The Response of 10 Cassava Genotypes (Manihot esculenta Crantz) to Three Level of Liming in an Ultisol Soil Gajruk ( Typic Haplohumult)

TANGGAP 10 GENOTIPE UBIKAYU (Manihot esculenta Crank)
TERHADAP TlGA TARAF PENGAPURAN
PADA TANAH ULTISOL GAJRUK (Typic Haplohumult)

OLEH :
KARTIKA NOERWiJATl

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
KARTIKA NOERWIJATI. Tanggap 10 Genotype Ubikayu (Manihot esculenta
Crantz) terhadap Tiga Taraf Pengapuran pada Tanah Ultisol Gajruk (Typic
Haplohumulf). Dibimbing oleh FRED RUMAWAS, KOES HARTOJO dan RYKSON
SITUMORANG.
Tanggap 10 genotipe ubikayu telah dilakukan dalam penelitian dimana
tanaman ubikayu ditanam dalam polibag selama 3 bulan pada tanah masam Ultisol.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevalusai 10 genotipe ubikayu pada tanah Ultisol
dan mengidentifikasi genotipe ubikayu yang dapat digunakan sebagai sumber gen
pengendali karakter adaptif pada tanah tersebut. Penelitian ini dilakukan pada

kebun percobaan lnstitut Pertanian Bogor, pada bulan Mei sampai September 2001.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan
dua faktor. Faktor pertama adalah 10 genotipe ubikayu sebagai berikut : MLG
10073 (GI), MLG 10054 (GZ), MLG 10114 (G3), MLG 10188 (G4), MLG 10128 (G5),
MLG 10157 (G6), CMM 96025-25 (G7), CMM 95014-13a (G8), CMM 9603-190 (G9)
and Sri Gading (G10). Faktor kedua adalah tiga taraf pengapuran (0, 10, dan 20
tonlha). Pupuk yang digunakan dalam percobaan ini adalah NPK (5 glpolibag) dan
urea (2,5 glpolibag).
Tanah Ultisol Gajruk (Typic haplohumult) pada kondisi alaminya tergolong
tanah yang miskin hara utama, khususnya N, P dan K, sedangkan kandungan hara
mikro tertentu, khususnya Al dan Zn tergolong tinggi. Pengapuran dengan dosis 10
hingga 20 ton per hektar secara nyata dapat mengendalikan aluminium dan
selanjutnya dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif awal tanaman ubikayu dan
meningkatkan efisiensi hara, tetapi tidak berpengaruh terhadap hasil umbi pada
umur tiga bulan setelah tanam. Genotipe ubikayu yang diuji tidak mengalami gejala
keracunan aluminium pada tingkat kejenuhan aluminium 82,7% di awal
pertumbuhannya, sehingga ketderanan ubikayu terhadap aluminium tidak dapat
digunakan sebagai kriteria seleksi tanaman ubikayu pada tanah Ultisol. Diharapkan
nilai rasio efisiensi unsur hara dapat digunakan sebagai kriteria seleksi tanaman
ubikayu pada tanah Ultisol. Diantara genotipe yang diuji, G1 (MLG 10073)

merupakan genotipe yang paling tinggi dalam akumulasi berat kering pada tajuk,
paling efisien dalam memanfaatkan unsur hara yang diserap dan mempunyai nilai
indeks toleransi berat kering tajuk paling tinggi (1,34 pada KO dan 1, 277 pada K l ) .
G8 (CMM 95014-13a) merupakan genotipe yang paling tinggi dalam akumulasi
berat kering pada umbi dan mempunyai nilai indeks toleransi berat kering umbi
paling tinggi (1,510 pada KO dan 1,537 pada Kl), namun paling tidak efisien dalam
memanfaatkan unsur hara yang diserap. G10 (Sri Gading), genotipe lokal dari lahan
petani dengan jenis tanah Ultisol, mempunyai akumulasi berat kering akar dan nilai
indeks toleransi berat kering akar paling tinggi (1,527 pada KO dan 1,510 pada K l ) .

ABSTRACT
KARTIKA NOERWIJATI. The Response of 10 Cassava Genotypes (Manihot
esculenta Crantz) to Three Level of Liming in an Ultisol Soil Gajruk (Typic
Haplohumult). Under the direction of FRED RUMAWAS, KOES HARTOJO and
RYKSON SITUMORANG
The response of 10 cassava genotypes was studied in an experiment in
which they were grown in polybag for 3 months in an acid Ultisol soil. This research
was undertaken to evaluate of 10 cassava genotypes in an Ultisol soil and to i d e n t i
cassava genotype that can used as source of gene that control adaptive character in
this soil. This research was performed in field experiment of Bogor Agriculture

Institute, on Mei until September 2001. The experimental designed used was
Randomized Complete Block Designed with two factors. The first factor was 10
cassava genotypes as follows : MLG 10073(G1), MLG 10054 (G2). MLG 10114
(G3), MLG 10188 (G4), MLG 10128 (G5), MLG 10157 (G6), CMM 96025-25 (G7),
CMM 95014-13a (G8). CMM 9603-190 (G9) and Sri Gading (GlO). The second
factor was three level of liming (0, 10 and 20 tonlha). The fertilizer in this study were
NPK (5 glpolibag) and urea (2,5 glpolibag)
The Ultisol soil of Gajruk (Typic haplohumult) in natural condition was belong
to soil that had poor macro nutrient particularly N, P and K, whereas content of
certain micro nutrient particularly Al and Zn were high. Lime application, dose 10 to
20 ton per hectare, could control aluminium and increased vegetative growth on
early growth of cassava plant and increased nutrient efficiency ratio, but it was not
effect to tuber yield on three month after planting. The cassava genotype that
tested in this study was not showed symptom aluminium toxicity at 82,7% aluminum
saturation on early growth, so cassava tolerance to aluminium couldn't use as
selection criteria of cassava plant in Ultisol soil. Nutrient efficiency ratio, hoped,
could use as selection criteria of cassava plant in Ultisol soil. The genotype MLG
10073 (Gl) had highest shoot dry matter, the most efficient utilizer of the absorbed
nutrient and highest tderance index of shoot dry matter. CMM 95014-13a (G8) had
highest tuber dry matter and tolerance index of tuber dry matter, however, G8 was

the most inefficient utilizer of the absorbed nutrient. Sri Gading (GlO), local
genotype collected from farmer's field in Ultisol soil Gajruk, had highest root dry
matter and highest tolerance index of root dry matter. In general, liming application
could improve cassava growth and increased nutrient efficiency, but it was not effect
to tuber yield.

