Production and Bioactivity of Common Carp Recombinant Growth Hormone Protein

(1)

PRODUKSI DAN UJI BIOAKTIVITAS

PROTEIN REKOMBINAN HORMON

PERTUMBUHAN IKAN MAS

DENY SAPTO CHONDRO UTOMO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produksi dan Uji Bioaktivitas Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan Ikan Mas adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2010

Deny Sapto Chondro Utomo NIM C151070131


(3)

ABSTRACT

DENY SAPTO CHONDRO UTOMO. Production and Bioactivity of Common Carp Recombinant Growth Hormone Protein. Under direction of AGUS OMAN SUDRAJAT, and ALIMUDDIN.

This study aimed to produce recombinant growth hormone (rGH) protein of common carp (Cyprinus carpio) and evaluate its bioactivity. DNA fragment encoding mature GH protein of common carp (mCcGH) was amplified by PCR method and PCR products were then ligated into pCold I to generate pCold I-mCcGH protein expression vector. Escherichia coli BL21 (DE3) harboring pCold I-mCcGH was cultured in the 2xYT medium at 15°C for 24 hours and protein production was induced by IPTG. The inclusion bodies containing rGH protein from E. coli transformants were isolated by sonication method and analyzed by SDS-PAGE. The result showed that rGH with molecular weight of about 25 kDa was obtained. Common carp juveniles with average body weight of 5,2±0,4 g were intramuscularly injected once a week for 4 weeks with rGH protein solution from 1 µg bacterial cells per gram fish body weight. The result showed that juveniles fish injected with rGH grew 106,56% higher than control. This result indicated that rGH produced in E. coli BL21 (DE3) possessed biological activity and it may be useful to improve growth of aquaculture species.


(4)

RINGKASAN

DENY SAPTO CHONDRO UTOMO. Produksi dan Uji Bioaktivitas Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan Ikan Mas. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT, dan ALIMUDDIN.

Teknologi rekayasa DNA dan protein telah merambah dunia perikanan. Rekayasa DNA seperti transgenik bermanfaat untuk menyisipkan gen-gen yang berguna dan menghasilkan ikan budidaya dengan karakter unggul. Contoh penggunaan teknologi transgenik adalah penyisipan gen penyandi hormon pertumbuhan (growth hormone (GH)) yang dapat memacu pertumbuhan ikan menjadi beberapa kali lipat dari ikan normal (Lutz 2001), anti freeze protein (AFP) yang dapat meningkatkan toleransi ikan pada suhu dingin (Beardmore & Porter 2003) dan pigmen warna yang dapat menghasilkan ikan hias yang lebih menarik dengan beraneka ragam warna. Sementara itu, rekayasa protein yang bermanfaat bagi ikan secara massal dilakukan dengan menggunakan bakteri, ragi, maupun sel sebagai media perbanyakannya (Sekine et al. 1985; Mahmoud 1999; Anathy et al. 2001; Li et al. 2003).

GH memacu pertumbuhan ikan dengan merangsang selera makan ikan dan memperbaiki konversi pakan (Donaldson et al. 1979). Perubahan pada kedua parameter tersebut setelah perlakuan pemberian GH menunjukkan adanya aktivitas GH pada proses metabolisme ikan. Akan tetapi, ketersediaan GH sangat sedikit dan terbatas, sehingga untuk mengatasinya, dapat memanfaatkan rekombinan GH (rGH) yang menunjukkan fungsi yang sama dengan GH endogenus yang terdapat dalam tubuh ikan. Perbanyakan GH dapat dilakukan dengan menyisipkan vektor yang mengandung sekuens GH suatu spesies tertentu ke dalam bakteri Escherichia coli. Di dalam bakteri tersebut, GH akan diekspresikan dan diperbanyak dengan cepat sesuai dengan kecepatan E. coli membelah diri. Hormon hasil perbanyakan tersebut dapat diaplikasikan untuk memacu pertumbuhan ikan, baik dengan cara injeksi maupun melalui pemberian pakan yang telah dicampur dengan hormon tersebut.

Pada penelitian ini dilakukan produksi rGH dan uji bioaktivitasnya. Tahapan dalam memproduksi rGH ikan mas meliputi isolasi fragmen DNA penyandi protein GH mature (mGH) ikan mas menggunakan primer forward CcGHMP-F (5’-GGA TCC TCA GAC AAC CAG CGG CTC TTC-3’) dan reverse CcGHP-R (5’-GTC GAC CTA CAG GGT GCA GTT GGA ATC

CAG-3’), ligasi produk PCR ke vektor kloning pGEM-T Easy, transformasi produk ligasi ke bakteri E. coli DH5α dan kloning, isolasi fragmen DNA mGH dari vektor kloning, ligasi fragmen DNA mGH ke vektor ekspresi pCold I, transformasi produk ligasi ke bakteri E. coli DH5α dan kloning, isolasi plasmid C-mCcGH, transformasi ke bakteri E. coli BL21 (DE3), dan overekspresi. Hasil isolasi fragmen DNA mGH menghasilkan pita DNA dengan ukuran 579 kb. Berdasarkan hasil cracking setelah plasmid T-mCcGH ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli DH5α, diketahui bahwa sebagian besar klon bakteri membawa plasmid T -mCcGH.

Fragmen DNA mGH ikan mas yang sudah diperbanyak secara in vivo dalam bakteri E. coli DH5α selanjutnya diisolasi dari vektor pGEM-T Easy dengan


(5)

iv menggunakan enzim BamH I dan Sal I. Vektor pCold I yang akan digunakan sebagai vektor ekspresi juga didigesti dengan menggunakan enzim yang sama untuk menyediakan tempat penempelan bagi fragmen DNA mGH ikan mas. Selanjutnya, fragmen DNA mGH ikan mas diligasi ke dalam vektor pCold I dan ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli DH5α. Bakteri konstruksi yang terbentuk kemudian dikloning dan dianalisis urutan nukleotidanya untuk membandingkannya dengan sekuens mGH ikan mas. Berdasarkan hasil pensejajaran, didapatkan 2 klon yang memiliki tingkat kemiripan 99% dengan sekuens mGH ikan mas.

Selanjutnya, plasmid C-mCcGH yang berasal dari 2 klon bakteri tersebut diisolasi dan kemudian ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli BL21 (DE3) sebagai host ekspresi. Plasmid tersebut kemudian diuji orientasinya dengan menggunakan primer forward pCold I dan primer reverse CcGHP-R. Berdasarkan hasil uji orientasi, didapatkan 5 klon dengan arah orientasi penempelan fragmen DNA mGH ikan mas pada vektor pCold I yang benar. Klon-klon tersebut kemudian diproduksi pada media 2xYT yang telah ditambahkan ampisilin. Dari 200 ml media yang digunakan, didapatkan 0,93 g pellet bakteri yang mengandung rGH. Dari total protein yang dihasilkan oleh bakteri E. coli BL21 (DE3), diperkirakan terdapat 10,51% protein rGH.

Hasil visualisasi protein dengan menggunakan metode SDS-PAGE menunjukkan bahwa protein rGH ikan mas memiliki ukuran 25 kDa. Penambahan 4 kDa ukuran rGH dari ukuran sebenarnya (21 kDa) merupakan akibat dari adanya His Tag yang terdapat dalam vektor ekspresi pCold I. Uji bioaktivitas menunjukkan bahwa pemberian rGH dapat meningkatkan pertumbuhan sebesar 106,56% bila dibandingkan dengan ikan yang hanya disuntikkan dengan ekstraksi pCold I tanpa insersi. Hal ini menunjukkan bahwa rGH yang diproduksi memiliki bioaktivitas yang mampu memacu pertumbuhan ikan. Untuk aplikasinya, perlu dicari metode pemberian rGH yang lebih efektif dan efisien.


(6)

©

Hak Cipta

milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

PRODUKSI DAN UJI BIOAKTIVITAS

PROTEIN REKOMBINAN HORMON

PERTUMBUHAN IKAN MAS

DENY SAPTO CHONDRO UTOMO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

(9)

Judul Tesis : Produksi dan Uji Bioaktivitas Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan Ikan Mas

Nama : Deny Sapto Chondro Utomo NIM : C151070131

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc Ketua

Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Akuakultur

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis Produksi dan Uji Bioaktivitas Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan Ikan Mas dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen Budidaya Perairan, FPIK, IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2009 hingga Juni 2010.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, MSc dan Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc selaku dosen pembimbing, Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc selaku dosen penguji, Dr. Irvan Faizal, S.TP, M.Eng beserta staf LAPTIAB BPPT Serpong, staf dan rekan-rekan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuakultur, rekan-rekan mahasiswa Ilmu Akuakultur 2007, serta Yayasan R.v.G. Van Deventer Maas. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan adik-adik penulis atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dian Retnosari, S.Pi, M.Si beserta keluarga atas segala dukungan dan doanya.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2010


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Juli 1984 dari ayah H. Dadi Utomo, S.T dan Ibu Hj. Endang Wahyu Widowati. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 82 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB pada Jurusan Budidaya Perairan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis lulus pada tahun 2006 dan melanjutkan S2 pada Program Studi Ilmu Akuakultur IPB tahun 2007. Penulis mendapatkan bantuan beasiswa dari Yayasan R.v.G. Van Deventer Maas selama 12 bulan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN……….

I. PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Tujuan…..... II. TINJAUAN PUSTAKA... 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio)... 2.2 Growth Hormone (GH)... 2.3 Teknologi Protein Rekombinan...

2.4 Efek rGH pada Pertumbuhan Ikan………...

2.5 SDS-PAGE... III. METODOLOGI………... 3.1 Prosedur.……...... 3.1.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi mGH... 3.1.2 Preparasi Vektor... 3.1.3 Pembuatan Sel Kompeten... 3.1.4 Ligasi... 3.1.5 Transformasi.………... 3.1.6 Cracking……….. 3.1.7 Produksi Protein GH dalam Bakteri E. coli……….

3.1.8 Ekstraksi Protein GH………….………..

3.1.9 SDS-PAGE….………. 3.1.10 Uji Bioaktivitas rGH Ikan Mas……….…………. 3.2 Analisis Data……….

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature...………

4.2 Kloning Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature ke Vektor pGEM-T Easy……….. 4.3 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature.………...…..

4.4 Preparasi Vektor Ekspresi pCold I………...

4.5 Kloning Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature ke Vektor pCold I……….…..……….. 4.6 Isolasi Plasmid C-mCcGH dan Analisis Urutan Nukleotida…...

4.7 Transformasi Plasmid C-mCcGH ke Bakteri E. coli BL21

(DE3)………

4.8 Ekspresi dan Analisis Protein rGH……….. 4.9 Uji Bioaktivitas rGH Ikan Mas………

xii xiv 1 1 2 3 3 3 4 7 8 9 9 9 9 10 11 11 11 11 12 12 12 13 14 14 15 16 17 18 19 20 22 23


(13)

xi

V. KESIMPULAN DAN SARAN………

DAFTAR PUSTAKA……….……..

LAMPIRAN………..

26 27 32


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Lokasi tempat produksi hormon-hormon pada adenohipofisis teleostei (Rosenfeld et al. 2007); PRL= prolactin, TSH= thyroid-stimulating hormone, GH= growth hormone, FSH= follicle-stimulating hormone, LH= luteinizing hormone, N= neurohypophysts, PI= pars intermidia, PPD= proximal pars distalis, RPD= rostral pars distalis...………... Peta vektor pGEM-T Easy (Promega 2009)... Peta vektor pCold I (Takara 2009)……... Hasil isolasi plasmid pGEM-T Easy yang mengandung cDNA CcGH; M= marker, 1 dan 2= plasmid pGEM-T Easy; Tanda panah menunjukkan posisi 3,6 kb yang merupakan ukuran plasmid pGEM-T Easy yang mengandung cDNA CcGH; angka di sebelah kiri merupakan ukuran marker………...

