Analisa SMART Indikator Kinerja
;=
Pertanian 3.6
Indikator kinerja dapat
terukur dan dipahami
1. Indikator kinerja “Peningkatan jumlah hewan yang dipotong di RPH dan jumlah hewan ternak dan unggas yang divaksin”
sudah terukur, namun belum spesifik. Indikator kinerja yang penting di Dinas Pertanian adalah “peningkatan produksi
daging berkualitas halal di RPH”. Hal ini untuk mendukung program makanan halal di Kota Bogor.
2. Indikator kinerja “jumlah komoditi pertanian bernilai tambah tinggi tanaman hias dan ikan hias” kurang realistis dalam hal
peningkatan nilai tambah produk sektor pertanian
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pada Urusan Perdagangan
Berdasarkan hasil wawancara dengan pejabat pada urusan perdagangan menunjukkan bahwa indikator kinerja urusan perdagangan yang ada dalam dokumen
perencanaan baik pada RPJMD Kota Bogor 2010-2014 maupun dalam Renstra Rencana Strategi Dinas Perindustrian dan Perdagangan memiliki nilai SMART adalah 2.4 lihat
Lampiran 1, yang berarti bahwa indikator kinerja pada urusan perdagangan dapat dipahami, namun sulit di evaluasi dan direalisasikan. Artinya indikator kinerja pada
urusan perdagangan tidak dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan yaitu “meningkatkan pengembangan perekonomian pada sektor perdagangan”
yang sudah ditentukan sebelumnya dalam RPJMD Kota Bogor 2010-2014, dan tidak dapat digunakan sebagai input untuk pengambilan keputusan dan perbaikan
perencanaan pembangunan sektor perdagangan ke depan. Indikator kinerja urusan perdagangan Kota Bogor antara lain adalah Rasio los terisi terhadap jumlah los yang
tersedia, target pencapaian adalah 60 persen di tahun 2014; Tingkat pengawasan barang beredar dan pengujian mutu barang, target pencapaian adalah 65 persen; dan
Peningkatan nilai ekspor, dengan target pencapaian di tahun 2014 adalah US 175.377.273,76.
Ekspor US Juta
Ekspor
2001 2005
2009 2014
Nilai Ekspor US juta 81.8
121.1 151.5
175.4 Pertumbuhan persen
48.0 25.1
15.8 10
20 30
40 50
60
- 20.0
40.0 60.0
80.0 100.0
120.0 140.0
160.0 180.0
200.0
;
Keterangan: Data 2001 dan 2009 bersumber dari BPS Kota Bogor Data 2005 adalah target tahunan urusan perdagangan dalam RPJMD Kota Bogor
2005-2009 Data 2014 adalah target RPJMD Kota Bogor 2010-2014
Sumber: Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2007, 2008, dan 2009 RPJMD Kota Bogor 2010-2014
Gambar 28 Perkembangan dan Target Nilai Ekspor Kota Bogor Bila dianalisa lebih lanjut terhadap target indikator kinerja yang ada
menunjukkan bahwa walaupun secara nominal target nilai ekspor periode 2010-2014 meningkat seperti pada Gambar 28, namun pertumbuhan nilai ekspor pada kurun waktu
tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan pertumbuhan nilai ekspor selama periode 2005-2009, yaitu pertumbuhan nilai ekspor kurun waktu 2010-2014 hanya
ditentukan sebesar 15,8 persen, sedangkan pertumbuhan dari nilai ekspor pada periode 2003-2009 adalah sebesar 25,1 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa target
pencapaian nilai ekspor yang ditentukan pemerintah Kota Bogor selama periode 2010- 2014, tidak menunjukkan perbaikan dalam meningkatkan perekonomian pada sektor
perdagangan. Selain itu, terdapat adanya kesalahan dalam penentuan target nilai ekspor di tahun 2010 dan 2011 dalam rencana kerja tahunan Dinas Perindustrian dan
Perdagangan pada urusan perdagangan, yang mana masing-masing target memiliki nilai ekspor yang besarannya sama, yaitu sebesar US 149,9 juta. Hal ini dikhawatirkan
menunjukkan bahwa selama periode 2010-2011 perkembangan nilai ekspor tidak mengalami peningkatan.
