HASIL DAN PEMBAHASAN T1 192007011 Full text

11 material. Besarnya redaman sebanding dengan impedansi akustiknya. Dimana semakin besar kecepatan gelombang ultrasonik dalam bahan akan semakin besar pula impedansi akustiknya Pers. 5. Dari pengukuran yang telah dilakukan pada percobaan 1 didapatkan informasi bahwa penambahan konsentrasi formalin menyebabkan perubahan kecepatan gelombang dan elastisitas dalam material Tabel 4. Semakin banyak konsentrasi yang ditambahkan membuat kecepatan ultrasonik semakin besar. Apabila dihubungkan dengan impedansi akustiknya dapat disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi formalin menyebabkan impedansi bakso kakap semakin besar. Untuk mendapatkan sebuah data kalibrasi telah dilakukan pengukuran kecepatan gelombang ultrasonik dengan konsentrasi formalin 0 - 30. Konsentrasi formalin yang ditambahkan menyebabkan waktu tempuh gelombang ultrasonik dalam material semakin singkat. Gambar 8. Grafik penjalaran sinyal ultrasonik dari berbagai sampel. a Kakap murni. b Kakap + formalin 5. c Kakap + formalin 10. d Kakap + formalin 15. e Kakap + formalin 20. f Kakap + formalin 25. g Kakap + formalin 30. Burst 12 Pada Gambar 8 terlihat adanya burst. Burst merupakan sinyal awal yang dihasilkan oleh generator dan berfungsi untuk mengetarkan transduser ultrasonik. Generator dengan osiloskop terhubung secara paralel, maka pada saat generator dinyalakan, secara otomatis osiloskop akan mencatat adanya gelombang ini. Panjang sebuah burst dipengaruhi oleh besarnya frekuensi transduser. Semakin tinggi frekuensi, waktu tempuh gelombang menjadi lebih kecil dan panjang burst menjadi lebih pendek. Dalam penelitian ini frekuensi yang digunakan 200 KHz sehingga burst masih cukup panjang dengan waktu tempuh 100 μs. Untuk mencegah adanya superposisi antara burst dengan gelombang dari penerima maka ukuran bakso dibuat lebih panjang dari biasanya. Dalam Gambar 8 juga terlihat semakin kecil konsentrasi formalin, burst seolah- olah semakin panjang. Hal ini dipengaruhi oleh faktor impedansi material perantara matching impedance dari transduser ke aluminium dan bakso. Matching impedance berfungsi untuk menghubungkan permukaan transduser dengan material yang diuji sehingga tidak ada rongga diantaranya. Saat merambat di medium yang berbeda impedansinya sebagian gelombang akan dipantulkan. Waktu pantul gelombang hampir menyamai waktu burst dari generator. Hal ini menyebabkan gelombang berakumulasi dan menjadikan burst seolah-olah lebih panjang sebagai akibat adanya repetisi data awal. Burst yang seolah-olah lebih panjang menandakan bahwa besar impedansi antara perantara dan material jauh berbeda. Pada konsentrasi formalin 20-30 burst sudah mulai konstan hal ini menunjukkan bahwa matching impedance yang digunakan ternyata cocok untuk material yang keras karena kemungkinan besar impedansinya hampir sama. Sedangkan untuk konsentrasi formalin 0-15 burst masih fluktuatif sebagai akibat gelombangnya masih banyak yang dipantulkan. Oleh sebab itu matching impedance kurang cocok pada konsentrasi 0-15 yang tingkat elastisitasnya lebih rendah Tabel 4. Pada penelitian ini bahan matching impedance yang digunakan terbatas pada stemfet dan gel ultrasonik. Hasil menunjukkan bahwa pemakaian stemfet lebih efektif dibandingkan dengan gel ultrasonik karena besar impedansi akustik stemfet cocok dengan material yang diuji sehingga nilai transmisi gelombang lebih besar. Oleh sebab itu pemilihan bahan yang digunakan sebagai matching impedance sebaiknya disesuaikan dengan impedansi akustik material yang diteliti dan perlu dikembangkan penelitian tentang bahan-bahan yang cocok digunakan sebagai matching impedance. Konsentrasi efektif formalin terlihat jelas sampai dengan 15, lebih dari itu secara