17
2. Telaah Pustaka
Perilaku konsumtif menurut Sumartono 2002 adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya
keinginan yang sudah mencapai taraf tidak rasional lagi. Menurut Dahlan dalam Sumartono, 2002 mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku
yang ditandai adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar
– besarnya serta adannya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh
suatu keinginan untuk memenuhi kesenangan semata. Sementara Tambunan 2001, perilaku konsumtif biasanya menunjuk pada perilaku konsumen yang
memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang atau jasa yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
Perilaku konsumtif merupakan perilaku yang memanfaatkan nilai uang lebih besar tanpa pertimbangan yang rasional untuk mendapatkan barang yang
bukan merupakan kebutuhan pokok serta adanya anggapan hal bahwa barang yang dianggap paling mahal memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik. Sebenarnya
pola konsumsi seseorang mulai terbentuk dari masa remaja, masa remaja adalah masa ketika seseorang itu ingin dirinya diakui oleh sekelilingnya. Menurut
Mangkunegara dalam Yustisisari, 2009, bagi produsen usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial, hal ini dikarenakan pada usia remaja pola konsumsi
terbentuk. Tidak hanya itu remaja juga sering terbujuk oleh iklan, ikut – ikutan
trend,
cenderung lebih boros. Hal ini sering dimanfaatkan oleh produsen untuk menjual barangnya.
Terutama mahasiswa, mereka membeli kebutuhan bukan kebutuhan pokoknya. Semua itu semata
– mata hanya untuk diakui eksistensinya dengan membeli barang
18
yang sedang
trend
atau mengikuti gaya artis idolanya. Sekarang ini mahasiswa lebih banyak memperhatikan merek barang yang dia akan beli dibandingkan
dengan kegunaan dari barang tersebut. Menurut Sumartono 2002 dalam membeli barang konsumen mahasiswa sering memperhatikan hal
– hal, seperti membeli produk karena ada hadiah, kemasan menarik, menjaga penampilan dan gengsi,
adanya penilaian bahwa harga barang yang tinggi akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi pula, mencoba menggunakan dua produk yang berbeda, dan
membeli produk hanya sekedar simbol status saja. Demografi merupakan studi ilmiah tentang kependudukan yang berkaitan
dengan jumlah atau ukuran penduduk, struktur, serta perkembangan penduduk
United Nations Multilingual Demograhic .
Demografi adalah ilmu yang mempelajari struktur, proses, dan kualitas sumber daya manusia Mantra, 2003.
Sedangkan menurut Robb dan Sharpe 2009, demografi adalah suatu studi yang mempelajari karakteristik, sikap, dan perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jenis kelamin, status pendidikan, dan pendapatan. Hal yang sama dikemukakan oleh Swastha dan Handoko 1987 yang dikutip oleh
Andrawina 2011 faktor demografi yang mempengaruhi keputusan konsumen adalah usia, pekerjaan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat
penghasilan. Demografi adalah suatu ilmu yang mempelajari karakteristik, sikap,
proses, perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis kelamin, status pendidikan, dan pendapatan. Dalam penelitian kali ini faktor
demografi yang mempengaruhi perilaku konsumtif, diantaranya:
19
a. Jenis Kelamin
Menurut Robb dan Sharpe 2009 dalam Setyawan, 2011 jenis kelamin adalah suatu konsep karakteristik yang membedakan seseorang antara laki
– laki dan perempuan. Dalam hal berperilaku konsumtif, biasanya perempuan lebih
konsumtif dibandingkan laki – laki. Hal ini terlihat perempuan lebih banyak
membelanjakan uangnya daripada laki – laki untuk keperluan penampilan seperti
pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu Rosandi, 2004. Dalam perilaku membeli, laki
– laki lebih mudah terpengaruh, sering tertipu karena tidak sabar dalam memilih, dan kurang menikmati kegiatan berbelanja. Sedangkan
perempuan, lebih tertarik pada warna dan bentuk tanpa melihat kegunaannya, tidak mudah terpengaruh bujukan penjual, dan senang dalam melakukan
kegiatan berbelanja walaupun hanya
window shopping
melihat – lihat saja tanpa
membeli Tambunan, 2001. b.
Pendapatan Pendapatan merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang
dalam suatu periode. Hal ini menitik beratkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode standart akuntansi keuangan no 23.
