Production of HBsAg100-GST recombinant protein as an immunogen model for generating antibody in mice

PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST
SEBAGAI MODEL IMUNOGEN UNTUK
MENGHASILKAN ANTIBODI
PADA MENCIT

SLAMET RIYADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Produksi
Protein HBsAg Rekombinan sebagai Model Imunogen untuk Menghasilkan
Antibodi pada Mencit” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Pebruari 2012

Slamet Riyadi
NIM D061030061

ABSTRACT
SLAMET RIYADI. Production of HBsAg100-GST Recombinant Protein as an
Immunogen Model for Generating Antibody in Mice. Under direction of RARAH
R.A. MAHESWARI, MIRNAWATI SUDARWANTO, FRANSISKA R.
ZAKARIA, and MUHAMAD ALI.
Since years ago, a new paradigm of vaccine design is emerging. Instead of
attenuated virulent microorganisms or killed virulent microorganisms, effective
subunit vaccines were developed using recombinant DNA technology.
Biosynthesis of recombinant protein in Escherichia coli may offer an alternative
procedure to generate therapeutic protein free from human protein. In this
research, hydrophilic domain of S protein (aa 100-164)-encoding gene of hepatitis
B surface antigen was cloned for vaccine candidate production. The gene was
ligated with pGEX-4T-2 vector and sequenced. Sequences alignment of the

amplified fragment with genome of hepatitis B virus indicated that the sequences
were identical. In this research, cloned DNA fragment of Hepatitis B surface
antigen was placed downstream from the gluthatione S-transferase (GST) proteinencoding gene in expression plasmid pGEX-4T-2 and expressed in Escherichia
coli cells. A polypeptide of 34.8 kDa molecular weight was synthesized and
identified as HBsAg100-GST fusion proteins. The recombinant proteins were then
purified using GSTrap and HiTrap column and could be used for vaccine
candidate or for antibody generation. The purified protein was tried to trigger cell
immune to produce antibody in mice. Results indicated that the immunogenicity
of HBsAg100-GST was higher than GST protein in elicit the levels of HBsAg100specific IgG antibody in mice. These results suggest that the HBsAg100 produced
in E. coli has immunogenicity. A major result achieved from this research was
clones carrying S antigens-encoding gene that could be used further for
production of recombinant hepatitis B vaccine candidates.
Keywords: pGEX-4T-2, recombinant, antigen, vaccine, antibodi, HBsAg100-GST.

RINGKASAN
SLAMET RIYADI. Produksi Protein Rekombinan HBsAg100-GST sebagai Model
Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi pada Mencit. Dibimbing oleh RARAH
R.A. MAHESWARI, MIRNAWATI SUDARWANTO, FRANSISKA R.
ZAKARIA, dan MUHAMAD ALI.


Kemajuan teknologi molekuler dalam beberapa dekade terakhir, terutama
sejak ditemukannya sekuen genom lengkap dari mikroba-mikroba patogen, telah
menemukan jalan baru bagi dihasilkannya berbagai jenis protein rekombinan, baik
vaksin, antibodi, maupun peptide sintetik yang memiliki manfaat tertentu. Pada
saat ini, vaksin telah dihasilkan dengan teknologi DNA rekombinan, yaitu melalui
kloning gen penyandi protein tertentu pada mikroorganisme patogen yang
dilanjutkan dengan ekspresi gen tersebut pada sel hewan, sel tanaman, ataupun
pada bakteri.
Penggunaan mikroorganisme virulen yang dilemahkan ataupun yang
dimatikan telah diganti dengan penggunaan vaksin sub unit yang lebih efektif
dengan teknologi DNA rekombinan. Melalui penggunaan teknologi tersebut, gen
tertentu dari mikroorganisme virulen dapat dikloning, diekspresi dan dievaluasi
penggunaannya sebagai vaksin. Tersedianya bioteknologi rekayasa genetika yang
dilahirkan pada tahun 1973, telah memungkinkan manusia untuk mengisolasi gen
(serangkaian molekul DNA) serta memanipulasinya, kemudian memindahkan gen
tersebut dari satu organisme ke organisme lain. Peranan bioteknologi dirasakan
semakin bertambah besar dalam menunjang kegiatan pembangunan industri di
berbagai sektor, terutama sektor kesehatan dan pertanian termasuk sub sektor
peternakan.
Introduksi plasmid pGEX-SR100 ke dalam bakteri inang E. coli DH5α

(transformasi) berhasil dilakukan dengan teknik heat shock. Koloni bakteri E. coli
DH5α

pembawa

plasmid

rekombinan

pGEXSR100

hasil

transformasi

ditumbuhkan pada media seleksi (ampisilin 50 µl/ml) yang mengandung Xgal dan IPTG. Penentuan bahwa bakteri-bakteri berwarna putih adalah pembawa
gen SR100, dilakukan melalui skrining dengan PCR menggunakan koloni bakteri
tersebut sebagai cetakan (PCR Koloni). Primer yang digunakan untuk PCR koloni

tersebut harus dapat mengamplifikasi bagian 5’-insert dan bagian 3’-insert dari

plasmid, sehingga dipastikan tidak terjadi kesalahan arah insert. Amplifikasi
hanya akan terjadi pada DNA rekombinan yang tidak tersambung secara terbalik.
Adanya pita tunggal DNA dari gambar hasil elektroforesis merupakan indikasi
bahwa klon yang diamplifikasi mengandung plasmid rekombinan.
Koloni yang mengandung plasmid rekombinan dengan hasil PCR koloni
pita tunggal kemudian dikultur dari replika pada media LB pada suhu 37 oC
selama 12 jam dengan shaker untuk isolasi plasmid rekombinan. Plasmid hasil
isolasi

tersebut

kemudian

disekuensing.

Hasil

pensejajaran

(alignment)


sekuensing plasmid rekombinan yang diisolasi dari koloni bakteri rekombinan
menunjukkan kesamaan dengan sekuen dari bagian genom virus hepatitis B. Hal
ini menunjukkan bahwa gen hasil amplifikasi tersebut tidak mengalami mutasi
dan dapat digunakan untuk produksi antigen hepatitis B bagian S pada bakteri.
Plasmid rekombinan yang tidak memiliki mutasi pada sekuen insert selanjutnya
disimpan untuk ditransformasikan pada E. coli BL21 dan produksi protein
HBsAg100-GST.
Pemisahan terhadap hasil sonikasi untuk mengetahui bahwa protein
rekombinan dalam bentuk terlarut (soluble) menggunakan sentrifugasi dan
filterisasi (filter ukuran 0.22 µm). Kelarutan protein rekombinan sangat penting
untuk mempermudah proses pemurnian. Hasil yang diperoleh baik larutan
maupun pelet dimasukkan ke dalam gel akrilamid. Kelarutan dari protein
rekombinan diperlihatkan oleh adanya pita-pita protein target pada bagian
supernatan. Sebaliknya hasil SDS-PAGE dari pelet bakteri yang tidak
memperlihatkan adanya pita-pita dari protein target menjadi indikator bahwa
protein rekombinan tersebut berada dalam bentuk tak larut (insoluble). E. coli
BL21 yang membawa plasmid rekombinan pGEX-SR100 memiliki protein dengan
ukuran sekitar 34.8 kDa karena merupakan gabungan antara GST yang memiliki
berat 28 kDa dengan antigen S dengan ukuran 6.8 kDa.

