PENGARUH STORYTELLING BERTEMA PROSOSIAL TERHADAP BYSTANDERS EFFECT PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 11-12 TAHUN

1

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Manusia hakikatnya adalah mahkluk individu sekaligus mahkluk
sosial. Manusia dalam menjalani kehidupannya akan senantiasa bersama,
bergantung dan membutuhkan manusia lainnya. Dengan adanya pengertian
tersebut maka manusia perlu mengembangkan perilaku sesuai dengan hakikatnya
sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu manusia perlu membantu atau menolong
orang lain dan juga membutuhkan bantuan dari manusia lainnya dalam sebuah
lingkungan masyarakat.
Perilaku yang memberikan pertolongan kepada orang lain yang
membutuhkan masuk dalam aspek perilaku prososial. Prososial memiliki arti
sebagai sosial positif atau mempunyai konsekuensi positif. Aspek perilaku
prososial antara lain sharing (membagi), cooperative (kerjasama), donating
(menyumbang),

helping


(menolong),

honesty

(kejujuran),

generosity

(kedermawanan), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain
(Eisenberg & Mussen, 1989, dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2006).
Perilaku saling menolong antar manusia menjadi penting dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Saat orang lain membutuhkan pertolongan
dan kita memberikannya maka akan membantu mengurangi beban penderitaan
yang dialami orang lain, meningkatkan kepekaan kita terhadap keadaan orang lain
sehingga tergerak untuk menolong. Dengan demikian akan menciptakan
kehidupan sosial yang bahagia serta penuh kerukunan. Saat hal tersebut sudah
1

2


dapat dipahami dan dirasakan oleh anak-anak, maka ketika ada sebuah kejadian
yang mengharukan, anak akan ikut tergerak untuk memberikan bantuan yang bisa
mereka berikan.
Seperti pada berita yang dimuat dalam (http://VIVAnews.com/Anak
TK Ikut Sumbang Koin untuk Prita/) yang menyebutkan bahwa anak-anak TK di
Solo rela untuk menyumbangkan uang sakunya untuk membantu Prita Mulyasari
yang sedang terbelit kasus hukum dengan pihak Rumah Sakit Omni Alam Sutera.
Selain menyisihkan uang saku mereka untuk disumbangkan, anak-anak juga ikut
mendo’akan semoga Prita tetap kuat dan masalah yang dihadapinya segera
selesai.
Bagi orang yang menolong orang lain ketika mengalami kesulitan,
menurut Dinastuti, psikolog bidang klinis, dosen, sekaligus trainer di Universitas
Katolik Atma Jaya, Jakarta, bahwa salah satu kegunaan yang sangat jelas dari
membantu orang lain adalah bahwa perilaku tersebut membuat pelakunya merasa
lebih baik. Karena tanggung jawab sosial yang tertanam di dalam diri kebanyakan
orang, menolong orang lain akan membuat orang tersebut merasa lega karena
berarti mereka telah menjalankan sebagian dari tanggung jawab mereka sebagai
anggota masyarakat. (http://www.andriewongso.com/awartikel-3056-Tahukah_AndaMenolong_Orang_Lain_Membantu_Diri_Sendiri/).


Meskipun beberapa tindakan menolong dan tindakan prososial yang
lain dilakukan untuk mendapatkan imbalan atau menghilangkan rasa bersalah,
beberapa penelitian dan eksperimen yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
beberapa perilaku menolong dan perilaku prososial yang lain secara tidak
2

3

langsung bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain, dan juga
memberikan kepuasan pada orang lain atas pertolongan yang telah diterima
(Batson, 1991 dalam (Myers, 2012). Dari penjelasan dan hasil penelitian di atas
maka perilaku menolong dan perilaku prososial yang lain mempunyai banyak
manfaat, selain dapat mengurangi rasa bersalah sebagai manusia yang hidup
dalam lingkungan sosial, juga dapat meningkatkan kesejahteraan serta kepuasan
pada orang lain karena sudah menerima pertolongan. Hal ini menjadi penting
ketika seseorang hidup dalam lingkungan sosialnya dan berinteraksi dengan orang
lain karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup
tanpa bantuan orang lain.
Hal itu pula yang diharapkan muncul pada anak ketika anak sejak dini
sudah diajarkan tentang nilai kepedulian, kepekaan terhadap kondisi orang lain

maka dalam kehidupannya sehari-hari saat anak mulai hidup di lingkungan
sosialnya, berinteraksi dengan orang-orang lain, teman sebaya, seta keluarga maka
anak akan mengembangkan empatinya yang akan membantu anak berperilaku
menolong, berbagi, bekerja sama dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Karena perilaku menolong pada dasarnya termasuk dalam norma
sosial yang berlaku di masyarakat. Melalui proses sosialisasi, individu
mempelajari aturan-aturan dan menampilkan perilaku sesuai dengan pedoman
norma yang ada di masyarakat. Proses belajar juga merupakan faktor yang
menentukan perilaku prososial. Dalam masa perkembangan, anak mempelajari
norma masyarakat tentang tindakan menolong. Di rumah, di sekolah, dan di dalam

