PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN DENGAN BELL’S PALSY SINISTRA DI RSUD SUKOHARJO Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Pasien Dengan Bell’s Palsy Sinistra Di RSUD Sukoharjo.

(1)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN

DENGAN BELL’S PALSY SINISTRA DI RSUD SUKOHARJO

   

   

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

TIARA HASNA FADHILA J100 130 018

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

1   

PENATALAKSANKAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

SINISTRA DENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION DAN MIRROR EXERCISE DI RSUD SUKOHARJO

(Tiara Hasna Fadhila, 2016, 50 halaman Abstrak

Latar Belakang: Bell’s palsy adalah gangguan nervus facialis perifer akut, dimana terjadi penekanan pada nervus facialis akibat proses oedem pada daerah foramen stylomastoideus yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik. Yang dapat menimbulkan suatu permasalahan kapasitas fisik yaitu berupa wajah merot kesisi yang sehat, adanya kelemahan otot wajah kiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat dari Electrical Stimulation dan Mirror Exercise.

Tujuan: Untuk mengetahui penatalaksanaan Fisioterapi dalam meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan kemampuan fungsional otot wajah pada kasus Bell’s Palsy Sinistra dengan menggunakan modalitas Electrical Stimulation dan Mirror Exercise.

Hasil: Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali didapatkan hasil terjadi peningkatan kekuatan otot wajah sinistra dengan pengukuran Manual Muscle Testing (MMT) otot wajah pada m.Frontalis, m. Corugator Supercilli dan m. Bucinator T1: 0 dan T6: 1, m. Procerus, m. Orbicularis Oculli, m. Nasalis dan

m.Mentalis T1: 1 dan T6: 3, m. Zigomaticum Mayor, m. Zigomaticum Minor dan

m. Orbicularis Oris T1: 1 dan T6: 1. Terjadi peningkatan kemampuan fungsional

otot wajah sinistra dengan pengukuran Ugo Fisch Scale T1: 18 poin dan T6: 50

poin. Hal ini terjadi karena ada beberapa otot yang baru aktif terstimulasi dari terapi ke-4, karena respon dari tiap otot itu berbeda-beda.

Kesimpulan: Electrical Stimulation dan Mirror Exercise dapat meningkatkan kekuatan otot wajah dan meningkatkan kemampuan fungsional otot wajah sinistra.

Kata Kunci: Bell’s Palsy, Electrical Stimulation, Mirror Exercise  

PHYSIOTHERAPY MANAGEMENT IN CASE BELL’S PALSY SINISTRA MODALITY WITH ELECTRICAL STIMULATION AND

MIRROR EXERCISE IN RSUD SUKOHARJO (Tiara Hasna Fadhila, 2016, 50 pages)

Abstract

Background: Bell’s Palsy is an accute disorder of peripheral facial nerve, which an emphasis occurs on facial nerve edema, due edema process in the area of the foramen stylomastoideus that the cause is not known or idiophatic. Bell’s Palsy cause a problem of physical capacity in which the left facial muscle weakness cause asymetrical face.


(6)

   

2   

Purpose: In order to know the physiotherapy management in increasing facial muscle strength and improve muscle functional ability of facial muscle in case Bell’s Palsy Sinistra with modalities Electrical Stimulation and Mirror Exercise. Results: After therapy for about six times are obtained the result of improving facial muscle strength with measurement Manual Mucle Testing (MMT) facial muscle on m.Frontalis, m. Corugator Supercilli and m. Bucinator T1: 0 and T6: 1,

m. Procerus, m. Orbicularis Oculli, m. Nasalis and m.Mentalis T1: 1 and T6: 3, m.

Zigomaticum Mayor, m. Zigomaticum Minor and m. Orbicularis Oris T1: 1 and

T6: 1. The increase of functional ability of facial muscle with measurement Ugo

Fisch Scale T1: 18 point dan T6: 50 point. This happens because there are some

muscle began actively stimulated from the 4th therapy, because the response of some muscle is different.

Conclution: Electrical Stimulation and Mirror Exercise can increasing facial muscle strength and increasing in functional ability of facial muscle sinistra.

Key words: Bell’s Palsy, Electrical Stimulation, Mirror Exercise

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Memiliki wajah yang terlihat sehat dan terawat merupakan idaman setiap manusia. Dalam interaksi sehari-hari manusia seringkali mengungkapkan berbagai ekspresi mengenai perasaan yang dirasakannya melalui wajah. Salah satu gangguan kesehatan yang sering muncul pada wajah adalah Bell’s Palsy. Bell’s Palsy merupakan kelemahan wajah dengan tipe Lower Motor Neuron yang disebabkan oleh keterlibatan saraf facialis idiopatic di luar sistem saraf pusat, tanpa adanya neurologik lainnya (Lowis dan Gaharu, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah Electrical Stimulation (ES) dan Mirror Exercise dapat meningkatkan kekuatan otot wajah dan kemampuan fungsional otot-otot wajah?


