Pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis kecil di Kota Ternate

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS KECIL
DI KOTA TERNATE

AISYAH BAFAGIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengelolaan Sumberdaya
Perikanan Pelagis Kecil di Kota Ternate” adalah karya saya sendiri dibawa
bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis.

Bogor, Mei 2011
AISYAH BAFAGIH


ABSTRACT

AISYAH BAFAGIH. The Small Pelagic Fishery Resource Management in
Ternate. Under direction of ERNAN RUSTIADI, MENNOFATRIA BOER, and
ALEX S W RETRAUBUN
The potentially-resources of capture fishery in Ternate is a considered
superior commodity for fishermen as it has a mechanism of directive marketing,
effective and efficient of distribution between neighboring-area which it would
turn of a considerable-gain. The potential resources of capture fishery bring
importance to development of social and economical in Ternate. Generally, this is
turn in the next for the society as a whole, and specifically for the fishermen, to
gain the social and economical significance relate to equity, growth, and
sustainability.
This study aims to assess the potential resources of fisheries in term of
following matters: small pelagic fish in Ternate associated with determination of
technical factors into sustainable yields, the influence of fishing gear used to
impact of its potential, and also the production gained from its supporting factors.
In this study, it was also looked for the feasibility of the fishing gear which can be
concluded and then be developed to increase the fishermen income. This study is

especially useful in providing data and information for the government to prepare
the management strategies in fisheries potency and the production factors also for
feasibility of the fishing effort in Ternate.
Data collection consists of: field data covering structured-quetionary with
respondents were fishermen whereas data and information of capture production
collected between 2003-2010 from DKP Ternate. Data were analyzed with
regression analisis. The discussion then is based on data interpretation from the
result and theoretical approaches from the same other study on similar object.
The MSY value from analysis of the Schaefer model based-on fishing effort
and the catch showed that the sustainable fishing were 10.999,674 tons/year
whereas the fishing effort were 11.150,173 of fishing gear units. The regression of
technically-production factors between fishing gear of Pole and Line (huhate) and
Purse Seine (pajeko) showed that the catch is very influential on the amount of
labor, day fishing operations, the amount of fuel as well as the capacity of the
vessel size. The mathematically feasibility-calculation for business showed that
both of the fishing gear are profitable and feasible to be developed.
Keyword: MSY, Ternate, Pelagic-fish, Huhate, Pajeko

RINGKASAN


AISYAH BAFAGIH. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pelagis Kecil di Kota
Ternate. Komisi Pembimbing ERNAN RUSTIADI, MENNOFATRIA BOER,
dan ALEX S W RETRAUBUN
Potensi sumberdaya perikanan tangkap di kota Ternate merupakan komoditi
unggulan bagi masyarakat nelayan, karena komoditi ini memiliki mekanisme
pemasaran langsung, efektif dan efisien ke wilayah sekitarnya, yang tentunya
memberikan keuntungan yang cukup besar. Menyadari akan besarnya potensi
sumberdaya perikanan khususnya di Kota Ternate yang berarti mempunyai
peranan penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi wilayah. Hal ini akan
memberikan manfaat sosial dan ekonomi kepada masyarakat secara keseluruhan,
dan yang lebih penting lagi adalah untuk masyarakat nelayan. Dengan demikian,
diharapkan akan dicapainya keadilan (equity), pertumbuhan (growth) dan
keberlanjutan (sustainability).
Tujuan penelitian adalah mengkaji tingkat potensi sumberdaya perikanan
tangkap, khususnya ikan pelagis kecil, di Kota Ternate yang dihubungkan dengan
faktor-faktor teknis untuk mengetahui potensi lestari. Kemudian alat tangkap yang
digunakan mempunyai pengaruh terhadap dampak dari potensi yang dimiliki dan
faktor-faktor pendukung produksi terhadap hasil produksi yang dicapai. Selain itu
mencari tahu kelayakan usaha dengan menggunakan alat tangkap ini sehingga
dapat disimpulkan untuk dikembangkan demi meningkatkan pendapatan nelayan.

Penelitian ini sangat bermanfaat dalam hal penyediaan data dan informasi kepada
pemerintah dalam rangka menyusun strategi pengelolaan potensi perikanan
tangkap dan faktor-faktor produksi serta kelayakan usaha perikanan tangkap di
Kota Ternate.
Pengumpulan data terbagi menjadi beberapa bagian yakni pengambilan data
langsung di lapangan dengan melakukan amatan serta menggunakan quisioner
terstruktur dengan respondennya adalah para nelayan, pengambilan data dan
informasi tentang hasil produksi dari tahun 2003-2010 diperoleh dari DKP Kota
Ternate. Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis regresi pada
aplikasi excel dan soft ware SPSS. Interpretasi data dilakukan berdasarkan
fenomena yang diperoleh dari hasil penelitian dan pendekatan teoritis berdasarkan
informasi dari penelitian – penelitian yang memiliki objek kajian yang sama.
Nilai MSY yang diperoleh dari analisis dengan model Schaefer terhadap
upaya tangkap (effort) dan hasil tangkapan (catch) menunjukkan penangkapan
lestari sebesar 10.999.564 ton/tahun dengan upaya penangkapan sebesar
11.150,173 unit alat tangkap. Faktor-faktor teknis produksi dari perhitungan
regresi untuk alat tangkap pole and line (huhate) dan purse seine (pajeko)
menunjukkan hasil tangkapan sangat berpengaruh terhadap jumlah tenaga kerja,
hari operasi penangkapan, jumlah bahan bakar serta kapasitas ukuran kapal.
Kelayakan usaha yang didapat dari perhitungan matematis menunjukkan kedua

alat tangkap ikan ini menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.
Kata kunci: Ternate, ikan pelagis, huhate, pajeko

@ Hak Cipta milik IPB Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1.

