III-9
realisasi menurut angka sementara dari BPS tercapai sebesar Rp. 15,453,119.42 dan target Rp 20,850,000.00 di Tahun 2013.
Kelima, PDRB Harga Berlaku, pada tahun 2011 PDRB Atas Harga Berlaku juga tidak mencapai target yang telah ditetapkan yaitu target sebesar
Rp. 18,226,500.00 dan terealisasi sebesar Rp.16,761,960.00. Akan tetapi untuk Tahun 2012 Pemerintah Kabupaten Probolinggo juga memasang target
yaitu sebesar Rp. 20,989,000.00 dengan realisasi menurut angka sementara dari BPS tercapai sebesar Rp. 18,849,107.51 dan target Tahun 2013 adalah
sebesar Rp. 24.170.000,00.
3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan 2012 Serta Perkiraannya
Tahun 2013 dan 2014
Untuk menjelaskan bagaimana gambaran perekonomian di kabupaten Probolinggo pada kurun waktu dua tahun terakhir, maka dalam sub bab ini
akan dijelaskan mengenai pertumbuhan ekonomi dan perkembangan inflasi di Kabupaten Probolinggo dengan Propinsi Jawa Timur.
Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan gambaran dari aktifitas perekonomian masyarakat di daerah yang juga digunakan sebagai
salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Secara umum pencapaian pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Probolinggo, baik yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, dunia usaha maupun masyarakat luas menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini antara lain tercermin dari
besarnya kontribusi Sektor pembangunan dalam peningkatan Produk Domestik Regional Bruto PDRB maupun Income Per Kapita, yang terutama
ditunjang oleh 3 tiga sektor yaitu sektor pertanian 29,59, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan 19,18, hotel dan restoran 29,45
Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan gambaran dari aktifitas perekonomian masyarakat di daerah yang juga digunakan sebagai salah satu
tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
3.1.2 Tantangan dan Prospek Perekonomian Tahun 2013 dan 2014
Tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan perekonomian daerah 1.
Globalisasi perekonomian Globalisasi perekonomian menuntut kita untuk meningkatkan
efisiensi, daya saing serta meningkatkan kinerja perdagangan. Berakhirnya era buruh murah dan kenaikan biaya energi akan sangat
III-10
mempengaruhi efisiensi dari sektor industri pengolahan. Untuk mampu berkompetisi di level global, daya saing baik sektoral maupun
kewilayahan merupakan hal mutlak yang harus dipersiapkan. 2.
Pengurangan Pengangguran Pertumbuhan angkatan kerja baru akan menjadi tantangan kinerja
ekonomi. Dengan dominasi ekonomi di sektor konsumsi, kinerja ekonomi kedepan diharapkan akan mampu didukung oleh pertumbuhan
pembentukan modal tetap bruto serta net ekspor yang signifikan untuk dapat mengatasi pertumbuhan angkatan kerja. Oleh karena itu kinerja
perbankan, kinerja investasi, percepatan pembangunan infrastruktur merupakan serangkaian faktor diharapkan sinergi untuk membangun
ekonomi Kabupaten Probolinggo. 3.
Pengurangan Kemiskinan Upaya secara kelembagaan, program dan berbagai sumber dana
telah dilakukan.
Secara konseptual,
diharapkan implementasi
pembangunan ekonomi
dalam jangka
panjang akan
mampu menurunkan kemiskinan. Kualitas pertumbuhan yang berdampak pada
penciptaan lapangan kerja dan pemerataan distribusi pendapatan diharapkan akan mampu mengurangi kemiskinan.
4. Pemantapan Pertumbuhan Ekonomi Yang Inklusif
Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas merupakan tujuan yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi daerah. Hal ini merupakan
tantangan cukup berat mengingat, pertumbuhan ekonomi saat ini masih digerakan oleh sektor konsumsi. Untuk itu diperlukan upaya-upaya yang
bisa mendorong dunia usaha untuk melakukan investasi pada sektor riil terutama dengan memanfaatkan mekanisme pasar modal. Selain itu,
diperlukan suatu kebijakan pengembangan industri yang berorientasi kepada industri yang berbahan baku lokal dan memiliki keterkaitan
kedepan dan kebelakang yang besar serta berbasis padat karya. 5.