SURAT PERNYATRAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul

TANGGAP 10 GENOTIPE UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) TERHADAP
TlGA TARAF PENGAPURAN PADA TANAH ULTISOL GAJRUK (Typic
Haplohumult)
adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2002

Kartika Noerwijati
NRP. 99066


TANGGAP 10 GENOTIPE UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)
TERHADAP TlGA TARAF PENGAPURAN
PADA TANAH ULTISOL GAJRUK (Typic Haplohumult)

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronorni

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis
Nama
NRP
Program Studi

: Tanggap 10 Genotipe Ubikayu (Manihot esculenta Crantz)

terhadap Tiga Taraf Pengapuran pada Tanah Ultisol Gajruk
( Typic Haplohumult)
: Kartika Noerwijati
: 99066
: Agronomi

Menyetujui,

Dr. Ir. Fred Rumawas. M.Sc
Ketua

X

/

Dr. Ir. Koes Ha oio, MS
Anggota

Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorana, MS
Anggota


Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Agronomi

EL,
Dr. Ir. Hairial Aswidinnoor, M.Sc
Tanggal Lulus : 20 Desember 2002

r Program Pascasarjana

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah, pada tanggal 10 Mei 1972
sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Nadim dan Ibu
Maryati. Tanggal 17 Agustus 2000 Penulis menikah dengan Ir. R. Budiono dan pada
tanggal 1 Desember 2001 dikaruniai seorang putri yaitu Putri Fauzatun Nadhira.
Penulis menyelesaikan pendidikan SD Negeri 1 Klampok Banjarnegara pada
tahun 1985, SMP Negeri 1 Purwareja-Klampok Banjarnegara pada tahun 1988, dan
SMA Negeri 1 Purwokerto pada tahun 1991.

Tahun 1991 Penulis diterima di


Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Punrvokerto dan gelar Sarjana
Pertanian diperoleh pada tahun 1997.
Tahun 1998 Penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil pada instansi
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang, Jawa Timur,
sebagai staf peneliti pada kelompok peneliti Pemuliaan Tanaman. Selanjutnya pada
tahun 1999 Penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana lnstitut Pertanian
Bogor program studi Agronomi dengan sponsor ARMP-I1 Badan Litbang Pertanian.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SVVT atas segala karunia
dan pertolongan-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Tanggap 10 Genotipe
Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) terhadap Tiga Taraf Pengapuran pada Tanah
Ultisol Gajruk (Typic Haplohumult) berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Mei sampai September 2001.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Fred
Rumawas, MSc, Bapak Dr. Ir. Koes Hartojo, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Rykson
Situmorang, MS selaku komisi pembimbing yang telah mengarahkan penulis dalam
penyusunan karya ilmiah ini. Penulis sampaikan pula penghargaan kepada Bapak
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian serta Bapak Kepala Balai

Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang yang telah
memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program
pascasarjana di lnstitut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih tidak lupa pula

penulis sampaikan kepada rekan-rekan yang telah membantu selama pelaksanaan
penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Dan kepada suami tercinta (R. Budiono)
terima kasih yang tak terhingga atas doa, dorongan dan dukungan baik moril
maupun material. Putriku tercinta (Putri Fauzatun Nadhira), Bapak dan ibu di
Banjarnegara, Mba Menik dan Sari di Semarang, Mas Gogo di Bandung, Bapak dan
ibu mertua serta kakak dan adik ipar di Malang, terima kasih atas dukungan, kasih
sayang serta doanya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada pihakpihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.
Semoga

karya

ilmiah

ini


dapat

memberi

manfaat

bagi

yang

membutuhkannya.

Bogor, Desember 2002
Kartika Noerwijati

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ..............................................................................


ix

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................... .............

xii

PENDAHULUAN .............................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
Biologi Tanaman Ubikayu ...............................................................
Karakteristik Tanah Uttisol ..............................................................
Pertumbuhan Tanaman Ubikayu Pada Tanah Ultisol ...........................
Usaha Pemuliaan Tanaman di Lahan Marginal ...................................

6
6
9
11
14

BAHAN DAN METODE .....................................................................
Tempat dan Waktu Percobaan ..........................................................
Metode Percobaan ..........................................................................
Pelaksanaan Percobaan ..................................................................
Pengamatan .................................................................................

17
17
17
19

HASlL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
Gambaran Umum .........................................................................
Potensi Genotipe Ubikayu ..............................................................
Pengaruh Pengapuran ...................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................

20
24
24

31
44

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil analisis tanah Ultisol Gajruk (Typic Haplohumulf) lapisan permukaan (Top soil) .......................................................................

25

2. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap parameter
pertumbuhan dan hasil umbi tanaman ubikayu umur 3 bulan............

28

3. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi
unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun ubikayu umur 3 bulan.....

29

4. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap rasio
efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn ......................................

29

5. Hasil anaiisis ragam (nilai F) rasio efisiensi unsur hara pada masingmasing taraf pengapuran............................................................

30

6. Hasil analisis ragam (nilai F) nilai indeks toleransi pertumbuhan dan
hasil umbi tanaman ubikayu umur 3 bulan pada KO (tanpa pengapuran)
dan K1 (pengapuran 10 tonlha)....................................................

30

7. Pertumbuhan dan hasil umbi 10 genotipe ubikayu umur 3 bulan pada
tanah Ultisol Gajruk...................................................................

32

8. Konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun 10 genotipe

ubikayu umur 3 bulan...............................................................

36

9. Klasifikasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun 10 genotipe
ubikayu umur 3 bulan menurut Howeler (1996)..............................

37

10. Rasio efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn dari 10 genotipe
ubikayu umur 3 bulan................................................................

39

11. Rasio Efisiensi (RE) unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn dari genotipe
ubikayu yang paling efisien (E) dan tidak efisien (I) pada masingmasing taraf pengapuran............................................................

40

12. lndeks toleransi (IT) berat kering tajuk, akar dan umbi pada taraf KO
dan K1....................................................................................

43

13. Pengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan dan hasil umbi tanaman
ubikayu umur 3 bulan...............................................................

45

14. Pengaruh pengapuran terhadap konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe
dan Zn pada daun tanaman ubikayu umur 3 bulan..........................

48

15. Klasifikasi konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada
daun tanaman ubikayu umur 3 bulan di 3 taraf pengapuran... ... ... ... .
16. Pengaruh pengapuran terhadap nilai rasio efisiensi unsur N, P,
K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada tanaman ubikayu umur 3 bulan... ... ... ... .

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Penampilan di lapang dari genotipe-genotipe ubikayu yang diuji
pada umur 3 bulan ...............................................................

2. Penampilan genotipe GI, G2 dan G4, merupakan genotipe yang
mempunyai akumulasi berat kering tajuk paling tinggi ...............
3. Penampilan Sri Gading (GI O), genotipe dengan berat kering akar
tertinggi.............................................................................
4. Penampilan genotipe G8, G7 dan G3, merupakan genotipe yang
mempunyai berat kering umbi paling tinggi ..............................

5. Penampilan G9, genotipe dengan panjang umbi terpanjang........
6. Berat kering tajuk (A) dan tinggi tanaman ubikayu (B) umur 3 bulan
pada beberapa taraf pengapuran.............................................

7. Jumlah buku batangl20 cm tanaman ubikayu umur 3 bulan pada
beberapa taraf pengapuran.....................................................
8. Panjang umbi tanaman ubikayu umur 3 bulan pada beberapa
taraf pengapuran.................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Hasii analisis sidik ragam parameter-parameteryang diamati... ... ... .......