3

4

masyarakat, orang dewasa mengajarkan pada anak bahwa mereka harus menolong
orang lain.
Akan tetapi, ketika norma sosial tentang perilaku menolong,
kemampuan untuk memahami keadaan orang lain, keinginan untuk membantu
yang didasari rasa bersalah yang telah anak pelajari ketika mereka sudah mulai

masuk dalam kehidupan sosialnya tentu saja akan menghadapi berbagai kondisi
kompleks dimana keputusan untuk melakukan tindakan seperti menolong,
berbagi, saling membantu saat melihat orang lain dalanm kesulitan mulai akan
terhambat jika dihadapkan pada kondisi lingkungan dimana jumlah bystanders,
penyebaran tanggung jawab, jenis kepribadian, serta suasana hati berpengaruh
dalam proses pengambilan keputusan anak untuk melakukan pertolongan saat ada
orang lain yang membutuhkan pertolongan.
Seperti contoh perilaku siswa terhadap gurunya di sekolah dasar
berikut

ini

yang

dimuat

dalam

(http://mariaherlina.wordpress.com/2008/02/22/perilaku-menolonguntuk-kepentinganorang-lain/). Hasil kerajinan tangan siswa sedang dibawa oleh seorang guru kelas 2


untuk dikumpulkan diruang kesenian, akan tetapi saat keluar dari kelas tiba-tiba
kerajinan tangan yang dibawa oleh guru tersebut jatuh karena membawa terlalu
banyak. Siswa kelas yang ada di depannya tidak ada satupun yang menolong
untuk mengambil kerajinan tangan tersebut dan hanya melihat. Saat guru itu
bertanya mengapa tidak ada yang menolong murid-muridnya berkata alasan tidak
menolong karena tidak disuruh.

4

5

Perilaku prososial berupa perilaku memberikan pertolongan kepada
orang yang membutuhkan adalah hal yang penting bagi anak-anak ketika ada
dalam sebuah lingkungan sosial. Dengan kemampuan anak untuk memahami
tentang konsep moral yang berada pada tahap moralitas konvensional (Kohlberg,
dalam Hurlock, 1980). Dimana anak mulai melakukan penyesuaian konvensional
dari aturan-aturan atau norma yang berlaku dimasyarakat, maka diharapkan anak
akan dapat menginternalisasikan nilai prososial dalam kehidupannya di
masyarakat. Sehingga ketika anak sudah mampu mengikuti aturan-aturan sosial
yang berlaku di masyarakat, maka anak akan dapat diterima di lingkungan

sosialnya, dapat menjaga hubungan baik dengan semua anggota kelompok, serta
dapat menghindari penolakan dan celaan dari anggota kelompok sosialnya.
Apabila anak tidak dapat menerapkan perilaku prososial sesuai dengan
aturan dan norma sosial yang ada di masyarakatnya maka anak akan mengalami
kesulitan untuk mempertahankan hubungan baik dengan anggota masyarakat di
sekitarnya, serta mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan peratauran
yang ada di lingkungan sosialnya sehingga akan menghasilkan penolakan dari
kelompok masyarakat.
Sebelum anak memutuskan untuk memberikan pertolongan pada
orang yang membutuhkan,maka akan mempersepsikan tanggung jawab untuk
menolong ada pada dirinya, karena tidak ada orang lain selain dirinya yang akan
menolong sehingga akhirnya memutuskan untuk menolong. Atau persepsi bahwa
tanggung jawab untuk menolong orang yang sedang membutuhkan bantuan

5

6

tersebar pada orang lain yang juga ada disekitarnya sehingga memutuskan untuk
tidak menolong.

Keadaan dimana ada orang lain yang sedang dalam situasi darurat dan
membutuhkan bantuan kita akan tetapi kita tidak menolong karena menganggap
dengan adanya kehadiran orang lain maka orang tersebut juga mempunyai
tanggung jawab yang sama untuk menolong ini yang disebut dengan bystanders
effect (Feldam, 1999)
Bystanders effect menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
perilaku prososial tidak terjadi ketika seorang anak ada pada situasi dimana orang
lain membutuhkan bantuannya akan tetapi pada saat itu ada orang lain yang juga
ada disekitar anak. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan hasil konsisten yang
menunjukkan bahwa jumlah kehadiran orang lain menghambat perilaku menolong
(Garcia, Weaver, Darley, & Moskowitz, 2002).
Seperti

berita

yang

termuat

dalam


(http://dunia.vivanews.com/news/read/256651-balita-luka-parah-di-jalan--publik-chinacuek) yang menyebutkan bahwa seorang anak di Cina yang berusia 2 tahun

yang bernama Wang Yue, tertabrak mobil dan tidak ada satupun dari 18 orang
yang melihatnya datang untuk memberikan pertolongan. Kamera pengamat
memperlihatkan seorang anak perempuan ditabrak di sebuah pasar di tempat
ibunya berjualan. Mobil barang yang menabrak lari meninggalkannya tergeletak
di jalanan. Dan 18 orang yang lewat di jalan itu membiarkan begitu saja anak
perempuan yang cedera dan sebuah mobil barang menabrak lagi kaki Wang Yue
dan tidak ada yang berhenti untuk membantu atau sekedar memeriksa kondisinya.
6

