PENGARUH PANJANG MINI COLUMN T-SHAPE TERHADAP BEBAN DAN DEFORMASI PELAT FLEKSIGLASS DI ATAS TANAH LEMPUNG EKSPANSIF

(1)

i

BEBAN DAN DEFORMASI PELAT

FLEKSIGLASS

DI ATAS

TANAH LEMPUNG EKSPANSIF

Disusun oleh :

NAKOSA RAFA BIMANTARA 20120110249

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

TUGAS AKHIR

PENGARUH PANJANG

MINI COLUMN

T-SHAPE

TERHADAP

BEBAN DAN DEFORMASI PELAT

FLEKSIGLASS

DI ATAS

TANAH LEMPUNG EKSPANSIF

Disusun oleh :

NAKOSA RAFA BIMANTARA 20120110249

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

SURAT PERNYATAAN

Tugas Akhir “Pengaruh Panjang Mini Column T-Shape Terhadap Beban dan Deformasi Pelat Fleksiglass di atas Tanah Lempung Ekspansif” merupakan bagian dari penelitian payung “SISTEM KOLOM DARI CAMPURAN MIKROKALSIUM DAN MIKROSILIKA UNTUK FONDASI PERKERASAN LENTUR JALAN PADA TANAH EKSPANSIF” yang didanai melalui skim Riset Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi (IPTEK) oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Pada Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia Tahun Anggaran 2016/2017 Nomor : DIPA-042.06.0.1.401516/2016 tanggal 7 Desember 2015.

Mahasiswa

(Nakosa Rafa Bimantara) NIM. 20120110249

Ketua Peneliti

(Dr.Eng. Agus S. Muntohar, M.Eng.Sc.) NIK. 19750814 199904 123 040


(4)

iii

HALAMAN MOTTO

"Orang yang pintar bukanlah yang berhasil meraih gelar S1, S2, atau S3, tetapi orang yang pintar adalah orang yang telah mempersiapkan dirinya untuk

menjemput kematiannya" (Agus Setyo Muntohar)

Jangan pernah melupakan 3 kata yang sering orang lupakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu maaf, tolong, dan terima kasih.

Jadilah orang yang selalu rendah hati dimanapun kamu berada, mau menerima kritikan dan masukan dari orang lain.


(5)

iv

Tugas akhir ini saya persembahkan untuk:

Allah SWT Yang Maha Besar yang melimpahkan ilmu pengetahuan pada setiap hamba-Nya

Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi suri teladan bagi kita

Papa Dadang kosasih dan Mama Nastiti Sumbarwati, yang tidak pernah berhenti selalu mendoakan, memberi motivasi serta kasih sayang untuk Rafa

Kedua kakakku Danas Wafa Rizky Yala Dita dan Nada Rezka Vanda Gisela, yang selalu memberi semangat dan sayangnya

Mas Ekrar Oktoviar yang selalu memberikan nasehat, motivasi, semangat, dan arahan dalam belajar di Teknik Sipil

Keponakan yang paling lucu dan gemesin, kakak Shandrina Alesha Savir yang selalu menghibur disaat capek dan pusing

Sahabatku, Braderku Ade Rizki Nurmayadi yang sudah membantu saya selama kuliah dan dalam pengerjaan Tugas Akhir saya

Siswoko, yang sering memberi bantuan dan masukan dalam pengerjaan Tugas Akhir saya

Teman-teman kos Pak Suyatman, yang sudah menjadi keluarga saya selama di Yogyakarta

Teman-teman teknik sipil yang tidak bias saya sebutkan satu-satu, yang sudah membantu dan memberikan dukungan selama kuliah

Sahabat kuliah saya, Ade, Doni, Mukhtar, Ario, Fadli, Hambali Untuk kamu yang selalu menemani saat suka dan duka

Rekan kerja Tugas Akhir, Yogma Tafalas, yang selalu meberikan motivasi dan semangat

Semua orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas bantuan dan doanya, semua sangat


(6)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xii

INTISARI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan masalah... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Ruang Lingkup ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 5

A. Karakteristik tanah lempung ... 5

B. Stabilisasi tanah dengan teknik kolom ... 6

C. Kapur limbah karbit dan abu sekam padi ... 9

D. Modulus reaksi subgrade... 10

BAB III METODE PENELITIAN... 12

A. Tahapan penelitian ... 12

B. Bahan... 14

C. Alat ... 16

D. Pembuatan benda uji ... 20

E. Pengujian ... 23


(7)

vi

D. Deformasi pembebanan ... 35

E. Pengaruh tekanan terhadap modulus reaksi tanah dasar ... 36

F. Kadar Air Setelah Pengujian ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

A. Kesimpulan ... 39

B. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA……. ... xiv


(8)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A (Pengujian Pendahuluan) ... xvii Lampiran B (Pengujian Pengembangan) ... xxvi Lampiran C (Pengujian Pembebanan) ... xxxvi Lampiran D (Kadar Air Sebelum dan Sesudah Pengujian) ... xlviii Lampiran E (Modulus Reaksi Subgrade) ... li


(9)

viii

Gambar 3.1 Diagram alir... 13

Gambar 3.2 Lanjutan diagram alir ... 14

Gambar 3.3 Kurva distribusi ukuran butir tanah yang digunakan ... 15

Gambar 3.4 Drum uji sebagai silinder benda uji dan penumbuk ... 16

Gambar 3.5 Bor manual ... 17

Gambar 3.6 Dial Gauge ... 17

Gambar 3.7 Pelat fleksiglass ... 18

Gambar 3.8 rangka untuk pengembangan ... 18

Gambar 3.9 Proving Ring ... 19

Gambar 3.10 Besi Beban ... 19

Gambar 3.11 Drum uji berisi tanah ekpansif ... 20

Gambar 3.12 Pengeboran dengan bor manual ... 21

Gambar 3.13 Pengeboran pembuatan kepala kolom T-shape 70 cm ... 21

Gambar 3.14 Hasil Pengeboran kolom T-shape 70 cm ... 22

Gambar 3.15 Kolom T-Shape (a) Panjang 50 cm (b) Panjang 70 cm ... 22

Gambar 3.16 Sketsa Model Pengujian Deformasi Pengembangan ... 23

Gambar 3.17 Sketsa Model Pengujian Pembebanan... 24

Gambar 3.18 Pengaturan uji model laboratorium. ... 24

Gambar 4.1 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik A (tengah pelat) dalam satuan mm ... 26

Gambar 4.2 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik A (tengah pelat) dalam satuan % ... 27

Gambar 4.3 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik B (samping pelat) dalam satuan mm ... 28

Gambar 4.4 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik B (samping pelat) dalam satuan % ... 28


(10)

ix

Gambar 4.5 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik C (di atas tanah)

dalam satuan mm ... 29

Gambar 4.6 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik C (di atas tanah) dalam satuan % ... 29

Gambar 4.7 Sketsa Pengembangan pada Tanah Tanpa kolom ... 30

Gambar 4.8 Sketsa Pengembangan Pada Tanah Dengan kolom T-shape ... 31

Gambar 4.9 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik A (diatas tanah) ... 32

Gambar 4.10 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik B (ditengah pelat) ... 33

Gambar 4.11 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik C (samping pelat) ... 34

Gambar 4.12 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik D (samping pelat) ... 35

Gambar 4.13 Hubungan Penurunan dengan Tekanan ditengah pelat ... 37


(11)

x

Tabel 3.2 Karakteristik Tanah Asli ... 14 Tabel 4.1 Nilai Tekana dan Modulus Reaksi Tanah Dasar ... 36


(12)

(13)

xiii

kadar air yang disebabkan oleh perubahan musim menyebabkan tanah lempung mengalami perubahan pada volume yang memicu kerusakan struktur diatasnya. Jenis strutur yang sering mengalami kerusakan yaitu perkerasan jalan raya dengan tanah dasar berupa tanah ekspansif. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan perkuatan pada tanah lempung ekspansif tersebut, agar tanah menjadi lebih stabil ketika menerima beban diatasnya. Salah satu bentuk perkuatannya yaitu dengan stabilisasi tanah menggunakan teknik kolom SiCC. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh panjang mini-column T-shape SiCC terhadap

beban dan deformasi pelat fleksiglass di atas tanah lempung ekspansif. Terdapat

dua tipe panjang kolom T-Shape, tipe yang pertama memiliki panjang 70 cm

dengan diameter kepala kolom 15,24 cm dan diameter bawah 5,08 cm. Tipe yang kedua memiliki panjang 50 cm dan diameter yang sama dengan tipe pertama.

Perkerasan jalan raya dimodelkan dengan menggunaan pelat fleksiglass. Kondisi

tanah ekspansif dimodelkan dengan menggunakan drum berukuran tinggi 95 cm dan diameter 54 cm. Pada bagian bawah drum diisi pasir jenuh air yang dipadatkan sampai ketebalan 20 cm, kemudian lapisan berikutnya berupa tanah lempung ekspansif yang dipadatkan sampai ketebalan 70 cm. Pengujian dilakukan

dengan 3 kondisi, yang pertama pelat fleksiglass diatas tanah ekspansif tanpa

perkuatan kolom T-shape, yang kedua pelat fleksiglass dengan perkuatan kolom

T-shape tipe 1, dan kondisi ke tiga pelat fleksiglass dengan perkuatan T-shape tipe 2. Hasil dari pengujian tersebut di dapatkan bahwa tanah dengan perkuatan

kolom SiCC berbentuk T-Shape dengan dimensi panjang 70 cm dan diameter

15,08 cm, memiliki nilai deformasi (pengembangan) yang paling kecil dibandingkan dengan benda uji yang lain, dengan nilai deformasi pengembangan sebesar 43,73 mm atau mengembang 6,25 % dari kondisi awal dan nilai deformasi pembebanan sebesar 7,68 cm dengan beban 140 kg. Hasil menunjukkan bahwa tanah yang diperkuat oleh kolom T-Shape L70 mampu mengurangi defleksi yang terjadi pada pelat akibat beban mencapai 2 kali bila dibandingkan dengan tanah yang diperkuat dengan kolom T-Shape L50 dan 12 kali bila dibandingkan dengan tanah tanpa kolom.