Hasil isolasi CcGH mature; M= marker, 1= CcGH mature, 2= full-length CcGH; angka di sebelah kanan merupakan ukuran

marker……….………...…..

Hasil cracking T-mCcGH dari bakteri konstruksi E. coli DH5α; T= vektor pGEM-T Easy tanpa insersi, 1-5= hasil cracking klon bakteri E. coli DH5α yang disisipi T-mCcGH; 3,0 kb merupakan ukuran vektor pGEM-T Easy tanpa insersi………...…….. Klon bakteri konstruksi E. coli DH5α yang membawa T-mCcGH Elektroforesis plasmid T-mCcGH hasil isolasi dari bakteri E. coli

DH5α; T-mCcGH= hasil isolasi plasmid T-mCcGH dari E. coli

DH5 α, M= marker; angka di sebelah kanan merupakan ukuran

marker……….………....……….

Hasil digesti plasmid T-mCcGH dengan enzim restriksi BamH I dan Sal I; M= marker; hasil digesti menghasilkan dua pita DNA yaitu vektor pGEM-T Easy pada posisi 3,0 kb dan CcGH mature pada posisi sekitar 0,6 kb; angka di sebelah kanan merupakan

ukuran marker………...

Hasil digesti vektor pCold I; M= marker, 1= vektor pCold I yang tidak didigesti, 2= vektor pCold I yang didigesti dengan enzim BamH I dan Sal I; angka di sebelah kiri merupakan ukuran marker……….………. 4 6 7 14 14 15 16 16 17 18


(15)

xiii 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

Hasil cracking C-mCcGH dari bakteri konstruksi E. coli DH5α;

T= vektor pGEM-T Easy tanpa insersi, 1-5= hasil cracking klon bakteri E. coli DH5α, √= klon bakteri E. coli DH5α yang tersisipi

oleh C-mCcGH………

Klon bakteri konstruksi E. coli DH5α yang membawa plasmid

C-mCcGH………....

Hasil transformasi plasmid C-mCcGH ke dalam E. coli BL21 (DE3)………...

Hasil cracking C-mCcGH dari bakteri E. coli BL21 (DE3); M= marker, 1-16= hasil cracking klon bakteri E. coli BL21 (DE3),

√= klon bakteri E. coli BL21 (DE3) yang tersisipi oleh

C-mCcGH; angka di sebelah kiri merupakan ukuran marker... Hasil uji orientasi fragmen CcGH mature pada vektor pCold I; M= marker, 1-6= hasil PCR klon bakteri E. coli BL21 (DE3), √=

klon bakteri E. coli BL21 (DE3) dengan orientasi C-mCcGH yang benar; angka di sebelah kanan merupakan ukuran

marker………...…..

Klon bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa konstruksi plasmid C-mCcGH………..

Hasil SDS-PAGE protein rGH; M= marker, 1= protein dari bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa pCold I tanpa insersi, 2= protein dari bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa plasmid C-mCcGH; tanda panah menunjukkan protein rGH ikan mas; angka di sebelah kiri menunjukkan ukuran

marker………..………

Bobot ikan mas yang disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi (pCold I) dan rGH ikan mas (mCcGH) yang dipelihara selama 8

minggu. Dosis penyuntikkan 1 μg GH/10 μl PBS/g bobot tubuh/minggu selama 4 minggu………..

Pertumbuhan mutlak ikan mas yang disuntikkan dengan plasmid pCold I tanpa insersi (pCold I) dan rGH ikan mas (mCcGH)…….

19 19 20 21 21 22 23 24 25


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1.

2. 3. 4. 5. 6.

Sekuens cDNA GH ikan mas berdasarkan Genbank M27000... Prediksi sinyal peptida CDS GH ikan mas... Hasil sekuensing CcGH-1..………... Hasil sekuensing CcGH-48..……….. Hasil pensejajaran CcGH-1 dan CcGH-48 dengan GH mature...

Hasil uji statistik pertumbuhan mutlak (G)………....

33 35 37 39 41 42


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Saat ini, biologi molekuler di perikanan berkembang dengan pesat. Beberapa perkembangan yang ada antara lain teknologi transgenik dan protein/DNA rekombinan. Teknologi tersebut berguna untuk menunjang kemajuan perikanan. Teknologi transgenik bermanfaat untuk menyisipkan gen-gen yang berguna dan menghasilkan ikan budidaya dengan karakter unggul. Contoh penggunaan teknologi transgenik adalah penyisipan gen penyandi hormon pertumbuhan (growth hormone (GH)) yang dapat memacu pertumbuhan ikan menjadi beberapa kali lipat dari ikan normal (Lutz 2001; Beardmore & Porter 2003; Dunham 2004; Raven et al. 2008), anti freeze protein (AFP) yang dapat meningkatkan toleransi ikan pada suhu dingin (Beardmore & Porter 2003) dan pigmen warna yang dapat menghasilkan ikan hias yang lebih menarik dengan beraneka ragam warna. Sementara itu, teknologi rekombinan dimanfaatkan untuk menghasilkan DNA ataupun protein yang bermanfaat bagi ikan secara massal dengan menggunakan bakteri, ragi, maupun sel sebagai media perbanyakannya (Sekine et al. 1985; Mahmoud 1999; Anathy et al. 2001; Li et al. 2003; Dyck et al. 2003; Acosta et al. 2007; Liu et al. 2007; Cui et al. 2007; Demain & Vaishnav 2009).

Salah satu yang dapat diperbanyak dalam teknologi rekombinan adalah protein GH. GH merupakan polipeptida esensial yang dibutuhkan oleh vertebrata untuk pertumbuhan dan perkembangan organisme secara normal (Anathy et al. 2001). Menurut Donaldson et al. (1979), terdapat bukti bahwa GH memacu pertumbuhan ikan dengan merangsang selera makan ikan dan memperbaiki konversi pakan. Perubahan pada kedua parameter tersebut setelah perlakuan pemberian GH menunjukkan cara kerja GH pada metabolisme. Akan tetapi, ketersediaan GH sangat sedikit dan terbatas (Tsai et al. 1997). Untuk mengatasinya, dapat memanfaatkan rekombinan GH yang menunjukkan fungsi yang sama dengan GH endogenous yang terdapat dalam ikan (Moriyama & Kawauchi 1990; Tsai et al. 1995; Ben-Atia et al. 1999; Xu et al. 2001; Li et al. 2003; Promdonkoy et al. 2004; Acosta et al. 2007). Perbanyakan GH dapat


(18)

2 dilakukan dengan menyisipkan vektor yang mengandung sekuens GH suatu spesies tertentu ke dalam bakteri Escherichia coli (Promdonkoy et al. 2004; Funkenstein et al. 2005). Di dalam bakteri tersebut, GH akan diekspresikan dan diperbanyak dengan cepat sesuai dengan kecepatan E. coli membelah diri. Hormon hasil perbanyakan tersebut dapat diaplikasikan untuk memacu pertumbuhan ikan, baik dengan cara injeksi maupun melalui pemberian pakan yang telah dicampur dengan hormon tersebut (Promdonkoy et al. 2004). Berdasarkan penelitian sebelumnya, pemberian rekombinan GH (rGH) dapat meningkatkan pertumbuhan ikan seperti pada ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) (Sekine et al. 1985; Garber et al. 1995; Kitlen et al. 1997), ikan mujair (Oreochromis mossambicus) (Flik et al. 1993), ikan belanak (Mugil cephalus) (Tsai et al. 1995), ikan grass carp (Ctenopharyngodon idella) (Lin et al. 1995), ikan black seabream (Spondyliosoma cantharus) (Tsai et al. 1997), ikan gilthead seabream (Sparus aurata) (Ben-Atia et al. 1999), ikan red sea bream (Pagrosomus major) (Xu et al. 2001), ikan nila (Oreochromis niloticus) (Leedom et al. 2002; Li et al. 2003; Acosta et al. 2007), ikan giant catfish (Pangasionodon gigas) (Promdonkoy et al. 2004), dan ikan beronang (Siganus guttatus) (Funkenstein et al. 2005).

Ikan mas merupakan salah satu ikan yang permintaannya terus meningkat. Hal ini bisa terlihat dari jumlah produksi ikan ini yang terus meningkat dari tahun 1999 hingga tahun 2007 (DKP 2009). Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan adanya alternatif untuk peningkatan produksinya. Salah satu alternatif yang dapat dipilih adalah dengan penggunaan rGH. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengisolasi fragmen DNA penyandi protein GH mature (mGH) dari ikan mas kemudian memproduksi protein rekombinannya di dalam bakteri E. coli. Protein rekombinan selanjutnya diaplikasikan melalui injeksi untuk mengevaluasi dampak pemberian rGH terhadap pertumbuhan benih ikan mas.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan protein rGH dari ikan mas serta menguji bioaktivitasnya pada benih ikan mas.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Ikan mas merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting, dagingnya banyak disukai orang, mudah dipelihara, dapat memanfaatkan makanan buatan, relatif tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya relatif cepat dan mempunyai toleransi yang besar terhadap kisaran suhu dan oksigen telarut, dan mudah dipijahkan (Hardjamulia & Suseno 1975). Ikan mas mula-mula didatangkan dari China dan Rusia, kemudian didatangkan juga dari Eropa pada tahun 1972 dan 1930, Taiwan pada tahun 1970, serta dari Jepang pada tahun 1980 (Bardach 1972). Data statistik mengindikasikan bahwa produksi ikan mas hampir mendekati batas puncaknya. Bagaimanapun juga, ikan mas merupakan salah satu komoditas penting (FAO 2010), sehingga perlu ada inovasi untuk memenuhi permintaan akan ikan mas.

2.2 Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone (GH))

GH merupakan polipeptida yang disekresikan oleh bagian anterior dari kelenjar pituitari yang memacu pertumbuhan tubuh, khususnya dengan merangsang pelepasan somatomedin, dan mempengaruhi metabolisme protein, karbohidrat, dan lipid. Menurut Biotechnology Industry Organization (2007), GH manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1920 oleh Evans dan Long. Kemudian, pada tahun 1979 hormon tersebut disintesis untuk pertama kali. GH bekerja dengan merangsang sintesis protein dan pemecahan lemak (untuk energi). Hormon ini merupakan peptida yang besar yang terdiri dari 191 asam amino dan relatif spesies-spesifik. Sekresi hormon pertumbuhan dikendalikan oleh hipothalamus. Somatotropin menggambarkan hormon pertumbuhan yang biasa diproduksi di hewan, sedangkan somatropin menggambarkan hormon pertumbuhan yang diproduksi oleh teknologi DNA rekombinan (Wikipedia 2009a). Sekresi GH dirangsang oleh growth hormone releasing hormone (GHRH), ghrelin, protein pakan, kandungan gula darah yang rendah, peningkatan sekresi androgen, dan arginin, sedangkan yang menghambat antara lain somatostatin, konsentrasi hormon pertumbuhan dan insulin like growth factor 1


(20)

4 (IGF-1) yang bersirkulasi, kandungan gula darah yang tinggi, glukokortikoid, dan estradiol ataupun estrogen lainnya. Lokasi tempat produksi hormon-hormon pada adenohipofisis teleostei ditunjukkan pada Gambar 1. Kandungan GH dalam tubuh ikan berkisar antara 0,2-111,2 ng/ml plasma darah (Björnsson et al. 1988; Takahashi et al. 1991; Farbridge et al. 1992; Björnsson et al. 1998; Björnsson et al. 2000; Einarsdottir et al. 2002; Arnesen et al. 2003; Drennon et al. 2003; Nordgarden et al. 2005).

