Respon Pohon Gaharu dan Reaksi Hipersensitif Tembakau Terhadap Elisitor Acremonium spp. dan Fusarium spp. Asal Gaharu

RESPON POHON GAHARU DAN REAKSI HIPERSENSITIF
TEMBAKAU TERHADAP ELISITOR Acremonium spp. DAN
Fusarium spp. ASAL GAHARU

SEPRIYADI RIHI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
SEPRIYADI RIHI. Respon Pohon Gaharu dan Reaksi Hipersensitif Tembakau Terhadap Elisitor
Acremonium spp. dan Fusarium spp. asal Gaharu. Dibimbing oleh GAYUH RAHAYU dan
BONNY POERNOMO WAHYU SOEKARNO.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas biomassa Acremonium spp. dan Fusarium
spp. dalam merangsang pembentukkan gejala gaharu dan efektifitas elisitor dinding sel (EDS),
elisitor konidia (EK), dan elisitor filtrat kasar (EFK) Acremonium spp. (IPBCC 07.525, 07.526,
dan 09.566) dan Fusarium spp. (IPBCC 09.568, 09.569, 09.570, dan 09.571) dalam merangsang
respon hipersensitifitas daun tembakau. Biomassa Acremonium spp. dan Fusarium spp. yang

ditumbuhkan pada media PDA selama 14 hari dijadikan inokulan pada cabang Gyrinops verstegii.
Seluruh elisitor berasal dari kultur Acremonium spp. dan Fusarium spp. berumur 12 hari pada
media PDB. Pembentukkan gaharu dinyatakan dalam sistem skor 0-10 dan diklasifikasikan dalam
tiga kategori berdasarkan rataan skor pada setiap pengamatan dari tiga responden. Acremonium sp.
IPBCC 07.526, 09.566, dan Fusarium sp. IPBCC 09.571 dapat menginduksi pembentukkan
gaharu dengan skor berturut-turut 2,67, 2,89, dan 2,78 pada 14 hari setelah inokulasi (hsi). Gaharu
ini dalam kategori 2. Reaksi hipersensitif daun tembakau (Nicotiana tabacum cv. Gewol) terhadap
EDS, EK, dan EFK dari semua isolat ditunjukkan berupa bercak-bercak nekrosis dengan skor
0,33-1,33 dari sistem skor 0-3. Semua elisitor memiliki patogenitas yang berbeda. Kemampuan
cendawan menginduksi pembentukkan gaharu sebanding dengan reaksi hipersensitif terhadap
elisitor-elisitor tersebut. Gejala pembentukkan gaharu Acremonium sp. IPBCC 07.526, 09.566, dan
Fusarium sp. IPBCC 09.571 dengan reaksi hipersensitif EDS, EK, EFK-nya berkorelasi positif,
tinggi, dan signifikan dengan nilai koefisien korelasi (r) berturut-turut 0,831, 0,884, dan 0,884.
Kata kunci: Pembentukkan gaharu, reaksi hipersensitif, Acremonium, Fusarium, elisitor.
ABSTRACT
SEPRIYADI RIHI. Agarwood Tree Response and Hypersensitivity Reactions of Tobacco Due to
Elicitors of Acremonium spp. and Fusarium spp. from Agarwood. Under supervision of GAYUH
RAHAYU and BONNY POERNOMO WAHYU SOEKARNO.
This research was carried out to investigate the effectiveness of Acremonium spp. and
Fusarium spp. biomass in inducing agarwood formation and the effectiveness of the cell wall

elicitor (CWE), conidia elicitor (CE), and crude filtrate elicitor (CFE) of Acremonium spp. (IPBCC
07.525, 07.526, 07.566) and Fusarium spp. (IPBCC 09.568, 09.569, 09.570, 09.571) in inducing
the hypersensitivity response of tobacco leaves. Biomass of Acremonium spp. and Fusarium spp.
were grown on PDA medium for 14 days and used as inoculant on Gyrinops verstegii branch. All
Elicitors were derived from the 12 days Acremonium spp. and Fusarium spp. culture in PDB
medium. Agarwood formation was determined by score system (0-10) and classified into three
categories based on the average score of each three respondents observation. Acremonium sp.
IPBCC 07.526, 07.566, and Fusarium sp. IPBCC 09.571 induced agarwood formation with scores
2,67, 2,89, and 2,78, respectively at 14 days after inoculation (dai). These agarwood were in
category 2. Hypersensitive reaction of tobacco leaves (Nicotiana tabacum cv. Gewol) caused by
elicitors of all isolates were shown in the necrosis spot with score range of 0,33-1,33 from score
system 0-3. All elicitors had the different pathogenicity. The ability of fungi to induce agarwood
formation were comparable to hypersensitivity reaction caused by those elicitors. The correlation
of agarwood formation by Acremonium sp. IPBCC 07.526, 07.566, Fusarium sp. 09.571 with
hypersensitive reaction of their EDS, EK, EFK was positive, high, and significant with correlation
coefficient (r) values respectively were 0,831, 0,884, 0,884.
Keywords: Agarwood formation, hypersensitive reaction, Acremonium, Fusarium, elicitor.