Pada indikator kinerja “Rasio los terisi terhadap jumlah los yang tersedia”, menjadi isu dikalangan SDM Dinas Perindustrian dan Perdagangan, yang menurut
responden Kepala Seksi Perdagangan Dalam Negeri sulit pengukurannya dan tidak sesuai dengan indikator kinerja yang direkomendasikan oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan kepada Bappeda pada tahap proses penyusunan RPJMD tersebut. Selain itu, menurut responden pencapaian indikator kinerja tersebut merupakan tanggung
jawab dari PD Pakuan Pasar Jaya selaku pengelola los-los milik pemerintah Kota Bogor. Kondisi ini menunjukkan bahwa mekanisme koordinasi dalam proses penyusunan
perencanaan dan penentuan indikator kinerja untuk urusan perdagangan belum berjalan dengan baik antar instansi pemerintah daerah terkait, padahal perencanaan
;;
pembangunan daerah dan indikator kinerjanya akan sangat mempengaruhi efektifitas pemanfaatan anggaran belanja pada pembangunan urusan perdagangan di Kota Bogor.
Dengan kata lain adanya keterbatasan anggaran belanja pada urusan perdagangan harus diimbangi dengan penyusunan rencana pembangunan dan indikator kinerja yang lebih
baik agar pemanfaatan anggaran publik tersebut dapat efektif dan efisien.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pada Urusan Perindustrian
Hasil wawancara dengan pejabat dibidang perindustrian menunjukkan bahwa indikator kinerja urusan perindustrian dalam dokumen perencanaan baik pada RPJMD
Kota Bogor 2010-2014 maupun dalam Renstra Rencana Strategi Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk urusan perindustrian memiliki nilai SMART adalah 3,6 lihat
Lampiran 1; yang berarti bahwa indikator kinerja pada urusan perindustrian dapat diukur, dipahami dan direalisasikan. Namun demikian, bila dilihat dari target indikator
kinerja untuk urusan perindustrian yaitu “jumlah industri kecil dan menengah IKM sebanyak 3.510 unit IKM di tahun 2014”, menunjukkan bahwa pencapaian dari target
indikator kinerja tersebut sangat mudah dan sangat tergantung pada besaran anggaran belanja di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Artinya bila alokasi anggaran belanja di
sektor UMKM lebih besar, maka jumlah IKM binaan secara langsung akan meningkat, demikian pula sebalikmya. Menurut data BPS Kota Bogor 2009 menunjukkan bahwa
jumlah IKM di tahun 2009 adalah sebanyak 3.144 unit terdiri dari 958 unit IKM formal dan 2.186 unit industri kecil non-formal.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa penentuan indikator kinerja di atas belum spesifik. Dalam hal ini, indikator kinerja pada urusan perindustrian lebih
penting diarahkan untuk meningkatkan jumlah industri kecil formal atau mengurangi jumlah industri kecil non-formal, dibandingkan dengan indikator kinerja yang hanya
memperhatikan peningkatan aspek jumlah IKM binaan semata. Apalagi jumlah industri kecil non-formal dari tahun 2007 sampai 2009 terus mengalami peningkatan yang
signifikan. Misalnya di tahun 2009, jumlah industri kecil non-formal meningkat sebesar 2,2 persen dibandingkan dengan jumlah industri non-formal tersebut di tahun 2008,
yang jumlahnya adalah sebanyak 2.138 unit. Sebaliknya, jumlah IKM formal mengalami penurunan sebesar 0,21 persen di tahun 2009, dengan jumlah IKM sebanyak 958 unit.
