Potensi Ikan Gindara (Lepidocybium flavobrunneum) dan Lobster Gajah (Linuparus somniosus) Sebagai Sumber Taurin dan Steroid

POTENSI IKAN GINDARA (Lepidocybium flavobrunneum) DAN
LOBSTER GAJAH (Linuparus somniosus) SEBAGAI SUMBER
TAURIN DAN STEROID

R. ROZA TIRTA FARADILA PERMATA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Potensi Ikan
Gindara (Lepidocybium flavobrunneum) dan Lobster Gajah (Linuparus
somniosus) Sebagai Sumber Taurin dan Steroid adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
R. Roza Tirta Faradila Permata
NRP C351114021

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama terkait.

RINGKASAN
R. ROZA TIRTA FARADILA PERMATA. Potensi Ikan Gindara (Lepidocybium
flavobrunneum) dan Lobster Gajah (Linuparus somniosus) Sebagai Sumber
Taurin dan Steroid. Dibimbing oleh SUGENG HERI SUSENO dan AGOES
MARDIONO JACOEB.
Ikan gindara (L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus)
merupakan jenis ikan dan lobster laut dalam non ekonomis penting, yang
dikonsumsi oleh masyarakat pesisir Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Ikan gindara dan
lobster gajah biasanya dikonsumsi pada musim tertentu, dan dipercaya dapat
memperbaiki fungsi fisiologis tubuh, serta meningkatkan vitalitas. Ikan gindara
dan lobster gajah diduga mengandung taurin dan steroid, sehingga perlu dilakukan
penelitian mengenai potensi ikan gindara dan lobster gajah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) menentukan rendemen,
komposisi kimia, sumber taurin dan steroid dari ikan gindara dan lobster gajah,
(2) menentukan kandungan taurin dari perlakuan perebusan dan pengukusan, serta
sifat produk bubuk kering beku taurin ikan gindara, dan (3) menentukan
kandungan steroid dari suhu rendah dan tinggi dengan waktu ekstraksi berbeda,
serta sifat produk bubuk kering beku steroid lobster gajah.
Rendemen daging dan jeroan ikan gindara masing-masing sebesar 82,35
dan 5,88%. Rendemen daging dan jeroan lobster gajah masing-masing sebesar
25,96 dan 6,03%. Komposisi kimia daging dan jeroan ikan gindara mengandung
kadar protein 16,40 dan 12,11%, kadar air 63,38 dan 76,78%, kadar abu 0,59 dan
2,52%, serta kadar lemak 18,34 dan 7,51%. Daging dan jeroan lobster gajah
mengandung kadar protein 12,29 dan 13,89%, kadar air 83,45 dan 75,37%, kadar
abu 1,05 dan 1,42%, serta kadar lemak 0,51 dan 7,05%. Kandungan taurin daging
dan jeroan ikan gindara masing-masing sebesar 44,20 mg/100 gram dan 43,91
mg/100 gram. Kandungan asam amino tertinggi adalah asam glutamat sebesar
2,62% pada bagian jeroan ikan gindara. Hasil analisis secara kualitatif lobster
gajah mengandung steroid yang cenderung lebih banyak dibandingkan ikan
gindara. Kandungan asam lemak tertinggi adalah asam oleat sebesar 12,40% pada
bagian jeroan lobster gajah.
Kandungan taurin tertinggi terdapat pada jeroan yang dikukus, yaitu

128,91 mg/100 gram (basis kering). Kandungan asam amino pada bubuk kering
beku daging ikan gindara tertinggi adalah asam glutamat 2,67%.
Hasil analisis secara kualitatif menunjukkan ekstrak jeroan lobster gajah
pada suhu 60 °C mengandung steroid, sedangkan hasil analisis secara kuantitatif
menunjukkan steroid golongan testosteron tidak teridentifikasi. Kandungan asam
lemak bubuk kering beku jeroan lobster gajah didominasi oleh asam oleat sebesar
8,65%.
Kata kunci: ikan gindara (Lepidocybium flavobrunneum), lobster gajah
(Linuparus somniosus), steroid, taurin

SUMMARY
R. ROZA TIRTA FARADILA PERMATA. Potency of Escolar (Lepidocybium
flavobrunneum) and African Spear Lobster (Linuparus somniosus) as a Source of
Taurine and Steroid. Supervised by SUGENG HERI SUSENO and AGOES
MARDIONO JACOEB.
Escolar (L. flavobrunneum) and african spear lobster (L. somniosus) are
deep sea fish and lobster species non economic. It were consumed by coastal
society Pelabuhan Ratu, Sukabumi in certain season and it can be repair
physiological functions of the body, improve the vitality too. Furthermore, it can
be expected contains taurine and steroid. Therefore, the aim of this study is

explore the potential of escolar and african spear lobster.
The aim of this research as follows: (1) to determine the yield, chemical
properties, taurine and steroid source of escolar and african spear lobster, (2) to
determine taurine content from boiling and steaming treatment, as well as the
properties of freeze dried taurine powder of escolar, and (3) to determine steroid
content from low and high temperature with different extraction time, as well as
the properties of freeze dried steroid powder of african spear lobster.
The yield of escolar’s flesh and viscera were 82.3 and 5.88%, respectively.
The yield of african spear lobster’s flesh and viscera were 25.96 and 6.03%,
respectively. The proximate analysis showed that escolar’s flesh and viscera
contained 16.40 and 12.11% of protein, 63.38 and 76.78% of moisture, 0.59 and
2.52% of ash, and also 18.34 and 7.51% of fat. African spear lobster’s flesh and
viscera contained 12.29 and 13.89% of protein, 83.45 and 75.37% of moisture,
1.05 and 1.42% of ash, and also 0.51 and 7.05% of fat. Escolar’s flesh and viscera
contained 44.20 mg/100 gram and 43.91 mg/100 gram taurine, respectively. The
highest amino acid content of escolar’s viscera was glutamic acid 2.62%. The
result of qualitative analysis showed that african spear lobster contained more
steroids than escolar. The highest fatty acid content of african spear lobster’s
viscera was oleic acid 12.40%.
The highest concentration of taurine obtained by steaming treatment on

escolar viscera’s 128.91 mg/100 gram. The highest content of amino acid
escolar’s flesh freeze dried taurine powder was glutamic acid 2.67%.
The results of qualitative analysis showed that viscera extracted at 60 °C
contained steroid compounds, the result of quantitative analysis showed that
steroid contents of testosterone group was not detected. The dominant fatty acid
content of african spear lobster’s viscera freeze dried powder was oleic acid
8.65%.
Keywords: african spear lobster (Linuparus somniosus), escolar (Lepidocybium
flavobrunneum), steroid, taurine

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


POTENSI IKAN GINDARA (Lepidocybium flavobrunneum) DAN
LOBSTER GAJAH (Linuparus somniosus) SEBAGAI SUMBER
TAURIN DAN STEROID