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah lempung ekspansif adalah tanah yang memiliki sifat kembang susut yang besar dan perilakunya sangat dipengaruhi oleh air, tanah lempung ekspansif mengandung presentase air yang cukup tinggi. Tanah ini akan mengembang (swelling) jika kadar airnya bertambah dan akan mengalami penyusutan yang cukup tinggi jika kadar airnya turun sampai batas susutnya. Tanah lempung ekspansif merupakan salah satu penyebab paling sering kerusakan perkerasan jalan raya. Perubahan pada kadar air yang disebabkan oleh perubahan musim yang menyebabkan tanah lempung mengalami perubahan pada volume yang akan memicu kerusakan struktur (Diana dkk., 2016).

Dalam pembangunan konstruksi jalan raya di atas tanah lunak atau tanah lempung ekspansif dibutuhkan perlakuan yang khusus dalam pembangunannya, yaitu dibutuhkannya perkuatan pada tanah lempung tersebut, agar tanah menjadi stabil ketika menerima beban di atasnya. Salah satunya dengan melakukan stabilisasi pada tanah lempung ekspansif.

Stabilisasi tanah merupakan suatu usaha untuk meningkatkan sifat-sifat dan kekuatan tanah. Metode yang digunakan dalam tanah lunak atau tanah lempung ekspansif ini biasanya dengan cara mencampur tanah dengan bahan kimia seperti semen, kapur, abu terbang (fly ash), abu sekam padi. Bahan ini dapat memperbaiki daya dukung tanah karena mempunyai unsur silika, kalsium yang mana dapat menyebabkan terjadi peristiwa agromelasi (butiran menjadi lebih besar). Stabilisasi tanah dengan mencampur kapur sudah banyak dilakukan, umumnya kapur dicampurkan ke lapisan tanah dasar yang ekspansif, dipadatkan pada kadar air tertentu (Sahoo & Pradhan, 2010 ; Adam dkk., 2012). Metode ini


(15)

dilakukan dengan menyemprotkan (injection) campuran kering kapur ke dalam tanah sehingga terbentuklah kolom-kolom tegak (Rogers & Glendinning, 1987).

Teknik lain dengan menggunakan kolom kapur, seperti yang dilakukan oleh Tonoz dkk (2003) dan Budi (2003) yang mengkaji karakteristik kolom kapur terhadap sifat-sifat tanah pada umur kolom 7 dan 28 hari dengan asumsi bahwa pada umur-umur tersebut telah terjadi reaksi kimia antara kapur dan tanah. Muntohar (2003) mengkaji bahwa kekuatan kolom kapur terus meningkat sejalan dengan waktu hingga 56 hari, namun penambahan kekuatan relatif kecil setelah umur 7 hari.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode teknik kolom SiCC. Kolom yang digunakan dalam penelitian ini memiliki pembesaran pada

ujung atas kolom sehingga berbentuk T (T-Shape). Deformasi pada pelat flexible

di atas tanah lempung ekspansif yang diperkuat oleh kolom T-Shape dengan

variasi panjang kolom, akan dikaji dan diteliti serta akan dibandingkan dengan

derfomasi pelat fleksible di atas tanah lempung yang tanpa diperkuat oleh kolom

T-Shape.

B. Rumusan Masalah

Stabilisasi tanah merupakan suatu usaha untuk meningkatkan sifat-sifat dan kekuatan tanah dasar. Sehingga diharapkan dengan melakukan stabilisasi pada tanah dasar tersebut, dapat menopang beban yang berada di atasnya. Stabilisasi tanah menggunakan limbah karbit dan abu sekam padi telah diteliti oleh beberapa penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini digunakan teknik kolom dari mortar SiCC untuk perbaikan tanah lempung.

Berdasaran penjelasan di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh dari variasi panjang kolom terhadap deformasi pelat


(16)

3

2. Bagaimana perilaku pelat fleksiglass yang ditopang oleh kolom T-Shape

SiCC bila dibandingkan dengan pelat fleksiglass tanpa ditopang oleh kolom T-Shape SiCC?

3.

Bagaimana kontribusi dari kolom SiCC terhadap modulus reaksi tanah dasar

akibat tekanan yang diberikan?

C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh dari variasi panjang kolom terhadap deformasi pelat

fleksiglass di atas tanah lempung ekspansif?

2. Mengkaji perilaku pelat fleksibel yang ditopang oleh kolom T-Shape SiCC

bila dibandingkan dengan tanah tanpa ditopang oleh kolom T-Shape SiCC?

3.

Mengetahui kontribusi dari kolom SiCC terhadap modulus reaksi tanah dasar

akibat tekanan yang diberikan.

D. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Geoteknik Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan batasan-batasan

masalah sebagai berikut :

1. Tempat pengujian menggunakan tong setinggi 95 cm dan berdiameter 54 cm.

2. Pada bawah tanah pengujian diberi pasir setinggi 20 cm.

3. Pembuatan kolom menggunakan material pengganti semen berupa SiCC yang

bahan penyusunnya dari kapur karbit dan abu sekam padi.

4. Diameter (Dh) kolom mortar SiCC yang digunakan adalah 15,24 cm (6 inch)


(17)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan adalah :

1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan tentang deformasi pelat fleksiglass yang didukung oleh kolom T-shape dengan berbagai variasi panjang kolom yang digunakan untuk mengurangi deformasi pada pelat fleksiglass.

2. Membantu Para Praktisi Mengatasi Permasalahan di Lapangan

Penelitian ini dapat digunakan dalam penerapan di lapangan sebagai upaya perbaikan tanah pada dearah-daerah yang terdapat material lempung. Penelitian ini dikatagorikan sebagai usaha perbaikan tanah dangkal yang diperuntukkan untuk subgrade pada pembangunan jalan.


(18)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. KarakteristikTanah Lempung

Tanah selalu mempunyai peranan yang sangat penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi. Kebanyakan problem tanah dalam keteknikan adalah tanah lempung ekspansif yang merupakan tanah kohesif (Hardiyati, 2003). Tanah lempung adalah partikel tanah yang tersusun dari mineral berbentuk serpih berukuran mikroskopis dan semimikroskopis (Nugroho, 2014). Tanah lempung ekspansif ini memiliki sifat kembang susut yang ekstrim, kembang susut tersebut bergantung pada perubahan kadar airnya. Semakin bertambah kadar airnya maka volumenya akan bertambah (mengembang), begitu juga dengan sebaliknya. Tanah lempung lunak mempunyai karakteristik yang khusus diantaranya daya dukung yang rendah, kemampatan yang tinggi, indeks plastisitas yang tinggi, kadar air yang relatif tinggi, dan mempunyai gaya geser yang kecil. Klasifikasi tanah

menurut Unified Soil Classification System (USCS), seperti ditunjukan pada

Gambar 2.1

Gambar 2.1 Grafik Plastisitas Untuk Klasifikasi Tanah menurut USCS


(19)

Tanah lempung dikelompokkan kedalam tanah butir halus, yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total lolos saringan no. 200. Menurut Bowles (1991) tanah lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm, partikelnya merupakan sumber utama dari kohesif.

Akan tetapi jika dari segi mineralnya yang disebut tanah lempung adalah tanah yang mempunyai sifat-sifat plastis pada tanah tersebut apabila bercampur dengan air (Grim, 1953). Menurut Craig, (1986) sifat plastis adalah kemampuan tanah untuk berdeformasi pada volume tetap tanpa terjadi retakan. Jadi apabila dari segi mineral tanah, meski memiliki ukuran butir yang kecil belum tentu termasuk kedalam tanah lempung. Mineral utama dari tanah lempung adalah Silika Tetrahedron dan Alumina Oktahedron (Holtz dan Kovacs, 1981). Oktahedron adalah struktur dengan satu atom aluminium dilingkupi oleh enam hidroksil yang membentuk bangunan oktahedron (Das, 1994).

B. Stabilisasi Tanah dengan Teknik kolom

Salah satu perkuatan tanah lempung atau stabilisasi adalah dengan cara teknik kolom, dengan menambahkan kolom ke dalam tanah lempung ekspansif, yang bertujuan agar dapat menambah daya dukung tanah. Sehingga tanah dapat digunakan sebagai tanah dasar dalam suatu konstruksi. Kolom tersebut bisa terbuat dari campuran kapur-semen, kapur-karbit atau kapur-abu sekam padi, teknik dengan pencampuran ini sudah banyak dilakukan. Biasanya dengan cara menyemprotkan (injection) kapur kering ke dalam tanah sehingga terbentuk


(20)

7

kolom-kolom tegak (Rogers dan Glendinning, 1997). Penambahan kolom tunggal kapur-karbit ini dapat meningkatkan kekuatan tanah ekspansif di sekitarnya, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penyebaran kekuatan tanah ekspansif akibat penambahan kapur karbit memiliki pola yang unik (Sulistio, 2002).

Kajian tentang penggunaan kolom-kapur atau kolom kapur/semen untuk memperkuat tanah ekspansif telah diteliti oleh Swamy (2002), Tonoz dkk. (2003), Rao dan Thyagaraj (2003), Hewayde dkk (2005) menjelaskan bahwa teknik kolom ini dapat juga dianggap seperti fondasi tiang mini (mini pile) yang berfungsi untuk mengendalikan gaya angkat dan deformasi. Muntohar (2014) melakukan simulasi numerik terhadap penggunanan teknik kolom untuk sistem fondasi perkerasan lentur pada tanah ekspansif. Hasil kajiannya menyebutkan bahwa penggunaan teknik kolom dengan pembesaran di bagian kepala kolom dapat mengurangi deformasi vertikal akibat pengembangan, juga mampu mengurangi “arching effect” pada sistem tanah yang didukung oleh kolom-kolom atau tiang-tiang.