(7)

   

3   

1.3 Tujuan

1. mengetahui penatalaksanaan fisioterapi dengan Electrical Stimulation (ES) dan, terapi latihan Mirror Exercise terhadap pasien dengan kondisi Bell’s Palsy.

2. Mengetahui pengaruh pemberian Electrical Stimulation (ES) dan Mirror Exercise terhadap peningkatan kekuatan otot wajah dan peningkatan kemampuan fungsional otot-otot wajah.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Definisi

Menurut Sidharta (2008) Bell’s Palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non neo-plasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. 2.2Anatomi

Saraf fasialis atau saraf kranialis ke tujuh mempunyai komponen motorik yang mempersarafi semua otot ekspresi wajah pada salah satu sisi, komponen sensorik kecil (nervus intermedius Wrisberg) yang menerima sensasi rasa dari 2/3 depan lidah, dan komponen otonom yang merupakan cabang sekretomotor yang mempersarafi glandula lakrimalis (Lowis dan Gaharu, 2012).

Sebagian otot wajah melekat pada tulang, sebagian yang lain tergabung ke tendon atau kelompok padat mirip lembaran berisi jaringan


(8)

   

4   

ikat serat yang disebut aponeurosis. Ini artinya sebagian otot wajah saling berhubungan dengan yang lain. Hampir semua otot wajah dikendalikan oleh saraf fasialis yang disebut kranial VII (Parker, 2009).

2.3Etiologi

Menurut Bahrudin (2011) terdapat lima teori yang menyebabkan terjadinya Bell’s Palsy, yaitu iskemik vaskular, virus, bakteri, herediter dan imunologi. Penyebab gangguan N.VII sentral: CVA, sedangkan penyebab gangguan N.VII perifer: Bell’s Palsy (vaskuler, viral, imunologi), tumor sudut serebelopontin, otitis media

2.4Tanda dan Gejala

Gejala Bell’s Palsy sering datang dengan cepat, selama beberapa jam atau semalam. Gejala klinis bisa berupa (Lowis dan Gaharu, 2012) nyeri wajah disekitar telinga pada sisi yang terkena, kelemahan otot di wajah, menyebabkan terkulai di satu sisi, mati rasa di sisi yang lesi, mata yang lesi bisa berair atau kering, kelopak mata tidakbisa menutup sepenuhnya, kesulitan mengunyah makanan, hilangnya rasa di salah satu sisi lidah. 3. PROBLEMATIKA FISIOTERAPI

3.1Impairment

Adanya asimetris pada wajah, rasa kaku dan tebal pada wajah sisi yang lesi, adanya penurunan kekuatan otot wajah pada sisi yang lesi.


(9)

   

5   

3.2Functional Limitation

Adanya gangguan fungsi melibatkan otot-otot wajah seperti menutup mata, menaikkan alis, tersenyum, saat makan terkumpul disisi yang lesi, saat minum air bocor dan gangguan ekspresi wajah.

3.3Disability

Pasien cenderung menarik diri dari pergaulan sosialnya karena tidak percaya diri dengan kondisi wajahnya.

4. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI 4.1Electrical Stimulation

Arus faradic adalah arus listrik bolak-balik yang tidak simetris yang mempunyai durasi 0,01-1 ms dengan frekuensi 50-100 Hz, yang digunakan utuk stimulasi inervasi otot. Pada kondisi Bell’s Palsy teknik aplikasi ES yang sesuai adalah dengan menggunakan metode individual (motor point), metode motor point yaitu suatu stimulasi elektrik yang ditunjukan pada individual otot sesuai dengan fungsinya melalui motor point (Singh, 2005).

4.2Mirror Exercise

Mirror exercise merupakan salah satu bentuk terapi latihan dengan menggunakan cermin yang akan memberikan efek “biofeedback”. Dalam pelaksanaan mirror exercise ini, sebaiknya dilakukan ditempat yang tenang dan tersendiri agar pasien bisa lebih berkonsentrasi terhadap latihan-latihan gerakan pada wajah (Raj, 2006).