Penanganan Bencana Alam Kejadian bencana alam memang tidak dapat diprediksi, namun bisa
juga diprediksi untuk kejadian tertentu dan kesemuanya dapat menimbulkan dampakresiko baik sosial maupun resiko ekonomi. Ini
adalah tantangan yang harus menjadi bagian penting dalam manajemen pembangunan kedepan, baik dalam manajemen pencegahan untuk
bencana tertentu yang diakibatkan oleh distorsi fungsi sumberdaya alam,
III-11
manajemen penanggulangan, manajemen resikodampak, maupun manajemen pemulihan dari bencana
Pada tahun 2013 dan 2014, perekonomian daerah masih akan menghadapi banyak tantangan. Perkembangan perekonomian global yang
cepat dan dinamis sangat mempengaruhi kondisi perekonomian nasional, regional dan daerah. Fluktuasi harga komoditi utama dan krisis keuangan
yang memicu krisis ekonomi global telah memberikan tekanan pada perekonomian daerah sehingga mengganggu pencapaian tingkat pertumbuhan
ekonomi sebagaimana yang direncanakan. Rencana kebijakan pembatasan subsidi bahan bakar minyak BBM dan kenaikan harga kebutuhan pokok
masyarakat dapat mendorong peningkatan laju inflasi, yang tidak saja membuat biaya produksi menjadi lebih mahal, tetapi juga diperkirakan akan
melemahkan daya beli masyarakat. Padahal, daya beli masyarakat merupakan faktor dominan dalam menopang perekonomian. Dalam beberapa tahun ke
depan, pengaruh eksternal tersebut diperkirakan masih akan mewarnai perjalanan pembangunan ekonomi Kabupaten Probolinggo.
Selain itu secara eksternal pada tahun 2013, Pemerintah Kabupaten Probolinggo juga dihadapkan pada tantangan utama berupa kebijakan
Pemerintah Pusat, yaitu mendorong pertumbuhan perekonomian wilayah yang berkeadilan dengan semangat pro poor, pro job dan pro growth serta tetap
memperhatikan upaya percepatan pencapaian Millenium Development Goals MDGs dan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Kondisi ini
tentunya membawa konsekuensi terkait dengan adanya upaya-upaya peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan, penurunan tingkat
pengangguran terbuka,
peningkatan pelayanan
kepada masyarakat,
khususnya pelayanan dasar melalui peningkatan efektivitas tata kelola penyelenggaraan pemerintahan serta peningkatan kualitas sumberdaya alam
dan lingkungan hidup. Pertumbuhan ekonomi Asia Timur dan Pasifik diperkirakan akan
melemah dari 8.2 persen tahun 2011 ke 7.2 persen tahun 2012, namun akan pulih ke level 7.6 persen di tahun 2013. Pertumbuhan di negara maju akan
terlihat moderat, sementara pemulihan ekonomi kawasan akan lebih dipacu oleh permintaan domestik. Hal ini dikemukakan dalam laporan terbaru Bank
Dunia yang dirilis 8 Oktober 2012, East Asia and Pacific Economic Data Monitor.
III-12
Laporan ini menyatakan bahwa melemahnya tingkat ekspor dan pertumbuhan investasi akan memangkas pertumbuhan PDB Cina dari 9,3
persen di tahun 2011 menjadi 7.7 persen di tahun ini. Namun di 2012, Cina diperkirakan akan pulih ke level 8,1 persen, sebagai dampak dari paket
stimulus yang diterapkan pemerintah negara tersebut, serta meningkatkan volume perdagangan global.
Laporan ini menyebut belanja infrastruktur di Thailand pasca bencana banjir tahun lalu sebagai salah faktor yang memperkuat permintaan domestik
di kawasan. Selain itu, negara-negara seperti Indonesia – begitu juga Thailand
dan Malaysia – kini sedang menikmati peningkatakan tajam dalam belanja
publik dan belanja barang modal oleh sektor swasta. Di Cina, pertumbuhan permintaan domestik secara riil telah menurun
dari tahun lalu, dan pertumbuhan PDB di kuartal kedua hanya mencapai 7.6 persen dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya. Pertumbuhan investasi
turut melemah, akibat upaya mengendalikan investasi di sektor perumahan tahun lalu. Namun demikian, pengenduran kebijakan moneter yang dilakukan
awal tahun ini serta paket stimulus yang diluncurkan pemerintah pusat Cina berpotensi mengubah tren pertumbuhan dalam beberapa bulan kedepan.
Laporan ini juga mengemukakan, tekanan akibat krisis Eurozone mulai mengendur setelah Bank Sentral Eropa, atau European Central Bank,
menyatakan komitmennya untuk membela negara euro dan membeli obligasi negara Eropa yang bermasalah. Selain itu, kebijakan Bank Sentral Amerika
Serikat, atau US Federal Reserve, terkait pelonggaran kuantitatif guna mendorong pertumbuhan dan mengurangi pengangguran, telah berhasil
memulihkan pasar ekuitas sedunia. Kendati demikian, laporan ini juga menyebutkan bahwa sejumlah risiko
masih menghadang. Jika kondisi Eropa merosot tajam, kondisi ini akan berpengaruh pada negara berkembang. Krisis Eurozone juga berpotensi
membawa dampak negatif pada perekonomian Asia Timur dan Pasifik dari segi perdagangan dan sektor keuangan. Sementara kenaikan harga pangan
diperkirakan tidak akan terlalu mempengaruhi Asia Timur karena suplai pasar beras saat ini masih mencukupi.