Beberapa pengaruh hormon pertumbuhan dalam tubuh antara lain meningkatkan retensi kalsium, meningkatkan massa otot, merangsang lipolisis, meningkatkan sintesis protein, merangsang pertumbuhan dari seluruh organ internal kecuali otak, berperan dalam pemenuhan homeostasi, mengurangi pengambilan glukosa oleh hati, merangsang glukoneogenesis dalam hati, berkontribusi dalam pemeliharaan dan fungsi dari islet pankreatik, dan merangsang sistem imun. Selain pertumbuhan yang lambat, kekurangan hormon pertumbuhan juga dapat menghambat pematangan seksual.

Gambar 1. Lokasi tempat produksi hormon-hormon pada adenohipofisis teleostei (Rosenfeld et al. 2007); PRL= prolactin, TSH= thyroid-stimulating hormone, GH= growth hormone, FSH= follicle-stimulating hormone, LH= luteinizing hormone, N= neurohypophysts, PI= pars intermidia, PPD= proximal pars distalis, RPD= rostral pars distalis


(21)

5 2.3 Teknologi Protein Rekombinan

DNA rekombinan merupakan hasil dari suatu fragmen DNA yang mengandung gen yang akan diklon dan diinsersikan pada molekul DNA sirkular yang disebut vektor (Brown 2003). Vektor tersebut bertindak sebagai wahana yang membawa gen masuk ke dalam sel tuan rumah yang bisa berupa bakteri maupun sel jenis lainnya. Dalam sel inang tersebut, vektor melakukan replikasi dan menghasilkan banyak kopi atau tiruan yang identik, baik vektor itu sendiri maupun gen yang dibawanya. Ketika sel inang membelah, kopi molekul DNA rekombinan diwariskan pada progeni dan terjadi replikasi vektor selanjutnya. Pembelahan sel tersebut akan menghasilkan koloni atau klon sel yang identik. Kloning dan ekspresi GH rekombinan telah berhasil didapatkan dari beberapa ikan antara lain ikan rainbow trout (Sekine et al. 1985), ikan tuna (Lin et al. 1995), ikan indian catfish (Anathy et al. 2001), ikan mas (Li et al. 2003), ikan mas koki (Chan et al. 2003), ikan beronang (Funkenstein et al. 2005), dan ikan nila merah (Acosta et al. 2007).

Langkah-langkah untuk mendapatkan DNA rekombinan terdiri dari beberapa tahap yaitu isolasi gen yang akan diinsersikan, preparasi vektor, pembuatan sel kompeten, ligasi, transformasi, isolasi plasmid ataupun cracking, dan kloning (Glick & Pasternak 2003). Isolasi gen merupakan langkah awal untuk mendapatkan DNA rekombinan. Gen tersebut diisolasi dari organisme yang akan digunakan dengan menggunakan primer yang disusun berdasarkan data dari bank gen. Jika gen yang akan diisolasi dari suatu spesies tertentu telah diketahui urutan nukleotidanya, maka primer yang akan digunakan untuk mengisolasi gen target dapat langsung disusun berdasarkan data tersebut. Akan tetapi, jika data mengenai gen suatu spesies belum ada, maka primer dapat disusun berdasarkan data nukleotida dari gen target yang sama tetapi berasal dari beberapa spesies yang berbeda.

Brown (2003) menyatakan bahwa vektor merupakan molekul DNA sirkular yang terdapat bebas dalam sel bakteri. Seluruh vektor memiliki paling sedikit 1 rangkaian DNA yang dapat bertindak sebagai asal replikasi sehingga mampu memperbanyak diri di dalam sel dan tidak tergantung pada kromosom bakteri. Vektor yang terbaik untuk wahana kloning ialah vektor yang memiliki ukuran


(22)

6 kurang dari 10 kb. Akan tetapi, pada keadaan tertentu dapat digunakan plasmid yang lebih besar untuk kloning.

Salah satu vektor yang biasa digunakan sebagai vektor kloning adalah pGEM-T Easy (Gambar 2) dan sebagai vektor ekspresi adalah pCold I DNA (Takara) (Gambar 3). Sebagai vektor kloning, pGEM-T Easy memiliki kelebihan timin yang menggantung di ujungnya yang terbuka sehingga penempelan gen insersi tidak memerlukan enzim restriksi, sedangkan pCold I sebagai vektor ekspresi merangsang ekspresi gen yang diinsersikan dengan memanfaatkan promotor turunan yang berasal dari gen cspA yang merupakan salah satu gen cold-shock. Karena vektor ini memanfaatkan promotor turunan dari E. coli, maka banyak strain E. coli yang dapat dimanfaatkan sebagai host ekspresi. pCold I mengandung TEE, sekuens His-Tag, dan situs pembelahan Faktor Xa (Takara 2009).


(23)

7 Gambar 3. Peta vektor pCold I (Takara 2009)

2.4 Efek rGH pada Pertumbuhan Ikan

Penggunaan rGH untuk memacu pertumbuhan ikan sudah banyak dilakukan. Pemberian 0,5% rGH dalam pakan yang diberikan selama 12 minggu pada juvenil ikan sea bream hitam menunjukkan perbedaan bobot sebesar 41,67% dari ikan kontrol setelah pemeliharaan selama 18 minggu (Tsai et al. 1997). Menurut Sekine et al. (1985), pemberian rGH pada ikan rainbow trout dapat meningkatkan pertumbuhan sebesar 50% dibandingkan dengan ikan rainbow trout yang tidak diberi perlakuan rGH, sedangkan pada benih ikan beronang, pemberian rGH sebesar 0,5 µg/g bobot tubuh sebanyak 1 kali per minggu selama 4 minggu dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 20% dari kontrol (Funkenstein et al. 2005).

Pemberian rGH ikan mas sebesar 0,1 µg/g bobot tubuh yang diproduksi dalam Pichia pastoris pada benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53,1% dibandingkan dengan kontrol (Li et al. 2003). Pemberian rGH tersebut dilakukan baik melalui injeksi (Sekine et al. 1985; Tsai et al. 1995;


(24)

8 Leedom et al. 2002; Li et al. 2003; Funkenstein et al. 2005), melalui pakan (Tsai et al. 1997; Xu et al. 2001), ataupun melalui perendaman (Acosta et al. 2007).

2.5 SDS-PAGE

Sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) merupakan metode yang cepat, murah, dan mudah dikerjakan untuk mengkuantifikasi, membandingkan, dan mengkarakterisasi protein berdasarkan berat molekul dan pergerakan elektroforetiknya (Bollag et al. 1996; Wikipedia 2009b). Bahan pembuat gelnya yaitu polyacrylamide, merupakan material yang sama yang digunakan dalam pembuatan lapisan elektroda dan contact lens. PAGE merupakan gel sintetis, transparan, kuat, dan dapat dibuat untuk berbagai ukuran pori. Ukuran pori ini dibuat berdasarkan berat protein yang akan dianalisa.

Tabel 1. Rentang resolusi optimal PAGE (Bollag et al. 1996) Konsentrasi

Akrilamid (% gel)

Resolusi Pemisahan (kDa) 15

12,5 10 7,5 5

15-45 15-60 18-75 30-120 60-212

SDS merupakan agen pemisah yang biasa digunakan untuk mengubah sifat protein asli menjadi polipeptida individual. Tanpa SDS, protein berbeda dengan berat molekul yang sama akan mengalami migrasi yang berbeda sesuai dengan perbedaan rasio massa, dimana masing-masing protein memiliki nilai isoelektrik dan berat molekul partikular sesuai dengan struktur primernya (Wikipedia 2009b).


(25)

III. METODOLOGI

3.1 Prosedur

3.1.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi mGH

Fragmen DNA penyandi mGH ikan mas diisolasi dari cDNA full-length GH ikan mas yang ada dalam plasmid pGEM-T Easy (koleksi laboratorium) menggunakan metode PCR. Amplifikasi PCR menggunakan primer forward CcGHMP-F 5’-GGATCC TCA GAC AAC CAG CGG CTC TTC-3’ dan reverse CcGHP-R 5’-GTCGAC CTA CAG GGT GCA GTT GGA ATC CAG-3’. Nukleotida yang diberi garis bawah merupakan situs restriksi masing-masing adalah BamH I dan Sal I yang berguna dalam proses pembuatan vektor ekspresi protein. Penentuan sekuens primer yang akan digunakan untuk mengisolasi CcGH mature dibuat berdasarkan data Genbank M27000 (Lampiran 1) dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program SignalP 3.0 Server pada situs

http://www.cbs.dtu.dk/services/signalP untuk menentukan sinyal peptida dan GENETYX versi 7.

Satu mikrogram plasmid yang mengandung cDNA full-length GH ikan mas digunakan sebagai cetakan untuk PCR, dicampur dengan 1 µl primer forward maupun reverse (10 pmol/µl), 1 µl dNTPs, 1 µl LA buffer, 0,05 µl LA Taq polymerase (Takara), 1 µl MgCl2 kemudian ditambahkan SDW sampai volume

akhir menjadi 10 µl. Proses PCR menggunakan program denaturasi awal pada suhu 94°C selama 3 menit; (94°C selama 30 detik; 67°C selama 30 detik; 72°C selama 1 menit) sebanyak 35 siklus; dan ekstensi akhir pada suhu 72°C selama 3 menit.

Untuk mengklarifikasi hasil PCR, selanjutnya dilakukan elektroforesis. Fragmen DNA mGH ikan mas sepanjang 579 bp. Selanjutnya, hasil PCR tersebut dapat digunakan sebagai gen yang akan diinsersi ke dalam vektor.

3.1.2 Preparasi Vektor

Sebanyak 3 μg pCold I yang akan digunakan dimasukkan ke dalam

Eppendorf lalu dicampurkan dengan 3 μl 10x buffer enzim restriksi. Kemudian sebanyak 10-20 U BamH I dan Sal I dicampurkan dan ditambah dengan SDW


(26)

10 hingga volume campuran mencapai 30 μl. Campuran ini diinkubasi pada suhu 37°C selama 2-4 jam. Selanjutnya, campuran ditambahkan dengan 0,05 unit alkalin fosfat/pmol akhir. Lalu dilarutkan dalam akuades sebelum digunakan. Larutan ini kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Selanjutnya, dilakukan elektroforesis pada agarosa 1% hingga cukup jauh untuk memisahkan vektor linear yang tidak terdigesti. Setelah diamati dengan menggunakan UV illuminator, bagian gel agarosa yang terdapat pita mengandung vektor yang sudah didigesti dipotong lalu dimurnikan dengan menggunakan kit Mobio Ultra

Clean™ 15 DNA Purification (MoBio Laboratories, CA, USA). Vektor pCold I

yang sudah didigesti dengan enzim BamH I dan Sal I kemudian disimpan pada suhu -20°C hingga akan digunakan. Vektor pGEM-T Easy yang akan digunakan sebagai vektor kloning dapat langsung digunakan untuk ligasi.

