Supply Chain Systems and Tuna Loin Handlings in the Maluku Waters’s.

SISTEM RANTAI PASOK DAN PENANGANAN TUNA LOIN
DI PERAIRAN MALUKU

ARINTO KUNCORO JATI
C452100081

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

xi

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sistem Rantai Pasok dan
Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku adalah karya saya sendiri dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Maret 2014
Arinto Kuncoro Jati
C452100081

RINGKASAN
ARINTO KUNCORO JATI. Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di
Perairan Maluku. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan BUDHI HASCARYO
ISKANDAR.
Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditi perikanan yang
memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditi ekspor. Permintaan
terhadap komoditi tuna loin cukup tinggi, bahkan pasokan saat ini belum dapat
memenuhi permintaan negara-negara importir. Negara-negara importir tuna loin
diantaranya adalah Jepang, USA, Australia dan beberapa negara Eropa lainnya.
Maluku merupakan salah satu daerah penghasil tuna loin. Nelayan-nelayan
pancing pada perikanan tuna di perairan Maluku secara umum masih bersifat
tradisional. Salah satu hal yang menarik dari perikanan tuna di Maluku adalah
nelayan di atas kapal langsung memproses hasil tangkapannya menjadi potongan
bentuk loin, hal ini dilakukan untuk menghemat ruang penyimpanan ikan.
Sistem rantai pasok yang ideal tentunya akan memperbesar kemungkinan

kualitas ataupun mutu tuna loin akan tetap terjaga dengan baik, sehingga
diharapkan akan menghasilkan tuna loin yang berkualitas . Kecepatan alur rantai
pasok mulai dari pemindahan produk loin, penyortiran, rantai dingin dan sanitasi
dari atas kapal hingga sampai pada konsumen menjadi faktor yang menentukan
kualitas produk tuna loin yang dihasilkan.
Pengelolaan tuna oleh nelayan secara langsung dalam bentuk tuna loin
memiliki nilai tambah ekonomi jika dibandingkan dengan bentuk gelondongan.
Permasalahan yang ada pada penelitian ini adalah apakah perbandingan jumlah
tuna loin dengan jumlah rendemen yang dihasilkan akan berpengaruh pada nilai
ekonomi yang didapatkan oleh nelayan. Kemudian permaslahan selanjutnya
adalaha kualitas tuna loin yang dihasilkan apakah memenuhi standar yang
dibutuhkan perusahaan sehingga diharapkan dapat menaikkan penghasilan
nelayan. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merasa perlu untuk
melakukan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Memformulasikan
sistem rantai pasok produk tuna loin di Maluku; 2) Menentukan nilai mutu tuna
loin yang dihasilkan oleh nelayan serta nilai tambah yang dihasilkan dari produk
tuna loin; 3) Menentukan strategi pengembangan usaha perikanan tuna loin
berbasis nelayan.
Pengumpulan data dibagi menjadi dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara melakukan observasi, wawancara dan diskusi pada

bulan September - Oktober 2012 dan studi literatur. Data sekunder merupakan
data penunjang berasal dari instansi yang terkait, Pemda, kantor statistik (BPS),
lembaga lain dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis data yang
digunakan adalah analisis deskripsi perikanan pancing tuna di Maluku, sistem
rantai pasok menggunakan analisis integrasi, analisis mutu dengan menggunakan
diagram tulang ikan dan perumusan strategi menggunakan metode SWOT.
Proses pemotongan loin oleh nelayan pada umumnya akan menghasilkan
sekitar 50-55% dari total bobot tubuh ikan. Hal ini akan sangat bergantung pada
kerapihan dan ketelitian masing-masing nelayan dalam memotong ikan tuna. Ikan
tuna yang dijadikan bentuk loin oleh nelayan pada saat di atas kapal merupakan
produk loin kasar yang masih terdapat kulit, sebagian tulang dan daging hitam.

Pada tahap pengumpul dilakukan proses penanganan lebih lanjut terhadap loin di
tempat prosesing dengan membuang sisa kulit, tulang-tulang dan daging hitam.
Saat loin telah dibersihkan dengan baik kemudian loin tersebut ditimbang. Pada
umumnya, penyortiran mutu ditingkat pengumpul tidak terlalu ketat. Setelah
proses pembersihan tuna loin di tingkat pengumpul, maka ikan telah siap dibawa
ke perusahaan. Di dalam pabrik, loin tuna diproses kembali untuk menjadi produk
produk tertentu sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Secara umum ada 2 jenis produk tuna loin yang biasa menjadi produk yang

siap dipasarkan ke negara tujuan yaitu tuna loin sashimi (fresh/segar) dan tuna
loin CO (frozen/beku). Dikarenakan sifat dari kedua produk tersebut berbeda,
maka dibutuhkan penanganan yang berbeda pula dalam seluruh proses pembuatan
produk loin didalam perusahaan. Untuk produk tuna beku CO sendiri masih
memiliki beberapa beberapa turunan produk yaitu adalah saku, chunk, steak, cube,
groundmeat dan beberapa produk lainnya, namun semua itu adalah tergantung
permintaan dari pasar.
Artinya bahwa setiap perusahaan secara umum
memproduksi suatu produk dengan berdasarkan kepada permintaan dari masingmasing buyer.
Produk sashimi merupakan salah satu produk tuna yang diekspor dalam
kondisi segar sehingga ketepatan dari fasilitas transportasi yang digunakan akan
sangat berpengaruh. Hal ini juga terkait dengan kuota pengiriman loin sahsimi
yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan produk loin tuna beku sehingga
produk loin sashimi harus dikirim dengan pesawat sedangkan pengiriman produk
loin tuna beku dapat menggunakan kapal laut karena kondisi penyimpanan loin
tuna beku wajib menggunakan ruang berpendingin dengan suhu ruang mencapai o
20 C.
Produk tuna loin fresh sashimi paling banyak diserap oleh pasar Jepang.
Sedangkan untuk produk frozen tuna mayoritas diekspor ke negara Amerika
Serikat, walaupun ada sejumlah kecil yang di ekspor ke beberapa negara Eropa

seperti Inggris, Belgia dan Rusia. Secara administrasi, birokrasi pengiriman
produk loin jauh lebih mudah ke negara-negara Asia atau Jepang pada khususnya
jika dibandingkan ke negara Amerika atau Eropa pada umumnya. Misalnya untuk
negara Jepang, birokrasi surat menyurat yang terjadi adalah hanya antara
perusahaan dengan perusahaan saja tidak melibatkan komponen instansi dari
negara untuk mengecek kualitas dari produk yang mereka terima. Hal ini jauh
berbeda dengan kondisi jika perusahaan harus mengirim produk ke negara
Amerika atau Eropa. Setelah produk sampai di negara tujuan, maka akan
dilakukan pengecekan keamanan mutu produk oleh lembaga otoritas pangan yang
berwenang. Untuk negara Amerika Serikat pengecekan keamanan mutu produk
dilakukan oleh FDA (Food and Drug Administation) sedangkan untuk negaranegara Eropa dilakukan oleh EUC (European Union Commission). Perbedaan
lainnya adalah jika di Jepang, pada produk yang dikirim bermasalah maka
biasanya tidak ada pengembalian produk ke negara asal melainkan hanya
dikenakan biaya pemotongan pembayaran produk yang bermasalah saja dari harga
yang sudah ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Namun untuk Amerika dan
Eropa produk dikirim kembali sehingga biaya menjadi dua kali lipat tanpa danya
hasil.
Berdasarkan nilai IMC untuk pasar Jepang dengan Maluku memiliki hasil
tak terhingga, hal ini menunjukkan bahwa antara produk loin sashimi di pasar


