Potensi Sorgum Numbu, CTY-33, dan bmr Sebagai Pakan pada Beberapa Level Pupuk Kandang di Tanah Sedimentasi Ultisol

POTENSI SORGUM NUMBU, CTY-33, DAN BMR SEBAGAI
PAKAN PADA BEBERAPA LEVEL PUPUK KANDANG
DI TANAH SEDIMENTASI ULTISOL

WIDHI KURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Sorgum Numbu,
CTY-33, dan bmr Sebagai Pakan pada Beberapa Level Pupuk Kandang di Tanah
Sedimentasi Ultisol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Widhi Kurniawan
D251120051

iv

RINGKASAN
WIDHI KURNIAWAN. Potensi Sorgum Numbu, CTY-33, dan bmr Sebagai
Pakan pada Beberapa Level Pupuk Kandang di Tanah Sedimentasi Ultisol.
Dibimbing oleh LUKI ABDULLAH, PANCA DEWI MANU HARA KARTI dan
SUPRIYANTO.
Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu jenis tanaman serealia
penting yang mempunyai potensi biomasa besar untuk mendukung produksi hijauan
pakan dan dapat beradaptasi dengan mudah di berbagai tipe tanah yang berbeda di
Indonesia. Biomasa sorgum utuh (hijauan dan biji) dapat dimanfaatkan untuk industri
pakan ruminansia yang berbasis silase. Saat ini pemanfaatan sorgum sebagai pakan
masih menggunakan varietas sorgum konvensional yang tidak didesain sebagai pakan

ternak sehingga berpotensi menimbulkan konflik pemanfaatannya sebagai sumber
pangan dan energi. Pemanfaatan sorgum konvensional sebagai sumber hijauan
terkendala dengan tingginya kandungan lignin. Teknik mutasi pada sorgum
menghasilkan galur yang menjanjikan sebagai sumber hijauan dengan kandungan
lignin lebih rendah dan memiliki kualitas tinggi. Awalnya brown midrib (bmr)
diciptakan untuk tujuan agar beberapa spesies rerumputan yang memiliki kandungan
lignin rendah. Sorgum bmr diciptakan dengan radiasi sinar gamma pada 250 Gy
untuk menghasilkan galur mutan yang memiliki kandungan lignin rendah, sehingga
memungkinkan untuk digunakan sebagai sumber hijauan untuk pakan ternak.
Tiga varietas/ galur mutan (CTY-33, PATIR3.2 (bmr), PATIR3.5 (bmr)) dan
varietas Numbu, yang telah dilepas secara nasional, ditanam dengan perlakuan empat
dosis pupuk kandang (0 ton ha -1, 10 ton ha -1, 20 ton ha-1, dan 40 ton ha-1).
Penelitian dilakukan di tanah sedimentasi ultisol yang berlokasi di Kecamatan
Konda, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Tanah tersebut
tergolong lahan marjinal yang didominasi oleh daerah rawa. Sebelum budidaya
tanaman terlebih dahulu dilakukan pengeringan lahan. Aplikasi 2 ton ha-1 kapur
dilakukan untuk meningkatkan pH tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi daya adaptasi sorgum di lahan marjinal, dan untuk menganalisa
produktivitas dan kualitas sorgum sebagai bahan pakan ternak berbasis silase.
Kualitas silase diklasifikasikan berdasarkan nilai Fleigh.

Hasil penelitian ini menunjukkan sorgum varietas Numbu, CTY-33, dan galur
mutan PATIR3.2, PATIR3.5 mampu tumbuh dengan baik pada tanah marjinal
sedimentasi ultisol, yang diindikasikan oleh tingginya produksi biomasa (berkisar
antara 7.5 sampai 8.2 ton BK ha-1). Penambahan pupuk kandang pada berbagai
dosis tidak berpengaruh terhadap produktivitas hijauan maupun silase. Sorgum
galur bmr memiliki rata – rata kandungan lignin (4.97%) lebih rendah
dibandingkan dengan varietas Numbu (7.01%) dan CTY-33 (7.26%). Kualitas
silase yang diperoleh dari sorgum varietas Numbu dan CTY-33 diklasifikasikan
berkualitas sangat baik, sedangkan galur mutan PATIR3.2 dan PATIR3.5
diklasifikasikan berkualitas baik.

Kata kunci: Brown midrib (bmr), pupuk kandang, silase, sorgum, ultisol.

SUMMARY
WIDHI KURNIAWAN. Potential Values of Numbu, CTY-33 and BMR Sorghum
as Feed Grown in Ultisol Sedimentation Soil with Different Levels of Organic
Fertilizer. Supervised by LUKI ABDULLAH, PANCA DEWI MANU HARA
KARTI and SUPRIYANTO.
Sorghum is one of important cerealia to produce potential biomass for
supporting forage production and to adapt easily in different soil types of

Indonesia. The whole sorghum biomass (forage and grains) can be utilized for
ruminant silage feed-based industry. Nowaday utilization of forage-based
sorghum used sorghum conventional varieties which are not designed as
livestock feed and have potential conflict with food and energy sources. The use
of conventional sorghum varieties are still limited due to high lignin content.
Mutation breeding techniques produced promising sorghum mutant line for forage
with low lignin content and high nutrition forage quality. Initially brown midrib
(bmr) lines was produced in some grasses species containing low lignin. Bmr
sorghum was obtained by gamma ray irradiation at 250 Gy for producing sorghum
mutant lines containing low lignin, which is possible to be used for forage sources
in animal livestock feed.
Three mutant lines (CTY-33, PATIR3.2 (bmr), PATIR3.5(bmr)) and one
sorghum variety (Numbu), nationally released, were planted in four levels of
organic fertilizer ( 0 ton ha -1, 10 ton ha -1, 20 ton ha-1, and 40 ton ha-1). Research
was conducted in ultisol sedimentation soil located at Konda Subdistric, Konawe
Selatan Distric the South East Sulawesi Province. This soil belongs to marginal
soil dominated by swampy areas. The experimental site was drain prior to be
planted. To improve the soil pH, 2 ton ha -1 limestone were added. The objectives
of this research were to evaluate sorghum adaptability at marginal soil, and to
asses the productivity and its quality for silage sorghum based for livestock

