Model bioekonomi eksploitasi multispesies sumberdaya perikanan pelagis di perairan selat bali

(1)

MODEL BIOEKONOMI EKSPLOITASI MULTISPESIES

SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS

DI PERAIRAN SELAT BALI

NIMMI ZULBAINARNI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi yang berjudul :

MODEL BIOEKONOMI EKSPLOITASI MULTISPESIES SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DI PERAIRAN SELAT BALI

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juni 2011

A 161030011 Nimmi Zulbainarni


(3)

ABSTRACT

NIMMI ZULBAINARNI. Bio-Economic Model of Multispecies Exploitation of Pelagic Fishery Resources in Bali Strait (MANGARA TAMBUNAN as a Chairman, YUSMAN SYAUKAT and ACHMAD FAHRUDIN as Members of the Advisory Committee).

Tropical fishery resources in Indonesia comprised of diverse species resources, thus one type of fishing gear may yield more than one species of fish. Indonesian pelagic fishery resources feature rich potentials, with particular interest to Bali Strait, in where most of existing fishery resources were exploited using purse seine with double fishing lines. This type of fishing gear captured several species of fish, e.g. Lemuru (Sardinella spp.), Tongkol (Euthynnus spp.), Layang (Decapterus spp.), Kembung (Rastrelliger spp.), etc. Accordingly, this research aimed to: (1) analyze exploitation level multispecies pelagic fishery resources in Bali Strait; (2) analyze the optimal level of exploitation and sustainable fisheries for pelagic multispecies resources; and (3) to determine appropriate management policies. The analytical method used was bio-economic multispecies approach with reference to dependencies between different species in Bali Strait. The results showed present condition of exploitation of pelagic multispecies fishery in Bali Strait, and the actual production is lower compare to sustainable production. Current biological and economical thresholds were higher than current exploitation yield. Similar profile was noted for the actual production and fishing effort, which were below optimal value. Consequently, this study revealed that pelagic fishery resources management in the Bali Strait featured inadequate level of economic efficiency. The existing exploitation method for pelagic fishery resources in Bali Strait with purse seine using two fishing lines can be increased in order to obtain the maximum economic benefits, while still maintaining fisheries sustainability for multispecies resources. Maximum economic rents was obtained from cumulative economic rents of different pelagic fish species. Thus, multispecies approach should be the basis in determining the policy of pelagic fishery resources management in Indonesia.

Keywords: Pelagic Fishery Resources, Multispecies, Bio-economic, Optimal, Policy


(4)

Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali (MANGARA TAMBUNAN, selaku Ketua, YUSMAN SYAUKAT dan ACHMAD FAHRUDIN, selaku Anggota Komisi Pembimbing).

Sumberdaya perikanan tropis seperti di Indonesia bersifat gabungan atau multispesies dan ikan pelagis kecil merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah serta paling banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan. Penyebaran ikan pelagis merata di seluruh perairan Indonesia, salah satunya adalah di Perairan Selat Bali. Purse seine dua perahu adalah alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan di Perairan Selat Bali. Sumberdaya perikanan pelagis yang dapat ditangkap oleh purse seine dua perahu terdiri dari berbagai spesies yaitu Lemuru (Sardinella longiceps), Tongkol (Euthynnus spp), Layang (Decapterus spp), Kembung (Rastrelliger sp), dan spesies ikan lainnya (gabungan dari spesies ikan yang ditangkap dalam jumlah yang sangat sedikit seperti spesies Teri, Layur, Sunglir dan spesies pelagis lainnya).

Pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Selat Bali yang kaya akan ikan pelagis sebelumnya, bagaimanapun juga mempunyai pengaruh terhadap hasil tangkap di daerah tersebut. Pengelolaan sumberdaya perikanan diperlukan dalam mengatasi tingkat kemiskinan masyarakat pesisir, gangguan terhadap keberlanjutan bisnis perikanan dan pengurasan sumberdaya karena eksploitasi yang berlebihan sehingga terjadi tangkap lebih (overfishing). Kompleks dan dinamisnya sumberdaya perikanan di Indonesia serta terdiri atas predator-mangsa, kompetitor dan mahluk-mahluk hidup lainnya sehingga dalam pengelolaan sumberdaya tersebut sudah diperlukan pengkajian pengelolaan sumberdaya perikanan dengan menggunakan pendekatan multispesies. Dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya perikanan pelagis bagaimana pun model-model spesies tunggal menjadi semakin tidak memenuhi permintaan (Clark, 1990). Penelaahan-penelahaan spesies tunggal tidak bisa memberikan saran jangka panjang menengah yang ilmiah pada sumberdaya yang bersifat gabungan (Pope, 1991). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat eksploitasi aktual multispesies sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali dan membandingkan dengan pengelolaan dari berbagai kondisi yaitu Open Access (OA), Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Maximum Economic Yield (MEY), mengestimasi tingkat eksploitasi optimal dan tingkat kelestarian multispesies sumberdaya perikanan pelagis dengan menggunakan model bioekonomi multispesies dan merumuskan kebijakan pengelolaan multispesies sumberdaya perikanan pelagis di Indonesia khususnya di Perairan Selat Bali untuk multiregional Provinsi Jawa Timur dan Bali.

Metode untuk eksploitasi multispesies sumberdaya perikanan pelagis dianalisis dengan menggunakan model bioekonomi multispesies (kompetisi) sumberdaya perikanan pelagis (statik dan dinamis). Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk memecahkan model bioekonomi multispesies sumberdaya perikanan pelagis yaitu model surplus produksi Schaefer, Fox, Walters dan Hilborn, Schnute dan Clark, Yoshimoto dan Pooley (CYP). Berdasarkan


(5)

Model Walters dan Hilborn. Nilai optimal diperoleh dari Modified Golden Rule. Harga yang digunakan pada penelitian ini adalah harga riil masing-masing spesies dan biaya penangkapan adalah biaya riil masing-masing spesies yang merupakan proporsi biaya dari hasil tangkapan yang diperoleh alat tangkap purse seine dua perahu. Penelitian multispesies ini adalah langkah awal dalam menganalisis pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis di Indonesia.

Upaya penangkapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah upaya penangkapan nominal yang diukur dari jumlah hari melaut atau trip dengan jumlah hari melaut satu hari (one day trip). Rata-rata upaya penangkapan di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009 adalah sebesar 22 993 trip per tahun. Upaya penangkapan di Perairan Selat Bali tahun 1990-2009 berfluktuasi baik Propinsi Jawa Timur maupun Bali. Upaya penangkapan terbesar umumnya berasal dari Jawa Timur karena sesuai dengan peraturan pengelolaan sumberdaya perikanan yang terdapat di Perairan Selat Bali. Upaya penangkapan tertinggi diperoleh dari Jawa Timur, terjadi pada tahun 2007 dan terendah pada tahun 1996, sedangkan upaya penangkapan tertinggi Bali terjadi pada tahun 2004 dan terendah tahun 2001. Rata-rata upaya penangkapan purse seine Jawa Timur dan Bali umumnya untuk menangkap spesies Lemuru, Layang, Tongkol, Kembung dan spesies lainnya. Upaya penangkapan Jawa Timur berbeda dengan Bali sehingga proporsi terhadap spesies yang menjadi target penangkapannya juga berbeda.

Produksi spesies Lemuru merupakan hasil tangkapan yang terbesar ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine di Perairan Selat Bali (penjumlahan Produksi Jawa Timur dan Bali) . Produksi spesies Lemuru tertinggi diperoleh pada tahun 2007 yakni sebesar 79 828.00 ton dan produksi terendah diperoleh tahun 1999 yakni sebesar 7 484.00 ton dan terendah pada tahun 1999 yaitu sebesar 7 484.00 ton. Penurunan jumlah hasil tangkapan spesies Lemuru pada tahun 1999 diduga karena terjadinya penurunan jumlah upaya penangkapan (trip) purse seine mencapai 58.00 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan meningkatnya hasil tangkapan spesies Lemuru pada tahun 2007 juga terjadi karena peningkatan jumlah upaya penangkapan sebesar 146.00 persen dari tahun sebelumnya. Dalam jangka pendek kenaikan jumlah upaya penangkapan akan meningkatkan jumlah hasil tangkapan, sebaliknya dalam jangka panjang kenaikan upaya penangkapan tidak diikuti oleh kenaikan jumlah hasil tangkapan. Selanjutnya jumlah hasil tangkapan (produksi) spesies Tongkol tertinggi diperoleh pada tahun 1999 yakni sebesar 15 373.00 ton dan produksi terendah diperoleh tahun 2003 yakni sebesar 496.00 ton. Produksi spesies Layang tertinggi diperoleh pada tahun 2001 yaitu sebesar 3 821.00 ton dan produksi terendah tahun 1996 yaitu sebesar 442.00 ton, sedangkan produksi spesies Kembung tertinggi diperoleh pada tahun 1992 yaitu sebesar 1 621.00 ton dan produksi terendah pada tahun 2008 yaitu sebesar 1.00 ton. Armada penangkapan purse seine yang beroperasi di Perairan Selat Bali berasal dari Propinsi Jawa Timur dan Bali. Jika dilihat nilai CPUE Jawa Timur dan Bali terlihat bahwa secara umum alat tangkap purse seine Bali lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan dengan purse seine Jawa Timur. Rata-rata Nilai CPUE tahun 1990-2009 berturut-turut sebesar 3.02 untuk Bali dan 2.43 untuk Jawa Timur.


(6)

Model Schnute tidak terdapat satupun spesies mempunyai nilai t yang signifikan. Nilai koefisien determinasi (R2

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksploitasi multispesies sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali saat ini, produksi aktual masih berada dibawah produksi lestari. Belum terjadi kelebihan penangkapan (overfishing) baik secara biologi maupun ekonomi. Produksi dan upaya penangkapan (effort) aktual juga masih berada di bawah nilai optimal . Tingkat pertumbuhan alami (intrinsic growth rate) spesies Lemuru lebih tinggi daripada spesies Layang, Tongkol, Kembung dan spesies lainnya sehingga kemampuan spesies Lemuru lebih tinggi dalam berkompetisi memperoleh makanan dibandingkan spesies yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali belum menunjukkan tingkat efisiensi ekonomi yang baik. Dengan demikian eksploitasi sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali dengan menggunakan alat tangkap purse seine dua perahu masih dapat ditingkatkan sampai dengan diperoleh keuntungan maksimum secara ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian multispesies sumberdaya perikanan tersebut. Kebijakan yang diterapkan disesuaikan dengan musim spesies Lemuru karena spesies Lemuru adalah spesies dominan yang terdapat pada Perairan Selat Bali. Rente ekonomi maksimal diperoleh dari memperhitungkan rente ekonomi multispesies sumberdaya perikanan pelagis. Dengan demikian pendekatan multispesies sudah seharusnya menjadi dasar dalam menentukan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis di Indonesia yang bersifat gabungan atau multispesies.