RESPON POHON GAHARU DAN REAKSI HIPERSENSITIF
TEMBAKAU TERHADAP ELISITOR Acremonium spp. DAN

Fusarium spp. ASAL GAHARU

SEPRIYADI RIHI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains di
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul

: Respon Pohon Gaharu dan Reaksi Hipersensitif Tembakau
Terhadap Elisitor Acremonium spp. dan Fusarium spp. Asal
Gaharu

Nama
: Sepriyadi Rihi
NIM
: G34070012
Departemen : Biologi

Menyetujui :

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir. Gayuh Rahayu
NIP. 19580105 198303 2 002

Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, MS
NIP.19620618 198811 1 001

Mengetahui :


Kepala Departemen Biologi
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.
NIP. 19641002 198903 1 002

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga karya ilmiah
ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Respon Pohon Gaharu dan Reaksi Hipersensitif
Tembakau Terhadap Elisitor Acremonium spp. dan Fusarium spp. Asal Gaharu” ini dilakukan
mulai Maret 2011 sampai dengan Januari 2012 di Laboratorium Mikologi dan Rumah Kaca,
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor
dan di Kebun pohon gaharu, Ciapus.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gayuh Rahayu, MS selaku pembimbing I dan
pemberi dana penelitian, Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, MS selaku pembimbing II atas bimbingan
dan pengarahan yang telah diberikan, dan Dr. Ir. Triadiati, M.Si selaku penguji atas saran dan
masukannya. Terima kasih kepada Ayah, Ibu, Adik (Fitria dan Ari Syamsudin Uwa), serta seluruh
keluarga atas segala dukungan baik semangat, materil, serta doa selama penulis menempuh

pendidikan hingga karya ilmiah ini terselesaikan. Ungkapan terima kasih juga ditujukan kepada
Ibu Emi, Bapak Kusnadi, Bapak Dadang, Bapak Ramzi, Bapak Acing, Bapak Bahrudin, Bapak
Joni, Bapak Yosi, Kak Erwin, Kak Risti, Riana M. Handayani, Rahmah Waty, Lestari, M. Arief
Rohmatullah, Wawan Dinawan, Art Fudlaili F., Dean A. Ramadhan, dan teman-teman Biologi 44
untuk bantuan dan kerja samanya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan
ilmu pengetahuan.

Bogor, April 2012
Sepriyadi Rihi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Waingapu pada tanggal 06 September 1989 dari ayahanda Muhammad
Ali Uwa dan ibunda Yuliana Upa Rihi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Waingapu, Sumba Timur, NTT dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis
memilih Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Penulis mempunyai pengalaman sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Biologi Dasar dan
Biologi Cendawan, melaksanakan studi lapangan di Wana Wisata Cangkuang, melaksanakan
praktik lapangan di Parung Farm, Bogor. Penulis juga aktif menjadi anggota Dewan Perwakilan
Mahasiswa FMIPA (2008-2009 & 2009-2010), dan anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa

Keluarga Mahasiswa IPB (2010-2011). Selain itu, penulis juga pernah mendapatkan beasiswa
Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Strategis (PPSDMS) Angkatan IV Regional V
Bogor periode 2008-2010 serta mengikuti berbagai kepanitiaan, seminar dan pelatihan.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................................viii
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
Latar Belakang ............................................................................................................................. 1
Tujuan .......................................................................................................................................... 2
BAHAN DAN METODE ................................................................................................................. 2
Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................................................... 2
Bahan dan Alat ............................................................................................................................. 2
Metode ......................................................................................................................................... 2
Rancangan Percobaan .............................................................................................................. 2
Peremajaan Biakan Acremonium spp. dan Fusarium spp. ....................................................... 2
Inokulasi Acremonium spp. dan Fusarium spp. pada Cabang G. verstegii.............................. 2
Penilaian Gejala Pembentukkan Gaharu ................................................................................. 2
Produksi Elisitor ...................................................................................................................... 3

Uji Reaksi Hipersensitif........................................................................................................... 3
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................................... 4
Gejala Pembentukkan Gaharu ...................................................................................................... 4
Reaksi Hipersensitif ..................................................................................................................... 6
SIMPULAN ...................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 9
LAMPIRAN .................................................................................................................................... 11