feed.Silage quality was classified based on Fleigh value.
The result showed that Numbu, CTY-33 varieties and PATIR3.2, PATIR3.5
mutant lines grew well on marginal ultisol sedimentation soil, indicated by high
biomass production ranging from 7.5 to 8.2 ton DM ha-1. Organic fertilizer levels
didn’t affect the biomass production and silage quality. The bmr lignin content
4.97% was lower compared to Numbu (7.01%) and CTY-33 (7.26%). Silage
quality made of Numbu and CTY-33 varieties is classefied as very good silage
quality, while PATIR3.2 and PATIR3.5 mutant lines is classified as good silage
quality.
Keywords: Brown midrib (bmr), organic fertilizer, silage, sorghum, ultisol soil.

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

POTENSI SORGUM NUMBU, CTY-33, DAN BMR SEBAGAI
PAKAN PADA BEBERAPA LEVEL PUPUK KANDANG
DI TANAH SEDIMENTASI ULTISOL

WIDHI KURNIAWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Yuli Retnani, MSc

Judul Tesis

: Potensi Sorgum Numbu, CTY-33, dan bmr Sebagai Pakan pada
Beberapa Level Pupuk Kandang di Tanah Sedimentasi Ultisol

Nama

: Widhi Kurniawan

NIM

: D251120051
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr

Ketua

Prof Dr Ir Panca DMH Karti, MS
Anggota

Dr Ir Supriyanto
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS.MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Potensi Sorgum Numbu, CTY33, dan bmr Sebagai Pakan pada Beberapa Level Pupuk Kandang di Tanah
Sedimentasi Ultisol” bisa diselesaikan. Pemanfaatan galur mutan diharapkan
mampu meningkatkan daya adaptasi sorgum di lahan marjinal sehingga tanaman
tetap produktif dan memiliki kualitas hijauan yang baik. Tesis ini memberikan
kajian daya adaptasi beberapa galur mutan tanaman sorgum yang dibudidayakan
sebagai hijauan pakan dan silase dengan mengaplikasikan pupuk kandang di lahan
marjinal, tanah sedimentasi ultisol.
Hasil penelitian ini telah dipublikasikan pada “The 2nd Asian-Australasian
Dairy Goat Conference” yang diselenggarakan di Bogor tanggal 25 - 27 April
2014 oleh AADGN, FAO, dan IPB dengan makalah ilmiah berjudul “Herbage
Production of Brown Midrib (bmr) and Conventional Sorghum Fertilized with
Different Level of Organic Fertilizer as Forage Source for Goat”, serta
dipresentasikan pada “Second Research Coordination Meeting (RCM) on
Integrated Utilization of Cereal Mutant Varieties in Crop/ Livestock Production
Systems for Climate Smart Agriculture and Workshop on Application of Nuclear

Technique for Increased the Agriculture Production” dengan judul “The Potential
Value of Numbu, CTY-33 & bmr Sorghum as Feed Grown in Lateric
Sedimentation Soil With Different Levels of Organic Fertilizer” yang
diselenggarakan SEAMEO-BIOTROP, FAO/ IAEA, 19 Agustus 2014 di Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Luki Abdullah MScAgr,
Prof Dr Panca DMH Karti MS, Dr Ir Supriyanto selaku dosen pembimbing.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara
atas kesempatan tugas belajar yang diberikan. Penghargaan penulis sampaikan
kepada SEAMEO-BIOTROP-FAO/IAEA atas penyediaan benih materi penelitian
serta Beasiswa Unggulan Mandiri Sekretariat Kemendikbud RI yang membantu
membiayai studi. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Lab. Pakan
Universitas Haluoleo, dan Stasiun Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika,
Pangkalan Udara Wolter Monginsidi, atas fasilitas dan informasinya. Kepada
teman – teman seperjuangan Pasca INP 2012 atas segala kebersamaan dan
bantuan yang telah diberikan selama studi ini diucapkan terima kasih. Ungkapan
terima kasih tak terhingga disampaikan kepada motivator sepanjang hayat, ibunda
Rasmi tercinta, bapak Sawali, istri tercinta Dewi Fausia, kedua putri tercinta
Humaira Hilmi Kurniawan dan Halima Cendekia Kurniawan, ibu Niar, ayah
Rahman atas kesabaran, do’a, dukungan dan kasih sayang yang tak terkiranya.
Semoga tesis ini bermanfaat sebagai referensi pengembangan budidaya

tanaman sorgum sebagai pendukung ketersediaan sumber hijauan untuk pakan
ternak di Indonesia.
Bogor, Agustus 2014
Widhi Kurniawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Kerangka Pemikiran

2

Tujuan

3

Hipotesis

3

2 METODE

3

Budidaya Sorgum

3

Evaluasi Produktivitas – Kualitas Sorgum

8

Pembuatan Silase dan Evaluasi Kualitas Silase

9

Prosedur Analisis Data

10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Adaptasi Awal

10

Produktivitas Tanaman Sorgum

14

Kualitas Silase

24

Pembahasan Umum

29

4 SIMPULAN DAN SARAN

35

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP PENULIS

50

xiv

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Hasil analisis tanah lokasi penelitian
Kesesuaian lahan lokasi penelitian
Persentase daya tumbuh tanaman sorgum
Persentase intensitas serangan hama terhadap tanaman sorgum
umur empat HST
Pertambahan tinggi tanaman sorgum umur 15 – 30 HST
Pertambahan diameter batang tanaman sorgum umur 15 – 30 HST
Tinggi tanaman sorgum saat panen
Diameter batang sorgum saat panen
Berat individu tanaman sorgum
Persentase berat daun dan batang sorgum
Umur panen saat fase berbunga mencapai 80%
Kandungan BK dan produksi BK
Kadar gula batang
Kandungan protein kasar hijauan
Kandungan bahan kering dan pH silase
Nilai Fleigh silase
Kandungan protein kasar silase