;-
Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya keseriusan pemerintah daerah untuk berkontribusi menangani masalah yang ada melalui identifikasi masalah di tingkat IKM
formal dan program pengembangan industri kecil non-formal dalam rangka meningkatkan usaha di sektor formal. Secara detail, perkembangan IKM di sektor formal
dan non-formal di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 29 berikut ini.
Sumber: BPS, Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2007, 2008, dan 2009
Gambar 29 Perkembangan Jumlah IKM di Sektor Formal dan Non-Formal Tahun 2007- 2009
Kantor Koperasi dan UMKM Pada Urusan UMKM
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa indikator kinerja untuk urusan UMKM memiliki nilai SMART adalah 4,2 lihat Lampiran 1, yaitu menunjukkan bahwa
indikator kinerja sudah tepat, jelas, mudah dipahami dan dapat direalisasikan oleh unit kerja bersangkutan. Namun demikian, indikator kinerja untuk urusan UMKM seperti
yang terlihat pada Gambar 25 di atas Sub-Bab 4.2.1 menunjukkan adanya penekanan hanya pada pertambahan jumlah UMKM yang dibina, artinya bila besaran alokasi
belanja publik pada kegiatan pembinaan Kantor Koperasi dan UMKM rendah, maka pertambahan jumlah UMKM yang dibina pun relatif rendah. Karena itu, indikator kinerja
pada urusan UMKM dalam RPJMD 2010-2014 dapat dikatakan belum spesifik. Apalagi target indikator kinerja yang ditentukan sebesar 9 persen di tahun 2014 terlalu mudah
untuk dicapai, karena di tahun 2010, persentase penambahan UMKM binaan sudah
IKM Formal unit Industri Ke c il Non
Formal unit Total Jumlah IKM
unit 2 00 7
84 7 2 05 1
28 98 2 00 8
96 0 2 13 8
30 98 2 00 9
95 8 2 18 6
31 44 50 0
1 00 0 1 50 0
2 00 0 2 50 0
3 00 0 3 50 0
Jumlah IKM unit
-
mencapai 8,8 persen. Selama periode 2009-2010, telah terjadi lonjakan jumlah UMKM binaan Dinas Perindagkop, yaitu di tahun 2009 sebanyak 2019 unit UMKM binaan,
meningkat menjadi sebanyak 2884 di tahun 2010. Peningkatan jumlah UMKM binaan sejalan dengan adanya peningkatan alokasi anggaran belanja bidang koperasi dan
UMKM di Dinas Perindagkop di tahun 2010, yaitu sebesar Rp 975 juta lihat Gambar 30.
Keterangan: Data 2007-2010 adalah jumlah UMKM yang dibina oleh Perindagkop Sumber: Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor, 2011
Gambar 30 Perkembangan Jumlah UMKM Binaan Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor Tahun 2007-2010
Berdasarkan data Kantor Koperasi dan UMKM, indikator kinerja yang lebih tepat dalam rangka pencapaian tujuan RPJMD 2010-2014 Kota Bogor pada urusan UMKM
adalah “peningkatan pertumbuhan kapasitas produksi UMKM binaan”. Di tahun 2010, nilai kapasitas produksi UMKM adalah sebesar Rp 3,70 triliun atau meningkat sebesar 20
persen dibandingkan tahun 2009, yang hanya sebesar Rp 3,08 triliun. Secara detail, perkembangan nilai produksi UMKM dapat dilihat pada Gambar 31 di bawah.