Muntohar dan Rahmadika (2015) melakukan simulasi numerik untuk mengetahui pengaruh dimensi pembesarn kepala kolom terhadap deformasi sistem fondasi perkerasan lentur jalan. Diameter kolom (Dc) yang digunakan adalah 0,15 m dengan panjang 1 m. Diameter kepala kolom (Dch) divariasikan 2Dc, 3Dc, dan

4Dc. Jarak antar kolom ke kolom atau spasi (s) diatur 4Dc, 5Dc, 6Dc dan 8Dc.

Penampang badan jalan yang dimodelkan berukuran 15 m panjang dan kedalaman 10 m, dengan struktur perkerasan jalan setebal 0,2 m untuk lapis fondasi dan 0,2

m subbase serta lapis aspal setebal 0,1 m. Lapisan tanah lempung setebal 4,5 m

berada di atas lapisan pasir jenuh air setebal 5 m. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum deformasi vertikal tanah akibat tekanan pengembangan berkurang dengan bertambahnya dimensi kepala kolom dan berkurangnya spasi kolom. Perbesaran kepala kolom hingga mencapai 3 kali diameter kolom menghasilkan pengurangan deformasi hingga mencapai 10% jika dibandingkan deformasi tanpa perkuatan kolom. Dengan demikian, semakin besar ukuran kepala kolom cenderung menghasilkan deformasi yang semakin kecil.


(21)

Muntohar (2009) melakukan uji laboratorium untuk mengatahui kuat tekan dan karakteristik beban-penuruan tanah lunak menggunakan teknik kolom kapur. Kolom kapur dirancang sebagai kolom tunggal dengan diameter 50 mm dan kedalam 200 mm yang dimasukkan dalam kotak uji dengan ukuran 1,2 m x 1,2 m dan tinggi 1 m. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pemasangan kolom kapur meningkatkaan kuat dukung tanah di sekitarnya baik arah radikal maupun vertikal hingga mencpai jarak 3D dari pusat-pusat kolom kapur. Kadar kapur yang digunakan berbanding lurus dengan perkuatan tanah, semakin banyak kadar kapur yang digunakan maka kekuatan tananh cenderung meningkat. Stabilisasi tanah lunak menggunkan teknik kolom kapur ini dapat meningkatkan daya dukung tanah dari 0,23 kN menjadi 5,2 kN.

Muntohar dan Agrina (2015) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kadar air dan umur pada perilaku tanah lempung yang diperkuat dengan kolom SiCC menggunakan pengujian tekan bebas. Pada penelitian ini digunakan 3 jenis benda uji, yaitu benda uji tanah yang dipadatkan, benda uji tanah yang diperkuat kolom SiCC, serta benda uji kolom SiCC. Kolom SiCC dibuat dari mortar SiCC yang merupakan campuran pasir, abu sekam padi, kapur karbit dan air. Kapur karbit dan abu sekam padi berfungsi sebaga bahan ikat. Perbandingan air terhadap bahan ikat (water binder ratio, wbr) sebesar 0,6. Perbandingan antara berat pasir, abu sekam padi dan kapur karbit adalah 2 : 1 : 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kuat tekan bebas menurun dengan meningkatnya kadar air tanah untuk benda uji tanah yang diperkuat dengan kolom SiCC. Kuat tekan terbesar didapatkan pada benda uji tanah yang diperkuat kolom SiCC dengan kadar air 30,5% pada umur 28 hari yaitu sebesar 282 kPa. Untuk pengujian benda uji kolom SiCC, didapatkan kontribusi terbesar adalah pada keadaan tanah dengan kadar air basah optimum yaitu sebesar 47%. Kekuatan tekan bebas meningkat seiring dengan bertambahnya umur benda uji semua kadar air pada tanah. Kekakuan tanah meningkat seiring dengan bertambahnya umur karena dibuktikan


(22)

9

C. Kapur Limbah Karbit dan Abu Sekam Padi

1. Kapur Limbah Karbit

Limbah karbit adalah pembuangan sisa-sisa dari proses penyambungan logam

dengan logam (pengelasan) yang menggunakan gas karbit (gas aseteline = C2H2)

sebagai bahan bakar (Agrina, 2016). Gas ini digunakan di seluruh dunia untuk penerangan, pengelasan, pemotongan besi. Kalsium Oksida (CaO) merupakan senyawa yang mendominasi dalam komposisi kimia limbah karbit, senyawa CaO ini yang dapat bereaksi dengan tanah lempung secara kimiawi karena dapat menghasilkan ion kalsium yang tinggi untuk mengikat dan mengurangi tarian terhadap air yang ada di dalam tanah lempung.

Tabel 2.1 Kandungan limbah karbit (Makarat, 2010)

Komposisi kimia Kandungan %

SiO2 4.3

Fe2O3 0.9

Al2O3 0.4

CaO 56.5

MgO 1.7

SO3 0.06

LOl 36.1

2. Abu Sekam Padi

Abu sekam padi adalah salah satu bahan untuk stabilisator tanah, bahan ini adalah produk sampingan dari pertanian, abu sekam merupakan material yang banyak mengandung silika dan material pozzolan karena mengandung unsur kapur bebas yang dapat mengeras dengan sendirinya, disamping mengandung unsur aluminium dioksides yang keduanya merupakan unsur-unsur yang mudah bereaksi dengan kapur. Pozzolan ini mempunyai sifat mengikat seperti semen, karena bahan utama dari pozzolan adalah bahan yang mengandung secara sendiri, tidak atau sedikit silika atau alumino silika. Karena bentuknya yang halus dan


(23)

bercampur dengan air, maka senyawa ini akan bereaksi secara kimiawi dengan unsur-unsur yang ada di dalam tanah dengan temperatur ruang tertentu, sehingga membantu terbentuknya sifat seperti semen (SNI 06-6867-2002).

Pada pembakaran sekam menjadi abu sekam padi akan terjadi kehilangan banyak zat-zat organik, dan menghasilkan banyak sisa silika. Silika termasuk unsur yang paling dominan dan menguntungkan dari abu sekam padi. Silika yang terkadung dalam abu sekam padi mencapai 93% (Swamy, 1986). Pengaruh panas terhadap silika dalam sekam dapat menghasilkan perubahan struktural terhadap aktifitas pozzolan dan kehalusan butirnya. Menurut Swamy (1986) temperatur

pembakaran untuk kulit gabah adalah sekitar 350oC dan kehilangan berat terjadi

pada suhu 500oC. Pada temperatur yang lebih tinggi pembakaran padi

menghasilkan abu sekam padi yang lebih cerah. Komposisi kimia abu sekam padi dapat dilihat pada Tabel 2.2. berikut.

Tabel 2.2 Kandungan kimia abu sekam padi (Joel dalam Agrina, 2015)

Senyawa Kimia Presentase (%)

SiO2 1,54

Al2O3 0,50

Fe2O3 0,03

TiO 0,32

MnO 0,05

MgO 1.26

CaO 67,08

Na2O 0,02

K2O 0,05

LOI 26,85

LOI (Loss on Ignition) adalah berat yang hilang (dalam %) dari sampel pada waktu dipijarkan pada suhu dan waktu tertentu

D. Modulus Reaksi Tanah Dasar (Subgrade)

Modulus reaksi tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan (q) pada suatu pelat kaku terhadap lendutan, seperti yang dinyatakan dalam persamaan 2.1.


(24)

11

(2.1)

Dengan:

= modulus reaksi tanah dasar (N/mm3)

= lendutan (mm)

Q/A = tekanan pada pelat (N/mm2)\

Q = beban titik (N)

A = luas pelat beban (mm2)

Berdasarkan ASTM D1196 modulus reaksi tanah dasar didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan (q) terhadap penurunan dengan syarat penurunan yang ditentukana adalah sebesar 1,25 mm (0,05 inc), seperti yang dijalaskan pada Gambar 2.3.

T

e

ka

n

a

n

,

P

(

N

/m

m

2 )

Penurunan, (mm) K = P/∆

∆ = 1,25 mm (0,05 inc)

Gambar 2.3 Grafik hubungan tekanan dan penurunan ASTM D1196


(25)

12

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tahapan Penelitian

Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh panjang mini kolom dalam membantu daya dukung tanah terhadap deformasi pelat dan beban di atas tanah ekspansif. Pada penelitian ini variabel utama yang akan dikaji adalah nilai deformasi pengembangan dan pembebanan pada tanah lempung ekspansif yang

diberi kolom T-shape dengan panjang 70 cm dan 50 cm yang memiliki diameter

atas 15,24 cm dan diameter bawah 5,08 cm. Untuk pengujian pengembangan dilakukan selama 4 hari ketika kolom telah berumur 14 hari. Rencana penguian untuk penelitian ini disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Rencana Variasi Benda Uji Benda

uji

Kolom Panjang

(cm)

Diameter atas (cm)

Diameter bawah (cm)

Tong 1 - - -

Tong 2 70 15,24 5,08


(26)

13

Secara garis besar langkah-langkah penelitian ini dapat dilihat dalam diagram alir pada Gambar 3.1

Benda Uji Tanah Tanpa Kolom

Benda Uji Kolom T-Shape L = 70 cm

Benda Uji Kolom T-Shape L = 50 cm Klasifikasi USCS

dengan Simbol CH

Ya

Tidak Mulai

Persiapan Alat dan Bahan

A Pengujian

(LL, PL, Gs, Pemadatan, Distribusi Butir)

Pembuata Benda Uji

Uji Pengembangan


(27)

B. Bahan

1. Tanah

Pengujian dilakukan di Laboratorium Geoteknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tanah lempung yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pengujian berasal dari Ngawi, Jawa Timur. Sifat-sifat fisika tanah yang diigunakan seperti pada Tabel 3.2. Distribusi ukuran butir tanah disajikan oleh kurva pada Gambar 3.3.

Tabel 3.2. Karakteristik Tanah Asli

Parameter Nilai

Berat jenis, 2,654

Batas-batas Atterberg:

Batas cair, LL 94,39%

Batas plastis, 34,58%

Indek plastisitas, PI 59,81%

Pemadatan Proctor standar:

Berat unit kering maksimum, MDD 12,2 kN/m³

Kadar air optimum, OMC 27%

Klasifikasi USCS CH

Gambar 3.2 Diagram Alir (Lanjutan)

Selesai Uji Pembebanan


(28)

15

2. Pasir

Pasir yang digunakan untuk membuat campuran kolom dalam penelitian ini diambil dari Laboratorium Keairan dan Lingkungan, Universitas Muhammadiya Yogyakarta. Ukuran pasir yag digunakan adalah pasir lolos saringan No. 10 dan tertahan pada saringan No. 40.