Penelitian ini menggabungkan fragmen DNA dari antigen permukaan virus
Hepatitis B dengan gen penyandi enzim gluthation-S-transferase (GST) di dalam
plasmid pGEX-4T-2 yang diekspresikan di dalam sel-sel E.coli. Polipeptida
dengan berat molekul sekitar 34.8 kDa telah diproduksi dan diidentifikasi sebagai

protein gabungan HBsAg100-GST. Protein gabungan tersebut

kemudian

dimurnikan menggunakan kolum GSTrap yang disambung dengan kolum HiTrap.
Hasil pemurnian fusi HBsAg100 dan GST dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa antigen rekombinan yang diperoleh setelah pemurnian relatif murni dan
dalam jumlah yang cukup untuk digunakan dalam aplikasi (assay) selanjutnya.
Keberhasilan isolasi ini tidak terlepas dari sifat meningkatnya kelarutan protein
rekombinan karena fusi dengan GST. Berdasarkan uji antigenisitas pada mencit
BALB/c, protein HBsAg100-GST hasil purifikasi dapat menghasilkan antibodi
anti HBsAg100-GST yang berpotensi sebagai vaksin.
Nilai optikal densiti (OD) dari serum mencit yang diperoleh dari darah
mencit sebelum dan setelah dilakukan vaksinasi dengan HBsAg100-GST pada
kelompok A dan dengan GST pada kelompok B menunjukkan, bahwa rerata

respon humoral mencit yang diimunisasi dengan fusi protein meningkat setelah
dilakukan imunisasi maupun setelah dilakukan booster. Namun, seiring dengan
penambahan waktu pemeliharaan, respon humoral mencit tersebut menurun
sedikit demi sedikit sampai akhir minggu ke 12.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gen SR100
berhasil diamplifikasi, kemudian diligasi dengan vektor pGEX-4T-2, dan
ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli DH5α. Hasil sekuensing menunjukkan
tidak terdapat mutasi pada gen hasil kloning. Uji lanjut untuk konfirmasi
imunogenisitas protein antigen HBsAg100-GST masih perlu dilakukan pada
hewan lain seperti kelinci, kambing dan kuda.

Kata kunci: pGEX-4T-2, rekombinan, HBsAg100-GST, vaksin, antibodi.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST
SEBAGAI MODEL IMUNOGEN UNTUK
MENGHASILKAN ANTIBODI
PADA MENCIT

SLAMET RIYADI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012


Penguji Luar Komisi Pembimbing
Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Tertutup (25 Januari 2012)
1. Prof. Dr. drh. Retno Damayanti Soeyoedono, MS
2. Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si

Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Terbuka (30 Januari 2012)
1. Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc
2. Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA.

Judul Disertasi

:

Produksi Protein Rekombinan HBsAg100-GST sebagai Model
Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi pada Mencit

Nama

:


Slamet Riyadi

NRP

:

D061030061

Program Studi

:

Ilmu Ternak

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA
Ketua

Prof. Dr. drh. Mirnawati Sudarwanto
Anggota

Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc
Anggota

Muhamad Ali, S.Pt., M.Si., Ph.D
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Ternak

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 30 Januari 2012

Lulus Tanggal:

PRAKATA
Atas tersusunnya disertasi ini dengan judul “Produksi Protein Rekombinan
HBsAg100-GST sebagai Model Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi pada
Mencit”, Penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT., Tuhan yang maha
mengetahui dan maha menolong sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Disertasi ini memuat tiga bab yang merupakan pengembangan dari naskah
artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah. Bab 1 berjudul Kloning Gen SR100 dalam
rangka Produksi Protein Rekombinan sebagai Model Imunogen untuk
Menghasilkan Antibodi sedang menunggu penerbitan di Jurnal Peternakan
Indonesia Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. Bab 2 berjudul
Biosintesis Antigen Permukaan HBsAg100 pada E. coli dalam rangka Produksi
Protein Rekombinan sebagai Model Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi juga
sedang menunggu penerbitan di Jurnal Kedokteran YARSI Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI, Jakarta. Bab 3 berjudul Imunogenisitas Protein Rekombinan
HBsAg100-GST dalam Memicu Sel Imun untuk Menghasilkan Antibodi pada
Mencit sedang disiapkan untuk dikirim ke penerbit Jurnal Ilmiah.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada
Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Rarah Ratih Adji Maheswari, DEA (Ketua); Prof. Dr.
drh. Mirnawati Sudarwanto (Anggota); Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc.
(Anggota), dan Dr. Muhamad Ali, M.Si. (Anggota). Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada istri dan anak-anak tercinta atas segala do’a dan kasih
sayangnya. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan
disertasi ini.
Kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan disertasi
ini sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat mendukung pengembangan
bioteknologi di Indonesia pada khususnya dan bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Pebruari 2012
Slamet Riyadi

RIWAYAT HIDUP
Dilahirkan di Pemalang pada tanggal 29 Maret 1960 sebagai anak kedua
dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Kampyun (alm) dan Ibu Maryati
(alm). Menikah dengan Rahma Jan dikaruniai seorang putri, Lisantiyas Nurani
mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra,
Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik UNRAM dan Abdul Ghoffar Triatmojo mahasiswa semester tiga Fakultas
Kedokteran UNRAM. Pada saat ini, bertugas sebagai Staf Pengajar di Fakultas
Peternakan Universitas Mataram di Mataram.
Riwayat pendidikan dimulai dengan menyelesaikan pendidikan SDN 2
Kendalsari, kecamatan Petarukan, kabupaten Pemalang, tahun 1972. SMPN
Petarukan, kabupaten Pemalang, tahun 1975. SMAN Pemalang tahun 1979, dan
S1 Fakultas Peternakan UNDIP tahun 1986. Selanjutnya menempuh pendidikan
program S2 Ilmu Peternakan UGM, lulus 2001. Tahun 2003 melanjutkan
pendidikan Program S3 pada Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana
IPB. Pada tanggal 1 Maret 1987 diangkat sebagai CPNS di Fakultas Peternakan
Universitas Mataram, kemudian ditetapkan sebagai PNS sejak 1 Oktober 1988
pada instansi yang sama.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..............................................................................................

xxi

DAFTAR TABEL .......................................................................................

xxiii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

xxv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xxvii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................
Perumusan Masalah .........................................................................
Tujuan Penelitian ..............................................................................
Manfaat Penelitian ...........................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................
Kerangka Pemikiran .........................................................................