7

Akhirnya seorang pengumpul sampah yang merupakan orang ke 19 yang melihat
bocah malang tersebut tergeletak dan berlumuran darah datang mendekat dan
menarik tubuh anak tersebut ke pinggir jalan, mencarikan orang tua Wang Yue
dan membawanya ke rumah sakit.
Berita di atas adalah salah satu contoh perilaku bystanders effect yang
terjadi di sekitar kita. ketika kita ada dalam situasi dimana ada orang lain sdang

mengalami kesulitan akan tetapi kita tidak memberikan pertolongan karena
berpikiran bahwa sudah ada orang lain di sekitar kita yang juga akan memberikan
pertolongan tentu saja akan semakin menyulitkan bagi kondisi orang yang sdang
membutuhkan pertolongan. Semakin lama pertolongan diberikan maka orang
tersebut akan semakin menderita. Penderitaan yang dirasakan dapat secara fisik,
mental atau bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Latané and Darley (1970) memberikan tiga proses sentral yang
menghalangi bystanders untuk menolong pada situasi yang darurat, yaitu
pengaruh sosial, penyebaran tanggung jawab serta hambatan dari penonton
(Kahn).
Ketika bystanders effect tidak muncul dalam situasi darurat dimana
ada orang lain yang membutuhkan pertolongan kita, maka akan semakin banyak
pertolongan yang akan didapatkan. Dan hal ini yang diharapkan muncul pada
anak. Perilaku prososial berupa memberikan pertolongan kepada orang yang
sedang membutuhkan akan tetap muncul tanpa dipengaruhi oleh keberadaan
bystanders yang ada disekitarnya.

7

8


Untuk mengurangi perilaku tidak memberikan pertolongan saat orang
lain mengalami kesulitan karena beranggapan ada orang lain yang akan menolong
maka perlu menanamkan nilai-nilai prososial, saling menolong. Membentuk
perilaku yang baik tidak muncul begitu saja dalam kehidupan manusia. Kepekaan
terhadap keadaan orang lain, keinginan untuk membantu orang lain saat
mengalami kesulitan harus diajarkan dan ditanamkan sejak masih anak-anak.
Diharapkan pembentukan karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang
akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak. Membangun karakter
terhadap anak hendaknya menjadikan seorang anak terbiasa untuk berperilaku
baik, berperilaku prososial sehingga ia menjadi terbiasa dan tidak terpengaruh
situasi disekitarnya.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan perilaku menolong dan
perilaku prososial lainnya yang muncul pada anak sekolah dasar yang masuk
daalam tahap perkembangan kanak-kanak tengah umumnya adalah perilaku
kekerasan. Hal yang menyebabkan seorang anak melakukan tinadakan kekerasan
sebenarnya sangat beragam dan kompleks. Akan tetapi para peneliti di era modern
ini meyakini bahwa munculnya perilaku kekerasan pada anak muncul pada saat
sebelum mereka memasuki masa sekolah, dimana perilaku yang mereka
tunjukkan sudah menunjukkan tanda-tanda kemungkinan munculnya perilaku
antisosial (Dacey & Travers, 2004).
Masa-masa kritis munculnya kenakalan pada anak muncul pada usia
7-12 tahun, ketika anak mulai mencari teman dan ada keinginan untuk bisa
diterima menjadi anggota kelompok yang ada di lingkungan sosialnya. Beberapa
8

9

anak, untuk alasan yang belum diketahui, cenderung untuk bergabung dengan
kelompok-kelompok yang semakin meningkatkan perilaku antisosial (Tomada &
Schneider, 1997 dalam Dacey & Travers, 2004).
Seorang anak sekolah dasar yang masih duduk di kelas 6, ditangkap
oleh pihak kepolisian di daerah Jawa Barat karena terbukti telah mencuri sebuah
sepeda motor bersama teman-temannya. Anak tersebut bertugas melakukan
eksekusi di lapangan, mengambil sepeda motor dengan kunci T bersama
temannya yang lain. Sedangkan yang lain menunggu. Anak tersebut diketahui
masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 6, sedangkan teman-temannnya yang
juga tertangkap usianya sudah lebih tua, ada yang masih duduk di bangku sekolah
menengah pertama dan ada juga yang memang putus sekolah. (news : viva news,
2012)
Berita di atas dapat menunjukkan bahwa anak gagal untuk berperilaku
baik, sehingga ketika mulai masuk dalam kelompok di lingkungan sosialnya anak
tidak mampu melakukan tindakan yang menguntungkan bagi orang lain dan juga
bagi dirinya sendiri. Tidak mampu mengidentifikasi mana perilaku yang baik dan
mana perilaku yang buruk. Serta kurang mampu menempatkan dirinya pada
situasi yang dialami oleh orang lain, tidak peduli dengan keadaan dan kesusahan
orang lain di sekitarnya.
Oleh karena itu, mengurangi perilaku-perilaku yang tidak baik untuk
meningkatkan perilaku baik seperti perilaku prososial adalah hal yang penting
bagi anak. Mengurangi hal-hal yang diasumsikan dapat menghambat munculnya
perilaku prososial, yaitu salah satunya adalah bystanders effect akan memberikan
9

