POLA KOMUNIKASI TKI PURNA DALAM MASYARAKAT (Studi pada TKI purna di Desa Sumberrejo, Kemiling)

(1)

(Studi pada TKI purna di Desa Sumberrejo, Kemiling)

OLEH

TITANIA SEKAR RESPATI

Lapangan pekerjaan yang masih tergolong kurang untuk menimbangi jumlah angkatan kerja yang semakin meningkat memicu beberapa masyarakat untuk melakukan migrasi keluar negeri untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Hal ini dijadikan alternatif solusi untuk menambah kesejahteraan TKI tersebut beserta keluarganya. Komunikasi yang terjadi dalam lingkungan keluarga dan pergaulan dimana salah satu anggotanya pernah menjadi TKI, memiliki pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan untuk menjadi TKI. Secara tidak sadar, lingkungan memberikan stimuli tentang paragidma TKI kepada individu yang lain sehingga kedepannya anggota keluarga lain ikut tertarik menjadi TKI.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah penelitian ini yaitu, (a) faktor-faktor apa saja yang mendorong untuk menjadi TKI, (b) bagaimana proses komunikasi yang dialami TKI Purna dalam keluarga dan kelompok pergaulan, dan (c) bagaimana pola dan jaringan komunikasi yang dialam TKI Purna dalam keluarga dan kelompok pergaulan. Tujuan penelitian ini adalah: (a) untuk mengetahui dan menganalisis proses dan faktor komunikasi yang mendukung untuk menjadi TKI, dan (b) untuk menemukan pola dan jaringan komunikasi yang dialami TKI Purna dalam keluarga dan kelompok pergaulan sehingga mendorong individu menjadi TKI.

Hasil yang didapat dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif ini adalah sebagai berikut:

a) Faktor ekonomi, aktualisasi diri, dan pengalaman kerja adalah merupakan faktor yang mendorong masyarakat untuk menjadi TKI agar dapat memenuhi kebutuhan fisiologis TKI.

b) TKI yang mengalami proses komunikasi dalam keluarga, calo, dan kelompok pergaulan melibatkan tema yang sesuai dengan tipe relasi. Proses Komunikasi ini membentuk model ABCX.

c) Terdapat empat pola komunikasi berdasarkan tipe relasi (keluarga, teman dan calo) yaitu pola komunikasi cakar ayam dan pola komunikasi putus, yang masing-masing terdapat dalam satu klik jaringan sosiometri, pola komunikasi tapal kuda, dan pola komunikasi garis putus.


(2)

(TKI) PURNA IN SOCIETY

(Studi in TKI Purna Sumberrejo Village, Kemiling)

By

TITANIA SEKAR RESPATI

The low job vacant that is incommensurate to the employee high demand leads some people to migrate overseas becomes manpower (TKI). It is precedent as the alternative solution for those as Indonesian Manpower to help their family wealth. Decision to become an Indonesian manpower influenced of communication in their family and peer group. This phenomenon makes people attracted become a manpower.

Based on the background above, the research problems are: (a) what the supported factors to become manpower? (b) how the communication process of manpower in their family and peer group? (c) how the communication pattern and networking of manpower in their family and peer group?. The research objectives are: (a) to analyze the communication process and support factors to become manpower, and (b) to find the communication pattern and networking of manpower in their family and peer group.

The results of this qualitative research are:

a) Financial factor, self-actualization, job experience are the factors that had persuaded the society to became manpower to fulfill their physiology need. b) A communication process in their family, recruiter and the society

surrounding had involved the theme as relative type. It formed a ABCX model.

c) There were three communication patterns as relative type (family, recruiter and society), such as cakar ayam communication pattern and putus communication pattern, that each had one click sociometry networking, and tapal kudacommunication pattern.

Keywords: communication pattern, former Indonesia manpower, family, peer group


(3)

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang sumber tenaga kerja yang terbesar di dunia. Seiring tingginya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia berdampak terhadap masalah-masalah pengangguran, kemiskinan, migrasi, dan sektor-sektor kependudukan lainnya terutama faktor tenaga kerja. Dengan laju pertumbuhan penduduk tinggi, secara langsung akan berdampak terhadap perkembangan angkatan kerja dan kesempatan kerja. Berdasarkan statistik ketenagakerjaan, bahwa masalah krusial yang dihadapi oleh pasar kerja Indonesia sampai saat ini adalah masalah pengangguran. Bukan saja jumlahnya sangat besar, tetapi juga karena rata-ratanya yang cukup tinggi.

Di wilayah Lampung, khususnya kota Bandar Lampung, merupakan kota yang saat ini sedang berkembang pesat dengan berbagai jenis lapangan pekerjaan. Namun lapangan pekerjaan dalam kota ini masih tergolong kurang untuk mengimbangi jumlah angkatan kerja yang semakin meningkat. Hal ini terjadi karena sektor industri yang ada belum mampu menyerap seluruh calon tenaga kerja yang ada, sehingga banyak terjadi pengangguran. Kondisi inilah yang memicu beberapa masyarakat


(4)

untuk melakukan migrasi keluar negeri dengan menjadi Tenaga Kerja Indonesia luar negeri sebagai alternatif solusi mengenai tingginya angka pengangguran yang dapat menambah kesejahteraan TKI beserta keluarganya. Besarnya jumlah penghasilan dari TKI yang dikirimkan pada warganya di kampung halaman akan berdampak terhadap perubahan kondisi keluarga TKI di daerah asal baik dari segi sosial maupun ekonomi.

Gambar 1.1 Perkembangan Remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri Tahun 2007-2009 (USD)

Sumber: BNP2TKI. Diolah Pusdatinaker (diakses tanggal 27 Mei 2012)

Migrasi tenaga kerja terjadi karena adanya perbedaan antar negara, terutama dalam memperoleh kesempatan ekonomi. Sebagai respon masyarakat terhadap perbedaan kemampuan ekonomi telah menimbulkan kesadaran adanya tekanan untuk melakukan migrasi ke daerah yang menjanjikan adanya kesempatan kerja yang lebih baik. Pada umumnya, TKI berasal dari daerah yang kelebihan tenaga kerja dan atau berpenghasilan rendah menuju daerah yang kekurangan tenaga kerja dan dapat menawarkan upah yang lebih tinggi. Hal lain yang mengakibatkan tingginya tenaga

Tahun

2009

2008

2007

USD 6,617,623,916.97

6,617,926,494.45


(5)

kerja di Indonesia adalah adanya fenomena bahwa tingkat pendidikan rendah maka upah yang didapat juga rendah, sedangkan di luar negeri, tingkat pendidikan rendah, upah yang didapat tinggi. Fenomena seperti inilah yang menarik minat sebagian masyarakat untuk menjadi TKI. Jumlah tenaga kerja Indonesia terus mengalami peningkatan sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah Indonesia yang dikaitkan dengan peningkatan ekonomi dan untuk memecahkan masalah ketenagakerjaan. Banyak tenaga kerja Indonesia mempunyai etos kerja yang rendah jika dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara Asia lainnya, seperti Thailand, Filipina, dan Korea Selatan. Rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia berarti rendahnya pengetahuan mereka tentang hak-haknya. Oleh karena itu, mereka mempunyai risiko dan menjadi objek yang dirugikan misalnya dibayar kurang, disiksa, jam kerja terlalu panjang, dan bekerja ganda. Beberapa hari terakhir pemerintah Indonesia kalang-kabut dalam menyikapi tuntutan keluarga tiga TKI asal Nusa Tenggara Barat yang menjadi korban penembakan polisi Malaysia. Penyebab penembakan ini masih dipertanyakan karena di tubuh korban terdapat adanya indikasi bekas jahitan sehingga ada indikasi organ tubuh yang konon diambil. Tidak hanya itu saja, sebanyak 1.364 orang tenaga kerja Indonesia (TKI) atau rata-rata 136 orang per bulan telah mendapat perawatan di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur sejak bulan Januari-Oktober 2011 (www.Jakartapress.com diakses pada tanggal 18 Juni 2012). TKI yang mendapat perawatan intensif itu umumnya mengalami kekerasan oleh majikan atau kecelakaan di negara tempat mereka bekerja. TKI dari Arab Saudi dan Malaysia selama ini umumnya sering mendapat perlakukan kasar hingga menyebabkan cacat fisik.


(6)

Kecelakaan bahkan kematian TKI selalu saja dilihat sebagai musibah semata, padahal dalam ketentuan UU No 39/2004 Pasal 73 Ayat (2) tentang penempatan dan perlindungan TKI, aturan tentang prosedur tetap penanganan buruh migran yang meninggal di luar negeri sudah diatur dengan sangat jelas.

Gambar 1.2 Unit Kerja Perlindungan Sumber: BNP2TKI. Diolah Pusdatinaker (diakses tanggal 27 Mei 2012)

Selain itu mereka sering dirugikan oleh perbuatan calo tenaga kerja dan juga oleh ’pialang’ (recruiter). Permasalahan TKI merupakan bagian dari pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai ditangani oleh para penguasa dan pejabat negeri. Anak-anak


(7)

negeri ini pergi keluar negeri mencari sesuap nasi, namun tak jarang dianiaya dan berujung pada maut. Persoalan para pahlawan devisa tidak kunjung selesai. Permasalahan TKI menyisakan beberapa catatan penting yang perlu kita renungkan dan pahami. Bagaimanapun juga para pahlawan devisa ini telah menyumbang dan membantu geliat pemasukan ekonomi dalam negeri. Persoalan penganiayaan merupakan bentuk ujian harga diri sebuah bangsa Indonesia.