4
4
11
12
12
13
14
15
17
18
18
20
21
22
24
25
28

DAFTAR GAMBAR
1
2

Lahan awal dan lahan siap tanam
Pola pengaruh dosis pupuk kandang terhadap pertambahan tinggi
tanaman umur 15 – 30 HST
3 Pola pengaruh dosis pupuk kandang terhadap diameter batang saat
panen
4 Perbandingan diameter batang galur bmr dan sweet sorghum
5 Pola pengaruh dosis pupuk kandang terhadap umur panen
tanaman
6 Fraksi serat hijauan tanaman sorgum
7 Kandungan WSC hijauan dan silase
8 Fraksi serat silase tanaman sorgum
9 Korelasi tinggi tanaman dengann produksi BK
10 Korelasi diameter batang dengan produksi BK
11 Korelasi antara dosis pupuk kandang dengan nilai Fleigh silase
12 Perbandingan warna silase sorgum bmr dan sweet sorghum

7
13
15
16
19
23
27
29
31
32
33
34

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Sidik ragam daya tumbuh
Sidik ragam modus serangan hama

40
40

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Uji DMRT varietas terhadap modus serangan hama
Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman umur 15-30 HST
Uji DMRT varietas terhadap pertambahan tinggi tanaman umur
15-30 HST
Uji DMRT dosis pupuk terhadap pertambahan tinggi tanaman
umur 15-30 HST
Uji kontras polinomial dosis pupuk kandang terhadap
pertambahan tinggi tanaman umur 15-30 HST
Sidik ragam pertambahan diameter batang tanaman umur 15–30
HST
Uji DMRT interaksi antara varietas/ galur dengan dosis pupuk
kandang terhadap pertambahan diameter batang tanaman umur 1530 HST
Sidik ragam tinggi tanaman saat panen
Uji DMRT interaksi antara varietas/ galur dengan dosis pupuk
kandang terhadap tinggi tanaman saat panen
Sidik ragam diameter batang tanaman saat panen
Uji DMRT varietas terhadap diameter batang tanaman saat panen
Uji DMRT dosis pupuk kandang terhadap diameter batang
tanaman saat panen
Uji kontras polinomial dosis pupuk kandang terhadap diameter
batang tanaman saat panen
Sidik ragam berat individu tanaman
Sidik ragam persentase daun
Sidik ragam persentase batang
Sidik ragam umur panen tanaman saat mencapai fase pembungaan
80%
Uji DMRT varietas terhadap umur panen tanaman saat mencapai
fase pembungaan 80%
Uji DMRT dosis pupuk kandang terhadap umur panen tanaman
saat mencapai fase pembungaan 80%
Uji kontras polinomial dosis pupuk kandang terhadap umur panen
tanaman saat mencapai fase pembungaan 80%
Sidik ragam kandungan BK hijauan
Sidik ragam produksi BK hijauan per hektar
Sidik ragam kandungan gula batang
Uji DMRT varietas terhadap kandungan gula batang
Sidik ragam kandungan PK hijauan
Sidik ragam kandungan BK silase
Uji DMRT varietas terhadap kandungan BK silase
Sidik ragam nilai pH silase
Uji DMRT varietas terhadap nilai pH silase
Sidik ragam nilai Fleigh silase
Uji DMRT varietas terhadap nilai Fleigh silase
Sidik ragam kandungan PK silase
Uji DMRT varietas terhadap kandungan PK silase

40
40
41
41
41
42
42
42
43
43
43
44
44
44
45
45
45
45
46
46
46
47
47
47
47
48
48
48
48
49
49
49
49

