Karakterisasi Dan Uji Resistensi 9 Genotipe Tomat Lokal Terhadap Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum)

KARAKTERISASI DAN UJI RESISTENSI 9 GENOTIPE
TOMAT LOKAL TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI
(Ralstonia solanacearum)

NADHIA RAISA BARIRO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi dan Uji
Resistensi 9 Genotipe Tomat Lokal terhadap Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia
solanacearum) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Nadhia Raisa Bariro
NIM A24100117

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
NADHIA RAISA BARIRO. Karakterisasi dan Uji Resistensi 9 Genotipe Tomat
Lokal terhadap Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum). Dibimbing oleh
SURJONO HADI SUTJAHJO dan ALINA AKHDIYA.
Penelitian dilakukan untuk memperoleh informasi keragaan 9 genotipe
tomat lokal dan mengetahui respon ketahanannya terhadap penyakit layu bakteri.
Genotipe tomat yang diuji yaitu Aceh 1, Aceh 5, Jember, Kefaminano 4, Kemir,
Kudamati 1, Kudamati 2, Makasar 3, dan Tanah datar. Terdapat dua tahap
percobaan dalam penelitian ini yang meliputi karakterisasi dan pengujian
ketahanan terhadap penyakit layu bakteri. Rancangan yang digunakan pada
percobaan ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor

(genotipe). Masing-masing percobaan pada tahap pertama dilakukan dalam dua
ulangan sedangkan percobaan tahap kedua dilakukan dalam tiga ulangan.
Genotipe Makasar 3 menunjukkan jumlah buah pertanaman, bobot buah
pertanaman, dan produktivitas tertinggi. Jember memiliki karakter panjang buah,
tebal daging buah, dan bobot buah paling tinggi. Hasil uji resistensi menunjukkan
genotipe Aceh 1, Kemir, dan Makasar 3 medium rentan terhadap penyakit layu
bakteri; genotipe Aceh 5, Jember, Kefaminano 4, Kudamati 1, dan Tanah Datar
menunjukkan renspon tahan; sedangkan genotipe Kudamati 2 menunjukkan
respon sangat tahan. Varietas unggul dapat diperoleh dengan melakukan
persilangan antara karakter yang disukai oleh industri dan pasar (Aceh 5 dan
Kudamati 1), memiliki hasil yang potensial di dataran medium (Makasar 3, Kemir,
dan Jember), dan tahan terhadap penyakit layu bakteri (Kudamati 2, Aceh 5,
Kudamati 1, dan Tanah datar).
Kata kunci: genotipe lokal, karakterisasi, Ralstonia solanacearum, resistensi layu
bakteri

ABSTRACT
NADHIA RAISA BARIRO. Characterization and Resistance Test of 9 Local
Tomato Genotypes Against Bacterial Wilt (Ralstonia solanacearum). Supervised
by SURJONO HADI SUTJAHJO dan ALINA AKHDIYA.

The aim of this research was to obtain information about the performance
and plant resistance against bacterial wilt of the 9 local tomato genotypes. The
genotypes tested were Aceh 1, Aceh 5, Jember, Kefaminano 4, Kemir, Kudamati
1, Kudamati 2, Makasar 3, and Tanah datar. The research consisted of two
experiment steps that were their characterization and resistance for bacterial wilt.
Randomized Complete Block Design with one factor (genotype) used as the
experimental design. The first experiment was conducted in two replication, but
the second experiment was conducted in three replication. Makasar 3 showed the
highest productivity and has the greatest fruit number and weight per plant.
Jember showed the highest for length of fruit, pericarp width, and fruit weigh. The
result of resistance test against bacterial wilt showed that Aceh 1, Kemir, and
Makasar 3 were moderately susceptible; Aceh 5, Jember, Kefaminano 4,

Kudamati 1, and Tanah datar were resistant; and Kudamati 2 was very resistant.
High quality varieties can be produced by crossing many characteristics which are
demanded by industries as well as market (Aceh 5 and Kudamati 1), have high
productivity in the middle-high area (Makasar 3, Kemir, and Jember), and
resistance to bacterial wilt disease (Kudamati 2, Aceh 5 , Kudamati 1, and Tanah
datar).
Keywords: characterization, local tomato genotypes, Ralstonia solanacearum,

resistance for bacterial wilt

KARAKTERISASI DAN UJI RESISTENSI 9 GENOTIPE
TOMAT LOKAL TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI
(Ralstonia solanacearum)

NADHIA RAISA BARIRO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya
sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini. Judul yang dipilih dalam penelitian ini
adalah “Karakterisasi dan Uji Resistensi 9 Genotipe Tomat Lokal terhadap Penyakit
Layu Bakteri Ralstonia solanacearum”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono
Hadi Sutjahjo, MS dan Ibu Dr. Alina Akhdiyah, M.Si selaku dosen pembimbing
skripsi yang terus memberikan motivasi serta masukan dalam penulisan skripsi.
Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua (Muhammad Furqon dan
Rahmi Susanti), Adik (Irfan Mahfudz Rabbany), keluarga besar (Mamak, Tante
Umi dan Ita; Oom Udin, Saleh, Mbah-oom, dan Acak Kanang; serta sepupu (Iim,
Oji, Rina, Mba Ayang, Edo, Solehah, Yusuf, dll.) atas dukungan, doa, motivasi dan
semangat yang selalu diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada Bapak Prof.
Dr. Ir. Sudarsono, MS selaku dosen pembimbing akademik yang memotivasi
penulis untuk menjadi pengusaha sukses dan Siti Marwiyah, Sp. M.Si selaku dosen
penguji, seluruh dosen dan staff di Departemen AGH dan Faperta. Terima kasih
kepada Beasiswa PPA-BBM dan Yayasan Karya Salemba Empat yang memberikan
dukungan moril dan materil kepada penulis selama menempuh pendidikan. Ucapan

terima kasih yang utama penulis sampaikan kepada Rony Ramdany yang serta
merta sabar membantu mencarikan solusi atas kesulitan yang dihadapi penulis,
teman-teman seperjuangan angkatan 47 di IPB khususnya di Fakultas Pertanian
(Dana, Fitgal, Sarah, Dita, Nafi, Ogi, Asep, Bang Fadli, Levin, Rima, dkk.), temanteman di Asrama Putri Darmaga (Uli, Ati, Kikon, Heldud, Dini, Lead, Ca, Bel,
Sekar, Kajoel, dkk.), adik-adik di PADEE, Kak Resti, Kak Apin, Aul, Irza, Mimin,
Erma, Risma, Texno-logic atas semangat yang terus diberikan kepada penulis.
Penulis mengetahui bahwa karya ini belum sempurna, sehingga kritikan dan
saran yang membangun sangat diharapkan demi menjadi lebih baik dalam penelitian
dijenjang pendidikan selanjutnya. Penulis ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis serta pembaca secara umum.