Jepang dengan Maluku tidak terjadi integrasi pasar dan tidak saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan di kedua
tempat tersebut tidak terlalu mengalami fluktuasi harga yang berarti. Sedangkan
nilai IMC antara pasar Amerika dengan Maluku yang menunjukkan mendekati 0
menunjukkan bahwa terjadi integrasi jangka panjang diantara keduanya.
Kurangnya informasi harga dan tidak terjadinya transparansi harga yang baik
menyebabkan kondisi integrasi produk loin beku CO antara pasar Amerika dan
Maluku terjadi intergrasi dalam jangka panjang yang sangat kuat. Fluktuasi harga
yang tinggi di pasar Amerika disinyalir menjadi penyebab hal ini.
Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan, kondisi perikanan tuna loin di
Maluku memiliki nilai IFAS 2,61 dan EFAS 2,74 atau dengan kata lain berada
dalam kondisi yang memiliki kekuaan lebih besar dari kelemahan dan peluang
lebih besar dari ancaman (kuadran I). Kuadran 1 menyarankan untuk membuat
rumusan strategi yang mendukung strategi agresif. Sistem harus lebih aktif dalam
mengambil tindakan-tindakan untuk perkembangan rantai pasok tuna loin.
Strategi SO merumuskan dua hal yaitu : 1) Pengoptimalan pemanfaatan tuna di
perairan Maluku, hal ini disebabkan potensi tuna yang masih banyak (lebih dari
50%) di perairan Maluku seharusnya dapat memenuhi kebutuhan pasar tuna loin
yang semakin meningkat dan 2) Memperluas pasar, adanya peluang bisnis dan
investasi pada bisnis tuna loin merupakan peluang yang besar bagi para pelaku

rantai pasok tuna loin di Maluku. Kekuatan potensi sumberdaya tuna yang masih
tersedia serta jaringan pemasaran yang baik merupakan modal awal yang dapat
digunakan untuk memanfaatkan peluang bisnis dan investasi pada bisnis tuna loin.
Berdasarkan peluang dan kekuatan yang dimiliki tersebut, maka para pelaku rantai
pasok tuna loin di Maluku dapat memperluas pasar dengan cara menambah negara
tujuan ekspor dan atau melakukan diversifikasi jenis olahan tuna yang diproduksi.
Strategi ini juga dipadukan dengan strategi WO, ST dan WT untuk memperkuat
tindak lanjut dalam memperbaiki sistem rantai pasok tuna loin di Maluku.

Kata kunci: Integrasi pasar, Maluku, Mutu, Rantai pasok, Tuna loin

SUMMARY
ARINTO KUNCORO JATI. Supply Chain Systems and Tuna Loin Handlings in
the Maluku Waters’s. Under Supervision of TRI WIJI NURANI and BUDHI
HASCARYO ISKANDAR.
Fishing operation pattern in Maluku waters are highly dependent on natural
conditions and others supporting technical factors such as fuel supply and other
operational capital which generally unstructured and unmeasureable fishing
operation management pattern. One important factor in determining quality
control process is supplying-chain factor, i.e. loin tuna distribution which ranging

from fish hooked on the ship until the receiving product by the consumer. The
objectives of this study is to describe loin tuna supply chain system in Maluku.
The supply chain was analyzed by using black box diagram system approach and
market integration model used to identify a valuate the relationship of each
supply chain component with destined market. The results showed that there is no
market integration between Japanese markets and Maluku, but there is long term
cooperation between American market and Maluku..
Key words: Maluku, market integration, quality, supply chain, tuna loin,.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SISTEM RANTAI PASOK DAN PENANGANAN

TUNA LOIN DI PERAIRAN MALUKU

ARINTO KUNCORO JATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Yopi Novita, S.Pi, M.Si

Judul Tesis
Nama
NIM


: Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di
Perairan Maluku
: Arinto Kuncoro Jati
: C452100081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si
Ketua

Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Sistem dan Pemodelan Perikanan
Tangkap


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian:
31 Desember 2013

Tanggal Lulus:

Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di
Perairan Maluku
Arinto Kuncoro Jati
C452100081

Judu! Tesis
Nama
NIM

Dise.tujui oleh
Komisi Pembimbing

セMP
.. Nurani M.Si
. Ketua.
I

ᄋ ャッエセ@
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si ·
Anggota .

'

1 •

"

Diketahui Qleh

Ketua Program Studi
Sistem dan Pemodelan Perikanan
Tangkap

Prof. Dr. Ir. Mulyono

Tanggal Ujian:
31 Desember 2013





」@

TanggalLulus:

24 MAR 20 14

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan Tesis “Sistem Rantai Pasok dan
Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku” dapat terselesaikan dengan baik. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir.
Tri Wiji Nurani, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si sebagai
komisi pembimbing, atas curahan waktu, perhatian dan pikiran dalam penyusunan
tesis ini dan juga Bapak Dr. Ir. Sugeng Hariwisudo, M.Si yang mewakili Ketua
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap serta Ibu Dr. Ir. Yopi
Novita, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis yang telah banyak
memberikan saran-saran dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pimpinan PT. Kristalin
Bapak Arfan Fabanyo dan kru yang telah memberikan kesempatan dan tempat
untuk melakukan penelitian, Ayahanda Drs. Suryadi SA dan Ibunda Yuyun
Yudianingsih yang telah memberikan doa dan kasih sayang yang tak terhingga.
Serta Istri tercinta “Femin Puspitasari” yang telah memberikan dorongan semangat,
motivasi, dan perhatian yang besar dalam penyelesaian Tesis ini. Tak lupa juga
ucapan terima kasih untuk rekan-rekan mahasiswa SPT dan TPT angkatan 2010
(Imanuel Musa Thenu, Suri Purnama Febri, Didin Komarudin, Iwan Dirwana,
Tasrif Kartawiijaya, Eddy Hamka, Ardani, Soraya Gigentika, Stylia Johannes,
Kaharuddin Sholeh) atas bantuan, kebersamaan dan kerjasamanya selama iniserta
rekan-rekan dan Alumnus Pascasarjana IPB (Agustin Ross, Eko Sulchani, Siti
Suci Nurhandini, Hamba “Boby” Ainul Mubarok, Furqan La Golo atas bantuan
dan masukan-masukan serta koreksi terhadap pembuatan tesis ini.
Bogor, Maret 2014
Arinto Kuncoro Jati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Kerangka pikir penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Ikan Tuna
Alat Tangkap Pancing (line)
Tuna Loin
Manajemen Rantai Pasok
Mutu
Perumusan Strategi Strengths Weaknesses Opportunities
Threats (SWOT)
3 METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data