3. Abu Sekam Padi

Abu sekam padi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daerah Kecamatan Godean, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dan memiliki ukuran butir 0,075 mm atau lolos saringan No.200. Abu sekam padi yang digunakan mengandung 87,68% silika.

4. Kapur Karbit

Kapur yang digunakan pada penelitian ini adalah kapur yang berasal dari limbah karbit dan biasanya disebut sebagai kapur karbit. Kapur karbit yang digunakan berasal dari Kecamatan Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.


(29)

Ukuran butir kapur karbit yang digunakan kurang dari 0,075 mm atau lolos saringan No.200. Unsur kimia penyusun limbah karbit yang utama adalah CaO sebanyak 60%.

C. Alat 1. Cetakan Benda Uji

Alat yang digunakan untuk mencetak benda uji adalah drum uji berbentuk silinder yang berdiameter 54 cm dan tinggi 95 cm. Alat penumbuk yang digunakan adalah alat penumbuk berbentuk silinder yang terbuat dari besi dengan berat 8,6 kg, panjang 10 cm, diameter 5 cm dengan pembesaran di kepala penumbuk sebesar 10 cm. Gambar 3.3 menunjukkan alat penumbuk dan drum uji sebagai alat cetakan silinder benda uji.

2. Alat Bor Tanah

Bor yang digunakan untuk mengebor tanah adalah bor manual dengan panjang 1 meter dan pada dibagian ujung bor dipasang bucket dengan tujuan agar tanah yang sudah dibor mudah untuk dikeluarkan (Gambar 3.4)


(30)

17

3. Alat Uji Pengembangan

Dalam pengujian pengembangan, alat-alat yang digunakan sebagai berikut :

a. Dial Gauge

Dial gauge digunakan untuk mengukur nilai deformasi pengembangan yang tarjadi.

b. Pelat Fleksiglass

Pelat fleksiglass berfungsi sebagai pengganti perkerasan jalan. Pelat yang digunakan berdiameter 25 cm.

Gambar 3.5 Bor manual

Bucket Pegangan

Mata bor


(31)

c. Besi Siku Lubang

Besi siku lubang digunakan sebagai rangka untuk menaruh dial gauge.

4. Alat Pengujian Pembebanan

Pada pengujian ini digunakan alat yang sama dengan pengujian pengembangan dan beberapa alat tambahan, yaitu sebagai berikut :

a. Proving Ring

Proving ring digunakan untuk mengukur beban yang diletakkan di atas pelat.

Pelat fleksiglass

Gambar 3.7 Pelat fleksiglass


(32)

19

b. Besi Beban

Beban maksimum yang digunakan dalam pengujian ini sebesar 140 kg, dalam 1 pcs beban memiliki berat sebesar 20 kg.

Gambar 3.9 Proving Ring


(33)

20 cm

70 cm 95

cm

Tanah ekpansif

Pasir

D. Pembuatan Benda Uji

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan agar mengetahui sifat-sifat indeks tanah yang digunakan. Pengujian sifat-sifat indeks meliputi uji berat jenis, batas cair, batas plastis, distribusi ukuran butir tanah, dan pemadatan. Hasil-hasil uji pendahuluan disajikan pada Lampiran A.

2. Pembuatan Benda Uji

Benda uji yang dibuat pada penelitian ini dibagi menjadi tiga jenis pengujian, yaitu drum uji berisi tanah tanpa perkuatan kolom, drum uji berisi

tanah dengan kolom T-shape L = 70 cm, dan drum uji berisi tanah dengan

kolom T-Shape L = 50 cm.

a. Drum Uji Berisi Tanah

Tanah yang sudah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam drum uji dengan diameter 54 cm dan tinggi 95 cm, pada bagian bawah drum diisi pasir jenuh air yang dipadatkan sampai ketebalan 20 cm, kemudian lapisan berikutnya berupa tanah lempung ekspansif yang dipadatkan sampai ketebalan 70 cm yang dipadatkan pada derajat kepadatan 95% MDD dengan kondisi optimum kering. Pemadatan dilakukan per 20 kg tanah yang dimasukkan dalam drum uji sampai dengan 200 kg dengan ketinggian tanah 70 cm. seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.10.


(34)

21

b. Drum Uji Kolom T-shape 70 cm dan 50 cm

Tanah yang telah dipadatkan dalam drum uji, kemudian dibor pada bagian tengahnya sampai kedalaman 70 cm dan 50 cm seperti yang ditunjukkan Gambar 3.11. Pengeboran dilakukan dengan menggunakan bor manual yang berdiameter 5,08 cm. Untuk bagian kepala kolom dimasukkan pipa PVC yang memiliki diameter 15,24 cm sedalam 15,24 cm seperti pada Gambar 3.12. Hasil dari pengeboran ditunjukkan pada Gambar 3.13.

Gambar 3.12 Pengeboran dengan bor manual


(35)

Gambar 3.14 Hasil Pengeboran kolom T-shape 70 cm

50

cm

15,24 c

m

15,24 cm

5, 08 cm (a)

70

cm

15,24 c

m

15,24 cm

5, 08 cm (b)


(36)

23

E. Pengujian

Pengujian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pengujian deformasi pengembangan dan pengujian deformasi pembebanan.

1. Pengujian Deformasi Pengembangan

Pengujian pada tahap pertama yaitu pengujian pengembangan yang dilakukan setelah kolom SiCC berumur 14 hari. Pengujian ini dilakukan dengan menyiram tanah dengan air secara terus menerus sampai terendam, penyiraman air ini dilakukan selama 4 hari. Jumlah titik deformasi yang ditinjau dengan arloji ukur (dial gauge) pada pengujian ini ada 3 dial gauge, yaitu pada titik A, titik B, dan

titik C. Penempatan dial gauge dalam pengujian ini dapat dilihat pada Gambar

3.16. Dial dauge dibaca degan interval waktu sama seperti pengujian konsolidasi.

2. Pengujian Deformasi Pembebanan

Pengujian pada tahap kedua yaitu pengujian pembebanan yang dilakukan di

atas pelat flexiglass yang berfungsi sebagai pengganti perkerasan jalan dengan

diameter 25 cm dan tebal 0,5 cm. Pembebanan dilakukan secara bertahap hingga mencapai keruntuhan. Letak titik beban berada di pusat pelat fleksiglass (titik B).

Gambar 3.16 Sketsa Model Pengujian Deformasi Pengembangan

Arloji ukur deformasi


(37)

Pembacaan arloji dial gauge dilakukan setelah jarum pengukur bergerak secara

konstan. Letak penempatan dial gauge dapat dilihat pada Gambar 3.17.

Pelat fleksiglass, Tebal = 0,5 cm

Piston Beban

Gambar 3.17. Sketsa Model Pengujian Pembebanan


(38)

25

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengujian yaitu kurva hubungan waktu dengan deformasi pengembangan dan kurva hubungan tekanan dengan deformasi (modulus reaksi subgrade) pada setiap titik benda uji. Dari grafik hubungan waktu dengan deformasi pengembangan dan grafik tekanan dengan deformasi dapat

ditentukan perbedaan deformasi pada pelat fleksiglass akibat pengembangan dan


(39)

26

deformasi akibat pengembangan dan data perilaku deformasi akibat pembebanan. A. Hasil Deformasi Pengembangan

Hasil uji pengembangan pada pengujian ini, ditunjukkan dalam grafik hubungan antara pengembangan (mm) dengan waktu (menit) dan grafik hubungan antara pengembangan (%) dengan waktu (menit). Grafik tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.1 sampai Gambar 4.6

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00

0.01 0.1 1 10 100 1000 10000 100000

P

eng

em

ba

ng

a

n

(m

m

)

Waktu (menit)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm

Gambar 4.1 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik A (tengah pelat) dalam satuan mm


(40)

27

Berdasarkan grafik hubungan pengembangan dengan waktu di titik A pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm, mengalami pengembangan yang paling kecil dari ketiga kondisi, dengan nilai pengembangan maksimum sebesar 43,73 mm atau mengembang sebesar 6,25% dari kondisi awal pada waktu 11.520 menit. Sedangkan pengembangan yang paling besar terjadi pada tanah tanpa perkuatan kolom dengan pengembangan maksimum sebesar 67,09 mm atau mengembang sebesar 9,58% pada waktu 11.520 menit.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

0.01 0.10 1.00 10.00 100.00 1,000.0010,000.00100,000.00

P

eng

em

ba

ng

a

n

(%)

Waktu (menit)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm

Gambar 4.2 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik A (tengah pelat) dalam satuan %


(41)

Berdasarkan grafik hubungan pengembangan dengan waktu di titik B pada

Gambar 4.3 dan Gambar 4.4, tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm,

mengalami pengembangan yang paling kecil dari ketiga kondisi, dengan nilai pengembangan maksimum sebesar 41,33 mm atau mengembang sebesar 5,09%

Gambar 4.3 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik B (samping pelat) dalam satuan mm

0 10 20 30 40 50 60 70

0.01 0.10 1.00 10.00 100.00 1,000.00 10,000.00100,000.00

P eng em ba ng a n (m m ) Waktu (menit)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00

0.01 0.10 1.00 10.00 100.00 1,000.0010,000.00100,000.00

P eng em ba ng a n (%)

Waktu ( menit)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm

Gambar 4.4 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik B (samping pelat) dalam satuan %


(42)

29

dari kondisi awal pada waktu 11.520 menit. Sedangkan pengembangan yang paling besar terjadi pada tanah tanpa perkuatan kolom dengan pengembangan maksimum sebesar 64,79 mm atau mengembang sebesar 9,26% pada waktu 11.520 menit. 0 10 20 30 40 50 60

0.01 0.1 1 10 100 1000 10000 100000

P eng em ba ng a n (m m ) Waktu (menit)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm

Gambar 4.5 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik C (diatas tanah) dalam satuan mm

Gambar 4.6 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik C (diatas tanah) dalam satuan %

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

0.01 0.10 1.00 10.00 100.00 1,000.00 10,000.00100,000.00

P eng em ba ng a n (%) Waktu (menit)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm

Gambar 4.5 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik C (diatas tanah) dalam satuan mm


(43)

Berdasarkan grafik hubungan pengembangan dengan waktu di titik C pada

Gambar 4.5 dan Gambar 4.6, tanah tanpa perkuatan kolom T-shape, mengalami

pengembangan yang paling kecil dari ketiga kondisi, dengan nilai pengembangan maksimum sebesar 44,79 mm atau mengembang sebesar 6,40% dari kondisi awal pada waktu 11.520 menit. Sedangkan pengembangan yang paling besar terjadi

pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 50 cm dengan pengembangan

maksimum sebesar 54,30 mm atau mengembang sebesar 7,76% pada waktu 11.520 menit.