Fenomena ini sudah berlangsung lama. Dibutuhkan pola komunikasi yang sesuai antara pemerintah dan para calon TKI dalam mensosialisasikan permasalahan ini. Untuk itu sosialisasi program tentang penempatan dan perlindungan TKI diadakan oleh Direktorat Sosialisasi dan Kelembagaan Penempatan BNP2TKI di Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung. Maksud dan tujuan dari kegiatan ini antara lain mensosialisasikan program penempatan dan perlindungan ke luar negeri. Dalam sosialisasi ini, komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Studi-studi migrasi internasional Indonesia telah menunjukkan bahwa migran asal Indonesia dicirikan oleh tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang masih rendah, berumur antara 15-40 tahun. Karena didesak kebutuhan hidup, kebanyakan dari para calon TKI tidak mengindahkan syarat-syarat yang ada. Komunikasi dalam keluarga dan pergaulan sebenarnya mempunyai pengaruh andil yang cukup besar dalam pengambil keputusan untuk menjadi TKI. Dalam sebuah keluarga yang salah satu anggotanya pernah


(8)

berpengalaman menjadi TKI secara tidak sadar pasti akan memberikan stimuli tentang TKI kepada anggota keluarganya yang lain sehingga seolah sudah menjadi budaya, di waktu kedepannya anggota keluarga yang lainnya ikut tertarik untuk menjadi TKI.

Dengan berbagai fenomena permasalahan tenaga kerja yang bekerja di luar negeri, seharusnya para calon TKI mengurungkan niatnya untuk berangkat menjadi TKI. Namun pada kenyataannya masih ada calon tenaga kerja yang berminat bekerja ke luar negeri dan bahkan para TKI purna pun banyak yang mau kembali lagi untuk menjadi TKI.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

a. Faktor-faktor apa saja yang mendorong untuk menjadi TKI

b. Bagaimana proses komunikasi yang dialami TKI purna dalam keluarga dan kelompok pergaulan

c. Bagaimana pola dan jaringan komunikasi yang dialami TKI purna dalam keluarga dan kelompok pergaulan.


(9)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui dan menganalisis proses dan faktor komunikasi yang mendukung untuk menjadi TKI.

b. Menemukan pola dan jaringan komunikasi yang dialami TKI purna dalam keluarga dan kelompok pergaulan sehingga mendorong menjadi TKI.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini, yaitu: 1. Secara Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi dan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan penelitian pola dan jaringan komunikasi dalam keluarga dan kelompok pergaulan. Juga untuk menambah dan mengembangkan wawasan penulis dalam mempraktekkan teori-teori yang penulis dapatkan dengan keadaan sebenarnya di lapangan dan didalam lingkungan masyarakat.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, pengetahuan, gambaran dan informasi tentang pola komunikasi dalam keluarga dan kelompok pergaulan.


(10)

A. Tinjauan Tentang Penelitian Sebelumnya

Dalam suatu penelitian, peneliti harus belajar dari peneliti lain untuk menghindari duplikasi dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama seperti yang dibuat oleh peneliti sebelumnya (Masyhuri dan Zainuddin, 2008:100). Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu mengenai TKI:

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

Judul Penulis Kontribusi untuk Peneliti Perbedaan Penelitian

Faktor yang Mempengaruhi Minat Tenaga Kerja

untuk Bekerja ke Luar

Negeri (Kasus: Kota

Semarang)

Tita Merisa Rahmawati (2010/Skripsi /Universitas Diponegoro)

Dalam penelitian ini terdapat analisa mengenai pengaruh pendidikan terakhir, jumlah

tanggungan dan pendapatan terhadap minat tenaga kerja untuk bekerja di luar negeri

Perbedaan dapat terlihat dalam metode penelitian yang digunakan peneliti terdahulu, yaitu menggunakan metode penelitian kuantitatif, sedangkan peneliti menggunakan metode kualitatif.


(11)

Judul Penulis Kontribusi untuk Peneliti Perbedaan Penelitian

Tenaga Kerja Migran Indonesia dan Isu “Sponsor” Sebagai Mediator Informasi Strategis Dalam Pekerjaan Soewartoyo (2007/Jurnal/ Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

Dalam penelitian ini juga membahas akan kurangnya sosialisasi mengenai TKI di masyarakat sehingga menimbulkan terjadinya banyak ketidaktahuan masyarakat mengenai TKI sehingga memudahkan para calo untuk melancarkan aksinya

Pada penelitian terdahulu ini lebih terfokus tentang bagaimana komunikasi yang dilakukan para calo kepada targetnya. Sedangkan penelitian peneliti fokus kepada pola komunikasi TKI purna dalam masyarakat

B. Tinjauan Komunikasi 1. Definisi Komunikasi

Secara ontologism kebenaran yang hakiki, komunikasi adalah perhubungan atau proses pemindahan dan pengoperan arti, nilai, pesan melalui media atau lambang-lambang apakah itu bahasa lisan, tulisan, maupun isyarat.

Secara epistemologis, komunikasi bertujuan merubah tingkah laku, merubah pola pikir, atau sikap orang lain. Untuk dapat membagun kebersamaan mencapai ide yang sama demi mencapai satu tujuan yang sama.

Secara aksiologis, komunikasi adalah proses pemindahan pesan dari komunikator kepada komunikan. Komunikator (stimulus), memberikan rangsangan kepada


(12)

komunikan. Sikap, ide, pemahaman, suatu pesan dapat dimengerti baik komunikator dan komunikan.

Menurut Rogers dan D. Lawrence Kincaid (dalam Cangara, 2007:19), komunikasi adalah proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Menurut Brelson dan Stainer (dalam Arifin, 1998 : 25), komunikasi adalah penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan seterusnya, melalui penggunaan simbol, angka, grafik, dan lain-lain.

Shanon dan Weaver (dalam Cangara, 2007 : 20-21) bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi.

Menurut Gode (dalam Ardianto dan Q-anees 2007 : 18) komunikasi adalah suatu proses dimana kita mengerti orang lain dan kemudian berusaha untuk dimengerti oleh mereka. Ini dinamis, berubah secara konstan dan membagi respon untuk situasi yang total.

Sedangkan menurut Johnson (dalam Supratiknya, 1995 : 30 ) komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima. Dalam komunikasi setidaknya dua orang saling mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna


(13)

tertentu. Lambang-lambang tersebut bersifat verbal berupa kata-kata, atau bersifat nonverbal berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerak tubuh.

2. Efek Komunikasi

Proses komunikasi dapat dimulai dari komunikator sebagai pemberi pesan untuk disampaikan pada komunikan, agar pesan tersebut dapat disampaikan maka terlebih dahulu harus diberi bentuk atau kode melalui bahasa, sikap atau perilaku dengan menggunakan lambang-lambang atau symbol yang dapat dilontarkan secara langsung. Pernyataan itu nantinya dapat diterima oleh komunikan, dengan terlebih dahulu diartikan dan ditafsirkan. Pada akhirnya timbul berbagai efek sesuai dengan pengaruh pesan tersebut kepada komunikan. Menurut Effendy (1981 : 44) efek komunikasi yang timbul pada komunikan sering kali diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Efek Kognitif adalah yang terkait dengan pikiran nalar atau rasio, misalnya komunikan yang semula tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, atau tidak sadar menjadi sadar.

b. Efek Afektif adalah efek yang berkaitan dengan perasaan, misalnya komunikan yang semula tidak senang menjadi senang, sedih menjadi gembira. c. Efek Konatif adalah efek yang berkaitan timbulnya keyakinan dalam diri komunikan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh komunikator berdasarkan pesan yang di transmisikan, sikap dan perilaku komunikan pasca proses komunikasi juga tercermin dalam efek konatif.


(14)

Efek adalah akhir dari suatu komunikasi, yakni sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak dengan yang kita inginkan. Apabila sikap dan tingkah laku orang itu sesuai, maka itu bearti komunikasi berhasil, demikian juga sebaliknya (Widaja, 2000 : 38).

C. Tinjauan Komunikasi Dalam Masyarakat 1. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi yang dimaksud disini adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan Pace, R. Wayne (dalam Cangara, 2007 : 32) bahwa ”interpersonal communication is communication involving two or more people in face setting” yaitu komunikasi antar pribadi meliputi dua orang atau lebih dengan bertatap muka.

Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph (dalam Effendy, 2003 : 59) sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan umpan balik seketika. Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan maka ia akan merasa bahwa komunikasinya telah berhasil.


(15)

Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua macam, yakni Komunikasi Diadik (Dyadic Communication) dan Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication).

Komunikasi Diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog dan wawancara. Percakapan dilakukan dalam suasana yang bersahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan lebih personal. Sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, yakni adanya pihak yang dominan pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi menjawab. Komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggotanya salng berinteraksi satu sama lain. Menurut Devito (1997 : 231) komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggota saling berinteraksi satu sama lainnya.