1
1
3
3
3
4
5
5
7
8
10
11
15
15
15
16
17

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

24

Kondisi Geografi Provinsi Maluku
Kondisi Perikanan Tangkap
Kondisi Perikanan Tuna

24
25
29

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Deskripsi Perikanan Tuna Loin di Maluku
Penanganan Tuna Loin
Rantai Pasok Perikanan Tuna Loin di Maluku
Analisis Integrasi Pasar Produk Tuna Loin
Fresh dan Frozen CO
Manajemen Mutu
Perumusan Strategi Pengembangan dan Pengelolaan
Tuna Loin di Maluku dengan SWOT
Pembahasan

31
31
31
32
39
41
42
46
52

Rantai Pasok Perikanan Tuna Loin di Maluku
Penanganan Tuna Loin
Manajemen Mutu Tuna Loin di Maluku
Integrasi Pasar Produk Tuna Loin Fresh dan Frozen CO
Perumusan Strategi Pengembangan dan Pengelolaan
Tuna Loin di Maluku

52
53
54
57
59

SIMPULAN DAN SARAN

63

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

63
63
64

LAMPIRAN

66

RIWAYAT HIDUP

77

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Syarat mutu dan keamanan pangan tuna sashimi
Jenis dan data yang akan dikumpulkan
Penilaian bobot faktor strategis internal/eksternal)
Matriks Internal Factor Evaluation
Matriks External Factor Evaluation
Matriks Strength Weakness Opportunities Threats
Jumlah Produksi Perikanan Tangkap per Kabupaten
di Provinsi Maluku pada tahun 2010
Nilai outcome dari Indikator Produksi TTC di PPN Ambon (ton)
Outcome dari Indikator Kelas Mutu TTC di PPN Ambon (%)
Outcome dari Indikator Nilai Tambah TTC di PPN Ambon (Rp)
Outcome dari Indikator Pendapatan Nelayan di PPN Ambon (Rp.)
Fasilitas di PPN Ambon
Outcome dari Indikator Pendapatan Nelayan di PPN Ambon (orang)
IMC tuna loin ke pasar ekspor (Jepang dan Amerika)
Internal Factor Analysis Summary
External Factors Analysis Summary
Matriks SWOT strategi rantai pasok dan penanganan tuna loin

9
16
21
22
23
23
25
26
26
27
27
28
28
42
46
48
51

DAFTAR GAMBAR
1

Diagram alir kerangka penelitian

4

2

Yellowfin Tuna (Thunnus albacares).

6

3

Lokasi penelitian, Perairan Maluku.

15

4

Diagram sebab akibat rantai pasok tuna loin.

19

5

Diagram analisis SWOT.

20

6

Model perumusan strategi.

23

7

Wilayah Provinsi Maluku.

24

8

Jumlah Produksi Perikanan di Provinsi Maluku 2006-2010.

25

9

Kontribusi Produksi Perikanan Tangkap dari Perairan Laut untuk Setiap
Kabupaten/Kota Pesisir di Provinsi Maluku pada Tahun 2010.
26

10 Kapal penangkap ikan tuna di perairan Maluku

29

11 Alat bantu penangkapan ikan

30

12 Penghancuran es untuk perbekalan melaut

30

13 Loin tuna dari nelayan

32

14 Tenda para pengumpul tuna

33

15 Penanganan tuna loin di tingkat pengumpul

34

16 Mesin vakum yang digunakan di pabrik untuk proses pemvakuman

37

17 Rantai pasok tuna loin

40

18 Diagram sebab akibat produk tuna loin yang tidak sesuai dengan
pasar ekspor
19 Diagram analisis SWOT

45
50

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Perhitungan integrasi pasar produk tuna loin fresh

67

2

Integrasi pasar produk tuna frozen

71

3

Produk turunan loin tuna frozen CO

75

4

Produk loin tuna fresh sasimi

76

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditi perikanan Indonesia
yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar internasional.
Potensi ikan tuna di perairan Indonesia masih cukup besar. Tuna merupakan
komoditi ekspor perikanan Indonesia terbesar ke-2 setelah udang. Hal ini
ditunjukkan dengan volume produksi ikan tuna pada tahun 2010 yaitu sebesar
213.030 ton (Statistik Perikanan 2010).
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Ambon, ikan tuna yang
termasuk jenis ikan pelagis besar tersebar di wilayah ekologis pantai selatan
Ambon. Potensinya diperkirakan 620,6 ton per bulan dengan maksimum tangkap
lestari 310,3 ton per bulan. Menurut pejabat setempat saat ini pemanfaatan ikan
tuna baru mencapai 127,1 ton per bulan (sekitar 41 %) dari maksimum tangkap
lestari (KKP 2011).
Permintaan terhadap komoditi tuna loin cukup tinggi, bahkan pasokan saat
ini belum dapat memenuhi permintaan negara-negara importir. Tuna loin di pasar
lokal dijual ke Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang telah memiliki lisensi ekspor,
restoran dan hotel. Negara-negara importir tuna loin diantaranya adalah Jepang,
USA, Australia dan beberapa negara Eropa lainnya. Masing-masing negara
importir tersebut memiliki kualifikasi dan standar mutu sendiri. Kualifikasi tuna
loin yang diminta negara Jepang hanya grade A atau grade sashimi, sedangkan
negara tujuan Amerika dan Eropa masih bisa menerima tuna loin grade B atau C
(BI 2009).
Nelayan-nelayan pancing pada perikanan tuna di perairan Maluku secara
umum masih bersifat tradisional. Hal ini dapat dengan mudah terlihat dari ukuran
kapal yang digunakan, yaitu armada penangkapan berukuran kurang dari 5 GT.
Nelayan yang beroperasi pada armada umumnya berjumlah antara 1-2 orang dan
mereka belum menggunakan alat bantu penangkapan yang memiliki teknologi
modern seperti GPS (Global Positioning System), radar ataupun echosounder.
Beberapa armada memang dilengkapi dengan kompas namun hanya sedikit dari
mereka yang membawa perlengkapan tersebut.
Pola penangkapan nelayan di perairan Maluku juga sangat bergantung pada
faktor kondisi alam dan faktor teknis pendukung operasi penangkapan seperti
ketersediaan bahan bakar serta modal operasional lainnya yang artinya secara
umum mereka masih belum memiliki pola manajemen operasi penangkapan yang
terstruktur dan terukur. Di sisi lain jumlah perusahaan yang bergerak di bidang
pengolahan ikan tuna di Maluku khususnya di pulau Ambon semakin meningkat
pesat akhir-akhir ini. Artinya permintaan ikan tuna di Maluku juga meningkat,
seharusnya kondisi ini bisa dimanfaatkan sebagai peluang yang baik oleh pihakpihak terkait khususnya para nelayan itu sendiri untuk meningkatkan jumlah ikan
hasil tangkapan tuna secara umum.
Peningkatan jumlah tangkapan tentunya juga wajib diikuti dengan
peningkatan kualitas hasil tangkapan yang baik. Dalam hal ini proses penangan
mutu ikan hasil tangkapan yang baik juga harus diperhatikan mulai dari awal
penanganan pada saat penangkapan, penanganan hasil tangkapan pasca tangkap di