10

manfaat yang besar, bukan hanya bagi anak-anak dalam prosesnya memasuki
kehidupan sosial, akan tetapi juga pada orang lain yang membutuhkan, dimana
kita tidak tahu bahwa pertolongan yang kita berikan dapat menyelamatkan nyawa
orang lain.
Pada anak usia 7-12 tahun anak-anak sudah memasuki tahap
perkembangan kognitif yang memasuki tahap operasional konkret, dimana anak
bisa menggunakan berbagai operasi mental, seperti penalaran, memecahkan
masalah-masalah konkret (nyata). Anak-anak pada usia ini dapat berpikir dengan
logis karena anak tidak terlalu egosentris dari sebelumnya dan dapat
mempertimbangkan banyak aspek dari situasi (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Dengan kemampuan berpikir anak yang sudah memasuki tahapan
berpikir operasioanal konkrit, seorang anak akan mampu melihat dari beberapa
dimensi ssekaligus dan mampu menghubungkan dimensi satu dengan dimensi
yang lain atau melihat berbagai dimensi serta dapat menyampaikan sesuatu
dengan mengurangi, menambah atau mengubah sesuatu informasi yang
diterimanya dan memilah apakah sesuatu itu baik untuk dirinya tau apakah
sesuatu itu buruk untuk dirinya. Maka setelah mendapatkan storytelling yang
berisi nilai-nilai kebaikan, yaitu perilaku prososial seperti menolong, berbagi,
menyayangi,

jujur

menghubungkannya

dan
dalam

bekerja

sama,

kehidupan

anak-anak

sehari-hari

diharapkan

serta

belajar

dapat
untuk

memanfaatkan informasi dan nilai yang didapatkan tersebut ke dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Jika sebelum mendapatkan storytelling bertema prososial,
anak-anak masih terpengaruh dan bergantung dengan keberadaan orang lain pada
10

11

situasi yang sulit, maka ketika anak diberikan storytelling bertema prososial, anak
akan memahami bahwa perilaku prososial, terutama perilaku menolong
merupakan perilaku yang membawa pada kebaikan dan kebahagiaan bukan hanya
untuk dirinya sendiri tetapi juga pada orang lain yang mendapatkan pertolongan
sedangkan perilaku yang mengacuhkan orang lain yang membutuhkan
pertolongan kita dan menggantungkan tanggung jawab untuk memberikan
pertolongan pada orang lain yang ada di sekitarnya adalah perilaku yang tidak
baik dan merugikan, sehingga kemampuan empati anak akan berkembang. Anakanak akan menjadi lebih peka terhadap kesulitan dan penderitaan yang dialami
oleh orang lain sehingga anak-anak akan memberikan bantuan yang dibutuhkan
pada orang yang membutuhkan untuk mengurangi kesulitan dan penderitaan bagi
orang lain.
Anak usia 6-12 tahun cenderung lebih empati dan melakukan perilaku
prososial. Bentuk perilaku yang dilakukan adalah tanda penyesuaian emosi positif
pada anak. Di mana anak sudah mulai masuk dalam kehidupan sosialnya, mampu
melihat dari sudut pandang orang lain diharapkan dapat menjadi modal yang
utama untuk anak berperilaku menolong, berbagi kepada orang lain yang sedang
membutuhkan karena anak sudah merasakan apa yang orang lain rasakan.
(Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Mengacu pada teori Selman tentang tahapan pengambilan perspektif,
dimana anak usia 10-15 ada pada tahapan third-party perspective taking dimana
pada tahap tersebut anak dapat memahami keadaan diluar situasi yang melibatkan
dua orang dan membayangkan bagaimana memandang diri sendiri dan juga orang
11

12

lain dari sudut pandang ketiga. Dari penjelasan tersebut maka anak telah mampu
untuk melakukan evaluasi terhadap penilaian dari sudut pandang orang ketiga
yang pada akhirnya akan disesuaikan dengan nilai-nilai yang telah anak-anak
pelajari. Sehingga dalam berperilaku anak akan mempertimbangkan bukan hanya
dari sudut pandang dirinya, orang lain, serta orang ketiga akan tetapi juga
disesuaikan dengan nilai dan norma yang ada (Berk, 2008).
Dengan adanya tahapan perkembangan tersebut yang terjadi pada
anak, maka diharapkan ketika penanaman konsep perilaku prososial yang sesuai
dengan nilai moral yang berkembang dilingkungannya dapat dijadikan pedoman
bagi anak untuk berperilaku menolong. Menolong sesuai dengan suara hatinya,
menolong sesuai dengan norma sosial yang ada, dan tidak terpengaruh oleh
keberadaan orang lain dalam situasi yang darurat sehingga tetap menolong orang
yang sedang membutuhkan pertolongannya.
Metode yang dapat digunakan untuk menanamkan konsep perilaku saling
menolong orang lain yang membutuhkan sangatlah bervariasi, salah satunya
adalah metode storytelling. Metode storytelling ini cenderung lebih banyak
digunakan, karena anak-anak biasanya senang jika mendengarkan cerita. Untuk
bisa menarik minat anak untuk mendengarkan, tentunya cerita yang dibawakan
harus tepat sesuai dengan usia anak. Cerita yang dibawakan juga memuat nilainilai dan konsep perilaku menolong sesama yang hendak disampaikan kepada
anak.
Storytelling adalah sebuah seni bercerita yang berisi gambaran nyata
tentang ide-ide, keyakinan, pengalaman pribadi, dan pelajaran hidup melalui
12