Semakin banyak uang yang dimiliki oleh seseorang semakain sering juga seseorang ingin membelanjakan segala sesuatu yang dilihatnya, hal ini
dikarenakan oleh sifat konsumtif yang dimiliki oleh setiap individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Sumaryono 2008 banyaknya uang
akan mempengaruhi perilaku konsumtif seseorang. Menurut Zoero 2006 dalam penelitian Angela 2009 mengatakan uang saku dianggap tidak penting,
terutama yang biasanya diberi dengan pola pemberian harian. Dalam pemberian
20
harian, cenderung jumlah uang terlihat sedikit dan mahasiswa justru lebih konsumtif dalam penggunaan uang saku tersebut.
c. Usia
Menurut McKay, Atkinson, dan Crame 2008 yang dikutip oleh Wiharjo 2012 menjelaskan bahwa orang tua lebih cenderung melakukan tindakan menabung
dan menggambarkan dirinya bukan sebagai pembeli impulsif. Sedangkan pada usia remaja, mereka ingin keberadaannya diakui oleh lingkungan tempat dia
bersosialisasi serta usia remaja merupakan sasaran utama bagi produsen untuk menawarkan berbagai macam produknya Wagner, 2009. Usia mempengaruhi
pandangan terhadap uang dan berujung pada keputusan keuangan.
Money attitude
setiap orang berbeda
– beda, dapat dilihat dari cara pandang orang terhadap uang yang dimiliki. Perubahan cara pendang orang
tergantung dari kebudayaan orang tersebut.
Money attitude
ini meng
cover
semua kehidupan seseorang Al-Amoodi, 2006. Dengan adanya uang seseorang dibuat
untuk merasa tenang untuk menjalani setiap kegiatan yang ada. Yamauchi dan Templer 1982 yang mengemukakan tentang
Money Attitude Scale
MAS menemukan dimensi dalam
money attitude
, yaitu: a.
Power prestige Power prestige
ini merupakan dimensi yang pertama dari
money attitude
. Pada penelitian Yamauchi dan Templer 1982, menunjukan bahwa orang yang
memiliki skor paling tinggi menganggap uang sebagai simbol kesuksesan. Dalam dimensi ini uang dianggap sebagai alat kekuasaan, yang nantinya uang
tersebut akan digunakan untuk membeli seperti mobil, motor, pakaian, dan lain –
lain. Menurut WalkerGarmin 1992 dalam Wong 2010, uang yang menjadikan dasar seseorang dalam melihat kekuatan dari orang lain serta
21
menjadi faktor daya tarik seseorang. Sementara menurut Csikszentmihalyi Rochberg-Halton 1981 yang dikutip oleh Al
– Amoodi 2006 uang merupakan simbol dan status bagi orang yang memilikinya dan akhirnya keberadaan orang
tersebut lebih dinilai lingkungannya. b.
Retention
–
time Retention
–
time
merupakan dimensi kedua dari
money attitude
.
Retention
–
time
mengacu pada perilaku membelanjakan uang perlu perencanaan sebelumnya Yamauchi dann Templer, 1982.
Retention time
merupakan perencanaan dalam penggunaan uang seseorang dan dalam membeli barang harus terencana
sebelumnya Wong, 2010. Menurut Setyawan 2011
retention
–
time
merupakan salah satu sikap psikologis seseorang yang mengacu pada perilaku dimana seseorang tidak ingin menghabiskan uangnya. Dalam menggunakan
uang seseorang akan berhati – hati dan uang harus direncanakan terlebih dahulu
sehingga uang yang dipakai nantinya memberikan manfaat. c.
Distrust
Dimensi yang ketiga adalah
distrust.
Menurut Yamauchi dan Templer, ciri – ciri
dari dimensi
money attitude
yang satu ini adalah adanya sikap ragu – ragu dan
curiga.
Distrust
disebut dengan “price sensitivity”Yamauchi dan Templer, 1982, karena seorang konsumen sangat sensitif terhadap harga dari suatu barang
yang akan dibelinya. Hal ini biasanya menyebabkan perilaku konsumtif. Menurut Tokunga 1993 yang dikutip oleh Al
– Amoodi 2006, konsumen yang tergantung pada kartu kredit dalam membeli akan ragu
– ragu dalam membeli barang.
22
d.
Anxiety Anxiety
dianggap sebagai faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam berbelanja Yamauchi dan Templer, 1982. Sehingga
anxiety
memiliki 2 karakteristik, yaitu uang dapat menimbulkan kecemasan dan dapat memberikan
perlindungan. Namun
anxiety
yang tinggi dapat menimbulkan kecemasan kemudian nantinya akan berujung pada perilaku konsumtif Edward, 1933;
Valence et al, 1988 dalam Al-Amoodi, 2006. Hal ini senada dengan Roberts dan Jones 2001 perilaku konsumtif merupakan suatu tindakan untuk
mengurangi kecemasan seseorang terhadap uang. Kebanyakan orang menganggap uang adalah sumber kecemasan. Dan menurut Wong, dalam
anxiety
uang menjadi pemicu stress sehingga orang terdorong dalam melakukan pembelian.
e. Quality
Suatu kualitas bagi seorang konsumen sangatlah penting, tidak peduli seberapa mahal barang yang akan dibelinya Yamauchi dan Templer, 1982 dalam
Setyawan, 2011. Kebanyakan orang ingin agar barang yang berkualitas dapat mendukung penampilannya. Dalam kenyataanya seseorang dalam membeli
barang akan mempertimbangkan kualitas barang yang akan dibelinya itu, tidak penting mengenai harga mahal barang tersebut.