David K. Berlo (dalam Djamaludin, 2004 : 10) mengatakan ada empat macam ketergantungan pada komunikasi antarpribadi:

a. Definitional-physical interdependence adalah ketergantungan secara fisik antara komunikator dengan komunikan. Artinya bila komunikator tidak ada dan komunikan pun tidak ada, maka komunikasi pun tidak pernah ada.

b. Action reaction interdependence adalah ketergantungan antara pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan dan umpan balik itu akan


(16)

mempengaruhi pesan yang diberikan komunikator. Disini akan terjadi apakah komunikan atau komunikator terpengaruh dalam menyampaikan atau yang memberikan umpan balik.

c. Interpendence of expaction empaty adalah suatu metode yang memproyeksikan diri untuk memahami orang lain, artinya kita harus dapat menempatkan diri kita kepada orang lain. Dengan demikian ketergantungan antara komunikator dengan komunikan sangat menonjol.

d. Interaction the goal of human communication, yaitu ketergantungan antara peranan komunikator dengan komunikan dalam merealisir tujuan komunikasi.

1.1 Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Manusia dituntut melakukan komunikasi untuk proses interaksi, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa tujuan-tujuan komunikasi antarpribadi ini tidak harus dilakukan dengan sadar ataupun dengan suatu maksud, tetapi bisa pula dilakukan dengan tanpa sadar ataupun maksud tertentu. Ada enam tujuan komunikasi antarpribadi yang dianggap penting (Sendjadja, 2007 : 6,14) yaitu:

a. Mengenal diri sendiri dan orang lain. Salah satu cara kita mengenal diri kita sendiri adalah melalui komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi memberikan kesempatan kepada kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri. Dengan membicarakan diri kita sendiri kepada orang lain, kita akan


(17)

mendapat perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita.

b. Mengetahui dunia luar. Komunikasi antarpribadi memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik, yakni tentang objek, kejadian-kejadian dan orang lain. Banyak informasi yang kita ketahui sekarang ini berasal dari interaksi antarpribadi.

c. Menciptakan dan memelihara lingkungan. Manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Kita ingin merasakan dicintai dan disukai, serta dibenci orang lain. Oleh karenanya banyak waktu yang digunakan dalam komunikasi antarpribadi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain.

d. Mengubah sikap dan perilaku. Pada komunikasi antarpribadi kita sering berupaya mengubah sikap dan perilaku orang lain. Kita ingin seseorang memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, membeli suatu barang, mendengarkan musik tertentu, membaca buku, menonton bioskop, berpikir dalam cara tertentu, percaya bahwa sesuatu benar atau salah dan sebagainya. Singkatnya, kita banyak menggunakan waktu untuk mempersuasi orang lain melalui komunikasi antarpribadi.

e. Bermain dan mencari hiburan. Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Bercerita dengan teman tentang kegiatan akhir pekan, membicarakan olahraga, menceritakan kejadian-kejadian yang lucu


(18)

dan pembicaraan-pembicaraan lain yang hampir sama merupakan kegiatan untuk memperoleh hiburan. Sering kali tujuan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan karena bisa memberi suasana yang demikian perlu dilakukan karena bisa memberi suasana yang terlepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya. f. Membantu orang lain. Psikiater, psikologi klinik dan ahli terapi adalah

contoh-contoh profesi yang mempunyai fungsi menolong orang lain. Tugas-tugas tersebut sebagian besar dilakukan melalui komunikasi antarpribadi. Demikian pula dengan kita, sering kita memberikan nasehat dan saran kepada teman-teman kita yang sedang menghadapi suatu persoalan dan berusaha untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Yang perlu diperhatikan adalah tujuan-tujuan komunikasi antarpribadi ini tidak harus dilakukan dengan sadar ataupun dengan suatu maksud, tetapi bisa juga dilakukan dengan tanpa sadar ataupun tanpa maksud tertentu.

2. Komunikasi Keluarga

Keluarga oleh Laing (Galvin and Bromel, 1982:2) di definisikan sebagai sekelompok orang yang menjalani kehidupan bersama dalam jangka waktu tertentu, yang terikat oleh perkawinan dan mempunyai hubungan darah antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya. Terbentuknya keluarga, dalam pandangan Galvin, harus dibangun atas dasar-dasar cohesion (keterpaduan) anggota keluarga dan adaptability


(19)

(penyesuaian) antara anggota keluarga dengan faktor-faktor diluar lingkungan keluarga.

Cohesion (keterpaduan) merupakan bentuk implikasi dari hubungan yang menunjukkan kesatuan pendapat, pikiran dan tenaga didalam keluarga. Tingkat keterpaduan dapat berpengaruh penting dalam menjaga keutuhan sebuah keluarga. Oleh karena itu keterpaduan juga mempunyai kaitan dengan komunikasi yang dilakukan dalam keluarga. Jika keterpaduan sangat tinggi, maka didalam keluarga itu terjadi keterikatan yang sangat tinggi, saling tergantung antara anggota keluarga, dan tidak dapat dipisahkan, tetapi kalau keterpaduan rendah, maka masing-masing anggota keluarga tidak akan saling mempedulikan, terpisah, dan tidak ada keterikatan. Keterpaduan dalam keluarga ini tidak semata bersifat fisik tetapi juga psikis. Sehingga bisa saja secara fisik berjauhan, tetapi secara psikis justru berdekatan, demikian pula sebaliknya.

Adaptabillity (penyesuaian). Penyesuaian merupakan konsep yang mengacu pada peran dan fungsi sebuah keluarga didalam merespon atau melakukan penyesuaian tehadap hal-hal diluar lingkungannnya. Sebagaimana diketahui bahwa keluarga sebagai sistem sosial terkecil, kehadirannya tidak dapat dilepaskan dari sistem sosial kemasyarakatan yang ada. Oleh karena itu, agar keutuhan keluarga terjaga, maka perlu upaya untuk menyesuaikan perubahan yang ada atau menolak perubahan yang tidak sesuai dengan norma dan nilai keluarga. Penyesuaian yang tinggi oleh keluarga terhadap lingkungannya, dapat menyebabkan kekacauan keluarga (chaotic), sedangkan penyesuaian yang terlalu rendah akan mengakibatkan keluarga yang kaku


(20)

(rigid). Dengan komunikasi keluarga yang baik, maka pengaruh lingkungan dapat dikendalikan, untuk disesuaikan dengan norma-norma atau nilai-nilai yang ada dalam keluarga.

Setiap individu dilahirkan, tumbuh, dan berkembang di dalam keluarga. Peranan individu ditentukan adat istiadat, norma-norma, dan nilai-nilai, serta bahasa yang ada pada keluarga itu melalui proses sosialisasi dan internalisasi. Keluarga sebagai kelompok perantara pertama yang mengenalkan nilai-nilai budaya kepada si anak. Disinilah anak mengalami hubungan sosial dan disiplin pertama yang dikenakan kepadanya dalam kehidupan sosial.

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan. Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi di antara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik. Suasana kekeluargaan dan kelancaran berkomunikasi antara anggota keluarga dapat tercapai apabila setiap anggota keluarga menyadari dan menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing sambil menikmati haknya sebagai anggota keluarga (Gunarsa, 2002:13).


(21)

3. Pola Asuh Keluarga

Orang tua sangat berpengaruh besar dalam kehidupan anak diantaranya, pembentukan kepribadian anak, kelangsungan hidup anak, dan masa depan anak kelak. Pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif. Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Secara garis besar, menurut Galvin (1982:47) terdapat 4 macam pola asuh orang tua terhadap anaknya yaitu:

a. Pola asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak dan memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan. Pengaruh pola asuh demokratis yaitu akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang


(22)

mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya.

b. Pola asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum. Orang tua mungkin berpendapat bahwa anak memang harus mengikuti aturan yang ditetapkannya karena, apa pun peraturan yang ditetapkan orang tua semata-mata demi kebaikan anak. Orang tua tak mau repot-repot berpikir bahwa peraturan yang kaku seperti itu justru akan menimbulkan serangkaian efek. Pola asuh otoriter biasanya berdampak buruk pada anak, biasanya pola asuh seperti ini menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, gemar menentang, suka melanggar norma-norma, dan berkepribadian lemah.

c. Pola asuh Permisif

Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri (egois), dan kurang percaya diri.


(23)

d. Pola asuh Penelantar

Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman. (Galvin, 1982:109)

4. Komunikasi Kelompok

Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005 : 52) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.

Sementara itu, kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat organisasi tertentu diantara mereka. Karakteristik kelompok kecil menurut De Vito (1997 : 336) sebagai berikut:

1. Pertama, kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan, jumlahnya cukup kecil sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim maupun penerima.


(24)

2. Kedua, para anggota kelompok harus dihubungkan satu sama lain dengan beberapa cara.

3. Ketiga, di antara anggota kelompok harus ada beberapa tujuan yang sama. Hal ini tidak berarti bahwa semua anggota harus mempunyai tujuan yang persis sama untuk menjadi anggota kelompok.

4. Keempat, para anggota kelompok harus dihubungkan oleh beberapa aturan dan struktur yang terorganisasi. Pada strukturnya ketat maka kelompok akan berfungsi menurut prosedur tertentu dimana setiap komentar harus mengikuti aturan yang tertulis.

Bentuk-bentuk komunikasi kelompok kecil (small group communication) dalam Effendy (2003 : 77), yaitu:

1. Ceramah (lecture)

Ceramah merupakan kelompok berbicara satu arah. Pembicara menyampaikan gagasannya kepada pihak lain dan tidak memerlukan reaksi sesaat dalam bentuk bicara yang berupa tanggapan atau respon. Ceramah merupakan suatu kegiatan berbicara di depan umum dalam situasi tertentu untuk tujuan tertentu dan kepada pendengar tertentu.