61

2. Klasifikasi konsentrasi unsur hara dalam daun ubikayu paling muda yang
telah mengembang penuh pada umur 3-4 bulan setelah tanam,
berkaitan dengan status unsur hara tanaman (Howeler 1996)... ... ...... ..

72

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil
kalori penting di daerah tropik. Tanaman ubikayu ini dapat membentuk karbohidrat
dengan efisien. Dalam Widodo et a/. (1993) disebutkan bahwa tanaman ubikayu
merupakan penghasil bahan pangan ketiga terbesar setelah padi dan jagung di
Indonesia.

Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Lampung

merupakan penghasil utama ubikayu di Indonesia.
Rata-rata hasil ubikayu di lndonesia masih sangat rendah yaitu 12,3 ton per
hektar pada tahun 1999 (BPS 1999), walaupun telah banyak hasil penelitian yang
menyatakan bahwa produktivitas ubikayu dapat mencapai 40 ton per hektar (Cock
1985).

Produksi ubikayu di lndonesia berfluktuasi antar waktu.

Badan Pusat

Statistik (1997a) menyatakan bahwa produksi ubikayu di lndonesia sebesar
17.285.235 ton (tahun 1993), 15.134.232 ton (tahun 1994), 15.441.481 ton (tahun
1995), 17.002.455 tan (tahun 1996) dan 15.134.021 ton (1997).

Badan Pusat

Statistik (1999) mencatat produksi ubikayu pada tahun 1998 sebesar 14.696.200 ton
dan pada tahun 1999 sebesar 16.346.700 ton.
menyatakan

bahwa

ragarn

produksi

ubikayu

Badan Pusat Statistik (1997b)
tersebut

disebabkan

oleh

berfluktuasinya luas panen di Jawa maupun luar Jawa dan sebagian besar ubikayu
dibudidayakan di lahan marginal sehingga produktivitasnya rendah.
Meskipun ubikayu merupakan penghasil kalori penting di daerah tropik, nilai
ekonorni ubikayu masih sangat rendah. Di lndonesia pemanfaatan ubikayu belum
optimal.

Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomi ubikayu, sekarang ini ada

kecenderungan untuk memanfaatkan ubikayu sebagai bahan mentah berbagai

industri makanan dan juga untuk industri lainnya (Bokanga 1998).

Ubikayu

sekarang juga telah dimasukkan dalam pemasaran modern dan permintaan ubikayu
semakin meningkat untuk keperluan industri.

Berbagai industri makanan yang

memanfaatkan ubikayu sebagai bahan baku diantaranya adalah industri kue, kecap,
krupuk, penyedap rasa dan mie.

Sedangkan industri non-makanan yang

memanfaatkan ubikayu sebagai bahan baku diantaranya adalah industri pakan
ternak, tekstil, farmasi, kertas, dan kimia (Anonim 1994). Pati dari umbi ubikayu dan
turunannya seperti dekstrin, glukosa dan fruktosa telah menjadi produk andalan dari
agro-industri ubikayu (Bokanga 1998).
Karena sebagian besar ubikayu di tanam di lahan marginal terutama tanah
Ultisol (Poespodarsono dan Widodo 1993, Poespodarsono 1996, BPS 1997b),
sehingga produktivitasnya rendah (BPS 1997b), adanya peningkatan fungsi ubikayu
(Anonim 1994, Munyikwa 1997, Bokanga 1998), dan terjadinya pergeseran pola
penanaman ubikayu dari skala kecil untuk konsumsi segar ke skala besar untuk
keperluan industri (Kawano et a/. 1998), maka perlu dirakit kultivar ubikayu yang
toleran pada kondisi lahan marginal terutama tanah Ultisol. Menurut Poespodarsono
dan Widodo (1993) hingga saat ini belum tersedia varietas unggul ubikayu yang
khusus dikembangkan untuk tanah Ultisol.
Lahan ultisol yang bersifat masam mendominasi lahan kering yang ada di
Indonesia (Jagau 2000). Menurut Sanchez dan Salinaz (1981), luas areal tanah
Ultisol di wilayah Asia tropik menduduki peringkat pertama yaitu 286.10~hektar. Di
Indonesia, seperti dikemukakan oleh Rochayati et a/. (1986), program perluasan
pertanaman untuk meningkatkan produksi sebagian besar dilakukan pada lahan
jenis ini.

Tanah Ultisol banyak mempunyai kendala fisik maupun kimia yang
menghambat pertumbuhan tanaman. Namun demikian jika dilakukan penanganan
dengan baik, tanah Ultisol dapat menjadi tanah yang paling produktif di dunia
(Sanchez dan Salinas 1981, Fanning dan Fanning 1989, Miller dan Donahue 1990).
Kendala tanah Ultisol yang menonjol adalah kandungan aluminium dapat ditukar
tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan akar sehingga akar tidak efisien dalam
menyerap air dan unsur hara.

Kendala tanah Ultisol dapat diatasi dengan

pemupukan dan pengapuran (Sanchez dan Salinas 1981, Rochayati et a/. 1986, Didi
et a/. 1986). Namun pendekatan ini memerlukan biaya yang relatif mahal (high
input). Sehingga dipilih alternatif lain yaitu penanganan tanah dengan masukan

rendah (low-input soil managemenf). Dalam ha1 ini ada tiga prinsip yang dapat
dimasukkan yaitu ( 1 ) mengadaptasikan tanaman pada kendala tanah yang ada, (2)
memaksimalkan hasil per unit jika dilakukan penambahan input dan (3)
memanfaatkan keuntungan dari sifat tanah masam yang ada (Sanchez dan Salinas
1981).

Pembentukan atau perbaikan suatu varietas untuk adaptasi terhadap tanah
masam memerlukan adanya keragaman genetik karakter adaptasi pada tanah
masam (Jagau 2000). Karena saat ini belum tersedia kultivar unggul ubikayu yang
adaptif pada tanah Ultisol maka tahap awal yang hams dilakukan adalah menyeleksi
koleksi plasma nutfah ubikayu yang ada untuk sifat toleransi terhadap lingkungan
berkendala terutama pada lahan Ultisol yang banyak mendominasi pertanaman
ubikayu di Indonesia. Kultivar ubikayu yang terseleksi selanjutnya dapat digunakan
sebagai tetua persilangan dalam perbaikan kultivar ubikayu melalui metode
pemuliaan tanaman.