2

atas kapal dan di darat, proses distribusi ikan menuju lokasi penjualan hasil
tangkapan serta faktor-faktor lainnya.
Dewasa ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan
tuna di Maluku membeli ikan tuna sudah dalam bentuk loin bukan dalam bentuk
gelondongan ataupun utuh. Kondisi ini tentunya membutuhkan tingkat kehatihatian yang tinggi dalam semua alur proses penanganan ikan hasil tangkapan
karena saat nelayan mendapatkan ikan, mereka langsung memotong ikan dalam
bentuk loin di atas kapal. Ikan yang sudah berada dalam kondisi terpotong dalam
bentuk potongan loin tentunya akan lebih cepat mengalami proses punurunan
mutu apabila tidak ditangani dengan sangat baik. Faktor rantai dingin (cold chain)
merupakan titik paling kritis dalam proses penanganan ikan hasil tangkapan.
Pembusukan oleh bakteri pembentuk histamin dapat terjadi pada beberapa
tahapan yaitu pada proses pendaratan ikan, proses pengolahan atau pada sistem
distribusi hingga ke konsumen. Kontrol temperatur yang memadai merupakan
kunci untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan pembentukan histamin
(McLauchlin et al. 2005). Peningkatan kadar histamin pada ikan juga
berhubungan dengan sanitasi dan higenitas dalam proses penanganan ataupun
pengolahan.
Salah satu bentuk pengendalian histamin adalah pengolahan daging tuna
gelondongan menjadi produk setengah jadi yaitu membagi dalam bentuk yang
lebih kecil-kecil sehingga lebih mudah dalam penyimpanan. Salah satu bentuk
olahan tuna yaitu tuna loin. Tuna loin merupakan produk setengah jadi yang
banyak digunakan oleh perusahaan untuk diolah lebih lanjut menjadi produk akhir,
salah satunya adalah sashimi. Kualitas produk tuna loin yang dihasilkan
merupakan hal penting bagi perusahaan agar memiliki daya saing.
Secara umum salah satu faktor yang berperan besar dan menentukan dalam
proses pengendalian mutu adalah faktor rantai pasok (supply chain) yang
merupakan proses distribusi barang mulai dari ikan ditangkap di atas kapal sampai
dengan produk diterima oleh perusahaan. Penangan produk pada masing-masing
tahap ini merupakan titik kritis yang akan menentukan mutu dan kualitas dari
produk tuna loin ketika produk tersebut sampai di perusahaan dan dilakukan
proses sortasi mutu (grading).
Sistem rantai pasok yang ideal tentunya akan memperbesar kemungkinan
kualitas ataupun mutu tuna loin akan tetap terjaga dengan baik sehingga
diharapkan akan menghasilkan tuna loin dengan kualitas yang sangat baik.
Kecepatan alur rantai pasok mulai dari pemindahan produk loin dari atas kapal
sampai ke tempat penyortiran milik pengumpul lalu kemudian pendistribusian
produk tersebut ke perusahaan akan menentukan kualitas tuna loin yang
dihasilkan. Selain itu, selama proses pendistribusian tuna loin faktor penanganan
produk seperti rantai dingin, kebersihan di atas kapal, tempat penampungan dan
tempat sortasi di tingkat pengumpul juga akan menjadi faktor yang menentukan
kualitas dan mutu tuna loin yang dihasilkan.
Pengendalian mutu dilakukan untuk menghasilkan mutu produk yang
konsisten sesuai dengan kebutuhan konsumen. Pengelolaan tuna dalam bentuk
tuna loin memiliki nilai tambah ekonomi jika dibandingkan dengan harga dalam
bentuk gelondongan, namun permasalahan yang terjadi adalah perbandingan
jumlah tuna loin dengan jumlah rendemen yang berpengaruh pada nilai ekonomi
yang didapatkan oleh nelayan serta kualitas tuna loin yang dihasilkan apakah

3

memenuhi standar yang dibutuhkan perusahaan sehingga diharapkan dapat
menaikkan penghasilan nelayan. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti
merasa perlu untuk melakukan penelitian tersebut.
Pengumpul tuna loin lokal di Ambon memiliki salah satu karakter yang
sedikit berbeda dengan pengumpul ikan tuna di wilayah lain. Pada saat tidak
ada/jarang ikan, para pengumpul beserta nelayannya mengadakan mobilisasi
untuk melakukan kegiatan penangkapan tuna di wilayah-wilayah perairan lain
seperti perairan Pulau Seram dan Pulau Buru yang diperkirakan menjadi tempat
munculnya ikan tuna. Artinya bahwa mereka harus selalu bergerak mencari ikan
tuna bukan hanya di wilayah fishing ground mereka yang biasanya.
Konsekuensi logis dari hal di atas tersebut adalah harus diimbangi dengan
sistem rantai pasok dan penanganan produk yang tepat. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi permintaan pasar akan ikan loin yang jumlahnya cukup tinggi. Banyak
hal yang harus dipertimbangkan karena mobilisasi penangkapan seperti yang
dilakukan oleh nelayan tuna loin Ambon akan memerlukan tambahan waktu,
biaya dan perlakuan. Sehingga kelayakan dan optimalisasi kegiatan penangkapan
tuna loin perlu untuk dianalisis.