2007 2008
2009 2010
Jumlah UMKM Binaan unit 1.949
1.984 2.019
2.884 Jumlah UMKM unit
31.837 32.147
32.256 32.902
Penambahan UMKM Binaan persen 6,1
6,2 6,3
8,8
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0 7,0
8,0 9,0
10,0
- 5.000
10.000 15.000
20.000 25.000
30.000 35.000
Jumlah UMKM
Jumlah UMKM
unit
-
2007 2008
2009 2010
Kapasitas Produksi UMKM Rp T
2,95 3,11
3,08 3,70
Pertumbuhan Peningkatan Produksi
UMKM persen 5,3
-0,8 20,0
-5,00 0,00
5,00 10,00
15,00 20,00
25,00
Sumber: Kantor Koperasi dan UMKM, 2011
Gambar 31 Perkembangan Kapasitas Produksi UMKM Tahun 2007-2010
Indikator kinerja peningkatan kapasitas produksi UMKM akan memberikan gambaran terkait peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM. Perkembangan
jumlah tenaga kerja di sektor UMKM selama periode 2007-2010 terus mengalami peningkatan, misalnya di tahun 2007, jumlah tenaga kerja di sektor UMKM adalah
sebanyak 51.798 orang, meningkat menjadi sebanyak 58.249 orang di tahun 2010 Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor, 2011.
Dinas Pertanian
+ .= 3
4I
+ ; -
? 1
., ?
3 4
- +?
2 2
1 5 ? -
Penentuan indikator kinerja pada urusan perdagangan, perindustrian, UMKM, dan pertanian dalam RPJMD Kota Bogor dan Renstra 2010-2014 di masing-masing unit kerja
pemerintah SKPD lebih berorientasi output keluaran, atau belum berorientasi pada outcome hasil. Hal ini mengindikasikan sulitnya pengukuran pencapaian tujuan
pembangunan Kota Bogor dengan visi menjadikan Kota Bogor sebagai Kota Perdagangan sebagaimana yang tertuang dalam RPJMD Kota Bogor 2010-2014. Hal ini didukung
dengan pernyataan dari responden yang merupakan anggota DPRD Kota Bogor pada Komisi B bidang ekonomi, yang menyatakan pesimis atas upaya penyelenggaraan
urusan pilihan pemerintah Kota Bogor dalam mencapai tujuan pembangunan daerah seperti yang tertuang dalam RPJMD Kota Bogor. Hal ini dikarenakan adanya proses
penyusunan RPJMD Kota Bogor 2010-2014 yang terburu-buru, dan tidak sinkronnya proses penyusunan RPJMD Kota Bogor 2010-2014 yang baru direalisasikan pada tahun
2010, dengan proses penyusunan rancangan anggaran belanja pemerintah yang telah direalisasikan sejak tahun 2009. Dalam hal ini menurut responden adalah perlunya
proses penyusunan RPJMD Kota Bogor yang sudah mulai disusun sejak awal tahun anggaran sebelumnya. Selain itu, penyusunan target indikator kinerja belum secara
memadai memanfaatkan database yang up to date. Berdasarkan hasil klarifikasi dengan responden dari Bappeda Kota Bogor
menunjukkan bahwa adanya pengakuan terhadap kekeliruan dalam menentukan indikator kinerja, termasuk pada penyelenggaraan urusan pilihan pemerintahan di
sektor perdagangan, perindustrian, UMKM, dan pertanian, yang tidak berorientasi outcome hasil. Menurut responden kekeliruan dalam penentuan pendekatan indikator
kinerja lebih disebabkan karena adanya ketidakjelasan panduan pemerintah pusat dalam membedakan indikator kinerja yang berorientasi output dan outcome, yaitu
panduan yang disusun oleh Kementerian Pendayaan Aparatur Negara. Berdasarkan hasil analisa peneliti terhadap Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 29
Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja Dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dalam Lampiran IB4-5 yang menunjukkan
-.
bahwa penetapan Indikator Kinerja Utama IKU dalam dokumen perencanaan, terutama dalam renstra SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah setidaknya
berorientasi outcome. Namun, dalam peraturan ini tidak terdapat penjelasan yang detail mengenai perbedaan antara indikator kinerja berorientasi output dan outcome,
sehingga wajar bila terjadi kesulitan atau kebingungan dalam membedakan antara indikator kinerja output dan outcome di tingkat daerah.