Program pemuliaan ubikayu di Indonesia secara umum bertujuan untuk
merakii varietas berumbi manis dan pahit dengan karakter : hasil tinggi, indeks
panen tinggi, kadar pati tinggi, toleran terhadap hama dan penyakii utama, tidak
bercabang intensif, bentuk umbi bagus, toleran pada kondisi tanah dan iklim
tertentu, dan berumur genjah
Cukup banyak karakter harapan yang harus dimiliki oleh varietas yang
diinginkan. Hal ini memberi isyarat bahwa pencapaian tujuan tersebut memerlukan
waktu dan usaha yang banyak, sekaligus memberikan gambaran keberhasilannya.
Hershey (1987) menyatakan bahwa prospek kegiatan pemuliaan tanaman
berbanding terbalik dengan banyaknya karakter yang harus dirakit. Oleh karena itu
pencapaian tujuan secara bertahap perlu dilakukan. Perakian varietas unggul yang
spesifik lingkungan atau lokasi tertentu harus lebih diprioritaskan dan sekaligus
merupakan mata rantai yang lebih hulu dalam upaya perakiian varietas unggul
beradaptasi luas. Seperti yang dikemukakan oleh Tigerstedt (1994) bahwa pada
spesies margin, adaptasi merupakan kepentingan utama sedangkan hasil
merupakan prioritas kedua. Mengingat ubikayu merupakan tanaman yang banyak
dibudidayakan di lahan Ultisol maka perakiian varietas unggul ubikayu yang
beradaptasi terhadap karakteristik tanah Ultisol merupakan salah satu wntoh
pencapaian tujuan tersebut.
Perakitan varietas yang adaptif hanya mungkin dilakukan apabila tersedia
sumber karakter adaptif yang diperiukan dan karakter adaptif tersebut dapat
diwariskan.

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk :
1.

Mengkaji tanggap 10 genotipe ubikayu pada tanah Ultisol.

2.

Mengidentifikasi genotipe ubikayu yang dapat digunakan sebagai sumber
karakter yang diperlukan dalam upaya merakit varietas unggul yang adaptif
pada tanah Ultisol.

Hipotesis Percobaan
1.

Terdapat banyak perbedaan dan jenis karakter yang mencirikan adaptasi
terhadap tanah Ultisol diantara genotipe ubikayu yang berbeda.

2. Ekspresi karakter yang mencirikan adaptasi lebih mudah dideteksi pada kondisi
yang diperbaiki secara agronomi daripada kondisi alaminya.

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Tanarnan Ubikayu
Ubikayu

(Manihot

esculenfa

Crantz)

merupakan

anggota

kelas

Dikotiledoneae dan terrnasuk anggota famili Euphorbiaceae. Seperti kebanyakan
anggota famili Euphorbiaceae yang lain, ubikayu mempunyai laticifer dan
menghasilkan lateks. Tanaman ubikayu normal mempunyai jumlah kromosom 2n =
36. Tanaman ini berasal dari Brasil dan kemudian tersebar luas ke berbagai bagian

dunia. Sekarang ini ubikayu banyak dibudidayakan di daerah tropik (Onwueme
1978).

Karakter morfologi (bentuk dan ukuran) daun, tinggi tanaman, warna petiole,
bentuk dan wama kulit atau daging umbi, umur masak umbi, hasil dan kandungan

cyanogenic glucoside pada umbi dapat digunakan untuk membedakan antar klon
ubikayu (Norman et a/. 1995). Tanaman ubikayu terdiri dari sekiar 100 kultivar yang
bervariasi karaktemya.
Tinggi batang tanaman ubikayu dapat mencapai 4 meter. Warna permukaan
batang bervariasi, antara lain hijau, kemerahan, keabu-abuan dan kecoklatan. Jarak
antar buku dan bentuk percabangan juga bervariasi diantara kultivar. Daun ubikayu
tersusun spiral pada bagian nodal batang. Panjang petiole daun antara 5

- 30 cm,

umumnya petiole lebih panjang daripada lamina. Jumlah lobus lamina antara 5

-7

atau 3 - 9. Jumlah lobus lamina ini dapat bervariasi antara daun berbeda pada
tanaman yang sama. Lamina mempunyai panjang antara 4 - 20 cm dan lebar antara
1 - 6 cm. Biasanya di permukaan lamina tidak terdapat bulu daun. Pada daun yang

sangat rnuda, warna lamina bisa ungu atau hijau, tetapi pada daun dewasa, hijau
merupakan warna lamina yang dominan.

Pada beberapa kultivar, warna tulang

daun dari setiap lamina dan petiole adalah merah tetapi ada pula yang hijau
(Onwuerne 1978).
Ubikayu merupakan tanaman monoecious, bunganya uniseksual dimana
bunga jantan dan bunga betina terletak pada tanaman yang sama. Bunga ubikayu
rnuncul di ujung panikel dan setiap panikel terdiri dari bunga jantan dan betina.
Bunga betina mempunyai ukuran lebih besar daripada bunga jantan. Setiap bunga
baik jantan maupun betina mempunyai sepal dan tidak rnernpunyai petal. Bunga
jantan mempunyai 10 stamen yang tersusun dalam 2 lingkaran dimana setiap
lingkaran terdiri dari 5 stamen. Bunga betina mernpunyai sebuah ovari dengan 10
lobe glandular. Ovari mempunyai 3 lokus, 6 ridge dan panjangnya 3 - 4 cm. Bunga
betina membuka terlebih dulu, sedangkan bunga jantan membuka sampai satu
minggu kemudian, sehingga yang terjadi adalah penyerbukan silang. Setelah terjadi
penyerbukan, ovari akan membentuk buah rnuda dan membutuhkan waktu 3

-

5

bulan untuk masak (Onwueme 1978).
Tanarnan ubikayu mernpunyai sistern akar serabut dan beberapa akar
membentuk umbi melalui proses penebalan sekunder.

Akar dapat menembus

sampai kedalarnan 50 - 100 crn. Panjang umbi yang terbentuk sekitar 15 - 100 crn.
Berat urnbi dapat mencapai 0,5 - 2 kg tergantung varietas dan kondisi lingkungan.
Sudut dan kedalarnan penetrasi urnbi, sepetti juga warna perrnukaan kulit urnbi,
merupakan karakterstik kultivar, meskipun coklat adalah warna perrnukaan kulit
urnbi yang umurn.

Distribusi akar dan umbi pada tanaman juga rnerupakan

karakteristik kultivar (Onwueme 1978). Jumlah umbi yang terbentuk berkisar antara
5 - 9 umbi. Daun dan jaringan parenkim urnbi serta feloderrn urnbi mengandung

HCN dengan kisaran antara 10

-

370 mg HCN per kg umbi.