Bogor, April 2016
Nadhia Raisa Bariro

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Tomat
Syarat Tumbuh Tomat
Layu Bakteri
Pemuliaan Tanaman Tomat
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Rancangan Percobaan
Prosedur Percobaan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kondisi Iklim dan Kerusakan Buah
Analisis Sidik Ragam
Karakter Kuantitatif
Karakter Kualitatif

Uji Resistensi terhadap Penyakit Layu Bakteri
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii
1
1
2
2
2
2
3
3

4
5
5
5
5
6
10
10
10
10
11
12
16
19
20
25
24
25
25
30

39

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter genotipe
tanaman tomat
2 Karakter tipe pertumbuhan serta rataan tinggi tanaman, diameter batang,
panjang daun, dan lebar daun
3 Rataan panjang buah, diameter buah, dan tebal daging buah
4 Rataan jumlah buah per tanaman, bobot buah, bobot buah per tanaman,
dan produktivitas
5 Rataan umur berbunga dan umur panen
6 Rataan nilai kekerasan buah dan padatan terlarut total
7 Keragaan letak daun, pembagian helai daun, tipe daun, intensitas hijau
daun, dan letak daun terhadap tulang daun utama
8 Keragaan lapisan absisi, bentuk buah, ribbing atau lekukan, irisan
melintang, depresi ujung tangkai, bentuk ujung buah, jumlah rongga
buah, bahu hijau, dan luas bahu hijau
9 Rataan periode laten, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit

11

12
13
14
15
15
17

17
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Persemaian benih tomat
Kerusakan fisik buah tomat
Serangan hama pada tanaman tomat
Helai daun tanaman tomat
Keragaan bentuk ujung buah
Lokus atau rongga buah tomat
Keragaan karakter bahu buah tomat
Penampakan R. solanacearum

10
11
11
16
18
18
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Data iklim Dramaga
Deskripsi genotipe Aceh 1
Deskripsi genotipe Aceh 5
Deskripsi genotipe Jember
Deskripsi genotipe Kefaminano 4
Deskripsi genotipe Kemir
Deskripsi genotipe Kudamati 1
Deskripsi genotipe Kudamati 2
Deskripsi genotipe Makasar 3
Deskripsi genotipe Tanah datar
Dokumentasi pelaksanaan pengamatan karakterisasi, penampakan
bunga, metode sterilisasi, dan pertanaman pada uji bakteri
12 Data korelasi karakter 9 genotipe tomat

30
30
31
32
32
33
34
35
35
36
37
38

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomat merupakan 1 dari 323 komoditas hortikultura potensial dengan nilai
ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi (Dirjen Hortikultura 2011). Produksi
tomat nasional tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 76 793 ton dari tahun
2013 (Kementan 2015a). Penurunan produksi tersebut menyebabkan
berkurangnya pasokan tomat ke pasar. Akibatnya, impor tomat tahun 2014 (12
613.73 ton) mengalami kenaikan hingga ± 0.1 % dari tahun 2013 (11 365.74 ton)
(Kementan 2015b). Strategi untuk memenuhi permintaan pasar berdampak pada
penurunan ekspor hampir 0.8 % lebih rendah di tahun 2014 (1 597.67 ton) dari
tahun sebelumnya (2 755.19 ton) (Kementan 2015c).
Hampir 60 % produksi tomat dilaksanakan di dataran tinggi. Persaingan
dengan komoditas lain berdampak pada hasil produksi, sehingga mulai dilakukan
pengembangan varietas dataran rendah (Sutapradja 2008). Ketersediaan varietas
unggul yang terbatas ditingkat petani merupakan salah satu faktor rendahnya
produksi tomat (Aribawa dan Kariada 2014). Daya hasil dan kualitas varietas
potensial yang ada masih fluktuatif saat dikembangkan di kondisi lingkungan
berbeda (Nazirwan 2014). Di dataran menengah dan rendah pembudidayaan galur
potensial mengalami penurunan mutu buah dan daya hasil akibat perbedaan iklim
yang ekstrim dan tingginya penyebaran hama penyakit (Purwati 2009; Wulandari
et al. 2014).
Penyakit yang paling banyak menyerang tanaman tomat adalah layu
bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Di Indonesia, selama
tahun 2003 luas serangan yang diakibatkan penyakit ini mencapai 159.7 ha (Ditlin
2004). Penyakit ini dapat menimbulkan kerusakan, penurunan produksi, dan
kerugian. Serangan layu bakteri pada musim penghujan mengakibatkan penurunan
produksi tomat sampai 60 % (Nurita et al. 2004). Kisaran inang yang luas dan
keragaman genetik yang tinggi, serta persistensi yang tinggi mengakibatkan
fitopatogen ini mudah menyebar.
Penggunaan insektisida secara intensif, melebihi dosis anjuran dan
digunakan secara terus-menerus meningkatkan resistensi pada bakteri fitopatogen.
Selain itu, akumulasi pestisida juga menimbulkan pencemaran pada produk
pertanian maupun lingkungan (Ariyanta et al. 2015). Penggunaan varietas
tanaman yang tahan merupakan upaya yang efisien dan efektif dalam mengatasi
masalah organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman budidaya.
Penggunaan benih varietas tahan akan meminimalkan biaya produksi petani.
Galur potensial yang tahan terhadap layu bakteri dapat dikomersialkan
apabila didukung dengan daya hasil tinggi dan memiliki mutu sesuai selera
konsumen (Purwati 2008). Proses pemuliaan untuk memperoleh varietas yang
tahan terhadap layu bakteri sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya
sumber gen ketahanan serta korelasi antar sifat ketahanan dengan karakter
agronomi. Varietas komersil tersebut dapat diperoleh melalui uji karakterisasi dan
uji resistensi.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi keragaan 9 genotipe
tomat lokal Indonesia dan mengetahui respon ketahanannya terhadap penyakit
layu bakteri..

Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini minimal terdapat satu genotipe yang unggul
dalam penampilan karakter agronomi serta tahan terhadap penyakit layu bakteri.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Tomat
Tanaman tomat merupakan bagian dari famili Solanaceae dengan tipe
pertumbuhan musiman. Tomat berasal dari Peru dan Kepulauan Galapagos namun,
pertama kali ditemukan di Meksiko (Jones 2007). Sekitar pertengahan abad ke-16
tomat diintroduksi ke Eropa dari Amerika (Peralta et al. 2006). Tanaman ini
dijumpai di dataran tinggi Indonesia sejak tahun 1811 (Wijonarko 1990).
Akar utama tanaman tomat berupa akar tunggang yang panjang dengan
kedalaman 30 - 70 cm. Berdasarkan sifat perakaran ini, tanaman tomat dapat
tumbuh dengan baik bila ditanam pada lahan yang gembur atau porus.
Ketersediaan air dan nutrisi merupakan dua faktor penting pada lingkungan
perakaran dan memiliki dampak pada perkembangan tanaman (Dimyati 2012).
Tanaman tomat memiliki tekstur batang yang lunak. Batang tanaman yang
lunak memudahkan infeksi bakteri fitopatogen. Diameter batang bisa mencapai 4
cm. Terdapat bulu-bulu halus dan memiliki banyak cabang. Bulu halus disekitar
batang berkontribusi pada ketahanan terhadap hama (Aguswardhono 1999).
Meristem apikal terletak pada bagian ujung batang utama. Bagian ini aktif
membentuk daun dan bunga. Daun tanaman tomat merupakan daun majemuk,
bercelah menyirip, daun berbentuk segitiga, dan anak daun terletak secara
berseling. Letaknya tersusun disetiap sisi dengan jumlah ganjil, yaitu 5 - 7 helai.
Di sela-sela pasangan daun terdapat 1 - 2 pasang daun kecil yang berbentuk delta
(Purwati 2008).
Bunga tanaman tomat terdiri dari 5 kelopak berwana hijau dan berbulu.
Mahkota bunga berwarna kuning dengan bagian dasar yang menyatu dan bagian
atas meruncing melebar membentuk bintang (Naika et al. 2005). Penyerbukan
terjadi antara 4 - 7 hari setelah benangsari dan putik terbentuk. Viabilitas sel telur
dan tepung sari ditentukan oleh suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya (Yana
2002). Buah tomat memiliki ukuran, bentuk, warna, kekerasan, rasa, dan
kadungan bahan padat yang bervariasi. Biji buah berbentuk bulat pipih, terdapat
sedikit bulu, dan terdiri atas embrio, endosperma dan testa (Purwati 2008).