Di tingkat pengusaha, yang diwakili oleh responden dari Kadinda menunjukkan bahwa program dan indikator kinerja dalam RPJMD 2010-2014 yang terkait dengan
pengembangan perekonomian daerah belum secara memadai diketahui. Menurut responden, masih terdapat adanya gap kesenjangan antara kebutuhan dunia usaha
dengan perencanaan yang disusun oleh pemerintah dalam rangka pengembangan perekonomian Kota Bogor.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pada Urusan Perdagangan
Indiktor kinerja untuk urusan perdagangan, menurut responden sudah berorientasi pada outcome hasil. Namun demikian, bila mengacu pada fungsi indikator
kinerja sebagai alat bantu untuk mengukur pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan pendekatan program logic model, menunjukkan bahwa indikator
kinerja tersebut belum dapat digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan di sektor perdagangan. Hal ini dikarenakan indikator kinerja yang ada tidak berkaitan langsung
dengan pengukuran pencapaian tujuan pada urusan perdagangan tersebut. Misalnya indikator “Peningkatan Nilai Ekspor”, tidak dapat secara langsung digunakan untuk
mengukur pengembangan perekonomian pada sektor perdagangan, karena meningkatnya nilai ekspor belum dapat dikatakan pengembangan perekonomian di
sektor perdagangan meningkat. Kecuali, indikator tersebut diubah menjadi “Peningkatan Net Ekspor” yang merupakan komponen dalam PDRB, yang dapat digunakan untuk
menunjukkan perkembangan pembangunan perekonomian suatu daerah dan dapat diukur dengan data yang up to date lihat Gambar 32 di bawah.
-
Gambar 32 Indikator Kinerja Urusan Perdagangan Pada RPJMD Kota Bogor 2010-2014 Berdasarkan Pendekatan Program Model Logika
Gambar 32 di atas mengindikasikan bahwa Pejabat Perencanaan dan pejabat di bidang
substantif untuk urusan
perdagangan mengalami kesulitan dalam
menghubungkan antara indikator kinerja yang berbasis output keluaran dengan indikator kinerja berbasis outcome hasil pada urusan perdagangan Kota Bogor.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pada Urusan Perindustrian
Menurut responden bahwa indikator kinerja yang ada sudah menerapkan pendekatan berorientasi outcome hasil atau tidak hanya berdasarkan pendekatan yang
berorientasi output keluaran. Berdasarkan analisa peneliti dengan menggunakan pendekatan Program Model Logika yang menggambarkan keterkaitan antara indikator
kinerja urusan perindustrian tersebut dengan tujuan urusan perindustrian dalam RPJMD Kota Bogor 2010-2014, yaitu “Meningkatkan pengembangan perekonomian pada sektor
industri”, mengindikasikan indiktor kinerja urusan perindustrian belum dapat digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan urusan perindustrian Kota Bogor tersebut. Kedua
indikator kinerja tersebut, yaitu: “Peningkatan jumlah industri kecil dan menengah IKM” dan “Peningkatan jumlah industri yang memanfaatkan teknologi tepat guna
TTG” lebih mengarah pada penerapan pendekatan yang berorientasi output lihat Gambar 33 di bawah.
-,
Gambar 33 Indikator Kinerja Urusan Perindustrian Pada RPJMD Kota Bogor 2010-2014 Berdasarkan Pendekatan Program Model Logika
Pendekatan program model logika di atas mengindikasikan bahwa Pejabat Perencana baik di Dinas Perindustrian dan Perdagangan maupun di Bappeda mengalami
kesulitan dalam menentukan indikator kinerja berorientasi output dan indikator kinerja yang berorientasi outcome.
Kantor Koperasi dan UMKM Pada Urusan UMKM
Menurut responden di Kantor Koperasi dan UMKM menyebutkan bahwa indikator kinerja yang ada untuk urusan UMKM sudah berorientasi outcome hasil.