xvi

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah penduduk yang terus meningkat menimbulkan masalah di beberapa
bidang, antara lain meningkatnya kebutuhan pangan dan berkurangnya lahan
pertanian potensial. Munculnya dua masalah tersebut juga akan berdampak pada
sektor yang lain. Selain pemenuhan kebutuhan hidup, kompetisi dengan sektor
lain juga akan terjadi. Bahan – bahan pakan ternak yang potensial akan berkurang
seiring dengan pemanfaatan bahan tersebut sebagai bagian dari diversifikasi
pangan untuk menunjang ketahanan pangan manusia. Peternakan juga dituntut
mampu menghasilkan produk pangan yang mampu memenuhi kebutuhan
manusia. Selain itu, lahan potensial banyak dikonversi untuk pemukiman maupun
industri. Hal ini menjadi tantangan untuk mampu menggali dan memanfaatkan
sumber pakan lain yang potensial namun tidak berkompetisi dengan manusia.
Penelitian yang diarahkan untuk menemukan pakan alternatif yang dapat
dikembangkan dengan konsep kesesuaian dengan keadaan lingkungan setempat,
diharapkan mampu mendukung konsep pemenuhan kebutuhan pangan sekaligus
pakan yang tepat.
Klasifikasi utama tanaman sorgum secara umum dapat dibagi menjadi
empat jenis. Jenis pertama adalah sorgum manis/ sweet sorghum, yang digunakan
sebagai hay, silase, maupun sirup. Jenis lainnya, yaitu nonsakarik, biasa
digunakan untuk produksi biji. Selanjutnya adalah jenis broomcorn yang
dikembangkan untuk malainya sebagai bahan pembuat sapu, sedangkan sorgum
jenis grass sorghum secara khusus dimanfaatkan sebagai hijauan dan pastura.
Jenis sorgum manis sangat palatabel sebagai hijauan pakan karena batangnya
yang renyah dan manis (Ahlgren 1956).
Tanaman sorgum mempunyai potensi biomasa yang besar untuk menjadi
penyumbang pakan ternak. Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu jenis
tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia
karena mempunyai daerah adaptasi yang luas. Tanaman sorgum toleran terhadap
kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif
tahan terhadap gangguan hama atau penyakit (Sirappa 2003). Tanaman sorgum
terdiri atas hijauan pakan dan bijian yang mempunyai potensi untuk dijadikan
pakan ternak ruminansia berbasis silase.
Selama ini pengembangan sorgum untuk pakan ternak masih berlangsung
pada taraf penggunaan varietas konvensional yang tidak didesain untuk pakan.
Penggunaan sorgum konvensional sebagai sumber hijauan pakan terkendala pada
tingginya kandungan lignin. Adanya teknologi mutasi maupun persilangan
diperoleh beberapa galur sorgum yang didesain untuk pakan, yaitu sorgum dengan
kandungan lignin lebih rendah dan kandungan nutrisi lebih tinggi. Sampai saat ini
pemuliaan tanaman pakan di Indonesia masih rendah, sehingga diperlukan
terobosan baru untuk menyedikan tanaman pakan bermutu. Brown midrib (bmr)
awalnya adalah sebuah hasil mutasi genetik dari beberapa spesies rerumputan, yang
mempunyai total kandungan lignin lebih rendah pada bagian tanaman tersebut. Lignin
kebanyakan tidak tercerna, namun mempunyai peranan penting dalam menjaga
struktur sel tanaman. Dalam beberapa tahun terakhir, jenis bmr diaplikasikan pada

2

hijauan sorgum, sudan grass, dan jagung (Miller dan Stroup 2003). Sorgum bmr
merupakan salah satu hasil pemuliaan sorgum yang difokuskan pemanfaatannya
untuk pakan ternak. Banyak penelitian melaporkan bahwa sorgum bmr memiliki
kandungan lignin lebih rendah, kandungan nutrisi yang lebih tinggi, dan produksi
biomasa 12% lebih rendah dibandingkan dengan sorgum konvensional (Oliver et
al. 2004; Mustafa et al. 2004). Pengujian produktivitas sorgum Numbu, CYT-33,
dan bmr sebagai pakan ternak di lahan kritis utamanya di tanah sedimentasi ultisol
belum pernah dilakukan.

Kerangka Pemikiran
Peningkatan Produksi Protein Hewani Untuk Meningkatkan Kecerdasan Bangsa
dan Mengangkat Ekonomi Masyarakat

Telur

Daging

Susu

Genetik

Pakan

Lingkungan

Peningkatan Kualitas, Produktivitas dan Kontinuitas Hijauan Pakan Ternak Dengan
Sorgum Numbu, CTY-33 bmr

Budidaya

Teknik Budi
daya

Uji Dosis
Pupuk
Kandang

Pemeliharaan

Benih/ Galur Unggul

Produktif

Produksi
Tinggi &

Berkelanjutan

Berat Segar &
Bahan Kering

Pengawetan

Adaptif

Pakan Berkualitas
& Tahan Lama

Jenis yang
Dapat
Tumbuh di
Lahan
Kritis

Teknologi
Pengawetan Pakan
yang Menghasilkan
Pakan Berkualitas

Uji Daya
Adaptasi,

Produktivitas

dan Kualitas
Hijauan

Pembuatan Silase
dan Uji Kualitas
Silase

Diperoleh Teknik Budidaya dan Jenis Sorgum yang Produktif di Lahan Kritis
Sebagai Pakan Ternak Berkualitas dan Berkelanjutan Berbasis Silase untuk
Mendukung Peningkatan Produksi Protein Hewani

3

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mengkaji daya adaptasi sorgum Numbu, CTY-33, dan brown midrib (bmr)
untuk hijauan pakan di tanah sedimentasi ultisol,
b. Mengkaji pengaruh pupuk kandang terhadap produktivitas dan kualitas
sorgum Numbu, CTY-33, dan brown midrib (bmr) sebagai hijauan pakan
dan silase.
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
a. Sorgum Numbu, CTY-33, dan brown midrib (bmr) dapat beradaptasi di
lahan kritis tanah sedimentasi ultisol,
b. Pemambahan pupuk kandang dapat meningkatkan produktivitas dan
kualitas sorgum Numbu, CTY-33, dan brown midrib (bmr) sebagai hijauan
pakan ternak dan silase.

2 METODE
Budidaya Sorgum
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2013 sampai Juni 2014.
Budidaya sorgum dilakukan di Desa Lalowiu, Kecamatan Konda, Kabupaten
Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan letak geografi pada 4o
07’366” LS dan 122o 48’104” BT dengan ketinggian tempat + 51.6 m dpl. Secara
geografis, lokasi penelitian berada pada wilayah beriklim tropis dengan curah
hujan tahunan 1 816.13 ml th-1, rata- rata kelembaban udara 84 % (minimum 35%
dan maksimum 98%) dan suhu harian berkisar antara 20 oC sampai 38 oC.
Analisis bahan kering dilakukan di Laboratorium Pakan Universitas Halu Oleo,
Kendari, analisis kandungan PK hijauan dilakukan di Laboratorium Pengujian
Bioteknologi, LIPI, Bogor. Analisis fraksi serat dilakukan di Laboratorium Balai
Penelitian Ternak, BPPT Bogor dan analisis kandungan Water Soluble
Carbohydrat (WSC) dilakukan di Laboratorium Ternak Perah, Departemen INTP,
Fakultas Peternakan IPB.
Hasil Analisa Tanah
Sebelum digunakan sebagai lokasi penelitian, lahan tersebut berupa rawa
yang dinormalisasi saluran airnya hingga dapat dikeringkan dan dapat ditanami.
Berdasarkan Peta Geologi dan Potensi Bahan Galian Kecamatan Konda, lokasi
penelitian berada pada wilayah berbahan galian lempung, dengan batuan aluvium.