2.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE


AISYAH BAFAGIH

Tesis
Sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Sains pada
Mayor Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Achmad Fachrudin M. Sc

Judul Penelitian

: Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pelagis Kecil di
Kota Ternate

Nama


: Aisyah Bafagih

NRP

: C 225010431

Program Studi

: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Ketua

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA
Anggota


Prof.Dr.Ir. Alex S.W Retraubun, M.Si
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr

Tanggal Ujian : 25 Juli 2011

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan memiliki karakteristik spesifik

yang sarat dengan biodeversitas ekologis dan membutuhkan sentuhan teknologi.
Aspek ekologis merupakan salah satu dimensi utama pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya kelautan disebabkan karena pola pengelolaan tersebut
sangat mempengaruhi keberlanjutan ketersediaan sumberdaya alam, khususnya
yang bersifat dapat pulih (renewable resources).
Komoditi perikanan laut khususnya perikanan tangkap merupakan komoditi
unggulan bagi masyarakat nelayan khususnya di Kota Ternate, karena komoditi
ini memiliki mekanisme pemasaran langsung, efektif dan efisien kewilayah
sekitarnya, yang tentunya memberikan keuntungan yang cukup besar. Besarnya
potensi sumberdaya perikanan khususnya di Kota Ternate mempunyai peranan
penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi wilayah. Hal ini akan
memberikan manfaat sosial dan ekonomi kepada masyarakat secara keseluruhan,
terutama bagi masyarakat nelayan, dalam rangka mewujudkan keadilan (equity),
pertumbuhan (growth) dan keberlanjutan (sustainability).
Hasil dari kegiatan lapangan menunjukkan bahwa nilai MSY yang
diperoleh telah melebihi penangkapan lestari sehingga perlu ada perhatian
pengelolaan secara baik dan terpadu agar tidak terjadi konflik antara kepentingan
stakeholder. Dari penggunaan peralatan penangkapan menunjukkan adanya
hubungan yang nyata dengan faktor teknis penunjang penangkapan serta layak
dikembangkan sebagai usaha dalam skala yang lebih besar untuk peningkatan

pendapatan nelayan.

Bogor, Mei 2011
AISYAH BAFAGIH

RIWAYAT HIDUP

Aisyah Bafagih, S.Pi. Lahir di Ternate pada Tanggal 27 April 1972.
Merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara, pasangan Bapak H. Taher
Achmad Bafagih dan Ibu Ayu Syech Bubakar. Penulis menamatkan pendidikan
SD hingga SMA di Kota Ternate. Pada Tahun 1991 penulis diterima sebagai
Mahasiswa Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan (PSP) di Universitas Sam
Ratulangi (UNSRAT) Manado dan tamat pada Tahun 1996.
Tahun 2001 penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana program
magister pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) Program
Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL). Selama menjalani
pendidikan

program Magister (SPs IPB) Bogor, penulis menerima beasiswa


(BPPS DIKTI) pada Tahun 2002 – 2004.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala yang telah
diberikan baik berkah, karunia, rakhmat yang tak terhingga sampai saat ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada bapak Dr. Ir. Ernan
Rustiadi M.Agr selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr.Ir Mennofatria
Boer DEA serta Prof. Dr. Ir Alex S W Retraubun, M.Si selaku anggota komisi
pembimbing yang terus membimbing penulis dalam waktu yang cukup lama dan
kesabarannya dalam pembimbingan sampai saat ini.
Penghargaan dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu baik secara langsung dan tidak langsung berturutturut kepada DIRJEN DIKTI, Departemen Pendidikan Nasional RI, atas
kesempatan beasiswa pendidikan pascasarjana (BPPS) yang telah diberikan;
pimpinan dan staf SPs IPB terutama program studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan (SPL) atas layanan dan kerjasamanya selama ini; Rektor
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) atas dukungan dan
bantuannya; Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perikanan (THP) Fakultas
Pertanian atas motivasinya; para dosen dilingkup Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Maluku Utara; rekan-rekan pekerja di Forum Studi Halmahera
(FOSHAL) yang tak pernah lelah memberi motivasi untuk menyelesaikan studi.
Untuk kalian semua penulis ucapkan terima kasih.
Seluruh keluarga besar yang ada di Ternate, terima kasih yang tulus
penulis haturkan, kakak-kakak penulis yang selalu mengingatkan penulis untuk
menyelesaikan studi dan kepada kedua orang tua yang telah tiada, semoga Allah
memberikan tempat terbaik buat kalian berdua, karena hanya ini yang dapat
penulis berikan sebagai bakti kepada kalian.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

xxiii

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xxv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxvii
1

PENDAHULUAN ................................................................................
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1.2 Perumusan Masalah.....................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................

1
1
2
4
4

2

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
2.1 Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut di Indonesia .............
2.2 Sumberdaya Ikan Pelagis ............................................................
2.3 Model Bioekonomi Perikanan…………………………….........
2.4 Nilai Ekonomi dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan .......
2.5 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ...........................................
2.6 Kondisi Umum Lokasi Penelitian………………. ......................
2.6.1 Geografis dan Administrasi Pemerintahan ......................
2.6.2 Penduduk dan Ketenagakerjaan ......................................
2.6.3 Gambaran Perekonomian dan Struktur Sosial.................
2.6.4 Gambaran Sumberdaya Perikanan ..................................

5
5
6
10
12
13
17
17
19
21
23

3

METODE PENELITIAN…………………………………… .............
3.1 Pendekatan Studi………………………………….. ...................
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian………………………...................
3.3 Metode Pengumpulan Data……………………….. ...................
3.4 Analisis Data ...............................................................................
3.4.1 Standarisasi Alat Tangkap………………… ...................
3.4.2 Analisis Bioekonomi Sumberdaya Perikanan .................
3.4.3 Analisis Fungsi Produksi………………….. ...................
3.4.4 Analisis Kelayakan Usaha………………… ...................

37
37
39
39
40
41
42
43
46

4

HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………….. ..............
4.1 Keragaan Perikanan Tangkap Wilayah Kota Ternate .................
4.1.1 Rumah Tangga Perikanan (RTP) ....................................
4.1.2 Armada Penangkapan ......................................................
4.1.3 Alat Tangkap ...................................................................
4.1.4 Produksi Penangkapan ....................................................
4.2. Produksi Surplus Stok Sumberdaya Perikanan Pelagis Kecil .....
4.2.1 Model Schaefer………....................................................
4.2.2 Model CYP ......................................................................
4.3 Faktor-Faktor Produksi ...............................................................
4.3.1 Alat Tangkap Pole and Line ............................................

51
51
51
51
52
54
57
58
62
65
65

xxi

xxii

4.3.2 Alat Tangkap Purse Seine...............................................
Kelayakan Usaha Perikanan Tangkap ........................................
Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Kota Ternate .........