Perumusan Masalah
Permasalahan-permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah :
1) Apakah pengolahan tuna loin yang dilakukan oleh nelayan setempat sudah
merupakan langkah yang tepat dalam usaha menjaga mutu ikan tuna yang
ditangkap serta menghasilkan nilai tambah yang lebih besar.
2) Bagaimana proses rantai pasok (supply chain) yang merupakan teknis
distribusi dan rantai pemasaran produk tuna loin menjadi faktor yang bisa
meningkatkan nilai tambah bagi para nelayan

Tujuan
Tujuan dari penelitian “Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di
Perairan Maluku“ adalah:
1) Memformulasikan sistem rantai pasok produk tuna loin di Maluku
2) Menentukan nilai mutu tuna loin yang dihasilkan oleh nelayan serta nilai
tambah yang dihasilkan dari produk tuna loin
3) Merumuskan strategi pengembangan usaha perikanan tuna loin berbasis
nelayan

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penetilitian ini adalah sebagai
berikut :
1) Sebagai salah satu bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang perikanan tuna secara umum, khususnya untuk bidang
sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin di perairan Maluku

4

2) Sebagai dasar penelitian selanjutnya khsususnya pada bidang sistem rantai
pasok dan penanganan tuna loin bagi para akademisi dan peneliti
3) Sebagai sumber informasi bagi stakeholder yang terkait untuk menciptakan
kebijakan perikanan yang tepat khususnya bagi perikanan tuna di Maluku

Kerangka pikir penelitian
Masalah-masalah yang dihadapi dan telah disebutkan pada permasalahan dalam
penelitian ini kemudian disusun menjadi satu kerangka berpikir. Kerangka pikir
merupakan rencana penelitian dari mulai usulan penelitian, penelitian di lapangan,
pengolahan data hingga menjadi tesis. Kerangka pemikiran dari penelitian ini
disampaikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir kerangka penelitian

5

Ada dua hal yang sangat berpengaruh besar dalam perikanan tuna loin di
Maluku yaitu rantai pasok (supply chain) terhadap produk tuna loin dan sistem
pengelolaan perikanan tuna loin itu sendiri. Dua hal tersebut merupakan
komponen yang akan menentukan baik atau buruknya poduk tuna loin yang
dihasilkan pada perikanan tuna loin di Maluku.
Oleh karena itu sebagai langkah awal adalah harus menentukan
permasalahan-permasalahan yang ada pada perikanan tuna loin di Maluku yang
berhubungan dengan rantai pasok (supply chain), kualitas tuna loin yang
dihasilkan serta seberapa besar nilai tambah yang didapatkan nelayan dari
perikanan tuna loin. Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi sistem rantai
pasok perikanan tuna loin di Maluku dan sistem pengelolaan perikanan tuna loin
serta identifikasi terhadap nilai tambah yang didapat nelayan.
Menggunakan metode analisis deskiptif komparatif pada analisis rantai
pasok, analisis mutu dan analisis SWOT maka penelitian ini diharapkan akan
mengarah pada strategi pengembangan perikanan tuna loin di Maluku yang
berbasis pada nelayan. Pada akhirnya melalui strategi pengembangan yang
berbasiskan nelayan, maka diharapkan perikanan tuna loin dapat menguntungkan
nelayan-nelayan perikanan tuna loin di Maluku.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Ikan Tuna
Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa famili Scombridae,
terutama genus Thunnus. Tuna merupakan ikan perenang cepat (pernah diukur
mencapai 77 km/jam). Daging yang dimiliki berwarna merah muda sampai merah
tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung myoglobin dari pada ikan
lainnya (Mc Afee et al. 2009).
Ikan tuna memiliki tubuh berbentuk tegak, memanjang dan fusiform
(streamline) dengan dua buah sirip dorsal terpisah yang memiliki satu jari-jari
keras pada jari-jari pertamanya dan sirip kaudal berbentuk bulan sabit. Sirip 5
ventral berukuran lebih kecil atau sama dengan sirip pektoral, serta terletak
menjorok ke belakang dari dasar sirip pektoral.
Ikan tuna terdiri dari beberapa jenis dan dapat digolongkan menjadi 2
kelompok yaitu kelompok tuna kecil dan tuna besar. Kelompok tuna kecil seperti
tongkol (Euthynus affinis), longtail dan cakalang atau skipjack (Katsuwonus
pelamis) serta kelompok tuna besar seperti madidihang (Tuna albacores) atau
yellowfin tuna, mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga) atau
albacore, tuna sirip biru (Thunnus thymus maccoyii) atau southern bluefin dan
tuna abu-abu (Thunnus thymus orientalis) atau bluefin (Soepanto 1990 dalam
Nurani 1996).
Beberapa spesies tuna yang lebih besar, seperti tuna sirip biru (bluefin tuna),
dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini
menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan
dalam kondisi yang beragam (Lennert-cody 2008). Tubuh ikan tuna tertutup oleh
sisik kecil berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya. Sebagian

6

besar mempunyai sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran
berwarna gelap (Burhanuddin et al. 1984).
Klasifikasi ikan tuna (Saanin 1984) adalah sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas
: Teleostei
Subkelas : Actinopterygi
Ordo
: Perciformes
Subordo : Scombridei
Famili
: Scombridae
Genus
: Thunnus
Spesies : Thunnus obesus (bigeye, tuna mata besar)
Thunnus alalunga (albacore, tuna albacore)
Thunnus tonggol (longtail, tuna ekor panjang)
Thunnus albacore (yellowfin, madidihang)
Thunnus macoyii (southern bluefin, tuna sirip biru selatan)
Thunnus thynnus (northern bluefin, tuna sirip biru utara)
Thunnus atlanticus (blackfin, tuna sirip hitam)
Ikan tuna yang terdapat di perairan Indonesia terdiri dari beberapa jenis,
untuk memudahkannya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tuna kecil yang
diwakili oleh skipjack dan tuna besar yang meliputi madidihang, tuna mata besar,
tuna albakora, tuna sirip biru dan tuna abu-abu. Beberapa jenis tuna yang
merupakan komoditi ekspor adalah madidihang, tuna mata besar, albakora, tuna
sirip biru, dan cakalang. Ikan tuna terdapat pada hampir seluruh perairan laut,
terutama yang mempunyai kadar garam tinggi. Pada perairan Samudra Hindia
penyebarannya meluas dari 30° lintang selatan ke utara dan dari timur Australia
hingga benua Afrika dan di nusantara selain di kedua lautan yang mengelilingi
negara kepulauan juga terdapat di laut yang dalam diantaranya Laut Bali, Laut
Flores, Laut Arafuru serta Laut Banda (Stansby 1963).

Sumber: Archambault, C. (Fishbase.com)

Gambar 2 Yellowfin Tuna (Thunnus albacares).