3.1.3 Pembuatan Sel Kompeten

Koloni tunggal bakteri E. coli DH5α maupun BL21 (DE3) (tergantung vektor yang akan digunakan) dikultur dalam 25 ml 2xYT kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 16-18 jam. Kemudian dilakukan sub kultur sebanyak 1% dan ditumbuhkan kembali dalam 25 ml 2xYT lalu diinkubasi selama 3 jam. Selanjutnya, biakan bakteri tersebut disimpan dalam wadah yang berisi es selama 30 menit, diambil 1,5 ml, lalu dimasukkan ke dalam Eppendorf dan disentrifugasi pada 5000 rpm selama 2 menit. Supernatan yang ada kemudian dibuang. Kedua langkah sebelumnya diulang sebanyak 2 kali. Pellet yang ada dalam Eppendorf kemudian dicuci dengan menggunakan 1 ml NaCl mix dingin dan disentrifugasi selama 2 menit pada 5000 rpm. Supernatan yang terbentuk kemudian dibuang dan ditambahkan CaCl mix dingin sebanyak 1 ml lalu dibiarkan selama 20 menit dalam wadah yang berisi es. Selanjutnya, disentrifugasi kembali selama 2 menit pada 5000 rpm. Supernatan yang terbentuk kemudian dibuang dan pellet yang ada

disuspensikan dengan 200 μl CaCl mix. Campuran tersebut diinkubasi dalam es


(27)

11 3.1.4 Ligasi

Tahap selanjutnya adalah ligasi fragmen DNA dengan vektor kloning pGEM-T Easy maupun vektor ekspresi pCold I. Komposisi reaksi ligasi meliputi 5 µL larutan DNA, 0,5 µL pGEM-T Easy ataupun pCold I, 6,5 µL 5x buffer ligasi, dan 1 µL enzim T4 DNA ligase (Takara). Inkubasi dilakukan selama 2 jam pada suhu ruang, kemudian hasil ligasi dapat langsung digunakan atau disimpan pada suhu 4°C.

3.1.5 Transformasi

Prosedur transformasi dilakukan mengikuti metode yang ada dalam Megawati (2008). Transformasi merupakan pengambilan materi genetik melalui dinding sel yang menghasilkan penyatuan dan ekspresi dari materi genetik eksogenus. Transformasi dilakukan menggunakan kejutan panas pada suhu 42°C selama 50 detik.

3.1.6 Cracking

Prosedur cracking dilakukan berdasarkan Megawati (2008). Prosedur ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang merupakan transforman dengan cara mengeluarkan plasmid yang ditransformasikan ke dalam bakteri.

3.1.7 Produksi Protein GH dalam Bakteri E. coli

Koloni tunggal bakteri yang telah terinsersi vektor pCold I yang mengandung fragmen DNA GH mature dari biakan yang masih muda dipilih dan diinokulasikan dalam 50 ml LB yang mengandung ampisilin dalam erlenmeyer 250 ml. Inokulan tersebut diinkubasi dalam shaker selama 16-18 jam dengan suhu 37°C. Kemudian dilakukan sub kultur sebanyak 1% dan ditumbuhkan kembali dalam 50 ml LB selama 2 jam. Selanjutnya, diberikan kejutan dengan menggunakan suhu 15°C selama 30 menit. Setelah itu, biakan tersebut diberikan IPTG hingga konsentrasi akhir IPTG pada media 1 mM. Biakan tersebut kemudian diinkubasi dalam shaker dengan suhu 15°C selama 24 jam. Setelah 24 jam, bakteri yang ada dikumpulkan dengan menggunakan sentrifugasi.


(28)

12 3.1.8 Ekstraksi Protein GH

Pellet bakteri E. coli BL21 yang sudah memproduksi rGH diresuspensi dengan menggunakan PBS yang mengandung 0,1% (w/v) Triton X-100 kemudian disonikasi (1 menit dihidupkan dan 1 menit dimatikan) sebanyak 6 siklus dengan kekuatan maksimal. Suspensi yang ada kemudian disentrifugasi untuk memisahkan bahan terlarut dan tidak terlarut. Supernatan yang terbentuk kemudian dibuang. Pellet yang terbentuk kemudian dibilas sebanyak 2 kali dengan menggunakan 1 M NaCl yang megandung 1% (w/v) Triton X-100 dan terakhir dibilas dengan menggunakan PBS. Badan inklusi yang mengandung rGH selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa SDS-PAGE dan digunakan untuk uji bioaktivitas.

3.1.9 SDS-PAGE

Prosedur pengerjaan SDS-PAGE dilakukan berdasarkan metode Blackshear (1984) dalam Bollag et al. (1996). Konsentrasi gel acrylamid yang digunakan adalah 10% dan menggunakan pewarnaan Coomasie brilliant blue. Marker ukuran protein yang digunakan adalah Pre Stained Protein Marker, Broad Range (7-175 kDa) (BioLabs, New England).

3.1.10 Uji Bioaktivitas rGH Ikan Mas

Badan inklusi yang mengandung protein rGH ikan mas yang telah diekstraksi dari E. coli disuntikkan secara intramuskular kepada benih ikan mas dengan bobot 5,15±0,4 g. Pemeliharaan dilakukan dalam akuarium berukuran 60x30x40 cm dengan kepadatan 11 ekor/akuarium. Benih tersebut disuntik sebanyak satu kali per minggu selama 4 minggu dengan dosis 1 μg badan inklusi yang mengandung rGH ikan mas/10 μl PBS/g bobot tubuh. Ikan kontrol disuntik dengan menggunakan 1 μg pCold I tanpa insersi/10 μl PBS/g bobot tubuh. Ikan diberi makan dengan menggunakan pelet komersial secara at satiation sebanyak tiga kali sehari. Bobot tubuh ikan diukur setiap penyuntikan dan setelah 4 minggu pemeliharaan. Pemeliharaan dilakukan di ruangan tertutup yang dilengkapi dengan sistem aerasi. Setiap 4 hari sekali dilakukan penggantian air sebanyak 50%.


(29)

13 3.2 Analisis Data

Jumlah rGH yang dihasilkan oleh bakteri E. coli, koloni yang positif mengandung vektor insersi, sekuens protein, pertumbuhan mutlak ikan mas yang disuntik dengan rGH dianalisis secara deskriptif. Jumlah rGH yang dihasilkan dihitung dengan menggunakan program Totallab 120, sedangkan sekuens deduksi asam amino penyusun protein GH diperiksa dengan menggunakan program GENETYX versi 7.

Pertumbuhan mutlak (G) diukur dengan menggunakan rumus:

Keterangan: Wt = Bobot ikan pada akhir pemeliharaan (g)

W0 = Bobot ikan pada awal pemeliharaan (g)

Nilai pertumbuhan mutlak yang didapatkan dianalisis secara statistik dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007.


(30)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature

Plasmid pGEM-T Easy yang mengandung cDNA GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran 3648 bp pada gel elektroforesis pada (Gambar 4).

Gambar 4. Hasil isolasi plasmid pGEM-T Easy yang mengandung cDNA CcGH; M= marker, 1 dan 2= plasmid pGEM-T Easy; Tanda panah menunjukkan posisi 3,6 kb yang merupakan ukuran plasmid pGEM-T Easy yang mengandung cDNA CcGH; angka di sebelah kiri merupakan ukuran marker

Setelah berhasil diverifikasi, selanjutnya plasmid pGEM-T Easy yang membawa cDNA GH ikan mas diamplifikasi dengan PCR untuk mengisolasi fragmen GH mature ikan mas (CcGH). Sinyal peptida pada cDNA GH ikan mas terdapat pada posisi asam amino ke-22 dan 23 (Lampiran 2), sehingga nukleotida ke-103 hingga ke-122 dijadikan sebagai primer forward untuk mengisolasi CcGH mature. Berdasarkan analisis, dapat diketahui bahwa CcGH mature yang akan dihasilkan berukuran 579 bp. Hasil menunjukkan bahwa amplifikasi PCR untuk mengisolasi fragmen DNA CcGH mature telah berhasil dilakukan yang ditunjukkan dengan adanya pita DNA yang muncul pada ukuran 579 bp (Gambar 5).

Gambar 5. Hasil isolasi CcGH mature; M= marker, 1= CcGH mature, 2= full-length CcGH; angka di sebelah kanan merupakan ukuran marker

2,5 - 3,0 - 4,0 -

M kb

- 0,5 - 0,7 - 1,0 kb M 1

1 2

3,6 kb


(31)

15 4.2 Kloning Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature ke Vektor pGEM-T

Easy

Fragmen DNA penyandi CcGH mature yang sebelumnya telah berhasil diamplifikasi dan diisolasi dari gel elektroforesis selanjutnya diligasi ke vektor kloning pGEM-T Easy dan ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli DH5α. Tahap ini bertujuan untuk memperbanyak sekuens CcGH mature secara in vivo yang selanjutnya CcGH mature akan diinsersikan kedalam vektor ekspresi yaitu pCold I.

Keberhasilan ligasi CcGH mature ke dalam vektor pGEM-T Easy (Plasmid yang dihasilkan selanjutnya disebut sebagai T-mCcGH) dan transformasi plasmid T-mCcGH ke dalam E. coli DH5α bisa diketahui dari perbedaan warna koloni bakteri yang tumbuh dan cracking. Bakteri yang mengandung plasmid T-mCcGH akan berwarna putih, sedangkan bakteri yang mengandung vektor pGEM-T Easy tanpa insersi akan berwarna biru. Hal ini terjadi karena adanya marker LacZ yang terdapat dalam vektor pGEM-T Easy. Marker ini akan bekerja apabila pada media tumbuh terdapat IPTG dan X-gal. Akan tetapi, adanya insersi gen (CcGH mature) pada vektor pGEM-T Easy akan menonaktifkan gen LacZ sehingga X-gal yang terdapat pada media tumbuh tidak akan terurai menjadi galaktosa dan 5-bromo-4-kloroindigo dan menghasilkan koloni bakteri yang berwarna putih.

Selanjutnya, bakteri putih yang ada diidentifikasi dengan metode cracking untuk mengetahui apakah proses ligasi dan transformasi telah berhasil dilakukan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 6 bahwa ukuran DNA dari bakteri hasil transformasi plasmid memiliki ukuran lebih besar daripada plasmid kontrol (pGEM-T Easy). Hal ini menunjukkan bahwa proses ligasi CcGH mature ke dalam vektor pGEM-T Easy dan transformasi plasmid T-mCcGH kedalam bakteri telah berhasil dilakukan.

Gambar 6. Hasil cracking T-mCcGH dari bakteri konstruksi E. coli DH5α; T= vektor pGEM-T Easy tanpa insersi, 1-5= hasil cracking klon bakteri E. coli DH5α yang disisipi T-mCcGH; 3,0 kb merupakan ukuran vektor pGEM-T Easy tanpa insersi

3,0 kb -

T T 1 2 3 4 5


(32)

16 Hasil cracking menunjukkan bahwa sebagian besar koloni bakteri membawa plasmid T-mCcGH. Hal ini terlihat dari munculnya pita DNA pada gel elektroforesis dan penambahan ukuran pita DNA jika dibandingkan dengan vektor pGEM-T Easy tanpa insersi (3 kb). Koloni bakteri yang positif membawa plasmid T-mCcGH selanjutnya diremajakan pada media 2xYT yang telah ditambahkan ampisilin untuk diperbanyak secara in vivo (Gambar 7).

Gambar 7. Klon bakteri konstruksi E. coli DH5α yang membawa T-mCcGH 4.3 Isolasi Fragmen DNA Penyandi Fragmen CcGH Mature

Plasmid T-mCcGH yang berukuran 3,5 kb dan telah berhasil diperbanyak pada bakteri E. coli DH5α kemudian diisolasi. Hasil isolasi plasmid tersebut

selanjutnya dielektroforesis untuk mengetahui keberhasilannya (Gambar 8). Dari gambar tersebut bisa diketahui bahwa plasmid T-mCcGH telah berhasil diisolasi dari bakteri E. coli DH5α.