70
75
77

SIMPULAN DAN SARAN………………………………… .............
5.1 Kesimpulan…………………………………………… .............
5.2 Saran……………………………………………….. .................

81
81
82

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… ............

83

LAMPIRAN ..................................................................................................

89

4.4
4.5
5

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan
pelagis di Indonesia..............................................................................

6

Banyaknya desa pantai dan bukan pantai serta luas wilayah per
kecamatan di Kota Ternate ..................................................................

18

Jumlah penduduk, kepadatan rumah tangga dan rasio jenis kelamin
di Kota Ternate menurut kecamatan………. .......................................

20

Persentase penduduk usia 15 tahun keatas menurut jenis kegiatan
tahun 2008 di Kota Ternate………………..........................................

20

Jumlah angkatan kerja yang bekerja dirinci menurut sektor lapangan
usaha di Kota Ternate…………………….. ........................................

20

PDRB Kota Ternate menurut lapangan usaha atas dasar harga
berlaku tahun 2006 – 2009 ...................................................................

22

7

Spesifikasi kapal pole and line di Kota Ternate……... .......................

24

8

Spesifikasi Kapal purse seine di Kota Ternate……….. ......................

29

9

Perkembangan jumlah RTP dan jumlah kapal di Kota Ternate 2005 –
2009......................................................................................................

51

10 Perkembangan jumlah armada penangkapan menurut ukuran kapal
(GT) di Kota Ternate 2005 – 2009.......................................................

52

11 Perkembangan jumlah armada alat tangkap di Kota Ternate 2005 –
2009......................................................................................................

53

12 Perkembangan jumlah trip operasi penangkapan ikan masing-masing
alat tangkap di Kota Ternate 2005-2009 ..............................................

54

13 Perkembangan produksi hasil perikanan di Kota Ternate ...................

55

14 Perkembangan produksi tahunan menurut jenis alat tangkap Kota
Ternate 2005-2009 ...............................................................................

56

15 Perkembangan volume produksi menurut jenis ikan dominan di Kota
Ternate 2003-2010 ...............................................................................

57

2

3

4

5

6

xxiii

xxiv

16 Hasil produksi per unit upaya penangkapan ikan menggunakan alat
pole and line di Kota Ternate 2003-2010 .............................................

58

17 Effort, produksi actual dan produksi lestari perikanan pelagis kecil di
Kota Ternate .........................................................................................

61

18 Produksi, upaya optimal dan rente ekonomi pada pengelolaan
perikanan Kota Ternate ........................................................................

62

19 Total produksi actual, total effort standart dan produktifitas alat
tangkap standart di Kota Ternate ..........................................................

63

20 Produksi, effort, nilai logaritma CPUE pada waktu t+1 dan logaritma
CPUE pada saat t serta jumlah effort pada waktu t dan t+1 perikanan
tangkap di Kota Ternate .......................................................................

64

21 Parameter biologi dan ekonomi perikanan kota Ternate ......................

64

22 Tingkat biomass, produksi, upaya optimal dan rente ekonomi
perikanan pelagis kecil dari berbagai rezim pengelolaan di Kota
Ternate ..................................................................................................

65

23 Rataan hasil analisis usaha perikanan tangkap selama 1 tahun ............

76

24 Hasil analisis criteria investasi perikanan tangkap kota Ternate ..........

77

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Komposisi Sumberdaya Ikan menurut Jumlah Produksi (Ton) di
Kota Ternate Tahun 2003 - 2010 .........................................................

87

2

Komposisi Sumberdaya Ikan menurut Kelompok Jenis Sumberdaya .

88

3

Hasil Standarisasi Produksi dan Effort tahun 2003……. ....................

89

4

Hasil Tangkapan berdasarkan Alat Tangkap di Kota
Ternate…………….. ...........................................................................

90

Perhitungan untuk Estimasi MSY F opt/ F MSY dengan Model
Schaefer dengan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya dari
perikanan
Pole
and
Line
di
Perairan
Kota
Ternate…………………………… .....................................................

91

6

Hasil Nilai Duga Penentuan F Opt dan MSY Hasil Penelitian ..............

92

7

Hasil Analisi Bioekonomi berdasarkan Produksi Actual.....................

93

8

Hasil Analisis Bioekonomi Effort Aktual ............................................

94

9

Hasil Analisis Bioekonomi CPUE .......................................................

95

10 Hasil Analisis Bioekonomi Effort Standart .........................................

96

11 Hasil Perhitungan yang ditabelkan ......................................................

97

12 Hasil Analisis Bioekonomi MEY,MSY dan OA Model Schaefer .......

98

13 Hasil Analisis Bioekonomi Perbandingan atas Rezim.........................

99

14 Data Observasi Lapangan Alat Tangkap Pole and line……………. ..

101

15 Data Observasi Lapangan Alat Tangkap Purse Seine……... ..............

102

16 Hasil Perhitungan Pole and Line dengan SPSS……….. .....................

103

17 Hasil Perhitungan Purse Seine dengan SPSS……………………… ..

104

18 Deskripsi dan Analisis Biaya Unit Penangkapan Pole and Line
(Huhate) di Kota Ternate……………………………….. ...................

106

19 Cash Flow Analisis Biaya Unit Penangkapan Pole and Line di Kota
Ternate…………………………………….. .......................................

108

5

xxviii

20 Deskripsi dan Analisis Biaya Unit Penangkapan Purse Seine
(Pajeko) di Kota Ternate ......................................................................