3
Tomat termasuk tumbuhan perdu atau semak, tomat memiliki percabangan
yang menyebar atau tegak dengan cabang berwarna hijau (Shoemaker 1963). Tipe
pertumbuhan dibagi 3 yaitu determinate, indeterminate, dan semideterminate.
Tanaman tomat dengan tipe determinate pertumbuhan vegetatifnya berhenti
setelah muncul tanda bunga. Tanaman tomat tipe indeterminate mampu untuk
terus tumbuh dan tanda bunga akan terbentuk pada tiap ruas. Tipe
semideterminate mempunyai sifat diantara kedua tipe tersebut (Naika et al. 2005).
Tipe determinate umumnya sesuai untuk industri pengolahan, sedangkan tipe
indeterminate lebih sesuai untuk produksi tomat segar (Shoemaker dan Teskey
1962).
Syarat Tumbuh Tomat
Tomat mampu tumbuh diberbagai kondisi iklim dengan sinar matahari
minimal 8 jam hari-1 (Yana 2002). Produksi hasil yang tinggi dan kualitas yang
baik pada tanaman tomat membutuhkan suhu yang relatif dingin dan kering. Suhu
optimum untuk perkecambahan benih berkisar 16 - 29 °C. Suhu optimum untuk
pertumbuhan bibit 21 - 24 °C, pembentukan buah 20 - 24°C, dan pembentukan
warna buah 20 - 24 °C. Suhu di bawah 10 °C dan di atas 38 °C menyebabkan
jaringan tanaman tomat mengalami kerusakan (Naika et al. 2005). Suhu malam
untuk fase pembungaan adalah 18 °C dan 22 °C, sementara suhu 24 °C dan 26 °C
menyebabkan bunga gugur (Peet dan Bartholemew 1996). Suhu siang yang cukup
tinggi dan diikuti suhu malam yang cukup rendah lebih sesuai untuk pertumbuhan
tomat (Prihadi 1993).
Secara umum tanaman dapat tumbuh dengan maksimal pada media tanam
dengan aerasi yang cukup, menyerap air pada kapasitas lapang, drainase yang baik
serta bebas dari jamur dan bakteri patogen (Ashari 2006). Terdapat tiga fungsi
primer tanah dalam mendukung kehidupan tanaman yaitu memberikan unsur
mineral, sebagai medium pertukaran, persediaaan serta penyimpanan dan sebagai
tempat bertumpu untuk tegak. Tanah untuk tanaman tomat memiliki pH 5 - 6.5.
Media tanam disterilkan terlebih dahulu untuk menekan kemungkinan terjadinya
infeksi tanaman oleh penyakit atau hama. Sterilisasi dapat dilakukan dengan
melalui penguapan (Wang dan Lin 2005).
Layu Bakteri
Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri fitopatogen Ralstonia
solanacearum. Penyakit ini tersebar luas di daerah tropik dan sub tropik. Bakteri
ini merupakan patogen tular tanah dan air. Siklus penyakit ini dimulai dengan
infeksi patogen ke dalam akar yang diakibatkan oleh nematoda, serangga, dan
alat-alat pertanian (Paret et al. 2010). Bakteri yang masuk melalui jaringan akar
akan berkembang biak di dalam pembuluh kayu (xylem), akar, dan pangkal
batang kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman. Tersumbatnya jaringan
pengangkut air oleh massa sel R. solanacearum, menyebabkan transportasi air dan
mineral terhambat (Supriadi et al. 2000).
Gejala penyakit layu bakteri ditunjukkan oleh daun muda diikuti dengan
merunduknya tangkai daun dan kelayuan menyeluruh pada tanaman yang bersifat

4
permanen (Adriani et al. 2012). Seringkali akar yang terserang tidak dapat
berfungsi lagi. Jaringan pembuluh batang dan akar akan mengalami pembusukan,
sehingga menunjukkan warna cokelat tua sampai hitam. Invasi bakteri juga dapat
melalui stomata, lenti sel, atau luka. Namun, bakteri berkonsentrasi dan
berkembang biak pada jaringan pembuluh. Akibatnya terjadi kelayuan yang
sangat parah (Semangun 2007). Layu keseluruan pada tanaman akan terjadi antara
5 – 14 hari setelah gejala awal, bergantung pada temperatur dan kelembaban
(Hong 2011).
Masa inkubasi merupakan waktu yang diperlukan untuk menimbulkan
gejala setelah terjadi infeksi. Akan tetapi karena awal penginfeksian bakteri ini
sebenarnya sukar dilihat, maka diasumsikan bahwa infeksi dimulai sejak
berhasilnya proses infeksi. Masa inkubasi bakteri patogen dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya konsentrasi dan virulensi bakteri patogen serta
ketahanan tanaman (Samanhudi 2001). Gejalan awal serangan R. solanacearum
10 hari setelah inokulasi (HSI) pada kontrol uji yang tidak diberikan mikroba
antagonis di tanaman kentang (Hersanti 2009).
Serangan pada tanaman yang telah dewasa menunjukkan ketahanan,
seringkali sampai berbentuk buah. Namun buah yang dihasilkan tidak maksimal
dan mengalami penurunan produksi. Buah tersebut tidak menunjukkan noda
sedikit pun. Jaringan pembuluh batang menunjukkan warna coklat dan apabila
batang tanaman dibelah akan keluar oose berwarna kuning atau putih (Cerkauskas
2004). Gejala ini dapat meluas ke bagian tanaman yang lebih atas tergantung pada
beratnya serangan penyakit. Bakteri masih dapat hidup selama beberapa bulan
sampai beberapa tahun pada temperatur 21 - 35 oC dan kandungan air tanah yang
tinggi (Sastrahidayat 1990).
Pemuliaan Tanaman Tomat
Peningkatan mutu genetik pada tanaman merupakan salah satu tujuan dari
program pemuliaan, sehingga akan diperoleh varietas unggul baru dengan daya
hasil dan penampilan yang semakin baik. Varietas unggul ini dapat terwujud
dengan melaksanakan perbaikan karakter agronomi, fisiologi, serta morfologi
(Purwati 2008). Dalam merakit varietas unggul baru perlu dilakukan seleksi tetua
yang memiliki sifat yang akan dibentuk. Sifat-sifat unggul atau keanekaragaman
genetik diperkirakan dapat ditemukan pada tanaman tomat lokal Indonesia, karena
tanaman tomat lokal Indonesia mampu berproduksi dengan baik di daerahnya
masing-masing. Pemuliaan tanaman tomat juga diharapkan dapat menghasilakan
varietas tomat yang tahan terhadap pernyakit layu bakteri, karena penyakit layu
bakteri adalah salah satu fokus utama dalam kegiatan pemuliaan tanaman tomat.