Laporan ini mengimbau para pembuat kebijakan Asia Timur dan Pasifik untuk terus berusaha mengelola pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan
ditengah iklim global yang masih sangat bergejolak. Negara-negara yang mengalami ekspansi kredit perlu waspada, sementara para eksportir komoditas
perlu memperkuat langkahnya untuk mengatasi pendapatan komoditas yang
III-13
bergejolak. Kondisi ini seakan mengingatkan kita untuk lebih mempersiapkan diri mengingat sangat mungkin sekali gejolak perubahan faktor eksternal
tahun 2012 ini akan berpengaruh pada kebijakan ataupun pertumbuhan ekonomi di Indonesia khususnya Kabupaten Probolinggo pada tahun 2013 dan
2014. Selain faktor eksternal, faktor internal juga menahan laju pertumbuhan
ekonomi yang signifikan, khususnya faktor yang mempengaruhi tingkat realisasi belanja daerah dan optimalisasi pemanfaatan dana Pemerintah
Kabupaten oleh perbankan daerah. Rendahnya tingkat realisasi belanja daerah terutama disebabkan oleh faktor administrasi, disamping faktor hukum dan
faktor gejolak ekonomi. Rendahnya realisasi belanja APBD juga akan menyebabkan tingginya posisi dana pemda yang disimpan di perbankan
daerah. Pada tahun 2012, kinerja perekonomian Kabupaten Probolinggo semakin
membaik. Misalnya, sektor pertanian mengalami peningkatan dengan meningkatnya produksi pertanian tanaman pangan dan perkebunan sebesar
2,5 selain itu sektor perdagangan, hotel dan restoran PHR juga mengalami pertumbuhan cukup signifigan di Kabupaten Probolinggo yaitu sebesar 10,12
seiring dengan membaiknya kinerja perdagangan sebagai sumber peningkatan pertumbuhan ekonomi regional.
Pada aspek tingkat kesejahteraan masyarakat, masih dihadapkan pada tantangan yang masih relatif tingginya jumlah Rumah Tangga Miskin di
wilayah Kabupaten Probolinggo yang masih berada pada angka di atas 20. Selain itu belum optimalnya pengembangan budaya usaha pada masyarakat
yang berimbas pada belum optimalnya kesempatan usaha ekonomi yang ada sehingga tingkat daya beli masyarakat juga belum dapat meningkat secara
signifikan. Namun demikian masih terdapat peluang-peluang yang dapat dioptimalkan dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang
berkeadilan, melalui optimalisasi peran dan fungsi sektor-sektor lapangan usaha seperti pertanian, perdagangan, hotel dan restoran serta industri
pengolahan, yang selama ini menjadi pilar perekonomian wilayah di Kabupaten Probolinggo agar benar-benar bisa menjadi lokomotif bagi sektor-sektor
lainnya. Selain itu juga mengembangkan sektor-sektor yang potensial menjadi mesin-mesin pertumbuhan baru bagi wilayah Kabupaten Probolinggo seperti
sektor pengangkutan dan komunikasi serta Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.
III-14
Kondisi perekonomian wilayah di Kabupaten Probolinggo, diperkirakan masih cukup prospektif pada tahun 2013 dan 2014 mendatang meskipun
tetap harus mewaspadai perkembangan ekonomi global yang cenderung melemah. Kondisi ini diindikasikan dengan kondisi makro ekonomi yang relatif
stabil serta kondisi politik serta situasi ketertiban dan keamanan yang cukup kondusif. Secara makro, pada tahun 2013 perekonomian wilayah Kabupaten
Probolinggo ditargetkan tumbuh sebesar 6,75 - 6,8. Dengan proyeksi kondisi ekonomi makro tersebut diharapkan
Pemerintah Kabupaten Probolinggo bersama dengan seluruh elemen masyarakat dapat terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang telah
diproyeksikan dan dapat memanfaatkan secara optimal program-program pemerintah baik yang berasal dari Pemerintah Kabupaten Probolinggo,
Pemerintah Propinsi Jawa Timur maupun Pemerintah Pusat sebagai sarana pengungkit dalam rangka meningkatkan aktivitas perekonomian wilayah.
3.2 Arah Kebijakan Keuangan Daerah