Simulasi Penggunaan Lahan di Model DAS Mikro Pasir Buncir, Sub DAS Cisadane Hulu

SIMULASI PENGGUNAAN LAHAN DI MODEL DAS MIKRO
PASIR BUNCIR, SUB DAS CISADANE HULU

NINA SUSILAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Simulasi Penggunaan
Lahan Di Model DAS Mikro Pasir Buncir, Sub DAS Cisadane Hulu adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Nina Susilawati
NIM A155100011

RINGKASAN
NINA SUSILAWATI. SIMULASI PENGGUNAAN LAHAN DI MODEL
DAS MIKRO PASIR BUNCIR, SUB DAS CISADANE HULU. DIBIMBING
OLEH KUKUH MURTILAKSONO DAN YAYAT HIDAYAT.
Wilayah Hulu DAS Cisadane berpotensi menjadi lahan yang lebih kritis,
karena perubahan pola pemanfaatan dan pengelolaan lahan. Pola pemanfaatan
dan pengelolaan lahan yang tidak memperhatikan kondisi topografi (kemiringan
lereng lebih dari 25%) menyebabkan tingginya potensi aliran permukaan dan
erosi. Untuk itu diperlukan simulasi perencanaan penggunaan lahan dengan
menggunakan model AGNPS.
Tujuan penelitian adalah (1) menggunakan model AGNPS untuk
memprediksi aliran permukaan dan sedimen, dan (2) menentukan penggunaan
lahan terbaik di MDM Pasir Buncir menggunakan model AGNPS. Tahapan
penelitian terdiri dari : 1) persiapan dan pengumpulan data masukan model
AGNPS; 2) menjalankan model AGNPS; 3) validasi model, dan 4) simulasi
skenario pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap respon hidrologi dan

sedimen.
Simulasi dilakukan dengan 8 skenario perubahan penggunaan lahan yaitu :
skenario pertama (S1) : perubahan 30% luas penggunaan lahan semak menjadi
tegalan dengan penerapan teknik konservasi tanah berupa teras guludan ditambah
rumput penguat; skenario kedua (S2) : perubahan 30% luas penggunaan lahan
semak menjadi tegalan dengan penerapan teknik konservasi tanah berupa mulsa
vertikal 6 ton/ha; skenario ketiga (S3) : perubahan 30% luas penggunaan lahan
semak menjadi kebun campuran dengan penerapan teknik konservasi tanah berupa
teras guludan ditambah rumput penguat; skenario keempat (S4) : perubahan 30%
luas penggunaan lahan semak menjadi kebun campuran dengan penerapan teknik
konservasi tanah berupa mulsa vertikal 6 ton/ha; skenario kelima (S5) : perubahan
30% luas penggunaan lahan semak menjadi vegetasi tetap dengan tingkat
kerapatan tinggi dengan penerapan teknik konservasi tanah berupa teras guludan
ditambah rumput penguat; skenario keenam (S6) : perubahan 30% luas
penggunaan lahan semak menjadi vegetasi tetap dengan tingkat kerapatan tinggi
dengan penerapan teknik konservasi tanah berupa mulsa vertikal 6 ton/ha;
skenario ketujuh (S7) : mengembalikan kondisi eksisting pada kondisi awal
sebagai lahan HGU PTP XI (Perkebunan Karet), dimana seluruh luas penggunaan
lahan semak menjadi vegetasi tetap dengan jenis komoditi karet tingkat kerapatan
tinggi dengan penerapan teknik konservasi tanah berupa teras guludan ditambah

rumput penguat; dan skenario kedelapan (S8) : S7 dengan penerapan teknik
konservasi tanah berupa mulsa vertikal 6 ton/ha.
Kalibrasi dan validasi model AGNPS dilakukan menggunakan input data
curah hujan yang berbeda dengan kriteria : (1) pola hujan sama; (2) intensitas
curah hujan melebihi 1.5 cm/jam, dan (3) AMC episode hujan tersebut sama.
Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan sepuluh data kejadian hujan tahun 2008,
sedangkan validasi dilakukan dengan menggunakan sembilan data kejadian hujan
tahun 2009. Metode kalibrasi dan validasi yang digunakan adalah metode trial
and error. Hasil kalibrasi dan validasi diuji statistik dengan menggunakan
koefisien determinan Pearson (R2) dan koefisien Nash dan Sutcliffe (NSE).