5

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB Dramaga,
Bogor pada ketinggian ± 250 m dpl. Pengamatan karakter agronomi dilaksanakan
di Laboratorium Pascapanen IPB Dramaga, Bogor, sedangkan isolasi fitopatogen
dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor. Periode waktu penelitian
sejak bulan Januari sampai Mei 2015.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah sembilan
genotipe tomat lokal Indonesia yaitu Aceh 1, Aceh 5, Jember, Kefaminano 4,
Kemir, Kudamati 1, Kudamati 2, Makasar 3, dan Tanah datar (Lampiran 2 – 10).
Bahan pendukung lainnya berupa media tanah, pupuk kandang, Urea, KCl, SP-36,
NPK Mutiara, karbofuran, dan pestisida. Pada uji ketahanan terhadap penyakit
juga digunakan kultur Ralstonia solanacearum, benih varietas Ratna, SPA
(Sucrose Peptone Agar), SPB (Sucrose Peptone Broth), dan akuades steril.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat pertanian
konvensional, tray, gembor, handsprayer, mulsa plastik, ajir, tali rafia, alat tulis,
meteran, kantong panen, keranjang, refraktometer, dan penetrometer. Peralatan
yang digunakan pada persiapan dan uji ketahanan penyakit diantaranya ose,
tabung reaksi, pipet, cawan petri, shaker, Laminar Air Flow, serta alat pendukung
berupa drum dan gas.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini memiliki dua tahap percobaan, yaitu karakterisasi dan uji
resistensi. Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) 1 faktor, yaitu genotipe. Percobaan pertama, menggunakan 9
genotipe dengan 2 ulangan. Percobaan kedua menggunakan 9 genotipe serta satu
varietas pembanding dengan 3 ulangan. Model rancangan percobaan adalah
sebagai berikut (Gomez dan Gomez 1995) :
Yij = µ + τk + Ɛij
Keterangan:
Yij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Nilai tengah umum
τk
= Pengaruh perlakuan ke-i
Ɛij
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

6
Prosedur Percobaan
I.

Karakterisasi Agronomi

Persiapan lahan
Persiapan lahan dilakukan minimal 2 minggu sebelum tanam. Tahapan
persiapan lahan meliputi pengolahan tanah, pembuatan bedeng, pemberian pupuk
dasar, penutupan bedeng dengan mulsa plastik dan pembuatan lubang tanam.
Bedeng yang dibuat memiliki ukuran panjang 5 m, lebar 1 m, tinggi 0.3 m, dan
jarak antar bedeng 1 m. Bedengan diberikan pupuk dasar yang terdiri dari 20 ton
ha-1 pupuk kandang, 200 kg ha-1 urea, 200 kg ha-1 SP-36, dan 100 kg ha-1 KCl.
Setengah dosis urea dan seluruh SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam sebagai
pupuk dasar. Setengah dosis urea sisanya diberikan pada 6 MST.
Persemaian dan penanaman
Penyemaian benih tomat dilakukan di rumah plastik agar benih tomat yang
disemai terhindar dari hujan. Benih tomat terlebih dahulu direndam dengan air
selama satu malam selajutnya disemai dalam tray yang telah diisi media tanam.
Setiap satu lubang terdapat satu benih tomat dan ±3 karbofuran untuk mencegah
serangan hama. Penyiraman bibit dilakukan sehari sekali. Pemupukan pada bibit
dilakukan dua kali, saat bibit berumur 3 dan 4 minggu setelah semai (MSS).
Pemupukan menggunakan NPK dan pupuk daun, gandasil D dengan dosis
masingmasing 2 g L-1. Pengendalian hama dilakukan meliputi penyemprotan
insektisida (setengah dosis) saat bibit berumur 3 MSS, disebabkan banyaknya
serangan dari serangga pemakan daun. Bibit tomat dipindah tanam saat berumur 4
MSS. Bibit ditanam pada bedeng yang telah dilubangi dengan jarak tanam 60 cm
× 50 cm. Masingmasing bedeng terdapat 20 tanaman, dengan 2 genotipe berbeda.
Pemeliharaan dan panen
Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman, penyiangan, pemupukan
susulan, pengendalian hama penyakit (HPT), dan pemasangan ajir. Pemupukan
susulan dilakukan dalam bentuk larutan NPK (16:16:16) dosis 10 g L-1 sebanyak
250 mL per tanaman tiap dua minggu sekali. Pengendalian HPT dilakukan secara
kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif propineb 70 % dosis 2 g L-1 dan
insektisida berbahan aktif prevonofos 50 % dosis 2 g L-1. Pemasangan ajir
dilakukan saat penanaman. Penyiraman dilakukan 1 kali sehari, disesuaikan
dengan kondisi tanah dan hujan.
Panen dilakukan secara bertahap yaitu dengan dipetik dari bagian tangkai
buah. Pemanenan dilakukan saat buah tomat masih berwarna kuning kemerahan
agar memiliki masa simpan yang lebih lama dan/atau disesuaikan pada tingkat
kematangan tiap genotipe.
Peubah yang diamati
Karakter yang diamati meliputi karakter kualitatif dan karakter kuantitatif.
Peubah yang diamati mengacu pada Panduan Pengujian Individual Kebaruan,
Keunikan, Keseragaman, dan Kestabilan Tomat (PPVT 2007), International
Union for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV 2011) dan Descriptor
fot Tomato (Lycopersicon spp.) (IPGRI 1996).

7

1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.
8.
9.
10.

11.
12.
13.
14.
15.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Karakter kuantitatif meliputi:
Tinggi tanaman (cm) diukur dari permukaan tanah sampai ujung tertinggi saat
buah pertaman pada 50% populasi tanaman mulai masak.
Panjang daun (cm) diukur setelah panen kedua pada sepertiga tanaman bagian
tengah.
Lebar daun (cm) diukur setelah panen kedua pada titik terlebar.
Diameter batang (cm) diukur setelah panen kedua pada pertengahan antara
permukaan tanah dan percabangan utama saat tanaman telah mengalami
panen pertama.
Umur berbunga (HST) ditentukan setelah 50 % populasi tanaman telah
berbunga.
Umur panen (HST) ditentukan setelah 50 % populasi tanaman telah memiliki
buah pertama.
Panjang buah (cm) merupakan nilai rata-rata dari 10 buah masak per tanaman
contoh diukur setelah panen kedua.
Diameter buah (cm) merupakan nilai rata-rata dari 10 buah masak per
tanaman contoh diukur di titik terlebar buah diukur setelah panen kedua.
Tebal daging buah (mm) diukur saat panen kedua pada titik terlebar buah
yang dipilih secara acak dari seluruh tanaman contoh sebanyak 10 buah.
Kekerasan buah (mm 50-1g 5-1s) diukur saat panen kedua pada tiga titik yaitu,
ujung, tengah, dan pangkal buah menggunakan alat penetrometer pada 10
buah masak yang dipilih secara acak dari seluruh tanaman contoh.
Padatan terlarut total (oBrix), diukur saat panen kedua mengunakan alat
refraktometer pada 10 buah yang dipilih secara acak.
Jumlah buah per tanaman diamati dengan cara menghitung jumlah buah yang
dipanen.
Bobot buah (g) diukur sejak panen kedua pada 10 buah masak masak yang
dipilih secara acak dari seluruh tanaman contoh.
Bobot buah per tanaman (g) dihitung dari hasil panen pertama yang
ditimbang tiap minggu sampai minggu kedelapan.
Produktivitas dihitung dengan rumus jumlah populasi yang hidup/ha (8 000
tanaman ha-1) dikali bobot buah per tanaman.