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sistem skor respon G. verstegii terhadap inokulasi Acremonium spp. dan Fusarium spp. ............ 3
2 Kategori tingkat pembentukkan gaharu ......................................................................................... 3
3 Kategori gejala reaksi hipersensitif ................................................................................................ 4
4 Kategori gejala pembentukkan gaharu pada cabang G. verstegii setelah diinduksi Acremonium
spp. dan Fusarium spp................................................................................................................... 5

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Skor gejala pembentukkan gaharu pada 14 hsi setelah diinokulasi Acremonium spp. dan
Fusarium spp.. ............................................................................................................................... 5

2 Pertambahan panjang dan kedalaman zona perubahan warna pada cabang G. verstegii hasil
inokulasi Acremonium spp. dan Fusarium spp. (14 hsi). .............................................................. 6
3 Hasil uji reaksi hipersensitif EK, EFK, dan EDS Acremonium spp. dan Fusarium spp. pada
tanaman tembakau (N. tabacum cv. Gewol)................................................................................. 7
4 Hasil uji reaksi hipersensitif berupa bercak-bercak nekrosis pada tanaman tembakau (N.
tabacum cv. Gewol) menggunakan EDS, EK, dan EFK. .............................................................. 8
5 Korelasi antara gejala pembentukkan gaharu dengan reaksi hipersensitif akibat pemberian
elisitor Acremonium sp. IPBCC 07.526, 07.566, Fusarium sp. IPBCC 09.571 dan elisitor
Acremonium sp. IPBCC 07.525, Fusarium sp. 09.568, 09.569, 09.570. ....................................... 8

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Uji korelasi antara gejala pembentukkan gaharu dengan reaksi hipersensitif oleh isolat
pembentuk gaharu kategori 2. ..................................................................................................... 12
1 Uji korelasi antara gejala pembentukkan gaharu dengan reaksi hipersensitif isolat pembentuk
oleh gaharu kategori 3. ................................................................................................................ 12

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gaharu merupakan sejenis kayu dengan

berbagai bentuk dan warna yang khas, serta
memiliki kandungan damar wangi (Dewan
Standar Nasional Indonesia 1999). Sebagai
salah satu hasil hutan bukan kayu, gaharu
memiliki nilai ekonomis tinggi dan
dimanfaatkan sebagai obat-obatan, dupa,
dan parfum (Barden et al. 2000). Di
Indonesia, gaharu umumnya dipanen dari
pohon
Aquilaria
malaccensis,
A.
microcarpa, A. filaria, dan Gyrinops
verstegii (Rahayu 2010).
Pembentukkan gaharu merupakan respon
pertahanan
pohon
gaharu
terhadap
kerusakan mekanis atau infeksi cendawan.

Respon pertahanan ini menghasilkan resin
berupa
senyawa
terpenoid
yang
terakumulasi di sekitar bagian jaringan kayu
yang mengalami kerusakan atau terinfeksi
(Rahayu 2010). Beberapa cendawan telah
diisolasi dari pohon gaharu dan memiliki
kemampuan menginduksi pembentukkan
gaharu, seperti Acremonuim spp. dan
Fusarium spp. (Putri 2007; Wulandari 2009;
Rahayu 2010). Selain cendawan, penelitian
Putri (2007) menunjukkan penginduksian
gaharu menggunakan bahan kimia (metil
jasmonat)
juga
dapat
menginduksi
pembentukkan wangi gaharu. Penggunaan
inokulan ganda (Acremonium sp. dan
Fusarium sp.) dalam menginduksi gaharu
juga menghasilkan tingkat wangi yang lebih
tinggi dibandingkan penggunaan inokulan
tunggal (Wulandari 2009).
Pemanenan gaharu yang terbentuk secara
alami menimbulkan kekhawatiran terhadap
kelestarian pohon gaharu. Gaharu yang
berhasil dikumpulkan dari penebangan
pohon penghasil gaharu tidak sebanding
dengan jumlah pohon yang ditebang
(Soehartono 2001). Hal ini menimbulkan
kekhawatiran menyusutnya ketersediaan
pohon penghasil gaharu di alam. Sehingga,
semenjak tahun 1994, pohon gaharu tercatat
dalam IUCN (International Union for
Conservation of Nature) redlist dan
Apendiks II CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species
of Wild Fauna or Flora) sebagai tanaman
yang dilindungi (Soehartono 2000; Rahayu
2009). Oleh karena itu, peningkatan budi
daya pohon gaharu dan penyempurnaan
teknik induksi gaharu buatan perlu
dilakukan untuk menjaga kelestarian pohon
gaharu (Rahayu 2009).

