KAJIAN SUHU PEMOTONGAN PEMESINAN BUBUT MENGGUNAKAN PAHAT POTONG BERPUTAR PADA MATERIAL PADUAN MAGNESIUM AZ31

KAJIAN SUHU PEMOTONGAN PEMESINAN BUBUT MENGGUNAKAN
PAHAT POTONG BERPUTAR PADA MATERIAL PADUAN
MAGNESIUM AZ31

( Skripsi )

Oleh
Baron Hariyanto

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

ABSTRAK

KAJIAN SUHU PEMOTONGAN PEMESINAN BUBUT MENGGUNAKAN
PAHAT POTONG BERPUTAR PADA MATERIAL PADUAN
MAGNESIUM AZ31
Oleh
Baron Hariyanto


Magnesium merupakan material yang ringan dan memiliki karakteristik
pemotongan yang baik pada proses pemesinan. Namun pada proses pemesinan bubut
konvensional magnesium memiliki kelemahan yaitu mudah sekali terbakar disebabkan
titik nyala yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut biasa digunakan cairan pendingin,
namun penggunaan cairan pendingin saat ini berusaha diminimalisir karena berakibat
percemaran lingkungan. Salah satu metode untuk menurunkan suhu pemotongan adalah
dengan menggunakan pahat potong berputar (rotary cutting tool). Dengan metode
pemotongan ini, mata pisau mengalami pendinginan selama periode tanpa pemotongan
(non cutting period) dalam satu putaran pahat potong. Hasil pengujian menggunakan
material magnesium tipe AZ31 pada parameter kecepatan potong benda kerja (Vw)
120, 140, 160, 180 dan 200 m/menit, kecepatan potong pahat putar (Vt) 10, 35 dan
50 m/menit, gerak makan (f) sebesar 0,05 mm/rev serta kedalaman potong (d) 0,05
mm dan 0,1 mm dengan suhu pemotongan dilihat menggunakan aplikasi
thermovision diperoleh hasil suhu minimum 83,5882°C dan suhu maksimum
176,235°C. Hasil tersebut menunjukkan bahwa suhu pemotongan menggunakan
pahat potong berputar mengalami penurunan sebesar 70°C atau kurang lebih 45%
dibandingkan dengan suhu pemotongan menggunakan pahat diam. Hasil yang
lainnya menunjukkan terdapat pengaruh dari variasi parameter yang digunakan.
Semakin tinggi kecepatan putar pahat (Vt) maka suhu pemotongan akan semakin

menurun dan semakin tinggi kecepatan putar benda kerja (Vw) maka suhu
pemotongan akan semakin meningkat. Thermovision juga memperlihatkan bahwa
disana terdapat perbedaan distribusi temperatur, dimana temperatur terbesar
terdapat pada daerah pemotongan (cutting point), kemudian suhu menurun akibat
perputaran pahat yang menjauhi titik pemotongan.
Kata kunci : suhu pemotongan, rotary cutting tool,
thermovision.

magnesium AZ31,

ABSTRAKT

STUDY OF TEMPERATURE CUTTING TURNING MACHINING USING
A ROTARY CUTTING TOOL ON AZ31 MAGNESIUM ALLOY
MATERIAL
By
Baron Hariyanto

Magnesium is a lightweight material and has the characteristics of a good cut on
the machining process. However, the conventional lathe machining process has the

disadvantage of magnesium easy to get burned due to a low flash point. To
overcome this commonly used coolant, but the use of coolant is now trying to be
minimized because the resulting environment pollution. One method to lower the
temperature of the cutting is to use a rotary cutting tool. With this cutting method,
blade cooling during periods without cutting in one round tool cutting. Test results
using the type AZ31 magnesium materials on the workpiece parameters cutting
speed (Vw) 120, 140, 160, 180 and 200 m / min, tool rotational speed (Vt) 10, 35
and 50 m / min, the feeding (f) 0.05 mm / rev and depth of cut (d) of 0.05 mm and
0.1 mm with cutting temperatures seen using thermovision application results
obtained 83.5882 ° C minimum temperature and maximum temperature of 176.235
° C. These results indicate that the cutting temperature using a rotary cutting tool
decreased by 70 ° C or approximately 45% compared to the cutting temperature
using a non-rotating tool. Other results showed that there is an influence of
variations in the parameters used. The higher the tool rotational speed (Vt), the
cutting temperature will decrease and the higher the rotational speed of the
workpiece (Vw), the cutting temperature will increase. Thermovision also shows
that there are differences in the temperature distribution, which are the largest
temperature on the cutting area (cutting point), then the temperature decreases
causes of the rotation far away from the tool cutting point.
Keywords: Cutting temperature, rotary cutting tool, AZ31 magnesium alloy,

thermovision.

KAJIAN SUHU PEMOTONGAN PEMESINAN BUBUT MENGGUNAKAN
PAHAT POTONG BERPUTAR PADA MATERIAL PADUAN
MAGNESIUM AZ31

Oleh

BARON HARIYANTO
Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA TEKNIK
pada
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sripendowo Kabupaten Lampung
Selatan pada tanggal 20 Desember 1992, sebagai anak
pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Purwanto dan
Ibu Siswati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Dasar di SD Negeri 2 Sripendowo pada tahun 2004,
pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Ketapang pada tahun
2007, Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan di SMK Negeri 1 Kertosono pada
tahun 2010. Semasa sekolah penulis memiliki pengalaman praktek kerja langsung
di PT DOK DAN PERKAPALAN Surabaya selama 3 bulan.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Lampung melalui jalur ujian Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif
dalam organisasi internal kampus, yaitu sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa
Teknik Mesin (HIMATEM) sebagai Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan
(LITBANG) periode 2012-2013. Kemudian pada bidang akademik, penulis
pernah menjadi asisten dalam beberapa kegiatan praktikum diantaranya Praktikum

Fenomena Dasar Mesin pada tahun ajaran 2012/2013, Praktikum Proses Produksi
pada tahun ajaran 2013/2014 dan Praktikum CNC juga pada tahun ajaran
2013/2014. Sejak tahun 2011 penulis mulai mengikuti kegiatan penelitian dan

telah menyelesaikan tiga penelitian selama masa perkuliahan. Prestasi penelitian
yang pernah didapatkan penulis adalah dua kali didanai DIKTI dalam kegiatan
Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Pada tahun 2013, penulis melaksanakan kerja praktek di BALAI MESIN
PERKAKAS, TEKNIK PRODUKSI DAN OTOMASI Gedung Balai MEPPO
Kawasan PUSPIPTEK Serpong Tangerang. Pada tahun 2014 penulis melakukan
penelitian pada bidang konsentrasi Produksi sebagai tugas akhir dengan judul
“Kajian Suhu Pemotongan Pemesinan Bubut Menggunakan Pahat Potong
Berputar (Rotary Cutting Tool) Pada Material Paduan Magnesium AZ31” di
bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Yanuar Burhanuddin, M.T. dan Dr. Gusri Akhyar
Ibrahim, S.T., M.T.