1
4
5
5
5
6

TINJAUAN PUSTAKA
Virus Hepatitis B dan Antigen Permukaan .......................................
Struktur DNA dan Genome Virus Hepatitis B .................................
DNA Rekombinan dan Kloning DNA ..............................................
Vaksin Hepatitis B ............................................................................
Aplikasi Rekayasa Genetik di Bidang Peternakan..............................

9
13
19
21
23

KLONING GEN SR100 DALAM RANGKA PRODUKSI PROTEIN
REKOMBINAN SEBAGAI MODEL IMUNOGEN UNTUK
MENGHASILKAN ANTIBODI
Abstrak .............................................................................................
Abstract ............................................................................................
Pendahuluan .....................................................................................
Bahan dan Metode ............................................................................
Hasil dan Pembahasan ......................................................................
Simpulan ..........................................................................................
Daftar Pustaka ..................................................................................

25
25
26
27
30
36
36

BIOSINTESIS ANTIGEN PERMUKAAN HEPATITIS B HBsAg100
PADA E. COLI DALAM RANGKA PRODUKSI PROTEIN
REKOMBINAN SEBAGAI MODEL IMUNOGEN UNTUK
MENGHASILKAN ANTIBODI
Abstrak .............................................................................................
Abstract ............................................................................................
Pendahuluan .....................................................................................
Bahan dan Metode ............................................................................
Hasil dan Pembahasan ......................................................................
Simpulan ..........................................................................................
Daftar Pustaka ..................................................................................

39
39
40
42
44
47
48

IMUNOGENISITAS PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST
DALAM MEMICU SEL IMUN UNTUK MENGHASILKAN
ANTIBODI PADA MENCIT
Abstrak ...............................................................................................
Abstract ...............................................................................................
Pendahuluan .......................................................................................
Bahan dan Metode ..............................................................................
Hasil dan Pembahasan ........................................................................
Simpulan .............................................................................................
Daftar Pustaka ....................................................................................

49
49
49
51
54
57
57

PEMBAHASAN UMUM ..........................................................................

59

SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

65

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

67

LAMPIRAN ..............................................................................................

71

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Ukuran genome dari beberapa makhluk hidup dalam bentuk haploid .........

16

2 Daftar primer yang digunakan dalam penelitian ..........................................

30

3 Nilai optikal densiti (OD) serum mencit yang diperoleh dari darah mencit
setelah satu minggu dilakukan vaksinasi dengan antigen HBsAg100-GST
pada beberapa tingkat pengenceran .............................................................. 56

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Sekelompok virus Hepatitis B (Sumber: Stannard 1995) .................

10

2 Pembesaran dari dua buah core yang ditunjuk dengan tanda panah
(Sumber: Stannard 1995) ..................................................................

10

3 Representasi diagram dari virus Hepatitis B dan komponen antigen
permukaan (Sumber: Stannard 1995) ...............................................

10

4 Ilustrasi virus Hepatitis B dengan capsid dan internal density yang
tampak pada irisan melintang (Sumber: Dryden et al. 2006) ...........

11

5 Diagram struktur dari bagian DNA heliks ganda (Sumber: Andre
2006) .................................................................................................

14

6 Diagram organisasi genome virus hepatitis B (Sumber: Wagner
2004) .................................................................................................

18

7 Koloni E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100 hasil
transformasi yang ditumbuhkan pada media seleksi
(ampisilin). Koloni berwarna putih merupakan koloni bakteri
pembawa plasmid rekombinan, sedangkan koloni berwarna
biru tidak membawa plasmid rekombinan ..............................

33

8 Hasil elektrophoresis dari PCR koloni. M = Marker (1000 pb), 1
dan 2 = E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100 sebagai
cetakan ..............................................................................................

34

9 Pita DNA plasmid pGEX-4T-2 rekombinan hasil elektroforesis
dalam 1% agrosa M μ marker DNA . Lajur 1: Pita DNA plasmid
utuh pGEX-4T-2 rekombinan. Lajur 2, 3, 4, 5, 6, 7 : pita DNA
plasmid pGEX-4T-2 rekombinan yang dipotong dengan enzim
HindIII ..............................................................................................

34

10 Alignment sekuen gen insert (penyandi antigen HBsAg100) dengan
bagian genom virus Hepatitis B (Geneious Basics 5.4.3) ..................

35

11 Hasil ekspresi plasmid rekombinan. Kolom 1 = E.coli BL21 (tanpa
membawa plasmid rekombinan), Kolom 2 = E.coli BL21 pembawa
plasmid pGEX-4T-2, Kolom 3 = E. coli BL21 pembawa plasmid
pGEX-SR100 terlarut, Kolom 4 = E. coli BL21 pembawa plasmid
pGEX-SR100 terlarut dengan pengenceran 10x, Kolom 5 = E. coli
BL21 pembawa plasmid pGEX-SR100 (pelet), Kolom 6 = E. coli
BL21 pembawa plasmid pGEX-SR100 pellet dengan pengenceran
10x, Kolom 7 = E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100
terlarut, Kolom 8 = E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100
terlarut dengan 10 x pengenceran. M = Marker. Tanda panah pada
Kolom nomor 2 menunjukkan enzim GST, sedangkan tanda panah
pada Kolom nomor 4 menunjukkan protein fusi antara GST dan
HBsAg100 .........................................................................................

44

12 Protein rekombinan hasil pemurnian. M = marker (ukuran berat
molekul pada masing-masing pita dari atas ke bawah: 116 kDa, 66
kDa, 45 kDa, 31 kDa, 21,5 kDa, 14,4 kDa, 6,5 kDa), Kolom 1 =
protein bakteri (unbound protein), Kolom 2 = protein bakteri
(unbound protein) diencerkan 10x, Kolom 3 = protein bakteri
(unbound protein) 2, Kolom 4 = protein bakteri (unbound protein) 2
yang diencerkan 10x, Kolom 5 = protein rekombinan (bound protein),
Kolom 6 = protein rekombinan (bound protein) dengan pengenceran
10x, Kolom 7 = protein rekombinan (bound protein) 2, Kolom 8 =
protein rekombinan (bound protein) 2 dengan pengenceran 10x ....... 46
13 Imunisasi terhadap mencit dilakukan dengan penyuntikan secara
subcutaneus ......................................................................................... 52
14 Respon humoral mencit terhadap vaksinasi HBsAg100-GST
(kelompok A) dan GST (kelompok B) berdasarkan nilai optikal
densiti (OD) yang diukur setiap minggu setelah dilakukan vaksinasi... 56

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Topologi dan peta fisik plasmid pGEM-T Easy ....................................