Pengembangan teknik induksi gaharu
dapat dilakukan dengan mempelajari
interaksi inang-patogen. Pendekatan ini
dapat dilakukan dengan menganalisis
interaksi
elisitor-fitoaleksin.
Elisitor
merupakan senyawa yang dihasilkan oleh
mikroorganisme patogen dan berperan
menjadi molekul sinyal sistem pertahanan
tubuh tanaman inang (Montesano 2003).
Senyawa ini dapat berupa produk suatu
mikroorganisme
atau
bagian
dari
mikroorganisme itu sendiri. Pada tumbuhan
tingkat tinggi, elisitor yang dihasilkan
patogen akan dikenali oleh reseptor spesifik
yang mengakibatkan akumulasi senyawa
fitoaleksin. Interaksi elisitor-fitoaleksin
menghasilkan suatu respon pertahanan tubuh
tanaman inang yang disebut respon
hipersensitif (Montesano 2003; Suzuki
1999). Respon ini hanya berkembang di
sekitar daerah infeksi sehingga disebut
sebagai respon lokal. Pada tanaman, respon
hipersensitif biasanya ditunjukkan berupa
bercak nekrosis pada daun. Reaksi
hipersensitif dapat menggambarkan interaksi
antara ketahanan inang dengan virulensi
patogen (Park 2005).
Penelitian mengenai elisitor cendawan
telah banyak dilakukan. Lisker dan Kuć
(1977) telah membuktikan bahwa ekstrak
dinding sel beberapa Oomycetes dapat
merangsang akumulasi fitoaleksin pada
potongan umbi tanaman kentang. Ortega dan
Perez (2001) menyatakan bahwa konidia
Alternaria alternata menyebabkan reaksi
hipersensitif kotiledon jeruk (Citrus lemon).
Takahashi et al. (2008) juga menyatakan
bahwa elisitor asal dinding sel dapat
menyebabkan kematian kultur sel padi.
Elisitor dapat dibagi dalam dua
kelompok yaitu elisitor umum dan spesifik
ras (Montesano et al. 2003). Beberapa
tanaman seperti tembakau seringkali
digunakan sebagai tanaman indikator reaksi
hipersensitif. Penelitian Khayrunissa (1999)
menunjukkan penggunaan elisitor filtrat
kasar (EFK), elisitor dinding sel (EDS), dan
elisitor sitoplasma (ES) Acremonium sp.
menghasilkan gumpalan harum pada kalus
A. crassna. Pengujian lebih lanjut
menunjukkan adanya beberapa senyawa
gaharu, namun kadarnya lebih rendah
dibandingkan pada gaharu alami.
Isolat Acremonium sp. dan Fusarium sp.
merupakan cendawan penginduksi pada
pembentukkan gejala gaharu. Penelitian
penginduksi gaharu yang dikembangkan
selama ini berbasis pada biomassa

2

cendawan. Penggunaan inokulan berupa
biomassa cendawan berisiko terhadap
lingkungan. Menurut Rahayu (2009),
karakteristik mikroorganisme patogen dapat
mengalami perubahan dalam kurun waktu
tertentu, seperti kasus Oncobasidium
theobromae yang menyerang tanaman
cokelat di Indonesia.
Bentuk inokulan alternatif perlu diteliti
dan dikembangkan untuk mengurangi resiko
lingkungan. Salah satu bentuk inokulan yang
mungkin dikembangkan adalah inokulan
berbasis elisitor. Oleh sebab itu, penelitian
awal mengenai elisitor Acremonium sp. dan
Fusarium sp. termasuk virulensinya yang
diukur melalui reaksi hipersensitif tanaman
tembakau perlu dilakukan sebagai dasar
pengembangan inokulan baru.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui
kemampuan biomassa Acremonium spp. dan
Fusarium
spp.
dalam
menginduksi
pembentukkan gejala gaharu pada G.
verstegii
dan
korelasinya
dengan
kemampuan elisitor cendawan tersebut
dalam menginduksi reaksi hipersensitif pada
daun tembakau (Nicotiana tabacum).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Mei
2011 sampai dengan Januari 2012 di
laboratorium Mikologi dan rumah kaca,
Departemen Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam dan kebun
gaharu, Ciapus.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah biakan
Acremonium spp. (IPBCC 07.525, IPBCC
07.526, dan IPBCC 09.566) dan Fusarium
spp. (IPBCC 09.568, IPBCC 09.569, IPBCC
09.570, dan IPBCC 09.571), media PDA
(Potato Dextrose Agar), media PDB (Potato
Dextrose Broth), Natrium Bikarbonat
(NaHCO3), pohon gaharu berumur ±8 tahun
(G. verstegii) dan tanaman tembakau (N.
tabacum cv. Gewol) berumur ±5 bulan. Alat
yang digunakan adalah polybag, tisu steril,
erlenmeyer, mesin penggoyang, kertas
saring, tabung reaksi, dan peralatan
laboratorium lain yang umum digunakan.
Metode
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan

untuk menguji gejala pembentukkan gaharu,
perubahan panjang, dan kedalaman warna
zona induksi digunakan rancangan acak
lengkap (RAK) dengan satu faktor (tujuh
taraf) dan tiga ulangan. Sedangakan
pengujian reaksi hipersensitif digunakan
RAK dua faktor, yaitu jenis isolat (tujuh
faktor) dan jenis elisitor (tiga taraf), dan tiga
ulangan.
Peremajaan Biakan Acremonium spp. dan
Fusarium spp.
Isolat Acremonium spp. dan Fusarium
spp. diremajakan pada media PDA dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari.
Selanjutnya sebanyak 3 potong biakan
(diameter 5 mm) Acremonium spp. dan
Fusarium spp. dimasukkan ke dalam
erlenmeyer (uk. 250 mL) yang telah berisi
100 mL PDB steril. Biakan kemudian
diinkubasi pada suhu 37oC, di atas mesin
penggoyang selama 12 hari. Biakan ini akan
digunakan sebagai sumber EFK, EK, dan
EDS.
Inokulasi Acremonium spp. dan Fusarium
spp. pada Cabang G. verstegii
Biakan Acremonium spp. dan Fusarium
spp. berumur 7 hari diinokulasikan pada
cabang pohon G. verstegii yang mempunyai
diameter ±1 cm. Sebelum inokulasi, cabang
dilukai sepanjang 2 cm dengan membuang
kulit dan kambiumnya. Sepotong inokulum
(±2 cm x 0,5 cm) Acremonium spp. dan
Fusarium spp. ditempelkan pada daerah
yang telah dilukai. Setelah seluruh
permukaan luka ditempel dengan biakan
Acremonium spp. dan Fusarium spp.,
kemudian luka dilapisi dengan kapas basah
dan terakhir dibalut dengan selotip. Sebagai
pembanding digunakan batang tanaman
yang hanya dilukai sebagai kontrol positif
dan tanaman yang sehat yang tidak diberi
perlakuan sebagai kontrol negatif. Hasil
inokulasi dipanen setelah berumur 14 hari.
Masing-masing perlakuan diulang dalam 3
kelompok (3 pohon). Pengacakan dilakukan
pada masing-masing kelompok percobaan.
Penilaian Gejala Pembentukkan Gaharu
Gejala luar yang diamati berupa klorosis
daun, perubahan warna kayu pada daerah
terinfeksi, dan adanya aroma wangi yang
dinyatakan dalam sistem skor 0-10 (Tabel
1). Tingkat gejala dinyatakan dalam tiga
kategori (Tabel 2) berdasarkan rataan skor
pada setiap pengamatan dari 3 responden
(Putri 2011).

3

Tabel 1 Sistem skor respon G. verstegii terhadap inokulasi Acremonium spp. dan Fusarium spp.
Gejala
Skor
Daun
Warna Kayu
Wangi
0
tidak klorosis/klorosis
putih
tidak wangi
1
tidak klorosis/klorosis
putih kecoklatan
tidak wangi
2
tidak klorosis/klorosis
coklat
tidak wangi
3
klorosis
putih kecoklatan
agak wangi
4
tidak klorosis
putih kecoklatan
agak wangi
5
klorosis
coklat
agak wangi
6
tidak klorosis
coklat
agak wangi
7
klorosis
putih kecoklatan
wangi
8
tidak klorosis
putih kecoklatan
wangi
9
klorosis
coklat
wangi
10
tidak klorosis
coklat
wangi
Rataan skor =

sko

Xn : Tanaman ke–n.

∑ tanaman

sko
∑ tanaman

n

∑ tanaman

n

Tabel 2 Kategori tingkat pembentukkan gaharu
Tingkat pembentukkan
Kategori
Skor
gaharu
1
7-10
gaharu sudah terbentuk
2
3-6
gaharu mulai terbentuk
3
0-2
gaharu tidak terbentuk
Selain gejala pembentukkan gaharu,
pertambahan panjang dan kedalaman zona
perubahan warna juga diamati. Pertambahan
panjang zona perubahan warna adalah
panjang kayu yang mengalami pertambahan
panjang perubahan warna ke arah tajuk
(atas) atau ke arah akar (bawah) diluar
daerah yang diinokulasi atau dilukai. Kulit
kayu di sisi atas dan bawah daerah yang
diinokulasi dan dilukai dikupas dan panjang
perubahan warnanya diukur. Sedangkan
kedalaman perubahan warna diamati pada
sayatan melintang daerah yang diinokulasi
atau dilukai (Putri 2011).

menggunakan kertas saring milipor (0,22
µm). Hasil penyaringan ini adalah EFK.
Biomassa cendawan dihaluskan dengan
N2 cair pada mortar steril. Kemudian pasta
ini diekstrak dengan 4 mM natrium
bikarbonat (1,3 mL NaHCO3 4 mM/g massa
miselium segar). Setelah disimpan semalam
pada suhu 4oC, suspensi disentrifugasi
selama 20 menit pada 14000 g. Endapan
yang diperoleh adalah dinding sel cendawan.
Endapan ini dilarutkan dalam aquades (50
kali volume EDS) dan diautoklaf selama dua
jam pada suhu 121oC. Suspensi dinding sel
dibekukan disebut sebagai EDS.