PERSEMBAHAN

Dengan menghaturkan rasa syukur kepada sang pencipta Alam Allah SWT

saya persembahkan karya sederhana ini

Kepada:
Kedua orang tua, Bapak Purwanto dan Ibu Siswati yang sampai dengan sekarang
banyak memberikan perhatian, kasih sayang serta do’a yang tidak ada putusnya
bagi kelancaran dan kesuksesan anaknya.
Adikku, Rangga Hariyanto yang menjadi salah satu motivasi bagi penulis agar
selalu semangat berjuang.
Almamater tercinta Fakultas Teknik Universitas Lampung
Program Studi S1 Teknik Mesin
Keluarga teknik mesin (abang tingkat, adik tingkat dan alumni) yang selalu
memberikan pengajaran serta berbagi segala hal tentang pengalaman
Dan, Sahabat-sahabat teknik mesin 2010 yang sudah berjuang bersama-sama
dengan penulis, sebuah kehormatan bagi penulis menjadi bagian dari kalian
semua.

MOTTO

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.”

(QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
“Iman yang benar tidak cukup diyakini dalam hati, tetapi harus diucapkan dengan
lisan dan diamalkan dengan anggota badan. Islam tidak membenarkan
pemeluknya hanya mengaku telah beriman, namun ia enggan untuk beramal.
(Baron Hariyanto)
Katakanlah, “Wahai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya
akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (diantara kita)
yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang
yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.”
(QS. Al-An’am [6]: 135)
“Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.”
(QS. An-Najm [53]: 39)
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik,
bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungaisungai . . . .”
(QS. Al-Baqarah [2]: 25)
“Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula
kamu bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat Kami dan
mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu kedalam surga,
kamu dan istri-istri kamu digembirakan. Diedarkan kepada mereka piring-piring

dari emas dan piala-piala, dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang
diinginkan oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya. Dan
itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu
kamu kerjakan. Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untukmu yang
sebagiannya kamu makan.”
(QS. Az-Aukhruf [43]: 68-73)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi junjungan kita,
Muhammad SAW, serta para keluarga, shahabat dan pengikut beliau hingga akhir
zaman.
Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar sarjana teknik pada jurusan Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung. Skripsi ini berjudul “ KAJIAN
SUHU PEMOTONGAN PEMESINAN BUBUT MENGGUNAKAN PAHAT

POTONG BERPUTAR (ROTARY CUTTING TOOL) PADA MATERIAL
PADUAN MAHNESIUM AZ31 “
Penulis sangat berterimakasih dan memberikan penghargaan sedalamdalamnya kepada seluruh pihak yang membantu penulis menyelesaikan laporan
skripsi ini. Penulis terutama ingin mengucapkan terima kasih dengan setulus hati
kepada:
1. Prof. Suharno MS, M.Sc., PhD. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Lampung.
2. Dr. Eng. Shirley Savetlana, S.T., M.Met. sebagai ketua jurusan Teknik
Mesin Unila.

ii

3. Bapak Dr. Yanuar Burhanuddin Bapak Dr. Gusri Akhyar Ibrahim, S.T., M.T
sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan segala bantuan,
pengetahuan, saran dan motivasi kepada penulis.
4. Bapak Dr. Eng. Suryadiwansa Harun, S.T., M.T. sebagai dosen pembahas
yang memberikan saran dan komentar agar penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan sebaik mungkin.
5. Ibu Novri Tanti, M.T. selaku dosen koordinator tugas akhir sekaligus
sebagai dosen pembimbing akademik yang selama ini banyak memberikan

saran sehingga penulis selalu termotivasi dalam menyelesaikan skripsi.
6. Kedua orang tuaku (Ibu dan Bapak), adikku (Rangga Hariyanto) dan semua
teman-teman penulis di desa.
7. Dosen Teknik Mesin sebagai pendidik dan pengajar.
8. Anggota Langkers: Prancana M. Riyadi (ketua), Yayang Rusdiana (wakil),
Dwi Andri Wibowo (pembina), Noer alatast saiin & Dwi novriadi (Legend),
serta anggota terhormat Rahmat dani, Galih koritawa, M. Zen syarief,
Chikal Noviansyah, Ivan safalas dan Cecep tarmansyah. Yang dari awal
semester 3 terbentuk hingga sekarang ini selalu hadir menjadi sahabat buat
penulis dalam susah maupun senang.
9. Teman-teman kontrakan Villa Mutiara: Mechot, Bondan, Chim-lim, Jo,
Khamdun, Rusdian, Opung, Ape’, Ricko, Rion dan terakhir Bang Doni yang
selalu memberikan semangat baru dan motivasim anyar bagi penulis.
10. Teman teman futsal: Fiskan Yulistiawan, yulian nugraha, ahmad yonanda,
ramli, wahyu eka, made, mario salimor, singgih, ilham ST, ridho aritonag,
Nyoman arnando, Febri, Galih pamungkas dan Rendy ST.

iii

11. Perempuan satu-satunya di angkatan 2010 Rabiah Suriyaningsih.
12. Teman-teman 2010 yang lain Riski, Lilik setiadi, Robertus dian, Imron,
Hendy, nanjar, dian purnama, irfan ST, angga robi, tomi, salfa, deden, fajar,
feri fariza dan Rio arman triatmoko.
13. Teman-teman teknik mesin (abang tingkat & adik tingkat).
14. Dan untuk seluruh pihak yang telah mendoakan, membantu dan memotivasi
penulis sehingga skripsi ini tersusun dengan baik.