B.Deformasi Pengembangan

Dari ketiga grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa pada titik A dan B yang

berada di atas pelat fleksiglass memiliki nilai pengembangan paling kecil terjadi

pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm. Hal ini dapat

dikarenakan fleksiglass diperkuat oleh kolom T-shape, yang membuat

pengembangan pada tanah ekspansif tertahan. Sedangkan pada titik C yang berada

di atas tanah (diluar fleksiglass) pengembangan paling kecil terjadi pada tanah

tanpa perkuatan kolom. Hal ini dapat dikarenakan tanah tanpa diperkuat kolom mengembang secara merata, seperti pada Gambar 4.7. Sedangkan pada benda uji

yang lain pengembangan di bawah fleksiglass terhambat oleh kolom T-shape,

sehingga arah pengembangan tanah di bawah kolom teralihkan kearah samping

yang menambah pengembangan ke atas, seperti pada Gambar 4.8.


(44)

31

Keterangan :

A : Gaya pengembangan tanah

B : Gaya pengembangan tanah dibawah kolom C : Gaya hambat pengembangan dari kolom

D : Gaya friction (gesekan) anatara kolom dan tanah


(45)

C. Hasil Deformasi Pembebanan

Hasil dari pengujian pembebanan ditunjukkan dalam bentuk grafik hubungan antara penurunan (cm) dengan tekanan (kPa). Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.9 sampai Gambar 4.12 sebagai berikut :

Berdasarkan grafik hubungan penurunan dengan tekanan di titik A Gambar 4.9, didapatkan nilai penurunan yang terkecil pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 50 cm sebesar 0,14 cm dengan tekanan maksimum 27,99 kPa. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada kondisi tanah tanpa perkuatan kolom, karena hanya dengan tekanan 9,00 kPa penurunan telah mencapai 0,26 cm. Apabila pada tanah tanpa perkuatan kolom tekanan dinaikkan sampai batas

maksimum sebesar 27,99 kPa, maka nilai penurunannya akan jauh lebih besar.

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

Penu

runan

(

cm

)

Tekanan (kPa)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm Gambar 4.9 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik A


(46)

33

Berdasarkan grafik hubungan penurunan dengan tekanan di titik B (Gambar 4.10), didapatkan nilai penurunan yang terkecil pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm sebesar 7,68 cm dengan tekanan maksimum 27,99 kPa. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada kondisi tanah tanpa perkuatan kolom, karena hanya dengan tekanan 9,00 kPa penurunan telah mencapai 11,84 cm. Apabila pada tanah tanpa perkuatan kolom tekanan dinaikkan sampai batas

maksimum sebesar 27,99 kPa, maka nilai penurunannya akan jauh lebih besar.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

Penu

runan

(

cm

)

Tekanan (kPa)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm Gambar 4.10 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik B


(47)

Berdasarkan grafik hubungan penurunan dengan tekanan di titik C (Gambar 4.11), didapatkan nilai penurunan yang terkecil pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm sebesar 6,65 cm dengan tekanan maksimum 27,99 kPa. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada kondisi tanah tanpa perkuatan kolom, karena hanya dengan tekanan 9,00 kPa penurunan telah mencapai 8,96 cm. Apabila pada tanah tanpa perkuatan kolom tekanan dinaikkan sampai batas

maksimum sebesar 27,99 kPa, maka nilai penurunannya akan jauh lebih besar.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

Penu

runan

(

cm

)

Tekanan (kPa)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm Gambar 4.11 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik C


(48)

35

Berdasarkan grafik hubungan penurunan dengan tekanan pada titik D Gambar 4.12, didapatkan nilai penurunan yang terkecil pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm sebesar 6,30 cm dengan tekanan maksimum 27,99 kPa. Penurunan terbesar terjadi pada kondisi tanah tanpa perkuatan kolom, karena hanya dengan tekanan 9,00 kPa penurunan telah mencapai 4,76 cm. Apabila pada tanah tanpa perkuatan kolom tekanan dinaikkan sampai batas maksimum sebesar

27,99 kPa, maka nilai penurunannya akan jauh lebih besar.

D. Deformasi Pembebanan

Hasil dari Gambar 4.10, Gambar 4.11, dan Gambar 4.12 menunjukkan bahwa pada tanah tanpa perkuatan kolom mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar

8,52 cm. Pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm terjadi

penurunan dengan rata-rata sebesar 6,87 cm. Penurunan pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 50 cm, terjadi penurunan dengan rata-rata sebesar 10,67 cm. Nilai rata-rata deformasi hanya diambil dari 3 grafik, karena pada Gambar 4.9 merupakan deformasi pembebanan diluar fleksiglass dan Gambar 4.9 menunjukkan pola deformasi yang unik. Jadi rata-rata diambil dari 3 grafik yang

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

Penu

runan

(

cm

)

Tekanan (kPa)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm Gambar 4.12 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik D


(49)

merupakan data deformasi diatas fleksiglass. Dapat disimpulkan bahwa dengan tekanan 27,99 kPa penurunan terkecil terjadi pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape dengan nilai rata-rata sebesar 6,87 cm, sedangkan penurunan terbesar terjadi

pada tanah tanpa perkuatan kolom. Karena tanah tanpa perkuatan kolom dengan

tekanan <27,99 kPa sudah mengalami penurunan rata-rata sebesar 8,52 cm.

E. Pengaruh Kolom SiCC Terhadap Modulus Reaksi Tanah Dasar Modulus reaksi tanah dasar merupakan perbandingan antara tekanan terhadap penurunan. Dengan tekanan yang sama, semakin besar penurunan yang terjadi pada pelat fleksibel maka semakin kecil nilai modulus reaksi tanah dasarnya (Hardiyatmo, 2009). Berdasarkan ASTM D1196 nilai modulus reaksi tanah dasar

pada tanah tanpa diperkuat kolom adalah sebesar 6,4 × N/mm3, tanah yang

diperkuat oleh kolom T-Shape L50 adalah sebesar 7.04 × N/mm3, dan tanah

yang diperkuat dengan kolom T-Shape L70 adalah sebesar 8 x N/mm3.

Hasil menunjukkan bahwa tanah lempung ekspansif yang diperkuat oleh kolom T-Shape L70 mempunyai nilai modulus reaksi tanah dasar 2 kali lipat lebih besar

dibandingkan dengan tanah yang diperkuat kolom T-Shape L50 dan 12 kali lipat

lebih besar dibandingakn dengan tanah tanpa kolom.

Tabel 4.1 Nilai Tekana dan Modulus Reaksi Tanah Dasar

Benda Uji Tekanan, P (N/mm2) k = P/ (N/mm3)

Tanah Tanpa Kolom 0.0008 0.00064

Tanah + Kolom T-Shape 50 0.0088 0.00704


(50)

37

F. Kadar Air Setelah Pengujian

Kadar air setelah pengujian diambil dari setiap drum uji dengan ke dalaman pengambilan sampel adalah 0, 35, dan 70 cm. Gambar 4.14 menunjukkan bahwa kadar air untuk drum uji berisi tanah tanpa diperkuat kolom pada kedalam 0, 35, dan 70 cm berturur-turut adalah 81%, 70%, dan 76%. Kadar air untuk drum uji berisi tanah yang diperkuat kolom T-Shape L 70 cm adalah 67%, 58%, dan 62%.

Selanjutnya, kadar air untuk drum uji yang diperkuat kolom T-Shape L 50 cm

berturut-turut adalah 81%, 72%, dan 76%. 0

2 4 6 8 10 12 14

0 5 10 15 20 25 30

P

enurun

a

n

(m

m

)

Tekanan (kPa)

Tanah + Kolom T-Shape 50 cm Tanah Tanah + Kolom T-Shape 70 cm Gambar 4.13 Hubungan Penurunan dengan Tekanan ditengah


(51)

0.00

35.00

70.00

55 60 65 70 75 80 85

Kedal

am

an

(

cm

)

Kadar (%)

tanah tanpa kolom kolom T-Shape 70 cm kolom T-Shape 50 cm


(52)

39 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Semakin panjang kolom T-shape maka daya dukung tanah lempung

ekspansif semakin meningkat. Terbukti deformasi pengembangan dan

pembebanan pada kolom T-shape panjang 70 cm lebih kecil daripada

kolom T-shape dengan panjang 50 cm.

2.

Kolom T-shape sangat berpengaruh terhadap deformasi pelat fleksiglass di

atas tanah ekspansif. Untuk deformasi pengembangan, pelat fleksiglass

dengan perkuatan kolom T-shape mengalami deformasi pengembangan

yang lebih kecil daripada deformasi pengembangan tanpa diperkuat oleh

kolom T-shape. Untuk deformasi pembebanan pelat fleksiglass dengan

perkuatan kolom T-shape mengalami penurunan yang lebih kecil daripada deformasi pembebanan tanpa diperkuat oleh kolom T-shape.

3.