visual akan sedikit sulit dalam menentukan posisi waktu tempuhnya. Kesulitan dalam penentuan waktu tempuh kemungkinan ada data yang mulai tumpang-tindih dengan burst karena perbedaan waktu tempuh burst dekat dengan waktu gelombang data yang 160 μs Tabel 4. Untuk mensiasati kesulitan yang ada, faktor frekuensi perlu diperhatikan. Frekuensi transduser yang semakin tinggi berdampak pada panjang burst yang dapat diminimalkan sehingga tumpang- tindih gelombang bisa dihindari. Hasil perhitungan kecepatan ultrasonik menggunakan persamaan 2 diperoleh data rata-rata pada Tabel 4 dan ditunjukkan dengan sebuah kurva kalibrasi hubungan kecepatan ultrasonik dengan konsentrasi formalin seperti yang terlihat pada Gambar 9. Besarnya nilai d MOE diperoleh dari Persamaan 3 dengan acuan massa jenis daging 13 kakap ρ sebesar 1042 Kgm 3 [17]. Besarnya kecepatan dan nilai d MOE dipengaruhi oleh bahan dasar dan komposisi bakso. Untuk lebih mengetahui variasi yang ada, dapat dilakukan uji terhadap berbagai komposisi bakso kakap dan berbagai bahan dasar. Dalam penelitian ini masih terbatas pada daging kakap dengan satu variasi komposisi. Tabel 4 merupakan data hasil percobaan 1 dan 2 yang dirata-ratakan. Tabel 4. Hasil perhitungan kecepatan dengan konsentrasi formalin 0 - 30 untuk kalibrasi Gambar 9. Kurva kalibrasi antara kecepatan ultrasonik dengan konsentrasi formalin Konsentrasi Waktu μs Kecepatan Riil kms MOE d kgm 2 x10 8 230,68 1,734 3,19 4,125 221,97 1,802 3,44 5 206,50 1,937 3,98 9,25 170,08 2,311 5,67 10 190,02 2,106 4,71 15 160,25 2,496 6,62 18,5 158,98 2,516 6,72 20 150,09 2,666 7,55 25 138,21 2,894 8,89 27,75 133,11 3,006 9,59 30 129,82 3,081 10,08 14 Persamaan empiris antara kecepatan ultrasonik dengan konsentrasi formalin pada Gambar 9 adalah : 74 , 35 98 , 20   v P Pers. 8 dengan ketentuan : = Konsentrasi formalin = Kecepatan gelombang ultrasonik Kms Pengukuran 1 ini mengindikasikan bahwa semakin besar konsentrasi formalin yang ditambahkan, kecepatan rambat gelombang ultrasonik dan modulus elastisitasnya akan semakin besar terlihat dalam Tabel 4. Dari teori yang ada, formalin menyebabkan ikatan protein menjadi pecah. Reaksi antara gugus peptida pada protein yang bersifat basa dengan aldehida pada formalin yang bersifat asam akan menyebabkan denaturasi penggumpalan ketika ion-ionnya berada di titik isoelektrik ion bermuatan nol. Peristiwa denaturasi terjadi ketika gugus peptida yang memiliki struktur berlipat-lipat seperti pegas berubah menjadi bebas sebagai akibat ikatan peptidanya pecah. Perubahan struktur inilah yang menyebabkan material menjadi rigid atau tegar. Semakin besar konsentrasi formalin, semakin banyak pula ikatan peptida yang pecah yang berakibat pada tekstur bakso semakin tegar modulus elastisitasnya besar . Persamaan 8 dipakai dalam pengujian validasi data hasil percobaan ke.3. Data percobaan ke.3 dibandingkan dengan perhitungan menggunakan persamaan 8 dan diperoleh hasil yang sedikit berbeda. Tabel 5. Hasil perhitungan validasi Kecepatan Prediksi kms Konsentrasi Formalin MOE d kgm 2 x 10 8 Prediksi Riil 1,930 4,77 5 3,95 2,043 7,14 10 4,43 2,259 11,67 15 5,42 2,754 22,06 21 8,06 2,896 25,04 25 8,90 Dari perhitungan validasi didapatkan besar standar deviasi sebesar 2,35. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan empiris yang diperoleh dari kurva kalibrasi memungkinkan dapat dipakai sebagai acuan untuk menentukan jumlah konsentrasi formalin dalam bakso. 15 Gambar 10. Grafik pencocokan konsentrasi riil dengan konsentrasi prediksi. Seluruh hasil data yang didapat merupakan pengukuran pada daerah frekuensi 200 KHz. Ada kemungkinan penerapan pada frekuensi lain dapat menghasilkan data yang berbeda sehingga memperkaya data yang sudah didapat dalam penelitian ini.