Karakter kualitatif meliputi :
Warna daun diamati saat buah pertama pada 50% populasi tanaman mulai
masak.
Bentuk daun diamati saat buah pertama pada 50% populasi tanaman mulai
masak.
Tipe pertumbuhan (indeterminate, determinate) diamati saat 50% populasi
tanaman menghasilkan buah masak.
Warna bahu buah sebelum masak diamati pada saat tanaman berumur 60 hari
setelah tanaman.
Jumlah lokus atau rongga buah diamati pada penampang melintang buah.
Bentuk buah diamati satu minggu setelah buah dipanen.

8
II.

Uji Resistensi 9 Genotipe Tomat terhadap Penyakit Layu Bakteri

Persiapan Media Tanam
Media tanam menggunakan media campuran tanah dan pupuk kandang
yang telah disterilkan. Sterilisasi media menggunakan sistem penguapan. Drum
disekat, bagian bawah berisi air dan bagian atas berisi media. Sterilisasi
dilaksanakan hingga suhu mencapai 121 oC dalam waktu 2 - 3 jam (Damanik et al.
2013). Media campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 (v/v)
sebanyak 500 g diisi kedalam polybag berukuran 25 cm × 25 cm
Bahan Tanaman
Bahan tanaman berupa 9 genotipe tomat, masing-masing genotipe terdiri
atas 30 tanaman untuk tiga ulangan, total tanaman 270. Persemaian diletakkan di
rumah plastik, Kebun Percobaan Leuwikopo. Penanggulangan hama penyakit
dengan pemberian karbofuran. Perawatan berupa penyiraman sebanyak satu kali
sehari. Bibit dipelihara hingga berumur 4 minggu, selanjutnya dipindahkan ke
polybag yang diletakkan di rumah kasa tertutup.
Isolasi R. solanacearum dan Penyiapan Inokulum
Tanaman contoh yang sakit dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan
dengan tisu. Bagian pangkal batang dipotong kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berisi akuades steril. Setelah didiamkan selama 15 menit, dilakukan
pengamatan terhadap keluarnya oose dari bagian batang yang terpotong. Jarum
ose dicelupkan ke cairan perendam yang mengandung oose kemudian digoreskan
pada media SPA yang telah ditambah dengan crystal violet. Setelah diinkubasi
pada suhu ruang dan gelap selama 3 - 5 hari koloni bakteri yang menunjukkan
morfologi khas R. solanacearum dimurnikan pada media yang sama dengan
teknik gores kuadran. Kultur murni R. solanacearum diremajakan pada media
SPA tanpa crystal violet. Massa sel inokulum R. solanacearum yang berumur 3
hari dipanen untuk selanjutnya diperbanyak pada 1 L media SPB, selanjutnya
dicampur hingga merata menggunakan pengocok (shaker) dengan kecepatan 150
rpm selama 10 menit (Tombe et al. 2012). Cairan yang mengandung R.
solanacearum dengan populasi patogen >107 cfu mL-1 ini digunakan sebagai
inokulum untuk menginfeksi akar tanaman tomat pada tahap pertama.
Penghitungan populasi inokulum R. solanacearum dilakukan dengan kombinasi
teknik spektrofotometri dan cawan hitung (Akhdiya 2014).
Inokulum R. solanacearum tahap dua berupa suspensi oose yang diambil
dari tanaman yang menunjukkan gejala penyakit layu bakteri. Tanaman sumber
oose diambil dari rumah kasa milik gapoktan di daerah Pacet, Kabupaten Cianjur,
Jawa Barat. Sebanyak 5 tanaman sakit dicuci di bawah aliran air, ditiriskan
kemudian bagian pangkal batang dipotong secara menyerong. Potongan batang
tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi akuades steril lalu didiamkan
selama 15 menit sambil diamati keluarnya oose dari bagian potongan batang. Air
perendaman yang telah mengandung oose diencerkan dengan aquades steril
hingga mencapai volume 1 L. Kemudian dikocok menggunakan shaker dengan
kecepatan 150 rpm selama 10 menit sebelum digunakan untuk menginokulasi
tanaman.

9
Infeksi Tanaman
Infeksi R. solanacearum tahap pertama dilakukan 5 minggu setelah semai
(MSS). Tanah disekitar pangkal batang (±1 cm dari pangkal batang) dikorek
melingkari batang sampai terlihat beberapa akar yang terputus. Selanjutnya
sebanyak 10 mL suspensi massa sel R. solanacearum disiram ke bagian tanah
yang telah dikorek. Tiga hari setelah infeksi pertama, masing-masing tanaman
diinfeksi kembali menggunakan 10 mL suspensi oose. Infeksi dilakukan dengan
cara yang sama dengan infeksi sebelumnya.
Pemeliharaan Tanaman
Biji tanaman tomat dicampur dengan insektisida berbahan aktif karbofuran
3 % (Furadan) sesaat sebelum disemai. Pengendalian hama dan penyakit
cendawan pada persemaian dilakukan menggunakan insektisida berbahan aktif
prefonopos 50 % (Curacron) dan fungisida berbahan aktif propineb 70 %
(Antracol). Dosis insektisida dan fungisida yang digunakan sebanyak 2 mL L-1 per
minggu dengan selang satu hari untuk jenis yang berbeda.
Peubah yang diamati
Peubah yang diamati dalam percobaan ini meliputi:
1. Periode laten diamati mulai 1 hari setelah inokulasi (HSI) sampai 13 HSI.
Pengamatan dilakukan dengan cara melihat gejala pada bagian pucuk dan
daun-daun pada tanaman (Hussain et al. 2005)
2.

Indeks penyakit (%) dihitung dengan pemberian skor keparahan yang telah
dimodifikasi. Skor keparahan yang diberikan bergantung pada banyaknya
jumlah daun layu pada masing-masing tanaman, yaitu: (0) tidak ada gejala;
(1) 20 % daun layu, (2) 40 % daun layu, (3) 60 % daun layu, (4) 80 % daun
layu; (5) semua daun layu. Selanjutnya skor tersebut dimasukkan dalam
rumus. Perhitungan ini digunakan juga oleh Hussain et al. (2005) dan
Sutjahjo (1986).

Indeks penyakit (%) =
Keterangan: ni = Jumlah tanaman ke-i yang terinfeksi, N = Populasi tanaman
vi = Nilai skor penyakit ke-i, Z = Nilai skor penyakit tertinggi
3.

Kejadian penyakit atau disease incidence merupakan persentase jumlah
tanaman yang terserang patogen (n) dari total tanaman yang diamati (N) tanpa
melihat tingkat keparahan penyakit (Wang 1998).