R. ROZA TIRTA FARADILA PERMATA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi


Judul Tesis
Nama
NIM

: Potensi Ikan Gindara (Lepidocybium flavobrunneum) dan
Lobster Gajah (Linuparus somniosus) Sebagai Sumber Taurin
dan Steroid
: R. Roza Tirta Faradila Permata
: C351114021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi
Ketua

Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Tati Nurhayati, SPi MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 19 Mei 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH S.W.T atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Potensi Ikan Gindara
(Lepidocybium flavobrunneum) dan Lobster Gajah (Linuparus somniosus)
Sebagai Sumber Taurin dan Steroid” ini dapat diselesaikan.
Keberhasilan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB

ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak
terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir
Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol sebagai anggota komisi pembimbing atas
kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan
selama penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi selaku dosen penguji atas segala saran dan kritik
yang diberikan kepada penulis untuk menyempurnakan tesis.
3. Dr Eng Uju, SPi MSi selaku perwakilan komisi akademik Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
4. Ibu Dr Tati Nurhayati, SPi MSi selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
5. Ayahanda R. Kamarulzaman, SE, ibunda Lastuti, Adik R. Riza Amanda Putri,
S.Par dan R. Danial Kamarullah, kanda Nugraha PM dan sahabat atas
motivasi, doa, dan semangat selama penulis menempuh studi.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi, dan laboran Program Studi
Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu dan kerjasama yang
baik selama penulis menempuh studi.
7. Teman-teman S2 THP 2010, 2011, 2012, dan 2013 atas dorongan semangat
dan kerjasama yang baik selama studi.

8. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
tesis ini. Semoga karya ilmiah ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB
khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.
Bogor, Mei 2014

R. Roza Tirta Faradila Permata

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN


xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
2
3
3
3

2 PENENTUAN SIFAT IKAN GINDARA (L. flavobrunneum) DAN
LOBSTER GAJAH (L. somniosus)
Latar Belakang
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

4
5
9
19

3 EKSTRAKSI DAN SIFAT PRODUK BUBUK KERING BEKU
TAURIN IKAN GINDARA (L. flavobrunneum)
Latar Belakang
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

20
21
24
26

4 EKSTRAKSI DAN SIFAT PRODUK BUBUK KERING BEKU
STEROID LOBSTER GAJAH (L. somniosus)
Latar Belakang
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

27
28
31
37

5 PEMBAHASAN UMUM

38

6 SIMPULAN DAN SARAN

40

DAFTAR PUSTAKA

41

LAMPIRAN

49

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

54

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Morfometrik ikan gindara
Morfometrik lobster gajah
Rendemen ikan gindara dan lobster gajah
Rendemen daging ikan laut dalam
Komposisi kimia ikan gindara dan lobster gajah
Kandungan taurin ikan gindara, ikan tuna, dan lobster gajah
Hasil uji steroid
Hasil uji steroid beberapa ikan laut dalam
Kandungan asam lemak lobster gajah
Hasil analisis kualitatif ekstrak lobster gajah
Kandungan asam lemak bubuk kering beku jeroan lobster gajah

11
12
12
12
13
15
16
17
18
32
36

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Ikan gindara (L. flavobrunneum) (a) utuh, (b) daging, dan (c) jeroan
Lobster gajah (L. somniosus) (a) utuh, (b) daging, dan (c) jeroan
Kandungan asam amino ikan gindara
Hasil uji steroid
Diagram alir alir penentuan kandungan taurin, asam amino dan
rendemen (Liu dan District 2006 yang dimodifikasi)
Produk bubuk kering beku taurin ikan gindara
Kandungan asam amino bubuk kering beku daging ikan gindara
Diagram alir penentuan kandungan steroid, asam lemak dan
rendemen (Mangallo et al. 2004 dan Yee 2007 yang dimodifikasi)
Hasil uji warna ekstrak jeroan pada suhu 60 °C
Produk bubuk kering beku steroid lobster gajah
Hasil pengujian testosteron bubuk kering beku menggunakan GCMS
Biosintesis pembentukan testosteron dari kolesterol

10
11
16
17
22
24
26
29
32
32
33
35

DAFTAR LAMPIRAN
1

Kromatogram hasil GCMS bubuk kering beku ekstrak lobster gajah

50

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan negara
Jepang melakukan penelitian yang berkaitan dengan ikan laut dalam dengan
ekspedisi kapal riset Baruna Jaya IV tahun 2004-2005 di Samudra Hindia, dengan
wilayah penelitian sekitar selatan laut Jawa hingga barat Sumatera. Penelitian
tersebut menghasilkan penemuan berbagai spesies ikan laut dalam yang
menghasilkan data 529 spesies diantaranya baru diidentifikasi dan belum
memiliki nama taksonomi yang terdiri atas 415 jenis ikan, 68 jenis udang atau
kepiting, dan 46 cumi-cumi (BRKP 2005).
Perairan laut dalam merupakan habitat yang paling besar, namun sampai
saat ini informasi mengenai keanekaragaman hayati dan potensi laut dalam sangat
sedikit. Aspek yang paling menarik dari ikan laut dalam adalah kandungan zat
gizi daging ikan misalnya protein, lemak, dan komponen lainnya yang perlu
dianalisis lebih lanjut dan penelitian farmakologis ikan laut dalam, sehingga
eksploitasi sumberdaya ikan laut dalam menjadi lebih terarah untuk mendapatkan
manfaatnya (Badrudin et al. 2006).
Beberapa kajian mengenai ikan laut dalam telah dilakukan diantaranya,
Suman dan Badrudin (2010) mengenai kebijakan penangkapan dan pemanfaatan
sumber daya ikan laut dalam di Indonesia, dan Damayanti (2005) mengenai kajian
awal pemanfaatan beberapa ikan laut dalam di perairan barat Sumatera sebagai
sumber pangan dan obat-obatan. Suseno et al. (2006) menyatakan bahwa
kandungan gizi ikan laut dalam meliputi kadar air sebesar 64,38-86,10%, kadar
abu 0,17-3,92%, kadar lemak 0,01-13,30%, dan kadar protein sebesar
11,18-24,80%. Beberapa spesies ikan laut dalam hasil penelitian
Suseno et al. (2008) mengandung taurin diantaranya, Antagonia capros,
Diretmoides pauciradiatus, Neoscopelus microchir, dan Zenopsis conchifer.
Beberapa spesies ikan laut dalam hasil penelitian Suseno et al. (2013)
mengandung senyawa steroid dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan aprodisiaka
alami, antara lain Bajacalifornia eromoensis, Antigonia rubencens, Setarches
guentheri, Tydermania navigatoris, Roulenia guentheri, Caelorinchus divergens,
Synagrops japonicus, dan Alepocephalus bicolor.
Ikan gindara (Lepidocybium flavobrunneum) dan lobster gajah
(Linuparus somniosus) merupakan jenis ikan dan lobster laut dalam non ekonomis
penting, yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pesisir Pelabuhan Ratu,
Sukabumi. Selama ini masyarakat setempat mengolah ikan gindara dan lobster
gajah dengan cara direbus atau dikukus. Ikan gindara dan lobster gajah biasanya
dikonsumsi saat musim tertentu, dan dipercaya dapat memperbaiki fungsi
fisiologis tubuh, serta meningkatkan vitalitas. Ikan gindara dan lobster gajah
diduga mengandung taurin dan steroid. Hal tersebut merupakan pengalaman
empiris yang perlu diteliti dan dibuktikan secara ilmiah.
Taurin banyak terdapat pada hewan, terutama telur, daging dan seafood
(Abebe dan Mozaffari 2011). Pada umumnya produk seafood mengandung
konsentrasi taurin yang tinggi (Spitze et al. 2003). Taurin berfungsi sebagai
nutrisi dalam makanan dengan penggunaan tertentu, ditambahkan dalam formula
bayi, dan sebagai bahan aktif dalam minuman berenergi (EFSA 2012). Taurin