2.1 Perumusan Hipotesis
Faktor demografi yang mempengaruhi perilaku konsumtif menurut Robb dan
Sharpe 2009 dalam Setyawan, 2011, yaitu: Jenis kelamin menurut Robb dan Sharpe 2009 yang dikutip oleh
Setyawan 2011 adalah suatu konsep karakteristik yang membedakan antara laki
– laki dan perempuan dalam berperilaku. Dalam penelitian Robb dan Sharpe
23
2009 yang dikutip oleh Setyawan 2011 mahasiswa perempuan dibandingkan laki
– laki lebih memungkinkan dalam memiliki kartu kredit, serta mahasiswa perempuan memiliki pengetahuan yang rendah tentang keuangan. Dalam hal
berperilaku konsumtif jenis kelamin sangat berpengaruh, karena jika diperhatikan antara perempuan dengan laki
– laki, perempuan lebih senang membelanjakan uang yang ia miliki hanya untuk mengikuti
fashion
yang sedang
trend
. Seorang perempuan tidak ingin dirinya terlihat ketinggalan jaman karena pakaiannya yang tidak sesuai dengan
mode
. Kebanyakan laki – laki tidak
menyukai berbelanja seperti yang dilakukan oleh perempuan Tambunan, 2001.
H
1
: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan jenis kelamin mahasiswa.
Besarnya uang saku yang dimiliki mahasiswa dapat mempengaruhi perilaku konsumtif mereka. Hal ini dapat dilihat dari semakin tinggi uang saku,
semakin tinggi juga tingkat konsumsinya. Dalam Zoerow 2006 yang dikutip oleh Angela 2006 mengatakan bahwa uang saku dianggap tidak terlalu penting,
apalagi bagi mahasiswa yang mendapatkan uang saku harian. Dalam pola pemberian uang saku harian mahasiswa akan menganggap jumlah uang saku
tersebut sedikit dan cenderung akan cepat dalam penggunaannya. Tidak hanya pada uang saku harian, kebanyakan mahasiswa dalam penggunaan uang saku
sering habis dan meminta uang saku tambahan dengan berbagai macam alasan.
H
2
: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasa rkan uang saku
mahasiswa.
24
Menurut McKay, Atkinson, dan Crame 2008 yang dikutip oleh Wiharjo 2012 menjelaskan bahwa orang tua lebih cenderung melakukan tindakan
menabung dan menggambarkan dirinya bukan sebagai pembeli impulsif. Usia mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan keuangan. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Wiharjo 2012, usia memiliki pengaruh terhadap penggunaan kredit. Hal ini terlihat pada usia 50 tahun mereka lebih senang
untuk menabung dibandingkan dengan melakukan pembelanjaan ataupun kredit. Sedangkan pada usia remaja akan cenderung membeli barang yang tidak
dibutuhkan atau tidak bermanfaat hanya untuk menaikan status sosial di lingkungan dia berada Wagner, 2009.
H
3
: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan usia
mahasiswa.
Money attitude
dilihat dari
money attitude scale
menurut Yamauchi dan Templer 1982 dalam Al-Amodi, 2006, yaitu:
Power
–
prestige
menjelaskan bahwa uang merupakan simbol dari kekuasaan atau kekuatan Yamauchi dan Templer, 1982. Sementara menurut
Csikszentmihalyi Rochberg-Halton 1981 yang dikutip oleh Al – Amoodi
2006 uang merupakan simbol dan status bagi orang yang memilikinya, pada akhirnya keberadaan orang tersebut lebih dinilai lingkungan sekitar. Hal tersebut
mendorong orang berlomba – lomba untuk mendapatkan kekuasaan dan
pengakuan dari masyarakat sekitarnya. Tidak hanya orang yang sudah memiliki penghasilan tersendiri, mahasiswa pun ingin mendapatkan pengakuan dari
lingkungan sekitarnya walaupun belum memiliki uang sendiri. Dapat dilihat dari
25
pergaulan dan penampilan mahasiswa, karena ingin diakui keberadaannya mahasiswa sering kali berperilaku konsumtif untuk membeli barang
– barang yang terlihat mewah tanpa memperhatikan kegunaan dari barang tersebut.
H
4
: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan power
–
prestige mahasiswa.