7

Alat Tangkap Pancing (line)
Alat penangkapan yang paling banyak digunakan untuk menangkap ikan
tuna adalah pancing (line). Alat tangkap pancing terdiri dari mata pancing, tali
pancing, umpan dan berbagai perlengkapan lainnya seperti joran, pelampung,
pemberat dan lain-lain. Dibandingkan dengan alat penangkapan ikan lainnya,
menurut Ayodhyoa (1981) alat penangkapan ini mempunyai segi-segi positif,
yaitu antara lain:
1) Alat-alat pancing tidak susah dalam strukturnya dan operasinya dapat
dilakukan dengan mudah.
2) Organisasi usahanya kecil, sehingga dengan modal sedikit usaha sudah dapat
berjalan (bergantung jenis usaha pancingnya), manusia sedikit usaha sudah
dapat dijalankan.
3) Syarat-syarat daerah penangkapan ikannya relatif sedikit dan dapat dengan
bebas memilih.
4) Pengaruh cuaca, suasana laut dan sebagainya relatif kecil.
5) Ikan-ikan yang tertangkap seekor demi seekor sehingga kesegarannya dapat
dijamin.
Selain keunggulan-keunggulan yang telah dijelaskan, pancing juga memiliki
beberapa kelemahan. Kelemahan dari alat tangkap pancing, antara lain yaitu :
1) Dibandingkan dengan perikanan jaring, maka untuk mendapatkan hasil
tangkapan yang banyak jumlahnya dalam waktu yang singkat tidak mungkin
dilakukan.
2) Memerlukan umpan, sehingga ada tidaknya umpan akan berpengaruh terhadap
jumlah banyaknya operasi yang dapat dilakukan.
3) Keahlian perseorangan sangat menonjol, pada tempat, waktu dan syarat-syarat
lainnya sama, hasil tangkapan yang diperoleh belum tentu sama dengan orang
lain.
4) Pancing terhadap ikan adalah pasif, dengan demikian tertangkapnya ikan
tersebut sangat ditentukan oleh tertariknya ikan untuk memakan umpan.
Pancing adalah salah satu alat tangkap yang umum dikenal oleh masyarakat,
terlebih di kalangan nelayan. Pada prinsipnya pancing ini terdiri dari dua
komponen utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing
biasa dibuat dari bahan benang katun, nilon, polyethilene, plastik (senar) dan
lain-lain. Sedangkan mata pancingnya (mata kailnya) dibuat dari kawat baja,
kuningan atau bahan lain yang tahan karat.
Mata pancing tersebut umumnya memiliki ujung berkait balik, namun ada
juga yang tanpa kait balik. Jumlah mata pancing yang terdapat pada tiap
perangkat (satuan) pancing itu bisa tunggal maupun ganda (2 – 3 buah) bahkan
banyak
sekali
(ratusan
sampai
ribuan)
tergantung
dari
jenis
pancingnya. Sedangkan ukuran mata pancing bervariasi, disesuaikan dengan
besar kecilnya ikan yang akan ditangkap (dipancing) (Subani dan Barus 1989).
Perbedaan jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan akan mengakibatkan
perbedaan pada pancing yang digunakan. Dengan demikian, struktur pancing
juga akan berbeda, sehingga akan terlihat banyak sekali variasi dari alat
pancing. Sehubungan dengan jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan maka
fishing ground dimana ikan itu berada akan berbeda pula kondisinya, dengan
demikian maka cara yang akan dilakukan akan berbeda.

8

Pada garis besarnya line fishing banyak jenisnya, tetapi dapat dikelompokan
dalam beberapa kelompok (Von Brandt, 1984) yaitu :
1) Hand lines, yaitu pancing yang paling sederhana. Biasanya hanya terdiri dari
pancing, tali pancing dan pemberat serta dioperasikan oleh satu orang dan tali
pancing langsung ke tangan.
2) Pole and line, yaitu pancing yang digunakan khusus menangkap ikan-ikan
cakalang, tuna dan tongkol, pancing ini terdiri dari joran, tali pancing dan
umpan. Dioperasikan secara bersama di atas kapal.
3) Set lines, yaitu pancing yang dipasang secara menetap dalam jangka
tertentu. Pancing ini terdiri dari tali pancing, pancing dan umpan kemudian
dipasang secara tetap di suatu perairan.
4) Bottom long lines, yaitu pancing yang dipasang di dasar perairan, biasanya
khusus menangkap ikan-ikan demersal.
5) Drift lines, yaitu pancing yang dipasang di permukaan atau pertengahan air
dan dihanyutkan sampai jangka waktu tertentu.
6) Troll lines, yaitu pancing yang dalam operasinya ditarik dengan perahu.
Dilihat dari cara pengoperasiannya pancing-pancing tersebut bisa dilabuh
(pancing ladung, rawai biasa, rawai cucut), ditarik di belakang perahu/kapal
yang sedang dalam keadaan berjalan (trolling) baik menelusuri lapisan
permukaan air, lapisan tengah (pancing cumi-cumi) maupun di dasar perairan
(pancing garit/dragged line), maupun dihanyutkan (rawai tuna, tuna long
line). Penangkapan dengan pancing dapat dilakukan baik pada siang maupun
malam hari dan dapat digunakan sepanjang tahun tanpa mengenal musim (Subani
dan Barus 1989).

Tuna Loin
Ikan tuna untuk tujuan ekspor terdiri dari tuna segar, beku segar, beku
olahan dan tuna kaleng. Tuna beku diolah dari tuna segar yang menghasilkan
berbagai jenis produk tuna beku yaitu loin, block loin, chunk, saku, steak, cube,
sushineta dan negitoro (Nurani dan Wisudo 2007). Tuna loin mentah beku adalah
produk yang dibuat dari tuna segar atau beku. Produk loin berasal dari tuna segar
atau beku yang mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi
4 bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak,
pembuangan kulit, perapihan dan pembekuan cepat dengan suhu pusatnya
maksimum -18oC (BSN 2006).
Menurut KKP (2010), tuna segar untuk sashimi berdasarkan SNI 01-2693.12006 meliputi 3 tahap bagian, yaitu: spesifikasi, persyaratan bahan baku, serta
penanganan dan pengolahan. tuna segar untuk sashimi yaitu produk hasil
perikanan dengan bahan baku tuna segar yang mengalami perlakuan sebagai
berikut: penerimaan, pencucian 1, pemotongan sirip, pencucian 2, sortasi mutu
(grading), penimbangan, penyimpangan dingin atau tanpa penyimpanan dingin,
pengusapan (swabbing), pengepakan dan pelabelan.
Ruang lingkup standar ini menetapkan klasifikasi, syarat bahan baku, bahan
penolong dan bahan tambahan makanan, cara penanganan, teknik sanitasi dan
higenitas, syarat mutu dan keamanan pangan, cara pengambilan contoh, cara uji,
serta syarat penandaan dan pengemasan untuk tuna segar untuk sashimi.