110

21 Cash Flow Analisis Biaya Unit Penangkapan Purse Seine di Kota
Ternate……………………………………………………………. ....

111

1. PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah

daratatan 1,9 juta km2 , wilayah laut sekitar 5,8 juta km2, jumlah pulau 17.508
buah dengan panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada yaitu
81.000 km. Dengan kondisi ini membuat Indonesia memiliki potensi sumberdaya
perikanan laut yang sangat besar.
Sumberdaya perikanan pelagis merupakan salah satu bagian terpenting dari
potensi sumberdaya perikanan laut di Indonesia dan merupakan bahan konsumsi
dalam negeri. Sumberdaya perikanan laut tersebut perlu dijaga kelestariannya agar
dapat dimanfaatkan secara terus menerus dan dapat juga dinikmati oleh generasi
yang akan datang. Salah satu pertanyaan mendasar dalam pengelolaan
sumberdaya ikan adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya tersebut sehingga
menghasilkan manfaat ekonomi yang tinggi bagi pengguna, namun kelestariannya
tetap terjaga.
Besarnya potensi sumberdaya perikanan mempunyai peranan penting dalam
pembangunan sosial dan ekonomi wilayah. Hal ini memberikan manfaat sosial
dan ekonomi kepada masyarakat secara keseluruhan,terutama bagi masyarakat
nelayan, dalam rangka mewujudkan keseimbangan antara keadilan (equity),
pertumbuhan (growth) dan keberlanjutan (sustainability).
Komoditi perikanan laut khususnya perikanan tangkap merupakan komoditi
unggulan bagi masyarakat nelayan khususnya di Kota Ternate, karena komoditi
ini memiliki mekanisme pemasaran langsung, efektif dan efisien ke wilayah
sekitarnya, yang tentunya memberikan keuntungan yang cukup besar.
Untuk

memperoleh

keuntungan

dengan

memperhatikan

kelestarian

sumberdaya perikanan pelagis di Kota Ternate, maka perlu dilakukan suatu usaha
pendekatan yang memperhatikan aspek biologis dan ekonomis, sehingga nelayan
dalam melakukan aktifitasnya dapat memperoleh keuntungan secara maksimal
tetapi sumberdaya ikan tetap lestari. Clark (1985) in Purwanto (2002),
mengungkapkan bahwa pendekatan bioekonomi adalah pendekatan yang
memadukan kekuatan ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan dan
faktor biologi yang menentukan produksi suplai ikan. Untuk itu maka digunakan

2
pendekatan bioekonomi untuk mengestimasi aspek biologi, dan ekonomi dalam
melakukan usaha penangkapan ikan.
Diberlakukannya UU nomor 32 tahun 2004 yang memberikan otonomi
pengelolaan sumberdaya kepada Pemerintah Daerah membawa angin segar bagi
upaya demokratisasi dan pemerataan kemakmuran nasional. Momentum otonomi
ini merupakan peluang bagi daerah Maluku Utara khususnya Kota Ternate untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat lokal secara langsung melalui pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan lautan secara proporsional dan terkendali tanpa
mengabaikan aspek keberlanjutan serta hakikat keterkaitan dengan berbagai
kepentingan antar wilayah. Status kontemporer sumberdaya manusia, lingkungan
(sumberdaya alam dan ekosistem), dan pola formulasi kebijakan pembangunan di
Kota Ternate menjadi tantangan tersendiri bagi semua pihak untuk mewujudkan
mekanisme pemanfaatan dan konservasi sumberdaya yang mensejahterakan
masyarakat tanpa melupakan pemihakan pada kelestarian lingkungan.
1.2.

Perumusan Masalah
Potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota Ternate,

khususnya perikanan pelagis kecil belum sepenuhnya dikelola secara optimal.
Pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis kecil tersebut merupakan fenomena
rumit dan unik dalam pembangunan ekonomi, karena mempunyai sifat akses
terbuka (open access), dimana setiap orang dapat memanfaatkannya. Akses
terbuka

tersebut

akan

mengakibatkan

terjadinya pengurasan

(depletion)

sumberdaya perikanan, lebih-lebih karena pengelolaan yang kurang jelas lembaga
pengaturnya dan lemahnya penegakan hukum (law enforcement). Berarti
karakteristik sumberdaya perikanan yang bersifat akses terbuka akan semakin
terbuka, sehingga terjadi pengurasan terutama dari pengusaha perikanan domestik
yang bermodal besar, disamping pencurian yang dilakukan nelayan dan
pengusaha perikanan asing.
Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka peran pemerintah
daerah sangat penting dalam menggali potensi lokal sebagai sumber keuangan
dalam pembiayaan pembangunan daerahnya secara mandiri. Untuk itu pemerintah
Kota Ternate melakukan upaya pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan
khususnya perikanan tangkap untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)

3
secara optimal sehingga diharapkan dengan peningkatan PAD tersebut, secara
langsung dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di Kota Ternate.
Sumberdaya perikanan yang seharusnya menjadi sektor unggulan bagi
beberapa wilayah di Kota Ternate, diharapkan akan memberikan sumbangan dan
merangsang kemajuan perekonomian wilayah yang bersangkutan. Hal ini
dimungkinkan apabila pengelolaan sumberdaya dilakukan secara berkelanjutan,
yaitu dengan mengurangi pengurasan (depletion) dan mempertahankan tangkap
lestari (sustainable yield) sumberdaya perikanan.
Pada saat kajian stok ikan lebih didasarkan pada pendekatan biologi dan
belum ada dilakukan pendekatan ekonomi (Maximum Economic Yield, MEY),
maka adanya estimasi potensi dan status pemanfaatan mengenai suatu jenis usaha
perikanan melalui suatu bentuk pendekatan bio-ekonomi yang memadukan antara
aspek ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan dan faktor biologis
yang menentukan produksi dan suplai ikan sangat diperlukan.
Pada tingkat kesetimbangan antara permintaan ikan dengan penawaran
akan menghasilkan nilai maksimum secara bioekonomi sebagai tingkat
keuntungan maksimum bagi nelayan. Tingkat produksi optimal tersebut bukan
tingkat terbaik bagi pihak pembeli ataupun pihak nelayan secara sendiri-sendiri
namun adalah tingkat terbaik bagi masyarakat atau pengguna milik umum
(common property). Dengan permasalahan-permasalahan di atas, maka timbul
beberapa pertanyaan penelitian yaitu:
1.

Apakah sumberdaya ikan di Kota Ternate masih layak untuk
dieksploitasi ?

2.

Bagaimana upaya yang optimal dalam melakukan usaha penangkapan
ikan?

3.
1.3.

Berapa produksi yang optimal dalam usaha penangkapan ikan?
Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.

Mengestimasi Maximum Sustainable Yield (MSY) sumberdaya
perikanan pelagis kecil di Kota Ternate.

4
2.

Mengestimasi Effort Maximum Sustainable Yield (E MSY ), Effort
Maximum Economic Yield (E MEY ), Maximum Economic Yield (MEY),
Effort Open Access (E OA ), Catch Open Access (C OA ) dalam usaha
perikanan pelagis kecil di Kota Ternate.

3.