2

telah digunakan secara klinis dalam pencegahan penyakit kardiovaskular
(Oudit et al. 2004; Xu et al. 2008), hiperkolesterolemia (El Idrissi et al. 2003),
penyakit Alzheimer (Louzada et al. 2004; Santa-Maria et al. 2007), dan gangguan
hati (Gupta 2006).
Steroid memiliki nilai ekonomis penting dalam industri farmasi sebagai
aprodisiaka (penambah vitalitas) (Triajie 2010). Produk steroid yang telah
dikomersialkan banyak ditemui dalam berbagai bentuk, yaitu kapsul, tablet, cair,
dan gel (Dewi 2008). Produk steroid sintetis yang paling banyak digunakan yaitu
zeranol, melengestrol acetate, trenbolone (Andersson dan Skakkebæk 1999),
diethylstilbestrol (DES), etynil estradiol, dienestrol, dan fosfestrol
(Holland 2002). Efek samping dari konsumsi steroid sintetis yaitu, timbulnya
penyakit kardiovaskular, endokrinologi, dan psikologis (Yavari 2009), kanker
payudara, stroke, penggumpalan darah, dan penyakit jantung pada wanita setelah
menopause (Fajariyah et al. 2010).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan pengalaman empiris
masyarakat perlu dilakukan penelitian mengenai potensi ikan laut dalam
khususnya, ikan gindara (Lepidocybium flavobrunneum) dan lobster gajah
(Linuparus somniosus).

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
1
2
3
4

Tujuan umum dari penelitian ini adalah:
Menentukan rendemen dan komposisi kimia dari ikan gindara
(L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus).
Menentukan sumber taurin dan steroid.
Menentukan kandungan taurin dari perlakuan perebusan dan pengukusan,
serta sifat produk bubuk kering beku taurin ikan gindara (L. flavobrunneum).
Menentukan kandungan steroid dari suhu rendah dan tinggi dengan waktu
ekstraksi berbeda, serta sifat produk bubuk kering beku steroid lobster gajah
(L. somniosus).
Tujuan Khusus

1
2

3
4

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
Mendapatkan rendemen dan komposisi kimia dari ikan gindara
(L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus).
Mendapatkan taurin dan kandungan asam amino dari ikan gindara
(L. flavobrunneum), serta steroid dan kandungan asam lemak dari lobster
gajah (L. somniosus).
Mendapatkan kandungan taurin terpilih dan sifat produk bubuk kering beku
taurin ikan gindara (L. flavobrunneum).
Mendapatkan kandungan steroid terpilih dan sifat produk bubuk kering beku
steroid lobster gajah (L. somniosus).

3

Hipotesis Penelitian
1
2
3

Hipotesis dari penelitian ini adalah:
Sumber taurin diduga terdapat pada ikan gindara (L. flavobrunneum) dan
steroid pada lobster gajah (L. somniosus).
Pengukusan dan perebusan diduga mempengaruhi kandungan taurin dan asam
amino ikan gindara (L. flavobrunneum).
Penggunaan suhu rendah dan tinggi dengan waktu ekstraksi yang berbeda
diduga mempengaruhi kandungan steroid dan asam lemak lobster gajah
(L. somniosus).
Manfaat Penelitian

1
2
3
4

Manfaat dari penelitian ini adalah:
Diperolehnya informasi tentang rendemen dan komposisi kimia dari ikan
gindara (L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus).
Diperolehnya informasi tentang sumber taurin dan steroid.
Diperolehnya informasi tentang metode ekstraksi taurin dan steroid.
Diperolehnya informasi tentang sifat produk bubuk kering beku taurin ikan
gindara (L. flavobrunneum) dan steroid lobster gajah (L. somniosus).

Ruang Lingkup Penelitian
1
2
3
4
5

Ruang lingkup penelitian ini adalah:
Penentuan perhitungan rendemen dan komposisi kimia dari ikan gindara
(L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus).
Penentuan sumber taurin dan steroid.
Ekstraksi taurin dengan perlakuan perebusan dan pengukusan.
Ekstraksi steroid menggunakan suhu rendah (30, 40, 50, 60, dan 70 °C) dan
suhu tinggi (80, 90, dan 100 °C) dengan waktu ekstraksi yang berbeda (30, 60,
90, dan 120 menit).
Penentuan sifat produk bubuk kering beku taurin dan steroid.