) juga sangat kecil. Dengan menggunakan Model Schaefer terdapat spesies yang mempunyai nilai t yang signifikan akan tetapi nilai koefisien determinasi spesies Tongkol, Kembung dan ikan lainnya sangat kecil. Dengan menggunakan model CYP terdapat pula spesies yang mempunyai nilai t yang signifikan akan tetapi nilai koefisien determinasi spesies Tongkol, Kembung dan spesies ikan lainnya sangat kecil. Dari keseluruhan penyelesaian perhitungan parameter biologi dengan mode-model diatas, nilai t signifikan dan nilai koefisien determinasi yang cukup baik adalah dengan menggunakan Model Walters dan Hilborn. Umumnya produksi aktual spesies Lemuru, Tongkol, Layang, Kembung dan spesies lainnya berada dibawah produksi lestari dan antar spesies saling berkompetisi dalam mendapatkan makanan karena jenis makanan multispesies sumberdaya perikanan pelagis ini adalah sama yaitu phytoplankton dan krustacea kecil. Intrinsic growth rate spesies Lemuru lebih tinggi daripada spesies Layang, Tongkol, Kembung dan spesies lainnya. Hubungan kompetisi antar spesies bersifat stabil koeksistensi dimana masing-masing spesies meskipun berkompetisi tetap hidup berdampingan dengan jumlah kelimpahan yang saling heterogen dalam ekosistem Perairan Selat Bali.


(7)

@Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor


(8)

MODEL BIOEKONOMI EKSPLOITASI MULTISPESIES

SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS

DI PERAIRAN SELAT BALI

NIMMI ZULBAINARNI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(9)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS

Staf Pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 2. Dr. Ir. Mukhlis Kamal, M. Sc

Staf Pengajar Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Gellwynn Jusuf, M.Sc

Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

2. Dr. Ir. Luky Adrianto, M. Sc

Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(10)

Judul Disertasi : MODEL BIOEKONOMI EKSPLOITASI MULTISPESIES SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DI PERAIRAN SELAT BALI

Nama Mahasiswa : Nimmi Zulbainarni Nomor Pokok

Program Studi

: :

A161030011

Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan M.Sc Ketua

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Anggota

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si Anggota

Mengetahui, Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi Pertanian,

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA

Tanggal Ujian : 18 Mei 2011 Tanggal Lulus :


(11)

Bismillahirahmanirahim

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul “Model Bioekonomi Eksploitasi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali”.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M. Sc sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Yusman Syaukat, M. Ec dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M. Si sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan disertasi ini.

2. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS dan Dr. Ir. Mukhlis Kamal, M. Sc sebagai penguji pada ujian tertutup atas saran dan masukannya sehingga melengkapi disertasi ini.

3. Dr. Ir. Gellwynn Jusuf, M. Sc dan Dr. Ir. Luky Adrianto, M. Sc sebagai penguji pada ujian terbuka atas saran dan masukannya sehingga disertasi ini menjadi lebih sempurna.

4. Direktur Pelabuhan Departemen Kelautan dan Perikanan Bapak Parlin Tambunan atas bantuannya sehingga penelitian disertasi ini dapat berjalan lancar.


(12)

Banyuwangi dan staf (Bapak Ruman dan kawan-kawan) atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian disertasi ini.

6. Yang tercinta dan tersayang seluruh keluarga, terutama Mama Zubainar Yahya atas segalanya yang diberikan dari penulis dilahirkan hingga saat ini. Putra dan Putriku tercinta dan tersayang Muhammad Faris Albaqy dan Faisyah Agniya atas segala do’anya, pengertian, perhatian, dan dorongannya selama ini serta suami drh. Agus Triana Wijatagati.

7. Teman Sejawat seluruh staf pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), SEI, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan teman-teman Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) atas dorongannya kepada penulis.

8. Sekretariat EPN (Mbak Rubi, Mbak Yani, Bu Kokom, dan Pak Husein) yang telah banyak membantu administrasi penulis hingga lulus.

9. Sahabat terbaik DR. H. Iskandar dan crew-nya atas masukan, perhatian, dan dorongannya selama penyusunan disertasi ini.

10.Sahabat dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juni 2011


(13)

DAFTAR TABEL... xix

DAFTAR GAMBAR... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN... xxv

DAFTAR ISTILAH... xxvii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... .. 1

1.2. Perumusan Masalah ... .. 8

1.3. Tujuan Penelitian ... . 10

1.4. Kebaruan ... .. 11

1.5. Kegunaaan Penelitian ... .. 12

II. TINJAUAN PUSTAKA... 13

2.1. Model Spesies Tunggal... 14

2.2. Model Multispesies ... .. 17

2.3. Model Spesies Tunggal Versus Model Multispesies ... .. 26

2.4. Aspek Biologi Sumberdaya Perikanan Pelagis……...……..….. 29

2.4.1. Ikan Lemuru ... 30

2.4.2. Ikan Layang ... 32

2.4.3. Ikan Tongkol ... 33

2.4.4. Ikan Kembung ... 34

2.5. Kebijakan Perikanan ... 35

2.5.1. Konsep Property Right ... 37

2.5.2. Tangkap Lebih dan Solusinya ... 41

2.5.3. Perangkat Hukum dan Kelembagaan ... 45


(14)

xvi

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI ... 56

IV. METODE PENELITIAN ... 63

4.1. Lokasi Penelitian ... 63

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 63

4.3. Analisis Data ... 65

4.3.1. Pendekatan Model Biologi ... 65

4.3.2. Pendekatan Model Ekonomi ... 80

4.3.3. Analisis Model Bioekonomi Multispesies ... 83

4.3.3.1. Turunan Produktivitas ... 84

4.3.3.2. Kurva “Yield-Effort” ... 88

4.3.3.3. Kebijakan Penangkapan Optimal ... 90

4.3.4. Analisis Model Bioekonomi Kompetisi ... 95

4.3.5. Simulasi Model Pengelolaan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis ... 100

4.3.5.1. Dampak Perubahan Harga Terhadap Keseimbangan Bioekonomi ... 101

4.3.5.2. Dampak Perubahan Biaya penangkapan Terhadap Keseimbangan Bioekonomi ... 103

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI ... 105

5.1. Kondisi Geografis... ... 107

5.2. Sumberdaya Perikanan Pelagis Kecil di Perairan Selat Bali... 109

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 117

6.1. Upaya Penangkapan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis ... 118

6.2. Hasil Tangkapan Multispesies Sumberdaya Perikanan... 128

6.3. Hasil Tangkapan Per Unit Upaya Penangkapan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis ... 133

6.4. Analisis Pendekatan Model Biologi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis ... 137


(15)

xvii 6.5. Analisis Pendekatan Model Ekonomi Multispesies Sumberdaya

Perikanan Pelagis ... 158

6.5.1. Analisis Biaya Penangkapan ... 159

6.5.2. Analisis Harga Ikan Hasil Tangkapan ... 164

6.6. Analisis Model Bioekonomi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis ... 171

6.7. Analisis Pendekatan Model Bioekonomi Kompetisi ... 202

6.8. Pengelolaan Optimal Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali ... 211

6.9. Kebijakan Pengelolaan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali ... 221

6.10.Simulasi Model Pengelolaan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali ... 235

6.10.1. Dampak Perubahan Harga Terhadap Keseimbangan Bioekonomi ... 235

6.10.2. Dampak Perubahan Biaya Penangkapan Terhadap Keseimbangan Bioekonomi ... 241

6.11. Keterbatasan Penelitian... 244

VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 246

7.1. Kesimpulan... 246

7.2. Saran... 247

DAFTAR PUSTAKA... ... 248


(16)

Nomor Halaman 1. Potensi Lestari Ikan Laut di Indonesia ... 1 2. Model Spesies Tunggal Versus Model Multispesies ... 27 3. Perbedaan SKB Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur dan Bali No. 7 Tahun 1985//4 Tahun 1985 dengan No. 238 Tahun 1992//674 Tahun 1992... 55 4. Hubungan Kompetisi Antar Spesies dengan Mempertimbangkan Daya Dukung Lingkungan dan Koefisien Ketergantungan Tanpa

Kegiatan Penangkapan ... 97 5. Analisis Data...103 6. Produksi Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Jembrana Tahun 2004- 2009...109 7. Produksi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan di Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan Tahun 2008-2009....109 8. Produksi Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Banyuwangi-Muncar Tahun 2004-2009 ...111 9. Tahapan Analisis Parameter Biologi dengan Menggunakan Model Surplus Produksi Schaefer... 138 10. Nilai Parameter Biologi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis dengan Menggunakan Model Surplus Produksi Schaefer... 139 11. Nilai Parameter Biologi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis dengan Menggunakan Model Surplus Produksi Fox... 140 12. Tahapan Analisis Parameter Biologi dengan Menggunakan Model Surplus Produksi Walters dan Hilborn...142 13. Nilai Parameter Biologi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis dengan Menggunakan Model Surplus Produksi Walters dan Hilborn... 142 14. Tahapan Analisis Parameter Biologi dengan Menggunakan Model Surplus Produksi Schnute... 143 15. Nilai Parameter Biologi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis dengan Menggunakan Model Surplus Produksi Schnute... 144


(17)

xx 16. Tahapan Analisis Parameter Biologi dengan Menggunakan Model Surplus Produksi Clark, Yoshimoto dan Pooley ... 145 17. Nilai Parameter Biologi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis dengan Menggunakan Model Surplus Produksi CYP... 146 18. Perubahan Produksi Lestari dan Aktual Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 149 19. Nilai Intrinsic Growth Rate Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali... 155 20. Koefisien Ketergantungan Antar Spesies Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali... 156 21. Rata-Rata Biaya Penangkapan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis dengan Menggunakan Alat Tangkap Purse Seine di Propinsi Jawa Timur ... 159 22. Rata-Rata Biaya Penangkapan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis dengan Menggunakan Alat Tangkap Purse Seine di Propinsi

Bali... 159 23. Biaya Penangkapan Riil Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 161 24. Proporsi Biaya Penangkapan Riil Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali ... 162 25. Harga Nominal Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis Consumer Price Index Jawa Timur Tahun 1990-2009... 164 26. Harga Riil Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Jawa Timur Tahun 1990-2009... 165 27. Harga Nominal Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis dan

Consumer Price Index Bali Tahun 1990-2009... 166 28. Harga Riil Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Bali Tahun 1990-2009... 168 29. Harga Nominal Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis dan