Hasil dari modulus reaksi subgrade menurut ASTM D1196 menunjukkan

bahwa tanah lempung ekspansif yang diperkuat oleh kolom T-Shape L70

mempunyai nilai modulus reaksi tanah dasar 2 kali lipat lebih besar

dibandingkan dengan tanah yang diperkuat kolom T-Shape L50 dan 12

kali lipat lebih besar dibandingakn dengan tanah tanpa kolom.

B. Saran

1. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan lebih banyak variasi panjang

pada kolom T-shape.

2. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan beban yang lebih besar dari 140

kg.

3. Media pengujian bisa dilakukan dengan menggunakan tempat yang lebih


(53)

(54)

xiv

DAFTAR PUSTAKA

Agrina, Dwi. (2016), The Behaviour of the Unconfined Compressive Strength of

the SiCC Mortar Improved Clays at Optimum-Wet Moisture Content. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Apriono, A. & Sumiyanto. (2010). Pengaruh Variasi Diameter Kolom Kapur

untuk Stabilisasi Lempung Lunak pada Tinjauan Nilai Indeks Pemampatan Tanah (Cc). Jurusan Teknik Sipil Universitas Jendral Soedirman.

ASTM D1196, Standard Test Method for Nonrepetitive Static Plate Load Test of Soils and Flexible Pavement Component, for Use in Evaluation and Design of Airport adn Highway Pavements.

Budi, G. S. (2003), Penyebaran Kekuatan Dari Kolom Yang Terbuat Dari Limbah Karbit dan Kapur. Dosen Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Petra.

Diana, W., Hardiyatmo, H.C., Suhendro, B. (2016), Pemodelan Kecil dan Analisis Numeris Sistem Pelat Terpaku Pada Tanah Ekspasif. Jurnal Seminar Nasional Geoteknik 2016 HATTI, pp : 129-136.

Diana, Willis, 2015, Experimental Study on Expansive Soil: The Effect of Pile

Installation on Slab Heave, The 10th International Forum on Strategic

Technologi, Universitas Gadjah Mada, Indonesia

Hardiyati, S. (2003). Studi Potensi Mengambang dan Kekuatan Tanah Lempung

Ekspansif Dengan dan Tanpa Kapur Akibat Siklus Berulang Basah-Kering. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Hardiyatmo, H.C., (2009), Metode Hitungan Lendutan Pelat dengan Menggunakan Modulus Reaksi Tanah Dasar Ekivalen untuk Struktur Pelat Fleksibel, Dinamika TEKNIK SIPIL, Vol. 9 (2), 2009, pp. 149-154

Makarat, N. E. (2010). Effects of Calcium Carbide Residue–Fly Ash Binder on


(55)

xv

Tanah Lunak Dengan Perkuatan Kolom Kapur di Laboratorium. Jurnal Dinamika Teknik Sipil Vol. 10 No. 3 pp : 202-207.

Muntohar, & Nugraha, R. A. (2014), Pengaruh Pembesaran Kepala Kolom

BentuK T-Shape Pada Sistem Fondasi Jalan Raya Terhadap Deformasi Akibat Pengembangan Tanah Ekspansif. Prosiding Seminar Nasional TeKniK Sipil XI – 2015 pp : 749 – 757.

Muntohar, (2003), “Lime-column in expansive soil: A study on the compressive

strength”, Proceeding the 1st International Conference on Civil Engineering, 1-3 October 2003, Malang, East Java.

Nugroho, F.K. (2014), Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung Dengan Perkuatan

Kolom Mortar SiCC. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

SNI 06-6867-2002, Spesifikasi Abu Terbang dan Pozolan Lainnya Untuk

Digunakan Dengan Kapur.

Widhiarto, H., Andriawan, A. H., Matulessy, A. (2015). Stabilisasi Tanah

Lempung Ekspansif Dengan Menggunakan Campuran Abu-Sekam dan Kapur. Fakultas Teknik, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.


(56)

1

Pengaruh Panjang Mini Kolom

T-Shape

Terhadap Beban dan Deformasi Pelat

Fleksiglass

di atas Tanah Lempung Ekspansif

Nakosa Rafa Bimantara1 , Agus Setyo Muntohar2 , Willis Diana3 1

Mahasiswa (20120110249), 2Dosen Pembimbing I, 3Dosen Pembimbing II

ABSTRAK

Tanah lempung ekspansif adalah tanah yang memiliki sifat kembang susut yang besar dan perilakunya sangat dipengaruhi oleh kadar air. Perubahan pada kadar air yang disebabkan oleh perubahan musim menyebabkan tanah lempung mengalami perubahan pada volume yang memicu kerusakan struktur diatasnya. Jenis strutur yang sering mengalami kerusakan yaitu perkerasan jalan raya dengan tanah dasar berupa tanah ekspansif. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan perkuatan pada tanah lempung ekspansif tersebut, agar tanah menjadi lebih stabil ketika menerima beban diatasnya. Salah satu bentuk perkuatannya yaitu dengan stabilisasi tanah menggunakan teknik kolom SiCC. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh panjang mini-column T-shape SiCC terhadap beban dan deformasi pelat fleksiglass di atas tanah

lempung ekspansif. Terdapat dua tipe panjang kolom T-Shape, tipe yang pertama memiliki

panjang 70 cm dengan diameter kepala kolom 15,24 cm dan diameter bawah 5,08 cm. Tipe yang kedua memiliki panjang 50 cm dan diameter yang sama dengan tipe pertama. Perkerasan jalan

raya dimodelkan dengan menggunaan pelat fleksiglass. Kondisi tanah ekspansif dimodelkan

dengan menggunakan drum berukuran tinggi 95 cm dan diameter 54 cm. Pada bagian bawah drum diisi pasir jenuh air yang dipadatkan sampai ketebalan 20 cm, kemudian lapisan berikutnya berupa tanah lempung ekspansif yang dipadatkan sampai ketebalan 70 cm. Pengujian dilakukan dengan 3 kondisi, yang pertama pelat fleksiglass diatas tanah ekspansif tanpa perkuatan kolom T-shape, yang kedua pelat fleksiglass dengan perkuatan kolom T-shape tipe 1, dan kondisi ke tiga

pelat fleksiglass dengan perkuatan T-shape tipe 2. Hasil dari pengujian tersebut di dapatkan

bahwa tanah dengan perkuatan kolom SiCC berbentuk T-Shape dengan dimensi panjang 70 cm dan diameter 15,08 cm, memiliki nilai deformasi (pengembangan) yang paling kecil dibandingkan dengan benda uji yang lain, dengan nilai deformasi pengembangan sebesar 43,73 mm atau mengembang 6,25 % dari kondisi awal dan nilai deformasi pembebanan sebesar 7,68

cm dengan beban 140 kg. Hasil menunjukkan bahwa tanah yang diperkuat oleh kolom T-Shape

L70 mampu mengurangi defleksi yang terjadi pada pelat akibat beban mencapai 2 kali bila

dibandingkan dengan tanah yang diperkuat dengan kolom T-Shape L50 dan 12 kali bila

dibandingkan dengan tanah tanpa kolom.

Kata kunci : Tanah ekspansif, kolom SiCC, deformasi pelat fleksiglass

1. PENDAHULUAN

Salah satu penyebab kerusakan pada struktur perkerasan jalan raya adalah karena tanah dasarnya yang berupa tanah lempung ekspansif. Apabila pembangunan konstruksi jalan raya berada diatas tanah lempung ekspansif, maka diperlukan perkuatan pada tanah ekspansif tersebut agar tanah menjadi lebih stabil ketika menerima beban diatasnya.

Salah satu metode perkuatan (stabilisasi) yang dapat digunakan pada tanah lempung ekspansif adalah dengan teknik kolom. Metode ini dilakukan dengan menyemprotkan (injection) campuran kering kapur ke dalam tanah sehingga terbentuklah kolom-kolom tegak (Rogers & Glendinning, 1987). Kajian tentang penggunaan kolom-kapur atau kolom kapur/semen untuk memperkuat tanah ekspansif telah diteliti oleh Swamy (2002), Tonoz dkk. (2003), Rao dan Thyagaraj (2003), Hewayde dkk (2005) menjelaskan bahwa teknik kolom ini dapat juga dianggap seperti fondasi tiang mini (mini pile) yang berfungsi untuk mengendalikan gaya angkat dan deformasi.


(57)

2 meliputi defleksi pelat yang bekerja pada sistem fondasi.

2. METODE PENELITIAN

2.1. Material yang digunakan

Tanah

Pengujian di lakukan di Laboratorium Geoteknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tanah lempung yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pengujian berasal dari Ngawi, Jawa Timur. Sifat-sifat fisika tanah yang diigunakan seperti pada Tabel 1. Distribusi ukuran butir tanah disajikan oleh kurva pada Gambar 1.

Pasir

Pasir yang digunakan untuk membuat campuran kolom dalam penelitian ini di ambil dari Laboratorium Keairan dan Lingkungan, Universitas Muhammadiya Yogyakarta. Ukuran pasir yag digunakan adalah pasir lolos saringan No. 10 dan tertahan pada saringan No. 40.

Abu Sekam Padi

Abu sekam padi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daerah Kecamatan Godean, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dan memiliki ukuran butir 0,075 mm atau lolos saringan No.200. Abu sekam padi yang digunakan mengadung 87,68% silika.

Kapur Karbit

Kapur yang digunakan pada penelitian ini adalah kapur yang berasal darilimbah karbit dan biasanya disebut sebagai kapur karbitKapur karbit yangdigunakan berasal dari Kecamatan Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ukuran butir kapur karbit yang digunakan kurang dari 0,075 mm atau lolos saringan No.200. Unsur kimia penyusun limbah karbit yang utama adalah CaO sebanyak 60%.