Namun demikian, bila di analisa lebih lanjut dengan menggunakan Program Model Logika dapat ditunjukkan bahwa tidak adanya keterkaitan langsung antara peningkatan
UMKM binaan sebagai indikator kinerja dengan peningkatan peran UMKM dalam perekonomian daerah. Dalam hal ini, perlu adanya indikator kinerja yang berbasis
outcome hasil, untuk menjembatani pengukuran pencapaian tujuan RPJMD 2010-2014 Kota Bogor pada urusan UMKM lihat Gambar 34. Indikator kinerja yaitu persentase
penambahan UMKM binaan yang ada saat ini belum dapat digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan RPJMD 2010-2014 Kota bogor di sektor UMKM, yaitu peningkatan
peran UMKM pada perekonomian daerah.
-=
Gambar 34 Indikator Kinerja Urusan UMKM Pada RPJMD 2010-2014 Kota Bogor Berdasarkan Pendekatan Program Model Logika
Dinas Pertanian
2 3
4
3 .,4
., 6
- 5
?
36 4
5 34 3
2 4
I 3 4 3
2 4
: I 3.4
3 4
I 34 3
4 I
3,4 3
2 4
3 2
4
:
Kedua, indikator kinerja yang ada untuk urusan pertanian lebih berorientasi pada output, dibandingkan berorientasi outcome. Salah satu contoh indikator kinerja
yang berorientasi outcome pada urusan pertanian adalah peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kota Bogor, produktivitas bahan pangan utama lokal per
hektar, atau pertumbuhan produksi daging yang berkualitas halal.
-; A
9 1 2
2 2 1 2
9 1 2
2 1 2 2
1 2 =
. ;,
1 2 2 1
2 , B
+ 2
2 2
- 2 -
+, - 2
- +,
-= -
-; ;
; --
. -
, .
=. ;
;; ;=
== , ;
=-. . ,
; .
=-; ;
5 3 4
, ,-
-- +
=; .
+
9 1 2
8 2 2
1 8 2
+
1 2 8 2
2 1
8 2
+ 2 1 2
C 2 5
.
-,H =
; H .=
H ; H
.= .
; H .
; H .=
5 3 -4
3 4
1
3 H 4
1
9 7 1 2
1 2 1 2
3 4
3 4
7 C
-
+ 2 62
2
.
,
= ;
- .
. .
, =
; 1
. 7C
7C .
7C 7C
, =
; -
:
5 + 1
3 4
9 1 2
2 2 2 2
1 2 1
+ 1
.
7 2 0
62 + 2
62 2
3 4
.
. .
7C 7C
5 + 1
3 4
1
97 1 2
2 2 2 2
1 2 1
8
. :
2 0 + 2
2
.
. .
5 + 1
3 4
5
9 1 2
2 2 +
1 2 ,
2 1 2 1
3 4
3 4
3 4
,
9 1
+ 0 62
1
5 1
+ 2 62
2
. +
, =
. :
, =
. .
: ,
=
, 1
=
; 2 , 0
62
5 + 1
3 4 ,
1 5
1
99 1 2
1 2
1 2
3 4 + 2
62 2
. ,
1 .
. .
,
= 8
;=.
+, 2
1 2 + 2
+, ?
=. =
. .
;=. 5 +
1 3 4
= +
3 4
8
:
; 1 5
3 4
3 4
3 4
1 3
4
; .
; 1
- 1
5
6 +
3+ 4
5 +
6 5
5 .
5 7
3 8
4 .
0 2 .
, + ;.--
3 4
3 4
3 4
- - 2
2 D
F +
? A
7 1
= 9 1
6 - B
: : I . R
2 ,
6 5
, 6
5 -
, , + ,
6 5::
:. 7 .
:2 C
2 8
, 9
1 -
1 7
3 4
1 -
1 ;
D ; ;
A 06
B D 0.0
-- 6
5 7 +
+ -
6 6
6 3 6 4
B .7E3D:..