Menentukan hubungan antara potensi sumberdaya dengan faktorfaktor produksi yang berperan dalam pengoperasian alat tangkap pada
perikanan pelagis kecil.

4.

Mengetahui

gambaran kelayakan finansial usaha penangkapan

berdasarkan jenis alat tangkap pada perikanan pelagis kecil di Kota
Ternate.
1.4.

Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi nelayan / masyarakat perikanan dapat digunakan sebagai informasi
agar memperhatikan pengeksploitasian sumberdaya hayati laut ke arah
berimbang lestari.
2. Bagi instansi yang terkait, sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan
kebijakan dalam mengupayakan manajemen pengelolaan sumberdaya
perikanan tangkap dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan dengan
mempertimbangkan faktor bioekonominya.
3. Bagi mahasiswa, sebagai acuan bagi kajian dan pengembangan keilmuan
yang bersifat akademis dan dapat digunakan sebagai acuan untuk
penelitian selanjutnya, mengingat data perikanan bersifat time series.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pemanfataan Sumberdaya Perikanan Laut di Indonesia
Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya alam yang didukung oleh

sumberdaya manusia, modal, teknologi dan informasi, yang mencakup seluruh potensi
di lautan maupun di perairan daratan yang dapat didayagunakan untuk kegiatan usaha
perikanan (Setyohadi 1997). Pengelolaan sumberdaya perikanan laut dihadapkan pada
tantangan-tantangan yang timbul karena faktor-faktor yang menyangkut perkembangan
penduduk, perkembangan sumberdaya dan lingkungan, perkembangan teknologi dan
ruang lingkup internasional.
Sumberdaya perikanan laut termasuk pada kriteria sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui, namun demikian pemanfaatan sumberdaya ini harus tetap rasional untuk
menjaga kesinambungan produksi dan kelestarian sumbernya. Sumberdaya hayati laut
yang telah dimanfaatkan oleh perikanan meliputi ikan (Pisces), kelompok Udang
(Crustacea), binatang berkulit lemak (molusca) dan rumput laut. Sebagai suatu negara
yang terletak didaerah tropis, Indonesia tergolong dalam perikanan multi species.
Sumberdaya perikanan dikelompokkan menjadi kelompok sumberdaya perikanan
Demersal dan Pelagis (Dahuri et al. 2001).
Pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Indonesia belum optimal, dimana
tingkat pemanfaatan untuk ikan-ikan pelagis kecil baru sekitar 35 %, ikan demersal baru
dimanfaatkan 27% sedangkan untuk Cakalang sekitar 51% dan Tuna 54%. Tingkat
pemanfaatan Udang dikategorikan cukup tinggi yaitu sekitar 79% yang telah
dimanfaatkan, sementara untuk jenis sumberdaya Cumi dan Sotong baru sekitar 37%
yang telah dimanfaatkan (Ayodhyoa et al. 1995).
FAO (1997) melaporkan bahwa potensi sumberdaya perikanan laut Indonesia
adalah sebesar 5.649.600 ton dengan porsi terbesar dari jenis ikan pelagis kecil (small
pelagic) yaitu sebesar 4.041.800 ton atau 18,30 % dan perikanan Skipjack sebesar
295.000 ton (5,22 %). Tabel 1 menyajikan estimasi potensi, produksi dan tingkat
pemanfaatan sumberdaya perikanan laut khususnya pelagis besar di kawasan perairan
Indonesia.

6
Tabel 1

Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan
pelagis di Indonesia
Wilayah

Selat Malaka
Laut Cina Selatan
Laut Jawa
Selat Makassar & Laut Flores
Laut Banda
Laut Seram & Teluk Tomini

Potensi
(103 ton/tahun)
27,67
66,08
55
193,6
104,12
106,57

Produksi
(103 ton/tahun)
35,27
35,16
137,82
85,1
29,1
37,46

Pemanfaatan
%
>001
53,21
>001
43,96
27,95
35,17

175,26
50,86
386,26
1.165.36

153,43
34,55
188,28
736.17

87,54
67,93
48,74
63.17

Laut Sulawesi & Samudera Pasifik
Laut Arafura
Samudera Hindia
Perairan Indonesia

Sumber: Pengkajian stok ikan di perairan Indonesia tahun 2001

2.2. Sumberdaya Ikan Pelagis
1) Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Deskripsi morfologi dan meristik cakalang dari berbagai samudera menunjukkan
bahwa hanya ada satu spesies cakalang yang tersebar di seluruh dunia yaitu Katsuwonus
pelamis (Waldron & King 1963) diacu in Taeran (2007). Klasifikasi cakalang menurut
FAO (1991) adalah sebagai berikut:
Filum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Perciformes
Subordo: Scorbroidae
Genus: Katsuwonus
Species: K. Pelamis
Badan memanjang, gelendong dengan penampang melintang bundar. Kepala
bagian atas sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Sirip dada pendek, badan
kurang bersisik. Pangkal ekor ramping dengan plat tulang yang kuat. Kepala dan badan
bagian atas biru kehitaman, bagian bawah abu-abu keperakan dan sirip-sirip kehitaman.
Hidup diperairan pantai dan oseanis, ukurannya dapat mencapai 100 cm, tersebar luas di
perairan tropis dan sub tropis (Paristiawady 2006 in Taeran 2007).
Khususnya di kawasan timur Indonesia, ikan Cakalang tersebar di wilayah
perairan terutama laut Maluku, Laut Banda, laut Seram dan laut Sulawesi. Perairan
tersebut termasuk daerah migrasi kelompok ikan di Samudera Pasifik bagian selatan,