Produksi Elisitor
Ketiga jenis elisitor (EDS, EK, EFK)
diperoleh dengan metode Yang et al. (1989)
yang dimodifikasi. Biomassa cendawan
berupa miselium dan spora dari biakan
berumur 12 hari, dipisahkan dari filtratnya
dengan
menggunakan
kertas
saring
Whatman no. 1. Supernatan disentrifugasi
dua kali pada suhu 4oC selama 20 menit
pada 14000 g untuk memisahkan endapan.
Supernatan pekat ini mengandung suspensi
konidia yang dipergunakan sebagai EK.
Sebagian filtrat (EK) dibebaskan dari
konidia
dengan
cara
penyaringan

Uji Reaksi Hipersensitif
Sebanyak 1 mL EDS, EK, dan EFK
masing-masing dioleskan ke seluruh
permukaan atas empat helai daun tembakau
yang sehat (per tanaman) dengan
menggunakan kuas. Setiap perlakuan
diulang sebanyak 3 kali. Media PDB steril
digunakan sebagai kontrol. Selanjutnya
tanaman diinkubasi dengan disungkup
menggunakan plastik hitam selama ±24 jam
dan plastik bening selama ±48 jam.
Kemudian, tutup plastik dibuka dan tanaman
dipelihara di tempat terbuka selama ±48 jam
(Putri 2011).

4

Setelah masa inkubasi berakhir, nekrosis
yang terbentuk diamati. Derajat hipersensitif
dinilai dalam skor 0-3 (Tabel 3). Virulensi
dinyatakan dalam rataan skor hipersensitif
(Putri 2011).
Tabel 3 Kategori gejala reaksi hipersensitif
Skor
Gejala
0
tidak ada gejala nekrosis/klorosis
1
beberapa bercak kecil nekrosis
2
kurang dari setengah luasan daun
menunjukkan gejala nekrosis
3
lebih dari setengah luasan daun
mengalami nekrosis
Analisis Data
Data gejala pembentukkan gaharu,
perubahan panjang, dan kedalaman warna
zona induksi dianalisis menggunakan
rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor
dan reaksi hipersensitif menggunakan RAK
dua faktor dengan perangkat lunak SPSS
versi 16 dan diuji F pada α = 5%. Bila
terdapat pengaruh nyata dari perlakuan yang
diamati maka setiap taraf perlakuan
dibandingkan dengan menggunakan uji
lanjut Duncan pada taraf 5%. Korelasi
antara gejala pembentukkan gaharu dengan
reaksi hipersensitif dianalisis menggunakan
perangkat lunak SPSS versi 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Pembentukkan Gaharu
Semua cabang G. verstegii yang dilukai
dan diinokulasi cendawan menunjukkan
gejala pembentukkan gaharu pada 14 hsi
(hari setelah induksi). Gejala pembentukkan
gaharu yang ditandai dengan munculnya
aroma wangi dan perubahan warna kayu
dapat dinilai dengan sistem skor seperti
seperti dinyatakan oleh Putri (2007) dan
Rahayu (2010).
Semua
perlakuan
menggunakan
cendawan dan kontrol positif menunjukkan
adanya gejala pembentukkan gaharu dengan
nilai skor yang lebih tinggi dan berbeda
nyata dibandingkan kontrol negatif. Batang
yang diberi perlakuan Acremonium sp.
IPBCC 07.526 dan IPBCC 07.566
menunjukkan adanya pembentukkan gejala
gaharu dengan skor relatif rendah, yaitu
berturut-turut 2,67 dan 2,89 dari nilai skor
maksimum 10. Nilai skor ini tidak berbeda
nyata dengan nilai skor 2,78 untuk gejala
pembentukkan gaharu yang disebabkan oleh
Fusarium sp. IPBCC 09.571 (Gambar 1).
Cabang yang diinduksi cendawan lainnya,