2. Diskusi panel (panel discussion)

Diskusi panel merupakan forum pertukaran pikiran yang dilakukan oleh sekelompok orang dihadapan sekelompok hadirin mengenai suatu masalah tertentu yang telah dipersiapkan sebelumnya. Panel mungkin sangat


(25)

terstruktur atau mungkin saja sangat tidak formal. Satu kriteria penting diskusi panel yang baik adalah adanya interaksi antar para peserta diskusi panel.

3. Symposium (symposium)

Symposium merupakan suatu pertemuan untuk mendiskusikan suatu kumpulan pendapat atau karangan mengenai pokok tertentu dari berbagai pakar, tentang berbagai aspek yang disusul dengan pertanyaan-pertanyaan, dan tanggapan-tanggapan dari peserta simposium. Kelancaran pembicaraan di dalam suatu simposium diatur oleh seorang pemandu.

4. Forum, seminar, curah saran (brain storming)

Forum, seminar, maupun curah saran merupakan pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah di bawah pimpinan ketua sidang. Orang yang bertindak sebagai pimpinan atau ketua sidang biasanya seorang guru besar, seorang ahli, ataupun cendekiawan yang menguasi dalam bidang yang tengah dibahas. Masalah yang dibahas di dalam suatu forum atau seminar dapat mencakup berbagai bidang disiplin ilmu atau berbagai kegiatan di dalam kehidupan masyarakat.

Perkembangan kelompok sangat menentukan kehidupan kelompok selanjutnya. Jika setiap anggota merasakan suasana yang nyaman dalam kelompok, baik itu dari interaksi yang ada di dalam kelompok, tujuan kelompok atau tujuan pribadi yang tercapai, maka hal tersebut dapat membantu sebuah kelompok bertahan, sebaliknya, jika setiap anggota kelompok tidak menemukan tercapainya tujuan, baik itu tujuan kelompok atau tujuannya pribadi, maka kondisi tersebut memungkinkan kelompok


(26)

tersebut mengalami perpecahan. Adapun pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi (Fajar, 2009 : 70), yaitu:

1. Konformitas.

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang nyata atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan ataumelakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota ntukmengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

2. Fasilitasi sosial.

Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Kehadiran orang lain dianggap menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya di depan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertinggi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi


(27)

penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang benar, karena itu peneliti-peneliti melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

3. Polarisasi.

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap kurang mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok akan menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

Suatu jaringan komunikasi berbeda dalam besar dan strukturnya misalnya mungkin hanya diantara dua atau tiga orang, atau mungkin juga diantara keseluruhan orang dalam kelompok. Distribusi peranan jaringan penting untuk keefisienan berfungsinya kelompok organisasi. Tujuh peran dalam jaringan komunikasi tersebut adalah:

a. Anggota klik

Klik adalah sebuah kelompok individu yang paling sedikit pengaruh dari kontaknya merupakan hubungan dengan anggota-anggota lainnya dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa sebuah klik terbentuk bila lebih daripada separuh komunikasi anggota-anggotanya adalah komunikasi dengan sesama anggota. Satu prasyarat keanggotaan klik adalah bahwa individu-individu harus mampu melakukan kontak satu sama lainnya, bahkan dengan cara tidak langsung.


(28)

b. Penyendiri

Maksud dari penyendiri adalah mereka yang hanya melakukan sedikit atau sama sekali tidak mengadakan kontak dengan anggota kelompok yang lainnya dalam artian bahwa, penyendiri berbeda dengan anggota klik lainnya.

c. Jembatan

Jembatan adalah seorang anggota klik yang memiliki sejumlah kontak yang menonjol dalam kontak antar kelompok, juga menjalin kontak dengan anggota klik lain. Sebuah jembatan berlaku sebagai pengontak langsung antara dua kelompok pegawai.

d. Penghubung

Penghubung merupakan orang yang mengaitkan atau menghubungkan dua klik atau lebih, tetapi dirinya bukan anggota salah satu kelompok yang dihubungkan tersebut.

e. Penjaga gawang (gate keeper)

Penjaga gawang adalah orang yang secara strategis ditempatkan dalam jaringan agar dapat melakukan pengendalian atas pesan apa yang akan disebarkan melalui system tersebut.

f. Pemimpin pendapat

Pemimpin pendapat merupakan orang tanpa jabatan formal dalam semua system sosial yang membimbing pendapat dan mempengaruhi orang-orang dalam keputusan mereka.


(29)

g. Kosmopolit

Kosmopolit merupakan individu yang melakukan kontak dengan dunia luar, dengan individu-individu diluar organisasi.

(Sumber:

https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:H5_yfZPq7rkJ:pksm.mercubu

ana.ac.id/new/elearning/files_modul/94013-12-276179491806.doc+pola+komunikasi+organisasi+tentang+klik/ Diakses pada tanggal 18 Desember 2012)

D. Tinjauan Tentang Pola Komunikasi 1. Pola Komunikasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 885) pola adalah suatu sistem kerja atau cara kerja sesuatu. Sedangkan dalam kamus ilmiah Populer, pola mengandung arti model, contoh, pedoman, dasar kerja (Farida Hamid 2003 : 497).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pola adalah dasar kerja atau cara kerja yang terdiri dari unsur-unsur terhadap suatu gejala arah perilaku dan dapat dipakai untuk menggambarkan atau mendeskripsikan gejala arah perilaku itu sendiri. Denis Mc. Quail (dalam Djuarsa, 1993 : 39) menyatakan bahwa secara umum pola komunikasi terbagi menjadi 6 tingkatan, yakni sebagai berikut:

1. Intrapersonal Communication yakni proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa proses pengolahan informasi, melalui panca indera dan


(30)

sistem syaraf misalnya berfikir, merenung, mengingat-ingat sesuatu, menulis surat dan menggambar.

2. Interpersonal Communication yaitu komunikasi yang dilakukan secara langsung antara seseorang dengan orang lain, misalkan percakapan tatap muka diantara dua orang, surat menyurat pribadi dan percakapan melalui telepon. Corak komunikasi juga lebih bersifat pribadi, dalam arti pesan informasi yang disampaikan hanya untuk ditujukan untuk kepentingan pribadi para pelaku komunikasi yang terlibat.

3. Komunikasi dalam kelompok yaitu kegiatan komunikasi yang berlangsung antara suatu kelompok, pada tingkatan ini setiap individu masing-masing berkomunikasi sesuai dengan pesan dan kedudukannya dalam kelompok bukan bersifat pribadi.

4. Komunikasi antar kelompok atau asosiasi yaitu kegiatan komunikasi yang berlangsung antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya atau satu asosiasi dengan asosiasi lainnya, jumlah pelaku yang terlibat dalam komunikasi jenis ini boleh jadi hanya dua atau beberapa orang saja tetapi masing-masing membawa pesan dan kedudukannya sebagai wakil dari kelompok masing-masing.

5. Kombinasi organisasi adalah mencakup kegiatan organisasi dalam suatu organisasi, bedanya komunikasi kelompok adalah bahwa sifat komunikasi ini lebih formal dan lebih mengutamakan prinsip-prinsip efisiensi dalam melaksanakan kegiatan komunikasinya.


(31)

6. Komunikasi dengan masyarakat lebih luas yaitu pada tingkat kegiatan ini komunikasi ditujukan pada masyarakat luas.

Menurut Widjaja (2000 : 102-103) pola komunikasi dibagi menjadi 4 model, yaitu: 1. Pola Komunikasi Roda

Pola komunikasi roda menjelaskan pola komunikasi satu orang kepada orang banyak, yaitu (A) berkomunikasi kepada (B), (C), (D), dan (E).

B

C A E

D

2. Pola Komunikasi Rantai

Pola komunikasi ini, seseorang (A) berkomunikasi dengan orang lain (B) seterusnya ke (C), (D), dan ke (E).


(32)

3. Pola Komunikasi Lingkaran

Pola komunikasi lingkaran ini hampir sama dengan pola komunikasi rantai, namun orang terakhir (E) berkomunikasi kembali pada orang pertama (A).

A

E B

D C

4. Pola Komunikasi Bintang

Pada Pola komunikasi bintang ini, semua anggota saling berkomunikasi satu sama lainnya.

A

E B

D C

Pola komunikasi yang dimaksud disini adalah gambaran tentang bentuk atau cara yang digunakan seseorang atau sekelompok orang dalam menyampaikan pesan baik secara langsung maupun melalui media dalam konteks hubungan dan interaksi yang berlangsung dalam masyarakat.


(33)

Jadi kaitan pola komunikasi yang dibicarakan dalam penelitian ini yaitu mengenai pola komunikasi yang terjadi antara orang tua, anak, dan lingkungan pergaulan dalam proses interaksi antarpribadi yang mendukung untuk menjadi TKI.

E. Tinjauan Tentang TKI 1. Data TKI

Pada era perdagangan dunia yang semakin bebas dengan sarana transportasi dan informasi yang makin lancar, telah menunjang proses migrasi tenaga kerja internasional. Hal ini tejadi karena adanya perbedaan antar negara, terutama dalam memperoleh kesempatan ekonomi. Pada umumnya, TKI ini berasal dari daerah yang kelebihan tenaga kerja dan berpenghasilan rendah menuju daerah yang kekurangan tenaga kerja dan dapat menawarkan upah yang lebih tinggi.