Berdasarkan

kandungan cyanogenic glucoside atau sering pula disebut kandungan HCN,

tanaman ubikayu dapat dibagi menjadi dua yaitu ubikayu berumbi manis
(mempunyai kandungan HCN yang rendah terutama pada jaringan felodenn umbi)
dan ubikayu berumbi pahit (mernpunyai kandungan HCN tinggi yang tersebar
diseluruh umbi). Lebih lanjut dikernukakan ubikayu juga dapat dibagi menjadi dua
macam berdasarkan umur rnasak umbi yaitu tipe berumur pendek (rnasak dalam 6 11 bulan dan biasanya rnerupakan ubikayu berumbi manis) dan tipe berumur
panjang (rnasak dalam waktu >11 bulan dan biasanya rnerupakan ubikayu berumbi
pahit) (Norman et a/. 1995).
Secara umum ubikayu berumbi rnanis cenderung mempunyai waktu
pertumbuhan yang pendek, umbinya masak dalam waktu 6

- 9 bulan, dan rusak

dengan cepat jika tidak dipanen dengan segera setelah masak.
ubikayu pahit membutuhkan waktu 12

-

Di lain pihak,

18 bulan untuk rnasak, dan tidak akan

mengalami kerusakan secara serius jika tidak dipanen selama beberapa bulan
setelah masak (Onwueme 1978).
Kondisi optimum untuk perturnbuhan ubikayu adalah ternperatur yang hangat
(25 - 29 "C). Pertumbuhan akan terhenti apabila temperatur kurang dari 10 "C dan
hasil akan berkurang jika temperatur di atas 29 "C. Curah hujan optimum adalah
sekitar 100 - 150 cm. Kondisi tanah lempung berpasir dengan kesuburan sedang
memberikan hasil terbaik, tetapi kultivar ubikayu dapat turnbuh pada tanah liat berat
dengan pH 8'9 sampai dengan tanah pasir atau laterite dengan pH 5 - 5,5. Ketika
tumbuh pada tanah liat, tanaman ubikayu menghasilkan batang dan pertumbuhan
daun yang lebih banyak dibandingkan akar dan banyak kultivar memberikan hasil
yang rendah.

Tanah salin dan rawa tidak cocok untuk pertumbuhan ubikayu.

Ubikayu dapat toleran pada tanah dengan kesuburan yang rendah, khususnya jika
akar dapat menembus kedalaman 40 - 60 cm.

Karakteristik Tanah Uttisol
Tanah Ultisol sebagian besar terdapat di daerah humid, pada temperatur
tropik sampai subtropik (temperatur rata-rata > 8

OC).

Tingginya temperatur dan

kelembaban udara meningkatkan dekomposisi bahan organik dan pelepasan hara
berlangsung cepat. Energi matahari dan curah hujan yang tinggi di daerah tropik
menyebabkan tanah menjadi reaktif dan tingkat erosi tinggi sehingga tanah Ultisol
mudah tercuci. Karena proses pencucian dalam jangka panjang maka tanah Ultisol
mempunyai tingkat kesuburan alam yang rendah dan semakin tinggi tingkat
pencucian akan meningkatkan kemasaman tanah. Sehingga biasanya tanah Ultisol
mempunyai kandungan unsur N, P, K, Ca, Mg, Zn dan S yang rendah, keracunan
aluminium serta fiksasi unsur P yang tinggi.

Horison tanah Uitisol seringkali

kelihatan gelap karena mengandung humus (Sanchez dan Salinas 1981, Kilmer dan
Hanson 1982, Miller dan Donahue 1990, Subowo eta/. 1990). Namun demikian sifat
fisik tanah Ultisol banyak yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman (Kilmer dan
Hanson 1982).
Di

Indonesia terutama

di

Sitiung

(Sumatera

Barat)

dan

Gajruk

(Rangkasbitung), tanah Ultisol biasanya sangat masam dengan tingkat kejenuhan
aluminium yang tinggi, pH antara 4

-

5, kandungan bahan organik, nitrogen,

phosphorus dan kation dasar adalah rendah (Kasim et a/. 1995, Harijatmiko 1996).
Kandungan aluminium yang tinggi pada tanah masam diketahui dapat meracuni
tanaman dengan pH tanah yang rendah. Pengaruh paling penting dari keracunan
aluminium adalah membatasi perlumbuhan akar. Akar menjadi tidak efisien dalam
penyerapan air dan nutrisi (Foy 1983).

Menurut Miller dan Donahue (1990), tanah-tanah yang sangat masam tidak
produktif bagi kebanyakan tanaman. Pada tanah yang sangat masam, mayoritas
tanaman menjadi berkurang produksinya dibandingkan potensi hasil yang
sebenarnya.

Hal ini disebabkan beberapa ha1 yaitu : keracunan aluminium,

keracunan mangan, keracunan besi (pada beberapa jenis tanah), defisiensi kalsium,
defisiensi magnesium, defisiensi molibdenum, serta defisiensi nitrogen, phosphor,
dan sulfur karena dekomposisi bahan organik yang sangat lambat.
Dengan tingkat managemen yang tinggi, tanah Ultisol dapat menjadi tanah
yang produktif di dunia. Tanah Ultisol terletak di daerah bebas serangan frost untuk
jangka waktu yang lama dan juga terletak di daerah basah dengan curah hujan yang
cukup bagi pertumbuhan tanaman serta mempunyai daya simpan atau cadangan air
yang cukup untuk irigasi. Namun demikian cadangan nutrisinya rendah sampai
sedang. Untuk itu pemupukan dan pengapuran diperlukan pada budidaya tanaman
untuk mendapatkan hasil sedang

-

tinggi.

Hasil optimum di tanah Ultisol

membutuhkan magemen yang baik melalui pemupukan, pengapuran dan seleksi
tanaman (Miller dan Donahue 1990).
Penambahan atau pemberian kapur pada tanah-tanah masam akan
meningkatkan pH tanah, dan mengurangi masalah paling utama pada tanah masam
termasuk keracunan aluminium dan aktivitas mikrobial yang lambat. Keracunan
mangan dan besi terlarut juga berkurang dengan merubah mangan dan besi menjadi
bentuk hidroksi yang tidak larut.

Kalsium dan magnesium akan bertambah jika

kapur yang ditambahkan adalah dolomit. Pengapuran juga menyebabkan phosphor
pada tanah masam menjadi lebih tersedia. Disamping itu pemberian kapur juga
menyebabkan kalium menjadi lebih efisien, dimana pengapuran dapat mengurangi
pengambiia;] kalium yang berlebihan. Ketersediaan nitrogen juga meningkat yaitu

dengan merubah nitrogen menjadi bentuk yang cocok bagi mikroba pendekomposisi
bahan organik. Molibdenum dalam bentuk tersedia bagi tanaman juga meningkat
(Miller dan Donahue 1990).

Pertumbuhan Tanaman Ubikayu pada Tanah Ultisol
Ubikayu sering dianggap mampu beradaptasi dengan baik pada tanah yang
kurang subur dan mudah tercuci seperti Oxisol, Ultisol dan Alfisol, serta sebagian
kecil tanah lnceptisd dan Entisol, semata-mata karena pertumbuhannya lebih baik
dibandingkan dengan tanaman lain atau bahkan tanaman lain sulit untuk tumbuh
(Cock 1985, Thro et a/. 1996). Disamping itu juga karena tanaman ubikayu tetap
memberikan hasil, sehingga tanaman ubikayu dipersepsikan sebagai tanaman lahan
marginal (Cock 1985). Terdapat fakta bahwa tanaman ubikayu tahan pada tanah
masam dengan pH 4,4 tanpa terpengaruh hasilnya apabila konsentrasi aluminium
tidak berlebihan. Akan tetapi apabila konsentrasi aluminium sangat tinggi maka
hasil umbi akan turun dengan nyata (Cock 1985). Menurut Howeler (1996), ubikayu
beradaptasi dengan baik pada tanah masam karena toleransinya yang tinggi
terhadap level aluminium yang tinggi pada larutan tanah. Namun demikian, pada
tanah yang sangat rnasam dengan level kejenuhan aluminium yanng tinggi dan atau
level kalsium yang rendah, ubikayu dapat mengalami keracunan aluminium.
Kejenuhan aluminium yang dapat meracuni ubikayu adalah sekitar 85%.
Pengujian dua kultivar ubikayu yang dilakukan oleh Edward dan Kang (1978)
pada tanah Ultisol menunjukkan bahwa kedua kultivar mempunyai kemampuan
adaptasi yang baik.

