Identifikasi Masalah IDENTIFIKASI DAN RUMUSAN MASALAH

pihak lain yang berkepentingan didalam penanggulangan masalah penyalahgunaan NAPZA. Studi tentang model capacity building tersebut memiliki relevansi dengan bidang studi pendidikan luar sekolah karena beberapa alasan : 1 konsep capacity building menyatukan unsur pelatihan dengan pengorganisasian tindakan hasil pelatihan yang dapat menjamin keberlanjutan program yang berbasis masyarakat; 2 konsep capacity building bersumber dari teori pengembangan masyarakat pendidikan masyarakat community development sehingga merupakan bentuk fasilitasi pembelajaran bagi terciptanya masyarakat belajar learning society untuk mengetahui learning to know dan untuk melakukan learning to do upaya-upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Upaya mewujudkan masyarakat belajar adalah sangat penting. Donald Schon 1963, 1967, 1973, menyatakan bahwa masyarakat dan semua institusi berada didalam proses transformasi yang terus-menerus, sehingga tidak ada suatu keadaan yang stabil. Kita harus belajar memahami, membimbing, mempengaruhi dan mengelola transformasi ini. Kita harus membangun kapasitas untuk membuatnya menyatu dengan diri kita dan institusi-institusi kita.

B. IDENTIFIKASI DAN RUMUSAN MASALAH

1. Identifikasi Masalah

Kelemahan pemerintah dan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pencegahan penyalahgunaan NAPZA terletak pada pandangan yang tidak proporsional yakni hanya memandang masyarakat sebagai objek kegiatan yang rentan, tanpa memandang bahwa didalam masyarakat terdapat banyak potensi dan sumber yang bisa didayagunakan untuk memecahkan masalah penyalahgunaan NAPZA. Karenanya pemerintah dan pemerintah daerah kurang melibatkan komponen potensial masyarakat sebagai subjek kolektif dalam mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA di wilayahnya sendiri. Model capacity building organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA pada dasarnya merupakan model alternatif pendidikan luar sekolah yang memadukan metoda pendidikan orang dewasa dengan pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam rangka mencegah penyalahgunaan NAPZA pada suatu masyarakat lokal. Pendidikan orang dewasa dalam konteks capacity building memainkan peran penting, tidak hanya pada upaya mempersiapkan kemampuan masyarakat agar bisa melakukan pencegahan penyalahgunaan NAPZA, melainkan juga berlanjut pada upaya yang bersifat pendidikan ketika pengembangan masyarakat berlangsung pasca pengorganisasian masyarakat. Sebagai model pendidikan luar sekolah, model capacity building organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA, dapat diidentifikasi tidak hanya sebagai proses, melainkan juga memiliki komponen input, output dan outcomes. Memperhatikan pendapat O’Shaughnessy, et.al 1999 dan World Bank, capacity building organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA idealnya memiliki komponen proses yang terdiri atas 3 tiga elemen yaitu 1 pengembangan manusia human development menjadi tenaga-tenaga terampil dibidang pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilaksanakan melalui pelatihan dan pengembangan keterampilan; 2 penataan ulang restucturing institusi organisasi masyarakat lokal sehingga terbentuk tim kerja yang memiliki struktur dan fungsi yang sesuai dan memudahkan bagi tenaga terampil didalam melaksanakan tugasnya; dan 3 untuk pemeliharaan organisasi secara terus menerus melalui pendampingan sebagai bentuk pendidikan didalam pengembangan masyarakat. Model capacity building organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA ketika diimplementasikan perlu memperhatikan kualitas komponen masukan mentah raw input, tidak hanya untuk kepentingan pelatihan, melainkan juga untuk penataan tim kerja dan kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Agar proses capacity building berkelanjutan, maka penentuan kriteria calon peserta capacity building serta proses seleksinya merupakan bagian penting yang akan mempengaruhi capacity building secara keseluruhan. Idealnya yang direkrut menjadi peserta adalah orang-orang yang merupakan unsur-unsur masyarakat terseleksi sebagai wakil atau utusan institusi atau organisasi lokal yang ada pada masyarakat bersangkutan. Komponen instrumental input yang penting diidentifikasi adalah 1 materi pelatihan untuk mempersiapkan peserta sehingga mampu melakukan upaya-upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA secara garis besar mencakup pengetahuan dasar basic knowledge tentang masalah penyalahgunaan NAPZA, kebijakan dan program pencegahan, dan dasar-dasar organisasi, pengetahuan tentang keterampilan manajemen managerial skills mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian organisasi maupun program organisasi, dan keterampilan teknis technical skills didalam melakukan pencegahan penyalahgunaan NAPZA; 2 Penyelenggara capacity building yang mencakup kepanitiaan formal dibawah suatu instansi yang bertanggungjawab dan mendanai implementasi model capacity building; 3 Fasilitator pelatihan yang idealnya adalah orang yang memiliki karakteristik disukai oleh peserta, memiliki kompetensi yang bisa diandalkan dalam bidang pelatihan, penataan organisasi dan pendampingan; 4 Metodateknik pelatihan seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, simulasi, dan lain-lain, serta metodateknik pendampingan seperti supervisi dan konsultasi; 5 Sarana pelatihan dan pendampingan seperti peralatan visual, audio visual, alat tulis, media cetak. Komponen enviromental input yang perlu diidentifikasi berkaitan dengan waktu dan tempat pelaksanaan capacity building. Waktu selain perlu disesuaikan dengan materi pelatihan, kewenangan dan kemampuan penyelenggara, dalam konteks lingkungan juga perlu disesuaikan dengan kebiasaan aktivitas warga setempat yang menjadi peserta capacity building. Demikian juga tempat yang dipilih meskipun seharusnya memiliki kriteria yang ideal seperti pengaturan tempat duduk, arsitektur dan suhu ruangan, namun perlu menyesuaikan dengan keadaan sumber daya setempat. Komponen lainnya yang diidentifikasi sebagai masalah penelitian adalah output sebagai bentuk tujuan antara dan outcomes sebagai tujuan akhir dari model capacity building. Sebagai suatu model pendidikan luar sekolah dalam memecahkan masalah penyalahgunaan NAPZA, maka idealnya output capacity building mencakup 1 penguasaan kompetensi dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA dan, 2 terbentuknya tim kerja pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilengkapi dengan aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, penataanpenempatan sumber daya manusia sesuai minat dan kemampuannya, program kerjarencana aksi, pembiayaan dan prasarana serta sarana kerja. Sedangkan outcomes capacity building mencakup berjalannya kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA oleh tim kerja dan tercegahnya masyarakat dari penyalahgunaan NAPZA.

2. Rumusan Masalah