Semoga semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan
tugas akhhir ini mendapatkan balasan berupa rahmat dan berkah dari Allah SWT,
dan semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi siapa yang
membacanya
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dalam
penulisan dan penyusunannya, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun dari para pembaca. Penulis sangat berharap agar
skripsi ini dapat memberi inspirasi dan bermanfaat bagi penulis, kalangan civitas
akademik Unila dan masyarakat.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bandar Lampung, 26 Januari 2015.
Penulis,

Baron Hariyanto

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR SIMBOL ............................................................................................ xii

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah .................................................................................... 4
1.4 Sistem Penulisan .................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Pemesinan ................................................................................... 6
2.1.1 Proses Bubut ................................................................................. 7
2.1.2 Parameter Proses Bubut ............................................................... 9
2.1.3 Suhu Pemesinan ........................................................................... 11

v

2.1.4 Pemesinan Kering ........................................................................ 15
2.2 Pemesinan Kecepatan Tinggi Dengan Pahat Putar ................................ 19
2.3 Suhu Pemotongan Dalam Proses Pemesinan Pahat Putar ...................... 20
2.4 Magnesium Dan Paduannya .................................................................. 22
2.4.1 Pemesinan Magnesium ................................................................ 28
2.4.2 Penyalaan Paduan Magnesium ..................................................... 29
2.5 Pemrosesan Citra Untuk Pengukuran Suhu ........................................... 30
2.6 Thermovision ......................................................................................... 31

III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ............................................................... 34
3.2 Alur Penelitian ....................................................................................... 34
3.3 Bahan Dan Alat Penelitian ..................................................................... 36
3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................ 46
3.4.1 Persiapan Bahan ........................................................................... 46
3.4.2 Set-up Pemesinan AZ31B ............................................................ 46
3.4.3 Proses Pembubutan Spesimen ...................................................... 47
3.4.4 Pengolahan Data Video ................................................................ 49
3.4.5 Pengambilan Data ........................................................................ 50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian ..................................................................................... 53
4.2 Pembahasan
4.2.1 Suhu Hasil Pemotongan Menggunakan Pahat Potong Berputar ... 57

vi

4.2.2 Pengaruh Kecepatan Putar Pahat (Vt) Terhadap Suhu
Pemotongan ................................................................................. 61
4.2.3 Pengaruh Kecepatan Putar Benda Kerja (Vw) Terhadap Suhu
Pemotongan ................................................................................. 66
4.2.4 Distribusi Suhu Pahat Putar ......................................................... 68

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 71
5.2 Saran ..................................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sifat Fisik Magnesium ........................................................................... 25
Tabel 2.2 Komposisi magnesium pada paduan magnesium .................................. 27
Tabel 3.1 Rencana kegiatan penelitian .............................................................................. 34
Tabel 3.2 Karakteristik fisik dan thermal paduan magnesium AZ31 .................... 36
Tabel 3.3 Spesifikasi mesin bubut konvensional ................................................... 37
Tabel 3.4 Spesifikasi kamera ................................................................................. 40
Tabel 3.5 Spesifikasi laptop yang digunakan ....................................................... 41
Tabel 3.6 Parameter pemotongan .......................................................................... 48
Tabel 3.7 Tabel acuan pengambilan data hasil pengukuran suhu
pemotongan dengan keadaan kedalaman potong 0.05 mm .......................... 51
Tabel 3.8 Tabel acuan pengambilan data hasil pengukuran suhu
pemotongan dengan keadaan kedalaman potong 0.1 mm ............................ 52
Tabel 4.1 Data hasil pengukuran suhu pemotongan dengan keadaan
kedalaman potong 0,05 mm ......................................................................... 55
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran suhu pemotongan dengan keadaan
kedalaman potong 0,1 mm ........................................................................... 56
Tabel 4.3 Perbandingan suhu pemotongan pahat potong berputar
dengan pahat diam ....................................................................................... 58

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
A. Temperatur Hasil Pemotongan Dengan Tebal Pemotongan 0.05 mm
B. Temperatur Hasil Pemotongan Dengan Tebal Pemotongan 0.05 mm

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Beberapa proses pemesinan : Bubut (Turning/Lathe), Frais
(Milling), Sekrap (Planning, Shaping), Gurdi (Drilling),
Gerinda (Grinding), Bor (Boring), Pelubang (Punching Press),
Gerinda Permukaan (Surface Grinding)......................................................... 7
Gambar 2.2 Mesin bubut ......................................................................................... 8
Gambar 2.3 Gambar skematis proses bubut ............................................................ 9
Gambar 2.4 Area distribusi suhu pada pahat potong ............................................. 12
Gambar 2.5 Variasi distribusi energi dengan kecepatan potong
untuk kondisi pemotongan ........................................................................... 15
Gambar 2.6 Proses pemesinan dengan berbagai metode ....................................... 16
Gambar 2.7 Presentasi pembagian ogkos produksi ............................................... 18
Gambar 2.8 Ilustrasi proses pemesinan bubut dengan pahat berputar ................... 20
Gambar 2.9 Aliran panas selama proses pemesinan bubut dengan
pahat berputar .............................................................................................. 21
Gambar 2.10 Magnesium dan rumus kimianya ..................................................... 23
Gambar 2.11 Penamaan paduan magnesium ......................................................... 26
Gambar 2.12 Aplikasi Thermografi ...................................................................... 32
Gambar 2.13. Gambar sample sebelum diproses ................................................... 33
Gambar 3.1 Flowchart penelitian .......................................................................... 35

x

Gambar 3.2. Material Magnesium AZ31 ............................................................... 36
Gambar 3.3 Mesin Bubut Konvensional ............................................................... 38
Gambar 3.4 Sistem pahat putar (holder rotary) ................................................................ 39
Gambar 3.5 Kamera Berinframerah MERK SECAM ........................................... 40
Gambar 3.6 TV Combo ......................................................................................... 43
Gambar 3.7 Hygrometer ........................................................................................ 44
Gambar 3.8. Aplikasi thermografi ........................................................................ 45
Gambar 3.9 Set-up Pemesinan Magnesium ........................................................... 47
Gambar 3.10 Pengukuran diameter awal Magnesium ........................................... 48
Gambar 4.1 Geometri awal magnesium sebelum dilakukan proses pemesinan .... 54
Gambar 4.2 Grafik perbandingan suhu hasil pemotongan pahat diam
dengan pahat potong berputar ...................................................................... 59
Gambar 4.3 Grafik hubungan antara ketebalan pemakanan dengan
suhu pemotongan pada kecepatan putar pahat (Vt) 10 m/menit .................. 60
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara kecepatan pahat putar
dengan suhu pemotongan pada kedalaman makan 0.05 mm ....................... 61
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara kecepatan putar pahat
dengan suhu pemotongan pada kedalaman potong 0.1 mm ......................... 62
Gambar 4.6 Suhu pemotongan pada kec.putar pahat (Vt) 50 m/menit .................. 63
Gambar 4.7 Suhu pemotongan pada kec.putar pahat (Vt) 35 m/menit .................. 64
Gambar 4.8 Suhu pemotongan pada kec.putar pahat (Vt) 10 m/menit .................. 64
Gambar 4.9 Hubungan antara kecepatan potong pahat putar
dengan suhu pemotongan pada material Carbon Steel JIS 45C ................... 65
Gambar 4.10 Grafik hubungan antara kecepatan putar benda kerja (Vw)

