari berbagai professional TI yang mengeksplor
hubugan antara proses COBIT TI dan pelaporan keuangan. Pada tahun 2014,
Tambotoh, JJC; Latuperissa, R melakukan penelitian tentang pembuatan sebuah
aplikasi untuk mengukur maturity level TI governance di tingkat lembaga
pemerintah yang dikembangkan berdasarkan kerangka cobit 4.1 dan desain yang
digunakan berdasarkan bahasa pemodelan bersatu. Pada tahun 2014, Ratih,
GADS; Bayupati, IPA; Sukarsa, IM melakukan penelitian tentang pengukuran
terhadap performance dari manajemen TI di sebuah perusahaan keuangan (BANK
X) dengan menggunakan framework COBIT 4.1 melalui pemetaan sehingga goal
dari perusahaan keuangan sesuai dengan tujuan cobit.

3 METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilakukan dengan melakukan pengukuran kematangan
implementasi aplikasi E-Procurement dengan menggunakan framework Cobit 4.1
di Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Pattimura 20, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan - 12110. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai
dengan September 2014.

12

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer yang diperoleh berasal dari metode kuesioner tentang
penerapan teknologi informasi yang diperoleh dari beberapa responden (vendor
dan staf pusat data Kementerian PU). Data sekunder yang digunakan sebagai
pelengkap analisis berupa dokumen perencanaan, laporan-laporan, Keputusan
Presiden, Keputusan Menteri tentang E-Procurement dan lain-lain yang
merupakan produk kerja PU. Pengukuran dilakukan terhadap fakta-fakta
kematangan pengendalian proses-proses yang terjadi di dalam organisasi dengan
menggunakan kuesioner yang dirancang melalui COBIT 4.1 Management
Guidlines.
Tools analisis yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan prosedur
standar COBIT 4.1 (Control Objective for Information and Related Technology)
yang dikeluarkan oleh ISACA (Information Systems Audit and Control Association).
Pengolahan data menggunakan Ms. Excel.

Metode
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bersifat evaluatif dengan pendekatan melihat efektifitas dan
efisiensi tata kelolaTI yang dilaksanakan di Kementerian Pekerjaan Umum.
Deskripsi tingkat kemapanan dapat digambarkan sebagai suatu set of
atomic statement dimana masing-masing deskripsi level of maturity berisi
pernyataan-pernyataan yang dapat bernilai sesuai atau tidak sesuai, dan sebagian
sesuai atau sebagian tidak sesuai. Deskripsi dari tingkat kemapanan terdiri atas 6
level (0 sampai 5) yang menggambarkan tingkat kehandalan aktivitas-aktivitas
pengendalian sistem informasi yang dirangkum oleh ISACA dari konsensus
berbagai pendapat ahli dan praktek-praktek terbaik di bidang teknologi informasi
yang bersifat generik dan telah dijadikan sebagai standar internasional. Level
maturity model berdasarkan IT Governance Institute tahun 2007 adalah seperti
terdapat pada Tabel 3.1.
Tabel 3. 1 Level Maturity Model
Level

Kategori

0
1

Non-Existent
Initial/Ad Hoc

2
3

Repeatable but intuitive
Defined

4
5

Managed
Optimised

Deskripsi
Proses pengelolaan tidak diterapkan
Proses pengelolaan dilakukan secara tidak
berkala dan tidak terorganisir
Proses dilakukan secara berulang
Proses telah terdokumentasi dan
dikomunikasikan, pengawasan dan pelaporan
tidak dilakukan secara berkala
Proses terawasi dan terukur
Best practices telah diterapkan dalam proses
pengelolaan

(Sumber: ITGI, 2007)