4
4

Tabel 1 Hasil analisis tanah lokasi penelitian*
Ekstrak 1:5
pH
H2O
4.5

KCl
3.4

Bahan organik

Walkley
& Balck

Kjeidahl
C
N
-----------%---------1.34
0.13

HCl 25%
P2O5 K2O
-mg/100g-

C/N

10

6

15

Terhadap contoh kering 105 oC
Bray1
Morgan
Nilai tukar kation (NH4-acetat 1N, pH7)
P2O5
ppm

K2O
ppm

8.6

98

Ca

Mg

K

Na



KCl 1N

KTK

KB*
%

-------------------------cmolc/kg-------------------2.94

0.38

0.19

0.12

3.63

8.31

44

Al3+

H+

--cmolc/kg-2.04

0.51

Keterangan: *) Hasil analisis contoh tanah oleh Laboratorium Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian,
Balai Penelitian Tanah, Bogor, 2013.

Tabel 2 Kesesuaian lahan lokasi penelitian**
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (°C)
Ketinggian tempat dpl (m)
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm)

S1
25 – 27
< 200
400 – 900

Lamanya masa kering (bln)

4–8

Kelembaban (%)

< 75

S2

Kelas kesesuaian lahan
S3

N

27 - 30
18 – 25
200 – 1 200

30 - 35
15 – 18
1 200-2 000

> 35
< 15
> 2 000

300 - 400
900 – 1 200
8 – 8.5
2.5 – 4
75 – 85

130 - 500
1 200 - 1 400
8.5 – 9.5
1.5 – 2.5
> 85

< 150
> 1.400
> 9.5
< 1.5
-

Lokasi

Kelas

29

S2

51.6

S1

1 816

N

2

S3

84

S2

5

Lanjutan
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
Media perakaran (rc)
Tekstur
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm)
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol)
Kejenuhan basa (%)
pH H2O

S1
baik, agak
terhambat
halus, agak
halus, sedang
< 15
> 60
> 16
> 50

Lereng (%)
Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh)
Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
Singkapan batuan (%)

N

Lokasi

Kelas

sangat terhambat

N

agak cepat,
sedang

terhambat

sangat terhambat,
cepat

-

agak kasar

kasar

sedang

S1

15 – 35
40 – 60

35 – 55
25 – 40

> 55
< 25

10
20

S1
S3

8.31
44

N
S2

4.8

N

> 0.4

≤16
35 – 50
5.3 – 5.5
8.2 – 8.5
< 0.4

8.5

8.8

S1

rendah-sedang

16 - 30
16 – 50
berat

> 30
> 50
sangat berat

F0

F1

F2

F2

N

> 40
> 25

tidak ada
tidak ada

S1
S1

Keterangan: **) Sumber http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id, S1: sesuai, S2: kurang sesuai, S3: tidak sesuai, N: sangat tidak sesuai

5

6

Lokasi penelitian dikelilingi oleh formasi pegunungan Meluhu dengan batuan
induk filit, batu sabak, batu pasir malihan, dan kuarsit.
Hasil analisis sampel tanah menggambarkan bahwa tanah tergolong tanah
ultisol yang miskin unsur hara dengan pH yang rendah dan bertekstur silt loam
dengan perbandingan persentase pasir : debu : liat adalah 20% : 54% : 26%.
(Tabel 1). Kombinasi data hasil analisis tanah dan informasi iklim lingkungan
sekitar lahan penelitian apabila dilakukan perbandingan dengan Lembar Kriteria
Kelayakan Lahan untuk Budidaya Sorgum Kementrian Pertanian RI yang
bertujuan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan, menghasilkan rekomendasi
kesesuaian lahan (Tabel 2).
Tanah di lokasi penelitian terdapat empat komponen dengan kelas lahan
yang masuk kategori N, yang berarti sangat tidak sesuai dengan kriteria kelayakan
tumbuh sorgum. Keempat komponen tersebut dapat diklasifikasikan pada
komponen yang dapat diperbaiki/ diantisipasi. Curah hujan yang terlalu tinggi di
lokasi penelitian (mencapai 1 816 mm th-1) dapat diantisipasi dengan penanaman
yang dilakukan pada akhir musim penghujan, sehingga curah hujan tidak terlalu
tinggi dan masih cukup untuk pertumbuhan awal tanaman. Drainase yang buruk
(sangat terhambat) dan resiko genangan yang dapat menimbulkan banjir di lokasi
penelitian telah diatasi dengan normalisasi dan pembuatan saluran air, sehingga
genangan/rawa dapat dikeringkan. Sementara itu rendahnya kapasitas tukar kation
(KTK) yang hanya bernilai 8.31 dan pH sangat asam (4.8) diatasi dengan
penambahan pupuk kandang dan pemberian kapur pada tanah. Hal tersebut
menjadi dasar penelitian yang menggunakan dosis pupuk kandang 0, 10, 20, dan
40 ton ha-1 sebagai perlakuannya.
Benih Sorgum
Penelitian ini menggunakan benih sorgum varietas Numbu, varietas CTY-33
M15, galur PATIR 3.2 M7 (bmr), dan galur PATIR 3.5 M7 (bmr) yang diperoleh
dari SEAMEO-BIOTROP. Varietas Numbu (National Standart Conventional
Breeding) dan CTY-33 adalah tipe sweet sorghum sedangkan galur PATIR 3.2
dan PATIR 3.5 adalah brown midrib hasil mutasi genetik melalui radiasi sinar
gamma.
Pupuk Kandang dan Kapur
Pupuk kandang yang digunakan diperoleh dari beberapa peternak sapi yang
berada di sekitar lokasi penelitian. Selain itu, dilakukan penambahan kapur untuk
mengurangi keasaman tanah dengan dosis 2 ton ha-1.
Pupuk Kimia
Pupuk kimia yang digunakan adalah NPK komersial menggunakan dosis
270 kg ha-1 yang dicampur dari pupuk urea, Super Pospat 36, dan KCl dengan
perbandingan 4:3:2 (g/g/g).