13

cerita atau narasi yang membangkitkan emosi yang kuat dan wawasan (Serrat,
2008)
Beberapa tujuan dari metode storytelling antara lain : membuat
konsep abstrak bermakna, menginspirasi imajinasi dan memotivasi tindakan,
mengembangkan deskripsi yang sangat berharga dari situasi di mana pengetahuan
yang sudah diperoleh dapat diterapkan dan pada akhirnya menemukan sebuah
solusi dari peermasalahan (Serrat, 2008).
Sebuah

penelitian

yang

dimuat

dalam

(http://www.collegetermpapers.com/) menyebutkan bahwa storytelling terbukti
efektif untuk meningkatkan afektif empati dan kognitif empati. Dalam penelitian
ini, afektif empati dan kognitif empati menunjukkan hasil dapat meningkatkan
perilaku yang baik pada anak-anak. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa storytelling yang diberikan mampu untuk meningkatkan ekspresi empati
yang dimiliki oleh anak usia prasekolah, dimana dengan cerita yang diberikan,
anak mampu merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh dalam cerita kemudian
memunculkan rasa empati tersebut dalam sebuah ekspresi. Dalam memberi ruang
afeksi terletak pada kemampuan mengembangkan empati yang telah dimiliki oleh
anak melalui kisah tokoh dalam cerita yang mengandung nilai prososial. Ketika
mendengar cerita anak akan melibatkan perasaannya dan terhanyut dalam karakter
tokoh dalam cerita, terutama tokoh yang berperangai baik. Dengan ditunjang
kemampuan anak yang telah sampai pada tahap mampu memahami apa yang
dirasakan oleh orang lain, maka ketika mendengar cerita tentang tokoh yang
sedang mengalami kesulitan kemudian berharap agar ada orang yang
13

14

menolongnya, anak akan merasakan bagaimana rasanya mengharapkan bantuan
saat sedang mengalami kesulitan. Sehingga anak akan memberikan bantuan pada
orang lain yang sedang dalam kesulitan.
Marian Radke Yarrow dan Carolyn Zahn Waxler (1977) telah
mengumpulkan data observasi tentang perilaku menolong yang dilakukan oleh
anak berdasarkan pemahaman tentang afeksi, yaitu ketika anak melihat ibunya
menangis, kemudian anak itu berlari ke kamarnya untuk mengambil boneka dan
memberikannya kepada ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa anak telah mampu
memahami

ekspresi

emosi

yang ditunjukkan orang lain dan

mampu

mengembangkan empati untuk ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain,
sehingga anak melakukan sesuatu yang dianggapnya dapat mengurangi kesedihan
ibunya (Raven & Rubin, 1983).
Adanya kemampuan afeksi anak dan rasa empati yang telah
berkembang maka diharapkan dengan memberikan storytelling bertema prososial
akan membantu anak untuk lebih peka dan memperhatikan situasi yang terjadi
disekitarnya. Kemampuan untuk lebih peka dan memperhatikan lingkungan
disekitarnya dapat terjadi ketika anak mendengarkan cerita anak-anak akan
melibatkan perasaannya dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh dalam
cerita, terutama tokoh yang berperilaku baik. Anak akan merasakan hal yang sama
seperti yang dirasakan oleh tokoh yang baik, misalnya ketika ada orang yang
sedang mengalami kesulitan, berharap ada yang menolong, merasa bingung dan
sedih, maka anak akan merasakan bagaimana rasanya ketika membutuhkan
pertolongan akan tetapi tidak ada yang menolong, sehingga anak tidak akan diam
14

15

saja ketika ada orang yang sedang mengalami kesulitan membutuhkan
pertolongan.
Dengan adanya manfaat storytelling yang dapat menyediakan
pengetahuan yang lebih luas sehingga dapat membuat pengetahuan dan informasi
yang didapatkan dari cerita menjadi lebih bermakna apabila dihubungkan dengan
kemampuan berpikir anak yang telah mencapai tahap berpikir operasional konkrit,
maka seorang anak anak mampu melihat dari beberapa dimensi dan dapat
menghubungkan dari satu dimensi ke dimensi yang lainnya serta dapat
menyampaikan sesuatu dengan mengurangi, menambah atau mengubah suatu
informasi yang diterimanya dan memilah apakah sesuatu itu baik untuknya atau
apakah sesuatu itu buruk untuknya. Maka, setelah anak diberikan cerita yang
mengandung nilai prososial, anak akan mulai memproses informasi tentang
perilaku prososial kemudian menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari dan
memanfaatkan informasi yang telah diperoleh untuk mengambil keputusan ketika
anak dalam situasi dimana ada orang lain yang sedang membutuhkan bantuan ada
ataupun tidak ada orang lain disekitarnya.
Dari manfaat yang dapat didapatkan dari pemberian storytelling
bertema prososial di atas, maka diharapkan anak akan mampu melakukan analisa
dan melihat situasi yang terjadi di sekitarnya dengan lebih baik sebelum anak
mengambil keputusan ketika ada dalam situasi tertentu, berdasarkan informasi dan
pengetahuan yang telah di dapatkan sebelumnya melalui storytelling bertema
prososial yang telah diberikan. Anak akan lebih memahami situasi yang terjadi
berdasarkan kemampuan berpikir mereka dan kemampuan memandang sebuah
15