Model AGNPS dapat mensimulasikan dengan baik perubahan penggunaan
lahan terhadap respon hidrologi dan hasil sedimen di MDM Pasir Buncir, Sub
DAS Cisadane Hulu dengan R2 dan NSE untuk volume DRO sebesar 0.84 dan
0.80, untuk debit puncak DRO sebesar 0.95 dan 0.72, dan untuk hasil sedimen
sebesar 0.87 dan 0.87.
Perubahan penggunaan lahan semak seluruhnya menjadi vegetasi tetap
(perkebunan dengan komoditi tanaman karet dengan kerapatan tinggi) (S7 dan S8)
berpengaruh dalam menurunkan volume DRO sebesar 48.19 %, debit puncak
DRO sebesar 61.37%, dan sedimen sebesar 38.92% dan 41.13%. Pelaksanaan

penatagunaan lahan di MDM Pasir Buncir untuk mencapai tujuan pengelolaan
DAS terpadu yang ideal (respon hidrologi baik dan erosi lebih kecil) sesuai
dengan skenario 8. Dengan menerapkan skenario 8, dihasilkan nilai erosi dan
volume serta debit puncak DRO yang lebih kecil dari kondisi eksisting dan S1, S2,
S3, S4, S5, S6 dan S7. Hal ini dapat bermanfaat mengurangi jumlah kehilangan
lapisan tanah paling atas (top soil merupakan lapisan subur). Selain itu, karena
mampu meningkatkan laju infiltrasi, sehingga dapat mengurangi jumlah aliran
permukaan dan meningkatkan volume cadangan air bawah tanah. Manfaat
lainnya adalah mendapatkan debit aliran sungai yang relatif stabil (suplai air
masih tersedia pada musim kemarau).
Kata kunci: AGNPS, debit puncak direct runoff, hasil sedimen, perubahan
penggunaan lahan, volume direct runoff

SUMMARY
SIMULATION OF THE LAND USAGE OF PASIR BUNCIR MICRO
WATERSHED MODEL, UPSTREAM SUB CISADANE WATERSHED.
SUPERVISED BY KUKUH MURTILAKSONO AND YAYAT HIDAYAT.
The upstream Cisadane Watershed may become a critical area, because of
changing pattern of land utilization and land management, which do not pay
attention to topographical conditions (slopes more than 25%) resulting in high

potential runoff and soil erosion. For that, it is necessary to make a simulation
modeling using AGNPS models.
The study aimed (1) to apply the AGNPS models to predict runoff and
sediment yield, and (2) to detemine the best land usage in MDM Pasir Buncir
using AGNPS model. The stages of this study included : 1) preparation and
collection of AGNPS model input data, 2) implementation of the AGNPS models;
3) validation of the model; and 4) simulation of the scenario effects of land use
change scenario on hydrology and sediment response.
The simulations was carried out with 8 land use change scenarios. The first
scenario (S1) : 30 % of the bushy land use was changed into dry land (not
irrigated) with the application of soil conservation technique in the form ridge
terrace plus strengthener grass; The second scenario (S2) : 30 % of the bushy land
use was changed into dry land (not irrigated) with the application of soil
conservation techniques in the form of vertical mulch 6 tons/ha; The third
scenario (S3) : 30 % of the bushy land use was changed into mixed farm with the
application of soil conservation technique in the form ridge terrace plus
strengthener grass; The fourth scenario (S4) : 30 % of the bushy land use was
changed into mixed farm with the application of soil conservation technique in the
form of vertical mulch mulch 6 tons/ha. The fifth scenario (S5) : 30 % of the
bushy land use was changed into permanent vegetation with a high density level

with the application of soil conservation technique in the form ridge terrace plus
strengthener grass; The sixth scenarios (S6) : 30 % of the bushy land use was
changed into permanent vegetation with a high density level with the application
of soil conservation technique in the form of vertical mulch 6 tons/ha; The
seventh scenario (S7) : restoring the existing condition into the initial condition
as concession land of HGU PTP XI (Rubber Plantation), where the entire area of
the bushy land use was changed into permanent vegetation of rubber commodity
with a high density with the application of soil conservation technique in the form
of ridge terrace plus strengthener grass; and eight scenario (S8) : S7 with the
application of soil conservation technique in the form of vertical mulch 6 tons/ha.
Calibration and validation of AGNPS model were performed by using
rainfall data input with different criteria : (1) the same pattern of rainfall; (2) the
rainfall intensity exceeded 1.5 cm/h, and (3) the same AMC rain episodes.
Calibration was done by using the data of ten rain events in 2008, while the
validation was done by using the data of nine rain events 2009. The calibration
and validation methods used were the method of trial and error. The results of
calibration and validation were statistically tested using Pearson's coefficient of
determinant (R2) and Nash and Sutcliffe coefficient (NSE).

