Kerusakan Hati Ikan Nila (Oreochromis Niloticus Linnaeus, 1758) Di Sungai Cimanuk Lama Indramayu Dan Di Media Uji Laboratorium Yang Terpapar Kromium

KERUSAKAN HATI IKAN NILA (Oreochromis niloticus
Linnaeus, 1758) DI SUNGAI CIMANUK LAMA INDRAMAYU
DAN DI MEDIA UJI LABORATORIUM YANG TERPAPAR
KROMIUM

NANIK MUSTIKANING TYAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kerusakan Hati Ikan Nila
(Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758) Di Sungai Cimanuk Lama Indramayu dan
di Media Uji Laboratorium yang Terpapar Kromium adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Nanik Mustikaning Tyas
NIM C251130081

RINGKASAN
NANIK MUSTIKANING TYAS. Kerusakan Hati Ikan Nila (Oreochromis
niloticus Linnaeus, 1758) di Sungai Cimanuk Lama Indramayu dan di Media Uji
Laboratorium yang Terpapar Kromium. Dibimbing oleh DJAMAR T. F.
LUMBAN BATU dan RIDWAN AFFANDI
Pemanfaatan logam berat kromium pada saat ini telah mencakup seluruh
aspek kehidupan manusia dan lingkungan. Selama kurun waktu beberapa tahun,
kromium telah banyak digunakan di berbagai bidang, salah satunya dalam bidang
industri batik. Logam berat kromium yang terkandung dalam limbah cair batik
apabila dibuang tanpa adanya pengolahan akan mengakibatkan pencemaran
Sungai Cimanuk Lama, Indramayu. Hal ini dikarenakan logam berat kromium
akan terlarut di dalam air, terendap di dalam sedimen, dan terakumulasi di dalam
tubuh ikan. Ikan yang telah terpapar logam berat kromium tidak layak untuk

dikonsumsi karena membahayakan kesehatan manusia. Ikan yang banyak
ditemukan di Sungai Cimanuk Lama adalah ikan nila (Oreochromis niloticus).
Ikan nila yang hidup di sekitar Sungai Cimanuk Lama berpotensi terkontaminasi
logam berat kromium dari limbah cair batik dan mengakibatkan kerusakan
jaringan serta pertumbuhannya akan terganggu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji
kandungan logam berat kromium pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dan air,
serta mempelajari tingkat kerusakan spesifik organ hati ikan nila (Oreochromis
niloticus) di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu dan
membandingkannya dengan skala laboratorium. Informasi dari hasil penelitian ini
dapat dijadikan acuan oleh masyarakat dalam mengkonsumsi ikan nila dan dapat
dijadikan dasar untuk pengelolaan Sungai Cimanuk Lama, Indramayu.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 di Sungai Cimanuk Lama,
Kabupaten Indramayu. Selain itu juga, dilaksanakan penelitian di laboratorium
untuk melakukan uji pendahuluan, uji toksisitas letal dan toksisitas subletal dari
logam berat kromium terhadap ikan nila. Pengambilan contoh dilakukan di tiga
stasiun yang terletak di badan sungai yaitu : sebelum kegiatan industri (stasiun 1),
di badan sungai sekitar kegiatan industri (stasiun 2), dan di badan sungai setelah
kegiatan industri (stasiun 3). Pada masing-masing stasiun dilakukan pengambilan
contoh air dan ikan nila.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat kromium di
dalam air berkisar 0.012-0.11 ppm, tubuh ikan nila (daging) 1.24-2.80 mg kg-1,
hati ikan nila 3.08-3.82 mg kg-1. Nilai toksisitas letal (LC50-96 jam) Cr6+ pada
ikan nila yaitu sebesar 61.2 ppm. Hati ikan nila pada Sungai Cimanuk Lama
memiliki tingkat kerusakan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan ikan yang
dipelihara di media uji.
Kata kunci: Ikan nila, logam berat kromium, LC50-96 jam, deposit logam berat
kromium, Sungai Cimanuk Lama

SUMMARY
NANIK MUSTIKANING TYAS. Liver Damage Nile Tilapia (Oreochromis
niloticus Linnaeus, 1758) in the Cimanuk Lama River, Indramayu and Laboratory
Test that Exposed Chromium. Supervised by DJAMAR T.F. LUMBAN BATU
and RIDWAN AFFANDI.
Utilization of chromium heavy metal at this time cover all aspects of human
life and the environment. Over a period of several years, chromium has been
widely used in various fields, one of them in batik industry. The heavy metal
chromium which contained in batik wastewater will cause the water gets polluted
if it is discharged directly to the Cimanuk Lama River, Indramayu without any
treatment. This is happened because the heavy metal chromium dissolved in the

water, settled in sediment, and accumulated in fish body. The fish have been
exposed to chromium heavy metal so it is not feasible consumed by the humans
because harmfull for health. The fish that are found in the Cimanuk Lama River
was Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Nile Tilapia that live around in the
Cimanuk Lama River potentially contaminated by chromium heavy metal from
wastewater batik and cause tissue damage and impaired growth.
The objectives of the study were to investigate and review the content of the
chromium heavy metal in nile tilapia fish (Oreochromis niloticus) and water, and
to study the levels specific damage of liver nile tilapia fish (Oreochromis
niloticus) in the Cimanuk Lama River, Indramayu and compare it to a laboratory
scale. This information can be used as a reference to consume Nile Tilapia and to
manage the Cimanuk Lama River, Indramayu by the community.
This study was conducted in April 2015 in the Cimanuk Lama River,
Indramayu District. In addition, research continued in the laboratory for
preliminary test, lethal toxicity and sublethal toxicity of chromium heavy metal to
nile tilapia. Sampling was conducted at three stations i.e. before the industrial
activity (Station 1), in the vicinity industrial activity (Station 2), and after the
industrial activity (Station 3). At each station conducted water sampling and nile
tilapia.
The result showed that content of chromium in the water was range from

0.012-0.11 ppm, in body fish (meat) was 1.24-2.80 mg kg-1, in the liver of nile
tilapia was 3.08-3.82 mg kg-1. LC50-96h of Cr6+ on nile tilapia was 61.2 ppm. The
liver of nile tilapia in the Cimanuk Lama River have higher levels of damage
when compared to fish that are kept in the experiment.
Keywords: Nile Tilapia fish, chromium heavy metal, LC50-96 h, chromium heavy
metal deposit, Cimanuk Lama River

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KERUSAKAN HATI IKAN NILA (Oreochromis niloticus
Linnaeus, 1758) DI SUNGAI CIMANUK LAMA INDRAMAYU
DAN DI MEDIA UJI LABORATORIUM YANG TERPAPAR

KROMIUM

NANIK MUSTIKANING TYAS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Isdradjat Setyobudiandi, MSc

Judul Tesis : Kerusakan Hati Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758)
di Sungai Cimanuk Lama Indramayu dan di Media Uji
Laboratorium yang Terpapar Kromium

Nama
: Nanik Mustikaning Tyas
NIM
: C251130081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Djamar TF Lumban Batu, MAgr
Ketua

Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 18 Agustus 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul
“Kerusakan Hati Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758) di Sungai
Cimanuk Lama Indramayu dan di Media Uji Laboratorium yang Terpapar
Kromium”. Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Sekolah Pasca
Sarjana IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Perairan, Sekolah Pascarasarjana IPB.
2. Beasiswa BPPDN DIKTI yang telah menjadi sponsor dana pendidikan dalam

studi di Sekolah Pascarasarjana IPB
3. Prof Dr Ir Djamar TF Lumban Batu, MAgr selaku ketua komisi pembimbing
dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku anggota komisi pembimbing
yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyusunan hasil penelitian ini.
4. Dr Ir Isdradjat Setyobudiandi, MSc selaku penguji luar komisi, atas saran dan
masukan yang sangat berarti.
5. Seluruh dosen dan staf pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB
6. Staf di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Laboratorium
Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK,
IPB serta Departemen Budidaya Perairan, FPIK, IPB yang telah membantu
pelaksanaan penelitian
7. Orang Tua, Bapak Anwar yang telah memberikan motivasi, semangat dan
doanya. Serta untuk Almh. Ibu, karya ilmiah ini saya dedikasikan untuk mu,
Ibu.
8. Seluruh teman-teman SDP 13 dan kawan-kawan semuanya atas segala doa
dan motivasinya. Serta kepada semua pihak yang telah mendukung hingga
terselesaikannya penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016

Nanik Mustikaning Tyas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian


1
1
2
3
3

2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Rancangan Penelitian
Prosedur Penelitian
Prosedur Kerja di Lapangan
Prosedur Kerja di Laboratorium
Analisis Data

4
4
4
5
5
5
7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Kondisi Kualitas Air Sungai Cimanuk Lama
11
Batas Maksimum Berat Daging Ikan Nila yang Ditolerir untuk Dikonsumsi
dalam Waktu Satu Minggu (Maximum Tolerable Intake / MTI)
13
Kondisi Kualitas Air Media Uji
14
Uji Pendahuluan
15
Uji Toksisitas Letal (LC50 96 Jam)
16
Uji Toksisitas Subletal
17
Deposit Logam Kromium Pada Hati Ikan Nila
19
Deposit Cr Pada Hati di Sungai Cimanuk Lama
19
Kerusakan Organ Hati Ikan Nila
24
Upaya Pengelolaan Sungai Cimanuk Lama
28
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

29
29
29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
Baku mutu logam berat kromium
Nilai probit LC50 96 jam ikan nila
Parameter fisika dan kimia dari Sungai Cimanuk Lama
Parameter fisika dan kimia media uji
Mortalitas ikan nila pada uji pendahuluan
Pengamatan deposit Cr pada jaringan hati ikan nila

7
8
11
14
15
23

DAFTAR GAMBAR
Skema perumusan masalah
Stasiun pengambilan contoh
Batas maksimum konsumsi ikan nila di Sungai Cimanuk Lama
Nilai total ammonia nitrogen (TAN)
Persentase kematian ikan nila pada uji toksisitas LC 50-96 jam
Perbandingan Nilai Cr6+ dan Total Kromium
Kandungan total kromium di media uji pada awal dan akhir
Kandungan kromium di daging dan hati ikan nila
Mikroanatomi ikan nila normal
Deposit Cr pada hati ikan nila
Deposit Cr pada hati ikan nila minggu kedua
Deposit Cr pada hati ikan nila minggu keempat
Luasan deposit logam berat kromium
Kerusakan sel hati ikan nila di Sungai Cimanuk Lama
Kerusakan sel hati ikan nila pada media uji minggu kedua
Kerusakan sel hati ikan nila pada media uji minggu keempat

3
4
13
15
16
17
18
19
19
20
21
22
23
25
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
Skema prosedur pembuatan preparat histologis
Skema pewarnaan deposit logam berat
Tabel finney’s
Lokasi penelitian
Pengukuran karakteristik biometrik ikan nila (Oreochromis niloticus)
Rancangan penelitian di Laboratorium
Hasil uji pendahuluan
Perhitungan LC50-96 jam menggunakan “Analisis Probit”
Perhitungan maximum tolerable intake (MTI)
Kualitas air media uji
Prosedur kerja pengukuran logam berat kromium

33
34
35
35
36
37
38
38
39
40
41

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai Cimanuk merupakan sungai yang berada di bagian timur Provinsi
Jawa Barat. Sungai Cimanuk berhulu di kaki Gunung Papandayan di Kabupaten
Garut pada ketinggian 1200 di atas permukaan laut, mengalir ke arah timur laut
sepanjang 180 km dan bermuara di Laut Jawa di Kabupaten Indramayu. Kawasan
di sepanjang Sungai Cimanuk menjadi salah satu pusat aktivitas masyarakat di
antaranya adalah industri penyamakan kulit di Garut, industri batik di Indramayu,
pemukiman, dan pertanian.
Industri batik rumahan di Kabupaten Indramayu tersebar di beberapa
kelurahan, salah satunya di Kelurahan Paoman yang terdapat 17 unit industri (400
kain batik/unit industri/minggu) dan dalam produksinya setiap bulan
menggunakan 200 kg pewarna untuk per unit industri (Diskoperindag Kabupaten
Indramayu 2014). Keberadaan industri batik di sekitar badan Sungai Cimanuk
Lama berpotensi mencemari lingkungan perairan sungai. Industri batik merupakan
industri yang aktif menghasilkan limbah cair yang mengandung logam berat Cr
(Sari et al 2014), Co (Sasongko dan Tresna 2010), serta bahan tersuspensi lainnya
seperti fenol, minyak/lemak (Kep. Gubernur Kepala DIY./ No:281/KPTS/1998).
Kromium merupakan logam yang penggunaannya sangat luas, namun
berbahaya bagi lingkungan (Huheey et al. 1993). Kromium termasuk logam yang
mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh logam Cr ditentukan
oleh valensi ionnya. Sifat racun yang dibawa oleh logam Cr juga dapat
mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan kronis. Keracunan akut yang
disebabkan oleh senyawa K2Cr2O7 pada manusia ditandai dengan terjadinya
pembengkakan pada hati, sedangkan keracunan kronis dari Cr umumnya
merupakan hasil dari percobaan yang pernah dilakukan terhadap hewan. Beberapa
di antaranya dilakukan pada kucing dan marmut. Percobaan yang menggunakan
kucing sebagai hewan percobaan adalah dengan memberikan perlakuan dengan
Cr3(PO4)2 melalui jalur makanan dengan dosis 3,75-83 gram. Berdasarkan
percobaan tersebut dapat diketahui bahwa terjadi kelebihan kandungan Cr di
tulang, urin, dan darah kucing dengan kisaran 0,04-0,34µgCr/gram. Pada marmut
perlakuannya berupa pemberian H2CrO4, dengan hasil yang menunjukkan adanya
luka yang ditemukan pada selaput lendir dari jalur pernapasan dan juga terjadi
perubahan pada limpa dan ginjal (Palar 2008). Selain itu, kromium juga dapat
masuk ke dalam badan perairan dan membahayakan bagi organisme didalamnya.
Dalam badan perairan Cr dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara
alamiah dan nonalamiah. Masuknya Cr secara alamiah dapat terjadi disebabkan
oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi yang terjadi pada batuan mineral dan
partikel-partikel Cr yang ada di udara akan dibawa turun oleh air hujan. Masuknya
Cr yang terjadi secara nonalamiah lebih merupakan dampak dari aktivitas manusia,
seperti limbah atau buangan industri sampai buangan rumah tangga (Palar 2008;
Yilmaz et al. 2010). Keberadaan Cr di ekosistem akuatik telah lama diketahui
dapat memberikan dampak negatif bagi kehidupan organisme air (Setijaningsih
2010). Salah satu organisme air yang terkena dampak akibat keberadaan Cr adalah
ikan.