Studi migrasi internasional Indonesia telah menunjukkan bahwa imigran asal Indonesia dicirikan oleh tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang masih rendah, berumur antara 15-40 tahun. Banyak TKI yang mempunyai etos kerja yang rendah jika dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lain. Rendahnya kualitas TKI berarti rendahnya pengetahuan mereka tentang hak-haknya. Oleh karena itulah mereka mempunyai resiko dan menjadi objek yang dirugikan misalnya dibayar kurang, disiksa, jam kerja terlalu panjang dan bekerja ganda.

Jumlah penempatan TKI yang bekerja di luar negeri pada tahun 2011 mengalami penurunan drastis. Penurunan jumlah TKI ke luar negeri disebabkan adanya pergeseran orientasi dalam bekerja ke luar negeri dan juga pemberlakuan pengetatan


(34)

pengiriman TKI serta pemberlakuan moratorium TKI di sektor domestic worker ke beberapa negara penempatan.

Berdasarkan data yang ada di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, penurunan jumlah penempatan TKI mencapai 279 ribu orang atau 32,44%. Tahun 2010, total penempatan TKI baik formal maupun informal sebanyak 860.086 orang, sedangkan tahun 2011 jumlah penempatan hanya sebanyak 581.081 orang. Sementara rata-rata penempatan TKI yang bekerja di luar negeri dalam beberapa tahun belakangan ini mencapai 317.427 orang. Saat ini tidak semua calon TKI yang ingin bekerja di luar negeri bisa berangkat hal ini dikarenakan calon TKI harus terlebih dahulu lulus menghadapi ujian sertifikasi.

2. Tinjauan Tentang Kasus TKI

TKI sangat rentan diperlakukan secara tidak adil. Hasil temuan dari bebagai organisasi yang peduli dengan persolan TKI menyatakan bahwa ada 195 kasus yang dialami TKW di luar negeri. Padahal temuan ini hanya meliputi 3 desa saja. Kasus yang paling banyak terjadi adalah tidak digaji (45 kasus). Sedangkan pemerkosaan dan pelecehan seksual menempati urutan kedua (29 kasus). Ini belum termasuk kasus-kasus di wilayah Indonesia lainnya. Hasil pemeriksaan menunjukkan ketidakjelasan kebijakan dan lemahnya sistem penempatan dan perlindungan TKI. Kondisi itu memberi peluang terjadinya penyimpangan mulai proses rekrutmen, pelatihan serta pengujian kesehatan, pengurusan dokumen, proses penempatan di


(35)

negara tujuan hingga pemulangan (http://www.duniatki.com/ diakses tanggal 10 Mei 2012).

Tabel 2. Rekapitulasi Kepulangan TKI (tahun 2006 - 31 Mei 2012)

Tahun Kepulangan TKI Bermasalah Presentase

2006 376.782 57.971 15,4%

2007 354.921 58.085 16,4%

2008 447.016 50.765 11,4%

2009 492.073 53.168 10,8%

2010 466.497 67.318 14,4%

2011 494.212 72.880 14,7%

2012 (sampai 31 Mei) 150.784 19.413 12,9%

Total 2.782.249 379.600 13,6%

Sumber:http://www.bnp2tki.go.id/statistik-mainmenu-86/kepulangan.html(diakses tanggal 21 September 2012)

Terdapat tujuh poin pokok permasalahan yang mendorong tidak efektifnya penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri antara lain:

1. Rekrutmen TKI yang belum didukung oleh proses yang valid dan transparan sehingga tidak ada jaminan kepastian, keadilan dan perlindungan TKI. 2. Penyiapan tenaga kerja yang sehat, mampu dan teruji kurang didukung

kebijakan yang tegas. Juga sistem pelatihan dan pemeriksaan yang terintegrasi, serta pengawasan yang periodik dan konsisten.

3. Penyiapan tenaga kerja yang legal dan prosedural kurang didukung kebijakan yang tegas, sistem yang terintegrasi, serta penegakan aturan yang tegas dan konsisten.

4. Penyelenggaraan asuransi untuk para TKI belum memberikan perlindungan secara adil, pasti, dan transparan.


(36)

5. Data penempatan TKI yang tidak akurat, sehingga tidak membantu upaya perlindungan TKI di luar negeri.

6. Penanganan dan penyelesaian TKI bermasalah di luar negeri bersifat parsial. 7. Evaluasi yang berkelanjutan terhadap data dan informasi masalah TKI tidak

ditangani secara tuntas dan komprehensif.

F. Landasan Teori

1. Teori Konstruksi Sosial

Konstruksi sosial (social construction) merupakan sebuah teori sosiologi kontemporer yang dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Menurut kedua ahli sosiologi tersebut, teori ini dimaksudkan sebagai satu kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan (penalaran teoritis yang sistematis) dan bukan sebagai suatu tinjauan historis mengenai perkembangan disiplin ilmu (Berger dan Luckmann dalam Basrowi, 2002:194).

Teori konstruksi sosial merupakan hasil upaya Berger untuk menegaskan kembali persoalan esensial dalam sosiologi pengetahuan yaitu cabang sosiologi yang dianggap mereka telah kehilangan arah. Teori konstruksi sosial berupaya menjawab persoalan sosiologi pengetahuan, seperti, bagaimanakah proses terkonstruksinya realitas dalam benak individu? Bagaimanakah sebuah pengetahuan dapat terbentuk ditengah-tengah masyarakat? (Riyanto, 2009:104-105).

Kenyataan sosial adalah hasil (eksternalisasi) dari internalisasi dan obyektivasi manusia terhadap pengetahuan dalam kehidupan sehari-sehari. Bagi Berger,


(37)

masyarakat merupakan fenomena dialektis dalam pengertian bahwa masyarakat adalah suatu produk manusia yang akan selalu memberi tindak balik kepada produsennya. Proses dialektik fundamental dari masyarakat terdiri dari tiga momentum atau langkah yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dunia sosio-kultural sebagai produk dunia manusia) ”Society is a human product”. Objektivasi (interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dikembangkan atau mengalami proses institusionalisasi) ”Society is an objective reality”. Internalisasi (individu mengidentifikasikan diri dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial, tempat individu menjadi anggotanya) ”Man is a social product” (Basrowi,2002:202).

Dalam menjelaskan konstruktivis, realitas sosial merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Individu adalah manusia bebas yang melakukan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Individu menjadi penentu sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah korban fakta sosial, namun sebagai mesin produksi sekaligus reproduksi yang kereatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya (Bungin dalam Basrowi, 2002:194). Pemikiran Berger terkesan sebagai pemikiran yang meletakkan struktur sosial sebagai penyebab dari perubahan sosial. Jika memang Berger memberikan penekanan kepada keteraturan dan institusi sebagai struktur sosial, dalam teori konstruksi sosialnya peranan manusia sebagai agen yang rasional dan memiliki kebebasan dalam berpikir dan bertindak sama sekali tidak diabaikan.


(38)

2. Teori Kredibilitas

Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal: (1) Kredibilitas adalah persepsi komunikan jadi tidak inheren dalam diri komunikator; ( 2 ) Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas (Rakhmat, 2002 : 257). Kredibilitas terdiri dari dua unsur, yaitu keahlian dan kejujuran. Keahlian diukur dengan sejauh mana komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban yang benar. Sedangkan kejujuran dioperasionalkan sebagai persepsi komunikan tentang sejauh mana komunikator bersikap tidak memihak dalam menyampaikan pesannya (Rakhmat, 2002 : 76). Kredibilitas meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan pada perusahaan seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya (Umar, 2002 : 204). Kepercayaan adalah kesan komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Dapat atau tidaknya sebuah sumber dipercaya tergantung dari keahlian dan kejujuran, yang berarti bahwa seseorang yang berkredibilitas dilihat dari keahlian dan kejujurannya di mata orang lain. Keahlian merupakan penilaian komunikan mengenai kemampuan, kecerdasan, pengalaman seseorang. Komunikator yang dianggap mempunyai keahlian tinggi biasanya akan lebih dihargai. Teori Kredibilitas terdapat dalam pola komunikasi yang terjadi antara TKI purna, keluarga dan lingkungan pergaulan pada saat memberi dan menerima persepsi pesan sehingga menimbulkan rasa kepercayaan.


(39)

3. Teori Jaringan dan Sosiometri

Jaringan atau network merupakan susunan sosial yang diciptakan oleh komunikasi antarindividu dan kelompok. Saat manusia saling berkomunikasi tercipta mata rantai. Mata rantai tersebut merupakan jalur komunikasi dalam sebuah organisasi. Beberapa diantaranya ditentukan oleh aturan-aturan organisasi (seperti susunan birokrasi yang dinyatakan Max Weber bahwa birokrasi adalah sistem administrasi rutin yang dilakukan dengan keseragaman, diselenggarakan dengan cara-cara tertentu, didasarkan aturan tertulis, oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya) dan mendasari jaringan formal (formal network), tapi saluran-saluran ini hanya mengungkapkan bagian susunan organisasi. Sebaliknya, jaringan yang berkembang (emergent network) adalah saluran informal yang dibangun, bukan oleh regulasi formal organisasi tetapi oleh kontak reguler sehari-hari antar anggotanya. (Littlejohn. 2009 : 371)

Teori tentang jaringan komunikasi ini menjelaskan tentang cara mengukur tingkat hubungan antarpribadi individu dalam kelompok, pengukuran perilaku sosial manusia. Interaksi yang terjadi pada para TKI purna dapat diukur pula dengan menggunakan landasan teori jaringan ini dengan mengindetifikasikan interaksi antarindividu dalam keluarga maupun kelompok pergaulan dalam penyebaran informasi mengenai TKI. Tolak ukur tersebut dalam sebuah jaringan komunikasi digambarkan dalam sosiogram sehingga dapat dilihat pola komunikasi antar individu yang dapat membentuk jaringan komunikasi tersebut.