Kawano et a/. (1978) melakukan evaluasi plasma nutfah

ubikayu (asesi dan hasil persilangan) pada tiga jenis tanah yaitu tanah dengan
tingkat ,kesuburan tinggi, sedang dan rendah.

Hasil penelitiannya menunjukkan

terdapat perbedaan kemampuan daya hasil yang tinggi diantara kultivar ubikayu
yang diuji.

Kemampuan daya hasil yang tinggi ternyata kompatibel dengan

adaptabilitas yang luas.
Gejala keracunan aluminium pada tanaman ubikayu tidak begitu jelas. Pada
beberapa varietas, daun-daun yang lebih rendah menunjukkan gejala penguningan
interveinal dan nekrosis, tetapi ada beberapa tanaman yang menampakkan gejala
yang jelas. Tanaman juga dapat kehilangan vigor normalnya. Dalam kultur larutan
hara dengan konsentrasi aluminium yang tinggi, tanaman ubikayu teramati menjadi
kerdil dengan sistem perakaran yang pendek.

Gejala stres kemasaman

sebagaimana teramati pada tanah Peat di Malaysia adalah adanya gejala
penguningan dan interveinal putih pada daun lebih bawah, tanaman menjadi begitu
kecil dengan sedikit akar atau tidak ada akar yang tumbuh (Howeler 1996). Menurut
Kathiwada et a/. (1996). pada tanaman padi, pengurangan pertumbuhan akar akan
membatasi penyerapan air dan unsur hara kemudian diikuti dengan penurunan
pertumbuhan dan hasil.
Tanaman-tanaman lain selain ubikayu akan menunjukkan gejala kerusakan
yang berbeda akibat stres tanah masam. Hasil penelitian Kathiwada et a/. (1996)
menunjukkan bahwa dari 62 kultivar padi yang diuji, 17 kultivar menunjukkan
pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh konsentrasi aluminium yang tinggi (30 ppm).
Tujuh belas kultivar tersebut mempunyai perakaran yang tetap panjang, sedangkan
pada kultivar padi yang rentan (kontrol) pertumbuhan akarnya berkurang 50%.
Bianchi-Hall et a/. (1998) melaporkan bahwa dari dua galur kedelai yang diuji pada
kondisi stres aluminium ternyata pertumbuhan tap mot meningkat 3% pada galur PI
416937 dan menurunkan pertumbuhan galur Young. Secara keseluruhan nilai ratarata progeninya 53% untuk PI 416937 dan 31% untuk Young.

Studi toleransi

beberapa galur jagung pada lahan masam yang dilakukan oleh Kasim et a/. (1995)
menunjukkan bahwa stres aluminium berpengaruh terhadap waktu anthesis, waktu
silking, tinggi tanaman, tinggi tongkol, hasil dan interval anthesis - silking. Secara
umum peningkatan level aluminium akan mengurangi tinggi tanaman, tinggi tongkol
dan hasil serta menunda pembungaan.

Zhang dan Jessop (1998) melaporkan

bahwa karakteristik root regrowth pada triticale, termasuk panjang root regrowth dan
persentase kecambah dengan root regrowth setelah mengalami stres aluminium
merupakan indikator yang bermanfaat untuk skrining plasma nutfah toleran
aluminium dan untuk mengevaluasi respon toleran terhadap aluminium. Diantara
kultivar white clover yang diteliti oleh Voight et a/. (1997) pada tanah masam
diperoleh hasil bahwa kultivar yang berdaun lebar kurang toleran pada tanah masam
dibandingkan dengan kultivar white clover berdaun lebih kecil.

Sunarto (1993)

melaporkan bahwa diantara galur-galur kedelai yang diuji toleransinya terhadap
cekaman aluminium menunjukkan perbedaan yang nyata pada jumlah daun, berat
basah dan jumlah polong per tanaman. Dimana jumlah daun, berat basah dan
jumlah polong per tanaman pada tanah berkadar aluminium terlarut tinggi, lebih
rendah dibandingkan pada tanah dengan kadar aluminium terlarut lebih rendah.
Pertumbuhan spesies yang berbeda-beda pada tanah masam bergantung
pada ketenggangan nisbinya terhadap tingkat aluminium dan mangan serta
kebutuhan nisbinya akan kalsium dan magnesium. Terdapat perbedaan yang nyata
di antara spesies (Intempecific) dan di dalam spesies (Intraspecific) dalam
hubungannya dengan ketenggangan terhadap faktor kemasaman tanah. Perbedaan
menurut varietas terdapat pula pada tanaman ubikayu, merupakan spesies yang
diperkirakan dapat menyesuaikan diri dengan baik pada kondisi tanah masam
(Sanchez 1992).

Usaha Pemuliaan Tanaman di Lahan Marginal
Untuk rnengatasi kondisi lingkungan marginal ada dua alternatif yang dapat
dilakukan yaitu memodifikasi lingkungan sehingga sesuai bagi pertumbuhan
tanaman dan rnengadaptasikan tanaman pada lingkungan tersebut (Epstein 1976).
Alternatif pertama dapat dilakukan melalui pemupukan dan pengapuran. Atternatif
kedua dilakukan dengan merakit varietas yang beradaptasi terhadap cekaman
rnelalui program pemuliaan tanaman. Strategi tanaman untuk beradaptasi terhadap
cekaman tanah mineral rnasarn dapat berupa toleran dan penghindaran terhadap
cekaman. Toleransi tersebut dapat berupa toleran terhadap kandungan mineral
beracun, kebutuhan hara internal yang rendah, dan retranslokasi serta kompartemen
mineral, sedangkan penghindaran antara lain eksklusi mineral beracun dari
perrnukaan akar dan efisiensi penyerapan hara (Marchner 1995). Ketika alternatif
pertama melalui perbaikan teknik budidaya tidak praktis, maka pembentukan kultivar
atau varietas yang toleran terhadap cekaman mineral masam menjadi lebih
ekonomis (Bianchi-Hall et a/. 1998).
Ada tiga ha1 yang berkaitan dengan usaha pemuliaan untuk kondisi marginal
yaitu efek interaksi genotipe dengan lingkungan (G X E) pada pemilihan lingkungan
seleksi, adaptasi luas vs spesifik, dan keseragaman vs keragaman genetik
(Ceccarelli 1994).
Kernarnpuan tanaman secara produktif memanfaatkan lingkungannya
tergantung pada banyak karakter adaptif yang dikontrol oleh banyak gen, interaksi
diantaranya dan interaksi dengan lingkungannya adalah kompleks dan seringkali
sedikit diketahui (Hawtin et al. 1996).