2
Ikan sering digunakan sebagai indikator pencemaran logam berat pada
ekosistem perairan karena ikan menempati tingkat trofik tinggi dan merupakan
sumber makanan penting (Blasco et al. 1998; Agah et al. 2009). Akumulasi logam
berat pada ikan di lingkungan perairan, terjadi melalui respirasi (insang),
pencernaan (makanan) atau kontak langsung dengan air yang terkontaminasi.
Pada tingkat tertentu, akumulasi ini dapat mencapai jumlah yang membahayakan
bagi manusia yang mengkonsumsinya. Ikan yang banyak terdapat di sepanjang
Sungai Cimanuk Lama yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus) dan masyarakat
sekitar sungai sering mengkonsumsinya.
Ikan nila yang hidup di sekitar Sungai Cimanuk Lama berpotensi
terkontaminasi logam berat kromium dari limbah cair batik. Ikan nila memiliki
penyebaran yang luas di sungai, mulai dari hulu sampai mendekati muara sungai.
Apabila ikan yang mengandung logam berat kromium dikonsumsi oleh manusia
maka akan berdampak akut dan kronis pada kesehatan manusia. Mengingat
banyaknya industri batik yang berdiri dan aktif membuang limbahnya ke perairan
serta belum tersedianya informasi mengenai dampak kromium terhadap
lingkungan perairan dan kesehatan manusia, maka perlu dilakukan penelitian
tentang bioakumulasi Cr pada tubuh dan pengaruhnya terhadap kerusakan
jaringan ikan nila di Sungai Cimanuk Lama.
Perumusan Masalah
Pertumbuhan industri batik di sekitar Sungai Cimanuk Lama akan terus
bertambah seiring meningkatnya permintaan terhadap batik Indramayu yang
diikuti oleh peningkatan volume limbah cair. Hal ini akan mengakibatkan Sungai
Cimanuk Lama akan tercemar limbah cair batik yang mengandung logam Cr.
Kandungan kromium yang tinggi akan terakumulasi dalam tubuh organisme
akuatik seperti pada Ikan nila yang banyak hidup di Sungai Cimanuk Lama.
Ikan nila sebagai organisme yang hidup di perairan dapat mengakumulasi
logam berat kromium di dalam tubuhnya. Hal ini dikarenakan kromium dapat
masuk secara langsung melalui insang dan kulit serta secara tidak langsung
melalui jejaring makanan. Dalam limbah kromium tersebut didistribusikan dalam
tubuh melalui sistem sirkulasi darah. Kromium yang terakumulasi pada hati,
ginjal, otot dan plasma darah akan mengganggu atau merusak struktur sel
didalamnya. Hal tersebut dapat berpengaruh kepada menurunnya produksi ikan.
Selain itu, ikan dapat terkontaminasi oleh logam Cr, sehingga masyarakat yang
melakukan kegiatan penangkapan di sekitar Sungai Cimanuk Lama akan
mengkonsumsi ikan yang terpapar logam Cr. Mengkonsumsi ikan yang telah
terpapar logam Cr dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu perlu
dilakukan penanganan (depurasi kromium) terhadap ikan nila agar aman
dikonsumsi oleh manusia, salah satunya dengan menggunakan teknik depurasi.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh kromium
terhadap ikan nila serta mempelajari kerusakan organ secara spesifik dapat
dipelajari menggunakan teknik histokimia pada organ hati ikan. Berikut ini
diutarakan bagan alir permasalahan tentang kromium di Sungai Cimanuk Lama
(Gambar 1).

3

Kegiatan Indutri Batik

Limbah Cair Cr

Sungai Cimanuk Lama

 Terakumulasi di Tubuh
Ikan Nila
 Kerusakan Jaringan

Pengendalian
Limbah

 Produksi Ikan Nila
Menurun
 Ikan Nila Terkontaminasi
Logam Cr

Kegiatan
Penangkapan
Ikan

Konsumsi

Depurasi Kromium
Keterangan :

Tidak dilakukan pada penelitian ini
Gambar 1 Skema perumusan masalah
Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan logam Cr
pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dan air, serta tingkat kerusakan spesifik
organ hati ikan nila (Oreochromis niloticus) di Sungai Cimanuk Lama, Indramayu
dan membandingkannya dengan yang dipelihara di media uji laboratorium.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
status pencemaran logam kromium dalam air dan kandungan kromium pada ikan
nila (Oreochromis niloticus) di Sungai Cimanuk Lama Indramayu, serta batas
aman konsumsi ikan nila bagi kesehatan manusia. Selain itu, untuk memberikan
informasi tentang perlunya mengelola limbah cair batik sebelum dibuang ke
Sungai Cimanuk Lama, Indramayu.

4

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 di Sungai Cimanuk Lama,
Kabupaten Indramayu (Gambar 2). Analisis logam berat kromium dan kualitas air
dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan. Analisis kerusakan jaringan hati ikan nila
dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan.
Adapun untuk melakukan uji pendahuluan, uji toksisitas letal dan uji toksisitas
subletal dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.

Gambar 2 Stasiun pengambilan contoh
Rancangan Penelitian
Penelitian di Lapangan terbagi menjadi tiga stasiun yaitu Stasiun 1
merupakan wilayah sungai yang tidak ada kegiatan industri batik dan terdapat
pemukiman, Stasiun 2 merupakan wilayah sungai yang disekitarnya terdapat
kegiatan industri batik dan pemukiman, dan Stasiun 3 merupakan wilayah sungai
bagian hilir setelah kegiatan industri batik dan terdapat pemukiman (terlampir di
Lampiran 4). Pengambilan contoh di Lapangan dilakukan satu kali pengambilan.

5
Penelitian di Laboratorium terbagi menjadi tiga tahapan yaitu uji
pendahuluan, uji toksisitas letal, uji toksisitas subletal. Uji pendahuluan dan uji
toksisitas letal menggunakan enam perlakuan dan tiga kali ulangan. Sedangkan uji
toksisitas subletal menggunalan lima perlakuan dan tiga kali ulangan.
Prosedur Penelitian
Prosedur Kerja di Lapangan
Contoh air diambil pada lapisan permukaan dari tiap stasiun dengan
menggunakan ember kemudian dimasukkan ke dalam botol polyetilen. Contoh air
yang telah diambil, digunakan untuk menganalisis kandungan logam berat yang
selanjutnya ditambahkan dengan pengawet HNO3 pekat sebanyak 10 tetes hingga
pH contoh air berada di bawah 2. Kemudian contoh air tersebut dimasukkan ke
dalam cool box. Parameter yang diukur selama penelitian mencakup parameter
fisika-kima perairan. Parameter in situ meliputi suhu, pH dan oksigen terlarut.
Parameter ex situ yaitu kandungan logam Cr.
Contoh ikan nila dengan panjang 10-16 cm diambil menggunakan alat
pancing dan jaring angkat (anco) dengan ukuran mata jaring 1.5 inci. Ikan tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk mencegah kontaminasi
dari logam selama pengangkutan ke laboratorium dan dimasukkan ke dalam cool
box. Analisis kandungan logam berat kromium dalam tubuh (daging, hati, dan
ginjal) ikan nila dilakukan di Laboratorium.
Prosedur Kerja di Laboratorium
Prosedur kerja di Laboratorium terdiri atas lima prosedur, yaitu uji
pendahuluan, uji toksisitas letal, uji toksisitas subletal, pembuatan preparat
histologis organ hati ikan nila untuk mengetahui kerusakan jaringan yang terjadi
(tersaji pada Lampiran 1), serta pengukuran logam berat kromium (tersaji pada
Lampiran 11). Ikan nila yang digunakan untuk pengamatan di Laboratorium
didapatkan dari petani ikan di Ciseeng dengan panjang 10-13 cm. Ikan nila
diaklimatisasi selama 5 hari.
1.

Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan ini bertujuan untuk memperkirakan kisaran konsentrasi
ambang batas bawah dan atas Cr yang akan digunakan pada uji definitif. Tahap uji
ini menggunakan sebanyak 180 ekor ikan nila yang dibagi menjadi enam
perlakuan, setiap perlakuan diulang tiga kali. Lama perlakuan dua hari (48 jam).
Uji pendahuluan dilakukan dengan cara menyediakan 18 akuarium, masingmasing diisi 40 L media uji dan 10 ekor ikan nila.
Pengamatan mortalitas hewan uji dilakukan pada periode waktu pemaparan
24 jam dan 48 jam. Konsentrasi terkecil dimana hampir semua hewan uji telah
mati setelah waktu uji 24 jam merupakan nilai ambang atas (N), sedangkan,
konsentrasi terbesar dimana hampir semua hewan uji masih hidup setelah waktu
uji 48 jam merupakan nilai ambang bawah (n). Mortalitas hewan uji dicatat dan
ikan yang mati segera dikeluarkan dari akuarium untuk mencegah terjadinya
pengotoran pada media uji. Setelah konsentrasi ambang atas dan bawah
didapatkan, maka konsentrasi yang akan digunakan pada uji definitif dicari
dengan menggunakan rumus logaritma di bawah ini. Penentuan konsentrasi

6
tersebut dilakukan berdasarkan cara Quantal Responses menurut cara Finney’s
(1964).
a
N
Log    k  log  
n
n

N
a b c d x
= = = = ... ... ...
x
n a b c d
Keterangan :
N = Konsentrasi ambang atas
n = Konsentrasi ambang bawah
a = Konsentrasi terkecil di dalam deret konsentrasi yang digunakan
b = Konsentrasi di dalam deret konsentrasi yang digunakan
k = Jumlah interval konsentrasi yang diuji
2. Uji Toksisitas Letal
Tahap ini dipergunakan untuk menentukan toksisitas Cr. Langkah yang
dilakukan adalah menyediakan sebanyak 18 akuarium dan 180 ekor hewan uji,
dibagi menjadi enam perlakuan setiap perlakuan diulang tiga kali, masing-masing
perlakuan terdiri dari 10 ekor ikan nila. Pengamatan mortalitas hewan uji
dilakukan pada periode waktu pemaparan 24, 48, 72, dan 96 jam. Hewan uji yang
telah mati pada saat pengamatan, dikeluarkan dari setiap akuarium, dan dicatat.
Penentuan nilai LC50 dengan menggunakan analisis probit (Conell dan Miller
1995).
3.

Uji Toksisitas Subletal

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Cr pada jaringan tubuh
(histologis) ikan nila. Pada penelitian ini digunakan lima perlakuan dengan
konsentrasi yang berbeda dan tiga kali ulangan dengan menyediakan 15 buah
akuarium, masing-masing diisi dengan 40 L media uji dan ikan nila yang telah
diaklimatisasi sebanyak 10 ekor. Konsentrasi perlakuan yang digunakan untuk uji
toksisitas subletal yaitu 0 ppm, 3.06 ppm, 6.12 ppm, 9.18 ppm, dan 12.24 ppm.
Setiap akuarium yang digunakan baik pada perlakuan maupun kontrol diberi label.
Pada uji toksisitas subletal ikan diberi pakan dan dilakukan penyiponan
apabila akuarium terlihat kotor. Selain itu, untuk mengurangi sisa pakan dilakukan
penambahan filter pada akuarium. Pengamatan dilakukan selama empat minggu
untuk dapat melihat apakah terjadi bioakumulasi oleh Cr antara kontrol dengan
perlakuan pada organ hati ikan nila dan diakhir pengamatan diambil sampel hati
untuk dibuat preparat histologisnya.
4.

Pembuatan Preparat Histologis Organ Hati Ikan Nila

Pembuatan preparat histologis organ hati ikan nila dilakukan untuk
mengetahui kerusakan jaringan dan deposit logam berat kromium yang terjadi
pada organ tersebut. Organ hati ikan yang dibuat preparat histologis berasal dari
Sungai Cimanuk Lama. Masing-masing stasiun diambil satu organ hati ikan nila.
Selain itu juga diambil organ hati ikan nila yang dipelihara di Laboratorium.

7
Masing-masing perlakuan diambil satu organ hati untuk dibuat peparat histologis.
Pembuatan preparat histologis ini dilakukan menggunakan metode Histoteknik
dengan penguat (Embedding material) paraffin (Kiernan 1990) dan menggunakan
pewarnaan logam berat berupa Eosin (tersaji pada Lampiran 2).
5.

Pengukuran Logam Berat Kromium

Sampel air yang diperoleh dari lapangan dan laboratorium kemudian
disaring dengan peralatan penyaring yang steril, sebelumnya direndam dengan
HCl 0,5 N atau HNO3 1 N selama 1 jam kemudian dibilas dengan akuades. Hasil
penyaringan tersebut kemudian diawetkan dengan HNO3 pekat sampai pH larutan
< 2 dan kemudian diukur menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry
(AAS) pada panjang gelombang 357,9 nm (Rice et al. 2012).
Ikan nila yang tertangkap di Sungai Cimanuk Lama maupun yang dipelihara
di Laboratorium kemudian dibedah untuk mendapatkan organ-organ dalamnya
(daging dan hati). Pengukuran logam berat kromium dalam daging ikan nila
dikarenakan daging merupakan bagian tubuh yang dikonsumsi oleh manusia,
sedangkan untuk organ hati merupakan organ yang berperan dalam proses
metabolisme di dalam tubuh ikan nila, selain itu juga organ hati sangat rentan
terkena bahan toksik.
Sampel daging, hati, dan ginjal yang akan di uji ditimbang dan dimasukkan
ke dalam gelas beker. Kemudian sampel uji dikeringkan dalam oven pada suhu
110 °C selama 8 jam. Setelah sampel uji dikeringkan selanjutnya sampel uji
tersebut ditanur pada suhu 600 °C selama 3 jam, kemudian digerus dengan
menggunakan mortar dan alu hingga halus. Sampel uji kemudian ditimbang
sebanyak ± 0,5 g, dimasukkan dalam gelas beker, kemudian didestruksi dengan
menambahkan 1 mL HNO3 pekat. Suspensi dipanaskan pada hot plate hingga
kering. Setelah itu ditambahkan 5 mL HCl pekat dan campuran dipanaskan
kembali. Larutan sampel yang tersisa didinginkan dan disaring, kemudian
diencerkan dengan akuades hingga volumenya tepat 50 mL. Setelah itu sampel uji
diukur menggunakan AAS pada panjang gelombang 357,9 nm (Rice et al. 2012).
Analisis Data
1.