xi

dengan suhu pemotongan pada kedalampotong 0.05 mm ............................ 66
Gambar 4.11 Grafik hubungan antara kecepatan putar benda kerja (Vw)
dengan suhu pemotongan pada kedalaman potong 0.1 mm ......................... 67
Gamber 4.12 distribusi suhu pemotongan, Vw = 200 m/menit,
Vt = 50 m/menit dan d = 0.1 mm ................................................................. 69
Gamber 4.13 distribusi suhu pemotongan, Vw = 200 m/menit,
Vt = 10 m/menit dan d = 0.1 mm ................................................................. 70

xii

DAFTAR SIMBOL

d0

Daimeter mula

mm

dm

Diameter akhir

mm

lt

Panjang pemotongan

mm

a

Kedalaman potong

mm

f

Gerak makan

mm

n

Putaran poros utama

putaran/menit

Vc

Kecepatan potong

m/menit



Phi

3,14

F

Gerak makan

mm/rev

Vf

Kecepatan makan

mm/menit

tc

Waktu pemotongan

menit

Z

Kecepatan penghasilan geram

cm3/menit

Vw

Kecepatan putar benda kerja

m/menit

Vt

Kecepatan putar pahat

m/menit

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini magnesium banyak digunakan sebagai salah satu bahan
komponen otomotif dan elektronik. Sifat magnesium yang ringan berperan penting
sebagai pengganti komponen otomotif yang terbuat dari besi cor dan baja yang
relatif berat. Dengan berat komponen yang berkurang maka berat kendaraan secara
keseluruhan juga akan berkurang, sehingga akan menghemat pemakaian bahan
bakar. Selain itu, pengurangan berat kendaraan akan mengurangi produksi emisi
karbon sehingga akan menjaga kelestarian alam dan lingkungan (Burhanudin,
2009).
Penggunaan magnesium penting lainnya adalah pada produk-produk
elektronik seperti laptop, natebook, kamera dll. Magnesium digunakan sebagai
pengganti bahan-bahan komponen seperti alumunium dan titanium yang saat ini
bahan-bahan tersebut memilik harga yang relatif mahal. Sehingga dengan
penggunan magnesium tersebut akan mengurangi biaya bahan baku komponen
pada produksi alat-alat elektronik (Harun, 2009).
Pada proses pemesinan, magnesium memiliki karakteristik pemotongan yang
sangat baik dan menguntungkan seperti kekuatan-potong spesifik yang rendah,
potongan geram yang pendek, keausan pahat yang relatif rendah, kualitas permukaan

2

yang baik serta dapat dipotong pada kecepatan pemotongan dan pemakanan yang tinggi.
Dengan perbandingan gaya pemotongan spesifik rendah berarti tuntutan kinerja untuk
pemesinan magnesium adalah sangat rendah dibandingkan logam lain. Nilai gaya
pemotongan spesifik beberapa bahan diantaranya adalah; paduan magnesium = 1,
paduan alumunium = 1.9, besi cor = 4, baja (Rm = 600 N/mm²s) = 6.5, dan titanium =
7.8 (Harun, 2012).
Meski demikian magnesium juga dikenal sebagai bahan logam yang mudah
terbakar karena memiliki titik nyala yang rendah, seperti contoh magnesium AZ31,
mempunyai suhu penyalaan pada tekanan atmosfir berada dibawah titik cairnya
yaitu 623o C. Pada tekanan 500 Psi, suhu penyalaan mendekati titik cairnya yaitu
650o C (White and Ward 1996).
Penelitian magnesium yang awal dilakukan oleh Peloubet (1959), dalam
penelitian itu dia melakukan percobaan pemesinan kering pada paduan magnesium
dengan kandungan alumunium tinggi yang bertujuan untuk mengetahui batas-batas
dimana terbakarnya magnesium dapat dihindari, hasil percobaan didapatkan
percikan bunga api mulai terlihat pada kecepatan 600 sfm-1200 sfm dengan feeding
0.003 in/rev.
Pengamatan suhu magnesium pada mesin bubut dilaksanakan oleh Tonshoff
(2011), dalam penelitian magnesium dengan parameter Vc = 2100 m/min, f = 0.010.5 mm serta d = 0.2 mm, Tonshoff mengutarakan bahwa semakin kecil gerak
makan yang diberikan maka suhu geram akan mendekati titik penyalaan.
Baris (2011) menyatakan bahwa semakin rendah penggunaan kecepatan
potong dan juga semakin tebal chip yang dihasilkan dalam proses pemesinan akan
semakin mengurangi suhu pemesinan.

3

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, belum ditemukan cara
terbaik untuk mengurangi suhu pemotongan pada proses pemesinan kering
magnesium. Saat ini langkah yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan
cairan pendingin. Namun dalam perkembangannya proses pemesinan dengan
menggunakan cairan pendingin berusaha untuk diminimalisir, hal ini berkaitan
dengan isu pencemaran lingkungan, kesehatan operator dan biaya operasional
(Kauppinen, 2002).

Oleh sebab itu, proses pemesinan saat ini memiliki

kecenderungan menggunakan proses kering dan menggunakan udara sebagai media
pendingin.
Salah satu metode untuk menurunkan suhu pemotongan serta untuk
meningkatkan produktivitas pemesinan yang telah dicoba adalah dengan menggunakan
pahat potong berputar ( Rotary Cutting Tool) pada proses pemesinan bubut (Harun et al.,
2009). Dalam metode pemotongan dengan pahat potong berputar, mata pisau (cutting
edge) mengalami pendinginan selama periode tanpa pemotongan (non cutting period)
dalam satu putaran pahat potong. Selama periode itu diharapkan suhu pahat potong
menurun. Jika dibandingkan dengan proses pemesinan bubut konvensional (pahat
potong diam), maka progres aus yang berlaku akan lebih lambat, karena suhu yang
dihasilkan lebih rendah.
Harun (2008) dalam penelitiannya tentang pengaruh kecepatan putar pahat
terhadap gaya potong pada pemesinan bubut material baja S45C, menyatakan
bahwa unjuk kerja sistem pahat putar ditinjau dari aspek gaya dan suhu pemotongan
sangat baik dibandingkan dengan pemesinan menggunakan pahat biasa. Gaya
pemotongan pada pahat putar berkurang 18 % dari gaya pemotongan yang