(10)

    5. HASI 5.1H Pe Sc 6 po ke m m Pe

IL DAN PE Hasil eningkatan cale Graf kali terapi. oin, kemudi etiga dan k meningkat m mendapatkan eningkatan G m. Frontali m. Corugat m. Proceru JUMLAH 0 10 20 30 40 50 60 N il a i   U g o   Fi sc h   S ca le EMBAHAS n kemapua Grafik 1. fik di atas t

Terapi aw ian terapi ke keempat (T3

menjadi 36 n hasil yang n kekuatan Tab Grup Otot is tor Supercil us T0 H 18   6  SAN an fungsio Peningkata tampak pen

al (T0-T1) m

edua (T2) m 3-T4) menda

poin, pad sama dan n otot denga bel 1. Hasil M

T

lii

T1 T2

18 24

nal otot w

an nilai Ugo ingkatan ni mendapatka meningkat m

apatkan has a terapi ke nilainya men an MMT ot

MMT wajah T0 T1 0 0 0 0 1 1 T3 36 wajah deng

o Fisch Scal ilai skala Ug an hasil yan menjadi 24 p

sil yang sam elima dan

ningkat men tot wajah

h T0-T6

T2 T3 0 0 0 0 1 1 T4 T5 36 50

gan Ugo F

le

Ugo Fisch se ng sama yai

poin, pada t ma dan nil

keenam (T njadi 50 po

T4 T5 0 1 0 1 1 3 5 T6 0 50 Fisch elama itu 18 terapi lainya T5-T6)

in.

T6 1 1 3


(11)

   

7   

m. Orbicularis Oculi 1 1 1 3 3 3 3

m. Nasalis 1 1 3 3 3 3 3

m. Zigomaticum Mayor 1 1 1 1 1 1 1

m. Zigomaticum Minor 1 1 1 1 1 1 1

m. Orbicularis Oris 1 1 1 1 1 1 1

m. Bucinator 0 0 0 0 0 1 1

m. Mentalis 1 1 1 1 3 3 3

Dari hasil evaluasi kekuatan otot pasien ada beberapa otot yang menunjukan peningkatan cukup signifikan dan ada juga beberapa otot yang tidak langsung mengalami peningkatan bahkan tidak ada perubahan. Pada hasil evaluasi kekuatan otot pasien dari T1-T3 belum ada perubahan

sedangkan pada terapi T4-T6 mulai terjadi peningkatan kekuatan otot.

5.2Pembahasan

Faradik mampu meminimalkan potensi terjadinya atrofi otot selama periode waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi saraf perifer, serta memelihara kekuatan otot dan mencegah gangguan lainnya. Dengan digunakannya Faradik dapat mempercepat fase penyembuhan atau recovery sehingga terapi lebih efisien dan juga dapat mengurangi pengaruh psikososial pada pasien (Guzelant dkk., 2014).

Secara fisiologis saraf yang distimulasi tadi akan mendapatkan respon yang diberikan terhadap stimulasi elektrik. Pada kontraksi otot yang normal akan terjadi respon terhadap depolarisasi saraf motorik. Stimulasi pada saraf motorik merupakan suatu metode yang digunakan untuk merangsang kontraksi otot secara elektrik. Pada otot yang tidak ada persarafannya otot tersebut dapat berkontraksi dengan bantuan arus listrik


(12)

   

8   

untuk dapat terjadi depolarisasi, ES membuat kontraksi otot sama seperti kontraksi alami (Prentice, 2012).

Mirror exercise merupakan salah satu terapi fisik yang dapat membantu meminimalkan penampilan non-simetris wajah yang terjadi ketika satu sisi wajah menjadi lemah atau mengalami kelumpuhan yang biasa disebut dengan Bell’s Palsy (Bodri, 2006). Hasil penelitian Hasan dan Saeed (2015) melaporkan bahwa Mirror exercise merupakan terapi yang dapat meningkatkan fungsional wajah dan pemulihan pada pasien Bell’s Palsy.

Pemberian mirror exercise dapat meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah, hal ini disebabkan karena gerakan-gerakannya dapat dilakukan secara aktif maupun pasif asisted, serta pasien akan lebih mudah dalam mengontrol dan mengoreksi gerakan-gerakan yang dilakukan. Sehingga dengan adanya gerakan volunter tersebut maka dapat meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah (Raj, 2006).

6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1Simpulan

Terapi yang diberikan pada pasien atas nama Ny.P yang berusia 62 tahun dengan diagnosa Bell’s Palsy Sinistra sebanyak 6 kali terapi dengan modalitas Electrical Stimulation dan Mirror Exercise didapatkan kesimpulan bahwa penggunaan modalitas Electrical Stimulation mampu meningkatkan kekuatan otot wajah dan penggunaan Mirror Exercise mampu meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah.