5. KESIMPULAN

Metode Non-Destructive Evaluation NDE menggunakan gelombang ultrasonik dapat digunakan sebagai salah satu alternatif cara untuk menentukan jumlah kandungan formalin dalam bakso. Metode ini memiliki keunggulan bahwa bahan yang diuji tidak perlu dihancurkan terlebih dahulu sehingga proses penelitian pun akan praktis dan material bakso yang diteliti masih dapat dimanfaatkan kembali. Frekuensi transduser ultrasonik menentukan panjang minimum material yang dapat diteliti. Dari perhitungan kalibrasi didapatkan persamaan empiris antara konsentrasi formalin P dengan kecepatan ultrasonik v yaitu dimana P dalam dan V dalam Kms. Persamaan ini digunakan untuk menentukan konsentrasi formalin pada pengukuran ke.2 sebagai validasi dan diperoleh standard deviasi maksimal adalah 2,35. 6. DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim 1 . Boraks dan Formalin pada Makanan.2011. http:www.scribd.comdoc31421329Contoh-Karya-Ilmiah-Boraks-Dan- Formalin-Pada-Makanan. Hal.3. [2] Anonim 2 . Boraks dan Formalin pada Makanan. 2011. 16 http:www.scribd.comdoc31421329Contoh-Karya-Ilmiah-Boraks-Dan- Formalin-Pada-Makanan. Hal.7-9. [3] Sediaoetama, Achmad Djaeni. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. 2008. Jilid 1. Jakarta:Dian Rakyat. [4] Marliana, Herci. Optimasi Pereaksi Schreyver menjadi Kertas Indikator untuk Identifikasi Formalin dalam Sampel Makanan. 2008. Depok:FMIPA UI. Hal.8-9. [5] Anonim 3 . Undang-undang pangan RI no.7 Tahun 1996. www.dinkesjatengprov.go.id. http:bkp.deptan.go.idsitesdefaultfilesUU_NO_7_1996_TENTANG_PANGAN _0.pdf [6] Karlinasari, Lina. Pengujian Kayu dan bambu Secara Non-Destruktif dengan Metode Ultrasonik. 2005. Bogor:Fakultas Kehutanan ITB. [7] Buletin Service. Formalin bukan Formalitas. Edisi Januari 2006. No.73 TahunVII.2006. Jakarta : Divisi Agro Feed Business Charoen Pokphand Indonesia. [8] Hastuti, Sri. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehide pada Ikan Asin di Madura. 2010. Bangkalan : Majalah Agrointek Vol 4, No. 2 Agustus 2010. [9] Sihombing, Marice dan G. Sihombing. Nilai Biologik Tahu yang Direndam dalam Formalin. 1996.Cermin Dunia Kedokteran No.111. hal 17-19. [10] Sollomann, Torald. A Manual og Pharmacology and its Applications to the Therapcustics and Toxicology, 8th cd. 1957. Philadelphia-London:WB. Saunders Co. Hal 837-839. [11] Stephen Hughes. Medical ultrasound imaging Phys. Educ. 36. November 2001. hal.468- 475. [12] Anonim 2 . 2010. Ultrasound. http:www.obultrasound.nethistory.html . [13] Resnick, halliday. Fisika.Jilid 1 ed.3.Diterjemahkan Oleh Pantur Silaban. 1985. Jakarta:Erlangga. [14] Schmerr , Lester W. Jr. Fundamental Models And Measurements For Ultrasonic Nondestructive Evaluation Systems. Ultrasonic And Advanced Methods For NondestructiveTesting And Material Characterization. 2007. ISBN 978-981-270- 409-2. Hal. 3. [15] E.A Ginzel and R.K. Ginzel. Ultrasonic Properties of a new low attenuation dry couplant elastomer. 1994. Ginzel Brothers and Association Ltd. hal.1 -10. [16] Yatarif, Neni Wahyuni. Karakteristik Sinyal Akustik untuk Mendeteksi Keabnormalan Jaringan Tubuh Menggunakan Ultrasonik. 2008. Depok: FMIPA UI. Hal. 41-42 [17] Anonim 5 . 2011. Density Table. http:www.aqua-calc.compagedensity-table.