Kejadian penyakit (%) =

10
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam percobaan ini adalah analisis sidik
ragam. Bila uji F pada analisis ragam menunjukkan pengaruh yang nyata maka
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) (percobaan I)
dan Dunnet (percobaan II). Aplikasi pengolahan data yang digunakan adalah
Microsoft Excel 2010, SAS V9, dan Star.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Daya tumbuh rata-rata tanaman tomat untuk setiap genotipe berkisar antara
60 - 80 %. Serangan hama serangga pemakan daun dipersemaian mulai terjadi
sejak 3 MSS. Beberapa genotipe yang pertumbuhannya tidak seragam yaitu
Kefaminano 4. Penyulaman tidak dapat dilakukan, karena terbatasnya jumlah bibit,
sehingga jumlah tanaman antar genotipe tidak sama (Gambar 1). Penanaman
dilakukan pagi hari untuk mengurangi stres lingkungan pasca pindah tanam.

aaa

bbb

Gambar 1 Persemaian benih tomat pada umur: (a) 3 hari setelah perkecambahan
dan (b) 1 minggu setelah tanamn (MST)

Kondisi Iklim dan Kerusakan Buah
Menurut data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
2015 curah hujan (CH) rata-rata bulan Januari - Mei 2015 berkisar 275.8 mm.
Kelembaban dan suhu rata-rata berturut-turut 86.60 % dan 25.36 °C. Suhu
optimum untuk pertumbuhan tomat di lapang 20 - 24 °C (Naika et al. 2005).
Curah hujan yang baik untuk tanaman tomat 100 - 200 mm bulan-1 (Maskar dan
Gafur 2006). Berdasarkan data, kesesuaian iklim tersebut masih berada pada
rentang yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat.
Pecah buah (cracking) terjadi pada fase terakhir perkembangan buah yaitu
42 - 49 hari setelah anthesis (Bakker 1988; Ehret et al. 1993). Pecah buah pada
penelitian ini memanjang dari kutub sampai bagian bawah buah (Gambar 2a) dan
melingkar dibagian kutub (Gambar 2b). Genotipe yang menunjukkan pecah buah
adalah Kemir dengan bentuk buah bulat.

11

aaa

bbb

ccc

Gambar 2 Kerusakan fisik berupa: (a) pecah buah bagian samping dan kutub atas
pada genotipe Kemir, (b) sunscald pada genotipe Aceh 1, dan (c) buah
yang dimakan hama pada genotipe Kemir.
Kondisi lahan yang lembab dengan curah hujan dan suhu yang tinggi
menyebabkan timbulnya penyakit pada tanaman tomat. Gejala yang muncul pada
pertanaman tomat diperkirakan disebabkan oleh penyakit layu bakteri (Ralstonia
solanacearum). Gejala penyakit layu bakteri mulai terlihat dua minggu sebelum
fase generatif awal. Hama yang menyerang diperkirakan adalah burung, terlihat
dari bekas jejak burung pada mulsa. Hama ini hanya menyerang buah genotipe
Kemir (Gambar 3c,3d).
Analisis Sidik Ragam
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
karakter yang diamati. Keragaan karakter agronomi dari 9 genotipe tomat lokal
yang diuji menggunakan analisis sidik ragam. Hasil rekapitulasi sidik ragam
(Tabel 1) menunjukkan pengaruh nyata pada 15 karakter genotipe tanaman tomat
yang diamati.
Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter
tanaman tomat
Koefisien Keragaman
Karakter
Kuadrat Tengah
(%)
**
Tinggi tanaman (cm)
553.76
3.38
**
Diameter batang (mm)
2.81
2.95
**
Panjang daun (cm)
7.68
2.63
Lebar daun (cm)
5.77**
3.47
**
Panjang buah (mm)
202.26
6.27
**
Diameter buah (mm)
32.02
4.21
Tebal daging buah (mm)
1.54*
23.99
Padatan terlarut total (oBrix)
0.66**
5.44
**
Kekerasan buah
847.64
13.35
*
Umur berbunga (hst)
3.38
2.42
Umur panen (hst)
19.12**
0.77
**
Jumlah buah per tanaman
23.37
8.55
**
Bobot buah (gram)
42.61
5.34
Bobot buah per tanaman (gram)
11298.90**
9.82
**
Produktivitas (ton ha 1)
8.03
9.81
**

berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; *berpengaruh nyata pada taraf 5%;
berpengaruh nyata pada taraf 5%.

tn

tidak

12
Tabel 1 menunjukan nilai koefisien keragaman (KK) berkisar antara 2.63 23.99 %. Nilai KK terendah ditunjukkan pada karakter umur panen (0.77),
sedangkan nilai KK tertinggi ditunjukkan pada karakter tebal daging buah (23.99).
Nilai KK menunjukkan tingkat ketepatan dari pengaruh perlakuan dan pengaruh
lingkungan merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan dalam percobaan
(Gomez dan Gomez 1995).
Karakter Kuantitatif
Karakter Vegetatif dan Generatif
Kudamati 1 dan Makasar 3 merupakan genotipe dengan ukuran tinggi
tanaman paling besar, sedangkan Jember dan Kemir merupakan genotipe dengan
ukuran tinggi tanaman paling kecil (Tabel 2). Tinggi tanaman dan tipe tumbuh
berdasarkan penelitian sebelumnya untuk genotipe Aceh 5 (determinate; 75.22
cm), Kudamati 1 (indeterminate; 128.72 cm), dan Makasar 3 (indeterminate;
135.34 cm) (Gumelar 2014), sedangkan pada penelitian ini Aceh 5 110.42 cm,
Kudamati 1 140.20 cm, dan Makasar 3 143.68 cm. Perbedaan tersebut
dikarenakan adanya pengaruh faktor lingkungan berupa baru dibukanya lahan
sehingga masih banyak unsur hara yang terkandung dalam tanah tersebut.
Karakter tinggi tanaman selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi
oleh lingkungan seperti intensitas cahaya, temperatur, dan ketersediaan unsur hara
(Nazirwan et al. 2014).
Menurut Dimyati (2012) ukuran daun sekitar (15 - 30) cm x (10 - 25) cm.
Ukuran panjang dan lebar daun sembilan genotipe tomat lokal pada penelitian ini
berkisar antara 17.19 cm - 23.65 cm dan 9.21 cm - 14.03 cm. Genotipe Aceh 5
memiliki ukuran panjang dan lebar daun paling besar. Nilai tengah panjang daun
Aceh 5 berbeda lebih tinggi dengan genotipe lainnya, tetapi pada karakter lebar
daun tidak berbeda dengan Jember. Ukuran panjang dan lebar daun Kefaminano 4
berbeda lebih kecil dibanding dengan genotipe lain (Tabel 2).
Tabel 2 Karakter tipe pertumbuhan serta rataan tinggi tanaman, diameter batang,
panjang daun, dan lebar daun
Genotipe
TP
TT (cm)
DB (mm)
PD (cm)
LD (cm)
Aceh 1 Indeterminate
118.00c
11.04b
19.06c
10.43bc
Aceh 5
Determinate
110.42d
8.95d
23.65a
14.03a
e
c
b
Jember
Determinate
91.47
10.25
21.23
13.88a
d
c
d
Kef 4
Indeterminate
105.02
10.16
17.19
9.21d
Kemir
Indeterminate
94.10e
12.61a
18.23cd
11.05b
a
c
c
Kud 1
Indeterminate
140.20
9.88
18.48
10.73b
Kud 2
Indeterminate
107.66d
9.04d
18.57c
11.07b
a
b
cd
Mak 3
Indeterminate
134.68
11.57
18.31
9.72cd
Tanah D Indeterminate
121.08b
11.03bc
18.66c
10.25bc
TP: Tipe pertumbuhan, TT: Tinggi tanaman, DB: Diameter batang, PD: Panjang daun, LD:
Lebar daun; aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%.