4

diperoleh dengan pemotongan pahat diam. Sedangkan suhu pemotongan pada
pemesinan pahat putar berkurang 150˚ C dari suhu pemotongan dengan pahat diam.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan mengambil judul “KAJIAN SUHU PEMOTONGAN
PEMESINAN BUBUT MENGGUNAKAN PAHAT POTONG BERPUTAR
(ROTARY CUTTING TOOL) PADA MATERIAL PADUAN MAGNESIUM
AZ31”.
1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan hasil suhu pemotongan pada magnesium pada pemesinan bubut
menggunakan pahat potong berputar.
2. Mengetahui pengaruh beberapa parameter pemotongan terhadap hasil suhu
pemotongan.
3. Mengetahui distribusi suhu pahat putar pada pembubutan magnesium.
1.3 Batasan Masalah
Agar pengerjaan dalam penelitian ini dapat lebih terarah, maka penulis membatasi ruang
lingkup pembahasan pada:
1. Material yang diuji pada penelitian ini adalah magnesium tipe AZ31
2. Pahat yang dipakai pada pamesinan bubut adalah pahat potong berputar (rotary
cutting tool) serta memakai mesin bubut konvensional.
3. Tidak menggunakan cairan pandingin.

5

1.4 Sistematika Penulisan
Adapun Sistematika penulisan yang terdapat pada laporan penelitian ini terdiri dari:
Bab I. Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang, tujuan, batasan masalah dan
sistematika penulisan.
Bab II. Tinjauan Pustaka. Pada bab ini memuat teori mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan penelitian, yaitu: penjelasan material magnesium, pengertian
magnesium, pemesinan magnesium, pemesinan kecepatan tinggi dengan pahat
berputar dan suhu pemotongan dalam proses pemesinan dengan pahat berputar.
Bab III. Metodologi Penelitian. Pada bab ini terdiri atas hal-hal yang berhubungan
dengan pelaksanaan penelitian, yaitu tempat penelitian, bahan penelitian, peralatan,
dan prosedur pengujian.
Bab IV. Data Dan Pembahasan. Pada bab ini berisikan hasil dan pembahasan dari
data-data yang diperoleh saat pengujian dilaksanakan.
Bab V. Penutup. Pada bab ini berisi hal-hal yang dapat disimpulkan dan saran-saran
yang ingin disampaikan dari penelitian yang dilakukan.
Daftar Pustaka. Memuat referensi yang digunakan penulis untuk menyelesaikan
laporan tugas akhir.
LAMPIRAN
Berisikan perlengkapan laporan penelitian.

6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Pemesinan
Pemesinan adalah suatu proses produksi dengan menggunakan mesin perkakas
dengan memanfaatkan gerakan relatif antara pahat dengan benda kerja sehingga
menghasilkan suatu produk sesuai dengan hasil geometri yang diinginkan. Pada
proses ini tentu terdapat sisa dari pengerjaan produk yang biasa disebut geram.
Pahat dapat diklasifikasikan sebagai pahat bermata potong tunggal (single point
cutting tool) dan pahat bermata potong jamak (multiple point cutting tool). Pahat
dapat melakukan gerak potong (cutting) dan gerak makan (feeding). Proses
pemesinan dapat diklasifikasikan dalam dua klasifikasi besar yaitu proses
pemesinan untuk membentuk benda kerja silindris atau konis dengan benda kerja
atau pahat berputar, dan proses pemesinan untuk membentuk benda kerja
permukaan datar tanpa memutar benda kerja. Klasifikasi yang pertama meliputi
proses bubut dan variasi proses yang dilakukan dengan menggunakan mesin bubut,
mesin gurdi (drilling machine), mesin frais (milling machine), mesin gerinda
(grinding machine). Klasifikasi kedua meliputi proses sekrap (shaping planing),
proses slot (sloting), proses menggergaji (sawing), dan proses pemotongan roda
gigi (gear cutting) (Widarto, 2008).
Manufaktur dengan pemisahan beberapa bagian bahan dikenal sebagai
pemesinan. Material dalam bentuk chip dipisahkan dari bahan benda kerja secara

7

mekanik, menggunakan satu (bubut), dua (milling), atau beberapa (pengikisan)
mata potong. Jumlah pemotongan tepi, bentuk lekuk mata potong, dan posisi
pemakanan untuk benda kerja diketahui pada Gambar 2.1

Turning

Milling machine

Planner

Shapper

Drill
Creates hole

Punch press
Shapes workpiece
In one stroke
Serieng machine
Eniarges holes with
single point cutter

Surface grinder

Grinder

Gambar 2.1 Beberapa proses pemesinan : Bubut (Turning/Lathe), Frais
(Milling), Sekrap (Planning, Shaping), Gurdi (Drilling), Gerinda (Grinding),
Bor (Boring), Pelubang (Punching Press), Gerinda Permukaan (Surface
Grinding).
(Sumber : Widarto, 2008)

2.1.1 Proses Bubut
Mesin bubut sepeti yang tertara pada Gambar 2.2 merupakan salah satu mesin
perkakas yang menggunakan prinsip dimana proses pemesinan dilakukan dengan

8

cara menghilangkan beberapa bagian dari benda kerja untuk memperoleh bentuk
geometri tertentu.

Gambar 2.2 Mesin bubut
(Sumber: https://nanafrmana.blogspot.com, 2014)

Mesin bubut mempunyai gerak utama berputar pada benda kerja yang
dicekam pada poros spindel dan pahat yang ditempatkan sedemikian rupa dengan
posisi kaku sehingga gerakan benda kerja terhadap pahat mampu mengubah bentuk
dan ukuran benda dengan jalan menyayat benda tersebut dengan menggunakan
pahat penyayat, posisi benda kerja berputar sesuai dengan sumbu mesin dan pahat
bergerak kekanan dan kekiri searah sumbu mesin bubut menyayat benda kerja
tersebut.
Proses bubut sesuai dengan definisi ASM International adalah proses
pemesinan konvensional untuk membentuk permukaan yang dilakukan oleh pahat

9

terhadap benda kerja yang berputar, penggunaan ini dirancang untuk memotong
bagian material yang tidak diinginkan sehingga benda kerja mencapai dimensi,
toleransi dan tingkat penyelesaian yang sesuai dengan rancangan teknisnya. Selain
itu juga fungsi mesin bubut adalah membentuk benda kerja sesuai dengan
spesifikasi geometri yang ditentukan, biasanya berpenampang silinder dan
umumnya terbuat dari bahan logam, sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan
dengan cara memotong atau membuang (removal) bagian dari benda kerja menjadi
geram dengan menggunakan pahat potong yang jenisnya lebih keras dari benda
kerja yang dipotong (Rochim, 1993).