The AGNPS model could well simulate changes in land use on hydrologic

response and sediment yield in MDM Pasir Buncir, upstream sub watershed
Cisadane with R2 and NSE for DRO volume were 0.84 and 0.80, for a DRO peak
discharge of 0.95 and 0.72, and for the sediment at 0.87 and 0.87
The change of the bushy land use entirely into permanent vegetation (rubber
plantation with a high density) (S7 and S8) had an effect on reducing the DRO
volume by 48.19%, DRO peak discharge 61.37%, and the sediment was 38.92%
and 41.13%. The implementation of land use in the MDM Pasir Buncir was to
achieve an ideal integrated watershed management, where the hydrologic
response was good and the erosion was smaller in accordance with scenario 8. By
applying scenarios 8, the value of erosion and volume DRO and DRO peak
discharge were smaller than the existing condition and S1, S2, S3, S4, S5, S6, and
S7. This could reduce the amount of top soil loss, increase the infiltration rate,
decrease the amount ofe volume of ground water. Another benefit was that the
river water discharge was relatively stable (water supply was still available in the
dry season).
The key word : AGNPS, DRO peak discharge, DRO volume, land use change ,
sediment yield

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SIMULASI PENGGUNAAN LAHAN DI MODEL DAS MIKRO
PASIR BUNCIR, SUB DAS CISADANE HULU

NINA SUSILAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc

Judul Tesis : Simulasi Penggunaan Lahan di Model DAS Mikro Pasir Buncir,
Sub DAS Cisadane Hulu
Nama
: Nina Susilawati
NIM
: A155100011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS
Ketua


Dr Ir Yayat Hidayat, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan DAS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 14 Juli 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 2011 ini ialah
menerapkan model AGNPS untuk memilih penggunaan lahan terbaik dalam
memberikan repon hidrologi dan sedimen, dengan judul “Simulasi Penggunaan
Lahan Di Model DAS Mikro Pasir Buncir, Sub DAS Cisadane Hulu”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.
Dr Ir Kukuh
Murtilaksono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir Yayat
Hidayat, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan
arahan, petunjuk dan saran. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak
Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc selaku penguji luar komisi dan ketua program
studi DAS yang telah memperkaya tulisan ini. Di samping itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian
Kehutanan atas dukungan beasiswa pendidikan pascasarjana. Ucapan terima
kasih disampaikan kepada Bapak Ir Dodi Susanto, MM selaku Kepala Balai dan
Junediyono, S.Hut, MM selaku Kepala Seksi Evaluasi DAS, serta teman teman
BPDAS Citarum Ciliwung yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas
dukungannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ugi dan temanteman Fordas IPB atas dukungan semangatnya. Penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Sholahudin dan Bapak Jajat dari Pengamat dan Penjaga SPAS di
MDM Pasir Buncir yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua Ayah M Sidik Suhendar
(almarhum) dan Ibunda Wariyah, Suami Ali Said, dan Anak Yazid, Najma, Rima
dan Haura serta Teh Enung sebagai asisten di rumah dan seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Nina Susilawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
3
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai dan Model Hidrologi
Aliran Permukaan dan Erosi
Model AGNPS
Model DAS Mikro

5
5
6
9
14

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian

14
14
14
15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Penelitian
Kalibrasi dan Validasi Model AGNPS
Keluaran Model AGNPS
Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan

24
24
28
33
38

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

43
43
44

DAFTAR PUSTAKA

44

LAMPIRAN

47

RIWAYAT HIDUP

71

DAFTAR TABEL
1 Perubahan penggunaan lahan pada MDM Pasir Buncir Sub DAS
Cisadane Hulu Tahun 2003 dan 2009
2 Nilai bilangan kurva di MDM Pasir Buncir (AMC III)
3 Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) di MDM Pasir Buncir
4 Nilai faktor tanaman dan pengelolaan tanaman (C) di MDM Pasir
Buncir
5 Nilai faktor kekasaran permukaan n, Manning (N) di MDM Pasir
Buncir
6 Nilai faktor konstanta kondisi permukaan (SCC) di MDM Pasir Buncir
7 Nilai faktor erodibilitas tanah (K) di MDM Pasir Buncir
8 Karakteristik hujan masukan model AGNPS pada proses kalibrasi di
MDM Pasir Buncir
9 Karakteristik hujan masukan model AGNPS pada proses validasi di
MDM Pasir Buncir
10 Luas penggunaan lahan eksisting dan skenario perubahan penggunaan
lahan di MDM Pasir Buncir
11 Rata-rata curah hujan, suhu, dan kecepatan angin bulanan periode tahun
2008-2010 di MDM Pasir Buncir
12 Sebaran kelas lereng di MDM Pasisr Buncir
13 Koefisien Nash dan Sutcliffe dan koefisien determinan pada proses
kalibrasi parameter model AGNPS di MDM Pasir Buncir
14 Koefisien Nash dan Sutcliffe dan koefisien determinan pada proses
validasi model AGNPS di MDM Pasir Buncir
15 Perbandingan hasil model pada kondisi eksisting dan skenarionya di
MDM Pasir Buncir
16 Hasil uji lanjut BNT taraf 5 % volume DRO pada setiap skenario di
MDM Pasir Buncir
17 Hasil uji lanjut BNT taraf 5 % debit puncak DRO pada setiap skenario
di MDM Pasir Buncir
18 Hasil uji lanjut BNT taraf 5 % sedimen pada setiap skenario di MDM
Pasir Buncir
19 Nilai perhitungan erosi pada kondisi eksisting dan skenario di MDM
Pasir Buncir