9

Tabel 1 Syarat mutu dan keamanan pangan tuna sashimi
No.
1
2

3

4
5

Jenis uji
Organoleptik
Cemaran mikroba*
1) ALT
2) Escherichia coli
3) Salmonella
4) Vibriocholeraea
Cemaran kimia
1) Raksa (Hg)*
2) Timbal (Pb)*
3) Histamin
4) Cadmium (Cd)*
Fisika
Suhu pusat
Parasit

Satuan
Angka (1-9)

Persyaratan
Minimal 7

Koloni/g
APM/g
APM/g
APM/g

Maksimal 5,0 x 105
Maksimal < 2
Negatif
Negatif

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

Maksimal 1
Maksimal 0,4
Maksimal 100
Maksimal 0,5

o

Maksimal 4,4
0

C
Ekor

Catatan: * bila diperlukan
Sumber: BSN 2006

Standar ini berlaku untuk tuna segar sashimi dan tidak berlaku untuk produk
yang mengalami pengolahan lebih lanjut. Syarat mutu dan keamanan panagan
tuna sashimi tersaji pada Tabel 1.
Ruang lingkup: standar ini menetapkan jenis bahan baku, bentuk bahan
baku, asal bahan baku, mutu bahan baku dan penyimpanan bahan baku untuk tuna
segar untuk sashimi.
1) Bahan baku tuna segar untuk sashimi: tuna segar yang telah disiangi dengan
membuang isi perut dan insang.
2) Jenis bahan baku: bahan baku yang digunakan adalah ikan tuna madidihang
(yellowfin tuna/Thunnus Albacores), tuna mata besar (bigeye tuna/Thunnus
Obesus), tuna sirip biru (bluefin tuna/Thunnus Thynnus dan Thunnus
Maccoyii).
3) Bentuk bahan baku: tuna segar yang sudah disiangi.
4) Asal bahan baku: bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar.
5) Mutu bahan baku: bahan baku bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan
pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifatsifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan
kesehatan. Secara organoleptik bahan baku mempunyai karakterisitik
kesegaran sebagai berikut: kenampakan: bersih, warna daging spesifik jenis
ikan tuna; tekstur: elastis, padat dan kompak; bau: segar; rasa: netral agak
manis.
6) Penyimpanan bahan baku: bahan baku yang terpaksa menunggu proses lebih
lanjut, disimpan dalam wadah yang baik dan tetap dipertahankan suhunya
dengan menggunakan es curai sehingga suhu pusat bahan baku mencapai suhu
maksimal 4,4C, saniter dan higenis.

10

Manajemen Rantai Pasok
Pengertian manajemen rantai pasok dari beberapa ahli adalah sebagai
berikut:
1) Metode, alat, atau pendekatan pengelolaan rantai pasok (supply chain). Rantai
pasok (supply chain) adalah jaringan fisik yaitu perusahaan-perusahaan yang
terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun
mengirimkannya ke pemakai akhir (Oliver dan Weber 1982).
2) Fortune Magazine (Artikel Henkoff, 1994) merupakan proses perusahaan
memindahkan material, komponen dan produk ke pelanggan. Proses
pemindahan barang dilakukan tepat jumlah, tepat lokasi dan tepat waktu.
3) Filosofi manajemen secara terus menerus mencari sumber fungsi bisnis yang
kompeten untuk digabungkan baik dalam perusahaan maupun luar perusahaan
seperti mitra bisnis yang berada dalam satu rantai pasok (supply chain) untuk
memasuki sistem pasok (supply) yang kompetitif tinggi dan memperhatikan
kebutuhan pelanggan, yang berfokus pada pengembangan solusi inovatif dan
sinkronisasi aliran produk, jasa, dan informasi untuk menciptakan sumber nilai
pelanggan yang bersifat unik (Ross 1998).
4) Jaringan organisasi yang melibatkan hubungan upstream dan downstream
dalam proses dan aktivitas yang berbeda yang memberi nilai dalam bentuk
produk dan jasa pada pelanggan. Contoh: Pabrik pembuat kemeja adalah 2
bagian rantai pasok (supply chain) yang menghubungkan upstream (melalui
pengusaha kain kepada pengusaha serat/kapas) dan downstream (melalui
distributor dan retail pada pelanggan akhir) (Martin 1998).
5) Manajemen rantai pasok berhubungan erat dengan aliran manajemen material,
informasi dan finansial dalam suatu jaringan yang terdiri dari supplier,
perusahaan, distributor, dan pelanggan (Stanford Supply chain Forum 1999,
yang dicetuskan oleh Kepala Forum Hau Lee)
6) Merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan
supplier, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien
sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat,
lokasi tepat dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan
kebutuhan pelanggan (Simchi-Levi et.al, 1999).
Manajemen rantai pasok tidak hanya berorientasi pada urusan internal
sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan
dengan perusahaan-perusahaan partner.
Koordinasi dan kolaborasi perlu
dilakukan karena perusahaan yang berada pada satu rantai pasok (supply chain)
pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama, mereka harus bekerja
sama untuk membuat produk yang murah, mengirimnya tepat waktu dan dengan
kualitas yang bagus.
Persaingan yang terjadi pada saat ini bukan hanya pada satu perusahaan
dengan perusahaan yang lain tetapi antara rantai pasok (supply chain) yang satu
dengan rantai pasok (supply chain) yang lain. Semangat kolaborasi dan koordinasi
juga didasari oleh kesadaran bahwa kuatnya sebuah rantai pasok (supply chain)
tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang berada di dalamnya. Namun,
semangat kolaborasi dan koordinasi tidak boleh mengorbankan kepentingan tiap
individu perusahaan.

11

Manajemen rantai pasok yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing
bagi rantai pasok (supply chain) secara keseluruhan, namun tidak menyebabkan
satu pihak berkorban dalam jangka panjang. Oleh karena itu diperlukan pengertian,
kepercayaan, dan aturan main yang jelas. Idealnya, hubungan antar pihak pada
rantai pasok (supply chain) berlangsung jangka panjang. Hubungan jangka
panjang memungkinkan semua pihak untuk menciptakan kepercayaan yang lebih
baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta karena hubungan jangka
panjang berarti mengurangi ongkos-ongkos untuk mendapatkan perusahaan
partner baru.
Rantai pasok (supply chain) adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang
secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu
produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya
termasuk supplier, pabrik, distributor, took atau ritel, serta perusahaan-perusahaan
pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Rantai pasok (supply chain) adalah
jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok
bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir.
Manajemen rantai pasok adalah metode, alat atau pendekatan
pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa manajemen rantai pasok
menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat
kolaborasi. Prinsip dasar manajemen rantai pasok:
1) Prinsip integrasi semua elemen yang terlibat dalam rangkaian manajemen
rantai pasok berada dalam satu kesatuan yang kompak dan menyadari adanya
saling ketergantungan
2) Prinsip jejaring semua elemen berada dalam hubungan kerja yang selaras
3) Prinsip ujung ke ujung proses operasinya mencakup elemen pemasok yang
paling hulu sampai ke konsumen yang paling hilir
4) Prinsip saling tergantung setiap elemen dalam manajemen rantai pasok
menyadari bahwa untuk mencapai manfaat bersaing diperlukan kerjasama
yang saling menguntungkan
5) Prinsip komunikasi keakuratan data menjadi darah dalam jaringan untuk
menjadi ketepatan informasi dan material.