Consumer Price Index di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009...169 30. Harga Riil Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 170


(18)

xxi Perairan Selat Bali ... 173 32. Nilai EMEY dan hMEY Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di

Perairan Selat Bali ... 174 33. Nilai EOA dan hOA Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di

Perairan Selat Bali ... 175 34. Nilai EOPT dan hOPT Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di

Perairan Selat Bali ... 176 35. Nilai Upaya Penangkapan Multispesies Sumberdaya Perikanan

Pelagis Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur dan bali di Perairan Selat Bali ... 184 36. Present Value Rente Ekonomi Spesies Lemuru di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 188 37. Present Value Rente Ekonomi Spesies Tongkol di Perairan Selat Bali

Tahun 1990-2009... 189 38. Present Value Rente Ekonomi Spesies Layang di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 190 39. Present Value Rente Ekonomi Spesies Kembung di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 191 40. Present Value Rente Ekonomi Spesies Ikan Lainnya di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 192 41. Total Rente Ekonomi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di

Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 196 42. Total Rente Ekonomi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis Nelayan Jawa Timur Tahun 1990-2009... 198 43. Total Rente Ekonomi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis Nelayan Bali Tahun 1990-2009... 200 44. Hubungan Kompetisi Spesies Lemuru dengan Spesies Tongkol di

Perairan Selat Bali... 202 45. Hubungan Kompetisi Spesies Lemuru dengan Spesies Layang di

Perairan Selat Bali... 203 46. Hubungan Kompetisi Spesies Lemuru dengan Spesies Kembung di Perairan Selat Bali... 205


(19)

xxii Eksistensi Spesies Lemuru dengan Spesies Tongkol di Perairan Selat

Bali... 207 48. Implementasi Model Bioekonomi Kompetisi pada Kondisi Stabil Ko- Eksistensi Spesies Lemuru dengan Spesies Tongkol di Perairan Selat

Bali... 208 49. Implementasi Model Bioekonomi Kompetisi pada Kondisi Stabil Ko- Eksistensi Spesies Lemuru dengan Spesies Tongkol di Perairan Selat

Bali... 209 50. Nilai Rente Ekonomi Optimal Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 219 51. Nilai Present Value Rente Ekonomi Optimal Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 220 52. Estimasi Jumlah Upaya Penangkapan Purse Seine pada Berbagai Kondisi Pengusahaan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali... 230 53. Estimasi Fungsi Harga Riil Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali... 237 54. Dampak Perubahan Harga Terhadap Upaya Penangkapan Purse Seine Pada Berbagai Kondisi Pengusahaan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali... 239 55. Dampak Perubahan Harga Terhadap Rente Ekonomi pada Berbagai

Kondisi Pengusahaan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di

Perairan Selat Bali... 241 56. Perkembangan atau Perubahan harga bahan Bakar Minyak di Indonesia Tahun 2003-2009... 243 57. Dampak Perubahan Biaya Penangkapan Riil Terhadap Hasil Tangkapan Total dan Estimasi Stok... 244


(20)

Nomor Halaman 1. Kerangka Pendekatan Studi... 62 2. Perairan Selat Bali ... 105 3. Peta Administrasi Kabupaten Jembrana ... 107 4. Produksi Perikanan Pelagis Spesies Ikan Lemuru di Perairan Selat Bali ... 115 5. Armada Purse Seine yang Beroperasi di Perairan Selat Bali ... 121 6. Grafik Perkembangan Upaya Tangkap Multispesies Sumberdaya

Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 122

7. Grafik Upaya Tangkap Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali Berdasarkan Wilayah Asal Purse Seine Tahun

1990-2009... 124 8. Rata-rata Proporsi Upaya Penangkapan Multispesies Sumberdaya

Perikanan Pelagis Propinsi Jawa Timur Tahun 1990-2009... 125 9. Rata-rata Proporsi Upaya Penangkapan Multispesies Sumberdaya

Perikanan Pelagis Propinsi Bali Tahun 1990-2009... 126 10. Grafik Perkembangan Produksi Multispesies Sumberdaya Perikanan

Pelagis di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 129 11. Produksi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis yang

Didaratkan di Propinsi Jawa Timur Tahun 1990-2009...131 12. Produksi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis yang Didaratkan

di Propinsi Bali Tahun 1990-2009... 132 13. Hasil Tangkapan Per Unit Upaya Penangkapan Multispesies

Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali Tahun

1990-2009... 134 14. Perbandingan Nilai Catch Per Unit Effort Propinsi Jawa Timur dan Bali Tahun 1990-2009... 135 15. Plotting Hubungan Antara Effort dan CPUE Multispesies Sumberdaya


(21)

xxiv Pelagis di Perairan Selat Bali 1990-2009... 149 17. Estimasi Biomass/Stock Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di

Perairan Selat Bali... 154

18. Perbandingan Upaya Penangkapan dengan Menggunakan Purse Seine dan Hasil Tangkapan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis Pada Setiap Kondisi Pengusahaan Tahun 1990-2009 di Perairan Selat Bali... 179 19. Perbandingan Jumlah Upaya Penangkapan Secara Agregat Pada Setiap

Kondisi Pengusahaan di Perairan Selat Bali... 186 20. Perkembangan Total Effort dan Present Value Multispesies Sumberdaya

Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 198 21. Perbandingan Effort Aktual dan Effort Optimal Multispesies

Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009.. 214 22. Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Optimal Multispesies

Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali Tahun 1990-2009... 215 23. Perbandingan Rasio Input-Output Aktual dan Optimal Pengelolaan

Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali... 217


(22)

Nomor Halaman 1. Alat Tangkap Purse Seine Dua Perahu dan Teknik Pengoperasiannya... 260 2. Proporsi Upaya Penangkapan Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis dengan Menggunakan Alat Tangkap Purse Seine di Propinsi Jawa Timur, Bali dan Perairan Selat Bali... 261 3. Produksi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis Dengan

Menggunakan Alat Tangkap Purse Seine di Propinsi Jawa Timur, Bali dan Perairan Selat Bali... 262 4. Perhitungan Parameter Biologi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali dengan Menggunakan Model Schaefer,

Walters dan Hilborn, Schnute dan Clark, Yoshimoto and Pooley... 263 5. Hasil Perhitungan Ketergantungan Antar Spesies...………….. 273 6. Rekapitulasi Biaya Penangkapan Responden Kabupaten Banyuwangi Muncar Propinsi Jawa Timur...………… 274 7. Rekapitulasi Biaya Penangkapan Responden Kabupaten Jembrana Propinsi Bali...……….… 275 8. Hasil Perhitungan Analisis Bioekonomi Menggunakan Model Walters dan Hilborn di Perairan Selat Bali...………… 276

9. Perhitungan Rente Ekonomi dan Present Value Rente Ekonomi

Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali...… 277 10. Perhitungan Nilai Optimal Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali ...…………. 280


(23)

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya perikanan adalah salah satu sumberdaya alam yang merupakan aset negara dan dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi kesejahteraan suatu bangsa termasuk Indonesia. Sebagai negara maritim yang terdiri dari ribuan pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan cukup besar dengan garis pantai (81 000.00 km) yang terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, memiliki lebih kurang 17 508 pulau dan luas perairan sekitar 5.80 juta km2

Tabel 1. Potensi Lestari Ikan Laut Indonesia

. Potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6.41 juta ton per tahun (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005) sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

(000Ton)

Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005

Berdasarkan Tabel 1 potensi lestari ikan laut Indonesia tahun 2005 telah dimanfaatkan sekitar 63.56 persen. Dengan demikian masih terdapat 36.44 persen atau sekitar 2.30 juta ton per tahun potensi yang belum termanfaatkan.

Besarnya potensi sumberdaya perikanan di Indonesia ini juga dijadikan argumen dalam meningkatkan pembangunan perekonomian nasional yang

No Jenis Ikan Potensi Lestari

1 Ikan Pelagis Besar 1 165.36

2 Ikan Pelagis Kecil 3 605.66

3 Ikan Demersal 1 365.09

4 Ikan Karang Konsumsi 145.25

5 Udang 94.80

6 Lobster 4.80

7 Cumi-Cumi 28.25


(24)

berbasis pada perikanan dan kelautan. Menurut Dahuri (2003) pembangunan berbasis perikanan seharusnya dapat dijadikan arus utama pembangunan nasional karena sumberdaya yang dimilikinya sangat berlimpah dan kaya, industri yang berbasis sumberdaya perikanan memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan industri lainnya dan sumberdaya perikanan senantiasa dapat diperbaharui.

Sumberdaya perikanan pelagis merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang mempunyai peranan sangat penting terhadap perekonomian nasional karena potensi sumberdayanya yang berlimpah. Terdapat pula beberapa alasan mengapa sumberdaya perikanan pelagis mempunyai peranan yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Pertama, banyaknya jumlah tenaga kerja yang terlibat di sektor perikanan, baik pada unit penangkapan, pengolahan maupun pemasaran, dan umumnya tinggal di pesisir serta daerah sekitarnya. Kedua, sumberdaya perikanan pelagis sangat penting sebagai sumber protein hewani bagi mayoritas penduduk. Ketiga, sumberdaya perikanan pelagis merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat nelayan yang berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka.

Besarnya peranan sumberdaya perikanan pelagis dapat dijadikan argumen untuk dapat meningkatkan pembangunan perekonomian nasional yang berbasis pada kekayaan alam laut Indonesia. Meskipun sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui, namun pengelolaan sumberdaya ini tetap memerlukan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati.

Di Indonesia sumberdaya perikanan pelagis kecil merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah (Merta et al., 1998) dan paling banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai


(25)

kalangan. Penyebaran ikan pelagis merata di seluruh perairan Indonesia, salah satunya adalah di Perairan Selat Bali. Perairan Selat Bali berada di antara dua pulau yaitu Pulau Jawa (Provinsi Jawa Timur) dan Pulau Bali (Provinsi Bali).