Pengukuran Logam Berat Kromium

Hasil analisis data kandungan logam berat kromium pada Sungai Cimanuk
Lama dan laboratorium dibandingkan dengan kriteria baku mutu yang telah
ditetapkan menggunakan analisis deskriptif komparatif dengan bantuan diagram
batang.
Tabel 1 Baku mutu logam berat kromium
Logam

Baku Mutu
Air
Ikan
Cr
1 ppm*
1 mg kg-1**
*Permen LH No. 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah tekstil; **FAO
(1983)

8
2.

Uji Toksisitas Letal

Hasil data uji toksisitas letal dianalisis dengan menggunakan analisis probit
untuk menentukan nilai LC50-96 jam. Analisis probit digunakan pada uji toksisitas
suatu bahan kimia, sementara besarnya konversi dalam bentuk logaritma dianggap
sebagai bentuk transformasi yang kuat dengan nilai sebarannya relatif valid.
Analisis probit umumnya digunakan pada toksikologi untuk menentukan
toksisitas relatif dari bahan kimia untuk organisme hidup. Hal ini dilakukan
dengan menguji respon organisme di bawah berbagai konsentrasi masing-masing
bahan kimia tersebut dan kemudian membandingkan konsentrasi hingga
didapatkan hasilnya (Vincent 2008).
Tabel 2 Nilai probit LC50 96 jam ikan nila
d
n
r
p
d1
n1
r1
p1
d2
n2
r2
p2
d3
n3
r3
p3
d4
n4
r4
p4
d5
n5
r5
p5
d6
n6
r6
p6
Keterangan:
d = Konsentrasi perlakuan
n = Jumlah hewan uji
r = Jumlah mortalitas
p = Persentase mortalitas
x = Log dari nilai d
y = Nilai Probit (dilihat pada Tabel
berdasarkan nilai p

x
x1
x2
x3
x4
x5
x6

y
y1
y2
y3
y4
y5
y6

x2
x21
x22
x23
x24
x25
x26

xy
xy1
xy2
xy3
xy4
xy5
xy6

Finney’s tersaji pada Lampiran 2)

Rumus perhitungan nilai LC50 :
Hubungan nilai logaritma dari konsentrasi bahan uji dengan nilai probit dari
prosentase mortalitas hewan uji merupakan fungsi linier dari y = a + bx. Nilai
LC50-96 jam didapat dari hasil antilog nilai uji m. Nilai m merupakan nilai x pada
persamaan dan nilai y merupakan probit mortalitas sebesar 50% (Rand dan
Petrocelli 1985 in Hendri et al. 2010). Secara matematis, perhitungan untuk
menentukan nilai LC50-96 jam adalah sebagai berikut.
∑ XY - 1n ∑ X∑ Y
b=
........(1)
2
1
2
∑X - n ∑X

(

a=

1
n

)

(∑Y - b∑X)...............(2)

9
Persamaan regresinya adalah: y = a + bx

m=

LC50 = antilog m, dengan :

5-a
.................................... (3)
b

Keterangan:
y = Probit kematian hewan uji,
x = Logaritma konsentrasi uji,
a = Konsentrasi regresi,
b = Slope/kemiringan regresi,
m= Logaritma konsentrasi (x)
n = Jumlah perlakuan
3.

Penilaian Deposit Logam Berat Kromium

Pengamatan deposit logam Cr dalam jaringan hati dilakukan dengan
menggunakan mikroskop cahaya. Selanjutnya pada lensa okuler dipasang
mikrometer yang sebelumnya sudah dikalibrasi terlebih dahulu. Luasan deposit
hati = jumlah strip pada mikrometer dikalikan dengan angka kalibrasi sebesar 0.97
µ. Pengamatan deposit Cr dilakukan dengan pemberian skor yang dikelompokkan
ke dalam 6 tingkatan. Semakin tinggi skor berarti semakin banyak jumlah deposit
Cr dalam jaringan yang diamati. Berikut ini adalah kriteria dalam pemberian
skor :
1. Skor 0, jika tidak terdapat deposit Cr
2. Skor 1, jika rata-rata total luasan Cr berukuran 0 < x < 157.10-6 mm2
3. Skor 2, jika rata-rata total luasan Cr berukuran 157.10-6 ≤ x < 314.10-6 mm2
4. Skor 3, jika rata-rata total luasan Cr berukuran 314.10-6 ≤ x < 471.10-6 mm2
5. Skor 4, jika rata-rata total luasan Cr berukuran 471.10-6 ≤ x < 628.10-6 mm2
6. Skor 5, jika rata-rata total luasan Cr berukuran 628.10-6 ≤ x < 785.10-6 mm2
7. Skor 6, jika rata-rata total luasan Cr berukuran x ≥ 785.10-6 mm2
4.

Batas maksimum berat daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi
dalam waktu satu minggu (Maximum Tolerable Intake/ MTI)

Logam berat yang masuk ke dalam tubuh akan terakumulasi dalam tubuh,
baik dalam jaringan, darah, tulang maupun gigi. Untuk meminimalkan dampak
yang ditimbulkan perlu dilakukan pembatasan konsumsi. Batas maksimum
konsentrasi dari bahan pangan terkonsentrasi logam berat yang boleh dikonsumsi
per minggu (Maximum Weekly Intake) menggunakan angka ambang batas yang
diterbitkan oleh organisasi dan lembaga pangan internasional World Health
Organization (WHO) dan Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additive
(JEFCA). Perhitungan maximum weekly intake menggunakan rumus :
MWI (g) = Berat badan a) x PTWIb)
Keterangan :
a)
= Untuk asumsi berat badan sebesar 60 kg untuk orang dewasa dan 15 kg
untuk anak-anak.

10
b)

= PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake) (angka toleransi batas
maksimum per minggu) yang dikeluarkan lembaga pangan terkait dalam
satuan μg kg-1. Angka toleransi batas konsumsi maksimum per minggu
yang diterbitkan badan WHO untuk Cr sebesar 23.3 μg kg-1 (WHO in
Zazouli et al. 2006).

Setelah mengetahui nilai maximum weekly intake dan mengetahui
konsentrasi logam berat pada masing-masing biota konsumsi, maka dapat dihitung
berat maksimal dalam mengkonsumsi ikan setiap mingguannya. Untuk
mengetahui batasan berat tersebut, maka nilai maximum tolerable intake (MTI)
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Turkemen et al. 2008 in Azhar et al.
2012) :
MWI
MTI =
Ct
MWI
= Maximum Weekly Intake (mg untuk orang dewasa dengan berat badan
60 kg dan anak-anak 15 kg per minggu)
Ct
= Konsentrasi logam berat yang ditemukan di dalam daging ikan (mg
Kg-1)
Hasil analisis data dari histologis di lapangan dibandingkan dengan hasil
dari data histologis di laboratorium.