yaitu Acremonium sp. IPBCC 07.525 dan
Fusarium sp. IPBCC 09.568, 09.569 serta
Fusarium sp. IPBCC 09.570 menunjukkan
gejala pembentukkan gaharu dengan nilai
skor yang lebih rendah (berturut-turut 2,00,
0,78, 0,67, dan 0,67) dan berbeda nyata dari
gejala
pembentukkan
gaharu
akibat
inokulasi Acremonium sp. IPBCC 07.526
dan 07.566 serta Fusarium sp. IPBCC
09.571. Batang yang hanya dilukai (kontrol
positif) juga menunjukkan adanya gejala
pembentukkan gaharu dengan nilai skor
0,44, sedangkan kontrol negatif (skor 0,00)
tidak terlihat adanya gejala pembentukkan
gaharu (Gambar 1).
Nilai skor pembentukkan gaharu
diklasifikasikan
dalam
kategori
pembentukkan
(Tabel 4). Gejala yang
dibentuk akibat inokulasi Acremonium sp.
IPBCC 07.526, 07.566 dan Fusarium sp.
IPBCC 09.571 termasuk kategori 2 yang
berarti gaharu mulai terbentuk. Sedangkan
Acremonium sp. IPBCC 07.525 dan
Fusarium sp. IPBCC 09.568, 09.569, 09.570
tidak merangsang pembentukkan gaharu
(kategori 3). Demikian pula pada kontrol
positif
dan
negatif
tidak
terdapat
pembentukkan gaharu (kategori 3). Hasil ini
juga menunjukkan hampir semua isolat
Acremonium spp. dapat menginduksi
pembentukkan gubal gaharu dibandingkan
Fusarium sp. Pada penelitian sebelumnya,
Acremonium sp. IPBCC 07.525 dinyatakan
sebagai isolat yang berpotensi menginduksi
pembentukkan gaharu (Rahayu et al. 1999;
Wulandari 1999). Putri (2011) dan Hodijah
(2011) menyatakan bahwa Fusarium sp.
IPBCC 09.568, 09.569, 09.570
juga
berpotensi
sebagai
penginduksi
pembentukkan gaharu. Isolat Acremonium
sp. IPBCC 07.566 memiliki tingkat
patogenitas yang lebih tinggi dibandingkan
Acremonium sp. IPBCC 07.525 dan 07.526
(Rahayu 2010). Hal ini menunjukkan tingkat
patogenitas, interaksi yang stabil antara
cendawan dengan tanaman inang, dan
viabilitas
isolat
dapat
menentukan
keberhasilan pembentukkan gaharu (Rahayu
& Situmorang 2006; Wulandari 2009;
Rahayu 2010; Hodijah 2011). Kondisi
lingkungan
juga
mempengaruhi
pertumbuhan cendawan penginduksi gaharu
pada tanaman inangnya. Aerasi yang baik
akan menjaga dan meningkatkan kolonisasi
gaharu di dalam tanaman gaharu (Isnaini
2004; Jensen 2010; Putri 2011).
Salah satu kriteria pembentukkan gaharu
adalah perubahan warna kayu. Zona

5

Skor gejala pembentukkan
gaharu

perubahan warna kayu dapat berubah selama
masa pembentukkan
gaharu. Zona
perubahan warna kayu dapat memanjang ke
arah atas dan bawah dari zona induksi (Putri
2007). Panjang perubahan warna ini
bervariasi pada setiap penginduksi (Gambar
2a). Zona perubahan warna terpanjang
ditunjukkan oleh batang yang diinokulasi
Fusarium sp. IPBCC 09.570 (2,14 cm) dan
Acremonium sp. IPBCC 07.525 (2,12 cm)
dan tidak berbeda nyata dengan panjang
zona itu akibat inokulasi Acremonium sp.
IPBCC 07.526 (1,65 cm), Fusarium sp.
IPBCC 09.568 (1,38 cm) dan 09.571 (1,56
cm). Zona perubahan warna yang lebih
pendek ditunjukkan oleh cabang yang
diinokulasi Acremonium sp. IPBCC 07.566
(0,72 cm), dan Fusarium sp. IPBCC 09.569
(1,17 cm) yang hanya berbeda nyata dari
perlakuan Acremonium sp. IPBCC 07.525
dan Fusarium sp. IPBCC 09.570. Pada
kontrol positif terdapat perubahan panjang
warna sebesar 1,28 cm, sedangkan kontrol
negatif tidak terjadi perubahan warna
(Gambar 2a).