(13)

   

9   

6.2Saran

Pasien dianjurkan melakukan latihan (home program) gerakan-gerakan pada otot-otot wajah di depan kaca seperti yang telah diajarkan terapis. Pasien diminta untuk selalu memperhatikan anjuran dan larangan yang telah disampaikan oleh terapis yang sekiranya mengganggu kesembuhan pasien dan untuk kesembuhan melaksanakan program terapi secara intensif sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan oleh terapis demi keberhasilan suatu terapi.


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M. 2011. Pemeriksaan Klinis di Bidang Penyakit Syaraf. Malang: UMM Press

Bodri, W. 2006. Natural Ways to Treat Bell’s Palsy For A Quicker and Fuller Recovery. Nevada: LLC

Guzelant., Sarifakioglu., Saracoglu., Can., dan Unala. 2014. Impact Of Electrical Stimulation On Rehabilitation Proces In Peripheral Facial Paralysis. Acta Medica Mediterranea volume 30 number 1375

Lowis, H dan Gaharu, M. 2012. Bell’s Palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan Primer. J Indon Med Assoc volume 62 number 1

Parker, S. 2007. Ensiklopedia Tubuh Manusia. London: Erlangga

Prentice, W. 2012. Therapeutic Modalities in Rehabilitation. New York: MC Graw Hill

Raj, G. 2006. Physicaltherapy in Neuro-conditions. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Published

Sidharta, P. 2008. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat

Singh, J. 2005. Textbook of Electrotherapy. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Published


(1)

3.2Functional Limitation

Adanya gangguan fungsi melibatkan otot-otot wajah seperti menutup mata, menaikkan alis, tersenyum, saat makan terkumpul disisi yang lesi, saat minum air bocor dan gangguan ekspresi wajah.

3.3Disability

Pasien cenderung menarik diri dari pergaulan sosialnya karena tidak percaya diri dengan kondisi wajahnya.

4. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI 4.1Electrical Stimulation

Arus faradic adalah arus listrik bolak-balik yang tidak simetris yang mempunyai durasi 0,01-1 ms dengan frekuensi 50-100 Hz, yang digunakan utuk stimulasi inervasi otot. Pada kondisi Bell’s Palsy teknik aplikasi ES yang sesuai adalah dengan menggunakan metode individual (motor point), metode motor point yaitu suatu stimulasi elektrik yang ditunjukan pada individual otot sesuai dengan fungsinya melalui motor point (Singh, 2005).

4.2Mirror Exercise

Mirror exercise merupakan salah satu bentuk terapi latihan dengan menggunakan cermin yang akan memberikan efek “biofeedback”. Dalam pelaksanaan mirror exercise ini, sebaiknya dilakukan ditempat yang tenang dan tersendiri agar pasien bisa lebih berkonsentrasi terhadap latihan-latihan gerakan pada wajah (Raj, 2006).


(2)

5. HASI 5.1H Pe Sc 6 po ke m m Pe

IL DAN PE Hasil eningkatan cale Graf kali terapi. oin, kemudi etiga dan k meningkat m mendapatkan eningkatan G m. Frontali m. Corugat JUMLAH 0 10 20 30 40 50 60 N il a i   U g o   Fi sc h   S ca le EMBAHAS n kemapua Grafik 1. fik di atas t

Terapi aw ian terapi ke

keempat (T3

menjadi 36 n hasil yang n kekuatan Tab Grup Otot is tor Supercil T0 H 18 SAN an fungsio Peningkata tampak pen

al (T0-T1) m edua (T2) m

3-T4) menda

poin, pad sama dan n otot denga bel 1. Hasil M

T

lii

T1 T2

18 24

nal otot w

an nilai Ugo ingkatan ni mendapatka meningkat m

apatkan has a terapi ke nilainya men an MMT ot

MMT wajah T0 T1

0 0 0 0

T3 36

wajah deng

o Fisch Scal ilai skala Ug an hasil yan menjadi 24 p

sil yang sam elima dan

ningkat men tot wajah

h T0-T6 T2 T3

0 0 0 0

T4 T5

36 50

gan Ugo F

le

Ugo Fisch se ng sama yai

poin, pada t ma dan nil

keenam (T njadi 50 po

T4 T5 0 1 0 1 5 T6 0 50 Fisch elama itu 18 terapi lainya T5-T6) in. T6 1 1


(3)

m. Orbicularis Oculi 1 1 1 3 3 3 3

m. Nasalis 1 1 3 3 3 3 3

m. Zigomaticum Mayor 1 1 1 1 1 1 1

m. Zigomaticum Minor 1 1 1 1 1 1 1

m. Orbicularis Oris 1 1 1 1 1 1 1

m. Bucinator 0 0 0 0 0 1 1

m. Mentalis 1 1 1 1 3 3 3

Dari hasil evaluasi kekuatan otot pasien ada beberapa otot yang menunjukan peningkatan cukup signifikan dan ada juga beberapa otot yang tidak langsung mengalami peningkatan bahkan tidak ada perubahan.