Tabel 1. Karakteristik Tanah Asli

Parameter Nilai

Berat jenis, 2,654

Batas-batas Atterberg:

Batas cair, LL 94,39%

Batas plastis, 34,58%

Indek plastisitas, PI 59,81% Pemadatan Proctor standar:

Berat unit kering maksimum, MDD 12,2 kN/m

³

Kadar air optimum, OMC 27


(58)

3 2.2. Pemodelan Laboratorium

Tanah ekpansif yang digunakan dalam penelitian ditempatkan dalam tong dengan diameter 54 cm dan tinggi 95 cm, kemudian tanah dipadatkan setinggi 70 cm pada dejarat kepadatan 95% MDD dengan kondisi optimum kering. Sebelum tanah dasar dipadatkan, terlebih dahulu dimasukkan pasir ke dalam drum uji yang kemudian dipadatkan dengan tujuan untuk menyerap air di atasnya. Ketebalan pasir setelah dipadatkan adalah 20 cm.

Benda uji disiapkan dalam tiga kondisi yakni tong berisi tanah sebagai pembanding dan tong berisi tanah yang diperkuat oleh dua variasi kolom T-Shape SiCC. Dua variasi kolom T-Shape SiCC tersebut, yaitu kolom SiCC dengan panjang 70 cm dan 50 cm dengan diameter kolom 15,24 cm. Kolom SiCC dibuat dari campuran bahan abu sekam padi, limbah karbit, pasir, dan air yang kemudian dimasukkan ke dalam drum uji berisi tanah yang sudah di bor menggunakan bor manual.

2.3. Pengujian

Pengujian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pengembangan dan pembebanan. Pengujian pada tahap pertama yaitu pengujian pengembangan yang dilakukan setelah kolom SiCC berumur 14 hari. Pengujian dilakukan dengan menyiram tanah dengan air secara terus menerus sampai terendam, penyiraman air ini dilakukan selama 4 hari. Jumlah titik deformasi yang ditinjau dengan arloji ukur (dial gauge) pada pengujian ini ada 3 dial gauge, yaitu pada titik A, titik B, dan titik C. Penempatan dial gauge dalam pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.001 0.01 0.1 1 10 J um a la h P er sen L o lo s Sa ring a n ( % )

Ukuran Saringan ( mm )

Gambar 1 Kurva distribusi ukuran butir tanah yang digunakan


(59)

4 Gambar 3 Sketsa model pengujian pembebanan

Gambar 3 Pengaturan uji model laboratorium.

Pelat fleksiglass, Tebal = 0,5 cm


(60)

5

3. HASIL dan PEMBAHASAN

Dari pengujian di dapatkan dua macam data, yaitu data perilaku deformasi akibat pengembangan dan data perilaku deformasi akibat pembebanan.

3.1.Perilaku Deformasi Akibat Pengembangan

Data deformasi akibat pengembangan akan ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Berdasarkan grafik hubungan pengembangan dengan waktu di tengah pelat fleksiglass, tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm, mengalami pengembangan yang paling kecil dari ketiga kondisi, dengan nilai pengembangan maksimum sebesar 43,73 mm atau mengembang sebesar 6,25% dari kondisi awal pada waktu 11.520 menit. Sedangkan pengembangan yang paling besar terjadi pada tanah tanpa perkuatan kolom dengan pengembangan maksimum sebesar 67,09 mm atau mengembang sebesar 9,58% pada waktu 11.520 menit.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00

0.01 0.1 1 10 100 1000 10000 100000

P eng em ba ng a n (m m ) Waktu (menit)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm

Gambar 4 Hubungan Pengembangan (mm) dengan Waktu Pada Tengah Pelat Fleksiglass

Gambar 5 Hubungan Pengembangan (%) dengan Waktu di Tengah Pelat Fleksiglass 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

0.01 0.10 1.00 10.00 100.00 1,000.0010,000.00100,000.00

P eng em ba ng a n (%) Waktu (menit)


(61)

6 Berdasarkan grafik hubungan penurunan dengan beban di tengah pelat fleksiglass, di dapatkan nilai penurunan yang terkecil pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm dengan nilai sebesar 7,68 cm dengan beban maksimum 140 kg. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada tanah tanpa perkuatan kolom, karena hanya dengan beban 45 kg penurunan telah mencapai 11,84 cm. Apabila pada tanah tanpa parkuatan kolom bebannya dinaikkan sampai batas maksimum sebesar 140 kg, maka nilai penurunannya akan jauh lebih besar.

4. KESIMPULAN dan SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada pengujian pengembangan dan pembebanan pada pelat fleksiglass diatas tanah ekspansif, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Semakin panjang kolom T-shape maka daya dukung tanah lempung ekspansif semakin meningkat. Berdasarkan pada hasil pengujian deformasi pengembangan, kolom T-shape panjang 70 cm ditengah pelat fleksiglass hanya mengalami deformasi pengembangan sebesar 43,73 mm. Sedangkan pada kolom T-shape panjang 50 cm, pengembangan ditengah pelat fleksiglass mengalami deformasi pengembangan sebesar 52,86 mm. Berdasarkan pada hasil pengujian deformasi pembebanan, dengan diperkuat kolom T-shape panjang 70 cm mengalami deformasi penurunan sebesar 7,68 cm dengan beban 140 kg. Sedangkan dengan diperkuat kolom T-shape panjang 50 cm mengalami deformasi penurunan sebesar 11,12 cm dengan beban 140 kg.

2. Kolom T-shape sangat berpengaruh terhadap deformasi pelat fleksiglass diatas tanah ekspansif. Untuk deformasi pengembangan, pelat fleksiglass dengan perkuatan kolom T-shape mengalami deformasi pengambangan yang lebih kecil daripada deformasi pengembangan tanpa diperkuat oleh kolom T-shape. Data hasil pengujian menunjukan besar deformasi pengembangan dengan perkuatan kolom T-shape panjang 70 cm sebesar 43,73 mm.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

0 20 40 60 80 100 120 140 160

P enurun a n (m m ) Beban (kg)


(62)

7 Sedangkan deformasi pengembangan tanpa perkuatan kolom T-shape sebesar 67,09 mm. Untuk deformasi pembebanan pelat fleksiglass dengan perkuatan kolom T-shape mengalami penurunan yang lebih kecil daripada deformasi pembebanan tanpa diperkuat oleh kolom T-shape. Data hasil pengujian menunjukan besar deformasi pembebanan dengan perkuatan kolom T-shape panjang 70 cm sebesar 7,68 cm dengan beban 140 kg. Sedangkan deformasi pembebanan tanpa perkuatan kolom T-shape sebesar 11,48 cm dengan beban 45 kg.

4.2. Saran

1. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan lebih banyak variasi panjang pada kolom T-shape. 2. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan beban yang lebih besar dari 140 kg.

3. Media pengujian bisa dilakukan dengan menggunakan tempat yang lebih besar.

5. Daftar Pustaka

Agrina, Dwi. (2016), The Behaviour of the Unconfined Compressive Strength of the SiCC Mortar Improved Clays at Optimum-Wet Moisture Content. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Apriono, A. & Sumiyanto. (2010). Pengaruh Variasi Diameter Kolom Kapur untuk Stabilisasi Lempung Lunak pada Tinjauan Nilai Indeks Pemampatan Tanah (Cc). Jurusan Teknik Sipil Universitas Jendral Soedirman.

ASTM D1196, Standard Test Method for Nonrepetitive Static Plate Load Test of Soils and Flexible Pavement Component, for Use in Evaluation and Design of Airport adn Highway Pavements. Budi, G. S. (2003), Penyebaran Kekuatan Dari Kolom Yang Terbuat Dari Limbah Karbit dan Kapur.

Dosen Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Petra. Diana, W., Hardiyatmo, H.C., Suhendro, B. (2016), Pemodelan Kecil dan Analisis Numeris Sistem Pelat

Terpaku Pada Tanah Ekspasif. Jurnal Seminar Nasional Geoteknik 2016 HATTI, pp : 129-136. Diana, Willis, 2015, Experimental Study on Expansive Soil: The Effect of Pile Installation on Slab Heave,

The 10th International Forum on Strategic Technologi, Universitas Gadjah Mada, Indonesia Hardiyati, S. (2003). Studi Potensi Mengambang dan Kekuatan Tanah Lempung Ekspansif Dengan dan

Tanpa Kapur Akibat Siklus Berulang Basah-Kering. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Hardiyatmo, H.C., (2009), Metode Hitungan Lendutan Pelat dengan Menggunakan Modulus Reaksi Tanah Dasar Ekivalen untuk Struktur Pelat Fleksibel, Dinamika TEKNIK SIPIL, Vol. 9 (2), 2009, pp. 149-154

Makarat, N. E. (2010). Effects of Calcium Carbide Residue–Fly Ash Binder on Mechanical Properties of Concrete. Journal of Materials in Civil.

Mutohar, (2009), Mitigasi Likuifaksi Akibat Gempa Bumi Dengan Teknik Kolom Kapur – Abu Sekam Padi Pada Tanah Berpasir. Proposal Penelitian pp : 11 – 12.


(63)

8 Seminar Nasional TeKniK Sipil XI – 2015 pp : 749 – 757.

Muntohar, (2003), “Lime-column in expansive soil: A study on the compressive strength”, Proceeding the 1st International Conference on Civil Engineering, 1-3 October 2003, Malang, East Java.

Nugroho, F.K. (2014), Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung Dengan Perkuatan Kolom Mortar SiCC. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

SNI 06-6867-2002, Spesifikasi Abu Terbang dan Pozolan Lainnya Untuk Digunakan Dengan Kapur. Widhiarto, H., Andriawan, A. H., Matulessy, A. (2015). Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif Dengan

Menggunakan Campuran Abu-Sekam dan Kapur. Fakultas Teknik, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.


(1)

3

2.2. Pemodelan Laboratorium

Tanah ekpansif yang digunakan dalam penelitian ditempatkan dalam tong dengan diameter 54 cm dan tinggi 95 cm, kemudian tanah dipadatkan setinggi 70 cm pada dejarat kepadatan 95% MDD dengan kondisi optimum kering. Sebelum tanah dasar dipadatkan, terlebih dahulu dimasukkan pasir ke dalam drum uji yang kemudian dipadatkan dengan tujuan untuk menyerap air di atasnya. Ketebalan pasir setelah dipadatkan adalah 20 cm.