13

Untuk mendukung analisis data yang dihasilkan dari kuesioner COBIT 4.1
Management Guidelines (Lampiran 4), sebagai langkah awal akan dilakukan
analisis pendukung, yaitu analisis profil, analisis selanjutnya dilakukan pada
strategi pengembangan E-Procurement yang didasarkan pada Perpres No 70 tahun
2012 yang merupakan acuan PU dalam menerapkan E-Procurement. Dari hasil
analisis tersebut, menghasilkan indikator yang selanjutnya dilakukan pemetaan
pada COBIT business goals. Hasil pemetaan ini kemudian dilanjutkan dengan
penentuan IT goals.
Dari hasil analisis strategi bisnis organisasi, selanjutnya menentukan
kendali proses COBIT yang sesuai dengan strategi bisnis organisasi, dengan
melakukan pemetaan pada COBIT business goals. Hasil dari pemetaan ini
kemudian dilanjutkan dengan penentuan IT goals melalui hubungan antara
business goals dengan IT goals yang terdapat pada COBIT. Kendali proses
COBIT, yang sesuai dengan strategi bisnis organisasi, akan didapatkan melalui
hubungannya dengan IT goals yang terdapat pada COBIT. Proses selanjutnya
adalah mendapatkan tingkat kemapanan penyelarasan strategi SI/TI terhadap
strategi bisnis organisasi, sesuai dengan kendali proses COBIT yang terpilih dari
strategi bisnis yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai hasil akhir dari proses
tersebut yaitu menentukan strategi-strategi untuk meningkatkan tingkat
kemapanan penerapan aplikasi teknologi E-Procurement berdasarkan tingkat
kemapanan yang terdapat pada COBIT 4.1.
Adapun alur penelitian yang akan digunakan, sebagaimana terlihat pada
Gambar 3.1.

Gambar 3. 1. Alur Penelitian

14

Pengumpulan Data
Untuk melakukan analisis pengukuran kemapanan implementasi aplikasi
E-Procurement dengan menggunakan Framework Cobit 4.1 di Kementerian
Pekerjaan Umum dilakukan pengumpulan data dengan beberapa metode, yaitu;
a. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mengadakan interview dengan melakukan tanya jawab secara langsung
dan tidak langsung dengan kepala pusat data dan beberapa responden yang
terkait yang terlibat langsung dalam perencanaan dan operasional pada
sistem aplikasi E-Procurement di Kementerian Pekerjaan Umum.
b. Kuesioner
Kuesioner digunakan sebagai alat untuk disebarkan kepada sejumlah
responden yaitu pengguna E-Procurement Kementerian Pekerjaan Umum
(penyedia jasa) dan staff pusat data masing-masing terdiri dari 3 responden
yang memahami, dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang
diperlukan dalam upaya pemecahan masalah yang berisi daftar pertanyaan.
Responden penyedia jasa berasal dari CV Norisma Mandir, CV Handayani
Prima dan PT. Quadra Solution, sedangkan responden staf berasal dari
bagian standarisasi, aplikasi serta pengembangan dan analisis data. Bentuk
pertanyaan kuesioner dibuat sesuai standar domain cobit 4.1.
Pengukuran Tingkat Kemapanan
Pengukuran tingkat kemapanan (maturity level) dilakukan dengan
mempertimbangkan nilai indek kemapanan (maturity index) pada 6 atribut
kematangan COBIT 4.1 yang meliputi:
a. Awareness and Communication (AC)
b. Policies, Standards and Procedures (PSP)
c. Tools and Automation (TA)
d. Skill and Expertise (SE)
e. Responsibilities and Accountabilities (RA)
f. Goal Setting and Measurement (GSM)
Dari kuesioner yang ada maka dilakukan pembobotan berdasarkan nilai-nilai
berikut (Tabel 3.2):
Tabel 3.2 Pembobotan kuesioner
Jawaban
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Agak Setuju
Setuju

Nilai
0
0.33
0,66
1

(Sumber: Cobit Maturity Scoring, Andrea Pederiva, 2003)

Dari keseluruhan hasil pemetaan pernyataan kuesioner dengan bobot nilai
di atas (Tabel 3.2) kemudian dijumlah dan dibagi sesuai jumlah pernyatan yang
ada. Nilai yang diperoleh dari pembagian tersebutlah yang kemudian menjadi
ukuran tingkat kemapanannya sesuai dengan Tabel 3.3.