Pada hasil evaluasi kekuatan otot pasien dari T1-T3 belum ada perubahan

sedangkan pada terapi T4-T6 mulai terjadi peningkatan kekuatan otot. 5.2Pembahasan

Faradik mampu meminimalkan potensi terjadinya atrofi otot selama periode waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi saraf perifer, serta memelihara kekuatan otot dan mencegah gangguan lainnya. Dengan digunakannya Faradik dapat mempercepat fase penyembuhan atau recovery sehingga terapi lebih efisien dan juga dapat mengurangi pengaruh psikososial pada pasien (Guzelant dkk., 2014).

Secara fisiologis saraf yang distimulasi tadi akan mendapatkan respon yang diberikan terhadap stimulasi elektrik. Pada kontraksi otot yang normal akan terjadi respon terhadap depolarisasi saraf motorik. Stimulasi pada saraf motorik merupakan suatu metode yang digunakan untuk merangsang kontraksi otot secara elektrik. Pada otot yang tidak ada persarafannya otot tersebut dapat berkontraksi dengan bantuan arus listrik


(4)

untuk dapat terjadi depolarisasi, ES membuat kontraksi otot sama seperti kontraksi alami (Prentice, 2012).

Mirror exercise merupakan salah satu terapi fisik yang dapat membantu meminimalkan penampilan non-simetris wajah yang terjadi ketika satu sisi wajah menjadi lemah atau mengalami kelumpuhan yang biasa disebut dengan Bell’s Palsy (Bodri, 2006). Hasil penelitian Hasan dan Saeed (2015) melaporkan bahwa Mirror exercise merupakan terapi yang dapat meningkatkan fungsional wajah dan pemulihan pada pasien Bell’s Palsy.

Pemberian mirror exercise dapat meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah, hal ini disebabkan karena gerakan-gerakannya dapat dilakukan secara aktif maupun pasif asisted, serta pasien akan lebih mudah dalam mengontrol dan mengoreksi gerakan-gerakan yang dilakukan. Sehingga dengan adanya gerakan volunter tersebut maka dapat meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah (Raj, 2006).

6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1Simpulan

Terapi yang diberikan pada pasien atas nama Ny.P yang berusia 62 tahun dengan diagnosa Bell’s Palsy Sinistra sebanyak 6 kali terapi dengan modalitas Electrical Stimulation dan Mirror Exercise didapatkan kesimpulan bahwa penggunaan modalitas Electrical Stimulation mampu meningkatkan kekuatan otot wajah dan penggunaan Mirror Exercise mampu meningkatkan kemampuan fungsional otot-otot wajah.


(5)

6.2Saran

Pasien dianjurkan melakukan latihan (home program) gerakan-gerakan pada otot-otot wajah di depan kaca seperti yang telah diajarkan terapis. Pasien diminta untuk selalu memperhatikan anjuran dan larangan yang telah disampaikan oleh terapis yang sekiranya mengganggu kesembuhan pasien dan untuk kesembuhan melaksanakan program terapi secara intensif sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan oleh terapis demi keberhasilan suatu terapi.


(6)

Recovery. Nevada: LLC

Guzelant., Sarifakioglu., Saracoglu., Can., dan Unala. 2014. Impact Of Electrical Stimulation On Rehabilitation Proces In Peripheral Facial Paralysis. Acta Medica Mediterranea volume 30 number 1375

Lowis, H dan Gaharu, M. 2012. Bell’s Palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan Primer. J Indon Med Assoc volume 62 number 1

Parker, S. 2007. Ensiklopedia Tubuh Manusia. London: Erlangga

Prentice, W. 2012. Therapeutic Modalities in Rehabilitation. New York: MC Graw Hill

Raj, G. 2006. Physicaltherapy in Neuro-conditions. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Published

Sidharta, P. 2008. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat

Singh, J. 2005. Textbook of Electrotherapy. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Published