4

2 PENENTUAN SIFAT-SIFAT IKAN GINDARA (L. flavobrunneum) DAN
LOBSTER GAJAH (L. somniosus)

Pendahuluan
Latar Belakang
Sumberdaya ikan tersebar mulai dari perairan dangkal sampai perairan laut
dalam, namun sampai saat ini pemanfaatan komersial masih terbatas pada
sumberdaya ikan yang hidup diperairan kurang dari 200 m. Sumberdaya ikan di
perairan Indonesia dengan kedalaman lebih dari 200 m belum dimanfaatkan
secara optimal dan belum dieksploitasi secara komersial. Kegiatan penangkapan,
pemanfaatan dan pemasaran ikan laut dalam di Australia dan beberapa negara
maju telah berkembang dan termasuk kedalam ekonomis penting
(Linting dan Raharjo 1994). Eksploitasi sumberdaya ikan laut dalam bertujuan
untuk mendapatkan manfaat dari keanekaragaman sumberdaya ikannya dan zat
bioaktif ikan laut dalam (Badrudin et al. 2006).
Escolar (Lepidocybium flavobrunneum) atau Aburasokomutsu (dalam
bahasa Jepang) adalah ikan dari famili Gempylidae yang disebut juga ikan
berlemak tinggi, namun kurang dimanfaatkan dan distribusinya secara luas
terdapat di laut tropis dan subtropis (Nakamura dan Parin 1993). Escolar sering
tertangkap tuna longline atau pancing, namun ikan ini sering dibuang
(Milessi dan Defeo 2002). Pada tahun 2003, penangkapan escolar menyumbang
16.501 ton dari total spesies bycatch (Lynch 2004). Saat ini, escolar merupakan
salah satu ikan laut dalam yang berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan
surimi di Jepang (Pattaravivat et al. 2008).
African spear lobster (Linuparus somniosus) atau nama lokalnya adalah
lobster gajah terdapat di perairan selatan Jawa, Indonesia. Lobster dari genus
Panulirus yang juga terdapat di Indonesia, salah satunya adalah L. trigonus
(Wowor 1999). Dua spesies lobster laut dalam yang dikenal di Asia Tenggara,
yaitu L. trigonus dari Vietnam dan Laut Arafura, dan L. somniosus dari selat
Malaka (Chan 1997; Ng 1992). L. somniosus terdapat pada substrat berpasir dan
berlumpur dengan kedalaman 216-375 m (Holthuis 1991). Di Indonesia, spesies
ini tidak dianggap melimpah secara lokal, namun terdapat dalam jumlah yang
cukup untuk dijual di pasar lokal (Wowor 1999).
Belum banyak data maupun informasi mengenai rendemen, komposisi
kimia, sumber taurin, dan steroid dari ikan gindara (L. flavobrunneum) maupun
lobster gajah (L. somniosus) yang menjadikan penelitian ini sangat penting untuk
dilakukan, sehingga diharapkan kedua spesies tersebut dapat dimanfaatkan secara
optimal kedepannya.

5

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rendemen dan komposisi
kimia dari ikan gindara (L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus),
mendapatkan taurin dan kandungan asam amino dari ikan gindara, serta
mendapatkan steroid dan kandungan asam lemak dari lobster gajah.

Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan
November 2013 bertempat di Labarotorium Bahan Baku Hasil Perairan,
Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor,
Laboratorium Kimia Terpadu, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB),
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium
Pengujian Balai Besar Pascapanen Cimanggu.
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan gindara dan
lobster gajah yang diambil dari Perairan Selatan Jawa, Pelabuhan Ratu,
Sukabumi. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah akuades, H2SO4, selenium,
NaOH 40%, H3BO3 2%, indikator methyl red-brom cresol green, HCl 0,1 N,
heksan, HCl 6 N, asetonitril, buffer natrium asetat 1 M, NaOH 0,5 N, metanol,
BF3 16 %, larutan standar internal asam lemak, Na 2SO4 anhidrat, NaCl jenuh,
akuabides, buffer karbonat, DMSO (dimethyl sulfoxide), DNFB Acros (2,4dinitrofluorobenzene), buffer phospat, etanol, dietil eter, dan CH3COOH anhidrat.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer 250 mL
dan 125 mL, pipet tetes, sudip, gelas ukur, beaker glass, kertas saring, plastik,
saringan jaring, alumunium foil, baskom, nampan, waterbath shaker, kertas label,
sendok, timbangan digital, timbangan analitik, freezer, kompor listrik, tabung
reaksi, rak tabung, labu kjeldahl 100 mL, oven, cawan porselen, labu soxhlet,
rotary evaporator, GC Shimadzu 2010, dan HPLC Varian 940.
Metode
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran morfometrik dan penghitungan
rendemen dari ikan gindara dan lobster gajah, analisis proksimat (AOAC 1980),
analisis taurin (McConn 2012 yang dimodifikasi), analisis steroid uji LiebermannBurchard (Harborne 1987), analisis asam amino (AOAC 1995), dan analisis asam
lemak (AOAC 1984).

6

Preparasi sampel
Sampel ikan gindara dan lobster gajah diambil dari Perairan Selatan Jawa,
Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Sampel ikan gindara dan lobster gajah dikirim dalam
keadaan beku ke Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor, kemudian disimpan di dalam freezer.
Ikan gindara dan lobster gajah dithawing, dan ditimbang beratnya menggunakan
timbangan digital serta diukur morfometriknya menggunakan penggaris.
Selanjutnya sampel dipreparasi dengan cara membuang kulit atau cangkang,
kemudian diambil daging dan jeroannya. Sampel yang sudah dipreparasi berupa
daging dan jeroan, baik ikan gindara maupun lobster, dihaluskan menggunakan
blender, kemudian dihitung rendemen daging dan jeroannya, analisis proksimat,
analisis taurin, analisis steroid uji Liebermann-Burchard, analisis asam lemak, dan
analisis asam amino.
Rendemen
Penghitungan rendemen ikan gindara dan lobster gajah menggunakan
rumus berikut:
Rendemen (%) = (Bobot daging/jeroan (gram) / Bobot total (gram)) x 100%
Analisis proksimat (AOAC 1980)
Kadar air
Sampel sebanyak 1 gram ditimbang dalam cawan. Selanjutnya
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 °C selama 8 jam, lalu ditimbang
kadar air sampel. Rumus yang digunakan untuk penghitungan kadar air adalah:
% Kadar air =
Kadar protein
Sampel ditimbang seberat 0,25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
labu kjeldahl 100 mL dan ditambah 0,25 gram selenium serta 3 mL H2SO4.
Selanjutnya didestruksi selama 1 jam sampai larutan menjadi jernih, setelah
larutan dingin lalu ditambah 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian
didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran
10 mL H3BO3 2% dan 2 tetes indikator methyl red-brom cresol green berwarna
merah muda. Selanjutnya, setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi
10 mL dan berwarna hijau kebiruan destilasi dihentikan, lalu dititrasi dengan HCl
0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga
terhadap blanko. Kadar nitrogen total dalam bahan dihitung dengan rumus:
% Nitrogen =
% Kadar protein = % nitrogen x faktor konversi (6,25)
Keterangan: S = volume titran sampel (mL)
B = volume titran blanko (mL)
w = bobot sampel kering (mg)