(40)

Popin Dictionary Home Page(2001) mendefinisikan sosiometri sebagai berikut: 1. Suatu metode untuk mempelajari hubungan antarpribadi dalam suatu kelompok. 2. Suatu cara untuk mengukur perilaku sosial manusia, yaitu mengukur bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain dalam kelompoknya, bagaimana ia memandang orang lain dalam kelompoknya, bagaimana ia memilih orang lain sebagai teman kelompoknya, dan bagaimana kelompok mengembangkan struktur sosialnya.

Metode sosiometri dikembangkan oleh Moreno dan Jenning ( Purwoko, 2007) metode ini didasrkan atas asumsi bahwa kelompok memiliki pola-pola struktur hubungan yang komplek. Hubungan-hubungan ini dapat diungkap dengan menerapkan pengukuran baik kuantitatif maupun kulalitatif. Kelebihan teknik sosiometri adalah teknik ini memberikan informasi obyektif mengenai fungsi-fungsi individu dalam kelompoknya, dimana informasi ini tidak dapat diperoleh dari sumber yang lain. Sosiometri merupakan sebuah konsepsi psikologis yang mengacu pada suatu pendekatan metodologis dan teoritis terhadap kelompok. Asumsi yang dimunculkan adalah bahwa individu-individu dalam kelompok yang merasa tertarik satu sama lain, akan lebih banyak melakukan tindak komunikasi sebaliknya, individu-individu yang saling menolak, hanya sedikit atau kurang melaksanakan tindak komunikasi. Keterkaitan individu-individu dalam kelompok yang dapat membentuk suatu pola komunikasi didasarkan dari intensitas komunikasi yang terjadi. Semakin dekat individu tersebut maka akan semakin sering komunikasi yang terjadi.


(41)

Gagasan struktural dasar dari teori jaringan adalah keterkaitan (connectedness), gagasan bahwa ada pola komunikasi yang cukup stabil antarindividu. Individu-individu yang saling berkomunikasi saling terhubung kedalam kelompok-kelompok yang selanjutnya saling terhubung kedalam keseluruhan jaringan. Setiap orang memiliki hubungan yang khusus dengan orang lain. Hal ini disebut dengan jaringan pribadi (personal networks). Karena individu cenderung berkomunikasi dengan anggota-anggota kelompok lain maka terbentuklah jaringan kelompok (group networks). Kelompok-kelompok yang berinteraksi kemudian dapat membentuk suatu jaringan yang lebih kompleks yaitu jaringan global (global networks). (Littlejohn. 2009: 372)

Untuk mengetahui jaringan komunikasi, cara pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan mengajukan pertanyaan sosiometri yaitu ”dari mana seseorang mendapatkan informasi tertentu?”. Sosiogram sendiri merupakan suatu skema analisis yang digunakan untuk meneliti hubungan-hubungan komunikasi yang kompleks (Suprapto, 2006: 96).

4. Teori Maslow

Penjelasan mengenai konsep motivasi manusia menurut Abraham Maslow mengacu pada lima kebutuhan pokok yang disusun secara hirarkis. Tata lima tingkatan motivasi secara hirarkis ini adalah sebagai berikut:


(42)

1. Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah)

Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dan lain-lain menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.

2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja (Safety Needs)

Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukan, jabatan, wewenang dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.

3. Kebutuhan sosial (Social Needs)

Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan dalam meningkatkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belongingdalam organisasi.

4. Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs)

Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbol-simbol dalam status seseorang serta prestise yang ditampilkannya.


(43)

5. Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (Self Actualization)

Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.

(Sumber:http://webspace.ship.edu/cgboer/maslow.htmldiakses pada tanggal 19 September 2012).

Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkan TKI purna untuk menjadi TKI dapat dimotivasikan oleh keluarga maupun lingkungan pergaulan, yang diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.


(44)

Mengaktualisasikan diri menjadi apa yang

diinginkan.

Kebutuhan Akan Dihargai, diapresiasikan,

Harga Diri diakui kontribusinya oleh

orang lain.

Kebutuhan Bersosialisasi Diterima dalam kelompok, menjalin persahabatan. Kebutuhan Akan Rasa Aman Aman secara ekonomi,

secara fisik, tidak mendapat teror.

Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan untuk

mempertahankan hidup, makan, minum, dan

lain-lain. Gambar 2.3 Teori Maslow

5.Teori Sosiologi Makro Mikro

Dalam Ritzer (2004:475), ada perbedaan penting antara upaya untuk mengintegrasikan teori makro (misalnya, fungsionalisme struktural) dan teori mikro (misalnya, interaksionisme simbolik) dan upaya untuk membangun sebuah teori yang dapat menjelaskan hubungan antara analisis sosial tingkat mikro (misalnya, kepribadian) dan analisis sosial tingkat makro (misalnya, struktur sosial).

Menurut Popone dalam Dadang (2009:115), menyebutkan bahwa sosiologi makro sebagai ”...the study of the large scale structures of society and how they relate to one another.” dengan demikian, jelas dalam sosiologi makro tersebut struktur kajian

Kebutuhan Aktualisasi


(45)

masyarakatnya berskala luas dan mempertanyakan bagaimana mereka berhubungan satu sama lain. Sanderson (1995 : 3) mengemukakan bahwa paling tidak terdapat enam strategi teoritis berkaitan dengan luasnya kajian sosiologi makro, yaitu:

1. Materialisme, mengasumsikan bahwa kondisi-kondisi material dari eksistensi manusia.

2. Idealisme, menegaskan signifikasi pikiran manusia dan kreasinya.

3. Fungsionalisme, berusaha menjelaskan ciri-ciri dasar kehidupan manusia sebagai respons terhadap kebutuhan dan permintaan masyarakat sebagai sistem sosial yang pernah tetap.

4. Strategi konflik, memandang masyarakat sebagai arena dimana masing-masing individu dan kelompok bertarung untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginannya.

5. Strategi evolusioner, memusatkan perhatian kepada upaya mendeskripsikan dan menjelaskan transformasi sosial jangka panjang, yang diasumsikan akan memperlihatkan arah transformasi untuk seluruh perubahan dalam masyarakat manusia.

6. Strategi elektisisme, memberikan toleransi kepada semua sudut pandang yang ada, yang dalam praktiknya berarti menggunakan bagian-bagian dari setiap yang ada untuk menjelaskan banyak kehidupan sosial.

Secara keseluruhan, masyarakat dipandang sebagai sesuatu yang melebihi kumpulan individu yang membentuknya. Masyarakat atau lingkungan pergaulan inilah yang bisa juga disebut sebagai pihak luar dalam memberikan persepsi maupun informasi


(46)

terhadap individu untuk menjadi calon TKI. Secara struktural, tidak adanya lapangan pekerjaan, gengsi, dan trend merupakan contoh persepsi maupun informasi yang diberikan masyarakat atau lingkungan pergaulan kepada para calon TKI.

Berbeda dengan sosiologi makro yang memfokuskan pada ciri luas suatu masyarakat, maka pendekatan sosiologi mikro mempunyai fokus yang lebih sempit. Sosiologi mikro, yang menurut Johnson dalam Dadang (2009 : 115) yaitu ”...the study of the individual as social being.” dalam arti lebih memfokuskan pada kajian individual sebagai makhluk sosial. Sosiologi mikro tersebut juga sering disebut sebagai the sociology of everyday life yang bersifat mikro, khususnya dalam keluarga. Sosiologi mikro mempelajari interaksi tatap muka(face to face interaction)apa yang dilakukan seseorang ketika mereka berkumpul, yang mempunyai beberapa wilayah kehidupan sosial, diantaranya stereotip (konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat) dalam kehidupan sehari-hari. Kita tahu bahwa betapa kuatnya kesan pertama dan bagaimana kesan pertama meletakkan dasar bagi interaksi.

Dalam penelitian ini, sosiologi dalam kehidupan sehari-hari menggunakan apa yang dinamakannya perspektif sehari-hari, interaksionis atau mikro sosial. Kita semua mempunyai apa yangdisebut “ruangpribadi”, yang selalu kita lindungi dengan segala cara. Kita hanya membuka ruang tersebut bagi orang-orang yang dekat dengan kita, yaitu keluarga. Keluarga merupakan peran penting dalam penyokong persepsi terbesar terhadap calon TKI untuk menjadi TKI. Persepsi yang diberikan tersebut merupakan gabungan dari persepsi lingkungan sekitar atau masyarakat kebanyakan


(47)

yang diterima oleh keluarga. Pandangan atau persepsi yang diterima oleh masyarakat mengenai TKI berbeda-beda disetiap individunya. Ada yang mendapatkan persepsi yang benar, ada juga yang mendapatkan persepsi yang salah. Terjadinya perbedaan pandangan mengenai TKI diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan yang sebenarnya mengenai TKI. Jika dibandingkan dengan pemerintah, pergerakan calo untuk merekrut calon TKI bisa dibilang sangat cepat dan merata. Fenomena ini sudah merangkap sebagai sosiologi makro, yang diharapkan supaya Pemerintah dengan cepat bertindak untuk menanggulangi fenomena ini.