Retention
–
time
mengacu pada perilaku membelanjakan uang perlu melakukan perencanaan Yamauchi dan Templer, 1982. Menurut Setyawan
2011
retention
–
time
merupakan salah satu sikap psikologis seseorang yang mengacu pada perilaku dimana seseorang tidak ingin menghabiskan uangnya.
Perencanaan penggunaan uang sebelumnya tidak akan sia – sia dalam
pembelanjaan. Dalam penelitian Setyawan 2011 tentang
money attitude scale
terhadap pengguanaan kartu ATM mahasiswa menghasilkan adanya
retention
–
time
yang tinggi dalam penggunaan kartu ATM, dengan kata lain mahasiswa memiliki perencanaan tentang penggunaan keuangan. Dikarenakan setiap bulan
mahasiswa secara tidak langsung hanya dapat menggunakan uang yang telah ditransfer atau dianggarkan oleh orang tuanya masing
– masing melalui ATM. Dalam penelitian Setyawan 2011
retention
–
time
tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumtif sehingga mahasiswa cenderung untuk tidak
berperilaku konsumtif.
H
5
: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan retention -
time mahasiswa.
26 Distrust
merupakan suatu ketidakpercayaan seseorang terhadap harga yang barang yang telah dibelinya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Robert
dan Jones 2001,
distrust
tidak mempengaruhi seseorang untuk berperilaku konsumtif. Namun menurut Tokunga 1993 yang dikutip oleh Roberts dan
Jones 2001 menjelaskan bahwa seseorang yang sangat bergantung pada kartu kredit
cenderung akan
selalu melakukan
pembelian. Dalam
kasus membelanjakan uangnya, seseorang terlebih dahulu akan mencari barang yang
sama di tempat lain hanya untuk membandingkan harga barang tersebut. Begitu halnya dengan mahasiswa dalam membelanjakan uangnya akan meneliti harga
barang yang akan dibelinya pada toko yang berbeda. Sensitif tehadap harga akan mempertimbangkan harga barang yang rendah Yamauchi dan Templer, 1982
dalam Roberts dan Jones, 2001. Ketika harga rendah mereka akan cenderung membelanjakan uangnya untuk barang tersebut, tanpa mempertimbangkan
kegunaan barang tersebut.
H
6
: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berda sarkan distrust
mahasiswa.
Anxiety
menurut Roberts dan Jones 2001 perilaku konsumtif merupakan suatu tindakan untuk mengurangi kecemasan seseorang terhadap uang.
Dalam penelitiannya terdapat hubungan yang positif antara
anxiety
dengan perilaku konsumtif, hal ini dapat dilihat dari seseorang yang memegang uang akan
menimbulkan kecemasan yang tinggi kemudian memilih untuk membelanjakan uang tersebut. Uang dapat memprovokasi seseorang untuk melakukan tindakan
konsumtif Edwards, 1993. Perilaku konsumtif ini spontan dilakukan oleh
27
seseorang untuk mengurangi ketegangan dalam memegang uang. Hal ini diduga karena seseorang cemas dalam memegang uang yang ada karena tidak terlihat
ujudnya. Namun jika seseorang membelanjakan uangnya untuk barang yang mereka inginkan, orang tersebut akan dapat memegang barang. Ada juga
kemungkinan jika seseorang memegang uang yang banyak akan terjadi kejadian negatif, seperti pencurian, penjambretan, dan lain sebagainya. Begitu halnya pada
mahasiswa, mereka akan menghabiskan uang yang dimiliki untuk belanja, karena dianggap uang sebagai suatu kecemasan. Mahasiswa akan merasa aman jika uang
terlihat wujudnya berupa barang.
H
7
: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan anxiety
mahasiswa.
Quality
, seseorang percaya membeli barang seharusnya dengan kualitas yang terbaik pula Yamauchi dan Templer, 1982. Agar keberadaannya diakui
oleh lingkungan sekitar, orang akan memperhatikan kualitas barang yang akan dia beli tanpa memperhatikan harga barang tersebut. Jika barang yang dibeli dengan
kualitas yang bagus maka orang tersebut akan merasa kalau penampilannya sempurna. Sebagai contoh seseorang yang akan memebeli barang, akan melihat
barang dari kualitasnya tanpa memandang manfaat dan harga dari barang tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Wagner 2008 harga barang yang tinggi akan
menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi pula. Sehingga orang yang akan berbelanja cenderung melihat kualitas dari sebuah barang. Begitu halnya dengan
mahasiswa, mereka akan membeli barang yang dapat mendukung penampilan di
28
lingkungan sekitarnya. Mereka rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya untuk mendapatkan barang yang berkualitas.
H
8
: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan quality
mahasiswa.
3. Metode Penelitian