16

situasi yang dialami seseorang dari berbagai sudut pandang, maka sebelum anak
memutuskan untuk memunculkan perilaku berdasarkan situasi yang dihadapi,
anak sebelumnya telah melakukan proses pemikiran dan analisa yang cukup,
sehingga keputusan berperilaku yang akan anak munculkan diharapkan adalah
yang sesuai dengan tahap kemampuan mereka.
Agar pemberian storytelling tepat sasaran, tema cerita yang diberikan
juga perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan usia serta tahapan perkembangan
berpikir anak. Cerita sebaiknya tidak mengandung tema perilaku yang tidak
peduli terhadap situasi di sekitarnya, tidak mau tolong menolong, saling
bermusuhan, berkata bohong karena nantinya akan ditiru atau dengan kata lain
mengajarkan anak untuk berperilaku yang mengabaikan situasi disekitarnya, tidak
peduli pada kesulitan orang lain. Apalagi jika pada suatu situasi tertentu dimana
anak ada dalam situasi dimana ada seseorang yang membutuhkan pertolongan dan
ada orang lain di sekitar anak-anak, maka tentu saja ketika anak mendengarkan
cerita yang mengandung perbuatan yang mengabaikan situasi di sekitarnya, tidak
peduli terhadap orang yang membutuhkan pertolongan, perilaku anak akan
menjadi seperti dalam cerita yang disampaikan, karena didukung oleh cerita yang
disampaikan. Sebaiknya cerita yang disampaikan mengandung tema perilaku
prososial yang penuh dengan nilai tolong menolong, kasih sayang, berbagi,
kejujuran dan kerja sama yang mampu meningkatkan daya imajinasi anak.
Cerita bertema prososial diharapkan dapat mengasah kemampuan
anak untuk mengembangkan daya imajinasinya dan kemampuan berpikirnya yang
akan membantu

anak dalam berinteraksi

dengan lingkungannya, serta
16

17

meningkatkan dan mengasah kepekaan mereka agar menjadi anak yang memiliki
empati terhadap sesama dan mendidik anak untuk berperilaku yang baik sesuai
dengan norma yang berlaku, atau dengan kata lain dapat menurunkan bystanders
effect.
Selain itu, proses penyampaian cerita yang mengandung nilai-nilai
prososial kepada anak diharapkan anak akan mengenal, mengenali kembali, dan
memahami nilai-nilai prososial yang terkandung dalam cerita tanpa merasa
digurui dengan begitu dapat mengasah otak anak melalui kemampuan kognisinya
untuk mengembangkan penalarannya yang akan membantu anak untuk
berinteraksi dengan orang lain, mengembangkan perasaan memahami apa yang
dirasakan orang lain, keinginan untuk melakukan hal positif bagi orang lain.
Sehingga perilaku saling menolong dapat tercipta ada ataupun tidaknya orang
lain.
Dengan penjelasan diatas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul
penelitian “Pengaruh Storytelling Bertema Prososial Terhadap Bystanders Effect
pada Anak Sekolah Dasar Usia 11-12 Tahun”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang diangkat dalam penelitian ini, maka
peneliti ingin mengetahui “Apakah metode storytelling bertema prososial dapat
menghilangkan bystanders effect pada anak sekolah dasar usia 11-12 tahun?”

17

18

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah metode
storytelling bertema prososial dapat menghilangkan bystanders effect pada
anak sekolah dasar usia 11-12 tahun
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan menambah informasi di
bidang psikologi terutama psikologi perkembangan dan psikologi sosial.
2. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat
storytelling sebagai salah satu media alternatif yang efektif untuk mendidik
anak.

18

PENGARUH STORYTELLING BERTEMA PROSOSIAL
TERHADAP BYSTANDERS EFFECT PADA ANAK SEKOLAH
DASAR USIA 11-12 TAHUN

SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Psikologi

Oleh:
Dewi Kartika Sari
08810268

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

LEMBAR PERSETUJUAN

1. Judul Skripsi

: Pengaruh Storytelling Bertema Prososial Terhadap
Bystanders Effect Pada Anak Sekolah Dasar Usia 11-12
Tahun

2. Nama Peneliti

: Dewi Kartika Sari

3. NIM

: 08810268

4. Fakultas

: Psikologi

5. Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

6. Waktu Penelitian

: 23 Januari - 22Maret 2012

7. Tempat Penelitian

: Sekolah Dasar Muhammadiyah 08 DAU, Malang

Malang, 31 Juli 2012
Pembimbing I

Yudi Suharsono, S. Psi, M.Si

Pembimbing II

Ari Firmanto, S.Psi

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji oleh Dewan Penguji
Tanggal 13 Juli 2012

Dewan Penguji :

Ketua Penguji

: Yudi Suharsono, S. Psi, M. Si

(

)

(

)

2. Dra. Cahyaning Suryaningrum., M.Si (

)

3. Zakarija Achmat, S.Psi, M. Si

)

Anggota Penguji : 1. Ari Firmanto, S.Psi

(

Mengesahkan
Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang

Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama

: Dewi Kartika Sari

NIM

: 08810268

Fakultas

: Psikologi

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:
Pengaruh Storytelling Bertema Prososial Terhadap Bystanders Effcet Pada
Anak Sekolah Dasar Usia 11-12 Tahun
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun secara keseluruhan
kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan
merupakan Hak Bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai
sumber pustaka.