6. Model ABX Newcomb

Tujuan utama dari teori ini adalah untuk memperkenalkan peran komunikasi dalam hubungan sosial (masyarakat) dan untuk menjaga keseimbangan sosial dalam sistem sosial. Teori ini tidak termasuk pesan sebagai entitas yang terpisah dalam diagramnya, namun hanya menyiratkan dengan menggunakan arah panah. Teori ini juga berkonsentrasi pada tujuan sosial komunikasi dan menunjukkan komunikasi sebagai sarana mempertahankan hubungan antar individu.

Teori ABX Newcomb merupakan model komunikasi psikologi sosial yang berusaha memahami komunikasi sebagai cara dimana orang-orang mampu menjaga keseimbangan hubungan mereka satu sama lain. Dasar pada konsep ini menyeimbangkan antara kepercayaan, sikap dan sesuatu yang penting bagi seseorang melalui komunikasi yang bersifat persuasif. Menurut Newcomb, jika keseimbangan


(48)

hubungan terganggu, komunikasi kemudian digunakan untuk memugar kembali hubungan itu.

X

+/-

+/-A B

+/-Gambar 2.4 Model ABX Newcomb

Unsur pokok dalam ABX Nexcomb, yaitu: A = pengirim atau komunikator (Sender) B = penerima (Receiver)

X = masalah kepedulian atau obyek orientasi (Matter of Concern)

Newcomb kemudian menambahkan bahwa terdapat beberapa syarat dalam mewujudkan model komunikasi ABX, yaitu:

1. Ada atraksi (rasa tertarik) yang kuat antar A dan B

2. Ketika X begitu penting, sedikitnya pada satu individu (pada A atau B)

3. Ketika X memiliki relevansi pada A & B (Sarlito 2000:99-103)

Model ini memperlihatkan kepada kita, peran komunikasi antar individu dalam suatu relasi sosial untuk menjaga keseimbangan hubungan sosial yang berlangsung antara dua individu. Disini, individu yang dimaksud adalah informan-informan yang mempunyai kesamaan dalam suatu hal.


(49)

G. Kerangka Pikir

Seiring tingginya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia berdampak terhadap masalah-masalah pengangguran, kemiskinan, migrasi, dan sektor-sektor kependudukan lainya terutama faktor tenaga kerja. Dengan laju pertumbuhan penduduk tinggi, secara langsung akan berdampak terhadap perkembangan angkatan kerja dan kesempatan kerja. Kondisi inilah yang memicu sebagian masyarakat untuk melakukan migrasi keluar negeri dengan menjadi Tenaga Kerja Indonesia luar negeri (TKI) sebagai alternatif solusi mengenai tingginya angka pengangguran dan supaya dapat menambah kesejahteraan TKI beserta keluarganya.

Subyek penelitian ini adalah orang-orang yang satu atau lebih dari anggota keluargnya menjadi TKI di luar negeri. Karakteristik sosial ekonomi keluarga dan individu TKI adalah sebagian besar berada pada usia produktif dengan tingkat pendidikan masih rendah yaitu SMP, dan sebagian besar keluarga bermata pencaharian sebagai petani. Komunikasi yang terjalin antara anak (calon/TKI purna) dengan keluarga dan kelompok pergaulan menggunakan komunikasi antarpribadi dan kelompok sebagai bentuk dari interaksi, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain. Komunikasi yang dilakukan calon atau TKI purna ini merupakan bentuk komunikasi antar pribadi, karena mereka melakukan percakapan secara langsung dalam sebuah interaksi yang dilakukan diantara pelaku komunikasi. Kemudian proses komunikasi yang dilakukan ini akan membentuk sebuah model atau pola, dimana masing-masing


(50)

dari pelaku komunikasi akan melakukan interaksi dan komunikasi terhadap lawan bicaranya.

Penelitian kualitatif berakar dari data, maka pengertian teorinya tidak lain daripada aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah. TKI purna mendapatkan berbagai informasi tentang TKI yang berasal dari interaksi kepada keluarga maupun kelompok pergaulan. Pola komunikasi atau interaksi yang terjadi dapat bersifat personal, yang kemudian saling berinteraksi antar anggota kelompok, yang kemudian dapat dianalisis sebagai jaringan komunikasi. Maka kerangka pikir pada penelitian Pola dan Jaringan Komunikasi TKI Purna dalam Masyarakat ini dapat digambarkan pada bagan kerangka pikir sebagai berikut:


(51)

Bagan Kerangka Pikir

Gambar 2.5 Bagan Kerangka Pikir

Model ABX Newcomb Konstruktivis

Fenomena TKI

TKI yang berhasil dianggap kredibel bagaimana jaringannya Pola Komunikasi Teori Sosiologi Mikro

Faktor Komunikasi

Faktor Ekonomi Faktor Sosial

Teori Kredibilitas Teori Jaringan Teori Maslow


(52)

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah tipe kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistic dan rumit. Menurut Jane Richie (dalam Moleong, 2007 : 6) penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia social, dan perspektifnya di dalam dunia perilaku, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode yang alamiah.


(53)

B. Fokus Penelitian

Dengan berbagai fenomena permasalahan tenaga kerja yang bekerja di luar negeri, maka fokus penelitian ini adalah bagaimana pola dan jaringan komunikasi yang dialami TKI purna dalam keluarga dan kelompok pergaulan dan faktor-faktor apa saja yang mendukukung untuk menjadi TKI.

C. Definisi Konseptual

1. Komunikasi Antar Pribadi dalam Keluarga

Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota keluarga lainnya.

2. Komunikasi Antar Pribadi dalam Kelompok

Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat


(54)

karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi.

3. Kelompok Pergaulan

Dalam kelompok pergaulan seorang anak akan bertemu dengan orang lain yang masing-masing memiliki kedudukan yang relatif sama dan memiliki ikatan yang juga erat. Dengan adanya hal ini maka suatu saat mereka akan dihadapkan dengan suatu permasalahan yang kemudian mereka musyawarahkan, dari proses tersebut maka seorang anak akan dapat belajar menghargai pendapat oarang lain dan juga akan menyesuikan pendapatnya dengan pendapat oarang lain.

4. TKI

Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Sedangkan TKI purna merupakan sebutan untuk TKI yang sudah pulang atau kembali ke Indonesia.

5. Pola Komunikasi

Pola komunikasi adalah cara kerja yang terdiri dari unsur-unsur terhadap suatu gejala arah perilaku dan dapat dipakai untuk menggambarkan atau mendeskripsikan gejala arah perilaku itu sendiri.


(55)

6. Jaringan Komunikasi

Jaringan komunikasi adalah penggambaran ”who say to whom” (siapa berbicara kepada siapa) dalam suatu sistem sosial. Jaringan komunikasi menggambarkan komunikasi interpersonal, dimana terdapat pemuka-pemuka opini dan pengikut yang saling memiliki hubungan komunikasi pada suatu topik tertentu, yang terjadi dalam suatu sistem sosial tertentu seperti sebuah desa, sebuah organisasi, ataupun sebuah perusahaan.

D. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu atau perorangan. Penentuan informan pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.

Beberapa kriteria untuk menentukan informan menurut Spradly dalam Faisal (1990 : 57) adalah sebagai berikut:

1. Subyek yang telah lama dan intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian dan ini biasanya ditandai dengan suatu kemempuan memberikan informasi di luar kepala tentang suatu yang akan ditanyakan.

2. Subyek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.


(56)

3. Subyek yang mempunyai cukup banyak waktu atau kesempatan untuk dimintai informasi.

4. Subyek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu, mereka relatif lugu dalam memberikan informasi. 5. Subyek yang sebelumnya tergolong asing dalam penelitian.

Berdsarkan kriteria diatas maka informan untuk data primer yang dipilih dalam penelitian ini adalah pelaku komunikasi antara keluarga, kelompok pergaulan, dan TKI purna yang berjumlah 14 orang, yaitu 7 TKI purna (informan utama) dan 7 informan pendamping (teman dan keluarga).

E. Sumber Data

Menurut Umar (dalam Koestoro dan Basrowi, 2006 : 138) secara umum data diartikan sebagai suatu fakta yang digambarkan lewat angka, symbol, kode dan lain-lain. Sedangkan menurut Soeratno dan Arsyad (dalam Koestoro dan Basrowi, 2006 : 138) data adalah semua hasil observasi atau pengukuran yang telah dicatat untuk suatu keperluan tertentu.

Sumber data pada penelitian ini terdiri dari: 1. Data Primer

Data primer adalah sumber data utama dalam penelitian yang berasal dari subjek. Berbentuk apa yang diteliti, dan berapa banyaknya data. Data yang diperoleh dari informan melalui wawancara secara langsung dan dari catatan


(57)

di lapangan yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti dengan tujuan sebagai tambahan informasi.

Pada data primer ini, sumber penelitian berasal dari keluarga, kelompok, dan TKI yang sama-sama menjadi pelaku komunikasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain atau tidak langsung diperoleh peneliti dari objek penelitian. Data sekunder biasanya berupa data dokumentasi atau laporan yang telah tersedia (Koestoro dan Basrowi, 2006 : 139).