Benda uji disiapkan dalam tiga kondisi yakni tong berisi tanah sebagai pembanding dan tong berisi tanah yang diperkuat oleh dua variasi kolom T-Shape SiCC. Dua variasi kolom T-Shape SiCC tersebut, yaitu kolom SiCC dengan panjang 70 cm dan 50 cm dengan diameter kolom 15,24 cm. Kolom SiCC dibuat dari campuran bahan abu sekam padi, limbah karbit, pasir, dan air yang kemudian dimasukkan ke dalam drum uji berisi tanah yang sudah di bor menggunakan bor manual.

2.3. Pengujian

Pengujian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pengembangan dan pembebanan. Pengujian pada tahap pertama yaitu pengujian pengembangan yang dilakukan setelah kolom SiCC berumur 14 hari. Pengujian dilakukan dengan menyiram tanah dengan air secara terus menerus sampai terendam, penyiraman air ini dilakukan selama 4 hari. Jumlah titik deformasi yang ditinjau dengan arloji ukur (dial gauge) pada pengujian ini ada 3 dial gauge, yaitu pada titik A, titik B, dan titik C. Penempatan dial gauge dalam pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.001 0.01 0.1 1 10 J um a la h P er sen L o lo s Sa ring a n ( % )

Ukuran Saringan ( mm )

Gambar 1 Kurva distribusi ukuran butir tanah yang digunakan


(2)

4 Pengujian pada tahap kedua yaitu pengujian pembebanan yang dilakukan di atas pelat flexiglass yang berfungsi sebagai pengganti perkerasan jalan dengan diameter 25 cm dan tebal 0,5 cm. Pembebanan dilakukan secara bertahap hingga mencapai keruntuhan. Letak titik beban berada di pusat pelat fleksiglass (titik B). Pembacaan arloji dial gauge dilakukan setelah jarum pengukur bergerak secara konstan. Letak penempatan dial gauge dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sketsa model pengujian pembebanan

Gambar 3 Pengaturan uji model laboratorium.

Pelat fleksiglass,

Tebal = 0,5 cm


(3)

5 3. HASIL dan PEMBAHASAN

Dari pengujian di dapatkan dua macam data, yaitu data perilaku deformasi akibat pengembangan dan data perilaku deformasi akibat pembebanan.

3.1.Perilaku Deformasi Akibat Pengembangan

Data deformasi akibat pengembangan akan ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Berdasarkan grafik hubungan pengembangan dengan waktu di tengah pelat fleksiglass, tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm, mengalami pengembangan yang paling kecil dari ketiga kondisi, dengan nilai pengembangan maksimum sebesar 43,73 mm atau mengembang sebesar 6,25% dari kondisi awal pada waktu 11.520 menit. Sedangkan pengembangan yang paling besar terjadi pada tanah tanpa perkuatan kolom dengan pengembangan maksimum sebesar 67,09 mm atau mengembang sebesar 9,58% pada waktu 11.520 menit.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00

0.01 0.1 1 10 100 1000 10000 100000

P

eng

em

ba

ng

a

n

(m

m

)

Waktu (menit)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm

Gambar 4 Hubungan Pengembangan (mm) dengan Waktu Pada Tengah Pelat Fleksiglass

Gambar 5 Hubungan Pengembangan (%) dengan Waktu di Tengah Pelat Fleksiglass 0.00

2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

0.01 0.10 1.00 10.00 100.00 1,000.0010,000.00100,000.00

P

eng

em

ba

ng

a

n

(%)

Waktu (menit)


(4)

6

3.2.Perilaku Deformasi Akibat Pembebanan

Data hasil deformasi akibat pembebanan di tampilkan sebagai berikut :

Berdasarkan grafik hubungan penurunan dengan beban di tengah pelat fleksiglass, di dapatkan nilai penurunan yang terkecil pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm dengan nilai sebesar 7,68 cm dengan beban maksimum 140 kg. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada tanah tanpa perkuatan kolom, karena hanya dengan beban 45 kg penurunan telah mencapai 11,84 cm. Apabila pada tanah tanpa parkuatan kolom bebannya dinaikkan sampai batas maksimum sebesar 140 kg, maka nilai penurunannya akan jauh lebih besar.

4. KESIMPULAN dan SARAN 4.1. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada pengujian pengembangan dan pembebanan pada pelat fleksiglass diatas tanah ekspansif, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Semakin panjang kolom T-shape maka daya dukung tanah lempung ekspansif semakin meningkat. Berdasarkan pada hasil pengujian deformasi pengembangan, kolom T-shape panjang 70 cm ditengah pelat fleksiglass hanya mengalami deformasi pengembangan sebesar 43,73 mm. Sedangkan pada kolom T-shape panjang 50 cm, pengembangan ditengah pelat

fleksiglass mengalami deformasi pengembangan sebesar 52,86 mm. Berdasarkan pada hasil

pengujian deformasi pembebanan, dengan diperkuat kolom T-shape panjang 70 cm mengalami deformasi penurunan sebesar 7,68 cm dengan beban 140 kg. Sedangkan dengan diperkuat kolom T-shape panjang 50 cm mengalami deformasi penurunan sebesar 11,12 cm dengan beban 140 kg.

2. Kolom T-shape sangat berpengaruh terhadap deformasi pelat fleksiglass diatas tanah ekspansif. Untuk deformasi pengembangan, pelat fleksiglass dengan perkuatan kolom T-shape mengalami deformasi pengambangan yang lebih kecil daripada deformasi pengembangan tanpa diperkuat oleh kolom T-shape. Data hasil pengujian menunjukan besar deformasi pengembangan dengan perkuatan kolom T-shape panjang 70 cm sebesar 43,73 mm.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

0 20 40 60 80 100 120 140 160

P

enurun

a

n

(m

m

)

Beban (kg)

Tanah Tanpa kolom kolom L = 70 cm kolom L = 50 cm


(5)

7 Sedangkan deformasi pengembangan tanpa perkuatan kolom T-shape sebesar 67,09 mm. Untuk deformasi pembebanan pelat fleksiglass dengan perkuatan kolom T-shape mengalami penurunan yang lebih kecil daripada deformasi pembebanan tanpa diperkuat oleh kolom

T-shape. Data hasil pengujian menunjukan besar deformasi pembebanan dengan perkuatan

kolom T-shape panjang 70 cm sebesar 7,68 cm dengan beban 140 kg. Sedangkan deformasi pembebanan tanpa perkuatan kolom T-shape sebesar 11,48 cm dengan beban 45 kg.

4.2. Saran

1. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan lebih banyak variasi panjang pada kolom T-shape. 2. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan beban yang lebih besar dari 140 kg.

3. Media pengujian bisa dilakukan dengan menggunakan tempat yang lebih besar.

5. Daftar Pustaka

Agrina, Dwi. (2016), The Behaviour of the Unconfined Compressive Strength of the SiCC Mortar

Improved Clays at Optimum-Wet Moisture Content. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Apriono, A. & Sumiyanto. (2010). Pengaruh Variasi Diameter Kolom Kapur untuk Stabilisasi Lempung

Lunak pada Tinjauan Nilai Indeks Pemampatan Tanah (Cc). Jurusan Teknik Sipil Universitas

Jendral Soedirman.

ASTM D1196, Standard Test Method for Nonrepetitive Static Plate Load Test of Soils and Flexible Pavement Component, for Use in Evaluation and Design of Airport adn Highway Pavements. Budi, G. S. (2003), Penyebaran Kekuatan Dari Kolom Yang Terbuat Dari Limbah Karbit dan Kapur.

Dosen Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Petra. Diana, W., Hardiyatmo, H.C., Suhendro, B. (2016), Pemodelan Kecil dan Analisis Numeris Sistem Pelat

Terpaku Pada Tanah Ekspasif. Jurnal Seminar Nasional Geoteknik 2016 HATTI, pp : 129-136.

Diana, Willis, 2015, Experimental Study on Expansive Soil: The Effect of Pile Installation on Slab Heave,

The 10th International Forum on Strategic Technologi, Universitas Gadjah Mada, Indonesia

Hardiyati, S. (2003). Studi Potensi Mengambang dan Kekuatan Tanah Lempung Ekspansif Dengan dan

Tanpa Kapur Akibat Siklus Berulang Basah-Kering. Tesis, Program Pascasarjana Universitas

Diponegoro.

Hardiyatmo, H.C., (2009), Metode Hitungan Lendutan Pelat dengan Menggunakan Modulus Reaksi

Tanah Dasar Ekivalen untuk Struktur Pelat Fleksibel, Dinamika TEKNIK SIPIL, Vol. 9 (2),

2009, pp. 149-154

Makarat, N. E. (2010). Effects of Calcium Carbide Residue–Fly Ash Binder on Mechanical Properties of

Concrete. Journal of Materials in Civil.

Mutohar, (2009), Mitigasi Likuifaksi Akibat Gempa Bumi Dengan Teknik Kolom Kapur – Abu Sekam Padi


(6)

8 Muntohar, (2009), Uji Model Kuat Dukung dan Karakteristik Beban-Penurunan Tanah Lunak Dengan

Perkuatan Kolom Kapur di Laboratorium. Jurnal Dinamika Teknik Sipil Vol. 10 No. 3 pp :

202-207.

Muntohar, & Nugraha, R. A. (2014), Pengaruh Pembesaran Kepala Kolom BentuK T-Shape Pada Sistem

Fondasi Jalan Raya Terhadap Deformasi Akibat Pengembangan Tanah Ekspansif. Prosiding

Seminar Nasional TeKniK Sipil XI – 2015 pp : 749 – 757.

Muntohar, (2003), “Lime-column in expansive soil: A study on the compressive strength”, Proceeding the 1st International Conference on Civil Engineering, 1-3 October 2003, Malang, East Java.

Nugroho, F.K. (2014), Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung Dengan Perkuatan Kolom Mortar SiCC. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

SNI 06-6867-2002, Spesifikasi Abu Terbang dan Pozolan Lainnya Untuk Digunakan Dengan Kapur. Widhiarto, H., Andriawan, A. H., Matulessy, A. (2015). Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif Dengan

Menggunakan Campuran Abu-Sekam dan Kapur. Fakultas Teknik, Universitas 17 Agustus 1945