F0F0 F0 20E
61 --
2 ?
5 2 D
A 6
3 2 .33
7 6 1
http:
8 3
3 5
6 B
+ 5
6 ,
- 30
4 -
71 +
9+ 2
6 6
6 -
2 6
NN6 C
; ,
- B
6 5
B 2
3E:E.E2 2
2 ;
+ ;
G A
, B
: 0 H 0 7D
; B
0D20:2 3F06F0IF0
6F000: 770
----; B
E 0 .0
. --- .
B 0 0
F6 5 .
B 00
9 3--.4
000 E . .;
. 8
, 3
4 .
- 71
.; ,;
; =
6 .-
= 71
3 4
; ;
6 364
9 .=
C
9 C
+ .
6 +
? 2
? :
A
3 4
6665 ., 3
4 3
4 3
4 ,
6 J
, -
A ,
- B
.E3 B
+ 5
6 ;
6 + --,
. ..
, ;
9 8
3 6F4
6 2 1
- A
B 2 2
2 2 2
1
,
7 9
-. 8 . ? -2 8
.
2 ?
..- ? -
+ 2 .
? 2 2 + 1
?
P 7 0 0
,
=
7 9
-. 8 . ? -2 8
3 4
2 ?
3 4
..- ? -
+
3 4
, .
2 . ? 2 2
3 4
. .
+ 1 ?
3 4
, .
2 2 - 8
P 7 6 6
.=
7 9
-. 8 . ? -2 8
,
2 ?
..- ? -
+ 2 .
? 2 2 + 1
?
2 2 - 8
P ,
;
7 9
-. 8 . ? -2 8
+ 3
4 1
3 1
: 4
2 ?
+ 3
4
.
1 3
1 :
4
. ..-
? - +
+ 3
4
.
1 3
1 :
4
.
2 . ? 2 2
+
,
3 4
,
1 3
1 :
4
, ,
+ 1 ?
+
.
3 4
.
1 3
1 :
4
. .
2 2 - 8 D
P 7 6
.=
. 01
, 2 1
3 4
01 1 5
1 6
1 1
6 1
1 1
7 +
1 1
7 6
1 1
1 5
01 8
6
8 .
..
. ,
? +
.; 1
: =
3 1 :
: 4 3
4 3
4
1 :
D 3
;4 6
1 :
6 C
1 +
?
3 4
3 +
1
1 -
6 7
5 ?
, C
. ,,=
=- ;
, 3
4 ;
-; ;-
- 3 1
4
5 --; 5 ?
G 3
4 5
. , = - 6665.,
--; -
--; - +
--- ?
Krisis Moneter Masa Transisi Desentralisasi
1998 1999
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
PAD Rp M 20,51
16,43 14,65
26,79 28,29
41,45 50,64
66,71 69,30
79,82 97,77
89,22 Dana Perimbangan Rp M
43,56 63,99
67,12 160,44
185,39 279,36
323,09 330,65
472,79 457,40
520,16 556,00
Total Pendapatan Rp M 73,22
91,81 85,05
232,81 245,51
342,02 384,60
421,44 536,01
635,46 718,08
711,73 Porsi Dana Perimbangan Terhadap Total Pendapatan
59,5 69,7
78,9 68,9
75,5 81,7
84,0 78,5
88,2 72,0
72,4 78,1
Porsi PAD Terhadap Total Pendapatan 28,0
17,9 17,2
11,5 11,5
12,1 13,2
15,8 12,9
12,6 13,6
12,5 0,0
10,0 20,0
30,0 40,0
50,0 60,0
70,0 80,0
90,0 100,0
- 100,00
200,00 300,00
400,00 500,00
600,00 700,00
800,00
3 4
5
+, - . -+ 0 1 2 2 + ,
1+ -0 2 - , -+ , 1 ,34 + 2