73

2 Genom lengkap dari isolat virus hepatitis B “205λ Java” ..................

74

3 Program PCR yang berhasil digunakan untuk amplifikasi gen SR100..

77

4 Topologi dan peta fisik plasmid pGEX-4T-2 ......................................

78

5 Situs-situs pemotongan dan sekuen lengkap pGEX-4T-2 ...................

79

6 Hasil sekuensing gen SR100 dengan menggunakan primer pGEX-5’...

83

7 Hasil sekuensing gen SR100 dengan menggunakan primer pGEX-3’...

85

8 Mesin Thermal Cycler untuk mengamplifikasi segmen DNA

87

9 Alat elektroforesis untuk memisahkan segmen DNA .........................

87

10 Alat elektroforesis (BIO-RAD) untuk memisahkan molekul protein
berdasarkan berat molekulnya (tampak depan) ..................................

88

11 Alat elektroforesis (BIO-RAD) untuk memisahkan molekul protein
berdasarkan berat molekulnya (tampak atas) ......................................

88

12 Kelompok kandang mencit dalam penelitian ......................................

89

13 Keadaan mencit di dalam kandang percobaan ....................................

89

14 Proses mencampur HBsAg100-GST dengan Freund’s Adjuvant
sebagai bahan vaksin ...........................................................................

90

15 Menyiapkan mencit untuk vaksinasi ...................................................

90

16 Proses vaksinasi terhadap mencit sedang berlangsung .......................

91

17 Pengambilan darah mencit melalui ujung ekor ...................................

91

18 Hasil elisa dalam penentuan konsentrasi serum mencit untuk menguji

92

19 Mesin Elisa Photoreader yang digunakan untuk membaca hasil elisa..

92

20 Printer yang terhubung dengan Mesin Elisa .......................................

93

21 Data hasil pembacaan optikal densiti (OD) terhadap serum mencit
yang diperoleh dari darah mencit sebelum dan setelah dilakukan
vaksinasi ..............................................................................................

93

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak tahun 1972 telah berkembang usaha rekayasa genetika yang
memberikan harapan bagi industri peternakan, baik yang berkaitan dengan
masalah reproduksi, pakan maupun kesehatan hewan. Old dan Primrose (1989)
menjelaskan, bahwa teknik rekayasa genetika telah ditemukan pada waktu yang
hampir bersamaan, yaitu pertama kali dilaporkan pada tahun 1972 oleh Jackson et
al. Selanjutnya dilaporkan pula oleh Lobban dan Kaiser pada tahun 1973 dengan
melakukan pengklonan suatu fragmen DNA asing, atau DNA penumpang, atau
DNA sasaran dalam suatu vektor. Winarno dan Agustinah (2007), menegaskan
bahwa dengan adanya penemuan tersebut menunjukkan awal dimulainya revolusi
bioteknologi modern.
Bioteknologi baru atau bioteknologi modern juga disebut sebagai rekayasa
genetika atau modifikasi genetika. Pada umumnya bioteknologi diasosiasikan
sebagai rekayasa genetik dan biologi molekuler, namun sebenarnya lebih luas dari
itu, yaitu meliputi mikrobiologi, biokimia dan pengetahuan reproduksi
(Wiryosuhanto dan Sudradjat 1992). Menurut Winarno (2004), The European
Federation of Biotechnology pada tahun 1982 telah memberikan definisi bahwa
bioteknologi adalah aplikasi terpadu dari biokimia, mikrobiologi, ilmu teknik atau
rekayasa (engineering) bagi pemanfaatan mikroba, kultur jaringan serta
komponen-komponennya dalam skala industri. Wiryosuhanto dan Sudradjat
(1992)

mendefinisikan

bioteknologi

sebagai

serangkaian

teknik

yang

berhubungan dengan biokimia dan kemampuan genetik dari mahluk hidup untuk
tujuan praktis. Muladno (2002) menyatakan, bahwa semua teknologi yang
memanfaatkan mahluk hidup sebagai salah satu komponen utamanya sering
disebut sebagai bioteknologi, namun dalam arti sempit, bioteknologi diartikan
sebagai teknologi rekayasa genetika yang bekerja pada level molekuler khususnya
DNA.
Wiryosuhanto dan Sudradjat (1992) menjelaskan, beberapa hasil penelitian
bioteknologi peternakan saat ini sudah dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan
untuk meningkatkan reproduksi ternak, pakan ternak serta untuk memperbaiki

2
status kesehatan hewan. Selanjutnya dijelaskan bahwa bioteknologi reproduksi
meliputi inseminasi buatan, embryo transfer dan pemuliabiakan ternak dan dalam
upaya peningkatan reproduksi ternak telah dikembangkan penelitian dan aplikasi
bioteknologi sampai dengan generasi keempat, yaitu hewan transgenik. Sebagai
generasi pertama adalah inseminasi buatan dan embryo transfer merupakan
generasi kedua, sedangkan generasi adalah kloning. Bioteknologi di bidang pakan
merupakan teknologi biokimia dan mikrobiologi yang telah diaplikasikan untuk
perbaikan mutu pakan, seperti manipulasi mikroba rumen maupun dengan
perlakuan kimiawi dan mikrobiologi.untuk meningkatkan daya cerna dari hijauan
makanan ternak, jerami dan limbah pertanian yang tinggi kadar selulosanya.
Bioteknologi kesehatan hewan meliputi: (1) produksi komersial berbagai macam
zat penggertak pertumbuhan (growth promotors), seperti produksi hormone
dengan DNA rekombinan memanfaatkan bakteri tertentu. (2) produksi komersial
substansi imunogenik untuk memproduksi vaksin dengan DNA rekombinan yang
lebih baik dan lebih aman dibandingkan dengan antigen konvensional yang
berasal dari bakteri atau mikroorganisme lain yang patogen. Selanjutnya Muladno
(2002) menjelaskan, bahwa dengan tersedianya bioteknologi rekayasa genetika
yang dilahirkan pada tahun 1973, telah memungkinkan manusia untuk
mengisolasi gen (serangkaian molekul DNA) serta memanipulasinya dan
kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lain.
Perbedaan teknologi ini dibanding dengan teknologi lainnya adalah bahwa
teknologi ini memanfaatkan mahluk hidup sebagai komponen utamanya. Mahluk
hidup yang digunakan bisa berasal dari mikroorganisme, tanaman atau hewan.
Peranan bioteknologi dirasakan semakin bertambah besar dalam menunjang
kegiatan pembangunan industri di berbagai sektor, terutama sektor kesehatan dan
pertanian termasuk sub sektor peternakan. Cakupan bioteknologi ini sangat luas
baik yang baru dalam tahap penelitian maupun yang sudah dapat diaplikasikan. Di
bidang kesehatan dan kedokteran, telah ditemukan berbagai jenis obat-obatan
baru hasil pengembangan bioteknologi modern, antara lain insulin bagi pasien
diabetes yang kini dapat diperoleh lebih mudah dan lebih murah harganya,
hormon pertumbuhan manusia dan vaksin Hepatitis B (Winarno dan Agustinah
2007). Hepatitis B ditemukan di seluruh dunia, terutama di negara-negara