Gambar 8. Elektroforesis plasmid T-mCcGH hasil isolasi dari bakteri E. coli

DH5α; T-mCcGH= hasil isolasi plasmid T-mCcGH dari E. coli DH5

α, M= marker; angka di sebelah kanan merupakan ukuran marker

Setelah berhasil diisolasi, plasmid T-mCcGH didigesti dengan menggunakan enzim BamH I dan Sal I sesuai dengan situs restriksi yang telah disisipkan pada primer untuk mengisolasi fragmen DNA penyandi CcGH mature. Setelah didigesti, dilakukan elektroforesis untuk mengetahui hasil digesti dan

- 3,0 - 2,5 M T-mCcGH kb


(33)

17 mengisolasi fragmen CcGH mature (Gambar 9). Hasil menunjukkan bahwa digesti tersebut menghasilkan dua pita DNA; pita pertama merupakan fragmen plasmid pGEM-T Easy yang berukuran 3,0 kb dan pita kedua merupakan fragmen CcGH mature yang berukuran sekitar 0,5 kb.

Gambar 9. Hasil digesti plasmid T-mCcGH dengan enzim restriksi BamH I dan Sal I; M= marker; hasil digesti menghasilkan dua pita DNA yaitu vektor pGEM-T Easy pada posisi 3,0 kb dan CcGH mature pada posisi sekitar 0,6 kb; angka di sebelah kanan merupakan ukuran marker

4.4 Preparasi Vektor Ekspresi pCold I

Vektor pCold I yang akan digunakan sebagai vektor ekspresi merupakan vektor yang berbentuk sirkular. Oleh karena itu, sebelum disisipi oleh gen yang akan digunakan (CcGH mature), vektor ini perlu didigesti dengan menggunakan enzim restriksi yang terdapat pada multiple cloning site (MCS) vektor tersebut tetapi tidak memotong sekuens CcGH mature. Berdasarkan hasil analisis menggunakan program GENETYX versi 7, akhirnya ditentukan dua enzim restriksi yang digunakan yaitu BamH I dan Sal I. Penggunaan dua enzim restriksi tersebut bertujuan untuk menghasilkan fragmen yang berbentuk sticky end dan ujung nukleotida yang berbeda sehingga lebih mempermudah penempelan fragmen CcGH mature dan vektor pCold I pada saat ligasi serta meminimalisir kemungkinan fragmen CcGH mature tertempel dengan orientasi yang salah pada vektor pCold I. Hasil digesti vektor pCold I dengan menggunakan enzim BamH I dan Sal I dapat dilihat pada Gambar 10.

4,0 - 3,0 -

1,0 -

0,5 -

◄ pGEM-T Easy

CcGH mature M


(34)

18 Gambar 10. Hasil digesti vektor pCold I; M= marker, 1= vektor pCold I yang tidak didigesti, 2= vektor pCold I yang didigesti dengan enzim BamH I dan Sal I; angka di sebelah kiri merupakan ukuran marker Berdasarkan Gambar 10, diketahui bahwa digesti vektor pCold I telah berhasil dilakukan. Hal ini terlihat dari perbedaan posisi pita DNA antara vektor pCold I yang tidak didigesti dengan vektor pCold I yang didigesti. Pita DNA vektor pCold I yang didigesti lebih tinggi dibandingkan dengan vektor pCold I yang didigesti karena perbedaan bentuk keduanya. Vektor pCold I yang didigesti berbentuk linear sedangkan vektor pCold I yang tidak didigesti berbentuk sirkular. Fragmen DNA yang berbentuk sirkular memiliki mobilitas yang lebih tinggi di dalam gel agarosa dibandingkan dengan fragmen DNA yang berbentuk linear sehingga vektor pCold I yang didigesti terlihat memiliki ukuran yang lebih besar bila dibandingkan dengan vektor pCold I yang tidak didigesti.

4.5 Kloning Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature ke Vektor pCold I Fragmen DNA penyandi CcGH mature yang sebelumnya telah berhasil diisolasi dari vektor pGEM-T Easy selanjutnya diligasi dengan vektor pCold I yang telah didigesti dengan menggunakan enzim yang sama (plasmid yang dihasilkan selanjutnya disebut sebagai C-mCcGH). Selanjutnya, konstruksi plasmid C-mCcGH ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli DH5α untuk

diperbanyak secara in vivo. Bakteri hasil transformasi yang tumbuh kemudian diidentifikasi dengan metode cracking (Gambar 11).

3,0 -

2,0 - 4,0 -


(35)

19 Gambar 11. Hasil cracking C-mCcGH dari bakteri konstruksi E. coli DH5α; T= vektor pGEM-T Easy tanpa insersi, 1-5= hasil cracking klon bakteri E. coli DH5α, √= klon bakteri E. coli DH5α yang tersisipi oleh C -mCcGH

Berdasarkan hasil cracking (Gambar 11) diketahui bahwa cukup banyak koloni bakteri yang membawa plasmid C-mCcGH. Hal tersebut bisa dilihat dari ukuran pita DNA 3 koloni yang lebih besar bila dibandingkan dengan vektor pCold I tanpa insersi. Selanjutnya, koloni bakteri yang positif membawa plasmid C-mCcGH diremajakan pada media 2xYT yang telah ditambahkan ampisilin (Gambar 12).

Gambar 12. Klon bakteri konstruksi E. coli DH5α yang membawa plasmid C-mCcGH

4.6 Isolasi Plasmid C-mCcGH dan Analisis Urutan Nukleotida

Plasmid C-mCcGH diisolasi dari bakteri E. coli DH5α dan selanjutnya

dilakukan sekuensing untuk menganalisa urutan nukleotidanya. Urutan nukleotida dari plasmid C-mCcGH yang disekuensing dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Selanjutnya, hasil urutan nukleotida yang diperoleh disejajarkan dengan sekuens CcGH mature dengan menggunakan program GENETYX versi 7 (Lampiran 5). Hasil pensejajaran urutan nukleotida plasmid C-mCcGH memiliki tingkat kesamaan 99% dengan sekuens CcGH mature. Hal ini menandakan bahwa


(36)

20 sekuens CcGH mature telah berhasil diligasi ke dalam vektor pCold I. Perbedaan 1% yang terdapat dalam sekuens diduga terjadi akibat adanya variasi genetik pada template yang digunakan.

4.7 Transformasi Plasmid C-mCcGH ke Bakteri E. coli BL21 (DE3)

Plasmid C-mCcGH yang telah berhasil diisolasi dari bakteri E. coli DH5α

dan urutan nukleotidanya memiliki tingkat kesamaan yang tinggi dengan sekuens CcGH mature selanjutnya ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli BL21 (DE3) yang merupakan salah satu strain E. coli yang dapat digunakan sebagai host ekspresi yang bagus. Strain ini memiliki defisiensi protease lon dan ompT. Protease lon berfungsi untuk mendegradasikan protein normal dan juga protein yang tidak terlipat, sedangkan ompT merupakan protease yang terdapat pada membran terluar E. coli yang berfungsi untuk mendegradasi protein ekstraselular (BIOMOL 2004).

Setelah ditransformasikan, bakteri E. coli BL21 (DE3) yang diduga membawa konstruksi plasmid C-mccGH ditumbuhkan pada media 2xYT yang telah ditambahkan ampisilin (Gambar 13). Dari Gambar 13, dapat terlihat bahwa ada banyak koloni bakteri yang diduga mengandung plasmid C-mCcGH karena dapat tumbuh pada media yang mengandung ampisilin. Selanjutnya, koloni bakteri tersebut diidentifikasi dan diseleksi dengan menggunakan metode cracking untuk mengetahui apakah koloni bakteri yang ada benar telah disisipi oleh plasmid C-mCcGH (Gambar 14).


(37)

21 Gambar 14. Hasil cracking C-mCcGH dari bakteri E. coli BL21 (DE3); M= marker, 1-16= hasil cracking klon bakteri E. coli BL21 (DE3), √=

klon bakteri E. coli BL21 (DE3) yang tersisipi oleh C-mCcGH; angka di sebelah kiri merupakan ukuran marker

Dari hasil cracking (Gambar 14), koloni bakteri yang terindikasi positif membawa plasmid C-mCcGH selanjutnya diamplifikasi dengan menggunakan primer forward pCold I dan primer reverse CcGHP-R untuk verifikasi arah orientasi penempelan fragmen CcGH mature pada vektor pCold I (Gambar 15). Berdasarkan pita DNA yang muncul, dapat diketahui bahwa ada 5 klon dengan arah orientasi yang benar, yaitu klon nomor 1, 2, 4, 5, dan 6.

Gambar 15. Hasil uji orientasi fragmen CcGH mature pada vektor pCold I; M= marker, 1-6= hasil PCR klon bakteri E. coli BL21 (DE3), √= klon

bakteri E. coli BL21 (DE3) dengan orientasi C-mCcGH yang benar; angka di sebelah kanan merupakan ukuran marker

Bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa fragmen CcGH mature dengan orientasi yang benar selanjutnya ditumbuhkan pada media 2xYT yang telah ditambahkan ampisilin (Gambar 16).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 kb

4,0 -

- 1,0

- 0,7

- 0,5

M


(38)

22 Gambar 16. Klon bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa konstruksi plasmid

C-mCcGH

4.8 Ekspresi dan Analisis Protein rGH

Berdasarkan hasil analisis SDS-PAGE (Gambar 17), terdapat pita yang muncul pada posisi 25 kDa yang diduga merupakan protein rGH ikan mas. Berdasarkan hasil tersebut, bisa disimpulkan bahwa protein rGH ikan mas telah berhasil diproduksi. Dari 200 ml media 2xYT dapat dihasilkan 0,93 g pellet bakteri yang mengandung rGH. Dari pellet bakteri yang diproduksi, diperkirakan ada sebanyak 10,51% protein rGH dari total protein yang dihasilkan (diprediksi dengan menggunakan program Totallab TL 120). Cheng (1995) menyatakan bahwa rGH yang diproduksi oleh E. coli sekitar 8-10% dari total protein yang dihasilkan.


(39)

23 Gambar 17. Hasil SDS-PAGE protein rGH; M= marker, 1= protein dari bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa pCold I tanpa insersi, 2= protein dari bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa plasmid C-mCcGH; tanda panah menunjukkan protein rGH ikan mas; angka di sebelah kiri menunjukkan ukuran marker

Berdasarkan Gambar 17, dapat diketahui bahwa bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa plasmid C-mCcGH menghasilkan rGH yang berukuran sekitar 25 kDa (ditunjukkan dengan tanda panah). Berbeda dengan protein yang dihasilkan dari bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa pCold I tanpa insersi, tampak tidak ada protein pada ukuran 25 kDa. Tetapi, protein lain yang diproduksi relatif sama. Berat molekul protein yang dihasilkan lebih besar dari rGH yang diduga berdasarkan asumsi yaitu 21 kDa karena adanya penambahan dari His Tag yang terdapat di dalam vektor pCold I (Chan et al. 2003; Roberts et al. 2004). Penebalan pita protein pada posisi selain 25 kDa yang tidak terdapat pada protein dari bakteri E. coli BL21 (DE3) yang membawa pCold I tanpa insersi diduga merupakan struktur lain GH.

4.9 Uji Bioaktivitas rGH Ikan Mas

Bioaktivitas rGH ikan mas yang diproduksi dapat diketahui dengan membandingkan pertumbuhan mutlak ikan mas yang disuntikkan rGH ikan mas dan ikan mas yang disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi. Dari Gambar 18 dapat terlihat bahwa ikan mas yang disuntikkan dengan rGH ikan mas memiliki

M 1 2

58 -

30 -

25 - 17 - kDa


(40)

24 pertumbuhan yang lebih besar bila dibandingkan dengan ikan mas yang disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi. Hal ini menandakan bahwa rGH ikan mas yang diproduksi aktif dan dapat memacu pertumbuhan ikan.