Adaptasi mungkin merupakan hasil dari

respon genetik spesifik yang memberikan karakter khusus seperti toleran terhadap
suhu dingin, frost, kekeringan atau terhadap logam berat tertentu (Evans 1993).

Berdasarkan studi pewarisan tanaman pada level aluminium tinggi, ternyata sifat ini
dikontrol oleh satu atau lebih gen mayor dominan, dengan gen modifier dan komplek
ale1 yang berbeda. Toleran aluminium dapat diwariskan, baik melalui metode silang
balik maupun seleksi berulang (Gupta 1997).
Titik awal usaha pemuliaan untuk adaptasi adalah pencarian karakteristik
adaptif alarni dan identifikasi gen yang sesuai yang akan rnengendalikan karakter
yang diinginkan (Evans 1993). Dalam pencarian karakter adapti spesifik, maka
pendekatan fungsionalnya adalah mempertimbangkan empat grup tanaman, dimana
setiap grup dengan ciri adaptifnya yaitu taksa yang tidak berhubungan, tipe liar,
landrace dan kultivar modem. Kultivar modern biasanya merupakan pilihan pertama
bagi pemulia tanaman untuk mencari karakter adapti tertentu (Hawtin et a/. 1996).
Hal ini disebabkan kultivar modern mempunyai latar belakang genetik yang elite
sehingga menjadi pilihan pertama bagi pemulia tanaman untuk dijadikan sebagai
sumber keragaman genetik dalam usaha pemuliaan tanaman. Penggunaan varietas
beradaptasi lokal sebagai sumber keragaman utama terhadap karakter yang
diinginkan pada kultivar modern mungkin rnerupakan strategi yang efektif untuk
menghasilkan kultivar beradaptasi terhadap lingkungan yang sulit untuk berproduksi
bagi tanaman. Kultivar dengan rasio efisiensi nutrisi tinggi (mg berat kering pucuk
per mg elemen dalam pucuk) ketika ditumbuhkan pada kondisi stres tanah masarn,
mempunyai keuntungan dalam beradaptasi terhadap stres tanah mineral masam di
daerah tropik dan genotipe yang efisien dalam memanfaatkan nutrisi dapat berguna
dalam usaha pemuliaan yang efisien untuk ekosistem stres mineral (Baligar et a/.
1997).

Ada beberapa kondisi yang harus diketahui sebelurn gen yang mengontrol
toleransi terhadap kernasaman tanah dirnanfaatkan. Pertama, untuk toleransi rnaka
harus tersedia jurnlah tanarnan yang besar untuk skrining secara sirnultan. Kedua,
harus ada keragaman genetik diantara kultivar dan sumber toleransi harus diketahui.
Ketiga, cara pewarisan toleransi harus diketahui (Gupta 1997).
Menurut Devine (1982), usaha pemuliaan untuk adaptasi terhadap
lingkungan spesifik memerlukan :
1. Teknik yang sesuai untuk menguji berbagai karakter tanarnan terhadap stres

lingkungan tertentu.
2. Penggunaan variabilitas genetik berbagai karakter tanarnan yang dibutuhkan

baik berasal dari sejurnlah kultivar rnaupun spesies.
3. Karakter dapat diwariskan

4. Penggunaan tingkat pendugaan kernajuan adaptasi (ditentukan dari range

variabilitas dan heritabilitas).
Disamping itu, penentuan mekanisme genetik (monogenik vs poligenik, gen
mayor vs gen minor, sifat kualitatif vs sifat kuantitatif dan sifat dominan vs sifat
resesif) yang mengontrol respon tanarnan terhadap lingkungan, penting diketahui
untuk menentukan strategi pemuliaan. Apabila dikontrol oleh gen tunggal dengan
ciri sifat kualitatif, maka seringkali dapat ditransfer pada kultivar yang bersangkutan
rnelalui sistem silang balik.

Untuk kasus pewarisan sifat kuantitatif, tingkat

heritabilitas penting diketahui dalam memperkirakan keberhasilan usaha pemuliaan
tanarnan dan penting dalam rnenentukan 'prosedur pemuliaan yang sesuai.
Pendugaan heritabilitas respon tanaman pada lingkungan suboptimal dibutuhkan
dalarn satu program pemuliaan tanarnan.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan WaMu Percobaan
Percobaan merupakan percobaan pot dengan menggunakan polibag warna
hitam berdiameter 40 cm dan dilaksanakan di kebun percobaan lnstitut Pertanian
Bogor, Darmaga. Percobaan dimulai pada bulan Mei sampai dengan September
2001.

Metode Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah 10 genotipe ubikayu (9
genotipe berasal dari koleksi plasma nutfah Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian Malang serta 1 genotipe berasal dari daerah Gajruk
yang mempunyai jenis tanah Ultisol (Typic Haplohumult) berkadar aluminium dapat
ditukar tinggi sebagai kontrol adaptasi}. Faktor kedua adalah tiga taraf pengapuran
yaitu 0 (KO), 10

(Kl), dan 20 (K2) ton per hektar.

Pada semua perlakuan

diaplikasikan pupuk dengan dosis yang sama yaitu 1 ton NPK per hektar formulasi
15:15:15 (5 g / polibag) dan urea 0,5 ton per hektar sebagai pupuk susulan (2,5 g /
polibag). Total jumlah tanaman = 10 (faktor genotipe) x 3 (taraf pengapuran) x 3
(ulangan) x 5 tanaman = 450 tanaman.
Penentuan materi percobaan dari koleksi plasma nutfah Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang dilakukan berdasarkan dua
kali seleksi.

Seleksi pertama dilakukan pada masing-masing kelompok lokal,

introduksi dan tanaman hasil persilangan yaitu dipilih klon-klon yang mempunyai
potensi hasil tinggi (> 35 ton per hektar) dan berumur panen sekitar 8-9 bulan. Dari

genotipe-genotipe terpilih tersebut kernudian dilakukan seleksi secara acak untuk
rnengarnbil3 genotipe dari masing-masing kelornpok yang akan digunakan sebagai
rnateri percobaan. Berdasarkan hasil seleksi rnaka genotipe koleksi yang digunakan
adalah sebagai berikut : MLG 10073 (GI), MLG 10054 (G2), MLG 10114 (G3)
sebagai wakil kelornpok introduksi, MLG 10188 (G4), MLG 10128 (G5), MLG 10157
(G6) sebagai wakil kelompok lokal dan CMM 96025-25 (G7), CMM 95014-13a (G8),
CMM 9603-190 (G9) sebagai wakil kelornpok hasil persilangan. Ditarnbah satu
genotipe lokal berasal dari lokasi tanah jenis Ultisol Gajruk yang digunakan sebagai
media tanam yaitu Sri Gading (G10).
Model linier aditif dari rancangan percobaan yang digunakan dalam
penelitian adalah sebagai berikut :

Dirnana :
I

= 1 - 10 (faktor pertarna)

j

= 1, 2, 3 (faktor kedua)

k

= 1, 2, 3 (kelornpok)

Yijk

= nilai pengarnatan pada faktor pertarna taraf ke-i, faktor kedua taraf

ke-j dan kelompok ke-k
P

= nilai rataan umum

a,

= pengaruh aditif faktor pertarna taraf ke-i

p,

= pengaruh aditif faktor kedua taraf ke-j

(a;O)ij = pengaruh interaksi antara faktor pertama dengan faktor kedua

= pengaruh aditif kelompok ke-k

.t;lk

= pengaruh acak

Analisis ragam dilakukan untuk melihat tanggap genotipe ubikayu terhadap
cekaman lingkungan yang terjadi.