3
berkembang. Virus Hepatitis B merupakan penyebab utama hepatitis akut yang
dapat berlanjut menjadi kronis, sirosis dan kanker hati. Komplikasi akibat virus
ini telah mengakibatkan sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun (Kimura et al.
2005).
Selubung virus hepatitis B (hepatitis B virus envelope) terdiri dari membran
glikoprotein dimana terdapat 3 bagian protein permukaan yaitu antigen pre-S1
(119 asam amino), pre-S2 (55 asam aminio) dan S (226 asam amino) (Yamada et
al. 2001; Jaoude dan Sureau 2005, Barrera et al. 2005). Beberapa ahli
menggolongkan ketiga protein tersebut sebagai protein kecil (small), sedang
(middle) dan besar (large). Antigen S telah digunakan secara luas sampai saat ini
sebagai vaksin konvensional. Menurut Hu et al. (2004a), asam amino ke 139-147
pada bagian S merupakan epitop utama pada protein S tersebut dan asam amino
Pre-S1 dan Pre-S2 masih dikaji tingkat immunogenisitasnya melalui serangkaian
diagnosa (Maruyama et al. 2000).
Proyek immunisasi massal di Lombok menunjukkan penggunaan vaksin
konvensional mampu menurunkan prevalensi Hepatitis B hanya sampai 70%
(Mulyanto et al. 2002). Hasil immunisasi Hepatitis B tersebut belum optimal,
kemungkinan hal ini disebabkan oleh vaksin konvensional tersebut (Korean
Green Cross) berasal dari plasma darah orang asing sehingga tidak mampu
menstimulasi munculnya antibodi spesifik yang mampu melawan virus Hepatitis
B yang terdapat di Indonesia.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini dilaksanakan untuk
melakukan rekayasa terhadap gen penyandi antigen permukaan Hepatitis B untuk
menghasilkan antigen rekombinan Hepatitis B bagian S (HBsAg100) pada E. coli.
Bagian gen penyandi epitop yang bersifat hidrophilik (dari asam amino nomor
100-164) dilaporkan dapat meningkatkan ekspresi pada E. coli. Selain itu, gen
penyandi HBsAg100 digabung dengan gen penyandi enzim gluthation-Stransferase (GST) dapat meningkatkan ekspresi maupun solubilitas antigen yang
sangat penting untuk aktivitas maupun proses purifikasi. Gen penyandi HBsAg100
adalah gen yang diisolasi dari virus Hepatitis B sub tipe adw sebagai sub tipe
utama di Indonesia yang digunakan untuk membuat model dalam memproduksi
antigen rekombinan. Selanjutnya model tersebut digunakan untuk menghasilkan

4
protein antibodi yang sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai kandidat vaksin galur
lokal yang mampu memberikan respon antibodi yang spesifik sesuai dengan
genetik virus Hepatitis B yang terdapat di Indonesia.
Protein HBsAg100 rekombinan yang dihasilkan dengan teknologi rekayasa
DNA menggunakan bakteri ini diharapkan dapat menggantikan metode produksi
vaksin konvensional dari plasma yang banyak memiliki kelemahan, diantaranya,
rendahnya imunogenisitas, sumber plasma yang terus berkurang (karena jumlah
penderita penyakit Hepatitis B menurun sejalan dengan keberhasilan program
vaksinasi), serta kekhawatiran adanya kontaminasi penyakit lain (terutama HIV)
pada serum donor. Antigen ini diharapkan dapat menghasilkan kandidat vaksin
rekombinan Hepatitis B yang sesuai dengan genetik virus tersebut di Indonesia,
karena gen penyandi antigen tersebut diisolasi dari virus HB yang terdapat di
Indonesia.
Perumusan Masalah
Perlunya dikembangkan bioteknologi dalam memenuhi kebutuhan manusia
dalam

perkembangan

dunia

global

dapat

dipertimbangkan

berdasarkan

permasalahan sebagai berikut:
1 Bioteknologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam
berbagai aspek kehidupan manusia.
2 Perkembangan bioteknologi yang sangat pesat perlu dimanfaatkan secara
maksimal.
3 Aplikasi bioteknologi di Indonesia masih terbatas, sehingga perlu untuk digali
dan dikembangkan,

khususnya di bidang peternakan yang

meliputi

bioteknologi reproduksi, pakan ternak dan bioteknologi molekuler di bidang
produksi ternak dan kesehatan hewan seperti pembuatan bahan obat dan bahan
vaksin.
4 Di bidang kesehatan hewan, penggunaan vaksin konvensional yang
mempunyai banyak kelemahan bisa diatasi dengan pembuatan bahan vaksin
dari protein imunogenik rekombinan.

5
Tujuan Penelitian
1 Membuat model plasmid rekombinan untuk memproduksi protein HBsAg100
rekombinan.
2 Menghasilkan klon pembawa gen penyandi HBsAg100 yang telah dikloning
dengan plasmid yang khusus digunakan untuk ekspresi (pGEX-4T-2).
3 Produksi dan isolasi protein HBsAg100-GST rekombinan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk produksi substansi antigenik dalam rangka
memproduksi vaksin dengan DNA rekombinan yang lebih baik dan lebih aman
dibandingkan dengan antigen konvensional yang berasal dari bakteri atau
mikroorganisme lain yang patogen.
Ruang Lingkup
1 Mengisolasi gen penyandi HBsAg100 dari virus Hepatitis B sub tipe adw yang
merupakan sub tipe utama di Indonesia.
2 Memperbanyak HBsAg100 dengan PCR.
3 Membuat plasmid rekombinan melalui ligasi HBsAg100 dengan plasmid
pGEX-4T-2.
4 Melakukan transformasi plasmid rekombinan terhadap E. coli DH5α untuk
kloning,

dilanjutkan dengan skrining klon yang

membawa plasmid

rekombinan. Sekuensing dilakukan untuk memastikan tidak terdapat mutasi
pada gen target, kemudian dilanjutkan lagi dengan transformasi ke dalam E.
coli BL21 untuk menghasilkan protein HBsAg100-GST rekombinan.
5 Melakukan pengujian antigenisitas protein antigen S rekombinan pada mencit
BALB/c dengan teknik ELISA. Melakukan pengujian imunogenisitas protein
HBsAg100-GST rekombinan melalui respon mencit BALB/c yang diimunisasi
dengan HBsAg100-GST, kemudian melakukan pengambilan serum dan
menganalisa kandungan antibodi yang terbentuk dengan teknik ELISA.