Perairan Selat Bali merupakan perairan yang relatif sempit (sekitar 2 500.00 km2). Bagian utara Perairan Selat Bali mempunyai lebar sekitar satu mil yang berhubungan dengan Laut Jawa (Selat Madura) dan merupakan perairan yang dangkal (kedalaman sekitar 50.00 meter), sedangkan lebar selat bagian selatan sekitar 28.00 mil dan merupakan perairan yang dalam (Burhanudin dan Praseno, 1982) dan berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Perairan Selat Bali mempunyai kesuburan yang tinggi. Produktivitas tertinggi terjadi pada musim timur, dimana pada musim ini terjadi upwelling di bagian selatan Perairan Selat Bali. Jenis ikan pelagis yang banyak ditangkap di perairan ini adalah ikan species Lemuru (Sardinella longiceps), Tongkol (Euthynnus spp), Layang (Decapterus spp), Kembung (Rastrelinger sp) dan ikan lainnya. Besarnya potensi sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali tidak hanya dimanfaatkan oleh nelayan Provinsi Bali saja melainkan juga oleh nelayan dari Jawa Timur seperti Banyuwangi, Muncar, Sidoarjo, dan

Sumberdaya perikanan pelagis dapat ditangkap dengan berbagai alat tangkap jenis purse seine atau pukat cincin, jaring insang, payang, bagan dan sero. Purse seine adalah alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan di Perairan Selat Bali. Sejak diperkenalkannya purse seine oleh Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) pada tahun 1972, eksploitasi sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali berkembang sangat pesat. Pesatnya perkembangan eksploitasi sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali telah mengkhawatirkan


(26)

terhadap kelestarian sumberdaya ikan bahkan dampaknya, bukan tidak mungkin menyebabkan terjadi overfishing di perairan ini

Berkembang pesatnya perusahaan-perusahaan perikanan disekitar wilayah Perairan Selat Bali pun telah menyebabkan semakin banyak sumberdaya perikanan pelagis yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

. Berdirinya perusahaan-perusahaan perikanan sejak tahun 1977 di sekitar wilayah Perairan Selat Bali dapat pula meningkatkan eksploitasi sumberdaya perikanan pelagis karena pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis sebagai bahan baku output yang perusahaan hasilkan seperti ikan kaleng, ikan pindang, tepung ikan dan lain-lain. Pada tahun 1977 mulai berdiri perusahaan-perusahaan pengalengan dan penepungan ikan sebanyak 2 unit, pada tahun 1978 menjadi 4 unit, tahun 1982 menjadi 6 unit dan terus berkembang hingga tahun 2000 tercatat sebanyak 10 unit dengan total kapasitas produksi 59 117.00 ton ikan per tahun. Hingga tahun 2008 perusahaan perikanan yang terdapat di Muncar adalah 8 unit perusahaan pengalengan ikan, 11 unit perusahaan minyak ikan, 53 unit perusahaan pengasinan ikan dan 34 unit perusahaan tepung ikan mekanik. Perusahaan perikanan di Kabupaten Jembrana terdapat 12 unit perusahaan pengalengan dan penepungan ikan, serta 95 unit perusahaan pengolahan ikan atau gaplek ikan. Oleh karena itu, pada tahun 1977 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Gubernur Kepala Daerah Provinsi Tingkat I Jawa Timur dan Bali tentang penentuan jumlah purse seine yang boleh beroperasi di Perairan Selat Bali (Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Provinsi Bali, 2000). Overfishing adalah kelebihan tangkap karena eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumberdaya perikanan pelagis sehingga dapat mengancam kelestarian sumberdaya itu sendiri.


(27)

bahan baku sehingga tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan pelagis meningkat. Hal ini juga dapat mendorong terjadinya overfishing atau tangkap lebih. Kelebihan tangkap yang terjadi terus menerus dapat menganggu kelestarian sumberdaya perikanan yang ditandai dengan berkurangnya stok ikan atau bahkan terjadi kelangkaan dari sumberdaya perikanan tersebut.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sujastani dan Nurhakim (1982) terhadap spesies tunggal Lemuru bahwa di Perairan Selat Bali telah mengindikasikan terjadinya gejala biological overfishing dalam pengusahaan sumberdaya perikanan Lemuru akibat pengoperasian purse seine yang cukup menonjol. Merta et al (1997) mengatakan bahwa perikanan Lemuru (spesies tunggal) di Perairan Selat Bali dengan Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 34 000.00 ton per tahun sudah lebih tangkap (overfishing) dan Zulbainarni (2002) menyatakan bahwa di Perairan Selat Bali telah terjadi gejala economic overfishing pada perikanan Lemuru (spesies tunggal) karena jumlah alat tangkap purse seine yang digunakan jauh lebih besar dibandingkan dengan stok ikan yang tersedia.

Usaha-usaha pelestarian sumberdaya perikanan biasanya fokus kepada identifikasi dengan menggunakan pendekatan spesies tunggal. Orientasi penangkapan pada satu jenis spesies akan berdampak pada kelangkaan dari spesies tunggal tersebut, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keseimbangan biologi spesies lainnya. Kenyataan menunjukkan bahwa secara global, telah terjadi kecenderungan penurunan stok sumberdaya perikanan yang dicirikan dengan turunnya produksi per unit input dari berbagai spesies ekonomi penting di beberapa perairan Indonesia. Selama ini penurunan kualitas dan


(28)

kuantitas sumberdaya perikanan tersebut hanya dilihat dari pendekatan biologi dan hanya menggunakan pendekatan spesies tunggal sehingga sulit bagi penentu kebijakan untuk mendeteksi sumber masalah terjadinya penurunan stok sumberdaya perikanan.

Pada pengelolaan sumberdaya perikanan terdapat dua hal yang paling kritikal yaitu sumberdaya perikanan adalah public goods dan regim kepemilikan yang bersifat common property yaitu kepemilikan bersama dimana regim aksesnya yang bersifat open access yaitu siapa saja boleh memanfaatkan sumberdaya tersebut tanpa ijin dari siapapun. Menurut Bromley (1991), Dalam jangka panjang common property bisa menjadi open access jika institusi atau kelembagaan tidak bekerja. Tantangan kelestarian sumberdaya perikanan menimbulkan berbagai persoalan bagi banyak lembaga yang sebenarnya dikembangkan atas dasar pertimbangan-pertimbangan sempit dan terkotak. Mereka yang bertanggung jawab mengelola sumberdaya dan melindungi lingkungan secara kelembagaan terpisah dengan mereka yang bertanggung jawab mengelola ekonomi. Pada dunia nyata kedua hal tersebut saling terkait sehingga kebijakan dan institusi yang menghadapinya yang harus diubah (World Commission on Environment and Development, 1987).

Pada perairan tropis seperti di Indonesia, sumberdaya perikanan bersifat gabungan atau multispesies, dimana satu alat tangkap dapat menangkap beberapa spesies ikan. Oleh karena kompleks dan dinamisnya sumberdaya perikanan di Indonesia serta terdiri atas predator, mangsa, kompetitor dan mahluk-mahluk hidup lainnya. sehingga dalam pengelolaannya sumberdaya tersebut sudah diperlukan pengkajian pengelolaan sumberdaya perikanan dengan menggunakan


(29)

pendekatan multispesies. Dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya perikanan pelagis bagaimana pun model-model spesies tunggal menjadi semakin tidak memenuhi permintaan (Clark, 1990). Interaksi antara spesies-spesies yang akan dieksploitasi dapat dibagi ke dalam dua kelas yaitu interaksi biologi dan interaksi ekonomi. Jika sebuah industri perikanan mengeksploitasi beberapa spesies maka bisa berdampak pada rusaknya kedinamisan dan kestabilan dari kecocokan ekosistem. Penelitian-penelitian di Indonesia sangat banyak terfokus pada spesies tunggal karena masalah-masalah yang terkait dengan pengoptimalan eksploitasi sistem-sistem multispesies jauh lebih sulit. Meskipun sebagian besar perikanan melibatkan banyak spesies, saran biologis yang tersedia seringkali dibuat berdasarkan basis spesies tunggal. Menurut Pope (1991) penelahaan-penelahaan spesies tunggal tidak bisa memberikan saran jangka menengah yang ilmiah pada perikanan gabungan. Pascoe (1997) mengatakan bahwa jika beberapa unit mentargetkan sebuah stok yang diambil melalui penangkapan maka perikanan itu bisa mengalami kerugian ekonomi.

Kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang dibuat dapat juga mempertimbangkan kondisi suatu wilayah. Perairan Selat Bali berada diantara dua Provinsi yaitu Provinsi Bali dan Jawa Timur sehingga kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan seharusnya berbeda sesuai dengan karakteristik wilayah. Horan and James (1999) mengembangkan model bioekonomi multiregion dalam pengelolaan sumberdaya perikanan spesies tunggal ikan paus. Efek substitusi interregional penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis kebijakan pengelolaan


(30)

sumberdaya perikanan berdasarkan region atau wilayah, selain menggunakan pendekatan multispesies yang mempertimbangkan hubungan antar spesies.

1.2. Perumusan Masalah

Eksploitasi sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali, jika pengelolaannya dilakukan dengan baik maka akan memberikan kontribusi yang sangat penting bagi masyarakat lokal sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan laju investasi dalam bidang perikanan. Kelestarian sumberdaya perikanan pelagis tidak dapat dipisahkan dengan peristiwa-peristiwa ekonomi karena terdapat aktivitas dari pelaku bisnis atau industri perikanan baik domestik maupun internasional.

Perubahan teknologi dalam mengeksploitasi sumberdaya perikanan pelagis akan meningkatkan investasi dan ini akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Perubahan yang disebabkan (dibawa) investasi dan output akan mempengaruhi keseimbangan ekologis dan ekonomis. Bagaimanakah keseimbangan ekonomis dan ekologis dalam pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis tersebut? Dalam memahami hubungan teknis ekologis dan ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, jika tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan pelagis dilakukan oleh industri perikanan maka sangat penting dibangun model multispesies dengan mempertimbangkan ketergantungan antar spesies.

Penelitian-penelitian yang dibicarakan pada bagian pendahuluan sebelumnya adalah penelitian yang fokus pada spesies tunggal yaitu sumberdaya perikanan Lemuru sementara kita ketahui bahwa sumberdaya perikanan tropis seperti di Indonesia bersifat gabungan atau multispesies. Penelitian yang lebih


(31)

banyak fokus pada pendekatan spesies tunggal umumnya dilakukan untuk penyederhanaan, akan tetapi dapat berpengaruh atau terjadi kesalahan dalam kebijakan yang ditetapkan. Penelitian ini menggunakan model bioekonomi dari spesies tunggal ke multispesies dengan memperhatikan implikasi ekonomi yang muncul dan mempertimbangkan bagaimana ketergantungan antar spesies. Pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Selat Bali yang kaya akan ikan pelagis sebelumnya, bagaimanapun juga mempunyai pengaruh terhadap hasil tangkap di daerah tersebut. Pengelolaan sumberdaya perikanan diperlukan dalam mengatasi tingkat kemiskinan masyarakat pesisir, gangguan terhadap keberlanjutan bisnis perikanan dan pengurasan sumberdaya karena eksploitasi yang berlebihan sehingga terjadi tangkap lebih (overfishing).