Mutu
Mutu merupakan sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan serta didasarkan
oleh pengalaman aktual pelanggan terhadap produk atau jasa, dan diukur
berdasarkan persyaratan pelanggan yang cenderung bersifat subyektif. Oleh
karena itu, mutu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan
pemeliharaan yang membuat produk dan jasa digunakan untuk memenuhi
harapan-harapan pelanggan (Feingenbaum 1989).
Menurut Montgomery (1990), ada dua segi umum tentang mutu, yaitu
rancangan mutu dan kecocokan mutu. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam
berbagai tingkat mutu. Variasi dalam tingkat mutu memang disengaja, sehingga
teknik ini disebut dengan istilah rancangan mutu. Kecocokan mutu merupakan
seberapa baik suatu produk sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang
diisyaratkan oleh rancangan tersebut.

12

Kecocokan mutu dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan
proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan
mutu (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan, dan lain-lain) yang
digunakan untuk memantau seberapa jauh jaminan mutu diikuti beserta motivasi
angkatan kerja untuk mencapai mutu. Tiap produk yang dihasilkan mempunyai
sejumlah unsur yang secara bersama-sama menggambarkan kecocokan
penggunaannya. Ciri-ciri mutu terdiri dari beberapa sifat berikut (Gasperz 1998):
1) Fisik: panjang, berat, dan diameter.
2) Sensori (berkaitan dengan panca indera): rasa, penampilan, warna, bentuk,
model, dan lain-lain.
3) Orientasi waktu: keandalan, kemampuan pelayanan, kemudahan pemeliharaan,
ketepatan waktu penyerahan produk.
4) Orientasi biaya: berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga
dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh konsumen.
Prosedur untuk mencapai sasaran mutu diistilahkan dengan pengendalian
mutu. Pengendalian mutu adalah aktivitas keteknikan dan manajemen sehingga
ciri-ciri kualitas produk dapat diukur, dibandingkan dengan spesifikasi atau
persyaratannya, dan pengambilan tindakan yang sesuai jika ada perbedaan antara
penampilan sebenarnya dengan standarnya (Montgomery 1990). Menurut
Feigenbaum (1989), ada empat langkah dalam penerapan pengendalian mutu,
yaitu:
1) Menetapkan standar, yaitu menentukan standar mutu, standar mutu prestasi
kerja, standar mutu keamanan, dan standar mutu keterandalan yang diperlukan
produk.
2) Menilai kesesuaian, yaitu membandingkan kesesuaian dari produk dan jasa
yang dihasikan terhadap suatu standar.
3) Mengambil tindakan korektif bila perlu, yaitu mengkoreksi masalah dan
penyebabnya melalui faktor-faktor yang mencakup pemasaran, rekayasa,
produksi, dan pemeliharaan yang mempengaruhi kepuasan pemakai.
4) Merencanakan perbaikan, yaitu mengembangkan suatu upaya yang kontinu
tuntuk memperbaiki standar biaya, prestasi, keamanan, dan keterandalan.
Tujuan utama pengendalian mutu adalah menjaga kepuasan pelanggan.
Identifikasi semua kebutuhan pelanggan merupakan suatu hal yang mendasar bagi
kendali mutu efektif. Keuntungan yang didapat dari pengendalian mutu adalah
sebagai berikut (Feigenbaum 1989):
1) Meningkatkan mutu dan desain produk.
2) Meningkatkan aliran produksi.
3) Meningkatkan moral tenaga kerja dan kesadaran mengenai mutu
4) Meningkatkan pelayanan produk.
5) Memperluas pangsa pasar.
Produk-produk perikanan tergolong “most perishable foods”, yang cepat
sekali mundur mutunya secara autolysis, biochemis, dan microbiologis, terutama
dipengaruhi oleh suhu. Ikan pada umumnya lebih cepat mengalami proses
pembusukan daripada daging karena mengandung jenis-jenis bakteri
“psychrophilic”. Sanitasi dan hygiene memegang peranan penting dalam
penanganan dan pengolahan (Ilyas 1980). Berdasarkan beberapa pengertian rantai
pasok di atas, pada penelitian ini rantai pasok produk loin tuna harus difokuskan

13

pada dua bagian yaitu penanganan di atas kapal hingga pada unit pengolahan ikan
dan penanganan pada saat distribusi loin tuna.
Penanganan Tuna di Atas Kapal Hingga Unit Pengolahan Ikan
Menurut Ilyas (1980) penanganan ikan harus dilakukan sejak ikan
tertangkap yaitu di atas kapal. Penanganan yang dilakukan dapat berupa
pendinginan (chilling) dan pembekuan (freezing). Pendinginan adalah penurunan
suhu ikan hingga 0oC dengan cara: pemberian es (icing), pemberian udara dingin
(chilling in cooled air) dan pendinginan dalam air (chilling in cooled or
refrigerated water). Menurut Nurani dan Sugeng (2007) penanganan terhadap
tuna yang harus dilakukan di atas kapal berupa:
1) Membunuh ikan tuna secepat mungkin dengan cara memasukkan spike
(batang besi tajam) pada otak ikan dan tetap menjaga suhunya dengan
menyemprotkan air lewat selang (hose), penanganan harus dilakukan dengan
hati-hati hingga tidak meninggalkan bekas luka pada ikan karena dapat
menurunkan kualitas tuna tersebut.
2) Pengeluaran darah dari tubuh tuna antara lain: pemotongan ekor, pemotongan
nadi darah pada kedua sirip dada, memotong nadi darah dari insang ke jantung.
Hal ini bertujuan mengeluarkan semua darah yang ada pada tubuh tuna tanpa
membuatnya menggelepar atau memberontak, yang dapat menyebabkan darah
tertinggal dalam tubuh dan menimbulkan noda pada daging tuna.
3) Pembuangan insang dan isi perut yang dilakukan untuk menghindari
akumulasi bakteri. Hal ini penting untuk dilakukan karena selaput lendir,
insang, dan isi per