6
Kerangka Pemikiran
Indonesia merupakan daerah hiperendemik penyakit Hepatitis B. Harga obat
yang digunakan untuk mengatasi penyakit tersebut sangat mahal, sehingga
vaksinasi merupakan metode yang lebih murah dan efektif. Vaksin konvensional
yang digunakan di Indonesia saat ini (Korean Green Cross) merupakan vaksin
yang dihasilkan dari plasma darah orang asing. Virus Hepatitis B merupakan virus
DNA yang memiliki enzim polymerase dengan kecermatan rendah, maka
frekuensi terjadinya mutasi cukup tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya
perbedaan sekuen dari gen virus Hepatitis B yang ada di luar negeri dengan virus
Hepatitis B yang terdapat di Indonesia. Penggunaan vaksin galur luar negeri akan
menstimulasi munculnya tanggap kebal (antibodi) spesifik terhadap virus
Hepatitis B yang ada di luar negeri. Sebaliknya, vaksin tersebut kemungkinan
kurang efektif untuk menghasilkan antibodi yang spesifik untuk melawan virus
Hepatitis B yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, produksi protein HBsAg100
rekombinan sebagai kandidat vaksin Hepatitis B yang terdapat di Indonesia sangat
mendesak untuk dilakukan sehingga dihasilkan respon antibodi yang mampu
melawan virus tersebut. Berkaitan dengan hal ini, maka sangat perlu dilakukan
penelitian tentang “Produksi Protein Rekombinan HBsAg100-GST sebagai Model
Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi pada Mencit”.
Masalah utama untuk menghasilkan antigen permukaan Hepatitis B
menggunakan bakteri E. coli adalah rendahnya tingkat ekspresi. Hal ini
disebabkan karena ekspresi gen penyandi antigen permukaan Hepatitis B
terhambat oleh adanya bagian gen up-stream yang menghasilkan protein bagian
dari antigen yang bersifat hidrophobik (Sheu dan Lo 1995). Selain itu, hasil
penelitian pendahuluan dalam rangkaian penelitian ini menunjukkan bahwa
antigen permukaan Hepatitis B bersifat toksik bagi inang (E. coli). Oleh karena
itu, penelitian yang mengarah pada optimalisasi ekspresi antigen pada E. coli
sangat perlu dilakukan. Pada penelitian ini, optimalisasi ekspresi dilakukan
dengan melakukan kloning dan ekspresi gen yang menghasilkan antigen
hidrophilik yang tetap mempertimbangkan utuhnya bagian-bagian epitop dari
antigen tersebut. Disamping itu, sifat toksik antigen tersebut akan diatasi dengan
mencegah terjadinya ekspresi dini (leacky expression) sebelum populasi bakteri

7
mencukupi untuk menghasilkan antigen yang memadai. Pencegahan ekspresi dini
tersebut akan dilakukan dengan pengayaan media melalui penambahan glukosa
untuk mencegah bakteri E. coli mengalami kekurangan nutrisi yang merupakan
penyebab bakteri tersebut mengekspresikan berbagai jenis enzim (termasuk
protein rekombinan) untuk melakukan metabolisme terhadap media.
Tidak adanya protein disulfide isomerase pada bakteri E. coli menyebabkan
protein rekombinan yang diekspresi menggunakan bakteri ini tidak mampu
mengalami folding secara sempurna. Hal ini berdampak pada rendahnya kelarutan
serta aktifitas dari protein yang dihasilkan. Strategi yang banyak dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut adalah melakukan penggabungan dengan gluthationeS-transferase (GST) (Vikis dan Guan 2000; Koschorreck et al. 2005). Oleh karena
itu, penggabungan antigen permukaan Hepatitis B yang akan diproduksi dengan
GST sangat perlu dilakukan. Disamping itu, penggabungan dengan GST juga
akan sangat mempermudah proses pemurnian. Adanya kolum GSTrap yang
tersedia secara komersial merupakan tindak lanjut dihasilkannya plasmid pGEX4T-2 yang akhir-akhir ini sangat popular digunakan untuk produksi protein
rekombinan pada bakteri E. coli. Hal ini disebabkan karena plasmid tersebut
merupakan plasmid yang mampu menghasilkan protein rekombinan dalam jumlah
banyak (Ali et al. 2005).

TINJAUAN PUSTAKA
Virus Hepatitis B dan Antigen Permukaan
Menurut Dayal dan Maldonado (1998), Virus Hepatitis B masuk dalam
famili virus Hepadna dan mempunyai ukuran genome yang terkecil diantara
semua virus DNA hewan, yaitu dengan ukuran panjang 3,2 kb. Menurut Stannard
(1995), virus Hepatitis B menyebabkan infeksi kronis dan akut pada hati manusia.
Infeksi akut biasanya sampai beberapa bulan saja, sedangkan infeksi kronis bisa
mencapai bertahun-tahun bahkan bisa sampai selama hidupnya. Diameter total
dari virus Hepatitis B adalah 42 nm, sedangkan diameter core atau
nucleocapsidnya adalah 27 nm. Core dilapisi oleh mantel (outer coat) yang
tebalnya sekitar 4 nm. Protein yang terdapat pada mantel disebut surface antigen
atau HBsAg. HBsAg ini kadang-kadang berkembang memanjang membentuk
ekor (tubular) pada salah satu sisi dari partikel virus tersebut. Gambaran virus
Hepatitis B yang lebih jelas, diilustrasikan pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3
dan Gambar 4.
Virus Hepatitis B (VHB) telah menginfeksi sampai ratusan juta orang di
seluruh dunia dan sekitar 20 juta orang terinfeksi setiap tahun, dan sekitar 78%
penderita berdomisili di Asia (Joshi dan Kumar 2001). Di Indonesia, jumlah
penderita penyakit tersebut mencapai sekitar 15 juta orang. VHB merupakan
penyebab utama sirosis (pengerasan hati) dan kanker hepatoseluler (Human
Hepatocellular Carcinoma) yang merupakan salah satu penyakit terganas
penyebab kematian di seluruh dunia. Jenis kanker ini telah menyebabkan
kematian lebih dari 1 juta orang setiap tahun (Ji et al. 2005).