11

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Kualitas Air Sungai Cimanuk Lama
Pengukuran kondisi kualitas air yang diukur meliputi parameter fisika dan
kimia air yaitu suhu, pH, oksigen terlarut dan kandungan logam kromium.
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat perbedaan nilai dari parameter fisika dan
kimia perairan di Sungai Cimanuk Lama yaitu Stasiun 1 (sebelum kegiatan
industri), Stasiun 2 (di badan sungai sekitar kegiatan industri), dan Stasiun 3
(setelah kegiatan industri). Hasil pengamatan parameter fisika dan kimia dari
Sungai Cimanuk Lama tersebut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter fisika dan kimia air Sungai Cimanuk Lama
Parameter

1

Stasiun
2

3

Baku Mutu

 Fisika
Suhu (oC)
31.8
32.4
32
25 – 32a
 Kimia
Oksigen Terlarut (ppm)
3.8
4
5.1
> 5b
pH
6.5
7
7
6-9c
Kandungan Kromium:
2.13
1.24
2.80
 Daging (mg kg-1)
1.00d
-1
3.08
3.62
3.82
 Hati (mg kg )
0.11
0.01
0.012
1e
 Air (ppm)
a
Gusrina (2008); bEffendi (2003); cAlamanda et al. (2007); d FAO (1983);
e
Permen LH No. 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah tekstil
Kandungan oksigen terlarut di Sungai Cimanuk Lama pada Stasiun 1 dan
Stasiun 2 di bawah standar baku mutu perairan. Hal ini dikarenakan waktu
pengukuran kandungan oksigen terlarut pada Stasiun tersebut antara pukul 07.0010.00 WIB, berbeda halnya dengan Stasiun 3 yaitu pukul 12.00 WIB yang
merupakan puncak terjadinya fotosintesis. Menurut Amri dan Khairuman (2003)
kandungan oksigen yang baik bagi pertumbuhan ikan nila minimal 4 ppm.
Kandungan oksigen yang rendah dapat menyebabkan ikan bernafas dengan cepat,
sehingga mengakibatkan gerakan membuka dan menutupnya insang lebih cepat.
Hal tersebut dapat menyebabkan masuknya ion logam melalui insang (Kordi
2004).
Suhu di Sungai Cimanuk Lama pada masing-masing Stasiun masih dalam
kisaran standar baku mutu perairan yaitu 31.8-32.4oC. Suhu perairan selama
penelitian masih dalam kisaran normal bagi ikan nila untuk tumbuh. Ikan nila
mempunyai kemampuan tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14-38°C,
sedangkan suhu optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan ikan nila yaitu
25-30°C. Pada suhu 14°C atau pada suhu tinggi 38°C pertumbuhan ikan nila akan
terganggu. Pada suhu 6°C atau 42°C ikan nila akan mengalami kematian (Amri
dan Khairuman 2003). Suhu perairan dapat mempengaruhi keberadaan dan sifat
logam berat. Peningkatan suhu perairan cenderung meningkatkan akumulasi dan

12
toksisitas logam berat. Hal ini terjadi karena suhu tinggi akan meningkatkan laju
metabolisme dari organisme perairan (Sorensen 1991).
Nilai pH pada masing-masing Stasiun masih dalam kisaran standar baku
mutu perairan yaitu 6.5-7. Menurut Santoso (1996), pH optimum bagi
pertumbuhan nila yaitu antara 7-8. Nilai pH akan berpengaruh terhadap
kandungan logam berat yang terdapat di perairan. Perubahan pH akan
mempengaruhi tingkat toksisitas dari logam berat yang akan berpengaruh terhadap
kadar kandungan logam yang ada di dalam daging ikan nila. Apabila pH asam
maka akan meningkatkan kadar kandungan logam berat yang ada di perairan yang
kemudian diserap oleh ikan, sehingga kandungan logam berat dalam tubuh ikan
akan tinggi (Kordi 2004).
Berdasarkan hasil pengujian kandungan logam berat kromium di air pada
masing-masing Stasiun masih berada di bawah baku mutu perairan. Kandungan
logam berat kromium di dalam air menurun dari Stasiun 1 sampai 3, akan tetapi
berbeda halnya pada organ hati ikan nila yang mengalami peningkatan.
Kandungan kromium pada hati ikan nila di Sungai Cimanuk Lama didapatkan
hasil untuk Stasiun 1 adalah 3.08 mg kg-1, Stasiun 2 sebesar 3.62 mg kg-1 dan
Stasiun 3 sebesar 3.82 mg kg-1. Besarnya kandungan logam berat kromium pada
hati dapat terjadi karena hati ikan berfungsi untuk melakukan biotransformasi
terhadap bahan-bahan toksik menjadi bahan-bahan polar dan mudah diekskresi
oleh ginjal. Namun, kemampuan hati untuk mendetoksikasi logam berat sangat
terbatas sehingga terjadi penumpukan di hati bila bergabung dengan lemak.
Kandungan kromium pada daging ikan nila di Sungai Cimanuk Lama telah
melampaui ambang batas aman yang telah ditetapkan FAO (1983), yaitu sebesar
1.00 mg kg-1. Kandungan kromium tertinggi pada Stasiun 3 yaitu sebesar 2.80 mg
kg-1. Hal ini dikarenakan sampel ikan yang didapat pada Stasiun 3 merupakan
ikan yang ditangkap oleh masyarakat kemudian mereka pelihara di Anco. Berbeda
halnya pada Stasiun 1 sebesar 2.13 mg kg-1 dan Stasiun 2 sebesar 1.24 mg kg-1,
ikan yang diperoleh dengan cara memancing di Sungai Cimanuk Lama. Logam
berat kromium yang terdeteksi pada daging ikan nila disebabkan oleh adanya zat
pencemar yang terdapat pada tempat hidup ikan. Zat pencemar itu diperoleh dari
hasil buangan limbah industri batik yang berada di sekitar Sungai Cimanuk Lama
yang mengandung logam berat kromium dari proses produksinya.
Apabila dibandingkan antara kandungan kromium yang berada di daging,
hati dan air, kandungan kromium tertinggi pada organ hati kemudian diikuti pada
daging ikan nila dan terakhir pada air. Meskipun kadar logam berat dalam air
relatif kecil, akan tetapi sangat mudah diserap dan terakumulasi secara biologis
oleh tanaman atau hewan air dan akan terlibat dalam sistem jaring makanan. Hal
ini menyebabkan terjadinya proses bioakumulasi yaitu logam berat akan
terkumpul dan meningkat kadarnya dalam tubuh organisme air yang hidup,
termasuk ikan nila. Rendahnya kadar logam berat dalam air dikarenakan adanya
proses pengenceran dalam air, kemudian logam berat diabsorbsi oleh partikel
tersuspensi akan menuju dasar perairan, hal ini yang menyebabkan kandungan
logam berat di air lebih rendah (Handayani 2015).