Apabila hasil analisis ragam menunjukkan

interaksi yang nyata antara genotipe ubikayu dengan taraf pengapuran yang diuji
maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) 5%. Dilakukan analisis regresi untuk melihat pola tanggap masing-masing
genotipe pada ketiga lingkungan tumbuh.

Pelaksanaan Percobaan
Tanah yang digunakan dalam percobaan adalah tanah Ultisol daerah Gajruk
(Rangkasbitung) dengan tingkat kemasaman tinggi (pH 4,2) dan kandungan
aluminium dapat ditukar tinggi (19,99 me1100 g). Tanah dibersihkan dari kotoran
dan dimasukkan dalam polibag berdiameter 40 cm (10 kilogram tanah per polibag).
Pemberian kapur disesuaikan dengan kandungan aluminium (19,99
me1100g) dan kadar air tanah (35%) yang ada pada tanah yang digunakan sebagai
media. Dimana menurut Kamprath (1970), 1 aluminium dapat ditukar (1 Al-dd)
dapat dinetralisir dengan 1 ton kapur per hektar. Sehingga untuk taraf % Al-dd
dibutuhkan kapur sebanyak 10 ton per hektar dan untuk taraf 1 Al-dd dibutuhkan
kapur sebanyak 20 ton per hektar. Berdasarkan hasil analisis tanah, tanah yang
tidak dikapur (KO) mempunyai kandungan aluminium 19,99 me1100g dengan tingkat
kejenuhan aluminium 82,7%. Pemberian kapur 10 ton per hektar (K1) menurunkan
kandungan aluminium dalam tanah menjadi 10,06 mellOOg dengan tingkat
kejenuhan aluminium 42,4%.

Sedangkan pengapuran 20 ton per hektar

menurunkan kandungan aluminium menjadi 1 3 3 me1100g dengan tingkat kejenuhan
5,9%. Empat belas hari setelah tanam, pada semua taraf pengapuran diberi pupuk

NPK dengan dosis yang sarna yaitu 1,O ton per hektar. Pupuk urea diberikan
sebagai pupuk susulan.
Stek batang sepanjang 15 crn ditanarn secara vertikal dalarn setiap polibag
dengan kedalarnan penanarnan stek adalah 5 crn di bawah perrnukaan tanah.
Semua polibag disirarn setelah tanam dan kernudian penyiraman dilakukan sesuai
kebutuhan.

Pengamatan

Peubah yang diarnati rneliputi karakter kualitatif dan karakter kuantitatif.
Karakter kualitatif :
1. Pengamatan gejala defisiensi unsur hara tertentu yang mungkin muncul di daun.

Pengarnatan dilakukan pada saat tanarnan berurnur 1-3 bulan.
2. Pengamatan gejala kelainan yang rnungkin rnuncul pada batang akibat defisiensi

unsur hara tertentu. Pengarnatan dilakukan pada saat tanaman berurnur 1-3
bulan.
3. Pengamatan gejala kelainan yang mungkin rnuncul pada akar.

Pengarnatan

dilakukan pada urnur 3 bulan (panen).
Pengamatan karakter kualitatif dilakukan secara visual.

Karakter kuantitatif :
1. Berat kering tajuk (g)

Pada saat panen, tajuk dari masing-masing sampel yang sudah dipisahkan
menjadi bagian batang, petiole dan daun dirnasukkan dalam kantung terpisah
dan diberi label. Kemudian dikeringkan dalarn oven dengan suhu 105 "C selama

48 jam.

Setelah kering ditimbang bobot masing-masing bagian kemudian

dihitung bobot totalnya.
2. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman ditakukan pada 5 tanaman sampel pada saat
tanaman berumur 1-3 bulan. Pengamatan dilakukan dalam interval 1 minggu.
3. Diameter batang (cm)

Diameter batang diukur pada umur 3 bulan dengan menggunakan jangka sorong
pada cabang utama dari 5 tanaman sampel. Diameter batang diukur 5 cm dari
awal munculnya batang.
4. Luas daun (cm2)

Pada saat umur 3 bulan, diambil 5 subsampel daun bagian atas, tengah dan
bawah dari masing-masing pelakuan untuk diukur luasnya menggunakan leaf
area meter.

5. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung mulai dari umur 1 bulan. Daun terakhir yang telah dihitung
diberi label agar tidak terjadi salah perhitungan. Penghitungan jumlah daun
dilakukan dalam interval satu minggu.
6. Panjang tangkai daun (cm)

Pengukuran panjang tangkai daun dilakukan pada umur 3 bulan bersamaan
dengan pengukuran panjang dan lebar daun pada daun yang sama.
Pengukuran dilakukan pada tiga tempat yaitu atas, tengah dan bawah, masingmasing pada tiga daun.
7. Rasio panjang-lebar daun
Panjang dan lebar daun yang telah diukur pada no. 6 kemudian dihitung
ras/onyadengan rumus panjang I lebar.

8. Jumlah buku (ruas batang)
Jumlah buku dihitung pada umur 3 bulan. Penghitungan pada batang utama
dimulai dari 10 cm di atas pangkal munculnya tunas sampai sepanjang 20 cm.
9. Jumlah akar

Pengamatan jumlah akar dilakukan untuk akar primer dan penghitungan
dilakukan pada saat panen umur 3 bulan.
10. Panjang akar terpanjang (cm)
Pengamatan dilakukan pada saat panen umur 3 bulan.
11. Berat basah umbi (g)
Pengamatan dilakukan pada umur 3 bulan pada saat panen. Akar dan umbi
dibersihkan dari tanah dengan menggunakan air mengalir, kemudian dipisahkan
antara akar dengan umbi (jika ada). Bobot basah umbi ditimbang.
12. Berat kering akar dan umbi
Pada saat panen, akar dan umbi dimasukkan dalam kantung kertas dan diberi
label. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 "C selama 48 jam.
Setelah kering kemudian ditimbang bobot masing-masing.
13. Jumlah umbi per tanaman
Pengamatan dilakukan pada saat panen.

Dari 5 tanaman sampel dihitung

jumlah umbi yang terbentuk.
14. Diameter umbi (cm)

Diameter umbi diukur pada saat panen dengan menggunakan jangka sorong
15. Panjang umbi (cm)
Panjang umbi diukur pada saat panen.

16. Analisis kandungan unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe, dan Zn pada daun
Pada saat panen, diambil sampel 3 helai daun paling muda yang telah
mengembang penuh dari masing-masing perlaku