7

Pengolahan Lahan dan Budidaya Sorgum
Lahan yang digunakan untuk penelitian diolah dengan traktor dan
digemburkan sedalam lapisan olah (±20 cm) sehingga dapat dibentuk dalam plot –
plot penelitian yang berukuran 5 m × 5 m. Selanjutnya dilakukan pembuatan
guludan sesuai dengan jarak tanam selebar 40 cm sepanjang 5 m mengikuti
panjang plot, sehingga diperoleh delapan guludan setiap satu plot penelitian. Jarak
antar plot perlakuan penelitian adalah 1 m. Pengolahan lahan dilakukan seminggu
sebelum penanaman dengan mengaplikasikan pupuk kandang sesuai dengan dosis
perlakuan dan penambahan kapur untuk mengurangi keasaman tanah.
Seminggu setelah pengolahan, dilakukan penanaman benih sorgum dengan
cara tugal pada lubang dengan jarak tanam antar lubang 20 cm. Setiap lubang
ditanam tiga benih sorgum dengan kedalaman 5 cm sehingga terdapat 200 lubang
untuk tiap plot penelitian.
Pemeliharaan dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman percobaan
tumbuh dengan baik selama penelitian dilakukan. Selama budidaya sorgum,
penyiangan dilakukan pada minggu kedua untuk membantu mengurangi gangguan
gulma yang dapat menjadi kompetitor tanaman sorgum. Selain itu akan dilakukan
pula pendangiran untuk meningkatkan kegemburan dan aerasi tanah.
Pemberantasan hama dilakukan apabila selama budi daya ditemukan hama
penggangu.

Gambar 1 Lahan awal (kiri) dan lahan siap tanam (kanan)
Penyulaman dilakukan pada hari ke 15 dengan memindahkan sorgum yang
tumbuh ganda atau tiga dalam satu lubang ke lubang lain yang tidak tumbuh.
Pemberian pupuk dasar berupa NPK dilakukan saat tanaman berumur 15 dan 30
hari dengan dosis 270 kg ha-1 dan perbandingan N:P:K setara 4:3:2 (g/g/g).
Pemanenan dilakukan saat sorgum berbunga 80%, di mana fase tersebut tanaman
berada pada kondisi milk to the soft-dough stage yang sesuai untuk hijauan bahan
silase (Doggett 1970).

8

Evaluasi Produktivitas – Kualitas Sorgum
Materi
Materi yang digunakan sebagai bahan evaluasi produktivitas – kualitas
sorgum adalah: sampel hijauan, sampel silase, mistar ukur, jangka sorong/
calipper, refraktometer, timbangan lapangan dan neraca analitik, oven, dan bahan
kimia
Metode
Pengamatan mulai dilakukan pada empat hari setelah tanam (HST), yaitu
ketika tanaman sorgum mulai berkecambah. Jumlah kecambah tiap plot dihitung
dan dibandingkan dengan jumlah lubang tiap plot (200 lubang) untuk diperoleh
persentase daya kecambah tanaman sorgum. Pada lima HST karena terjadi
serangan hama jangkrik dan belalang, maka dilakukan penghitungan jumlah
individu yang terserang dan dibandingkan dengan jumlah individu yang tumbuh
tiap plot untuk mengetahui persentase serangan hama.
Pada 15 HST, 30 HST, dan saat panen dilakukan pengukuran tinggi dan
diameter batang tanaman. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga
ujung terpanjang tanaman dengan menggunakan mistar. Diameter batang tanaman
diukur dengan jangka sorong pada ruas tanaman yang ditandai. Pengukuran tinggi
dan diameter batang ini dilakukan pada 10 individu dalam satu plot saat panen
(mencapai fase 80% berbunga).
Individu yang diukur tersebut digunakan sebagai objek pengukuran berat
individu tanaman, rasio batang daun, dan kadar gula tanaman sorgum. Berat
individu diperoleh dengan menimbang keseluruhan tanaman sorgum yang
dipotong, sedangkan rasio batang daun diperoleh dengan memisahkan bagian
batang, daun dan malai tanaman sorgum. Kadar gula (%brix) batang sorgum
diukur pada tiga bagian batang yang dirata ratakan, yaitu ruas atas, tengah dan
bawah dengan memeras airnya dan diukur menggunakan refraktometer.
Pemanenan dilakukan saat populasi berbunga mencapai 80% yang diketahui
dengan menghitung tanaman yang telah berbunga dibandingkan dengan jumlah
tanaman dalam plot tersebut. Umur panen dicatat setiap dilakukan pemanen plot.
Selanjutnya diambil sampel secara acak dari biomasa lengkap sorgum hasil panen
untuk analisis laboratorium, dan sebanyak 20 sampai 25 kg untuk bahan silase.
Sampel yang diambil dilakukan uji kualitas hijauan sorgum yang meliputi:
1. Nilai brix batang tanaman sorgum. Diuji menggunakan refraktometer merek
The Atago 2311 MASTER ± (alpha) sebanyak 10 batang tiap plot dengan
mengambil nira batang sorgum pada ujung, tengah, dan pangkal batang.
2. Kandungan bahan kering. Diuji melalui pengeringan dengan oven pada suhu
60 oC, dan dilanjutkan dengan oven bersuhu 105 oC.
3. Kandungan protein kasar hijauan utuh (PK). Diuji dengan metode Kjedahl
(1883) menggunakan destruktor: Tecator Auto Digestor, dan destilator:
Kjeltec 8400 Analyzer Unit merk FOSS buatan Swedia.
4. Kandungan karbohidrat larut air (WSC). Komposit tiap kombinasi perlakuan
sampel diuji dengan metode preparasi fenol (Jiang dan Huang 2001) dan
diukur dengan colorimetri (Dubois et al. 1956) menggunakan Spektrofotometer
(Model LW-200 Series λ 200 – 1000 nm).