13
Batas Maksimum Berat Daging Ikan Nila yang Ditolerir untuk Dikonsumsi
dalam Waktu Satu Minggu (Maximum Tolerable Intake / MTI)
Ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang menerima dampak
secara langsung dari pencemaran di perairan. Disisi lain, ikan juga merupakan
sumber protein yang dibutuhkan oleh manusia (Oktaviatun 2004). Apabila
manusia mengkonsumsi ikan yang hidup di habitat yang telah tercemar maka akan
menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Seperti halnya masyarakat di
sekitar Sungai Cimanuk Lama yang telah mengkonsumsi ikan yang tercemar
logam kromium, maka akan berdampak negatif terhadap kesehatan seperti
keracunan logam berat kromium.
Dampak yang akan terjadi apabila telah mengalami keracunan logam berat
kromium seperti mual, sakit perut, bisul, masalah pernafasan, sistem kekebalan
yang lemah, ginjal dan kerusakan hati, perubahan materi genetik, kanker paruparu dan jika terakumulasi secara terus menerus mengakibatkan kematian.
Terakumulasinya logam kromium dalam jumlah besar dalam tubuh manusia akan
mengganggu kesehatan manusia. Kromium memiliki dampak negatif terhadap
organ hati, ginjal serta bersifat racun bagi protoplasma makhluk hidup. Selain itu
juga berdampak sebagai karsinogen (penyebab kanker), teratogen (menghambat
pertumbuhan janin) dan mutagen (Schiavon et al. 2008 in Darmawan 2011).
Salah satu cara untuk menghindari resiko keracunan logam berat kromium
adalah dengan menentukan berat maksimal daging ikan nila yang dapat ditolerir
oleh tubuh manusia dengan menghitung Provisional Tolerable Weekly Intake
(PTWI). Menurut WHO, PTWI merupakan sebuah cara yang digunakan untuk
mengukur kontaminan, seperti logam berat pada makanan yang sifatnya kumulatif.
Ikan nila merupakan salah satu organisme perairan yang mampu mengakumulasi
logam berat kromium di dalam tubuhnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kandungan logam berat kromium dalam tubuh ikan nila telah melampaui ambang
batas yang telah ditentukan. Oleh karenanya konsumsi daging ikan nila tersebut
harus sesuai dengan batasan yang dapat dikonsumsi.
1127.4

MTI (g daging minggu-1)

1200
1000
800

Dewasa
656.3

Anak-Anak

600

499.3

400
200

281.8
164.1

124.8

0
Stasiun 1

Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun Pengamatan

Gambar 3 Batas maksimum konsumsi ikan nila di Sungai Cimanuk Lama

14
Batas maksimum berat daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi
dalam waktu satu minggu (Maximum Tolerable Intake/ MTI) untuk orang dewasa
(60 kg bb) sebesar 499.3-1127.4 g daging minggu-1 dan anak-anak (15 kg bb)
sebesar 124.8-281.8 g daging minggu-1. Apabila logam berat kromium yang
masuk dalam tubuh orang dewasa dan anak-anak melebihi nilai MTI tersebut,
maka logam berat kromium akan bersifat toksik di dalam tubuhnya.
Kondisi Kualitas Air Media Uji
Pengukuran kondisi kualitas air yang diukur selama penelitian meliputi
parameter fisika dan kimia air yaitu suhu, pH dan oksigen terlarut. Pengukuran
suhu dan pH dilakukan di awal, tengah, dan akhir penelitian, sedangkan
pengukuran oksigen terlarut dilakukan di awal dan akhir penelitian. Pengukuran
ini bertujuan untuk memantau kondisi kualitas air bagi ikan nila selama penelitian.
Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian diperoleh kisaran nilai yang dapat
dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan hasil pengukuran parameter yang meliputi suhu, pH, dan
oksigen terlarut diketahui bahwa secara umum kualitas air selama penelitian pada
masing-masing perlakuan masih dalam batas toleransi atau memenuhi syarat bagi
kehidupan ikan. Namun, untuk pH cenderung lebih asam dari baku mutu yang
telah ditentukan untuk kelangsungan hidup ikan yaitu berkisar antara 6-9. pH
yang asam dapat memudahkan reaksi kimia pada logam berat untuk terurai
menjadi ion-ion. Ion-ion tersebut akan lebih mudah terserap tubuh pada kondisi
pH rendah (Fardiaz 1992).
Tabel 4 Parameter fisika dan kimia media uji
Parameter
 Fisika
Suhu (oC)
 Kimia
Oksigen Terlarut (ppm)
pH
Total Amonia Nitrogen (ppm)

Nilai Kisaran

Baku Mutu

27.5 – 28.2

25 – 32a

5 – 6.4
5.5 – 6.5

>5b
6-9c

0.021 – 0.531

0.5d

a

Gusrina (2008); bEffendi (2003); cAlamanda et al. (2007); dPP RI No. 82 Tahun
2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

Total Amonia Nitrogen terdiri dari amoniak bebas (NH3) dan amonia ion
Pada konsentrasi tinggi amonia bebas beracun bagi biota air sedangkan
amonia ion tidak beracun bagi biota air. Pengukuran TAN bertujuan untuk
mengetahui kematian ikan dikarenakan logam berat kromium atau karena
ammonia. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa untuk semua perlakuan
kecuali kontrol masih di bawah baku mutu maksimum, sedangkan nilai TAN pada
kontrol telah melebihi baku mutu. Hal ini dikarenakan perilaku makan ikan pada
kontrol berbeda dengan perilaku makan pada perlakuan yang telah diberi
kromium. Pada ikan kontrol, ikan cenderung aktif untuk makan, berbeda halnya

(NH4+).

15

Total Ammonia Nitrogen (ppm)

dengan ikan yang telah terpapar kromium yang cenderung pasif. Selain itu,
adanya perbedaan jumlah ikan di akhir pengamatan antara kontrol dan perlakuan,
turut mempengaruhi nilai TAN.
0,6

0,531

0,462

Baku Mutu

0,5
0,4
0,273

0,3
0,2
0,1

0,146

0,321
Awal Perlakuan
Akhir Perlakuan
Kontrol

0,021

0

Perlakuan

Gambar 4 Nilai total ammonia nitrogen (TAN)
Uji Pendahuluan
Konsentrasi yang digunakan pada uji pendahuluan 0, 45, 55, 65, 75, dan 85
ppm. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa pada konsentrasi terendah sebesar
45 ppm dengan kematian hewan uji sebanyak enam ekor, sedangkan konsentrasi
tertinggi sebesar 85 ppm dengan kematian hewan uji sebanyak 20 ekor. Hasil uji
pendahuluan Cr6+ terhadap ikan nila dapat dilihat pada Tabel 5. Dari data
ditentukan konsentrasi Cr6+ dengan nilai ambang bawah 45 ppm dan nilai ambang
atas 85 ppm yang dijadikan menjadi suatu kisaran konsentrasi Cr untuk
menentukan konsentrasi di perlakuan pada uji toksisitas LC50-96 jam.
Tabel 5 Mortalitas ikan nila pada uji pendahuluan
No.

Konsentrasi (ppm)

1.
2.
3.
4.
5.
6.