2.1.2 Parameter Proses Bubut
Ada beberapa parameter utama yang perlu diperhatikan pada proses pemesinan,
terutama pada proses bubut. Dengan menggunakan persamaan berikut kita dapat
menetukan beberapa parameter utama dan Gambar 2.3 menunjukkan skema proses
bubut.
lt

dm
do
a
f,
Put/
n, Put/men

Gambar 2.3 Gambar skematis proses bubut
(Sumber: Widarto, 2008)

10

Keterangan :




a.

Benda kerja :
do

= diameter mula (mm)

dm

= diameter akhir (mm)

lt

= panjang pemotongan (mm)

Mesin bubut :
a

= kedalaman potong (mm)

f

= gerak makan (mm/putaran)

n

= putaran poros utama (putaran/menit)

Kecepatan potong

Kecepatan potong untuk proses bubut dapat didefinisikan sebagai kerja rata-rata
pada sebuah titik lingkaran pada pahat potong dalam satu menit. Kecepatan putar
(speed), selalu dihubungkan dengan sumbu utama (spindle) dan benda kerja. Secara
sederhana kecepatan potong diasumsikan sebagai keliling benda kerja dikalikan
dengan kecepatan putar. Kecepatan potong biasanya dinyatakan dalam unit satuan
m/menit (Widarto, 2008). Kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda dan
putaran poros utama.

b.

Kecepatan makan

�� =

��

; m/menit

(1)

Gerak makan, f (feeding) adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda kerja
berputar satu kali sehingga satuan f adalah mm/rev. Gerak makan pula ditentukan
oleh kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat, bentuk pahat, dan
terutama kehalusan yang diinginkan. Sehingga kecepatan makan didefinisikan

11

sebagai jarak dari pergerakan pahat potong sepanjang jarak kerja untuk setiap
putaran dari spindel (Widarto, 1998).
vf = f.n ; mm/menit
c.

(2)

Waktu pemotongan

Waktu pemotongan adalah waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu
produk (Rochim, 1993). Rumus waktu pemotongan adalah :
tc =
d.

Kedalaman potong



��

; menit

(3)

Kedalaman potong didefinisikan sebagai kedalaman geram yang diambil oleh pahat
potong. Dalam pembubutan kasar, kedalaman potong maksimum tergantung pada
kondisi dari mesin, tipe pahat potong yang digunakan, dan ketermesinan dari benda
kerja (Rochim,1993). Rumus kedalaman potong adalah:
a=
e.





; mm

(4)

Kecepatan penghasilan geram

Geram adalah potongan dari material yang terlepas dari benda kerja oleh pahat
potong.
Z = A.Vc ; cm3/menit

(5)

A = a.f (mm)

2.1.3

Suhu pemesinan

Ada beberapa suhu penting dalam pemotongan logam. Suhu bidang geser sangat
penting pengaruhnya terhadap tegangan alir dan karena itu memiliki pengaruh besar
terhadap suhu pada muka pahat dan pada permukaan sayatan. suhu pada muka alat
juga memainkan peran utama relatif terhadap ukuran dan stabilitas Built-up Edge

12

(BUE) tersebut. Suhu lingkungan kerja mendekati zona pemotongan juga penting
karena secara langsung mempengaruhi suhu pada bidang geser, muka pahat dan
permukaan sayatan.
Energi yang digunakan dalam pemesinan terkonsentrasi pada suatu kawasan
yang sangat kecil. Hanya sebagian dari energi ini yang tersimpan dalam benda kerja
dan pahat dalam bentuk kerapatan dislokasi yang meningkat, sedangkan sebagian
besar energi lainnya diubah menjadi panas. Pemesinan pada dasarnya adalah
memanfaatkan energi yang dihasilkan oleh gerakan mekanik dan diubah menjadi
bentuk energi panas yang digunakan untuk memotong benda kerja. Seperti yang
diketahui, bahwa energi tidak dapat dimusnahkan namun dapat diubah menjadi
bentuk lain. Dengan memanfaatkan gerakan relatif antara pahat potong dan benda
kerja, maka akan menghasilkan energi panas yang cukup untuk memotong benda
kerja.

Gambar 2.4 Area distribusi suhu pada pahat potong
(Sumber : Kalpakjian, 1992)

13

Transfer energi panas yang dibutuhkan untuk memotong benda kerja
disesuaikan agar dapat terjadi pemotongan dengan memanfaatkan energi panas
yang dihasilkan oleh pergerakan makan pahat. Karena kawasan pemotongan terus
bergerak pada benda kerja maka tingkat pemanasan di depan alat ini menjadi kecil,
dan setidaknya pada kecepatan potong yang tinggi, sebagian besar panas (lebih dari
80%) terbawa oleh geram (Shaw, 1984).
Pada Gambar 2.4 memperlihatkan luas distribusi suhu pahat potong. Karena
sumber panas dalam pemesinan terkonsentrasi di area geser utama dan pada
permukaan pahat-geram. Jelas terlihat bahwa pola suhu tergantung pada beberapa
faktor yang berkaitan dengan sifat material dan kondisi pemotongan, termasuk jenis
cairan pemotongan apabila digunakan selama proses pemesinan. Berbeda menurut
pendapat Shaw (1984), Diperkirakan 90 % dari energi yang dikeluarkan terbawa
oleh geram selama proses pemesinan berlangsung (Kalpakjian, 1992).
Hampir semua energi mekanik terkait dengan pembentukan geram berakhir
sebagai energi panas. salah satu pengukuran pertama setara mekanik panas ( J )
dibuat oleh benjamin Thomson (lebih dikenal sebagai Count Rumford). Rumford
(1799) mengukur bahwa panas berkembang selama proses pengeboran kuningan
meriam di Bavaria. Ia mengamati benda kerja, alat, dan geram dalam jumlah air
yang diketahui dan diukur kenaikan suhu yang sesuai dengan input yang diukur dari
energi mekanik. Percobaan ini tidak hanya memberikan pendekatan yang baik
terhadap setara mekanik panas yang berdiri sebagai nilai yang diterima selama
beberapa dekade, tetapi juga memberikan wawasan baru ke dalam sifat energi panas
pada saat kebanyakan orang percaya bahwa panas adalah bentuk khusus dari cairan