7

Kadar lemak
Sampel sebanyak 2 gram disebar di atas kapas yang beralas kertas saring
dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet.
Selanjutnya diekstraksi selama 6 jam dengan pelarut berupa heksan sebanyak
150 mL. Lemak yang terekstrak, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu
100 °C selama 1 jam. Kadar lemak ditentukan dengan rumus:
% Kadar lemak =
Kadar abu
Sampel sebanyak 1 gram ditempatkan dalam cawan porselen, lalu dibakar
sampai tidak berasap. Selanjutnya diabukan dalam tanur pada suhu 600 °C selama
6 jam, kemudian ditimbang. Rumus yang digunakan untuk penghitungan kadar
abu adalah:
% Kadar abu =
Analisis asam amino (AOAC 1995)
Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC. Analisis
asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas empat tahap, yaitu tahap
pembuatan hidrolisat protein, pengeringan, derivatisasi, dan injeksi serta analisis
asam amino.
1. Tahap pembuatan hidrolisat protein
Sampel ditimbang sebanyak 0,15 gram dan dihancurkan. Sampel yang
telah hancur dihidrolisis asam menggunakan HCl 6 N sebanyak 10 mL, kemudian
dipanaskan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam. Pemanasan dalam oven
dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak
mengganggu kromatogram yang dihasilkan dan mempercepat reaksi hidrolisis.
2.Tahap pengeringan
Sampel yang telah dioven disaring menggunakan gelas masir dan
dikeringkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 85 °C selama 30 menit.
3. Tahap derivatisasi
Larutan derivatisasi sebanyak 30 µL ditambahkan pada hasil pengeringan.
Larutan derivatisasi dibuat dari campuran metanol, natrium asetat, dan trietilamin
dengan perbandingan 3:3:4. Langkah selanjutnya, dilakukan pengenceran dengan
cara menambahkan 20 mL asetonitril atau buffer natrium asetat 1 M, kemudian
didiamkan selama 20 menit, dan disaring menggunakan kertas saring Whatman.
4. Injeksi ke HPLC
Hasil saringan sebanyak 20 µL diinjeksikan ke dalam HPLC. Pemisahan
semua asam amino ditunggu sampai selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25
menit. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan
dengan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang
telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel.
Kandungan asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:
% Asam amino =

8

Keterangan:
C
= Konsentrasi standar asam amino (0,5 µmol/mL)
Fp
= Faktor pengenceran (5 mL)
BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (gram/mol)
Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino sebagai
berikut:
a) Temperatur
: 27 °C (suhu ruang)
b) Jenis kolom HPLC
: Ultra techspere (Coloum C-18)
c) Kecepatan alir eluen
: 1 mL/menit
d) Tekanan
: 3000 psi
e) Fase gerak
: Buffer Na-asetat dan methanol 95%
f) Detektor
: Fluoresensi
g) Panjang gelombang
: 350 nm-450 nm
Analisis asam lemak (AOAC 1984)
Sampel lemak atau minyak sebanyak 20-30 mg ditimbang dalam tabung
bertutup teflon, kemudian ditambah 1 mL NaOH 0,5 N dalam metanol, lalu
dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Selanjutnya 2 mL BF3 16 % dan
5 mg/mL standar internal ditambahkan dan dipanaskan lagi selama 20 menit,
kemudian didinginkan dan ditambah 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL heksana, lalu
dikocok dengan baik. Lapisan heksana dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke
dalam tabung yang berisi 0,1 gram Na2SO4 anhidrat, dan dibiarkan selama
15 menit. Fase cair dipisahkan, selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas.
Kondisi alat GC saat berlangsungnya analisis asam lemak sebagai berikut:
a) Kolom
: Cyanopropil methyl sil (capilary column)
b) Dimensi kolom
: p = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, ketebalan film = 0,25 m
c) Laju alir N2
: 20 mL/menit
d) Laju alir H2
: 30 mL/menit
e) Laju alir udara
: 200-250 mL/menit
f) Suhu injektor
: 200 ºC
g) Suhu detektor
: 230 ºC
h) Suhu kolom
: Program temperatur
i) Kolom temperatur : Awal 190 oC diam 15 menit
Akhir 230 oC diam 20 menit
Rate 10 oC/ menit
j) Ratio
: 1:8
k) Volume injeksi
:1 L
l) Linier velocity
: 20 cm/sec
Analisis taurin (McConn 2012 yang dimodifikasi)
Pemisahan dan penentuan kadar taurin dari sampel bubuk kering beku
menggunakan HPLC sesuai metode McConn (2012) dengan sedikit modifikasi.
Sampel sebanyak 1 gram dituangkan ke dalam 25 mL akuabides dan ekstraksi
menggunakan ultrasonic selama 30 menit lalu disaring. Prosedur derivatisasi
untuk standar dan sampel sama. Sampel 1 mL dipipet dan dimasukkan ke dalam
50 mL tabung reaksi, kemudian ditambah 2 mL buffer karbonat, 0,5 mL DMSO
(dimethyl sulfoxide), dan 0,1 mL DNFB, Acros (2,4-dinitrofluorobenzene).

9

Larutan di-shaker selama 30 detik pada suhu ruang dan diekstraksi dalam
waterbath pada suhu 40°C selama 15 menit. Setelah 15 menit, larutan ditambah
6,5 mL buffer phospat, disaring menggunakan kertas saring milipore dan
diinjeksikan ke HPLC.
Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis taurin sebagai berikut:
a) Kolom
: C18
b) Detektor
: UV-Vis
c) Panjang gelombang
: 360 nm
d) Fase gerak
: Buffer phospat : Asetonitril (80:20 v/v)
e) Laju alir
: 0,5 mL/menit
f) Volume injeksi
: 20 µL
Analisis steroid
Uji Liebermann-Burchard (Harborne 1987)
Uji kualitatif senyawa steroid menggunakan uji Liebermann-Burchard.
Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah etanol
panas, lalu disaring. Hasil penyaringan (filtrat) dipanaskan hingga kering dan
ditambah 1 mL dietil eter, kemudian dihomogenkan dan ditambah satu tetes
H2SO4 pekat dan satu tetes CH3COOH anhidrat. Timbulnya warna hijau
menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung steroid.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dibahas secara
deskriptif.

Hasil dan Pembahasan
Penentuan Sifat Biologis dan Fisik Ikan Gindara dan Lobster Gajah
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan gindara dan
lobster gajah yang berasal dari wilayah perairan selatan Jawa yang didaratkan di
Pelabuhan ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Klasifikasi dan deskripsi ikan gindara dan
lobster gajah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ikan Gindara
Ikan gindara atau escolar (L. flavobrunneum) adalah ikan dari keluarga
Gempylidae yang disebut juga ikan berlemak tinggi dan tersebar secara luas di
daerah beriklim tropis dan subtropis (Nakamura dan Parin 1993). Klasifikasi ikan
gindara menurut Zipcodezoo (2012) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Family
: Gempylidae
Genus
: Lepidocybium
Spesies
: Lepidocybium flavobrunneum

10

Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan gindara memiliki mata
besar, kulit berwarna coklat kehitaman dan permukaan tubuh ikan halus tanpa
sisik. Ikan gindara memiliki bentuk mulut terminal yaitu terletak di ujung hidung
dan memiliki gigi yang runcing. Ikan gindara memiliki daging berwarna putih
dengan tekstur lunak dan berminyak. Morfologi ikan gindara disajikan pada
Gambar 1.