7
khusus jenis ikan cakalang. Populasi cakalang yang dijumpai memasuki perairan timur
Indonesia terutama mengikuti arus. Fluktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh
yang lebih besar terhadap periode migrasi musiman serta terdapatnya ikan di suatu
perairan (Uktolseja et al. 1991). Selanjutnya Nontji (2002), menyatakan bahwa faktor
pembatas yang penting bagi keberadaan ikan cakalang di suatu perairan adalah suhu dan
salinitas. Telah diketahui bahwa cakalang hidup di perairan lapisan permukaan dengan
suhu 16-32˚C dan salinitas 32-36‰.
Lokasi penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) ditentukan oleh
musim yang berbeda untuk setiap perairan. Penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) secara umum dapat dilakukan sepanjang tahun. Hasil yang diperoleh berbeda
dari musim ke musim bervariasi pula menurut lokasi penangkapan. Musim dengan hasil
lebih banyak dari biasanya disebut musim puncak dan musim dengan hasil penangkapan
lebih sedikit disebut musim paceklik (Nikijuluw 2002).
2) Ikan Tongkol (Euthynnus sp)
Secara umum Tongkol terdiri dari 2 genus dan 5 spesies dan diklasifikasikan
sebagai berikut (Collete & Nauen 1983 in Taeran 2007).
Filum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Percomorphi
Subordo: Scombroidea
Famili: Scombridae
Genus: Euthynnus auxis
Species:E.Affinis; E.Alletteratus; E.Lineatus; A.thazard; A.rochei
Ciri morfologi tongkol (Euthynnus affinis) adalah badan memanjang dan
penampang melintang agak bundar. Bentuk kepala bagian atas sampai awal dasar sirip
punggung agak cembung. Sirip dada pendek, ujung sirip tidak melewati bagian depan
area yang kurang bersisik. Kepala dan badan atas biru tua kehitaman, bagian bawah
abu-abu keperakan. Daerah yang kurang bersisik diatas garis rusuk dengan garis-garis
bergelombang menyilang kehitaman. Sirip perut dan dubur keputihan. Sirip ekor, sirip
dada dan sirip punggung kehitaman. Hidup diperairan pantai dan oseanis, dapat

8
mencapai 100 cm, tersebar luas di bagian tengah Indo Pasifik (Paristiwady 2006 in
Taeran 2007).
Sedangkan ciri morfologi tongkol (Auxis thazard) adalah badan memanjang
dengan penampang melintang bundar. Bentuk kepala bagian atas sampai setelah mata
hampir lurus, sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Sirip dada pendek,
ujung sirip melewati bagian depan area yang kurang bersisik. Kepala dan badan bagian
atas biru tua kehitaman, bagian bawah abu-abu keperakan. Daerah yang kurang bersisik
diatas garis rusuk dengan garis-garis menyilang kehitaman. Sirip punggung, dada, perut
dan dubur keputihan. Sirip ekor kehitaman. Hidup di perairan pantai dan oseanis, dapat
mencapai 58 cm, tersebar luas di perairan tropis dan sub tropis (Paristiwady 2006 in
Taeran 2007).
3) Ikan Layang (Decapterus sp)
Lima jenis Layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia yakni
Decapterus russelli, Decapterus kurroides, Decapterus lajang, Decapterus macrosoma,
dan Decapterus maruadsi. Namun dari kelima spesies ikan layang hanya Decapterus
russelli yang mempunyai daerah penyebaran yang luas di Indonesia mulai dari
kepulauan Seribu hingga pulau Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus lajang
hidup di perairan yang dangkal seperti di laut Jawa (termasuk Selat Sunda, Selat
Madura, dan Selat Bali) Selat Makassar, Ambon dan Ternate. Decapterus macrosoma
banyak dijumpai di Selat Bali dan Pelabuhan Ratu. Decapterus maruadsi termasuk ikan
yang berukuran besar, hidup dilaut dalam dan tertangkap pada kedalaman 1000 meter
atau lebih (Nontji 2002).
Ikan Layang tergolong ikan stenohaline (diatas 30‰) yang suka pada perairan
dengan salinitas 32‰ - 34‰. Sebagai ikan pelagis yang suka berkumpul dan
bergerombol, pemakan zooplankton serta senang pada perairan yang jernih, banyak
tertangkap pada perairan sejauh 20-30 mil dari pantai (Hardenberg 1937 in Taeran
2007).
Ciri morfologi Layang (Decapterus russelli) adalah badan memanjang, panjang
kepala lebih besar daripada tinggi badan, panjang moncong lebih besar daripada garis
tanda mata, maxilla bagian belakang tidak mencapai bagian depan mata, garis rusuk
yang lurus dengan 30-31 sisik tebal. Kepala dan badan bagian atas biru tua, bagian
bawah putih keperakan, sirip punggung dan sirip dubur sedikit kekuningan, sirip perut

9
keputihan. Hidup diperairan pantai dengan ukuran dapat mencapai 27 cm (Paristiwady
2006 in Taeran 2007).
Ciri dari Decapterus macrosoma adalah badan memanjang seperti cerutu.
Bagian atas berwarna biru kehijauan, bagian bawah berwarna putih perak, sirip-siripnya
kuning pucat, satu totol hitam pada bagian atas penutup insang dan pangkal sirip dada.
Ukuran panjangnya dapat mencapai 40 cm). Klasifikasi ikan layang menurut Direktorat
Jenderal Perikanan 1979 adalah sebagai berikut (Direktorat Jenderal Perikanan 1979 in
Taeran 2007:
Filum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Percomorphi
Subordo: Percoidea
Famili: Carangidae
Genus: Decapterus
Species: D.russelli; D.kurroides; D.lajang; D.macrosoma; D.maruadsi.
4) Ikan Kembung (Rastrelliger sp)
Ikan Kembung dibagi atas dua jenis yakni kembung lelaki (Rastrelliger
kanagurta) dan kembung perempuan (Rastelliger brachysoma). Kembung lelaki
mempunyai tubuh yang lebih langsing, dan biasanya terdapat diperairan yang agak jauh
dari pantai. Kembung perempuan sebaliknya mempunyai tubuh yang lebih lebar dan
lebih pendek, dijumpai di perairan dekat pantai.
Secara umum ikan kembung (Rastrelliger spp) berbentuk cerutu, badan tinggi
dan agak pipih, kepala bagian atas hingga mata hampir lurus sampai awal dasar sirip
punggung agak cembung. Panjang kepala sama atau lebih kecil daripada tinggi badan.
Sirip dada pendek, kepala dan badan bagian atas kehijauan, bagian bawah putih
keperakan. Pada kembung perempuan terdapat bercak-bercak di badan yang membentuk
garis kehitaman memanjang. Sedangkan Kembung lelaki dibadan bagian atas terdapat
strip kehitaman memanjang. Klasifikasi ikan Kembung adalah sebagai berikut
(Paristiwady 2006 in Taeran 2007):
Filum: Chordata
Kelas: Pisces