10

Gambar 1. Sekelompok virus Hepatitis B (Sumber: Stannard 1995).

Gambar 2 Pembesaran dari dua buah core yang ditunjuk dengan tanda panah
(Sumber: Stannard 1995).

Gambar 3 Representasi diagram dari virus Hepatitis B dan komponen antigen
permukaan (Sumber: Stannard 1995).

11

Gambar 4 Ilustrasi virus Hepatitis B dengan capsid dan internal density yang
tampak pada irisan melintang (Sumber: Dryden et al. 2006).
Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi
virus Hepatitis B yang bersifat menetap, timbul sebagai akibat infeksi pada waktu
bayi dan anak-anak. Makin muda usia seseorang terkena infeksi virus tersebut,
maka akan lebih besar kemungkinannya untuk menderita infeksi virus Hepatitis B
yang menetap, sehingga lebih besar jumlah resiko untuk menjadi sirosis hati dan
kanker hati primer dikemudian hari (Mulyanto et al. 2002).
Penelitian tentang sebaran geografis virus ini menunjukkan bahwa virus
tersebut tersebar di seluruh dunia. Namun, prevalensi tertinggi ditemukan di Asia
Tenggara dan Sub-sahara Afrika. Mulyanto et al. (1997) membagi zona distribusi
sub tipe virus Hepatitis B di Indonesia berdasarkan perbedaan epitope pada
HBsAg menjadi 4 bagian: (1) zona adw yang merupakan sub tipe utama di
Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan bagian Selatan, Bali, Lombok,
Ternate dan Morotai, (2) zona ayw yang meliputi bagian barat dari Nusa Tenggara
dan Maluku, (3) zona adr meliputi Papua, dan (4) campuran antara berbagai sub
tipe yang terdapat di Kalimantan Selatan dan Sumbawa.

12
Virus Hepatitis B merupakan virus DNA untai ganda dengan panjang
genome mencapai 3.2-3.3 kilo pasangan basa (kpb). Virus yang termasuk famili
hepadnaviridae tersebut memiliki genome yang terbungkus oleh glycoprotein.
Siklus replikasi virus ini dimulai dengan melekatnya protein selubung tersebut
pada hepatosit. Di dalam inti sel hati, sintesis DNA virus disempurnakan dimana
genome virus tersebut diubah menjadi cccDNA (covalently closed circular DNA).
cccDNA inilah yang akan menjadi template untuk sintesis RNA yang kemudian
akan diubah menjadi DNA virus (Lok dan McMahon 2001).
Selubung virus Hepatitis B (Hepatitis B virus envelope) terdiri dari
membran glikoprotein dimana terdapat 3 bagian protein permukaan yaitu antigen
pre-S1 (119 asam amino), pre-S2 (55 asam aminio) dan S (226 asam amino)
(Jaoude dan Sureau 2005; Barrera et al. 2005). Beberapa ahli menggolongkan
ketiga protein tersebut sebagai protein kecil (small), sedang (middle) dan besar
(large). Antigen pre-S1 memiliki beberapa epitop yang memiliki daya
immunogenik (Hu et al. 2004). Antigen bagian pre-S1 ini dibutuhkan oleh virus
Hepatitis B untuk melakukan infeksi pada korban (Barrera et al. 2005). Menurut
Deng et al (2005), asam-asam amino Pre-S1 pada nomor 21-47 merupakan epitop
yang berfungsi untuk melekatnya virus pada jaringan hati. Oleh karena itu, protein
bagian ini memiliki peranan yang sangat penting untuk siklus virus Hepatitis B.
Antigen pre-S2 diduga mempunyai tingkat imunogenisitas lebih tinggi
dibandingkan HBsAg (Ji et al. 2005) terutama 26 asam amino pada ujung N
(Joung et al. 2004). Antigen pre-S2 mempunyai peranan sangat penting, hal ini
telah dibuktikan secara nyata melalui serangkaian diagnosa (Maruyama et al.
2000). Menurut Hu et al. (2004a), HBsAg telah digunakan secara luas sampai saat
ini sebagai vaksin konvensional, asam-asam amino ke 139-147 pada bagian S
merupakan epitop utama pada protein S (HBsAg). Namun demikian, penghilangan
epitop ini masih tetap dapat memberikan reaksi antigenisitas yang menunjukkan
bahwa masih terdapat epitop lain selain epitop yang terletak pada asam-asam
amino nomor 139-147 tersebut.

13

Struktur DNA dan Genome Virus Hepatitis B
Menurut Winarno dan Agustinah (2007), DNA adalah deoxyribo nucleic
acid, yaitu sebuah asam nukleat yang terdiri atas sejumlah nukleotida yang diatur
sedemikian rupa sehingga berbentuk single strand. Biasanya dua buah utas DNA
saling melingkar satu sama lain untuk membentuk sebuah double helix (heliks
ganda), seperti ditunjukkan oleh Andre (2006) pada Gambar 5. Muladno (2002)
menegaskan bahwa untuk membentuk rangkaian molekul DNA heliks ganda, basa
nitrogen dari setiap nukleotida dalam satu rangkaian akan berpasangan dengan
basa nitrogen dari setiap nukleotida pada rangkaian lainnya melalui ikatan
hidrogen. Pengikatan basa nitrogen dari masing-masing nukleotida tersebut sangat
spesifik. Basa A (Adenine) dari satu nukleotida selalu berikatan dengan basa T
(Thymine) dari nukleotida lainnya, sedangkan basa G (Guanine) selalu
berpasangan dengan basa C (Cytosine). Pasangan A dan T terbentuk dengan dua
ikatan hidrogen, sedangkan pasangan G dan C terbentuk dengan tiga ikatan
hidrogen. Oleh karena itu, pasangan G-C lebih stabil daripada pasangan A-T.
Winarno dan Agustinah (2007) menjelaskan, bahwa gugus basa DNA terdiri
atas empat senyawa berikut: sitosin, adenin, guanin atau timin. Gugus gulanya
adalah deoksiribosa. DNA terdapat di dalam kromosom prokariot dan eukariot
dan di dalam mitokondria eukariot. DNA merupakan materi kebakaan atau
keturunan di hampir semua organisme hidup yang mampu memperbanyak dirinya
sendiri dalam pembelahan inti. Winarno dan Agustinah (2007) menjelaskan
bahwa hipotesa Watson dan Crick merupakan hipotesa berdasarkan X-ray
crystallography yang mengusulkan bahwa DNA merupakan suatu heliks ganda
dari dua uliran rantai fosfat dan gula yang saling bergantian, dengan gula yang
terkait oleh sepasang basa. Selanjutnya Muladno (2002) menjelaskan, bahwa
Watson dan Crick akhirnya memperoleh Nobel dalam bidang biologi modern pada
tahun 1953 setelah menemukan bukti bahwa struktur DNA adalah heliks ganda.
Penemuan ini merupakan tonggak sejarah yang penting terhadap munculnya
teknologi rekayasa genetika yang lahir 20 tahun kemudian, yaitu tahun 1973.
DNA bersama-sama protein (histone) dan molekul ribo nucleic acid (RNA),
terdapat di dalam inti sel. Ketiga materi tersebut saling kait mengkait dalam suatu