9

5. Fraksi serat. Komposit tiap kombinasi perlakuan sampel diuji dengan metode
Van Soest (1991) menggunakan Fibertec 2010 series merk FOSS, buatan
Swedia.
Pembuatan Silase dan Evaluasi Kualitas Silase
Materi
Sorgum utuh (batang, daun, biji muda) yang dicacah kemudian dibuat silase
tanpa menggunakan starter maupun substrat. Alat yang digunakan meliputi:
parang (untuk mencacah), karung plastik, plastik tebal, trash bag, tali rafia,
timbangan lapangan dan neraca analitik, pH meter, aquades, blender, oven, dan
bahan kimia.
Metode
Silase dibuat dengan memotong (±5cm) tanaman sorgum utuh yang telah
dipanen sesuai syarat kondisi berbunga. Selanjutnya dilakukan proses pelayuan
selama kurang lebih 24 jam untuk menurunkan kadar air sehingga dapat dilakukan
proses ensilasi. Proses ensilasi dilakukan dengan memasukkan cacahan sorgum ke
dalam karung plastik, kemudian dilakukan pemadatan untuk meminimalisasi
udara di dalamnya. Cacahan sorgum yang telah dipadatkan dimasukkan dalam
dua lapis plastik tebal dan trash bag dengan tujuan untuk menjadikan lingkungan
anaerob dan terbebas dari sinar matahari. Lapisan plastik pembungkus kemudian
diikat erat dengan tali rafia dan disimpan dalam gudang hingga masa panen silase
21 hari, ketika secara umum pH silase terendah telah terrcapai/ fase V (Schroeder
2004).
Saat pemanenan silase dilakukan pengukuran pH silase dengan cara
menghancurkan 10 gr silase dengan 100 ml aquades dengan menggunakan
blender kemudian disaring dan diukur pH nya dengan pH meter secara duplo.
Selain itu diambil sampel silase untuk analisa laboratorium yang meliputi:
1. Kandungan bahan kering. Diuji melalui pengeringan dengan oven pada suhu
60 oC, dan dilanjutkan dengan oven bersuhu 105 oC.
2. Kandungan protein kasar silase (PK). Diuji dengan metode Kjedahl (1883)
menggunakan destruktor: Tecator Auto Digestor, dan destilator: Kjeltec 8400
Analyzer Unit merk FOSS buatan Swedia.
3. Kandungan karbohidrat larut air (WSC). Komposit tiap kombinasi perlakuan
sampel diuji dengan metode preparasi fenol (Jiang dan Huang 2001) dan
diukur dengan colorimetri (Dubois et al. 1956) menggunakan Spektrofotometer
(Model LW-200 Series, λ 200 – 1000 nm).
4. Fraksi serat. Komposit tiap kombinasi perlakuan sampel diuji dengan metode
Van Soest (1991) menggunakan Fibertec 2010 series merk FOSS, buatan
Swedia.

10

Prosedur Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok pola faktorial dengan menggunakan empat varietas/
galur sorgum dan empat perlakuan dosis pupuk kandang (kotoran sapi) dengan
tiga ulangan, sehingga total satuan penelitian adalah 4 × 4 × 3, atau 48 satuan
penelitian.
Varietas/ galur yang digunakan adalah:
Verietas Numbu, varietas CTY-33, galur PATIR3.2, dan galur PATIR3.5
Perlakuan pupuk kandang yang digunakan adalah :
0 : tanpa pemberian pupuk kandang (kontrol)
10 : pemberian pupuk kandang 10 ton ha-1
20 : pemberian pupuk kandang 20 ton ha-1
40 : pemberian pupuk kandang 40 ton ha-1,
dengan menggunakan model matematika seperti berikut:
Yijk = µ + αi + ßj + δij + γk + (βγ)jk + εijk
Keterangan:
Yijk
: nilai hasil pengamatan satuan percobaan pada ulangan ke i, level pupuk
organik ke j dan varietas sorgum ke k
µ
: rataan umum
αi
: pengaruh ulangan/ blok ke i (1, 2, 3)
ßj
: pengaruh dosis pupuk organik ke j (1, 2, 3, 4)
δij
: pengaruh galat yang muncul pada perlakuan ke j, ulangan ke i
γk
: pengaruh varietas ke k (1, 2, 3, 4)
(βγ)jk : nilai interaksi antara faktor dosis pupuk organik ke j dan varietas sorgum
ke k
εijk
: galat percobaan
Selanjutnya jika terdapat perbedaan yang nyata untuk faktor varietas/ galur
akan dilakukan uji Duncan Mean Range Test (DMRT), dan uji kontras polinomial
untuk dosis pupuk kandang, sedangkan parameter fraksi serat hijauan, fraksi serat
silase, kandungan WSC hijauan, dan kandungan WSC silase dilakukan
interpretasi data secara deskriptif.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Adaptasi Awal
Daya Tumbuh Sorgum
Perkecambahan merupakan proses yang kompleks di mana benih harus
cepat pulih secara fisik dari pengeringan, melanjutkan intensitas metabolism
berkelanjutan, menyelesaikan peristiwa seluler penting lainnya untuk
memungkinkan embrio muncul, dan mempersiapkan diri untuk pertumbuhan bibit
selanjutnya (Nonogaki et al. 2010). Kemampuan tumbuh benih sorgum di lahan