10
Ordo: Perchomorphi
Subordo: Scombroideae
Famili: Scombridae
Genus: Rastrelliger
Species: R.branchysoma; R.kanagurta
Ikan Kembung lelaki (Rastreliger kanagurta) biasanya ditemukan di perairan
yang jernih dan agak jauh dari pantai dengan kadar garam lebih dari 32‰, sedangkan
kembung perempuan (Rastreliger branchysoma) dijumpai di perairan dekat pantai
dengan kadar garam lebih rendah (Nontji 2002). Penyebaran utama ikan kembung
(Rastreliger spp) adalah Kalimantan di perairan barat, timur dan selatan serta Malaka,
sedangkan daerah penyebarannya mulai dari pulau Sumatera bagian barat dan timur,
Pulau Jawa bagian utara dan selatan, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian utara dan selatan,
Maluku dan Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1979 in Taeran 2007). Jenis ikan
ini biasanya ditangkap menggunakan sero, jala lompa dan sejenisnya, kadang-kadang
masuk trawl, jaring insang lingkar dan pukat cincin.
5) Ikan Julung-Julung (Hemirchamphus sp)
Bentuk badan memanjang dengan rahang atas pendek membentuk paruh
sedangkan rahang bawah panjang dan membentuk segitiga. Sirip-sirip tidak mempunyai
jari-jari keras. Sirip punggung dan sirip dubur terletak jauh dibelakang, sirip dada
pendek. Garis rusuk terletak dibadan bagian bawah (Paristiwady 2006 in Taeran 2007).
Daerah penyebaran terdapat diperairan pantai,lepas pantai, terutama Indonesia
timur (laut Flores, Selat Makassar, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Banda) dan
perairan yang berbatasan dengan Samudera Indonesia. Tergolong ikan pelagis lapisan
atas. Penangkapan dengan soma antoni, jala oras, jala buang, soma giob (Direktorat
Jenderal perikanan 1979 in Taeran 2007).
2.3.

Model Bioekonomi Perikanan
Salah satu pertanyaan mendasar dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah

bagaimana memanfaatkan sumberdaya tersebut sehingga menghasilkan manfaat
ekonomi yang tinggi bagi pengguna, namun kelestariannya tetap terjaga.
Pada perikanan terbuka (open access) dimana terdapat kebebasan bagi nelayan
untuk ikut serta menangkap ikan sehingga terdapat kecenderungan pada nelayan untuk

11
menangkap sebanyak mungkin sebelum didahului oleh nelayan lainnya. Kecenderungan
ini menyebabkan usaha tidak lagi didasarkan pada efisiensi ekonomi. Oleh karena itu
pengembangan upaya penangkapan ikan terus dilakukan hingga pendapatan nelayan
sama dengan biaya penangkapan ikan, atau harga ikan setara dengan rata-rata biaya
penangkapannya. Dengan kata lain TR (penerimaan total) sama dengan TC (biaya
total). Tingkat effort pada posisi ini adalah tingkat effort keseimbangan bionomic dalam
kondisi akses terbuka dimana nelayan atau pelaku perikanan tidak mendapatkan
keuntungan (Soemokaryo, 2001).
Pada kondisi akses terbuka (tidak ada pengaturan) setiap tingkat effort E > E O
akan menimbulkan biaya yang lebih besar dari penerimaan, sehingga menyebabkan
effort berkurang sampai kembali ke titik E = E O.

Sebaliknya, jika terjadi kondisi

dimana E < E O , penerimaan akan lebih besar dari biaya. Dalam kondisi akses terbuka,
hal ini akan menyebabkan entry pada industry perikanan. Entry ini akan terus terjadi
sampai manfaat ekonomi terkuras sampai titik nol (Fauzi dan Anna, 2005)
Hasil tangkapan dan upaya penangkapan merupakan hal yang sangat penting
dalam manajemen penangkapan. Menurut Suyedi (2001), hasil tangkapan per unit upaya
(CpUE) adalah ; 1) suatu indeks kelimpahan suatu stok ikan yang dikaitkan dengan
tingkat eksploitasinya, 2) CpUE dan jumlah penangkapan sangat berguna untuk
menentukan apakah suatu eksploitasi sumberdaya perikanan sudah dalam keadaan
penangkapan yang berlebih atau dalam taraf under exploited.
Perkembangan fishing ground menyebabkan sumberdaya ikan semakin menurun
baik alat tangkap yang berukuran besar maupun yang berukuran kecil. Dimana kapasitas
dari masing-masing alat tangkap berbeda dalam operasi penangkapan ikan. Seperti
Catch per Unit Effort (CpUE) dari alat tangkap pole and line, purse seine dan gillnet
serta alat tangkap lainnya berbeda dengan kapasitasnya. Tetapi setiap ikan dapat
didominasi penangkapannya oleh alat tangkap tertentu, sehingga belum tentu alat
tangkap yang besar kapasitasnya akan mendominasi hasil tangkap dari alat tangkap lain.
Dari hal tersebut maka sangat penting dilakukan suatu standarisasi alat tangkap ikan
pelagis bila dilihat dari CpUE masing-masing alat tangkap.
Standarisasi alat tangkap adalah untuk menyatukan suatu effort kedalam bentuk
satu satuan yang dianggap standart. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan satuan
effort yang seragam sebelum dilakukan pendugaan kondisi MSY (Maximum Sustainable

12
Yield), yaitu suatu kondisi dimana stok ikan dipertahankan pada kondisi keseimbangan
(Setyohadi, 1995).
2.4.

Nilai Ekonomi dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Struktur perekonomian wilayah merupakan faktor dasar yang membedakan