a

b

c

Gambar 1 Ikan gindara (L. flavobrunneum) (a) utuh, (b) daging, dan (c) jeroan
Ikan gindara yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil
tangkapan samping (bycatch) para nelayan Pelabuhan Ratu. Ikan gindara
ditangkap menggunakan tuna longline atau alat pancing dengan kedalaman
kurang dari 50 meter. Levesque (2010) dan Brendtro et al. (2008) menyatakan
bahwa di Amerika Serikat, escolar merupakan salah satu contoh spesies bycatch.
Milessi dan Defeo (2002) dan Kerstetter et al. (2008) menyatakan bahwa escolar
ditangkap menggunakan tuna longline atau alat pancing pada kedalaman kurang
dari 50 m pada malam hari. Hal ini berkaitan dengan habitat ikan gindara.
Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada malam hari, ikan-ikan mesopelagis
terutama ikan pemakan plankton dan ikan predator melakukan migrasi vertikal
untuk mencari makan. Makanan ikan gindara adalah cumi-cumi, ikan (bramids,
coryphaenids, scombrid, trachipterids), dan krustasea.
Lobster Gajah
Lobster gajah (L. somniosus) atau yang dikenal dengan nama african
spear lobster merupakan lobster laut dalam yang biasanya terdapat di Indonesia
(Jawa, Sumatera), Kenya, Malaysia (Peninsular Malaysia), Mozambique, Afrika
Selatan (KwaZulu-Natal), Tanzania, dan Thailand (Chan 2011). Klasifikasi
lobster gajah menurut Berry dan George (1972) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Crustacea
Ordo
: Decapoda
Subordo
: Macrura Reptantia
Superfamily : Palinuroidea
Family
: Palinuridae
Genus
: Linuparus
Spesies
: Linuparus somniosus
Lobster gajah dalam penelitian ini berwarna oranye kehitaman, antena
keras, memiliki 5 pasang kaki jalan, dan karapas terdapat banyak duri. Lobster
gajah memiliki daging berwarna putih kemerahan atau oranye dengan tekstur
kenyal dan jeroan berwarna coklat. Morfologi lobster gajah disajikan pada
Gambar 2.

11

a

b

c

Gambar 2 Lobster gajah (L. somniosus) (a) utuh, (b) daging, dan (c) jeroan
Lobster gajah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil
tangkapan samping (bycatch) para nelayan Pelabuhan Ratu. Lobster gajah
ditangkap menggunakan jaring bubu. Rusdi (2010) menyatakan bahwa biota
perairan yang biasanya dijadikan target penangkapan bubu adalah ikan dasar,
udang, kepiting, keong, lindung, belut laut, cumi-cumi atau gurita, baik yang
hidup di perairan pantai, lepas pantai maupun yang hidup di perairan laut dalam
(yang mempunyai kedalaman lebih dari 200 m). Lobster gajah hasil tangkapan
nelayan biasanya tertangkap pada kedalaman kurang dari 200 m pada malam hari.
Holthuis (1991) menyatakan bahwa african spear lobster (L. somniosus) terdapat
pada substrat berpasir dan berlumpur dengan kedalaman 216-375 m.
Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada malam hari, ikan-ikan mesopelagis
melakukan migrasi vertikal untuk mencari makan.
Morfometrik Ikan Gindara dan Lobster Gajah
Morfometrik ikan gindara yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
panjang rata-rata 66,2 cm, tinggi 11,5 cm, lebar 7,75 cm, dan berat 2040 gram.
Hasil pengukuran morfometrik lobster gajah yang memiliki rata-rata berat
372,08 gram, panjang karapas 11,18 cm, panjang total 47,66 cm, panjang kepala
5,5 cm, panjang dada 5,12 cm, panjang abdomen 10,82 cm, panjang telson 4,44
cm dan lebar rostrum 1,05 cm. Hasil pengukuran morfometrik ikan gindara dan
lobster gajah disajikan pada Tabel 1 dan 2.
Morfometrik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau
bagian tubuh ikan misalnya panjang total, panjang baku, panjang cagak, dan
sebagainya. Ukuran dalam morfometrik adalah jarak antara satu bagian tubuh ke
bagian lainnya, misalnya jarak antara ujung kepala sampai dengan pelipatan
batang ekor (panjang baku). Ukuran ini disebut dengan ukuran mutlak yang
biasanya dinyatakan dalam satuan milimeter atau centimeter (Affandi et al. 1992).
Tabel 1 Morfometrik ikan gindara
Parameter
Panjang total (cm)
Tinggi (cm)
Lebar (cm)
Berat (gram)

Ikan gindara
66,20±0,42
11,50±1,41
7,75±0,35
2040±438,40

12

Tabel 2 Morfometrik lobster gajah
Parameter
Panjang karapas (CL) (cm)
Panjang total (PT) (cm)
Panjang kepala (PK) (cm)
Panjang dada (PD) (cm)
Panjang abdomen (PAb) (cm)
Panjang telson (PTl) (cm)
Lebar rostrum (LR) (cm)
Berat (gram)

Lobster gajah
11,18±1,31
47,66±3,78
5,50±0,72
5,12±0,48
10,82±1,00
4,44±0,43
1,05±0,10
372,08±94,67

Perbedaan ukuran dan berat organisme dipengaruhi oleh pertumbuhan.
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik berat, panjang maupun volume
dalam laju perubahan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor dalam dan luar. Faktor dalam merupakan faktor yang sukar untuk dikontrol,
contohnya genetik. Faktor luar merupakan faktor yang dapat dikontrol,
diantaranya adalah makanan dan suhu. Bahan makanan digunakan oleh tubuh ikan
sebagai metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, dan mengganti
sel-sel yang tidak terpakai (Effendie 1997).
Rendemen Ikan Gindara dan Lobster Gajah
Hasil penghitungan rendemen daging dan jeroan ikan gindara sebesar
82,35% dan 5,88%, sedangkan hasil penghitungan rendemen daging dan jeroan
lobster gajah sebesar 25,96% dan 6,03%. Hasil perhitungan rendemen ikan
gindara dan lobster gajah disajikan pada Tabel 3. Rendemen ikan gindara dan
lobster gajah kemudian dibandingkan dengan rendemen beberapa ikan laut dalam
hasil penelitian Jayanti (2008) yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3 Rendemen ikan gindara dan lobster gajah
Sampel
Ikan gindara
Lobster gajah

Rendemen (%)
Daging
82,35±0,22
25,96±3,32

Jeroan
5,88±0,26
6,03±2,29

Tabel 4 Rendemen daging ikan laut dalam
Spesies ikan laut dalam
Antigonia capros
Antigonia rubicund
Caelorinchus smithi
Coryphaenoides sp.
Diretmoides pauciradiatus
Diretmoides veriginae
Lamprogrammus niger
Neoscopelus microchir
Setarches guentheri
Zenopsis conchifer
Sumber: Jayanti (2008)