2
17
18
18
19
19
20
21
22
24
26
28
29
31
38
39
40
40
43

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Diagram alir tahapan penelitian
Komponen total runoff
Pembagian sel dalam model AGNPS
Arah pergerakan sedimen dan aliran permukaan dalam sel
Kurva lengkung debit aliran sungai Lengkong (SPAS Lengkong)
Kurva lengkung debit sedimen sungai Lengkong (SPAS Lengkong)
Keragaan curah hujan harian dan debit aliran sungai Cisadane Hulu
(Januari 2008 sampai dengan bulan Oktober 2010) di MDM Pasir
Buncir

4
8
10
13
26
27

28

8 scatter plot volume DRO pengukuran dan hasil kalibrasi model AGNPS
di MDM Pasir Buncir
9 scatter plot debit puncak DRO pengukuran dan hasil kalibrasi model
AGNPS di MDM Pasir Buncir
10 scatter plot sedimen pengukuran dan hasil kalibrasi model AGNPS di
MDM Pasir Buncir
11 scatter plot volume DRO pengukuran dan hasil validasi model AGNPS
di MDM Pasir Buncir
12 scatter plot debit puncak DRO pengukuran dan hasil validasi model
AGNPS di MDM Pasir Buncir
13 scatter plot sedimen pengukuran dan hasil validasi model AGNPS di
MDM Pasir Buncir
14 Distribusi spatial volume DRO (m3) keluaran model AGNPS pada
kejadian hujan 5 Mei 2008 dengan penggunaan lahan eksisting
15 Distribusi spatial debit puncak DRO (m3/s) keluaran model AGNPS
pada kejadian hujan 5 Mei 2008 dengan penggunaan lahan eksisting
16 Distribusi spatial sedimen (ton) keluaran model AGNPS pada kejadian
hujan 5 Mei 2008 dengan penggunaan lahan eksisting

30
30
31
32
32
33
35
36
37

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta sebaran titik sampel di MDM Pasir Buncir
2 Perhitungan Energi Intensitas Hujan (EI30) kejadian hujan terpilih di
MDM Pasir Buncir
3 Data lapangan (tekstur tanah, % bahan organik, nisbah liat dan HSG) di
MDM Pasir Buncir
4 Nilai bilangan kurva untuk kondisi kandungan air tanah di MDM Pasir
Buncir
5 Grafik curah hujan, debit dan tinggi muka air episode hujan terpilih di
MDM Pasir Buncir
6 Peta penggunaan lahan tahun 2009 di MDM Pasir Buncir
7 Peta penggunaan lahan skenario 1 di MDM Pasir Buncir
8 Peta penggunaan lahan skenario 3 di MDM Pasir Buncir
9 Peta penggunaan lahan skenario 5 di MDM Pasir Buncir
10 Peta penggunaan lahan skenario 7 di MDM Pasir Buncir
11 Peta tanah di MDM Pasir Buncir
12 Peta DEM di MDM Pasir Buncir
13 Karakteristik hujan masukan model AGNPS pada proses running
keluaran model (Bulan Januari sampai Mei 2010) di MDM Pasir Buncir
14 Hasil keluaran model AGNPS pada musim penghujan tahun 2010
(Bulan Januari sampai Mei 2010) di MDM Pasir Buncir
15 Data masukan model AGNPS di MDM Pasir Buncir
16 Faktor konversi