keadaan antar suatu wilayah. Perbedaan ini erat kaitannya dengan kondisi dan potensi
wilayah tersebut dilihat dari segi biogeofisik, sosial, ekonomi, dan budaya serta
kelembagaan dan sekaligus mengindikasikan adanya keterbatasan yang dihadapi oleh
setiap wilayah dalam upaya memacu pembangunannya. Perbedaan ini menuntut adanya
strategi pengelolaan sumberdaya dalam pembangunan di setiap wilayah yang bersifat
spesifik (Kusnadi 2002).
Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya alam harus berbasis pada potensi
sumberdaya domestik, terutama sektor-sektor primer, seperti perikanan serta sektorsektor sekunder dan tersier sebagai pendukung. Artinya masing-masing wilayah
memiliki berbagai fungsi sesuai potensi yang dimiliki. Sehingga pengembangan usaha
tersebut yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif tersebut dapat tumbuh
dan berkembang mendukung aktifitas dan perkembangan ekonomi wilayah.
Keunggulan tersebut meliputi produksi, produktifitas maupun luasan produksi,
pemasaran, penduduk, tenaga kerja, dan akses terhadap fasilitas infrastruktur.
Salah satu tolok ukur yang relatif mudah digunakan dan bisa dijadikan persepsi
bersama dalam penilaian sumberdaya ekonomi perikanan adalah dengan memberikan
harga (price tag) terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya dan
lingkungan. Dengan demikian kita menggunakan apa yang disebut nilai ekonomi dari
sumberdaya alam.
Secara umum nilai ekonomi merupakan pengukuran jumlah maksimum
seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa lainnya. Menurut Cuningham, nilai
ekonomi produk perikanan adalah melalui pembelian dan penjualan dipasar dengan
harga sebagai ukuran nilai per unit. Jika harga ikan konstan, maka permintaan akan
mengalami kenaikan. Sedangkan apabila harga mengalami penurunan, maka produk
perikanan cenderung dialihkan ke wilayah yang mempunyai kemampuan membeli yang
besar (Fauzi 2005). Sebagaimana dalam ekonomi produksi, pengelolaan sumberdaya
perikanan membutuhkan faktor produksi, seperti tenaga kerja, kapal, peralatan tangkap
dan sebagainya.

13
Beberapa usaha di atas dimaksudkan untuk peningkatan produktifitas
sumberdaya perikanan serta mencapai keuntungan ekonomi yang maksimum. Dengan
demikian perlu pengembangan melalui perluasan usaha tangkapan, perbaikan teknologi
penanganan pasca panen, pemasaran dan transportasi, hasil produksi perikanan dan
pembangunan infrastruktur, seperti tempat pendaratan ikan (landing place), tempat
pelelangan ikan (TPI), serta fasilitas pendingin dan lain-lainnya. Sehingga diharapkan
secara kumulatif, pengembangan usaha tersebut akan menciptakan berbagai peluang
serta spasial multiplier yang lebih besar dalam pembangunan dan pengembangan
wilayah seperti peningkatan produk lokal dan permintaan lokal, penyerapan tenaga
kerja, serta aktifitas sektor jasa baik formal maupun informal.
2.5.

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Sumberdaya laut merupakan sumberdaya yang unik yaitu open acces sehingga

dalam pemanfaatannya mengalami overfishing. Sumberdaya laut tersebut meliputi
berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan, moluska, rumput laut dan sebagainya.
Untuk memanfaatkan potensi sumberdaya tersebut dilakukan eksploitasi dengan
penangkapan. Untuk daerah-daerah tertentu tingkat eksploitasinya telah melebihi dari
sumberdaya yang tersedia (overfishing). Oleh karena itu diperlukan suatu usaha
pengelolaan terhadap eksploitasi sumberdaya ikan.
Dalam Undang-undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004, dijelaskan bahwa
pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya yang dilakukan bertujuan mencapai
kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan secara optimal dan terus
menerus.
Menurut Gulland (1982), tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi:
1.

Tujuan yang bersifat fisik-biologik, yaitu dicapainya tingkat pemanfaatan dalam
level maksimum yang lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY)

2.

Tujuan yang bersifat ekonomik, yaitu tercapainya keuntungan maksimum dari
pemanfaatan sumberdaya ikan atau maksimalisasi profit (net income) dari
perikanan.

3.

Tujuan yang bersifat sosial, yaitu tercapainya keuntungan sosial yang maksimal,
misalnya maksimalisasi penyediaan pekerjaan, menghilangkan adanya konflik
kepentingan diantara nelayan dan anggota masyarakat lainnya.

14
Dwiponggo (1983) in Pranggono (2003) mengatakan, tujuan pengelolaan sumberdaya
perikanan dapat dicapai dengan beberapa cara, antara lain:
1.

Pemeliharaan proses sumberdaya perikanan, dengan memelihara ekosistem
penunjang bagi kehidupan sumberdaya ikan.

2.

Menjamin pemanfaatan berbagai jenis ekosistem secara berkelanjutan.

3.

Menjaga keanekaragaman hayati (plasma nutfah) yang mempengaruhi ciri-ciri,
sifat dan bentuk kehidupan.

4.

Mengembangkan perikanan dan teknologi yang mampu menumbuhkan industi
yang mengamankan sumberdaya secara bertanggung jawab.

Badrudin (1986) in Lembaga Penelitian UNDIP (2000) menyatakan bahwa prinsip
pengelolaan sediaan ikan dapat dikategorikan sebagai berikut:
1.

Pengendalian jumlah upaya penangkapan: tujuannya adalah mengatur jumlah alat
tangkap sampai pada jumlah tertentu

2.

Pengendalian alat tangkap: tujuannya adalah agar usaha penangkapan ikan hanya
ditujukan untuk menangkap ikan yang telah mencapai umur dan ukuran tertentu.

Berdasarkan prinsip tersebut maka Purnomo (2002), menyatakan bahwa pengelolaan
sumberdaya perikanan harus memiliki strategi sebagai berikut:
1.

Membina struktur komunitas ikan yang produktif dan efisien agar serasi dengan
proses perubahan komponen habitat dengan dinamika antar populasi.

2.

Mengurangi laju intensitas penangkapan agar sesuai dengan kemampuan produksi
dan daya pulih kembali sumberdaya ikan, sehingga kapasitas yang optimal dan
lestari dapat terjamin.

3.

Mengendalikan dan mencegah setiap usaha penangkapan ikan yang dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan maupun pencemaran lingkungan perairan
secara langsung maupun tidak langsung.

Bentuk-bentuk manajemen sumberdaya perikanan menurut Sutono DHS (2003) dapat
ditempuh dengan beberapa pendekatan antara lain:
1) Pengaturan Musim Penangkapan
Pendekatam pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pengaturan musim
penangkapan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada sumberdaya
ikan untuk berkembang biak. Secara biologi ikan mempunyai siklus untuk
memijah, bertelur, telur menjadi larva, ikan muda, dan baru kemudian menjadi

15
ikan dewasa. Bila salah satu siklus tersebut terpotong, misalnya karena
penangkapan, maka sumberdaya ikan tidak dapat melang