Demikian surat pertanyaan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan
apabila surat pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai
dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui,

Malang, 31 Juli 2012

Ketua Program Studi

Yang menyatakan,

Ni’matuzahroh, S. Psi, M. Si

Dewi Kartika Sari

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................

i

LEMBAR PERSETUJUAN ...........................................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................

iii

SURAT PERNYATAAN ................................................................................

iv

KATA PENGANTAR .....................................................................................

v

INTiSARI .........................................................................................................

vii

ABSTRAK .......................................................................................................

viii

DAFTAR ISI....................................................................................................

ix

DAFTAR TABEL ...........................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

xiv

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................

1

Rumusan Masalah ...........................................................................

17

C. Tujuan Peneelitian...........................................................................

18

D. Manfaat Penelitian ..........................................................................

18

B.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

A. Storytelling ......................................................................................

19

1.

Pengertian storytelling.............................................................

19

2.

Manfaat storytelling ................................................................

20

3.

Tujuan storytelling ..................................................................

20

4.

Aplikasi storytelling ................................................................

21

5.

Elemen cerita yang baik ..........................................................

21

6.

Unsur dalam storytelling .........................................................

22

Prososial ..........................................................................................

23

1.

Pengertian prososial ................................................................

23

2.

Bentuk perilaku prososial ........................................................

24

3.

Faktor –faktor yang mendasari perilaku prososial ..................

25

4.

Faktor yang berpengaruh pada perilaku prososial ...................

25

5.

Motivasi untuk berperilaku prososial ......................................

29

6.

Dinamika perilaku prososial ....................................................

31

Bystanders effect .............................................................................

33

1.

Pengertian bystanders effect ....................................................

33

2.

Proses terjadinya bystanders effect..........................................

34

3.

Proses terjadinya perilaku menolong.......................................

35

D. Anak usia sekolah dasar ..................................................................

36

B.

C.

1.

Karakteristik anak usia sekolah dasar......................................

36

2.

Tugas perkembangan anak sekolah dasar................................

45

E.

Storytelling bertema prososial .........................................................

46

F.

Pengaruh storytelling bertema prososial terhadap bystanders effec
pada anak........................................................................................

48

G. Kerangka berfikir ............................................................................

58

H. Hipotesis..........................................................................................

59

BAB III: METODE PENELITIAN
A. Rancangan penelitian ......................................................................

60

B.

Identifikasi variabel.........................................................................

61

C.

Definisi operasional ........................................................................

62

D. Manipulasi variabel bebas ...............................................................

63

E.

Pengukuran variabel terikat.............................................................

64

F.

Subjek penelitian .............................................................................

67

G. Kontrol eksperimen .........................................................................

70

H. Prosedur pelaksanaan eksperimen...................................................

72

I.

Metode pengumpulan data ..............................................................

77

J.

Metode analisa data .........................................................................

78

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi data ..................................................................................

80

B.

Analisa data .....................................................................................

106

C.

Pembahasan.....................................................................................

115

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .....................................................................................

125

B.

Saran ...............................................................................................

125

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

127

RANCANGAN EKSPERIMEN .......................................................................

130

MODUL EKSPERIMEN ..................................................................................

139

LAMPIRAN

Daftar Tabel

Tabel 1 Tahap Perkembangan Pengambilan Sudut Pandang ................

42

Tabel 2 Kontrol Eksperimen dan Teknik Kontrol .................................

70

Tabel 3 Aspek Observasi Bystanders Effect ..........................................

78

Tabel 4 Deskripsi Subjek .......................................................................

80

Tabel 5 Hasil Pre-test dan Post-test Subjek AH ...................................

81

Tabel 6 Hasil Pre-test dan Post-test Subjek DK ...................................

82

Tabel 7 Hasil Pre-test dan Post-test Subjek AR ....................................

83

Tabel 8 Hasil Pre-test dan Post-test Subjek SA ....................................

84

Tabel 9 Hasil Pre-test dan Post-test Subjek IR .....................................

85

Tabel 10 Hasil Perhitungan Statistik ......................................................

106

Daftar Gambar

Gambar 1 : Tahap Pengambilan Keputusan Untuk Menolong ...............

31

Gambar 2 : Tahap Pengambilan Keputusan Menolong ..........................

35

Gambar 3 : Perilaku Subjek Sebelum dan Setelah Perlakuan ................

86

Gambar 4 : Nilai Bystanders Effect ........................................................

107

Gambar 5 : Nilai Aspek Notice Incident .................................................

109

Gambar 6 : Nilai Aspek Interpret Incident as Emergency .....................

111

Gambar 7 : Nilai Aspek Assume Responsibility .....................................

113

Daftar Lampiran

Hasil Observasi Fase Perlakuan ..............................................................

155

Deskripsi Perilaku Bystanders Effect ......................................................

167

Hasil Screening Subjek ...........................................................................

181

Hasil Pertanyaan Setelah Pre-test ...........................................................

194

Hasil Observasi Saat Pre-test .................................................................

199

Hasil Pertanyaan Setelah Post-test .........................................................

204

Hasil Observasi Saat Post-test ................................................................

209

Deskripsi Skor Bystanders Effect ...........................................................

214

Kategori Skor Bystanders Effect .............................................................

216

Hasil Pertanyaan Untuk Orang Tua Subjek ............................................

218

Guide dan Hasil Wawancara Guru Kelas ...............................................

228

Data Frekuensi Perilaku Subjek Selama Perlakuan ................................