Regim akses sumberdaya perikanan yang bersifat akses terbuka (open access) akan selalu mendorong intensitas eksploitasi yang lebih tinggi sehingga dapat mengakibatkan overfishing. Jika dibandingkan dengan sumberdaya yang pengelolaannya diatur dengan baik maka overfishing dapat dihindari. Menurut Gordon (1954) dan Graham (1952) bahwa overfishing ekonomi tidak akan terjadi pada perikanan yang dikelola atau diatur dengan baik, sedangkan overfishing biologi akan terjadi kapan saja akibat faktor ekonomi (bila perbandingan harga atau biaya cukup tinggi).

Selain itu, aspek hukum dan kelembagaan, memegang peranan penting dalam setiap usaha pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya termasuk dalam hal mengatasi terjadinya overfishing. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan pula analisis multiregion agar dapat menentukan kebijakan yang sesuai dengan kondisi dan potensi suatu wilayah.


(32)

Analisis eksploitasi multispesies sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali baik secara biologi maupun ekonomi (bioekonomi) melalui penelitian yang komprehensif pada sumberdaya perikanan pelagis dengan beberapa perumusan masalah yang sangat penting, yaitu :

1. Bagaimanakah tingkat eksploitasi aktual multispesies sumberdaya perikanan pelagis di Indonesia khususnya di Perairan Selat Bali?.

2. Bagaimanakah tingkat eksploitasi optimal dan tingkat kelestarian multispesies sumberdaya perikanan pelagis dengan menggunakan model bioekonomi multispesies?.

3. Bagaimanakah kebijakan pengelolaan multispesies sumberdaya perikanan pelagis di Indonesia khususnya di Perairan Selat Bali agar kelestarian sumberdaya perikanan pelagis tersebut dan keberlanjutan usaha nelayan dapat terjaga dengan baik?.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis tingkat kelestarian beberapa jenis spesies ikan (multispesies) di Perairan Selat Bali yang melalui penelitian dengan pendekatan spesies tunggal atau satu spesies menunjukkan bahwa telah terjadi suatu kondisi dimana sumberdaya perikanan di lokasi ini telah mengalami apa yang disebut dengan fenomena overfishing. Terdapat 3 tujuan khusus penelitian ini yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya :

1. Mengidentifikasi tingkat eksploitasi aktual multispesies sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali dan membandingkan dengan pengelolaan dari


(33)

berbagai kondisi yaitu Open Access (OA), Maximum Sustainable Yield (MSY), dan Maximum Economic Yield (MEY)

2. Mengestimasi tingkat eksploitasi optimal dan tingkat kelestarian multispesies sumberdaya perikanan pelagis dengan menggunakan model bioekonomi multispesies.

3. Merumuskan kebijakan pengelolaan multispesies sumberdaya perikanan pelagis di Indonesia khususnya di Perairan Selat Bali untuk multiregion yaitu Provinsi Bali dan Jawa Timur .

1.4. Kebaruan

Kebaruan (novelty) dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengelolaan optimal sumberdaya perikanan dan kelautan agar terjaga kelestariannya baik secara biologi (ekologi) dan ekonomi dengan aplikasi model multispesies yang mempertimbangkan ketergantungan antar spesies seperti spesies independent (bebas), predator-mangsa dan kompetisi. Dalam menggunakan manajemen strategi yang optimal, menyatukan dinamika kendala biologi dan ekonomi sebagai suatu strategi yang baik dalam mengatasi masalah optimalisasi.

2. Menggunakan harga sebagai skenario yang diambil dari fungsi.

3. Menggunakan model bioekonomi multiregion dalam pengelolaan multispesies sumberdaya perikanan agar dapat menentukan kebijakan yang sesuai dengan kondisi dan potensi suatu wilayah. Efek substitusi interregional penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.


(34)

1.5. Kegunaan Penelitian

Model yang dibangun dalam penelitian ini adalah model bioekonomi multispesies eksploitasi dan kelestarian sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali. Pengembangan model spesies tunggal (single species) ke model banyak spesies (multispesies) diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berwenang dan berkepentingan atau stakeholders dalam bidang perikanan khususnya dan pertanian umumnya. 2. Sebagai masukan untuk arahan kerangka kerja bagi para pengguna (users)


(35)

Model adalah abstraksi dari dunia nyata. Didalam literatur bioekonomi terdapat dua pendekatan model yaitu pendekatan model spesies tunggal dan model multispesies. Usaha-usaha pelestarian sumberdaya perikanan terbiasa fokus pada identifikasi dan pelestarian sejumlah kecil spesies yang dominan. Pendekatan ini terus menantang perkembangan pengetahuan kita terhadap banyaknya dan bervariasinya interaksi antar spesies, habitat, dan lingkungan mereka. Ketika keterlibatan ekologi pada pemodelan spesies dalam pelestarian bukan pada spesies dari bagian ekosistem, telah didokumentasikan dengan baik (Pimm, 1991; Begon

et al., 1996; Milner-Guilland dan Mace, 1998), hanya sedikit ahli yang

memperhatikan keterlibatan ekonomi dalam pemodelan tersebut. Pemodelan bioekonomi dari kepunahan spesies telah berkembang keluar dari literatur ekonomi perikanan. Berdasarkan model seminal perikanan Gordon (1954), Clark

(1973) mengembangkan sebuah model untuk menganalisis penarikan keputusan seorang owner yang mencari cara untuk memperbesar nilai penghargaan terhadap

tangkapannya. Clark mengidentifikasikan kondisi yang menyebabkan owner

memiliki dorongan ekonomi untuk menangkap spesies yang hampir punah. Clark mengidentifikasi bahwa ada tiga kondisi yang mengoptimalkan pilihan tersebut: (1) membuka akses pada sumberdayanya, (2) rasio penangkapan spesies langka lebih besar dari satu, dan (3) rendahnya kecepatan pertumbuhan dari sumberdaya terkait dengan perubahan harga yang terjadi dalam masyarakat. Apabila kondisi pertama atau dua kondisi terakhir bertemu, maka kepunahan sumberdaya akan terjadi.


(36)

Banyak perkembangan telah dilakukan terhadap model pertama yang dibuat Clark. Clark et al., (1979) mempelajari efek-efek dari investasi modal

tetap, mereka menyimpulkan bahwa situasi dimana harga tidak dapat berubah akan muncul pada saat nelayan menghadapi penangkapan sumber yang melebihi kapasitas, situasi tersebut terjadi sebelum menuju situasi keseimbangan harga yang masih dapat berubah dengan sumber yang terus tersedia secara optimal. Clark secara hati-hati menekankan perbedaan antara optimal secara sosial dan optimal dalam termin pembesaran nilai sekarang bagi para pemanen sumberdaya.

Umumnya model-model yang banyak digunakan sebelumnya adalah fokus mereka pada spesies tunggal. Meskipun banyak penulis yang menyadari kelemahan metode tersebut (Ragozin dan Brown, 1985; Bulte dan van Kooten, 1996), literatur-literatur bioekonomi tetap didominasi oleh model-model spesies tunggal.

2.1. Model Spesies Tunggal

Pendekatan model spesies tunggal adalah model yang dibentuk hanya berorientasi pada satu jenis spesies ikan saja misalnya ikan Lemuru. Sedangkan model multispesies adalah model yang dibentuk berorientasi pada banyak spesies karena pada kenyataannya pengelolaan perikanan khususnya di Indonesia bersifat gabungan atau multispesies.

Clark (1973) adalah orang pertama yang membuat model bioekonomi dan karyanya menjadi dasar dari literatur selanjutnya. Dalam sebuah situasi dimana pengusaha mencari cara untuk memaxsimumkan pendapatan tetap (pendapatan bersih) dari pemanfaatan sumberdaya, Clark memastikan bahwa dalam setiap


(37)

kasus, dengan mengabaikan harga relatif dari biaya penangkapan, menghasilkan sebuah level stok positif yang optimal. Karenanya, peningkatan pendapatan tetap tidak akan pernah mengacu pada kepunahan. Clark berpendapat bahwa apabila harga lebih besar dari biaya penangkapan untuk semua level stok, dan perubahan harga cukup besar, maka potensial untuk punah akan muncul. Clark (1973) menempatkan fungsi objektif masyarakat dalam memaximumkan nilai keuntungan bersih dari sumberdaya sebagaimana tercermin pada persamaan matematika berikut ini :

[

p ht ht c xt ht

]

dt e t

h ( ( ()) ( ) ( ()) ()

max 0

−δ ………..………..……..(2.1)

. .t

s ( ()) ( )

.

t h t x F

x= −

dimana :

x(t) : Stok atau biomass spesies dalam waktu t,

h(t) : Penangkapan spesies dalam waktu t,

p (h(t)) : Inversi fungsi permintaan yang didefinisikan sebagai fungsi dari

penangkapan,

c (x(t)) : Unit biaya dari penangkapan sebagai fungsi dari stok, dan

δ : Biaya oportunitas dari kapital.

Notasi waktu diletakkan diakhir, tapi akan dipahami sebagai hal yang mutlak dalam semua variabel kontrol dan variabel tetap.

Clark menempatkan masalah ini dalam kerangka kontrol yang optimal, kemudian mengarahkan fungsi dan memanipulasi kondisi-kondisi yang dianggap perlu untuk mendapatkan sebuah kondisi yang berasosiasi dengan stok level (x*)


(38)

) ( ) (

) ( )

(

' '

x c h p

h x c x F

− − =

δ ...………...……..………...(2.2)

Persamaan (2.2) mewakili versi modifikasi dari persamaan golden rule

yang biasa digunakan dalam aplikasi sumberdaya alam. Persamaan golden rule

yang belum dimodifikasi adalah :

δ = F’(x) ...(2.3) Persamaan (2.3) merupakan Golden Rule dari teori kapital yakni kapital

(stok) harus dimanfaatkan sampai manfaat marginalnya sama dengan biaya oportunitas (interest rate).

Persamaan (2.2) menjelaskan bahwa keuntungan bergantung pada dua faktor yaitu: kecepatan pertumbuhan sumberdaya dan biaya penangkapan (yang merupakan penurunan fungsi dari stok, c’(x) < 0). Modifikasi ini dibuat untuk meningkatkan marjinal produktivitas yang efektif pada relatif stok dari perubahan harga, menjadikan stok sebagai investasi yang lebih menarik.

Meskipun sebagian besar perikanan melibatkan banyak spesies, saran biologis yang tersedia seringkali dibuat berdasarkan basis spesies tunggal. Menurut Pope (1991) penelaahan-penelaahan spesies tunggal tidak bisa memberikan saran jangka panjang menengah yang ilmiah pada sumberdaya perikanan gabungan. Dalam sebagian besar penelaahan persedian The English

Channel (ICES divisions VIId dan VIIe) hanya meliputi stok yang diatur, yang

tidak sepenuhnya merupakan stok penting dalam sebuah wilayah dan khususnya di perikanan pesisir.