14
susunan yang sangat rumit membentuk kromosom yang merupakan komponen
penting dalam semua sel mahluk hidup.

Gambar 5 Diagram struktur dari bagian DNA heliks ganda (Sumber: Andre 2006).
Melalui suatu proses kimia, kromosom dapat dikeluarkan dari inti sel.
Selanjutnya, protein yang berikatan dengan DNA dilisiskan dengan enzim
proteinase, sedangkan RNA yang masih berada di sekitar DNA dikatalisis atau
diurai dengan enzim RNAse. Selanjutnya, DNA yang telah terbebas dari protein
(histone) dan RNA siap direkayasa atau dimanipulasi dalam teknologi rekayasa
genetika (Muladno 2002). Old dan Primrose (1989) menjelaskan, bahwa istilah
manipulasi gen dapat diterapkan pada beberapa macam teknik genetika in-vivo
maupun in-vitro yang canggih. Di negara-negara Barat terdapat definisi resmi

15
yang tepat untuk istilah manipulasi gen sebagai akibat adanya peraturan
Pemerintah untuk mengendalikannya. Di Inggris, manipulasi gen didefinisikan
sebagai pembentukan kombinasi baru materi yang dapat diturunkan dengan
melakukan penyisipan (insertion) molekul-molekul asam nukleat, yang dihasilkan
dengan cara apapun di luar sel, ke dalam suatu virus, plasmid bakteri atau sistem
pembawa lainnya yang memungkinkan terjadinya penggabungan ke dalam
organisme inang secara tidak alami tetapi selanjutnya mampu melakukan
penggandaan lagi. Definisi resmi ini menekankan penggandaan molekul asam
nukleat asing (asam nukleat ini hampir selalu DNA) di dalam tubuh organisme
inang yang berbeda. Kemampuan untuk melintasi penghalang spesies alami dan
memasukkan gen-gen dari organisme apapun ke dalam suatu organisme inang
yang tidak berhubungan merupakan satu ciri penting manipulasi gen. Ciri penting
kedua berupa kenyataan bahwa relatif sepotong kecil DNA tertentu digandakan
dalam tubuh organisme inang.
Setiap organisme mempunyai sebuah genome yang mengandung semua
informasi biologik yang diperlukan untuk membangun dan memelihara kehidupan
organisme tersebut. Informasi biologik yang terkandung di dalam genome dikode
oleh DNA yang terkandung di dalam genome yang dibagi ke dalam unit-unit
khusus yang disebut gen (Barnum 2005). Menurut Winarno dan Agustinah (2007),
genome dalam arti sederhana berarti satu set lengkap mengandung informasi
genetika yang dimiliki oleh suatu organisme. Selanjutnya dijelaskan oleh
Muladno (2002), bahwa setiap mahluk hidup mempunyai sel yang di dalam inti
selnya terdapat kromosom dengan jumlah berbeda-beda untuk setiap mahluk
hidup. Manusia mempunyai 23 pasang kromosom dalam setiap intinya. Sapi
mempunyai 30 pasang kromosom, lalat buah Drosophila mempunyai empat
pasang kromosom, bakteri E. coli mempunyai satu kromosom. Beberapa peneliti
lain menambahkan, bahwa virus hepatitis B mempunyai 1 kromosom (Dayal dan
Maldonado 1998; Mason et al. 1998; Burda et al. 2001; Muljono dan
Soemohardjo 2003; Anzola 2004; Wagner et al. 2004; Beck dan Nassal 2007;
GenBank 2008; Nurainy et al. 2008).
Menurut Muladno (2002), total kromosom dalam inti sel dinamakan
genome atau lebih tepatnya disebut genome inti karena berasal dari inti sel. Jadi

16
bisa dikatakan bahwa genom manusia terdiri atas 23 pasang kromosom, genom
sapi terdiri atas 30 pasang kromosom, dan seterusnya. Apabila DNA dari genom
tersebut direntang secara linear, maka ukuran panjang rentangan DNA pada
genom tersebut berbeda-beda pada setiap organisme seperti dijelaskan pada Tabel
1. Rentangan DNA dari genom tersebut disebut genomic DNA.
Berdasarkan data pada Tabel 1, maka dapat dijelaskan bahwa besarnya
ukuran genom tidak mencerminkan besarnya ukuran makhluk hidup, seperti
apabila membandingkan ukuran tubuh manusia dengan ukuran tubuh tikus yang
sangat jauh berbeda, tetapi keduanya mempunyai ukuran genom yang hampir
sama. Demikian pula, ukuran tubuh cacing yang jauh lebih besar dari ukuran
tubuh lalat buah Drosophila, tetapi ukuran genome cacing lebih sedikit daripada
ukuran genome lalat buah Drosophila.
Tabel 1 Ukuran genome dari beberapa makhluk hidup dalam bentuk haploid
Jenis mahluk hidup
Virus Hepatitis B
Virus T4
Bakteri E.coli
Jamur
Cacing
Lalat buah Drosophila
Tikus
Manusia

Ukuran genome
(dalam pb)
3 215*
160 000**
4 200 000**
20 000 000**
80 000 000**
140 000 000**
3 000 000 000**
3 300 000 000**

Sumber: *Nurainy et al. 2008, **Lewin 1990.

Muladno (2002) menyatakan, bahwa virus dan bakteri merupakan makhluk
hidup yang sederhana dan mempunyai ukuran genome yang kecil sehingga
organisasi genomenya juga sederhana. Oleh karena itu, kedua makhluk hidup ini
menjadi “bahan utama” untuk penelitian-penelitian dalam bidang genetika
molekuler. Seperti telah diuraikan di atas, bahwa virus