14

yang disebut " kalori ". Itu juga diketahui bahwa beberapa energi yang berkaitan
dengan deformasi plastik tetap dalam deformasi material.
(Taylor,1934; Quinney,1937) menggunakan teknik kalori metrik yang
sangat akurat untuk mengukur energi sisa yang terjadi ketika batang logam yang
mengalami deformasi torsi. Ditemukan bahwa persentase energi deformasi ditahan
oleh bar menurun seiring dengan peningkatan energi regangan yang terlibat. Ketika
hasil ini diekstrapolasi terhadap tingkat tegangan energi dalam pembentukan
geram, diperkirakan bahwa energi yang tidak diubah menjadi energi panas hanya
antara 1 dan 3 persen dari total energi pemotongan. marshall dkk (1953) secara
langsung mengukur energi yang tersimpan dalam sisa logam geram pemotongan
dan Titchener (1974) telah membahas energi yang tersimpan dalam benda dalam
bentuk deformasi plastis dari titik pandang yang luas (Shaw, 1984).
Gambar 2.5 menjelaskan bahwa dengan menggunakan kecepatan potong
yang rendah maka distribusi energi panas antara geram dan benda kerja hampir
sama, berbeda dengan halnya distribusi pada pahat yang memilki energi distribusi
yang kecil. Namun semakin tinggi kecepatan potong yang digunakan, maka energi
panas yang dihasilkan semakin banyak pada geram.

15

Gambar 2.5 Variasi distribusi energi dengan kecepatan potong untuk kondisi
pemotongan (Sumber: Shaw, 1984)

Sebagai contoh apabila kita menggunakan kecepatan potong sebesar 500
ft/min maka akan didapatkan distribusi energi panas pada geram sebesar 60 % dan
pada benda kerja sebesar 30 % dan sisanya sebesar 10 % pada pahat. Hal ini
menujukkan bahwa distribusi suhu terbanyak dihasilkan pada geram semakin tinggi
kecepatan potong yang digunakan maka semakin besar distribusi suhu yang akan
diperoleh pada geram (Shaw, 1984).

2.1.4

Pemesinan kering

Pemesinan kering (Dry Machining) adalah proses pemesinan yang tidak
menggunakan fluida pendingin dalam proses pemotongannya. Pemesinan kering
mulai ditempatkan pada prioritas utama pada proses pemesinan akhir-akhir ini.
Berdasarkan ulasan dari beberapa pihak, minat dalam pengurangan atau
menghilangkan penggunaan cairan pendingin dalam pemesinan semakin

16

meningkat. Pemesinan kering diinginkan secara ekologi dan akan menjadi
keharusan bagi perusahaan manufaktur di tahun-tahun mendatang (Sreejith dan
Ngoi, 2000). Hal ini sangat relevan terhadap kondisi bahwa pemesinan yang
menggunakan cairan pendingin atau pelumas pada proses pengerjaannya dapat
memberikan dampak kurang baik terhadap operator maupun lingkungan. Ada dua
hal

mengapa

minat

akan

penggunaan

pemesinan

kering

meningkat

(Burhanudin.dkk, 2012):
a. Mengurangi atau menghilangkan terbukanya operator terhadap resikoresiko kesehatan yang mungkin akan terjadi seperti keracunan, iritasi kulit,
gangguan pernafasan dan infeksi mikroba.
b. Mengurangi biaya pemesinan. Sebuah kajian yang dilakukan sebuah
perusahaan otomotif menunjukkan bahwa cairan pendingin memberikan
kontribusi 16% dari biaya komponen yang dimesin.

Gambar 2.6a memperlihatkan proses pemesinan

menggunakan cairan

pendingin atau wet machining dan Gambar 2.6b memperlihatkan proses pemesinan
kering tanpa menggunakan cairan pendingin atau pelumas.

(a)

(b)

Gambar 2.6 Proses pemesinan dengan berbagai metode: a.Pemesinan basah
dan b. Pemesinan kering (Sumber : www.iwu.fraunhofer.de, 2014)

17

Alasan kuat mengapa pemesinan kering mulai mendapat perhatian serius
yaitu karena pada pemesinan basah, cairan hasil pemotongan yang telah habis masa
pakainya sebagai buangan dari industri pemotongan logam dapat mengancam
kelestarian ligkungan. Cairan pemotongan bekas ini biasanya hanya dimasukkan ke
dalam kontainer dan di timbun di bawah tanah. Selain itu, masih banyak praktek
yang membuang cairan pemotongan bekas langsung ke alam bebas. Hal ini tentu
berdampak merusak terhadap lingkungan sekitar (Mahayatra, 2012).
Pemesinan kering dilakukan terutama untuk menghindari pengaruh buruk
bagi kesehatan seperti yang telah diterangkan diatas, dari sudut pandang inilah kita
dapat menyimpulkan bahwa pemesinan kering termasuk dalam pemesinan yang
ramah lingkungan. Walaupun ada beberapa kelemahan dari proses pemesinan
kering ini terutama gesekan antara permukaan benda kerja dengan pahat potong,
pengeluaran geram yang dapat merusak benda kerja, serta suhu potong yang tinggi.
Keuntungan lain dari penggunaan pemesinan kering adalah sebagai berikut
(Mahayatra, 2012).
a. Ramah lingkungan, karena tidak menggunakan cairan pendingin.
b. Penanganan produk dan geram lebih mudah karena tidak tercampur
dengan cairan pendingin yang dapat saja mengganggu kesehatan operator.
c. Ongkos produksi lebih murah karena dapat mengurangi ongkos terhadap
pembelian, penyimpanan dan penanganan limbah cairan pendingin.
d. Tidak memerlukan pompa sebagai media penyemprotan pada cairan
pendingin sehingga dapat menghemat penggunaan listrik.