Gambar 18. Bobot ikan mas yang disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi (pCold I) dan rGH ikan mas (mCcGH) yang dipelihara selama 8

minggu. Dosis penyuntikkan 1 μg GH/10 μl PBS/g bobot

tubuh/minggu selama 4 minggu

Pada akhir penelitian, penyuntikan rGH ikan mas meningkatkan pertumbuhan sebesar 106,56% bila dibandingkan dengan ikan mas yang disuntikkan dengan pCold I tanpa insersi. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan pada ikan sebelah, 24% (Jeh et al. 1998), juvenil ikan gilthead seabream, 29-33% (Ben-Atia et al. 1999), dan ikan mas koki, 43% (Promdonkoy et al. 2004), tetapi lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Mahmoud et al. (1998) pada ikan mas yaitu 120% dan Acosta et al. (2007) pada ikan nila yaitu 171%. Perbedaan peningkatan pertumbuhan tersebut diduga terkait dengan jenis dan ukuran ikan uji, sumber GH yang digunakan, dan metode pemberian GH.

Pertumbuhan mutlak ikan yang disuntikkan dengan rGH sebesar 12,98±0,56 g. Lebih tinggi bila dibandingkan dengan ikan yang disuntikkan dengan pCold I

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00

1 2 3 4 5 6 7 8

Bobo t Ikan (g) Minggu ke-pCold I mCcGH


(41)

25 tanpa insersi yaitu 6,28±4,69 g (Gambar 19). Walaupun uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0,05) (Lampiran 6), tetapi berdasarkan trend pertumbuhan yang didapatkan, terdapat indikasi bahwa rGH yang dihasilkan aktif secara biologi dan dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan organisme akuakultur sehingga dapat mempercepat masa pemeliharaan untuk mendapatkan ukuran ikan yang diinginkan. Kedepannya, untuk kemudahan dalam mengaplikasikannya, pemberian rGH dapat dilakukan melalui perendaman larva atau juvenil ikan dalam larutan rGH (Acosta et al.

2007) maupun mencampurkannya dengan pakan yang akan diberikan (Ben-Atia et al. 1999; Promdonkoy et al. 2004).

Gambar 19. Pertumbuhan mutlak ikan mas yang disuntikkan dengan protein dari pCold I tanpa insersi (pCold I) dan rGH ikan mas (mCcGH)

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

Pert

umbu

ha

n

mut

lak

(g)

Perlakuan

pCold I


(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Protein rGH ikan mas dapat diproduksi dengan menggunakan vektor pCold I di dalam bakteri E. coli dan terindikasi memiliki bioaktivitas dalam memacu pertumbuhan ikan mas.

5.2 Saran

Protein rGH ikan mas yang dihasilkan dapat digunakan oleh petani ikan untuk memacu pertumbuhan ikan lambat. Lebih jauh, perlu pengembangan dalam metode, dosis, dan waktu pemberian yang tepat agar lebih efisien dalam aplikasinya.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Acosta J, Morales R, Morales A, Alonso M, Estrada MP. 2007. Pichia pastoris expressing recombinant tilapia growth hormone accelerates the growth of tilapia. Biotechnology Lett. 29: 1671-1676.

Anathy V, Venugopal T, Koteeswaran R, Pandian TJ, Mathavan S. 2001. Cloning, sequencing and expression of cDNA encoding growth hormone from Indian catfish (Heteropneustes fossilis). J Bioscience 26: 315-324.

Arnesen AM, Toften H, Agustsson T, Stefansson SO, Handeland SO, Björnsson BT. 2003. Osmoregulation, feed intake, growth and growth hormone levels in 0+ Atlantic salmon (Salmo salar L.) transferred to seawater at different stages of smolt development. Aquaculture 222: 167-187.

Bardach JE, Ryther JH, Mclarney WO. 1972. Aquaculture Fish Farming and Husbandry Of Freshwater And Marine Organism. John Willey dan Sons Inc. New York.

Beardmore JA, Porter JS. 2003. Genetically Modified Organisms and Aquaculture. FAO Fisheries Circular, Roma.

Ben-Atia I, Fine M, Tandler A, Funkenstein B, Maurice S, Cavari B, Gertler A. 1999. Preparation of recombinant gilthead seabream (Sparus aurata) growth hormone and its use for stimulation of larvae growth by oral administration. Gen Comp Endocr 113: 155-164.

BIOMOL. 2004. Ampliqon III Competent Cells: Guide to Gene Expression in BL21. BIOMOL GmbH, Hamburg.

[BIO] Biotechnology Industry Organization. 2007. Guide to Biotechnology. Biotechnology Industry Organization, Washington.

Björnsson BT, Ogasawara T, Hirano T, Bolton JP, Bern HA. 1988. Elevated growth hormone levels in stunted Atlantic salmon, Salmo salar. Aquaculture 73: 275-281.

Björnsson BT, Stefansson GV, Berge ÅI, Hansen T, Stefansson SO. 1998. Circulating growth hormone levels in Atlantic salmon smolts following seawater transfer: effects of photoperiod regime, salinity, duration of exposure and season. Aquaculture 168: 121-137.

Björnsson BT, Hemre GI, Bjørnevik M, Hansen T. 2000. Photo period regulation of plasma growth hormone levels during induced smoltification of under yearling Atlantic salmon. Gen Comp Endocr 119: 17–25.


(44)

28 Blackshear PJ. 1984. Systems for polyacrylamide gel electrophoresis. Meth. Enzymology 104: 237-255. Di dalam: Bollag DM, Rozycki MD, Edelstein SJ. 1996. Protein Methods 2nd Ed. Wiley-Liss Inc., New York.

Bollag DM, Rozycki MD, Edelstein SJ. 1996. Protein Methods 2nd Ed. Wiley-Liss Inc., New York.

Brown T. 2003. Pengantar Kloning Gena. S.A. Muhammad dan Praseno, editor. Yayasan Esentia Medica, Yogyakarta.

Chan YH, Cheng CHK, Chan KM. 2003. Recombinant goldfish growth hormones (gfGH-I and -II) expressed in Escherichia coli have similar biological activities. Comp Biochem and Physiol Part A 135: 613-624.

Cheng CM. 1995. A Study on a Recombinant Teleostean Growth Hormone [disertasi]. Maryland: University of Maryland, Baltimore County.

Cui M, Li W, Liu W, Yang K, Pang Y, Haoran L. 2007. Production of recombinant orange-spotted grouper (Epinephelus coloides) luteinizing hormone in insect cells by the baculo virus expression system and its biological effect. Biol Reprod 76: 74-84.

Demain AL, Vaishnav P. 2009. Production of recombinant proteins by microbes and higher organisms. Biotechnol Adv 27: 297-306.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Indonesian Fisheries Statistics Index 2009. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Donaldson EM, Fagerlund UHM, Higgs DA, McBride JR. 1979. Hormonal enhancement of growth. Di dalam: Hoar WS, Randall DJ, dan Brett JR, editor. Fish Physiology Vol. 8: Bioenergetics and Growth. Academic Press, California.

Drennon K, Moriyama K, Kawauchi H, Small B, Silverstein J, Parhar I, Shepherd B. 2003. Development of an enzyme-linked immuno sorbent assay for the measurement of plasma growth hormone (GH) levels in channel catfish (Ictalurus punctatus): assessment of environmental salinity and GH secretogogues on plasma GH levels. Gen Comp Endocr 133: 314-322. Dunham RA. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology: genetic

approaches. CABI Publishing, Oxfordshire.

Dyck MK, Lacroix D, Pothier F, Sirard MA. 2003. Making recombinant proteins in animals–different systems, different applications. Trends Biotechnol 21: 394-399.


(45)

29 Einarsdottir IE, Sakata S, Björnsson BT. 2002. Atlantic halibut growth hormone: structure and plasma levels of sexually mature males and females during photoperiod-regulated annual cycles. Gen Comp Endocr 127: 94-104. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2010. Cultured Aquatic

Species-Common carp. Food and Agriculture Organization, Roma.

Farbridge KJ, Flett PA, Leatherland JF. 1992. Temporal effect of restricted diet and compensatory increased dietary intake on thyroid function, plasma growth hormone levels and tissue lipid reserves of rainbow trout Onchorhynchus mykiss. Aquaculture 104: 157-174.

Flik G, Atsma W, Fenwick JC, Rentier-Delrue F, Smal J, Bonga SEW. 1993. Homologous recombinant growth hormone and calcium metabolism in the tilapia, Oreochromis mossambicus, adapted to fresh water. J Exp Biol 185: 107-119.

Funkenstein B, Dyman A, Lapidot Z, de Jesus-Ayson EG, Gertler A, Ayson FG. 2005. Expression and purification of a biologically active recombinant rabbitfish (Siganus guttatus) growth hormone. Aquaculture 250: 504-515. Garber MJ, DeYonge KG, Byatt JC, Lellis WA, Honeyfield DC, Bull RC,

Schelling GT, Roeder RA. 1995. Dose-response effects of recombinant bovine somatotropin (Posilac) on growth performance and body composition of two-year-old rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). J Anim Sci 73: 3216-3222.

Glick BR, Pasternak JJ. 2003. Molecular Biotechnology: principles and application of recombinant DNA 3rd Ed. ASM Press, Washington.

Hardjamulia A, Suseno A. 1975. Budidaya Ikan Introduksi. SUPM.

Jeh HS, Kim CH, Lee HK, Han K. 1998. Recombinant flounder growth hormone from Escherichia coli: overexpression, efficient recovery, and growth-promoting effect on juvenile flounder by oral administration. J Biotechnol 60: 183-193.

Kitlen JW, Hejbøl EK, Zinck T, Varming K, Byatt JC, McLean E. 1997. Growth performance and respiratory burst activity in rainbow trout treated with growth hormone and vaccine. Fish Shellfish Immunol 7: 297-304.

Leedom TA, Uchida K, Yada T, Richman III NH, Byatt JC, Collier RJ, Hirano T, Grau EG. 2002. Recombinant bovine growth hormone treatment of tilapia: growth response, metabolic clearance, receptor binding and immunoglobulin production. Aquaculture 207: 359-380.


(46)

30 Li Y, Bai J, Jian Q, Ye X, Lao H, Li X, Luo J, Liang X. 2003. Expression of common carp growth hormone in the yeast Pichia pastoris and growth stimulation of juvenile tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture 216: 329-341.

Lin HR, Zhang Q, Peter RE. 1995. Effects of recombinant tuna growth hormone (GH) and analogs of gonadotropin-releasing hormone (GnRH) on growth of grass carp (Ctenopharyngodon idellus). Aquaculture 129: 341-343.

Liu S, Zang X, Liu B, Zhang X, Arunakumara KKIU, Zhang X, Liang B. 2007. Effect of growth hormone transgenic Synechocystis on growth, feed

efficiency, muscle composition, haematology and histology of turbot

(Scophthalmus maximus L.). Aquacul Res 38: 1283-1292.

Lutz CG. 2001. Practical Genetics for Aquaculture. Fishing News Book, Oxford. Mahmoud SS, Wang S, Moloney MM, Habibi HR. 1998. Production of a

biologically active novel goldfish growth hormone in Escherichia coli. Comp Biochem Physiol Part B 120: 657-663.

Mahmoud SS. 1999. Production of recombinant carp growth hormone in the seed of Brassica napus [disertation]. Alberta: Department of Biological Sciences, University of Calgary.

Megawati N. 2008. Isolasi dan karakterisasi sekuens parsial cDNA hormon pertumbuhan ikan gurami Osphronemus gouramy [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Moriyama S, Kawauchi H. 1990. Growth stimulation of juvenile salmonids by immersion in recombinant salmon growth hormone. Nipp Suis Gakk 56: 31-34.

Nordgarden U, Hansen T, Hemre GI, Sundby A, Björnsson BT. 2005. Endocrine growth regulation of adult Atlantic salmon in seawater: the effects of light regime on plasma growth hormone, insulin-like growth factor-I, and insulin levels. Aquaculture 250: 862-871.