Rendemen (%)
31,25
32,56
30,16
36,22
14,94
66,94
35,48
33,33
32,94
33,82

13

Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa rendemen dari ikan gindara lebih besar
jika dibandingkan dengan lobster gajah dan ikan laut dalam lainnya. Rendemen
suatu spesies dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, tingkat kematangan gonad,
suhu, salinitas, dan makanan (Effendie 1997).
Komposisi Kimia Ikan Gindara dan Lobster Gajah
Komposisi kimia ikan gindara dan lobster gajah dapat diketahui dengan
melakukan analisis proksimat. Komposisi kimia ikan gindara dan lobster gajah
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi kimia ikan gindara dan lobster gajah
Komposisi
kimia (%)
Kadar abu
Kadar air
Kadar protein
Kadar lemak

Ikan gindara
Daging
Jeroan
0,59±0,00
2,52±0,26
63,38±0,00
76,78±0,25
16,40±0,62
12,11±0,65
18,34±0,90
7,51±0,04

Lobster gajah
Daging
Jeroan
1,05
1,42
83,45
75,37
12,29
13,89
0,51
7,05

Kadar abu
Kadar abu ikan gindara dan lobster gajah dalam penelitian ini memiliki
kisaran serupa dengan beberapa hasil studi, yaitu Pattaravivat et al. (2008) sebesar
0,8%, Karl dan Rehbein (2004) 0,8-0,9%, dan Suseno et al. (2006) sebesar
0,43-3,93%.
Suatu organisme memiliki kemampuan yang berbeda dalam
meregulasikan dan mengabsorpsi logam berdasarkan cara makan suatu organisme,
hal ini nantinya akan mempengaruhi kadar abu dalam bahan (Charles et al. 2005).
Organisme memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi berbagai zat tersuspensi
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi lingkungan, ukuran
organisme, spesies, pH, dan kondisi kelaparan dari organisme tersebut
(Santoso et al. 2007).
Kadar air
Kadar air ikan gindara dan lobster gajah dalam penelitian ini memiliki
kisaran serupa dengan beberapa hasil studi, yaitu Suseno et al. (2006) yang
menunjukkan bahwa kadar air ikan laut dalam sebesar 70,28-86,30%,
Karl dan Rehbein (2004) yang memperoleh kadar air ikan gindara 61-65% dari
total berat tubuhnya, dan Pattaravivat et al. (2008) sebesar 63,20%.
Perbedaan kadar air dapat disebabkan oleh jenis, umur biota, perbedaan
kondisi lingkungan hidup, dan tingkat kesegaran organisme tersebut
(Ayas dan Ozugul 2011). Karakteristik laut dalam memiliki salinitas tinggi
dengan nilai lebih dari 34,2‰ dengan kelarutan garam anorganik yang tinggi
sehingga dapat mengakibatkan peristiwa hipotonik pada ikan, yaitu keluarnya air
dari dalam tubuh ikan menuju larutan garam. Organisme laut dalam beradaptasi
dengan melakukan osmoregulasi dengan meminum air laut sebanyak-banyaknya
dan sedikit mengekskresikan urin, sehingga air laut diserap oleh faring dan insang
kemudian masuk ke dalam tubuh ikan sebagai air. Hal tersebut berkaitan pula
dengan nilai water holding capacity dari otot ikan yang akan mempengaruhi

14

kandungan air dalam tubuh ikan, sehingga menyebabkan kadar air pada tubuh
ikan laut dalam lebih rendah dari pada ikan pelagis (Nybakken 1992).
Kadar protein
Kadar protein ikan gindara dan lobster gajah dalam penelitian ini memiliki
kisaran serupa dengan beberapa hasil studi, yaitu Pattaravivat et al. (2008) sebesar
16,8%, Karl dan Rehbein (2004) sebesar 16-18%, dan Suseno et al. (2006) yang
menunjukkan kadar protein ikan laut dalam sebesar 11,13-18,21%.
Ikan yang memiliki protein lebih dari 15% termasuk dalam kategori ikan
berprotein tinggi (Santoso 1998). Kadar protein suatu organisme perairan
dipengaruhi oleh kedalaman perairan tempat organisme tersebut hidup, semakin
dalam perairan cenderung semakin sedikit pakan yang tersedia. Sedikitnya jumlah
makanan yang tersedia menyebabkan berkurangnya asupan makan bagi ikan laut
dalam sehingga kandungan gizi, khususnya protein menjadi relatif lebih rendah
(Nybakken 1992). Kadar protein ikan baik dalam basis basah maupun basis kering
dapat berubah bergantung kepada jenis spesies dan metode pengolahannya
(Selcuk et al. 2010).
Kadar lemak
Kadar lemak ikan gindara dan lobster gajah dalam penelitian ini memiliki
kisaran serupa dengan beberapa hasil studi, yaitu Pattaravivat et al. (2008) yang
menunjukkan kadar lemak ikan gindara sebesar 22,08%, dan Suseno et al. (2006)
menunjukkan bahwa kadar lemak ikan laut dalam sebesar 1,03-7,72%. Perbedaan
kadar lemak dapat dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad, jenis spesies,
habitat dan umur suatu spesies.
Kandungan lemak setiap spesies berbeda karena beberapa faktor misalnya
jenis kelamin, umur spesies, wilayah geografis ikan ditangkap dan ukuran spesies
(Osibona 2011). Suatu spesies yang sudah matang gonadnya akan mengalami
peningkatan kadar lemak dalam tubuhnya (Majewska et al. 2009). Kondisi suhu
lingkungan ikan laut dalam pada zona mesopelagis sekitar 15-5 °C sehingga
mengakibatkan ikan-ikan laut dalam menyesuaikan suhu tubuh dengan
lingkungannya (Nybakken 1992). Suhu tubuh yang rendah pada organisme laut
dalam ditunjang dengan lambatnya proses metabolisme, sehingga mengakibatkan
timbunan lemak yang terdapat pada organisme laut dalam lama terdegradasi
(Pattaravivat et al. 2008).
Kandungan Taurin
Kandungan taurin tertinggi terdapat pada ikan gindara yaitu sebesar
44,20 mg/100 gram pada bagian daging dan 43,91 mg/100 gram pada bagian
jeroan, bila dibandingkan dengan kandungan taurin dari ikan tuna dan lobster
gajah. Kandungan taurin ikan gindara, lobster gajah dan ikan tuna disajikan pada
Tabel 6.