47
48
50
53
54
57
58
59
60
61
62
63
64
65
69
70

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) menurut Undang Undang Sumber Daya Air
(UU No. 7 Tahun 2004) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan
ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah pengairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. DAS
merupakan suatu ekosistem yang terdiri dari komponen abiotik dan biotik yang
saling mempengaruhi.
DAS Cisadane merupakan salah satu DAS strategis dan prioritas di Provinsi
Jawa Barat dan Banten. Saat ini, pemanfaatan dan pengelolaan lahan di DAS
Cisadane mengalami perubahan yang significant. Pemanfaatan dan pengelolaan
tersebut tidak hanya terbatas pada sektor pertanian tetapi juga berkembang untuk
kebutuhan industri dan pemukiman. Perubahan pola pemanfaatan lahan tersebut
telah menyebabkan perubahan kondisi ekologis dan hidrologis wilayah. Hal ini
sangat berpotensi menyebabkan menurunnya kualitas air, tingkat erosi yang tinggi
di bagian hulu, bencana banjir, dan tanah longsor.
Wilayah hulu DAS Cisadane berpotensi menjadi lahan yang lebih kritis.
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.32/Menhut-II/2009 tanggal 11 Mei
2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan
Lahan Daerah Aliran Sungai (RTk RHL DAS) dan Peraturan Direktur Jenderal
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDASPS) No.
P.4/V-SET/2013 tanggal 26 Juli 2013 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data
Spasial Lahan Kritis, bahwa yang dimaksud dengan lahan kritis adalah lahan di
dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga
kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau
diharapkan. Lahan dikategorikan kritis apabila memenuhi nilai parameter : (1)
penutupan lahan kurang dari 40%, (2) kemiringan lereng curam atau sangat
curam, (3) tingkat bahaya erosi berat atau sangat berat, (4) produktivitas rendah,
dan (5) pengelolaan lahan kurang baik. Alih fungsi lahan di MDM Pasirbuncir
intensif, terutama alih fungsi lahan tegalan/kebun menjadi semak belukar/lahan
kosong (Tabel 1).
Memperhatikan kondisi alih fungsi lahan, dan
mempertimbangkan pengertian lahan kritis di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa tingkat kekritisan lahan di MDM Pasir Buncir berpotensi mengalami
peningkatan.
Menurut Fitria et al. (2009) akumulasi air yang hilang sebagai run off di
DAS Cisadane dalam setahun sekitar 4 627 mm (1 834 juta m3). Rata-rata rasio
run off dari Sub DAS Cisadane Hulu terhadap CH sekitar 43%, berkisar 205 –
4 115 mm, rata-rata sekitar 1588 mm (680.3 juta m3). Berdasarkan dokumen
Rencana Detail Rehabilitasi Hutan dan Lahan di DAS Cisadane (BPDAS
Citarum-Ciliwung 2008), penanganan DAS Cisadane Hulu di Kecamatan
Caringin diprioritaskan karena merupakan “penyumbang” aliran terbesar, yaitu
sebesar 60 m3/det, setelah Nanggung (180 m3/det) dan Pamijahan (82 m3/det).

2
Tabel 1. Perubahan Penggunaan lahan pada Model DAS Mikro Pasir Buncir
Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2003 dan 2009
Penggunaan Lahan

2003
Ha

Belukar/Semak
Hutan
Kebun/Perkebunan
Pemukiman
Rumput/Tanah Kosong
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Tegalan/Ladang

1 029.40
108.90
12.10
73.50
539.04
1 762.94

%
58.39
6.18
0.69
4.17
30.58
100.00

2009
Ha
%
472.2
26.78
1 029.72
58.41
104.06
5.90
12.99
0.74
2.7
0.15
23.18
1.31
42.87
2.43
75.22
4.27
1762.94 100.00

Perubahan
(%)
+26.78
+0.02
-0.27
+0.05
+0.15
-0.42
-26.31

Sumber : Interpretasi citra Tahun 2003 dan Tahun 2009
Catatan :% = (luas 2009 – luas 2003)/luas DAS, dan
Perubahan (%) = % Tahun 2009 - % Tahun 2003