Promdonkoy B, Warit S, Panyim S. 2004. Production of a biologically active growth hormone from giant catfish (Pangasionodon gigas) in Escherichia coli. Biotechnol Lett 26: 649-653.

[PROMEGA] Promega Corporation. 2009. pGEM®-T and pGEM®-T Easy Vector Systems. Promega Corporation, Madison.


(47)

31 Raven PA, Uh M, Sakhrani D, Beckman BR, Cooper K, Pinter J, Leder EH, Silverstein J, Devlin RH. 2008. Endocrine effects of growth hormone overexpression in transgenic coho salmon. Gen Comp Endocr 159: 26-37. Roberts S, Barry T, Malison J, dan Goetz F. 2004. Production of a recombinantly

derived growth hormone antibody and the characterization of growth hormone levels in yellow perch. Aquaculture 232: 591-602.

Rosenfeld H, Meiri I, Elizur A. 2007. Gonadotropic regulation of oocyte development. Di dalam: Babin PJ, Cerdà J, Lubzens E, editor. The Fish Oocyte: From Basic Studies to Biotechnological Applications. Springer, Dordrecht.

Sekine S, Mizukami T, Nishi T, Kuwana Y, Saito A, Sato M, Itoh S, Kawauchi H. 1985. Cloning and expression of cDNA for salmon growth hormone in Escherichia coli. Proc Nati Acad Sci USA 82: 4306-4310.

Takahashi A, Ogasawara T, Kawauchi H, Hirano T. 1991. Effects of stress and fasting on plasma growth hormone levels in the immature rainbow trout. Nipp Suis Gakk 57: 231-235.

[TAKARA] Takara Bio Inc. 2009. Cold Shock Expression System: pCold I DNA. Takara Bio Inc., Jepang.

Tsai HJ, Lin KL, Kuo JC, Chen SW. 1995. Highly efficient expression of fish growth hormone by Escherichia coli cells. Appl Environ Microbiol 61: 4116-4119.

Tsai HJ, Hsih MH, Kuo JC. 1997. Escherichia coli produced fish growth hormone as a feed additive to enhance the growth of juvenile black seabream (Acanthopagrus schlegeli). J Appl Ichthyol 13: 78-82.

Wikipedia. 2009a. Growth Hormone. http://en.wikipedia.org/w/index.php?title= Growth_hormone [11 Maret 2009].

Wikipedia. 2009b. SDS-PAGE. http://en.wikipedia.org/wiki/SDS-PAGE [21 Oktober 2009].

Xu B, Mai K, Xu Y, Miao H, Liu Z, Dong Y, Lan S, Wang R, Zhang P. 2001. Growth promotion of red sea bream, Pagrosomus major, by oral administration of recombinant eel and salmon growth hormone. Chin J Oceanol Limnol 19: 141-146.


(48)

(49)

33 Lampiran 1. Sekuens cDNA GH ikan mas berdasarkan Genbank M27000

LOCUS CYIGH 1164 bp mRNA linear VRT 08-AUG-1994 DEFINITION Cyprinus carpio growth hormone (GH) mRNA, complete

cds. ACCESSION M27000

VERSION M27000.1 GI:529027 KEYWORDS growth hormone.

SOURCE Cyprinus carpio (common carp)

ORGANISM Cyprinus carpio

Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi; Actinopterygii; Neopterygii; Teleostei; Ostariophysi; Cypriniformes; Cyprinidae; Cyprinus. REFERENCE 1 (bases 1 to 1164)

AUTHORS Koren,Y., Sarid,S., Ber,R. and Daniel,V.

TITLE Carp growth hormone: molecular cloning and sequencing of cDNA

JOURNAL Gene 77 (2), 309-315 (1989)

PUBMED 2753359

COMMENT On Aug 9, 1994 this sequence version replaced gi:341578.

Original source text: Cyprinus carpio pituitary gland cDNA to mRNA.

FEATURES Location/Qualifiers source 1..1164

/organism="Cyprinus carpio" /mol_type="mRNA"

/db_xref="taxon:7962"

/tissue_type="pituitary gland"

gene 1..1164

/gene="GH"

CDS 37..669

/gene="GH" /codon_start=1

/product="growth hormone" /protein_id="AAA49208.1"

/db_xref="GI:529028" /translation="MARVLVLLSVVLVSLLVNQGRASDNQRLFN NAVIRVQHLHQLAAKMINDFEDSLLPEERRQLSKIFPLSFCNSD YIEAPAGKDETQKSSMLKLLRISFHLIESWEFPSQSLSGTVSNS LTVGNPNQLTEKLADLKMGISVLIQACLDGQPNMDDNDSLPLPF EDFYLTMGENNLRESFRLLACFKKDMHKVETYLRVANCRRSLDS NCTL"

sig_peptide 37..102

/gene="GH"

mat_peptide 103..666

/gene="GH"

/product="growth hormone"

polyA_signal 1142..1147

/gene="GH"

polyA_site 1164

/gene="GH" ORIGIN 1 aactaagcctgcaagagtttgtctaccctgagcgaaatggctagagtattagtgctattg 61 tcggtggtgctggttagtttgttggtaaaccaggggagagcatcagacaaccagcggctc 121 ttcaataatgcagtcattcgtgtacaacacctgcaccagctggctgcaaaaatgattaac 181 gactttgaggacagcctgttgcctgaggaacgcagacagctgagtaaaatcttccctctg


(50)

34 241 tctttctgcaattctgactacattgaggcgcctgctggaaaagatgaaacacagaagagc 301 tctatgctgaagcttcttcgcatctcttttcacctcattgagtcctgggagttcccaagc 361 cagtccctgagcggaaccgtctcaaacagcctgaccgtagggaaccccaaccagctcact 421 gagaagctggccgacttgaaaatgggcatcagtgtgctcatccaggcatgtctcgatggt 481 caaccaaacatggatgataacgactccttgccgctgccttttgaggacttctacttgacc 541 atgggggagaacaacctcagagagagctttcgtctgctggcttgcttcaagaaggacatg 601 cacaaagtcgagacctacttgagggttgcaaattgcaggagatccctggattccaactgc 661 accctgtagatggcaccggtgtattgttagtcaatgcctgtaacacatttgtgctttgct 721 gcaaatataagaccagtttacagtctggtcttatatgtgcaggaaatgtcaaccagcatg 781 cctaggtctgtgttttcttttttccctcccatatttaaacattacctattgtatttattc 841 ttctcatttgggagtgtctcataaatttaaaaccgttcctttaaaacgtaagggatggat 901 ctggaacatttcacagtggtgtctaagcaatttatggcaatattttaaaatgtggccaaa 961 ttgaccttagtcaaagtgctgacaatatgttaaaaaaagggctaaagatcagtgttacgt 1021 ggaaattgtaatttaaatcggatgtgttcactcttcggtgtatgcatgttaacatttgtc 1081 tcatatattatgctcttattattaactcatcgtatcctcttcaagcgctgtgtctttctc 1141 tattaaagttttaaattgcatcca


(51)

35 Lampiran 2. Prediksi sinyal peptida CDS GH ikan mas

>Sequence

SignalP-NN result:

# data

>Sequence length = 70

# Measure Position Value Cutoff signal peptide? max. C 23 0.964 0.32 YES

max. Y 23 0.889 0.33 YES max. S 3 0.981 0.87 YES mean S 1-22 0.899 0.48 YES D 1-22 0.894 0.43 YES

# Most likely cleavage site between pos. 22 and 23: GRA-SD

SignalP-HMM result:


(52)

36 # data

>Sequence

Prediction: Signal peptide

Signal peptide probability: 1.000 Signal anchor probability: 0.000


(53)

37 Lampiran 3. Hasil sekuensing CcGH-1


(54)

(55)

39 Lampiran 4. Hasil sekuensing CcGH-48


(56)

(57)

41 Lampiran 5. Hasil pensejajaran CcGH-1 dan CcGH-48 dengan GH mature

Mature Mas.txt 0 - - - 0 ccGH 1-pCold.gnu 1 - - -TG G GTATA ACAC C CATGA ATCACA A AGTGCATCATCATCATCATCATATCGA AG GTA 57 ccGH 48-pCold.gnu 1 A A AG G G GTATA-CAC C-ATGA ATCACA A AGTGCATCATCATCATCATCATATCGA AG GTA 58

Mature Mas.txt 1 - - - -TCAGACA AC CAGCG GCTCT TCA ATA ATGCAGT 32 ccGH 1-pCold.gnu 58 G GCATATG GAGCTCG GTAC C CTCGAG GCTCAGACA AC CAGCG GCTCT TCA ATA ATGCAGT 117 ccGH 48-pCold.gnu 59 G GCATATG G- - - -CTCAGACA AC CAGCG GCTCT TCA ATA ATGCAGT 100

Mature Mas.txt 33 CAT TCGTGTACA ACAC CTGCAC CAGCTG GCTGCA A A A ATGAT TA ACGACT T TGAG GACAG 92 ccGH 1-pCold.gnu 118 CAT TCGTGTACA ACAC CTGCAC CAGCTG GCTGCA A A A ATGAT TA ACGACT T TGAG GACAG 177 ccGH 48-pCold.gnu 101 CAT TCGTGTACA ACAC CTGCAC CAGCTG GCTGCA A A A ATGAT TA ACGACT T TGAG GACAG 160

Mature Mas.txt 93 C CTGT TGC CTGAG GA ACGCAGACAGCTGAGTA A A ATCT TC C CTCTGTCT T TCTGCA AT TC 152 ccGH 1-pCold.gnu 178 C CTGT TGC CTGAG GA ACGCAGACAGCTGAGTA A A ATCT TC C CTCTGTCT T TCTGCA AT TC 237 ccGH 48-pCold.gnu 161 C CTGT TGC CTGAG GA ACGCAGACAGCTGAGTA A A ATCT TC C CTCTGTCT T TCTGCA AT TC 220

Mature Mas.txt 153 TGACTACAT TGAG GCGC CTGCTG GA A A AGATGA A ACACAGA AGAGCTCTATGCTGA AGCT 212 ccGH 1-pCold.gnu 238 TGACTACAT TGAG GCGC CTGCTG GA A A AGATGA A ACACAGA AGAGCTCTATGCTGA AGCT 297 ccGH 48-pCold.gnu 221 TGACTACAT TGAG GCGC CTGCTG GA A A AGATGA A ACACAGA AGAGCTCTATGCTGA AGCT 280

Mature Mas.txt 213 TCT TCGCATCTCT T T TCAC CTCAT TGAGTC CTG G GAGT TC C CA AGC CAGTC C CTGAGCG G 272 ccGH 1-pCold.gnu 298 TCT TCGCATCTCT T T TCAC CTCAT TGAGTC CTG G GAGT TC C CA AGC CAGTC C CTGAGCG G 357 ccGH 48-pCold.gnu 281 TCT TCGCATCTCT T T TCAC CTCAT TGAGTC CTG G GAGT TC C CA AGC CAGTC C CTGAGCG G 340

Mature Mas.txt 273 A AC CGTCTCA A ACAGC CTGAC CGTAG G GA AC C C CA AC CAGCTCACTGAGA AGCTG GC CGA 332 ccGH 1-pCold.gnu 358 A AC CGTCTCA A ACAGC CTGAC CGTAG G GA AC C C CA AC CAGCTCACTGAGA AGCTG GC CGA 417 ccGH 48-pCold.gnu 341 A AC CGTCTCA A ACAGC CTGAC CGTAG G GA AC C C CA AC CAGCTCACTGAGA AGCTG GC CGA 400