15

Tabel 3.3 Kriteria penilaian
Indeks kemapanan
0 - 0,50
0,51 - 1,50
1,51 - 2,50
2,51 - 3,50
3,51 - 4,50
4,51 - 5,50

Level Kemapanan
0 - Non-Existent
1 - Initial / ad Hoc
2 - Repeatable But Intuitive
3 - Defined process
4 - Manage and Measurable
5 – Optimized

(Sumber: COBIT 4.1. ITGI, 2007)

Analisa Tingkat Kemapanan
Analisa tingkat kemapanan dilakukan berdasarkan hasil kuesioner yang
bersandar pada metode penilaian (scoring) dari skala non-existent sampai dengan
optimised (dari 0 sampai 5). Yaitu 0- Non Existent, 1-Initial, 2- Repetable, 3Defined, 4- Managed dan 5- Optimized sehingga dari sini dapat dinilai prosesproses IT yang dimiliki oleh PU sudah sejau hmana nilai level kemapanannya.
COBIT 4.1 mengelompokkan semua aktivitas bisnis yang terjadi dalam
organisasi menjadi 34 proses yang terbagi ke dalam empat buah domain
proses,meliputi :
1 Plan and Organise / PO (10 proses), meliputi strategi dan taktik yang
berkaitan dengan identifikasi pemanfaatan IT yang dapat memberikan
kontribusi dalam pencapaian tujuan bisnis.
2 Acquire and Implement / AI (7 proses), merupakan domain proses yang
merealisasikan strategi IT, serta solusi-solusi TI yang diperlukan untuk
diterapkan pada proses bisnis organisasi. Pada domain ini pula dilakukan
pengelolaan perubahan terhadap sistem eksisting untuk menjamin proses
yang berkesinambungan.
3 Deliver and Support / DS (13 proses), yaitu domain proses yang berhubungan
dengan pelayanan yang diberikan, mulai dari operasi tradisional terhadap
keamanan dan aspek kesinambungan hingga pelatihan.
4 Monitor and Evaluate / ME (4 proses), merupakan domain yang memberikan
pandangan bagi pihak manejemen berkaitan dengan kualitas dan
kepatuhan dari proses yang berlangsung dengan kendali-kendali yang
diisyaratkan.
Rekomendasi
Pemberian rekomendasi dilakukan sebagai bahan pertimbangan dalam
perbaikan dan evaluasi tingkat kemapanan pada implementasi E-procurement di
Kementerian PU.

16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dibahas mengenai analisis organisasi, strategi pengembangan,
dan pembahasan hasil kuesioner.

Analisis Strategi Pengembangan E-Procurement
E-Procurement Kementerian PU merupakan tanggung jawab Pusat Data
yang merupakan bagian dari sekertariat jenderal yang menangani E-Procurement
di Kementerian PU yang berperan sebagai pengembang dan juga pemelihara
sistem aplikasi tersebut. Tugas pokok Pusat Data adalah melaksanakan pembinaan,
pengembangan, pengelolaan dan penyediaan data infrastruktur bidang Pekerjaan
Umum serta penyelenggaraan sistem informasi mendukung manajemen
Kementerian.
Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Data menyelenggarakan fungsi
sebagai berikut :
1. Penyusunan program pengolahan data
2. Pembinaan dan pengembangan pengolahan data
3. Penyelenggaraan sistem informasi
4. Pengelolaan dan penyediaan data spasial atau peta
5. Pengelolaan dan penyediaan data literal atau numerik
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga pusat
Implementasi teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pengadaan
barang dan jasa berupa E-Procurement mempunyai tujuan:
1. Meningkatkan transparasi dan akuntabilitas
2. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha
3. Meningkatkan proses efisiensi pengadaan
4. Mendukung proses monitoring dan audit
5. Memenuhi kebutuhana akses informasi yang transparan
Kendali Proses
Kendali proses COBIT 4.1 merupakan proses-proses yang harus dilalui untuk
dapat mengukur tingkat kemapanan pengembangan aplikasi E-Procurement. Titik
awal pengukuran tingkat kemapanan penerapan dilakukan dengan menetapkan
indikator keberhasilan karena dapat menjadi salah satu faktor penentu keakuratan
hasil yang diperoleh. Oleh karena itu, penentuan indikator tersebut dilakukan
berdasarkan analisa dari pihak yang benar-benar memahami hal tersebut.
Kementerian PU tidak memiliki indikator keberhasilan dalam pengembangan EProcurement. Dengan sebab itu perlu dilakukan analisa awal untuk menetapkan
indikator dengan melakukan wawancara, analisis dokumen dan diskusi dengan
pejabat terkait. Berdasarkan analisis yang dilakukan, indikator tersebut merupakan
faktor yang mempengaruhi keberhasilan “goals” organisasi. Indikator
keberhasil