13
Panjang Buah, Diameter Buah, dan Tebal Daging Buah
Ukuran panjang dan diameter buah dapat digunakan sebagai indikator
dalam menentukan bentuk buah. Buah tomat yang memiliki ukuran panjang dan
diameter buah sebanding dapat dikategorikan memiliki bentuk buah bulat
(Kusandryani et al. 2005). Genotipe Jember memiliki ukuran panjang buah paling
besar, sedangkan genotipe Aceh 1 memiliki ukuran panjang buah paling kecil.
Nilai tengah panjang buah Jember tidak berbeda dengan Kefaminano 4,
sedangkan ukuran panjang buah Aceh 1 tidak berbeda dengan Kudamati 1,
Kudamati 2, Makasar 3, dan Tanah datar. Aceh 1 memiliki ukuran diameter buah
paling besar, sementara Kefaminano 4 memiliki ukuran diameter buah paling
kecil. Nilai tengah diameter buah Aceh 1 berbeda lebih tinggi dengan seluruh
genotipe yang diuji (Tabel 3). Terdapat genotipe tomat yang memiliki ukuran
panjang dan diameter buah hampir sebanding yaitu pada Aceh 5 dan Kemir.
Tabel 3 Rataan panjang buah, diameter buah, dan tebal daging buah
Genotipe
PB (mm)
DBu (mm)
TDBu (mm)
c
a
Aceh 1
20.69
38.05
2.46abc
b
ab
Aceh 5
32.70
34.64
3.37a
Jember
46.73a
34.89ab
3.91a
a
c
Kef 4
44.90
27.34
2.03bc
Kemir
35.41b
36.34ab
3.95a
c
b
Kud 1
21.93
33.98
1.96bc
Kud 2
22.28c
29.55c
1.52c
c
ab
Mak 3
24.55
37.40
2.30bc
Tanah D
24.46c
28.27c
2.32bc
PB: Panjang buah, DBu: Diameter buah, DBu: Diameter buah, TDBu: Tebal daging buah; aAngkaangka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
DMRT 5%.

Ukuran daging (pericarp) tomat yang tebal memiliki daya simpan lebih
lama dibanding dengan daging buah yang berukuran lebih tipis (Kumari dan
Sharma 2011). Ukuran tebal daging buah terbesar ditunjukkan oleh Kemir dengan
nilai tengah sebesar 3.95 mm, sedangkan Kudamati 2 memiliki ukuran tebal
daging buah paling tipis yaitu sebesar 1.52 mm. Tebal daging buah Kemir tidak
berbeda dengan Aceh 5 dan Jember, sedangkan ukuran tebal daging buah
Kudamati 2 berbeda lebih rendah dibanding genotipe lainnya (Tabel 3). Daging
buah pada tomat dapat dikategorikan tebal apabila telah mencapai 4 mm (Suryadi
et al. 2004).

Jumlah Buah per Tanaman, Bobot Buah, Bobot Buah per Tanaman, dan
Produktivitas
Jumlah buah per tanaman dari 9 genotipe tomat lokal berkisar antara 11 
22 buah. Makasar 3 merupakan genotipe dengan jumlah buah per tanaman paling
banyak dan bobot buah per tanaman paling besar. Bobot buah per tanaman Jember
tidak sebesar Makasar 3 walaupun bobot per buahnya paling tinggi. Hal tersebut
disebabkan karena jumlah buah per tanaman lebih berpengaruh terhadap bobot
buah pertanaman dibanding dengan bobot per buah (Tabel 4).

14
Bobot buah per tanaman kudamati 1 (0.2 kg) lebih rendah dari penelitian
sebelumnya yaitu 0.59 kg (Gumelar 2014). Setiap genotipe memberikan respon
berbeda meski ditanam pada lingkungan yang diusahakan homogen (Apriyanti
2013). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Purwati (2009) bahwa
interaksi genotipe dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh variasi lingkungan
baik iklim, tanah, maupun fluktuasi cuaca, meliputi jumlah dan distribusi curah
hujan (CH) serta temperatur.
Tabel 4 Rataan jumlah buah per tanaman, bobot buah, bobot buah per tanaman,
dan produktivitas
Genotipe
JBupT
BoBu
BoBupT
Produktivitas
(gram)
(gram)
(ton ha-1)
Aceh 1
15.57bc
16.39de
255.19c
7.07c
cd
d
b
Aceh 5
13.00
17.37
222.75
5.94c
Jember
12.91cd
27.84a
345.03b
9.20b
d
c
c
Kef 4
12.00
20.42
225.38
6.01c
bc
b
ab
Kemir
15.25
24.51
359.99
9.60ab
Kud 1
17.04b
13.85f
212.31c
5.66c
b
ef
c
Kud 2
16.86
14.46
240.82
6.42c
Mak 3
22.62a
19.84c
422.07a
11.26a
d
c
c
Tanah D
11.75
21.32
237.59
6.33c
JBupT:Jumlah buah per tanaman, BoBu: Bobot buah, BoBupT: Bobot buah per tanaman; aAngkaangka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
DMRT 5%.

Komponen hasil merupakan karakter agronomi yang sangat penting pada
bidang pemuliaan. Produktivitas tertinggi adalah Makasar 3 yaitu sebesar 11.26
ton ha-1. Produktivitas tomat di dataran rendah 6 ton ha-1 (Purwati 2007). Aceh 5
(5.94) dan Kudamati 1 (5.66) ton ha-1 tidak termasuk dalam rata-rata produktivitas
menurut Purwati. Sebanyak enam genotipe lainnya yaitu Aceh 1, Kefaminano 4,
Kudamati 2, dan Tanah datar, Jember, dan Kemir memiliki produktivitas di atas
rata-rata dari laporan Purwati (2007) (Tabel 4).
Komponen Umur
Hasil uji lanjut DMRT 9 genotipe tomat lokal memiliki nilai tengah
karakter umur berbunga berkisar 27 - 31 HST dan umur panen berkisar 51 - 60
HST (Tabel 5). Umur berbunga paling genjah terdapat pada genotipe Kefaminano
4 yaitu selama 27 HST, sementara umur berbunga paling lama terdapat pada
genotipe Tanah datar yaitu selama 31 HST. Nilai tengah umur panen paling
genjah terdapat pada genotipe Makasar 3 yaitu selama 51 HST dan umur panen
paling lama terdapat pada genotipe Jember yaitu selama 60 HST (Tabel 5).
Umur panen dipengaruhi oleh umur berbunga, ada kemungkinan
berbunganya cepat namun berbuahnya lambat disebabkan terdapat banyak bunga
yang gugur. Umur panen genotipe Makasar 3 (51 HST) berbeda nyata dengan
umur panen genotipe Kemir (54 HST) dan Aceh 5 (59 HST), namun umur
berbunga ketiga genotipe tersebut hampir sama yaitu 28 HST – 28 HST.

15
Tabel 5 Rataan umur berbunga dan umur panen
Genotipe
Umur Berbunga (HST)
Aceh 1
30ab
Aceh 5
28bcd
Jember
30a
Kef 4
27d
Kemir
28bcd
Kud 1
30ab
Kud 2
29abc
Mak 3
28cd
Tanah D
31a

Umur Panen (HST)
58b
59a
60a
54de
54d
53e
53de
51f
56c

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji DMRT 5%.