Menurut Rijnsdorp et al. (2000) interaksi-interaksi teknis utama yang

terdapat dalam satu unit perikanan bisa menggantikan atau mencampuri operasi unit perikanan lainnya atau interaksi sumberdaya tempat unit-unit perikanan yang


(39)

berbeda mengeksploitasi stok yang sama atau spesies tunggal. Pada kasus berikutnya, penerimaan-penerimaan individual kemudian dihubungkan. Namun, jika beberapa unit mentargetkan satu stok atau spesies tunggal yang diambil melalui penangkapan atau bahkan dimangsa oleh lainnya, maka perikanan itu bisa mengalami kerugian ekonomi (Pascoe, 1997). Mesnil dan Sherpherd (1990); Laurec et al. (1991) mengatakan bahwa akibat adanya kebutuhan operasional

manajemen perikanan, perhitungan interaksi-interaksi teknis menjadi kunci penting. Perhitungan ini memungkinkan perkiraan bagian perikanan pada spesies-spesies yang berhubungan, baik yang berhubungan dengan jangka waktu penangkapan maupun penerimaan. Menurut Tetard et al. (1995) bahwa

interaksi-interaksi tidak bisa dijumlahkan secara akurat tanpa adanya studi-studi yang besar-besaran mengenai semua spesies dan aktivitas perikanan yang dilibatkan dalam seluruh perikanan.

2.2. Model Multi Spesies

Banyak studi-studi sebelumnya hanya melibatkan sebuah spesies tunggal. Sebuah pendekatan global seringkali tidak ada karena pendekatan itu memperlihatkan masalah-masalah praktis yang signifikan akibat adanya pengumpulan, penggabungan dan penyimpangan umum sejumlah data, dengan kolaborasi para ahli biologi dan ekonomi.

Fauzi (1998) menggunakan pendekatan multispesies untuk pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis yang ditangkap dengan alat tangkap purse seine

(skala besar atau komersil) dan gill net (skala kecil/artisanal) di Pantai Utara Jawa.


(40)

pelagis kecil tidak optimal secara sosial karena terjadi kelebihan upaya tangkap (effort) purse seine sehingga disarankan untuk mengurangi jumlahnya. Kelebihan

upaya tangkap jika dibiarkan terus menerus terjadi maka dapat mengakibat tangkap lebih (overfishing). Terjadinya overfishing pada sumberdaya perikanan

dapat mengakibatkan penurunan stok sumberdaya perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa kurang baiknya pengelolaan terhadap sumberdaya dan telah terjadi kegagalan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tersebut.

Penelitian multispesies perlu dilakukan untuk memperkirakan dan membandingkan konsekwensi jangka panjang dari sejumlah perhitungan usaha manajemen perikanan. Menurut Hollowed et al. (2000) keuntungan dari model

multi spesies adalah :

1. Dapat meningkatkan estimasi dari mortalitas dan pengerahan alam;

2. Dapat memberikan pemahaman bersama yang lebih baik antara hubungan

pengembang biak dengan rata-rata pertumbuhan yang bervariasi; 3. Merupakan alternatif pandangan terhadap poin referensi biologis;

4. Dapat digunakan sebagai kerangka untuk mengevaluasi properti-properti

ekosistem;

Menurut Clark (1990), memodelkan kedinamisan sebuah populasi dengan menggunakan sebuah persamaan turunan atau selisih secara tidak langsung menunjukkan sebuah pengabaian dari hubungan-hubungan interelasi-interelasi ekologis. Pengabaian ini dapat dibenarkan dalam beberapa kasus, khususnya apabila hanya ada satu spesies dalam sebuah ekosistem yang akan menjadi subjek pengeksploitasian. Dengan selalu meningkatnya permintaan atas sumber-sumber


(41)

daya yang dapat diperbaharui, bagaimana pun, model-model spesies tunggal menjadi semakin tidak memenuhi permintaan.

Interaksi antara populasi-populasi yang dieksploitasi dapat dibagi ke dalam dua kelas yaitu interaksi secara biologis dan interaksi secara ekonomis. Jadi, jika sebuah industri perikanan yang mengeksploitasi beberapa spesies bisa berdampak terhadap kerusakan kedinamisan dan ketidakstabilan dari ekosistem. Di pihak lain, pengeksploitasian komponen-kompenen berbeda yang terdapat pada ekosistem yang serupa secara bebas, menyebabkan adanya saling memberi faktor-faktor eksternal diantara para pelaku eksploitasi. Kerusakan akibat eksploitasi berlebihan dari beberapa spesies tampak hampir tidak terhindarkan dalam banyak kasus serupa.

Jika pemanenan dikombinasi dari dua populasi ekologi yang berdiri sendiri, dimana lebih memfokuskan perhatian pada model industri perikanannya dan diasumsikan bahwa setiap populasi merupakan subjek dari pertumbuhan logistik serta E mendenotasikan usaha yang dicurahkan untuk mengkombinasikan

pemanenan, maka secara matematis dapat kita tuliskan :

Ey q L y sy dt dy Ex q K x rx dt dx 2 1 1 1 −       − = −       − = ...(2.4) dimana :

x dan y : Biomass spesies ke-1 dan ke-2

r dan s : Intrinsic growth rate spesies ke-1 dan ke-2

K dan L : Carrying capacity spesies ke-1 dan ke-2

q1 dan q2 : Catchability coefficient/koefisien kemampuan tangkap


(42)

E : Usaha Perikanan (effort)

Persamaan (2.4) dikembangkan dari model Schaefer untuk kasus dua populasi independen yang ditangkap dengan menggunakan alat yang sama.

Jika kita juga berasumsi bahwa harga yang mewakili masing-masing spesies p1 dan p2 adalah konstan dan bahwa biaya penangkapan ikan seimbang

dengan usaha, maka secara matematis pendapatan bersih (economic rent) dapat

ditulis :

(

x,y,E

)

= p1q1xE+ p2q2yEcE

π ...(2.5)

Keseimbangan bioekonomi persamaan (2.4) tercapai pada saat 0

. .

= = y

x

hanya dapat muncul pada koordinat sumbu-sumbu (x = 0, atau y = 0) atau pada

titik (x, y) pada segmen garis :

L y K x L y q s K x q

r

      − =     

 −1 1 ,0 ,0 2

1

...(2.6)

Jika kita asumsikan :

2 1 q s q r < ...(2.7) Kemudian garis keseimbangan pada persamaan (2.6) memotong sumbu y pada :

      = 1 2 1 ~ sq rq L y ...(2.8)

Keseimbangan bioekonomi dari industri perikanan dengan akses terbuka dikarakteristikkan oleh persamaan (2.6), sehingga secara matematis economic rent

dapat ditulis :

(

1 1 + 2 2

)

=0

= pqx p q y c E


(43)

Jika p1q1x+ p2q2yc adalah negatif untuk semua titik (x, y) pada segmen garis equilibrium persamaan (2.6), industri perikanan tersebut tidak mampu mendapatkan keuntungan dan oleh karena itu menjadi tetap tidak tereksploitasi (E

= 0). Agar diperoleh hasil yang positif maka kondisi necessary dan sufficient dari

persamaan (2.8) dan (2.9) yang harus dipenuhi adalah :

y q p c ~ 2 2 > ...(2.10) Jika persamaan (2.7) dan pembalikan ketidaksamaan pada persamaan (2.10) keduanya dipertahankan, maka industri perikanan akses terbuka akan mengarah pada kepunahan populasi x yang nyata. Dalam model spesies tunggal

Gordon-Schaefer, kepunahan tidak dapat muncul karena biaya unit pemanenan pada akhirnya melebihi harga. Ketika terdapat dua populasi yang dieksploitasi secara bersamaan atau gabungan maka satu populasi dapat diantarkan kearah kepunahan atau kelangkaan, sedangkan populasi yang lainnya terus mendukung industri perikanan dalam keseimbangan bioekonomi. Beberapa populasi dapat dieliminasi, sementara yang lainnya terus bertahan.

Dengan menggunakan diagram yield-effort dapat diperoleh kebijakan

penangkapan optimal yang tetap mengacu pada keuntungan ekonomi total.

Memecahkan persamaan keseimbangan bioekonomi 0

. .

= = y

x x = y = 0 untuk x

dan y dalam termin E, secara matematis keuntungan ekonomi total dapat ditulis :

      − +       − = + = s E q LE q p r E q KE q p TRy TRx TR 2 2 2 1 1

1 1 1 ...(2.11)

Dengan demikian, kurva total pendapatan (Total Revenue/TR) hampir sama


(44)

Jika populasi x memiliki kemampuan produksi keuntungan ekonomi yang

lebih besar dibandingkan dengan populasi y, dan penentu utama maksimal rente

pada industri perikanan gabungan adalah kontribusi yang dilakukan oleh populasi

x. Populasi y adalah hanya keberuntungan insidental dalam industri perikanan.

Dalam keadaan seperti ini eksploitasi dengan akses terbuka sudah jelas tidak berhasil karena hal tersebut mengarah pada kehancuran sumberdaya perikanan yang sangat berharga dan mencapai sebuah equilibrium dimana hanya populasi-populasi yang kurang berharga yang dapat bertahan.

Untuk meraih keuntungan ekonomi maksimum dari sebuah industri perikanan, perlu dilakukan pemilahan salah satu dari kedua populasi. Tentu saja dalam praktik sebenarnya, yang mungkin untuk dipisahkan adalah cara penangkapannya, walaupun hal ini dapat menyebabkan kenaikan biaya secara besar-besaran. Dengan demikian, semua populasi penangkaran yang dimiliki oleh sebuah ekosistem yang dieksploitasi menjadi terus menerus diinginkan secara ekonomis.