Mature Mas.txt 333 CT TGA A A ATG G GCATCAGTGTGCTCATC CAG GCATGTCTCGATG GTCA AC CA A ACATG GA 392 ccGH 1-pCold.gnu 418 CT TGA A A ATG G GCATCAGTGTGCTCATC CAG GCATGTCTCGATG GTCA AC CA A ACATG GA 477 ccGH 48-pCold.gnu 401 CT TGA A A ATG G GCATCAGTGTGCTCATC CAG GCATGTCTCGATG GTCA AC CA A ACATG GA 460

Mature Mas.txt 393 TGATA ACGACTC CT TGC CGCTGC CT T T TGAG GACT TCTACT TGAC CATG G G G GAGA ACA A 452 ccGH 1-pCold.gnu 478 TGATA ATGACTC CT TGC CGCTGC CT T T TGAG GACT TCTACT TGAC CATG G G G GAGA ACA A 537 ccGH 48-pCold.gnu 461 TGATA ATGACTC CT TGC CGCTGC CT T T TGAG GACT TCTACT TGAC CATG G G G GAGA ACA A 520

Mature Mas.txt 453 C CTCAGAGAGAGCT T TCGTCTGCTG GCT TGCT TCA AGA AG GACATGCACA A AGTCGAGAC 512 ccGH 1-pCold.gnu 538 C CTCAGAGAGAGCT T TCGTCTGCTG GCT TGCT TCA AGA AG GACATGCACA A AGTCGAGAC 597 ccGH 48-pCold.gnu 521 C CTCAGAGAGAGCT T TCGTCTGCTG GCT TGCT TCA AGA AG GACATGCACA A AGTCGAGAC 580

Mature Mas.txt 513 CTACT TGAG G GT TGCA A AT TGCAG GAGATC C CTG GAT TC CA ACTGCAC C CTG- - - 564 ccGH 1-pCold.gnu 598 CTACT TGAG G GT TGCA A AT TGCAG GAGATC C CTG GAT TC CA ACTGCAC C CTGTAG GTCA A 657 ccGH 48-pCold.gnu 581 CTACT TGAG G GT TGCA A AT TGCAG GAGATC C CTG GAT TC CA ACTGCAC C CTGTAG GTCA A 640

Mature Mas.txt 564 - - - 564 ccGH 1-pCold.gnu 658 TCACTAGTGA AT TCGCG GC CGC CTGCAG GTCGAC CTGCAGTCTAGATAG GTA ATCTCTGC 717 ccGH 48-pCold.gnu 641 TCACTAGTGA AT TCGCG GC CGC CTGCAG GTCGAC CTGCAGTCTAGATAG GTA ATCTCTGC 700

Mature Mas.txt 564 - - - 564 ccGH 1-pCold.gnu 718 T TA A A AGCACAGA ATCTA AGATC C CTGC CAT T TG GCG G G GAT T T T T T T T TAT T TGT T T T T 777 ccGH 48-pCold.gnu 701 T TA A A AGCACAGA ATCTA AGATC C CTGC CAT T TG GCG G G GAT T T T T T T- -AT T TGT T T T- 757

Mature Mas.txt 564 - - - 564 ccGH 1-pCold.gnu 778 CAG GA A ATA A A ATA ATCGATCGCGTA A A- - - 805 ccGH 48-pCold.gnu 758 CAG GA A ATA A ATA ATCGATCGCGTA ATA A A ATCTAT TAT TAT T T T T TGTGA AGA AT 813


(58)

42 Lampiran 6. Hasil uji statistik pertumbuhan mutlak (G)

t-Test: Paired Two Sample for Means

pCold I mCcGH

Mean 6.282222 12.97677 Variance 22.02066 0.3192

Observations 2 2

Pearson Correlation -1 Hypothesized Mean Difference 0

df 1

t Stat -1.80073 P(T<=t) one-tail 0.161359 t Critical one-tail 6.313752 P(T<=t) two-tail 0.322719 t Critical two-tail 12.7062


(1)

37

Lampiran 3. Hasil sekuensing CcGH-1


(2)

(3)

39

Lampiran 4. Hasil sekuensing CcGH-48


(4)

(5)

41

Lampiran 5. Hasil pensejajaran CcGH-1 dan CcGH-48 dengan GH mature

Mature Mas.txt 0 - - - 0 ccGH 1-pCold.gnu 1 - - -TG G GTATA ACAC C CATGA ATCACA A AGTGCATCATCATCATCATCATATCGA AG GTA 57 ccGH 48-pCold.gnu 1 A A AG G G GTATA-CAC C-ATGA ATCACA A AGTGCATCATCATCATCATCATATCGA AG GTA 58 Mature Mas.txt 1 - - - -TCAGACA AC CAGCG GCTCT TCA ATA ATGCAGT 32 ccGH 1-pCold.gnu 58 G GCATATG GAGCTCG GTAC C CTCGAG GCTCAGACA AC CAGCG GCTCT TCA ATA ATGCAGT 117 ccGH 48-pCold.gnu 59 G GCATATG G- - - -CTCAGACA AC CAGCG GCTCT TCA ATA ATGCAGT 100 Mature Mas.txt 33 CAT TCGTGTACA ACAC CTGCAC CAGCTG GCTGCA A A A ATGAT TA ACGACT T TGAG GACAG 92 ccGH 1-pCold.gnu 118 CAT TCGTGTACA ACAC CTGCAC CAGCTG GCTGCA A A A ATGAT TA ACGACT T TGAG GACAG 177 ccGH 48-pCold.gnu 101 CAT TCGTGTACA ACAC CTGCAC CAGCTG GCTGCA A A A ATGAT TA ACGACT T TGAG GACAG 160 Mature Mas.txt 93 C CTGT TGC CTGAG GA ACGCAGACAGCTGAGTA A A ATCT TC C CTCTGTCT T TCTGCA AT TC 152 ccGH 1-pCold.gnu 178 C CTGT TGC CTGAG GA ACGCAGACAGCTGAGTA A A ATCT TC C CTCTGTCT T TCTGCA AT TC 237 ccGH 48-pCold.gnu 161 C CTGT TGC CTGAG GA ACGCAGACAGCTGAGTA A A ATCT TC C CTCTGTCT T TCTGCA AT TC 220 Mature Mas.txt 153 TGACTACAT TGAG GCGC CTGCTG GA A A AGATGA A ACACAGA AGAGCTCTATGCTGA AGCT 212 ccGH 1-pCold.gnu 238 TGACTACAT TGAG GCGC CTGCTG GA A A AGATGA A ACACAGA AGAGCTCTATGCTGA AGCT 297 ccGH 48-pCold.gnu 221 TGACTACAT TGAG GCGC CTGCTG GA A A AGATGA A ACACAGA AGAGCTCTATGCTGA AGCT 280 Mature Mas.txt 213 TCT TCGCATCTCT T T TCAC CTCAT TGAGTC CTG G GAGT TC C CA AGC CAGTC C CTGAGCG G 272 ccGH 1-pCold.gnu 298 TCT TCGCATCTCT T T TCAC CTCAT TGAGTC CTG G GAGT TC C CA AGC CAGTC C CTGAGCG G 357 ccGH 48-pCold.gnu 281 TCT TCGCATCTCT T T TCAC CTCAT TGAGTC CTG G GAGT TC C CA AGC CAGTC C CTGAGCG G 340 Mature Mas.txt 273 A AC CGTCTCA A ACAGC CTGAC CGTAG G GA AC C C CA AC CAGCTCACTGAGA AGCTG GC CGA 332 ccGH 1-pCold.gnu 358 A AC CGTCTCA A ACAGC CTGAC CGTAG G GA AC C C CA AC CAGCTCACTGAGA AGCTG GC CGA 417 ccGH 48-pCold.gnu 341 A AC CGTCTCA A ACAGC CTGAC CGTAG G GA AC C C CA AC CAGCTCACTGAGA AGCTG GC CGA 400 Mature Mas.txt 333 CT TGA A A ATG G GCATCAGTGTGCTCATC CAG GCATGTCTCGATG GTCA AC CA A ACATG GA 392 ccGH 1-pCold.gnu 418 CT TGA A A ATG G GCATCAGTGTGCTCATC CAG GCATGTCTCGATG GTCA AC CA A ACATG GA 477 ccGH 48-pCold.gnu 401 CT TGA A A ATG G GCATCAGTGTGCTCATC CAG GCATGTCTCGATG GTCA AC CA A ACATG GA 460 Mature Mas.txt 393 TGATA ACGACTC CT TGC CGCTGC CT T T TGAG GACT TCTACT TGAC CATG G G G GAGA ACA A 452 ccGH 1-pCold.gnu 478 TGATA ATGACTC CT TGC CGCTGC CT T T TGAG GACT TCTACT TGAC CATG G G G GAGA ACA A 537 ccGH 48-pCold.gnu 461 TGATA ATGACTC CT TGC CGCTGC CT T T TGAG GACT TCTACT TGAC CATG G G G GAGA ACA A 520 Mature Mas.txt 453 C CTCAGAGAGAGCT T TCGTCTGCTG GCT TGCT TCA AGA AG GACATGCACA A AGTCGAGAC 512 ccGH 1-pCold.gnu 538 C CTCAGAGAGAGCT T TCGTCTGCTG GCT TGCT TCA AGA AG GACATGCACA A AGTCGAGAC 597 ccGH 48-pCold.gnu 521 C CTCAGAGAGAGCT T TCGTCTGCTG GCT TGCT TCA AGA AG GACATGCACA A AGTCGAGAC 580 Mature Mas.txt 513 CTACT TGAG G GT TGCA A AT TGCAG GAGATC C CTG GAT TC CA ACTGCAC C CTG- - - 564 ccGH 1-pCold.gnu 598 CTACT TGAG G GT TGCA A AT TGCAG GAGATC C CTG GAT TC CA ACTGCAC C CTGTAG GTCA A 657 ccGH 48-pCold.gnu 581 CTACT TGAG G GT TGCA A AT TGCAG GAGATC C CTG GAT TC CA ACTGCAC C CTGTAG GTCA A 640 Mature Mas.txt 564 - - - 564 ccGH 1-pCold.gnu 658 TCACTAGTGA AT TCGCG GC CGC CTGCAG GTCGAC CTGCAGTCTAGATAG GTA ATCTCTGC 717 ccGH 48-pCold.gnu 641 TCACTAGTGA AT TCGCG GC CGC CTGCAG GTCGAC CTGCAGTCTAGATAG GTA ATCTCTGC 700 Mature Mas.txt 564 - - - 564 ccGH 1-pCold.gnu 718 T TA A A AGCACAGA ATCTA AGATC C CTGC CAT T TG GCG G G GAT T T T T T T T TAT T TGT T T T T 777 ccGH 48-pCold.gnu 701 T TA A A AGCACAGA ATCTA AGATC C CTGC CAT T TG GCG G G GAT T T T T T T- -AT T TGT T T T- 757 Mature Mas.txt 564 - - - 564 ccGH 1-pCold.gnu 778 CAG GA A ATA A A ATA ATCGATCGCGTA A A- - - 805 ccGH 48-pCold.gnu 758 CAG GA A ATA A ATA ATCGATCGCGTA ATA A A ATCTAT TAT TAT T T T T TGTGA AGA AT 813


(6)

42

Lampiran 6. Hasil uji statistik pertumbuhan mutlak (G)

t-Test: Paired Two Sample for Means

pCold I

mCcGH

Mean

6.282222 12.97677

Variance

22.02066

0.3192

Observations

2

2

Pearson Correlation

-1

Hypothesized Mean Difference

0

df

1

t Stat

-1.80073

P(T<=t) one-tail

0.161359

t Critical one-tail

6.313752

P(T<=t) two-tail

0.322719