Wilayah DAS Cisadane yang memiliki laju erosi lebih dari 180
ton/hektar/tahun adalah seluas 9 811 hektar. Dari 9 811 hektar tersebut, 39.26%
atau seluas 3 851.8 hektar, terdapat di Sub DAS Cisadane Hulu (BPDAS Citarum
Ciliwung 2010). Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Cisadane Hulu, menurut
Herawati (2010) terdapat seluas 316 hektar yang termasuk dalam kategori sangat
berat, seluas 47 hektar (14.87%) terdapat di lokasi Model DAS Mikro (MDM)
Pasir Buncir. Sedangkan yang termasuk kategori berat terdapat seluas 851 hektar,
seluas 233 hektar (27.38%) terdapat di MDM Pasir Buncir. Hal ini dikarenakan
secara fisiografi tingkat kemiringan lahan yang lebih dari 25% di Sub DAS
Cisadane Hulu sebanyak 61% dari luas keseluruhan (BPDAS Citarum-Ciliwung
2010). Selain itu penggunaan lahan berupa tanah terbuka, tegalan/ladang, semak
belukar di Sub DAS Cisadane Hulu, ada sekitar 31% pada kemiringan lereng lebih
dari 45%, dan 24% terletak pada kemiringan 25 - 45% (Puspaningsih 1999).
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka kajian terhadap besarnya
aliran permukaan dan sedimen perlu dilakukan untuk dapat menganalisis dan
menyusun strategi pengelolaan DAS di MDM Pasir Buncir Sub DAS Cisadane
Hulu.
Analisis aliran permukaan dan sedimen serta simulasi strategi pengelolaan
DAS dapat dilakukan dengan menggunakan alat berupa model hidrologi.
Menurut Soemarno (2011) model hidrologi digunakan untuk tujuan : 1)
menetapkan ciri-ciri lebih lanjut dan mengerti sistem yang ada, 2) untuk
mengevaluasi respon sistem terhadap berbagai masukan presipitasi, 3) membantu
merancang dan mengoptimalkan fungsi-fungsi cara bekerjanya dan perawatan
struktur sumberdaya air, 4) mengevaluasi respon sistem untuk perubahanperubahan dalam faktor-faktor DAS (yaitu daya infiltrasi tanah, jalur aliran air),
dan 5) mengevaluasi respon sistem terhadap perubahan-perubahan dalam faktorfaktor manusia (yaitu tata guna lahan).
Prinsip pengelolaan DAS, yang memadukan kepentingan produktivitas dan
konservasi dalam perencanaannya, dapat menggunakan pemodelan hidrologi
untuk merumuskan tata guna lahan anjuran, sesuai dengan fungsi dan struktur
lahan. Pemanfaatan model hidrologi dan simulasinya dapat membantu dalam
perencanaan penatagunaan lahan atau mengevaluasi kondisi lahan actual (existing
landuse) terhadap hasil air dan ikutannya (aliran dan sedementasi). Selain itu

3
model hidrologi dan simulasinya juga dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi
hasil implementasi atau kebijakan perencanaan yang telah disusun dengan
pendekatan yang berbeda.
Salah satu model hidrologi yang dapat digunakan dalam menganalisis dan
menyusun perencanaan pengelolaan DAS adalah model Agricultural Non Point
Source Pollution Model (AGNPS). Model ini didasarkan pada model kejadian,
yang dapat digunakan untuk mesimulasikan perilaku aliran permukaan, sedimen
dan transport hara dari DAS dengan penggunaan lahan berbasis pertanian yang
lebih dominan (Young et al.1987). Dengan mempertimbangkan kegunaan dari
model, maka perencanaan pengelolaan DAS dapat dilakukan dengan menerapkan
model tersebut.
Perumusan Masalah
DAS Cisadane termasuk salah satu DAS prioritas dan mempunyai peran
strategis dalam menjaga dinamika dan kestabilan ekosistem serta pengatur tata air
beberapa kota/kabupaten di wilayah tengah dan hilirnya seperti : Kota Bogor, dan
Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang
Selatan. Namun demikian beberapa permasalahan saat ini dapat mengurangi
peran dan fungsi DAS dalam menunjang pertumbuhan ekonomi wilayah.
Beberapa permasalahan tersebut adalah :
1. Adanya kecenderungan alih fungsi lahan yang cukup intensif akan
mendorong/mempercepat bertambahnya lahan kritis.
2. Fluktuasi debit aliran sungai yang cukup tinggi antara musim penghujan dan
musim kemarau yang dapat menyebabkan banjir pada musim penghujan
(kritisnya wilayah hilir) dan kekeringan pada musim kemarau.
3. Pengelolaan lahan yang kurang baik pada lahan yang berlereng curam (> 40%
sebesar 72.5% (MDM Pasirbuncir).
4. MDM Pasir Buncir merupakan unit pengelolaan DAS terpadu tingkat
lapangan, sehingga perlu perencanaan penatagunaan lahan.
5. Simulasi model perlu dilakukan dalam rangka mengkaji pengaruh perubahan
penggunaan lahan terhadap respon hidrologi dan hasil sedimen.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
1. Menggunakan model AGNPS untuk memprediksi aliran permukaan dan hasil
sedimen;
2. Menentukan penggunaan lahan terbaik di MDM Pasir Buncir menggunakan
model AGNPS.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh :
1. Pengguna lahan untuk memilih pola penggunaan lahan yang terbaik dilihat
dari respon hidrologi dan sedimen;
2. BPDAS/Stakeholder pengelolaan DASsebagai alat bantu untuk mengevaluasi
dan merencanakan penatagunaan lahan di MDM Pasir Buncir, Sub DAS
Cisadane Hulu.