Ada banyak tangkapan yang ‘tidak disengaja’ yang dapat terambil sehingga tentu saja juga dapat berpengaruh terhadap sumberdaya perikanan yang ada. Dalam beberapa kasus spesies berharga seperti salmon pasifik, halibut, dan haddock Atlantik ditangkap dengan menggunakan jaring yang sebenarnya diperuntukkan untuk menangkap spesies lain. Lebih kompleks lagi adalah kasus-kasus dimana penangkapan satu spesies yang boleh ditangkap mempengaruhi sebuah sumber makanan bagi spesies lain. Untuk memecahkan masalah pengoptimalan aturan yang berasosiasi dengan model yang diberikan oleh


(45)

persamaan (2.4), secara matematis Present Value (PV) dari kegiatan perikanan

dapat ditulis sebagai :

[

]

∞ − + −

=

0 e p1q1x p2q2y cE(t)dt,

PV δt ...(2.12)

Dengan kendala :

max

) (

0≤EtE ...(2.13) Dengan menggunakan metode Hamiltonian, pemecahan di atas dapat ditulis sebagai :

[

]

[

]

[

]

) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 1 2 2 1 1 2 2 1 1 y G x F E t Ey q y G t Ex q x F t E c y q p x q p e t λ λ σ λ λ δ + + = − + − + − + = Η − ..(2.14)

dimana λ1(t)dan λ2(t)merupakan variabel-variabel terikat. Dengan persamaan-persamaan terikatnya adalah :

[

F x qE

]

E q p e x dt d t 1 1 1 1

1 =− − '( )

∂ Η ∂ −

= − λ

λ δ

...(2.15)

[

G y q E

]

E q p e y dt d t 2 2 2 2

2 =− − '( )

∂ Η ∂ −

= − λ

λ δ ...(2.16)

Pertama-tama kita mempertimbangkan sebuah solusi keseimbangan optimal, sebagai berikut :

y q y G x q x F E 2 1 ) ( ) ( = = ...(2.17) Oleh karena itu persamaan (2.15) dan (2.16) menjadi :

t Ee q p dt d δ λ γ

λ =

1 1 1 1 1 t Ee q p dt

dλ γ λ = −δ

2 2 2 2 2 dimana :


(46)

K rx x x F x

F − =

=

−γ1 '( ) ( ) dan

L sy

= −γ2

Persamaan-persamaan ini dengan mudah dapat dipecahkan dengan :

t cons E q p t e t cons E q p t e t t tan ) ( tan ) ( 2 2 2 2 1 1 1 1 = + = = + = δ γ λ δ γ λ δ δ ...(2.18)

Dengan demikian harga bayangan e 1(t)

tλ

δ

dari kedua populasi tetap konstan didalam keseimbangan.

Dengan metode Hamiltonian yang diberikan pada persamaan (2.14) harus maksimal untuk E

[

0,Emax

]

. Jika diasumsikan bahwa keseimbangan optimal tersebut tidak muncul baik dalam E = 0 atau E=Emax, untuk itu kita harus memiliki kontrol tunggal, yaitu :

(

1 1 + 2 2 −

)

− 1 1 − 2 2 =0

= ∂ Η ∂ − y q x q c y q p x q p e E

t λ λ

δ

Dari persamaan (2.18) kemudian menggunakan persamaan (2.17) kembali untuk mendapatkan : c y G y q p x F x q

p =

     + − +       + − δ γ δ

γ 2 2 2

1 1 1 ) ( ) ( ...(2.19)

Diambil bersamaan dengan persamaan (2.17), hal ini menentukan equilibrium populasi optimal x=xδ,y=yδ , berdasarkan kondisi-kondisi yang diperlukan di atas. Sebagaimana diharapkan, pembatasan masalah δ =+∞ berpengaruh pada pengurangan economic rent :

c y q p x q


(47)

Dapat juga dibuktikan bahwa kasus δ =0 sesuai dengan maksimum rente yang keberlanjutan (sustainable).

Populasi-populasi yang berkompetisi dalam penangkapan dapat dilihat dari model Gause (1935) dalam Clark (1990) untuk interspesifik kompetisi, bedasarkan persamaan :

xy L y sy y x G dt dy xy K x rx y x F dt dx β α −       − = = −       − = = 1 ) , ( 1 ) , ( ...(2.20)

Perlu diperhatikan untuk tidak menginterpretasikan model Gause sebagai deskripsi definitif dari sebuah sistem alami pada populasi yang berkompetisi. Dalam kasus-kasus tertentu, model-model tersebut memprediksikan bagian luar yang komplit baik pada populasi x atau pada populasi y. Dalam lingkungan alami,

bagaimanapun juga, populasi-populasi didistribusikan diseluruh ruang, dan ruang sangat tidak bersifat homogen.

Sebuah populasi yang secara total berada di luar persaingan dengan populasi lain mungkin menemukan beberapa pelarian sebagai tempat untuk bertahan hidup, paling tidak dalam jumlah kecil. Walaupun model kompetisi antar spesies diberikan oleh persamaan (2.20) memprediksikan equilibrium dari bentuk x=x0 >0,y=0, akan tetapi keberadaan dari suatu populasi ”pengungsi” y yang akan berada diposisi berkembang berdasarkan pada ekspresi kedua dari

persamaan (2.20), namun hal ini terjadi bila x tiba-tiba dihilangkan karena

penangkapan. Jika populasi x menjadi subjek penangkapan maka persamaan


(48)

) , ( ) , ( y x G dt dy qEx y x F dt dx = − = ...(2.21)

Nilai usaha E ditetapkan menjadi sebuah parameter.

Model berikut adalah kedua populasi dari sistem dua variabelnya dapat dipanen secara bebas, secara matematis dapat ditulis :

) ( ) , ( ) ( ) , ( 2 1 t h y x G dt dy t h y x F dt dx − = − = ...(2.22)

Untuk penyederhanaan perhitungan dengan mengadaptasi bentuk-bentuk fungsional yang lebih spesifik maka persamaan (2.22) dapat ditulis menjadi :

, 1 ) , ( , 1 ) , ( xy L y sy y x G xy K x rx y x F β α +       − = +       − = ...(2.23)

Untuk kasus α <0,β <0 merupakan model Gause yang digunakan persamaan (2.20). Jika kasus alternatif α <0,β >0 memberikan kenaikan pada sebuah model mangsa-predator dimana predator y diumpankan pada mangsa x. Model

mangsa- predator yang dihasilkan oleh persamaan (2.23) adalah stabil secara struktural.

2.3. Model Spesies Tunggal Versus Model Mulispesies

Usaha-usaha pelestarian sumberdaya perikanan biasanya hanya fokus kepada identifikasi sejumlah spesies yang dominan ditangkap. Pendekatan ini terus menantang perkembangan pengetahuan kita terhadap banyaknya dan


(1)

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Analisis Bioekonomi Menggunakan Model

Surplus Produksi Walters dan Hilborn di Perairan Selat Bali

Contoh : Perhitungan untuk Spesies Lemuru

r =

1.807161194

q =

2.18074E-05

K =

164 732,47

Harga (p) =

3.6251

cost (c)=

0.5409

H

MSY

=

74 424.53

X

MSY

=

82 366.23

E

MSY

=

41 434.56

π MSY

=

247 382.05

2q =

0.00004361

Kpq =

13.02272091

E

MEY

=

39 713.47

X

MEY

=

85 787.53

H

MEY

=

74 296.12

π MEY

=

247 847.54

pq=

0.00007905

rc =

0.98

X

OA

=

6 842.59

H

OA

=

11 852.02

E

OA

=

79 426.93


(2)

Lampiran 9. Perhitungan Rente Ekonomi dan

Present Value

Rente Ekonomi Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di

Perairan Selat Bali

Contoh : Perhitungan untuk Spesies Lemuru

Tahun Effort (trip)

Prod Aktual

(Ton)

Prod Lestari (Ton)

Harga Riil (Juta Rp/Ton)

Total Sust Revenue (Juta Rp)

Cost/effort/tahun (Juta Rp/Trip)

Total Cost (Juta Rp)

Rente Ekonomi (Juta Rp)

PV Rente (12%) 1990 15 911 43 227.00 68 133.70 0.109759 7 478.31 0.165841 2 638.71 4 839.59 40 329.92 1991 17 210 52 871.20 74 664.27 0.081453 6 081.62 0.186231 3 205.02 2 876.60 23 971.70 1992 20 941 48 611.19 94 239.79 0.118357 11 153.98 0.181835 3 807.86 7 346.12 61 217.67 1993 14 222 39 042.00 59 857.44 0.136851 8 191.57 0.212219 3 018.10 5 173.48 43 112.30 1994 4 523 15 969.60 17 136.04 0.215972 3 700.90 0.096820 437.94 3 262.97 27 191.38 1995 6 245 16 675.00 24 126.55 0.469530 11 328.14 0.197183 1 231.47 10 096.67 84 138.89 1996 5 262 8 671.00 20 101.80 0.405670 8 154.70 0.158307 832.95 7 321.75 61 014.60 1997 12 647 44 009.00 52 366.56 0.207605 10 871.55 0.309364 3 912.52 6 959.04 57 991.97 1998 21 893 72 970.00 99 426.69 1.011813 100 601.22 0.556715 12 188.23 88 412.99 736 774.95 1999 2 942 7 484.00 10 942.42 3.164964 34 632.38 0.180949 532.28 34 100.10 284 167.51 2000 5 350 12 664.90 20 461.16 6.407384 131 102.52 0.396219 2 119.88 128 982.65 1 074 855.38 2001 5 230 10 089.00 19 975.54 4.381747 87 527.75 0.390713 2 043.58 85 484.17 712 368.07 2002 9 475 43 299.00 37 931.45 2.935063 111 331.19 0.745005 7 059.22 104 271.97 868 933.12 2003 9 037 43 951.00 36 002.72 2.207573 79 478.64 0.658618 5 951.63 73 527.01 612 725.10 2004 33 453 21 107.00 168 688.65 9.176688 1 548 003.14 0.780690 26 116.31 1 521 886.83 12 682 390.24 2005 17 627 20 020.00 76 790.84 6.168132 473 656.04 0.969121 17 082.39 456 573.65 3 804 780.41 2006 21 917 62 620.00 99 556.32 5.256908 523 358.40 1.053174 23 082.12 500 276.28 4 168 968.98 2007 55 091 79 828.00 329 475.63 6.854385 2 258 352.73 1.141209 62 870.20 2 195 482.53 18 295 687.78 2008 54 107 50 246.00 321 284.77 8.775523 2 819 441.99 1.180967 63 898.70 2 755 543.29 22 962 860.75 2009 53 329 59 133.00 314 867.39 14.416345 4 539 236.77 1.257467 67 059.75 4 472 177.02 37 268 141.86


(3)

Lampiran 9. Lanjutan

Tahun Effort (trip)

Prod Aktual (Ton)

PL Lemuru Jatim (Ton)

Harga Riil (Juta Rp/Ton)

Total Sust Revenue (Juta Rp)

Cost/effort/tahun (Juta Rp/Trip)

Total Cost (Juta Rp)

Rente Ekonomi (Juta Rp)