232

Surat Izin Untuk Orang Tua Subjek .......................................................

242

Daftar Pustaka

(anonim). Retrieved December 12, 2012, from
http://en.wikipedia.org/wiki/Bystander_effect

wikipedia

web

site:

42explore : story. (anonim). Retrieved December 12, 2011, from 42explore com:
http://42explore.com/story.htm
Andrews, D. H., Hull, T. D., & DeMeester, K. (2010). storytelling as an
instructional method. netherlands: sense publishers.
Berk, L. E. (2008). Exploring Lifespan Development. United States of America:
Pearson Education, Inc.
Cherry, K. (2011, October 21). Bystander Effect - What is the Bystander Effect.
Retrieved
Desember
8,
2011,
from
about.com:
http://psychology.about.com/od/socialpsychology/a/bystandereffect.htm
Dacey, J. S., & Travers, J. F. (2004). Human Development Across The Lifespan Fifth
Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Dayakisni, T., & Hudaniah. (2006). Psikologi Sosial. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang press.
eldrbarry : storytelling definition. (anonim). Retrieved December 12, 2011, from
eldrbarry net: http://www.eldrbarry.net/roos/storytelling_definition.htm
eldrbarry : storytelling is. (anonim). Retrieved December 12, 2011, from eldrbarry
net: http://www.eldrbarry.net/roos/storytelling_is.htm
Feldam, R. S. (1999). Understanding psychology. United States of America: The
McGraw-Hill Companies.
Garcia, S. M., Weaver, K., Darley, J. M., & Moskowitz, G. B. (2002). Crowded
Minds: The Implicit Bystanders Effect. Interpersonal Relation and Group
Processes , Vol. 83, No. 4, 843–853.
Handini, S. (2011). Princess baruna dan tarian istimewa. Bandung: Darl Mizan.
Hendyar, A. (2010). Asyiknya berbagi. Sidoarjo: Kelompok Masmedia Buana
Pustaka.
Herlina, M. (2008). wordpress : perilaku menolong. Retrieved December 12, 2011,
from
wordpress
com:

http://mariaherlina.wordpress.com/2008/02/22/perilaku-menolonguntukkepentingan-orang-lain/
Hudson, J. M., & Bruckman, A. S. (2004). The Bystander Effect: A Lens for
Understanding Patterns of Participation. THE JOURNAL OF THE
LEARNING SCIENCES, 13(2), 165–195 , 165–195.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan Edisi Kelima . Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Inong, I. (2011). Princess wadida dan paus biru. Bandung: Darl Mizan.
Kahn, D. T. (n.d.). Bystander intervention and norm shifting: A Social Psychological
Research Overview. 1-48.
Latipun. (2010). Psikologi Eksperimen Edisi Kedua. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Manning, R., Levine, M., & Collins, A. (n.d.). The Kitty Genovese Murder and the
Social Psychology of Helping: The Parable of 38 winesses. KITTY
GENOVESE, 38 WITNESSES AND HELPING .
Muakhir, A. (2011). Aku anak jujur. Bandung: Mizan Media Utama.
Muakhir, A. (2011). Aku suka menolong. Bandung: Darl Mizan.
Mulyani, D., & Muhammad, A. g. (2011). Aku suka berbagi. Jakarta: Gurita.
Mulyani, D., & Muhammad, A. g. (2011). Aku tidak bermusuhan. Jakarta: Gurita.
Myers, D. G. (2008). Exploring Psychology Seventh Edition. New York, New York,
United States of America.
Myers, D. G. (2012). Exploring Social Psychology Sixth Edition. United States of
America: McGraw-Hill.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Perkembangan Manusia .
Jakarta: Salemba Humanika.
Raven, B. H., & Rubin, J. Z. (1983). Social Psychology. Canada: John Wiley &
Sons, Inc.
Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (1985). psikologi sosial. jakarta:
erlangga.
Serrat, O. (2008). Storytelling. Knowledge Solutions .

storytelling. (anonim). Retrieved December 12, 2011, from storytelling web site:
http://www.storytell.com.au/artnsintro.html
storytelling definition. (anonim). Retrieved December 12, 2011, from wikipedia edu:
http://www.wikipedia.edu/definitionstorytelling.htm
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Sunanto, J., Takeuchi, K., & Nakata, H. (2005). Pengantar Penelitian Dengan
Subjek Tunggal. Tsukuba: Criced University of Tsukuba.
Tim AMA. (2009). Cerita anak populer 4. Penerbit AMA.
Tim AMA. (2009). Gajah dan monyet. Cerita anak populer 4. Penerbit AMA.
viva news . (anonim). viva news : perilaku bystanders effect. Retrieved December
12,
2011,
from
viva
news
com:
http://dunia.vivanews.com/news/read/256651-balita-luka-parah-di-jalan-publik-china- cuek
wikipedia : bystanders effect. (n.d). Retrieved December 12, 2011, from wikipedia
web site: http://en.wikipedia.org/wiki/Bystander_effect
Winarsunu, T. (2002). Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang:
Universitaas Muhammadiyah Malang Press.
wongso, a. (n.d). andrie wongso : manfaat menolong. Retrieved December 12, 2011,
from andrie wongso com: http://www.andriewongso.com/awartikel-3056Tahukah_Anda-Menolong_Orang_Lain_Membantu_Diri_Sendiri