11

penanaman penting untuk diketahui sebagai langkah awal mengevaluasi
kemampuan benih tanaman beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Tabel 3 Persentase daya tumbuh tanaman sorgum (%)
Varietas/
galur
Numbu
CTY-33
PATIR3.2
PATIR3.5
Rataan

0
94.67±2.36
92.33±2.52
94.00±2.65
90.33±7.97
92.83±8.50

Dosis pupuk kandang (ton ha-1)
10
20
40
95.67±2.25 93.67±2.36 94.83±3.06
91.17±6.11 90.83±3.82 93.17±1.53
91.17±5.01 93.00±3.04 90.83±4.16
91.17±5.35 91.67±1.26 93.00±2.29
92.29±9.30 92.29±5.28 92.96±5.81

Rataan
94.71±2.28
91.88±3.46
92.25±3.54
91.54±4.36

Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan daya tumbuh sebagai
akibat pengaruh dosis pupuk kandang terhadap daya tumbuh sorgum Numbu,
CTY-33, PATIR3.2 dan PATIR3.5 di berbagai dosis pupuk kandang (p>0.05),
demikian juga tidak terdapat interaksi antara dosis pupuk kandang dan varietas/
galur sorgum terhadap daya tumbuh (p>0.05). Daya tumbuh sorgum dalam
penelitian ini rata – rata ini mencapai 92% (Tabel 3). Tingginya daya tumbuh
benih – benih sorgum tersebut mengindikasikan bahwa vigor benih yang
digunakan untuk percobaan termasuk bagus, sehingga mampu beradaptasi dengan
lingkungan perkecambahan yang baru. Suhu lingkungan lokasi penelitian berkisar
antara 20 oC hingga 38 oC. Sorgum mempunyai daya tumbuh benih tinggi pada
kisaran suhu 32-40oC untuk ukuran biji sedang, dan suhu 32-42oC untuk ukuran
biji besar (Mortlock dan Vanderlip 1989).
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses perkecambahan benih sorgum
adalah kandungan air, oksigen, temperatur dan faktor internal benih. Benih harus
memenuhi persyaratan genetik, fisik, dan fisiologis. Dengan demikian benih
sorgum yang ditanam memenuhi persyaratan genetik, fisik, dan fisiologis yang
baik. Oksigen terlarut dalam air yang ditambahkan atau yang berada antara kernel
dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang signifikan selama tahap awal
perkecambahan sorgum (Pflugfelder dan Rooney 1986).
Serangan Hama
Selama pemeliharaan tanaman, terjadi beberapa kali gangguan hama.
Jumlah serangan hama yang dapat diidentifikasi dan dihitung terjadi pada hari ke
empat setelah tanam. Hama yang menyerang pada waktu tersebut mayoritas
adalah serangga seperti belalang dan jangkrik.
Tabel 4 menunjukkan tidak terdapat interaksi (p>0.05) antara dosis pupuk
kandang dengan varietas/ galur sorgum yang mempengaruhi serangan hama
tanaman sorgum pada umur empat hari setelah tanam (HST). Sementara itu dosis
pupuk kandang juga tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap
serangan hama pada umur empat HST.

12

Tabel 4 Persentase intensitas serangan hama terhadap tanaman sorgum umur
empat HST (%)
Varietas/
galur
Numbu
CTY-33
PATIR3.2
PATIR3.5
Rataan

0
32.00±07.21
34.00±12.17
13.00±01.73
15.00±03.46
23.50±11.77

Dosis pupuk kandang (ton ha-1)
10
20
40
21.67±09.50 34.00±03.61 31.67±08.33
29.67±04.62 29.33±07.09 38.33±07.57
13.67±02.08 15.33±06.51 17.67±12.50
12.33±04.93 07.00±04.57 16.67±08.50
19.33±08.85 21.42±12.25 26.08±12.55

Rataan
29.83±8.12b
32.83±8.07b
14.92±6.40a
12.75±6.18a

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata (p

Dokumen yang terkait

Aplikasi Pupuk Kandang Sapi pada Beberapa Varietas Tanaman Bayam (Amaranthus spp)

0 32 54

Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam, Pupuk Hijau, dan Kapur CaCO3 Pada Tanah Ultisol Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung

0 4 79

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA DOSIS PUPUK KANDANG AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) DI TANAH ULTISOL.

0 2 9

Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam, Pupuk Hijau, dan Kapur CaCO3 Pada Tanah Ultisol Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung

0 0 11

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea maysL.) Akibat Pemberian Limbah Kertas Rokok Dan Pupuk Kandang Ayam Di Tanah Ultisol

0 0 10

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea maysL.) Akibat Pemberian Limbah Kertas Rokok Dan Pupuk Kandang Ayam Di Tanah Ultisol

0 0 2

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea maysL.) Akibat Pemberian Limbah Kertas Rokok Dan Pupuk Kandang Ayam Di Tanah Ultisol

0 0 3

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea maysL.) Akibat Pemberian Limbah Kertas Rokok Dan Pupuk Kandang Ayam Di Tanah Ultisol

0 0 6

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea maysL.) Akibat Pemberian Limbah Kertas Rokok Dan Pupuk Kandang Ayam Di Tanah Ultisol

0 0 2

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea maysL.) Akibat Pemberian Limbah Kertas Rokok Dan Pupuk Kandang Ayam Di Tanah Ultisol

0 0 16