15

Tabel 6 Kandungan taurin ikan gindara, ikan tuna, dan lobster gajah
Sampel
Ikan gindara
Ikan tuna
Lobster gajah

Kandungan taurin (mg/100 gram)
Daging
Jeroan
44,20
43,91
30,85
29,75
19,67
12,73

Taurin (nama IUPAC: asam 2-aminoethanesulfonik) merupakan asam
amino non-esensial karena dapat disintesis dari sistein dan metionin
(Welborn dan Manahan 1995). Yulfitrin (2003) menyatakan bahwa taurin banyak
ditemukan dalam beberapa organ tubuh mamalia dan hewan laut. Hewan laut
yang sering dikonsumsi manusia yaitu kerang, remis, siput, ikan, cumi, dan tiram
lebih banyak mengandung taurin dibandingkan mamalia.
Karakteristik perairan ikan gindara yang merupakan laut dalam memiliki
salinitas tinggi sekitar 35-34,5‰ dengan kelarutan garam anorganik yang tinggi,
sehingga dapat mengakibatkan peristiwa hipotonik pada ikan. Kondisi ekstrim
laut dalam memungkinkan ikan gindara melakukan adaptasi dengan cara
menghasilkan taurin untuk keseimbangan proses osmoregulasi (Nybakken 1992).
Taurin diimplikasikan sebagai osmoregulator pada beberapa jaringan ikan
(Palefsky 1981). Akumulasi taurin pada organisme laut merupakan fungsi utama
osmoefektor selular sebagai bentuk adaptasi osmoregulasi (Shiau et al. 1997).
Peranan taurin adalah sebagai stabilisasi membran, osmoregulasi, antioksidan,
pengembangan sistem saraf pusat dan retina (O’Flaherty et al. 1997;
Schaffer et al. 2000).
Kandungan taurin ikan gindara lebih tinggi jika dibandingkan dengan
beberapa spesies ikan laut dalam diantaranya, Antagonia capros sebesar 29,70
mg/100 gram, Diretmoides pauciradiatus sebesar 31,51 mg/100 gram,
Neoscopelus microchir sebesar 25,40 mg/100 gram, dan Zenopsis conchifer
sebesar 34,54 mg/100 gram (Suseno et al. 2008). Kandungan taurin ikan gindara
masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan taurin pada daging
keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) segar sebesar 164,17 mg/100 gram
(Purwaningsih et al. 2013). Hal ini menunjukkan bahwa selain habitat, kandungan
taurin juga dipengaruhi oleh jenis spesies, umur spesies, makanan, dan ukuran
spesies.
Kandungan Asam Amino Ikan Gindara
Kandungan asam amino tertinggi yang terdapat pada jeroan ikan gindara
yaitu, asam glutamat sebesar 2,62%. Asam glutamat merupakan salah satu asam
amino non-esensial tertinggi yang terdapat pada daging dan jeroan ikan gindara
yang menghasilkan rasa gurih. Kandungan asam amino ikan gindara disajikan
pada Gambar 3.

16

3
2.62

2.5

Kadar (%)

2.04

2
1.5

1.44

1.43
0.89

1
0.58

0.5

0.66

0.57
0.31

1.21
1.08
0.99

0.99

0.98

0.83
0.66
0.56

0.78 0,80
0,50

0.46 0.43

0.74 0.68 0.65 0,70
0.63
0.54

0.18

0.82

Daging
Jeroan

0

Asam amino

Gambar 3 Kandungan asam amino ikan gindara (Keterangan *: asam amino esensial)
Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
karboksil (-COOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya
terletak pada atom C tepat sebelah gugus karboksil (atau atom C alfa)
(Sudarmadji et al. 2007). Asam amino esensial untuk orang dewasa terdiri dari
lisin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, valin, fenilalanin, dan triptofan,
sedangkan asam amino esensial bagi anak-anak adalah arginin dan histidin. Asam
amino non-esensial terdiri dari asam aspartat, asam glutamat, alanin, asparigin,
sistein, glisin, prolin, tirosin, serin, dan glutamin (Selcuk et al. 2010).
Asam glutamat dan asam aspartat merupakan dua asam amino yang
mendominasi pada ikan laut dalam. Hal ini yang menyebabkan ikan laut dalam
mempunyai aroma gurih dan manis (Suseno et al. 2006). Asam glutamat dan asam
aspartat penting karena menciptakan karakteristik aroma dan rasa pada makanan
(Oladapa et al. 1984). Kandungan asam amino pada masing-masing spesies
berbeda-beda. Perbedaan kandungan asam amino dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu spesies, musim, ukuran tubuh, suhu lingkungan, tahap kedewasaan,
dan ketersediaan bahan makanan (Sudhakar et al. 2009).
Kandungan Steroid
Hasil analisis steroid pada lobster gajah dan ikan gindara secara kualitatif
dengan uji Liebermann-Burchard menunjukkan hasil positif dengan adanya warna
hijau pada hasil uji. Hasil uji warna disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4.
Tabel 7 Hasil uji steroid
Sampel
Lobster gajah
Ikan gindara

Daging
Jeroan
Daging
Jeroan

Hasil uji steroid*
++
++
+
+

Keterangan: *Jumlah tanda (+) menunjukkan intensitas warna hijau

17

(a)

(b)
(c)
Gambar 4 Hasil uji steroid
(a) Daging gindara
(b) Daging lobster
(c) Jeroan gindara
(d) Jeroan lobster

(d)

Hasil uji steroid secara kualitatif (visual) daging dan jeroan lobster
mengandung steroid yang lebih banyak dibandingkan dengan steroid pada daging
dan jeroan ikan gindara. Penelitian Suseno et al. (2013) mengenai uji steroid
secara kualitatif pada beberapa ikan laut dalam disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil uji steroid beberapa ikan laut dalam
Jenis ikan
Bajacalifornia eromoensis
Caelorinchus divergens
Tydermania navigatoris
Roulenia guentheri
Antigonia rubencens
Alepocephalus bicolor
Synagrops japonicus
Setarches guentheri
Barbourisia rufa
Xenolepidichthys dalgleishi
Polymixia sp.
Ikan pelagis (tuna)
Sumber: Suseno et al. (2013)

Hasil uji
++
+
+
+
++
+
+
++
-

Suseno et al. (2013) menyatakan bahwa beberapa spesies ikan laut dalam
mengandung senyawa steroid dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan aprodisiaka
alami. Ikan pelagis ekonomis berupa ikan tuna yang diujikan sebagai pembanding
tidak mempunyai kandungan senyawa steroid karena memberikan hasil negatif
pada uji Liebermann-Burchard. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ikan laut
dalam memiliki potensi lebih tinggi untuk dikembangkan menjadi sumber
aprodisiaka alami dibandingkan dengan ikan pelagis (tuna), karena ikan laut
dalam mempunyai kandungan senyawa steroid. Harborne (1987) menyatakan
bahwa perubahan warna ekstrak yang terjadi dari warna kemerahan menjadi hijau
pada pengujian menunjukkan keberadaan senyawa steroid. Warna tersebut dapat
berasal dari triterpenoid, yaitu senyawa berstruktur siklik, kebanyakan berupa

18

alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Kepekatan warna hasil uji ditentukan
oleh kadar steroid yang terkandung dalam ekstrak sampel tersebut.
Kandungan Asam Lemak Lobster Gajah
Hasil analisis asam lemak lobster gajah menunjukkan bahwa komposisi
asam lemak tertinggi terdapat pada asam lemak tidak jenuh