4
Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini dibatasi pada 4 tahapan penelitian yang dilakukan di
MDM Pasir Buncir, Sub DAS Cisadane Hulu dengan luas lahan 1 762.94 hektar.
sebagaimana Gambar 1, yaitu : 1) persiapan data spatial serta data primer dan
sekunder di MDM Pasirbuncir; 2) Menjalankan model AGNPS mulai dari
pembuatan grid, konversi ke format AGNPS, pengisian nilai-nilai parameter dan
menjalankannya sampai mendapatkan output hidrologi dan sedimen; 3)
Melakukan kalibrasi dengan menggunakan data tahun 2008 dan melakukan
validasi dengan menggunakan data tahun 2009; dan 4) Mensimulasikan skenario
perubahan penggunaan lahan sebanyak 4 skenario perubahan yang dipadukan
dengan 2 teknik konservasi tanah dan air.

Mulai

Data Primer dan Sekunder :
• Iklim
• Tinggi Muka Air
• Sifat fisika dan kimia
tanah
• Tingkat pemupukan

Data Spatial :
• Peta Penggunaan Lahan
• Peta Tanah semi detai
• Peta DEM

Pembuatan Grid :
• Penomoran
• Penentuan arah aliran
• Aspek
Parameterisasi Model

Menjalankan Model
AGNPS
Data Pengukuran
Lapangan

Kalibrasi Model
Tidak

Validasi Model
( NSE > 0.75)
(Van Liew et al.2003)

Ya

Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan

Penggunaan
Lahan terbaik
Selesai

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai dan Model Hidrologi
Menurut Undang Undang Sumber Daya Air (UU Nomor 7 Tahun 2004),
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah pengairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan. DAS dapat dikatakan sebagai sistem hidrologi, dimana curah
hujan sebagai masukan, diproses di dalam DAS dengan mempertimbangkan
berbagai karakteristik fisik DAS, dengan keluaran berupa debit aliran sungai dan
hasil sedimen.
Harsoyo (2010) mengemukakan bahwa model adalah representasi atau
gambaran dari suatu keadaan, objek, dan kejadian. Representasi tersebut harus
diungkapkan dalam bentuk sederhana, yaitu dengan meminimalkan variabelvariabel lain yang rumit dan tidak terkait secara langsung dengan model tersebut.
Dengan demikian model hidrologi adalah sebuah sajian sederhana dari sebuah
sistem hidrologi yang kompleks”.
Model hidrologi DAS berkembang cepat, baik dalam hal jumlah, konsep
pendekatan masalah, maupun teknik analisa data. Hal tersebut tentunya sangat
berkaitan dengan berkembangnya sistem komputasi data, dan teknik akuisisi data.
Menurut Dasanto (2000) dalam Harsoyo (2010) bahwa model hidrologi secara
umum dibagi menjadi lima, yaitu :
1) Model Stokastik. Model stokastik adalah suatu model matematik yang dapat
menerima sembarang peubah, yaitu sebagai peubah acak yang mempunyai
sebaran acak. Model ini umumnya digunakan untuk menganalisa sifat fisik
statistik output dari suatu sistem yang didasarkan pada urutan kejadian
sebagai akibat perubahan waktu dan menghasilkan suatu set data dalam
jangka panjang dengan sifat yang sama pula. Set data tersebut dapat dianalisa
untuk memperoleh gambaran mengenai kemungkinan urutan kejadian yang
akan terjadi di masa datang, misalnya frekuensi harapan dari debit air.
2) Model Probabilitas. Dalam model ini konsep frekuensi dan probabilitas
memegang peranan penting seperti halnya dalam model stokastik, namun
dalam model ini tidak memperhitungkan urutan kejadian.
3) Model Konseptual. Model konseptual didasarkan pada keadaan yang
sebenarnya dari sistem dengan struktur yang lebih sederhana, misalnya
penyederhanaan proses di dalam DAS dan modelnya antara lain : (1)
pendekatan model rasonal, (2) pendekatan linear dan non linear dari suatu
reservoir, (3) kombinasi model rasional dan pendekatan reservoir.
4) Model Parametrik. Model ini umumnya digunakan untuk mendapatkan
pernyataan matematik yang mengungkapkan fungsi dari DAS yang akan
dikonversi ke dalam input dan output (black box models).
5) Model Deterministik. Model deterministik adalah suatu model matematik
yang hanya dapat menerima peubah yang bebas dari variasi acak. Model ini
didasarkan pada struktur sebenarnya dari sistem dan kaidah fisika yang
mengatur perilaku sistem tersebut. Berdasarkan variable dan parameter input