18

e. Dapat digunakan pada seluruh pengerjaan pemesinan dan juga dapat
melakukan pemotongan dengan berbagai material dari yang lunak hingga
keras.
Seperti yang telah dilansir oleh sebuah perusahaan yang meyakini bahwa
pengurangan penggunaan pendingin dapat menghemat biaya produksi pada
Gambar 2.7

Machining 30%

Tool 3%
Other
19%

Coolants
16%

Down town
7%

Tool change 25%

Gambar 2.7 Presentasi pembagian ogkos produksi
(Sumber : http://pemesinanpintar.blogspot.com, 2014)

Beberapa bahan sudah dikerjakan tanpa menggunakan cairan pendingin
seperti besi cor dan aluminium. Namun hal tersebut dapat dikerjakan apabila
menggunakan pahat yang tepat ataupun pahat yang telah dilapisi maupun
menggunakan intan yang sangat keras sebagai media pemotongnya. Karena akan
sukar memotong dengan pahat yang tidak sesuai dengan material benda yang akan
dipotong, dapat mengakibatkan mata pahat dapat cepat tumpul bahkan dapat
mengakibatkan cacat pada permukan benda kerja karena penumpulan pada pahat
potong. Pemesinan kecepatan tinggi dilakukan untuk menaikkan produktifitas

19

melalui kenaikan kecepatan pembuangan geram, mengendalikan dimensi oleh
karena pemanasan dan pencegahan Built-up Edge (BUE) (Stephenson dan Agapiou,
2006).

2.2 Pemesinan Kecepatan Tinggi dengan Pahat Berputar
Salah satu metode untuk menurunkan suhu pemotongan serta untuk meningkatkan
produktivitas pemesinan adalah dengan menggunakan pahat potong berputar dalam
proses pemesinan bubut (Harun et al., 2009). Gambar 2.8 mengilustrasikan prinsip dari
proses pemesinan ini. Seperti terlihat pada gambar, dalam metode pemotongan ini,
dengan pahat potong yang berputar maka mata pisau (cutting edge) akan didinginkan
selama periode tanpa pemotongan (non cutting period) dalam satu putaran pahat potong.
Hal ini diharapkan bahwa suhu pahat potong akan menurun dibandingkan dengan proses
pemesinan bubut konvensional (pahat potong diam). Selain itu juga diharapkan bahwa
proses pemesinan dengan pahat berputar ini dapat digunakan untuk pemotongan
kecepatan tinggi (high speed cutting) untuk material magnesium (Magnesium alloy) dan
material yang sulit dipotong (difficult to-cut materials) seperti paduan nikel (Nickel
Alloy), titanium (Titanium Alloy).

20

Detail
A-A

Gambar 2.8 Ilustrasi proses pemesinan bubut dengan pahat berputar
(Harun, 2009)

2.3 Suhu pemotongan dalam proses pemesinan dengan pahat putar
Panas yang dihasilkan akibat deformasi geram selama proses pemesinan bubut
dengan pahat berputar berpotensi dihasilkan dari sumber panas (heat source).
Sumber panas ini terdiri atas tiga zona deformasi yang dekat dengan mata pisau
pahat (tool cutting edge) seperti terlihat pada gambar 2.9, dimana biasanya disebut
masing – masing dengan zona deformasi utama (primary), kedua (secondary) dan
ketiga (tertiary). Selain itu, sumber panas yang lain adalah akibat akumulasi panas
pada mata pisau pahat.

21

Tool

Cutting
edge

Chip
1

Cutting
period

e
iec
p
k
or

2

ng n
ttictio
u
C ire
d

3

W

Heat sources:
1: Primary deformation zone (work plastic
deformation)
2: Secondary deformation zone (friction
energy between the chip and tool)
3: Tertiary deformation zone (friction
energy between the tool and workpiece)

Gambar 2.9 Aliran panas selama proses pemesinan bubut dengan pahat berputar
(Harun, 2009)
Pada daerah deformasi plastik (primary deformation zone), mata pisau
(cutting edge) pahat berbentuk lingkaran berputar dan secara kontinnyu memotong
material benda kerja sehingga menyebabkan terjadinya deformasi plastik material
benda kerja menjadi geram (chip). Usaha untuk mendeformasi material benda kerja
menjadi geram membutuhkan deformasi yang besar dengan laju regangan yang
tinggi sehingga menyebabkan timbulnya panas pada daerah deformasi geser (Trent
et al., 2000). Harun (2008) dalam penelitiannya melakukan eksperimen pengaruh
kecepatan putar pahat terhadap gaya potong pada pemesinan bubut material baja
S45C dengan pahat berputar. Dari eksperimen tersebut diperoleh hasil yaitu
peningkatan kecepatan putar pahat menyebabkan suatu penurunan kecepatan
potong sehingga diharapkan dapat memicu reduksi daya geser. Hal ini dapat
menyebabkan penurunan energi geser spesifik dan selanjutnya penurunan panas
yang dihasilkan selama deformasi geser.
Material yang digeser kemudian terdeformasi menjadi geram selanjutnya
mengalir di atas permukaan geram pahat pada daerah deformasi kedua (secondary

22

deformation zone). Panas yang timbul dari daerah deformasi kedua adalah
dihasilkan akibat deformasi plastik material benda kerja dan energi gesek antara
pahat potong dan geram. Oleh karena itu panas yang tinggi biasanya terjadi pada
daerah deformasi kedua ini (Dudzinski, 2004). Panas yang timbul pada daerah
deformasi ini dialirkan menuju geram dan pahat potong.
Selanjutnya pada daerah deformasi ketiga (tertiary deformation zone),
panas yang dihasilkan pada daerah antarmuka (interfece) antara pahat dan benda
kerja, dimana tepi pahat (flank tool) berputar sambil bergerak sepanjang permukaan
benda kerja dan menghasilkan panas melalui energi gesek antara pahat dan benda
kerja. Suhu yang meningkat akibat panas yang timbul oleh pembentukan
permukaan baru benda kerja pada daerah deformasi ketiga adalah dialirkan kedalam
benda kerja.
Pada pemesinan bubut dengan pahat berputar, periode tanpa pemotongan
(non cutting period) menjadi pendek dengan peningkatan kecepatan putar pahat,
hal ini mengartikan bahwa periode pendinginan pahat menjadi pendek. Oleh karena
itu pada batas kecepatan tertentu, suhu mata pisau pahat pada ujung periode
pendinginan belum cukup dingin ketika masuk kembali kedalam daerah
pemotongan sehingga suhu mata pisau pahat terus meningkat akibat akumulasi
panas.

2.4 Magnesium Dan Paduannya
Magnesium adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Mg dan
nomor atom 12 serta berat atom 24,31. Magnesium adalah elemen terbanyak
kedelapan yang membentuk 2% berat kulit bumi, serta merupakan unsur terlarut

23

ketiga terbanyak pada air laut. Logam alkali tanah ini terutama digunakan sebagai
zat campuran (alloy) untuk membuat campuran alumunium-magnesium yang
sering