Karakter Pasca Panen
Kriteria buah tomat berkualitas baik dan digemari konsumen diantaranya
adalah tingkat kekerasan buah tinggi serta kadar air sedang. Tabel 6 menunjukkan
nilai tengah kekerasan buah yang dihasilkan 9 genotipe tomat yang diuji berkisar
37.40 - 94.14 kg cm-2. Genotipe Jember memiliki tingkat kekerasan buah paling
baik, sedangkan genotipe Aceh 1 memiliki tingkat kekerasan buah paling rendah.
Genotipe Jember memiliki nilai tengah yang tidak berbeda dengan genotipe Aceh
5 dan Kefaminano 4, sedangkan Aceh 1 memiliki nilai tengah yang lebih tinggi
dibanding genotipe lainnya (Tabel 6).
Tabel 6 Rataan nilai kekerasan buah dan padatan terlarut total
Genotipe
Kekerasan Buah
Padatan terlarut total
(mm 50-1g 5-1s)
(oBrix)
Aceh 1
94.14a
5.30bcd
c
Aceh 5
40.14
5.47bcd
Jember
37.40c
5.87abc
Kef 4
45.76c
6.54a
Kemir
75.52ab
6.03ab
Kud 1
68.28b
4.95d
b
Kud 2
66.89
5.13cd
Mak 3
76.24ab
4.73d
Tanah D
88.39ab
5.79bc
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji DMRT 5%.

Nilai tengah padatan terlarut total dari 9 genotipe tomat berkisar antara
4.95 - 6.54 oBrix. Genotipe dengan tingkat padatan terlarut total atau kemanisan
paling tinggi terdapat pada Kefaminano 4, sedangkan Makasar 3 menunjukkan
tingkat padatan terlarut total atau kemanisan paling rendah. Kefaminano 4
memiliki nilai tengah lebih tinggi dibanding genotipe lainnya. Makasar 3
memiliki nilai tengah yang tidak berbeda dengan Kudamati 1 (Tabel 6).

16
Karakter Kualitatif
Genotipe Kudamati 1, Kudamati 2, Makasar 3, dan Tanah datar memiliki
letak daun horizontal, genotipe Aceh 5, Jember, dan Kemir memiliki letak daun
menggantung, serta genotipe Aceh 1, dan Kefaminano 4 memiliki letak daun semi
tegak. Genotipe Aceh 5 (Gambar 4) memiliki daun menyirip, sedangkan delapan
genotipe lainnya memiliki daun menyirip ganda. Keseluruhan genotipe memiliki
tipe daun peruvianum kecuali genotipe Aceh 5 yang bertipe Potato. Intensitas
hijau daun pada genotipe Aceh 1, Jember, Kemir, Kudamati 1, Kudamati 2, dan
Tanah datar tergolong sedang, sedangkan pada genotipe Aceh 5, Kefaminano 4,
dan Makasar 3 intensitas hijau daunnya tergolong gelap. Letak anak daun
terhadap tulang daun utama pada genotipe Aceh 1, Aceh 5, Kefaminano 4, dan
Tanah datar mendatar, pada genotipe Jember dan kemir ke bawah, sedangkan
pada genotipe Kudamati 1, Kudamati 2, dan Makasar 3 ke atas (Tabel 7).

aaa

bbb

ccc

ddd

eee

fff

ggg

hhh

iii

Gambar 4 Helai daun pada genotipe: (a) Makasar 3, (b) Kemir, (c) Kefaminano 4,
(d) Kudamati 1, (e) Kudamati 2, (f) Tanah datar, (g) Aceh 1, (h) Aceh 5,
dan (i) Jember

17
Tabel 7 Keragaan letak daun, pembagian helai daun, tipe daun, intensitas hijau
daun, dan letak daun terhadap tulang daun utama
Genotipe
Karakter
LetD
ADtTU
PHd
TD
IHD
Aceh 1
Semi tegak
Mendatar
Menyirip ganda Pe
Sedang
Aceh 5
Menggantung Mendatar
Menyirip
Pot
Gelap
Jember
Menggantung Kebawah Menyirip ganda
Pe
Sedang
Kef 4
Semi tegak
Mendatar Menyirip ganda
Pe
Gelap
Kemir
Menggantung Kebawah Menyirip ganda
Pe
Sedang
Kud 1
Horizontal
Keatas
Menyirip ganda
Pe
Sedang
Kud 2
Horizontal
Keatas
Menyirip ganda
Pe
Sedang
Mak 3
Horizontal
Keatas
Menyirip ganda
Pe
Gelap
Tanah D
Horizontal
Mendatar Menyirip ganda
Pe
Sedang
LetD: Letak Daun, AdtTU: Letak anak daun terhadap tulang daun utama, PHd: Pembagian helai
daun, TD: Tipe daun, IHD: intensitas hijau daun; Pe: Peruvianum, Pot: Potato; aAngka-angka pada
kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%.

Semua genotipe yang diuji memiliki deperesi ujung tangkai bunga/buah
yang kuat (Tabel 8). Terdapat dua tipe tangkai bunga/buah yaitu tangkai
bunga/buah yang memiliki lapisan absisi dan yang tidak memiliki lapisan absisi.
Seluruh genotipe pada penelitian ini memiliki lapisan absisi (Gambar 7).
Keberadaan lapisan absisi akan mempermudah proses pemanenan dan mencegah
terjadinya pecah buah (Syukur et al. 2015; Janick 2004).
Tabel 8 Keragaan lapisan absisi, bentuk buah, ribbing atau lekukan, irisan
melintang, depresi ujung tangkai, bentuk ujung buah, jumlah rongga
buah, bahu hijau, luas bahu hijau
Genotipe

Aceh 1
Aceh 5
Jember
Kef 4
Kemir
Kud 1
Kud 2
Mak 3
Tanah D

Karakter
DUT
K
K
K
K
K
K
K
K
K

BtB
pipih
persegi
bulat telur
bulat telur
bulat
agak pipih
agak pipih
agak pipih
agak pipih

Rb LA BUB
Sk
M
L
D
x
Mr
x
Mr
x
D
K
M
K
M
K
M
K
M

IM
TB
B
B
B
B
B
TB
B
B

JRB
>4
2-3
2
2
>4
>4
>4
>4
>4

BHj
x
x
x

LBHj
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang

DUT: Depresi ujung tangkai, Btb: Bentuk buah, Rb: Ribbing atau lekukan, LA: Lapisan absisi,
BUB: Bentuk ujung buah, IM: Irisan melintang, JRB: Jumlah rongga buah, BHj: Bahu hijau,
LBHj: Luas bahu hijau; : ada, x: tidak ada; K: Kuat, L: Lemah, M: Melekuk, D: Datar, Mr:
Meruncing, Dmr: Datar meruncing, TB: Tidak beraturan, B: Bulat; Angka-angka pada kolom yang
sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%.

18
Terdapat 3 bentuk ujung buah pada 9 genotipe tomat lokal yang diamati,
yaitu melekuk (Aceh 1, Kudamati 1, Kudamati 2, Makasar 3, dan Tanah datar),
datar (Aceh 5 dan Kemir), dan meruncing (Jember dan Kefaminano 4) (Gambar 5).
Jember, Kefamininano 4, Kemir, Kudamati 1, Kudamati 2 dan Makasar 3
memiliki bentuk irisan melintang yang bulat, sedangkan Aceh 1, Aceh 5, dan
Tanah datar memiliki bentuk irisan melintang yang tidak bulat (Gambar 6).
Sebanyak 7 genotipe memiliki jumlah rongga buah lebih dari empat, sedangkan
Jember memiliki dua rongga buah, serta dua dan tiga rongga pada Aceh 5
(Gambar 6). Bahu buah hijau ditunjukkan pada Kefaminano 4, Kudamati 1,
Kudamati 2, Makas