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data disini bearti pencarian sumber-sumber, penentuan akses ke sumber-sumber dan akhirnya mempelajari dan mengumpulkan informasi.

Untuk memperoleh data yang lengkap, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran ilmiahnya, penulis mempergunakan pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara mendalam, menurut Prabowo (dalam Koestoro dan Basrowi, 2006 : 140) wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.

Wawancara digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini berdasarkan diri pada laporan


(58)

tentang diri sendiri atau self report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Hadi (dalam Koestoro dan Basrowi, 2006 : 14) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metodeinterviewadalah sebagai berikut:

a. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

b. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

c. Bahwa interpretasi subyek tentang pernyataan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber data adalah para TKI purna yang terlibat langsung komunikasi dalam masyarakat.

2. Observasi, yaitu metode atau cara-cara menganalisis secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung (Ngalim Poerwanto dalam Koestoro dan Basrowi, 2006 : 144-145). Metode ini digunakan untuk melihat dan mengamati secara langsung keadaan di lapangan agar peneliti memperoleh gambaran yang lebih luas tentang permasalahan yang diteliti. Observasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara langsung tentang bagaimana pola dan jaringan komunikasi TKI purna.

3. Dokumentasi, yaitu suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti sehingga akan


(59)

diperoleh data yang lengkap, teknik ini digunakan untuk mengambil data yang sudah ada.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang sering digunakan adalah analisis kualitatif. Analisis data kualitatif digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan serta menafsirkan hasil penelitian dnegna susunan kata dan kalimat sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis kualitatif, yang meliputi tiga tahapan sebagai berikut (Moleong, 2005 : 288):

1. Reduksi data

Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul catatan tertulis dari lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk aplikasi yang meragamkan, mengelompokkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Cara yang dipakai dalam reduksi data dapat melalui seleksi ketat dari ringkasan atau uraian singkat dan menggolongkan ke dalam suatu pola yang lebih luas.

2. Penyajian data (display data)

Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan serta cara yang utama bagi analisa kualitatif. Dalam display data ini sangat membutuhkan kemampuan interpretatif yang baik pada si peneliti sehingga dapat menyajikan


(1)

Motto

Cukuplah Allah SWT sebagai penolongku dan Dia adalah

sebaik-baiknya pelindung.

HR. Abu Nu aim dalam Kitab Al

Hilyah-Kesuksesan ditentukan oleh bagaimana kita mengakhiri, bukan dari

bagaimana kita mengawali.

Gilang Adi

Yoga-Satu ons aksi jauh lebih berharga daripada satu ton teori.

-Unknown-You must make the choice to take the chance if you want anything to

change.


(2)

Respati-RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 6 Oktober

1991. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, buah

hati dari pasangan Warsoyo, S.T. dengan Hj. Dra. Sudarmia.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak

Beringin Raya Bandar Lampung pada tahun 1997, Sekolah Dasar

Kartika II-5 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2003, Sekolah Menengah

Pertama Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2006, dan Sekolah

Menengah Atas Negeri 3 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2009. Pada

tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Semasa menjadi mahasiswa, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

Kementerian Luar Negeri, Ditjen Amerika dan Eropa, Divisi Eropa Barat pada bulan

Februari-Maret 2012. Penulis pernah menjadi salah satu panitia Seminar Nasional

Empat Pilar Kehidupan Bernegara yang diselenggarakan oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat Replubik Indonesia pada April 2012. Hingga sekarang,

penulis juga masih aktif berpartisipasi menjadi instruktur psikotes dalam Insight


(3)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan nikmat, rahmat, hidayah, dan kehendak-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, lancar, dan tepat waktu dengan judul

”Pola Komunikasi TKI Purna dalam Masyarakat(Studi pada TKI Purna di Desa Sumberrejo, Kemiling) sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritiknya yang membangun demi perbaikan yang lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dikemudian hari.

Berbekal kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, tanpa adanya do’a, bimbingan, bantuan, motivasi, dukungan dan semangat dari berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT, maha pengasih lagi maha penyayang, maha pemberi nafas dan kehidupan, yang selalu mengiringi langkahku, pemberi petunjuk dan jalan keluar di setiap masalah dan menguatkan dalam menghadapi segala cobaan.

2. Kedua orang tuaku tercinta, Warsoyo, S.T. dan Hj. Dra. Sudarmia, yang sudah merawat hingga membesarkanku dengan penuh kasih sayang dan selalu memberi dukungan dan semangat yang tak kenal lelah. Belum banyak yang bisa Titan berikan dan lakukan untuk papa dan mama selain ucapan terima kasih yang teramat besar. Terima kasih atas semua limpahan kasih sayang yang tak terkira, dukungan, nasehat, motivasi, perhatian, bimbingan, serta


(4)

do’a kalian yang tak pernah putus terhadapku. Semoga karya kecilku ini dapat memberikan sedikit kebahagiaan dan kebanggaan kepada kalian, serta dapat sedikit membalas tiap keringat, kerja keras, dan air mata pada setiap do’a yang kalian berikan kepadaku.

3. Kakakku tersayang, Gilang Adi Yoga, S.Si., yang tiada henti selalu memberi dukungan untuk kebaikan dan kesuksesanku. Semoga kamu selalu sabar dan mengalah dalam menghadapi adikmu ini.

4. Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan inspirasi, dukungan, keceriaan, dan bantuan dalam setiap kebersamaan. Semoga kita tetap selalu bisa menjaga nama baik keluarga.

5. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, yang selalu berikhlas hati dalam melayani kebutuhan akademik mahasiswa dengan keramahtamahannya.

7. Ibu Dr. Nina Yudha Aryanti, S. Sos., M.Si., selaku Dosen Pembimbing skripsi dan juga merupakan Pembimbing Akademik penulis, yang telah dengan sabar meluangkan banyak waktu, pikiran, dan tenaga untuk senantiasa membimbing memberikan arahan kepada penulis, memberikan banyak ilmu dan pengetahuan serta jalan keluar dari setiap kesulitan yang bermanfaat dalam perkuliahan maupun dalam kehidupan.

8. Bapak Dr. Abdul Firman Ashaf, S.IP., M.Si., selaku Dosen Pembahas skripsi yang selalu bersahaja dalam memberikan kritik, saran, dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi.


(5)

9. Dosen di Jurusan Ilmu Komunikasi: Ibu Dhanik, Ibu Nanda, Ibu Hestin, Ibu Wulan, Ibu Ida, Ibu Windah, Ibu Tina, Ibu Anna, Bapak Woko, Bapak Agung, Bapak Andy, Bapak Rudy, Bapak Riza, Bapak Cahyono, dan semuanya. Semoga Allah selalu memberikan rahmatNya atas semua ilmu yang kalian berikan.

10. Seluruh staff administrasi dan karyawan FISIP Universitas Lampung, khususnya Jurusan Ilmu Komunikasi, Mas Agus, Mas Indro, Mas Tur, dan Mas Jul yang telah membantu kelancaran seminar dan ujian skripsi penulis.

11. Warga Desa Sumberrejo, Kemiling, Bandar Lampung yang telah memudahkan jalannya penelitian ini.

12. Teman-teman senasib sepenanggunganku, Yustika Rani, Farina Virginia, Ruth Yunita, Resta Revitha, dan Friska Frindira. Friendship is like piano, maybe black, maybe white, with different tones, but together, they play a great music. Terima kasih atas kebersamaan selama ini yang penuh canda, tawa, suka, duka, ceria, dan cinta ini. Senang dan bangga bisa menjadi salah satu bagian dari kalian. Stay young and fabulous. Love you so bad mak! xoxo.

13.My partner in script, Stella Marito Simanjuntak, yang selalu memberikan informasi, semangat, dan bersedia berbagi kenikmatan dalam menghadapi deadline skripsi dari awal sampai akhir garis finish. Kita hebat Stella :)

14. Teman-teman komunikasi angkatan 2009 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih banyak, kalian telah mengajarkan banyak hal, pengetahuan, dan pengalaman dalam hidupku. Sukses untuk kita semua!

15. Seluruh keluarga besar Ilmu Komunikasi Universitas Lampung, teman-teman angkatan 2006, 2007, 2008, 2010, 2011, dan 2012, penulis senang bisa berjumpa dan mengenal kalian.


(6)

16. Anggota trip Yogyakarta-Bali dan PKL Kementerian Luar Negeri, Resky Pradhana beserta teman-temannya, yang telah memberikan sebuah perjalanan dan pelajaran wisata yang luar biasa tidak masuk diakal.

17. Teman-teman KKN di Desa Marga Jaya Indah, Tulang Bawang Barat, terima kasih atas kerja sama dan kekeluargaannya selama 40 hari yang memberikan banyak ilmu bermanfaat.

18. Teman-teman SD Persit, SMP Negeri 1 Rawa Laut kelas 1E, 2D, 3F dan SMA Negeri 3 Palapa kelas X.1, XI IPA 2, XII IPA 2 terima kasih untuk kebersamaan kita sampai saat ini.

19. Untuk anda yang membaca skripsi ini, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi anda khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

20. Serta yang terakhir, untuk semua pihak yang mungkin tidak tercantum di atas,

terima kasih banyak atas segala do’a, dukungan, dan bantuannya selama ini.

Penulis,

Bandar Lampung, 13 Februari 2013