0
45
55
65
75
85

Mortalitas Ikan
24 jam
48 jam
1
5
2
7
2
11
15
4
16

Jumlah
6
9
13
15
20

16
Uji Toksisitas Letal (LC50 96 Jam)
Konsentrasi yang digunakan pada uji letal merupakan hasil dari perhitungan
logaritma pada uji pendahuluan. Konsentrasi untuk uji letal yaitu 0, 45, 52.8, 61.8,
72.5, 85 ppm. Secara umum untuk mengetahui hasil uji toksisitas LC 50-96 jam,
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 menunjukkan rata-rata persentase kematian ikan nila pada setiap
perlakuan, mengalami peningkatan mulai dari kontrol sampai konsentrasi tertinggi
yaitu 85 ppm. Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi Cr 6+, maka tingkat
kematian ikan nila semakin tinggi. Pada kontrol, tidak mengalami kematian
karena hewan uji tidak terpapar Cr6+, sedangkan pada perlakuan dengan
pemberian Cr6+ kematian hewan uji bervariasi. Pada perlakuan dengan konsentrasi
Cr6+ terendah yaitu sebesar 45 ppm, ikan nila mengalami kematian sebanyak lima
ekor (17%). Perlakuan dengan konsentrasi Cr6+ sebesar 52.8 ppm, ikan nila
mengalami kematian sebanyak 10 ekor (33%). Perlakuan dengan konsentrasi Cr6+
sebesar 61.8 ppm, ikan nila mengalami kematian sebanyak 15 ekor (50%),
sedangkan perlakuan dengan konsentrasi Cr6+ sebesar 72.5 ppm, ikan nila
mengalami kematian sebanyak 22 ekor (73%) dan perlakuan dengan konsentrasi
tertinggi yaitu 85 ppm, ikan mas mengalami kematian sebanyak 25 ekor (83%).
Kematian ikan nila pada uji toksisitas letal disebabkan oleh masuknya
kromium ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu
pencernaan, penetrasi melalui kulit, dan saluran pernapasan (pengambilan dari air
melalui membran insang) (Darmono 2010).
83

Prosentase kematian ikan (%)

90
73

80

70
60

50

50
33

40
30
17

20
10

0

0

0

45

52.8
61.8
61.2
Konsentrasi Cr6+ (ppm)

72.5

85

Gambar 5 Persentase kematian ikan nila pada uji toksisitas LC 50-96 jam
Hal ini yang menyebabkan terjadinya penghambatan enzim karbonik anhidrase
dan transport ATP-ase terutama pada mitokondria akson parasinaptik dan sedikit
pada endoplasmik retikulum. Menurut Tarumingkeng (1992) in Yosmaniar (2009),
penghambatan ATP-ase berkaitan dengan Ca++ yang menyebabkan peningkatan
pelepasan neurotransmitter. Disamping itu, diduga kematian ikan juga disebabkan

17
C6+ mampu menimbulkan rangsangan pada sistem syaraf sehingga menyebabkan
ikan kehilangan keseimbangan.
Tingkah laku ikan nila yang terpapar Cr6+ selama percobaan ditandai dengan
operculum terbuka lebar, sering berada di permukaan air, berenang tidak teratur
dan kemudian mati. Menurut Shah (2010) ikan yang terpapar toksikan dapat
diketahui dari tingkah laku ikan tersebut yaitu dengan gerakan hiperaktif,
menggelepar, dan lumpuh. Hal ini diduga sebagai suatu cara untuk memperkecil
proses biokimia dalam tubuh yang teracuni, sehingga efek letal yang terjadi lebih
lambat.
Berdasarkan hasil dari analisis probit didapatkan nilai LC 50-96 jam pada
ikan nila adalah 61.2 ppm, artinya pada konsentrasi 61.2 ppm Cr6+ 50% hewan uji
mati dalam waktu pemaparan 96 jam. Semakin rendah nilai LC 50-96 jam,
menunjukkan semakin tinggi toksisitas suatu bahan beracun. EPA (1999) in
Kinasih et al. (2013) menyatakan apabila nilai LC50-96 jam berkisar 10-100 ppm
maka bahan racun tersebut digolongkan dalam daya racun yang sedang, sehingga
dalam penelitian ini Cr6+ digolongkan ke dalam kategori racun yang sedang
(Medium toxic).
Uji Toksisitas Subletal

Kandungan Kromium (ppm)

Tujuan dari uji toksisitas subletal untuk melihat adanya deposit logam
kromium pada hati ikan nila. Konsentrasi yang digunakan pada uji toksisitas
subletal merupakan hasil perhitungan dari nilai LC50-96 jam, dimana konsentrasi
yang digunakan merupakan hasil perhitungan dari Cr 6+ yang terkandung di dalam
K2Cr2O7. Perbandingan Cr6+ dan total kromium pada awal penelitian dapat dilihat
pada Gambar 6. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai total kromium lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai Cr6+.
16

14,17

14
11,43

12

9,03 9,18

10
5,91

6
4
0

6+
Cr
Cr6+

Total Kromium

8

2

12,24

6,12

3,06
0 0,02
Kontrol

Cr 2 (3.06 Cr 3 (6.12 Cr 4 (9.18 Cr 5 (12.24
ppm)
ppm)
ppm)
ppm)

Perlakuan

Gambar 6 Perbandingan Nilai Cr6+ dan Total Kromium
Pengukuran total kromium pada akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar
7. Pengukuran ini diperlukan untuk mengetahui kandungan kromium di akhir
pengamatan. Gambar 7 menunjukkan bahwa adanya penurunan kandungan

18
kromium di air. Hal ini dikarenakan ikan mengakumulasi logam berat kromium
sehingga kandungan dalam tubuh ikan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan
media uji. Akumulasi logam berat pada ikan dapat terjadi karena adanya kontak
antara medium yang mengandung toksik dengan ikan. Kontak berlangsung
dengan adanya pemindahan zat kimia dari lingkungan air ke dalam atau
permukaan tubuh ikan (Sahetapy 2011). Logam berat masuk ke dalam jaringan
tubuh biota perairan melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan (insang),
saluran pencernaan (usus, hati, ginjal), maupun penetrasi melalui kulit. Jika biota
laut yang telah terkontaminasi tersebut dikonsumsi oleh manusia dalam jangka
wakt

Dokumen yang terkait

Potensi bakteri saluran pencernaan ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai kandidat probiotik berbasis enzim

26 240 46

Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Rawa Dan Tambak Paluh Merbau Percut Sei Tuan

9 144 57

Studi Pembudidayaan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Dalam Air Tawar Dan Dalam Campuran Air Tawar Dan Air Laut

3 92 100

Efektifitas Pertumbuhan Bibit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Terhadap Pengaruh Mineral Fe, Na, Ca, Mg, Dan Cl Pada Akuarium Air Tawar Dan Campuran Air Tawar Dan Air Laut.

4 66 64

Analisis Pembudidayaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Dalam Kolam Air Tawar Dan Campuran Air Laut Berdasarkan Perubahan Kandungan Mineral

2 52 116

Kandungan Logam Berat Kromium (Cr) dalam Air, Sedimen, dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) serta Karakteristik Biometrik dan Kondisi Histologisnya di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu

2 23 62

Uji toksisitas logam berat Cr6+ (Kromium heksavalen) terhadap histopatologi hati dan insang ikan nila (Oreochromis niloticus) siti badriyah

0 2 15

Tersedia online di: http:ejournal-balitbang.kkp.go.idindex.phpjra TOKSISITAS AKUT NONILPHENOL PADA STADIA AWAL IKAN NILA, Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) DAN IKAN KOMET, Carassius auratus (Linnaeus, 1758)

0 0 8

Ekspresi gen aromatase pada pengarahan diferensiasi kelamin ikan nila (Oreochromis niloticus Linnaeus 1758) menggunakan madu

1 1 12

Masyarakat Iktiologi Indonesia Evaluasi vitamin E pada pakan terhadap penurunan nilai malondialdehid hati dan akumulasi logam timbal pada ikan nila Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758)

0 0 8