Perubahan warna kayu juga mengarah ke
dalam cabang. Cendawan yang mampu
menginduksi perubahan warna kayu
terpanjang (Acremonium sp. IPBCC 07.525
dan Fusarium sp. IPBCC 09.570) juga
menunjukkan kemampuannya merangsang
pembentukkan perubahan warna kayu yang
relatif dalam. Kedalaman zona perubahan
warna kayu akibat perlakuan Acremonium
sp. IPBCC 07.525 (22 mm) dan Fusarium
sp. IPBCC 09.570 (15 mm) tidak berbeda
nyata dengan perlakuan Acremonium sp.
IPBCC 07.526 (15 mm) dan Fusarium sp.
IPBCC 07.571 (12 mm). Inokulasi
Acremonium
sp.
IPBCC
07.525
menyebabkan perubahan kedalaman warna
terdalam dan berbeda nyata dibandingkan
dengan perlakuan Acremonium sp. IPBCC
07.566, Fusarium sp. 09.568 dan 09.569
yang kurang dari 10 mm. Acremonium sp.
IPBCC 07.566 memiliki pengaruh yang
sama dengan perlakuan kontrol positif (7
mm) dan kontrol negatif (0,00 mm) (Gambar
2b).

3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
-0,50
Af

Al

Am

Fa

Fb Fd Fh K (+) K (-)
Elisitor
Gambar 1 Skor gejala pembentukkan gaharu setelah diinokulasi Acremonium spp. dan Fusarium
spp. pada 14 hsi.
Keterangan: Af: Acremonium sp. IPBCC 07.525, Al: Acremonium sp. IPBCC 07.526, Am:
Acremonium sp. IPBCC 09.566; Fa: Fusarium sp. IPBCC 09.568, Fb: Fusarium sp. IPBCC
09.569, Fd: Fusarium sp. IPBCC 09.570, Fh: Fusarium sp. IPBCC 09.571; K(+): kontrol positif,
K(-): kontrol negatif.

Tabel 4 Kategori gejala pembentukkan gaharu pada cabang G. verstegii setelah diinduksi
Acremonium spp. dan Fusarium spp. saat 14 hsi.
Tingkat pembentukkan
Perlakuan
Kategori
gaharu
Acremonium sp. IPBCC 07.525
3
gaharu tidak terbentuk
Acremonium sp. IPBCC 07.526
2
gaharu mulai terbentuk
Acremonium sp. IPBCC 07.566
2
gaharu mulai terbentuk
Fusarium sp. IPBCC 09.568
3
gaharu tidak terbentuk
Fusarium sp. IPBCC 09.569
3
gaharu tidak terbentuk
Fusarium sp. IPBCC 09.570
3
gaharu tidak terbentuk
Fusarium sp. IPBCC 09.571
2
gaharu mulai terbentuk
Kontrol (+)
3
gaharu tidak terbentuk
Kontrol (-)
3
gaharu tidak terbentuk

6

3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
-0,50
-1,00

Panjang zona perubahan
warna (cm)

Kedalaman zona perubahan
warna (cm)

0,30
0,25
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
-0,05
-0,10

Af

a

Al Am Fa

Fb

Fd

Af

Fh K (+) K (-)

Elisitor

b

Al Am Fa

Fb

Fd

Fh K (+)K (-)

Elisitor

Gambar 2 Pertambahan panjang (a) dan kedalaman zona perubahan warna (b) pada cabang G.
verstegii hasil inokulasi Acremonium spp. dan Fusarium spp. saat 14 hsi.
Keterangan: Af: Acremonium sp. IPBCC 07.525, Al: Acremonium sp. IPBCC 07.526, Am:
Acremonium sp. IPBCC 09.566; Fa: Fusarium sp. IPBCC 09.568, Fb: Fusarium sp. IPBCC
09.569, Fd: Fusarium sp. IPBCC 09.570, Fh: Fusarium sp. IPBCC 09.571; K(+): kontrol positif,
K(-): kontrol negatif.

Kemampuan
cendawan
untuk
menginduksi perubahan warna kayu dengan
zona yang relatif panjang dan dalam tidak
selalu diikuti oleh kemampuannya dalam
merangsang pembentukkan gejala gaharu.
Hal ini membuktikan bahwa kontribusi
kriteria aroma wangi dalam pemeringkatan
gejala pembentukkan
gaharu sangat
dominan. Rahayu et al. (1999) juga
melaporkan perubahan warna kayu tidak
selalu diikuti timbulnya aroma wangi khas
gaharu. Adanya aroma wangi khas gaharu
disebabkan akumulasi senyawa kimiawi
yang berfungsi menghambat perkembangan
patogen dan diduga merupakan bagian dari
senyawa fitoaleksin. Senyawa ini memiliki
aroma yang khas dan mudah menguap
(Michiho 2005).
Reaksi Hipersensitif
Daun tembakau menunjukkan reaksi
hipersensitif terhadap pemberian semua
jenis elisitor (EK, EFK, dan EDS) dari
semua cendawan. Gejala yang ditunjukkan
berupa bercak-becak nekrosis yang tersebar
di seluruh permukaan daun. Hasil uji F
menunjukkan semua isolat memberikan
pengaruh yang nyata terhadap reaksi
hipersensitif (F-hitung = 9,717 dan P