PV Rente (12%) 1990 10 512 20 670.00 32 579.72 0.1138215 3 708.27 0.1823355 1 916.65 1 791.63 14 930.23 1991 10 692 27 837.20 39 311.46 0.0625476 2 458.84 0.1766036 1 888.27 570.57 4 754.73 1992 17 182 25 416.19 49 272.94 0.1010976 4 981.38 0.1849387 3 177.69 1 803.68 15 030.67 1993 10 048 25 777.00 39 520.14 0.1113588 4 400.92 0.2314455 2 325.58 2 075.34 17 294.50

1994 178 1 015.60 1 089.78 0.1593641 173.67 0.0098487 1.75 171.92 1 432.66

1995 2 913 5 631.00 8 147.32 0.1762000 1 435.56 0.2384672 694.58 740.98 6 174.85

1996 470 1 438.00 3 333.69 0.4235850 1 412.10 0.1254375 59.00 1 353.10 11 275.87

1997 6 759 16 171.00 19 241.96 0.1545869 2 974.55 0.3245508 2 193.76 780.79 6 506.60 1998 15 033 41 415.00 56 430.81 1.1907600 67 195.55 0.6140306 9 231.03 57 964.53 483 037.71

1999 750 1 571.00 2 296.97 3.3819800 7 768.32 0.1564529 117.34 7 650.98 63 758.14

2000 1 574 5 019.90 8 110.05 6.5922000 53 463.08 0.3626714 570.84 52 892.24 440 768.64 2001 2 833 3 622.00 7 171.32 5.0158000 35 969.88 0.4016104 1 137.83 34 832.05 290 267.09 2002 3 441 9 362.00 8 201.44 2.1899200 17 960.50 0.7186671 2 473.26 15 487.24 129 060.35 2003 2 755 15 120.00 12 385.64 2.2947200 28 421.57 0.7787702 2 145.80 26 275.77 218 964.72 2004 14 437 8 687.00 69 427.12 3.0429629 211 264.17 0.7462974 10 774.28 200 489.89 1 670 749.08 2005 5 570 7 195.00 27 597.91 5.2090847 143 759.83 1.0514717 5 856.29 137 903.54 1 149 196.13 2006 9 465 46 196.00 73 444.64 5.5583626 408 231.96 1.1453755 10 841.05 397 390.92 3 311 590.98 2007 46 682 53 143.00 219 338.12 7.8758121 1 727 465.82 1.2377520 57 781.03 1 669 684.79 13 914 039.93 2008 37 160 25 061.00 160 245.94 8.7339838 1 399 585.46 1.2064385 44 830.83 1 354 754.63 11 289 621.93 2009 36 600 28 446.00 151 467.33 20.2110678 3 061 316.53 1.2864221 47 082.83 3 014 233.70 25 118 614.17 Keterangan :


(4)

Lampiran 9. Lanjutan

Tahun Effort (trip)

Prod Aktual

(Ton)

PL Lemuru Bali (Ton)

Harga Riil (Juta Rp/Ton)

Total Sust Revenue (Juta Rp)

Cost/effort/tahun (Juta Rp/Trip)

Total Cost (Juta Rupiah)

Rente Ekonomi (Juta Rp)

PV Rente (12%) 1990 5 850 22 557 35 553.98 0.1050214 3 733,93 0.153029 895.21 2 838.72 23 656 1991 6 308 25 034 35 352.81 0.1040698 3 679,16 0.198366 1 251.29 2 427.87 20 232 1992 3 973 23 195 44 966.85 0.1379157 6 201,63 0.178553 709.44 5 492.20 45 768 1993 4 309 13 265 20 337.30 0.1818108 3 697,54 0.182969 788.39 2 909.15 24 243 1994 6 947 14 954 16 046.26 0.2347620 3 767,05 0.242289 1 683.19 2 083.86 17 365 1995 3 509 11 044 15 979.23 0.6474048 10 345,03 0.178949 627.86 9 717.17 80 976 1996 4 950 7 233 16 768.12 0.4136712 6 936,49 0.162359 803.71 6 132.77 51 106 1997 5 934 27 838 33 124.59 0.2440609 8 084,42 0.296295 1 758.10 6 326.32 52 719 1998 6 972 31 555 42 995.88 0.7825855 33 647,95 0.498627 3 476.51 30 171.44 251 429 1999 2 151 5 913 8 645.45 3.1354449 27 107,33 0.180730 388.73 26 718.60 222 655 2000 3 942 7 645 12 351.11 6.3046125 77 868,97 0.415066 1 636.06 76 232.91 635 274 2001 2 325 6 467 12 804.22 4.0246214 51 532,15 0.370710 862.04 50 670.11 422 251 2002 5 851 33 937 29 730.01 3.1744086 94 375,20 0.719290 4 208.65 90 166.55 751 388 2003 6 229 28 831 23 617.08 2.1733302 51 327,72 0.586374 3 652.63 47 675.09 397 292 2004 18 878 12 420 99 261.53 13.6005170 1 350 008,10 0.793733 14 984.24 1 335 023.85 11 125 199 2005 12 046 12 825 49 192.93 6.7036827 329 773,80 0.891754 10 742.36 319 031.44 2 658 595 2006 12 427 16 424 26 111.67 4.5399639 118 546,05 0.959480 11 923.60 106 622.45 888 520 2007 8 309 26 685 110 137.51 4.9638705 546 708,34 1.047471 8 703.44 538 004.90 4 483 374 2008 15 544 25 185 161 038.83 8.8121751 1 419 102,33 1.151578 17 899.66 1 401 202.67 11 676 689 2009 15 417 30 687 163 400.06 9.1268200 1 491 322,92 1.219326 18 798.19 1 472 524.73 12 271 039


(5)

Lampiran 10. Perhitungan Nilai Optimal Multispesies Sumberdaya Perikanan Pelagis di Perairan Selat Bali

Contoh : Perhitungan untuk Spesies Lemuru

Tahun

Eff. Aktual

(Trip)

Prod. Aktual

(Ton)

Prod Lestari LEMURU (Ton)

Harga (p) (Juta Rp/Ton)

Cost (c) (Juta Rupiah/Trip)

K q i r c/pqK 1-i/r

1990 15 911 43 227.00 68 133.70 0.1097593 0.1658407 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.4205974 0.93 1991 17 210 52 871.20 74 664.27 0.0814529 0.1862307 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.6364457 0.93 1992 20 941 48 611.19 94 239.79 0.1183575 0.1818353 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.4276606 0.93 1993 14 222 39 042.00 59 857.44 0.1368514 0.2122188 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.4316693 0.93 1994 4 523 15 969.60 17 136.04 0.2159720 0.0968204 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.1247918 0.93 1995 6 245 16 675.00 24 126.55 0.4695300 0.1971827 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.1169020 0.93 1996 5 262 8 671.00 20 101.80 0.4056701 0.1583073 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.1086287 0.93 1997 12 647 44 009.00 52 366.56 0.2076049 0.3093638 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.4148093 0.93 1998 21 893 72 970.00 99 426.69 1.0118131 0.5567152 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.1531614 0.93 1999 2 942 7 484.00 10 942.42 3.1649643 0.1809491 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.0159149 0.93 2000 5 350 12 664.90 20 461.16 6.4073838 0.3962187 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.0172136 0.93 2001 5 230 10 089.00 19 975.54 4.3817468 0.3907127 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.0248214 0.93 2002 9 475 43 299.00 37 931.45 2.9350628 0.7450047 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.0706575 0.93 2003 9 037 43 951.00 36 002.72 2.2075734 0.6586182 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.0830492 0.93 2004 33 453 21 107.00 168 688.65 9.1766881 0.7806897 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.0236815 0.93 2005 17 627 20 020.00 76 790.84 6.1681324 0.9691206 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.0437362 0.93 2006 21 917 62 620.00 99 556.32 5.2569080 1.0531742 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.0557682 0.93 2007 55 091 79 828.00 329 475.63 6.8543847 1.1412093 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.0463461 0.93 2008 54 107 50 246.00 321 284.77 8.7755234 1.1809670 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.0374612 0.93 2009 53 329 59 133.00 314 867.39 14.4163445 1.2574673 164 732.47 0.0000218 0.12 1.807161 0.0242805 0.93


(6)

Lampiran 10. Lanjutan

8ci pqKr c/pqK+1-i/r 8ci/pqKr Biomass opt pqx* (1-2x*/K) x*(pqx*-c) Prod optimal Effort optimal 0.16 0.71 1.35 0.22 114 839.74 0.27 (0.39) 12 521.64 62 856.06 25 098.67 0.18 0.53 1.57 0.34 133 610.30 0.24 (0.62) 6 827.25 45 617.09 15 656.09 0.17 0.77 1.36 0.23 115 458.92 0.30 (0.40) 13 413.12 62 410.69 24 787.19 0.20 0.89 1.37 0.23 115 810.17 0.35 (0.41) 15 449.33 62 154.31 24 610.50 0.09 1.40 1.06 0.07 88 446.75 0.42 (0.07) 28 280.43 74 018.93 38 375.74 0.19 3.05 1.05 0.06 87 726.31 0.90 (0.07) 61 502.08 74 109.35 38 738.16 0.15 2.63 1.04 0.06 86 969.60 0.77 (0.06) 53 145.33 74 192.06 39 118.82 0.30 1.35 1.35 0.22 114 332.03 0.52 (0.39) 23 810.17 63 214.97 25 354.08 0.53 6.57 1.09 0.08 91 028.20 2.01 (0.11) 132 156.96 73 601.44 37 077.13 0.17 20.55 0.95 0.01 78 390.68 5.41 0.05 409 948.08 74 251.15 43 434.47 0.38 41.60 0.95 0.01 78 512.26 10.97 0.05 830 202.86 74 261.59 43 373.31 0.38 28.45 0.96 0.01 79 223.64 7.57 0.04 568 783.65 74 316.19 43 015.45 0.72 19.05 1.00 0.04 83 479.29 5.34 (0.01) 383 853.01 74 410.94 40 874.63 0.63 14.33 1.02 0.04 84 621.59 4.07 (0.03) 288 998.76 74 368.73 40 299.99 0.75 59.58 0.96 0.01 79 117.15 15.83 0.04 1 190 888.88 74 308.72 43 069.02 0.93 40.04 0.98 0.02 80 985.86 10.89 0.02 803 733.75 74 403.63 42 128.96 1.01 34.13 0.99 0.03 82 102.32 9.41 0.00 686 293.29 74 423.77 41 567.32 1.10 44.50 0.98 0.02 81 228.33 12.14 0.01 893 553.14 74 410.33 42 006.98 1.13 56.97 0.97 0.02 80 402.23 15.39 0.02 1 142 172.16 74 382.22 42 422.55 1.21 93.59 0.96 0.01 79 173.12 24.89 0.04 1 871 116.51 74 312.68 43 040.86