6
atau output maka model deterministik dapat dikelompokkan dalam dua
bentuk, yaitu lumped dan distributed. Variabel atau parameter disebut
lumped apabila besaran yang diwakilinya tidak mempeunyai variabilitas
ruang, misalnya masukan yang berupa hujan rata-rata DAS adalah masukan
yang bersifat lumped. Sebaliknya, variabel dan parameter yang distributed
mengandung variabilitas ruang dan waktu.
Beberapa model hidrologi yang diaplikasikan di Indonesia untuk
memprediksi respon hidrologi dan erosi (Harsoyo 2010) yaitu ;
1. Model AGNPS (Agricultural Non-Point Source), merupakan model prediksi
erosi skala DAS.
Karakteristik model ini menggunakan pendekatan
parameter distribusi, dimana luas DAS dipresentasikan oleh jaringan sel.
Model ini dapat digunakan untuk menghitung volume aliran permukaan,
debit puncak aliran dan sedimen.
2. Model ANSWERS (Areal Nonpoint Source Watershed Environment
Response Simulation), merupakan model deterministik yang dapat digunakan
untuk mensimulasikan karakteristik DAS pada saat dan setelah terjadinya
hujan. Model ini dapat digunakan untuk menghitung debit aliran pada sungai,
kehilangan tanah akibat erosi dan sedimentasi.
3. Model HEC-HMS (Hydrologic Engineering Centers’s Hydrologic Modelling
System), merupakan program komputer untuk menghitung pengalihragaman
hujan dan proses routing pada suatu sistem DAS. Model ini dapat digunakan
untuk menghitung volume runoff, direct runoff, baseflow dan channel flow.
4. Model TOPOG, merupakan model hidrologi deterministik dengan parameter
terdistribusi yang didasarkan pada analisis topografi. Model ini digunakan
untuk memprediksi genangan air, erosi dan longsor.
5. Model ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System), merupakan suatu
model yang dapat digunakan untuk memproses data deret waktu dengan
struktur pengolahan data paralel. Model ini diaplikasikan untuk membuat
prediksi kejadian banjir.
6. Model SWAT (Soil and Water Assesment Tool), merupakan model prediksi
pengaruh jangka panjang untuk skala DAS. Model ini digunakan untuk
memprediksi dampak praktek pengelolaan lahan terhadap air, sedimen dan
bahan kimia pertanian sepanjang waktu yang lama.
Penggunaan model dan simulasi hidrologi pada suatu sistem yang komplek
seperti sistem hidrologi DAS sangat bermanfaat. Hal ini dikarenakan model dan
simulasi merupakan penyederhanaan dari sistem serta merupakan sintesis yang
mencoba merinci mekanisme yang bekerja pada sistem, sehingga perilaku
berbagai penyusun sistem yang tergolong penting dapat diketahui (Dooge 1973).
Dengan metode simulasi diharapkan proses fisik dapat diduplikasi dengan tolok
ukur keluaran diupayakan mendekati kesamaan prototipe nyata dari sistem
(Pawitan 1999).
Aliran Permukaan dan Erosi
Arsyad (2010) memberikan batasan erosi sebagai peristiwa pindahnya atau
terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh
media alami. Di daerah beriklim basah, erosi oleh airlah yang penting, sedangkan
erosi oleh angin tidak berarti. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

7
pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan
(sedimentation) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi (Asdak 2007).
Dua peristiwa utama erosi, yaitu pelepasan dan pengangkutan merupakan
penyebab erosi tanah yang penting. Dalam proses erosi, pelepasan butir tanah
mendahului peristiwa pengangkutan, tetapi pengangkutan tidak selalu diikuti oleh
pelepasan. Agen pelepasan tanah yang penting adalah tetesan butir hujan yang
jatuh di permukaan tanah. Tetesan air hujan akan memukul permukaan tanah,
mengakibatkan gumpalan tanah menjadi butir-butir yang lebih kecil dan terlepas.
Butir-butir tanah yang terlepas tersebut sebagian akan terlempar ke udara (splash)
dan jatuh lagi di atas permukaan tanah, dan sebagian kecil akan mengisi pori-pori
kapiler tanah, sehingga akan menghambat proses infiltrasi (Vadari, Subagyono
dan Sutrisno 2007).
Hasil sedimen didefinisikan sebagai total sedimen yang terangkut dari suatu
DAS yang dapat diukur dan terjadi pada waktu kejadian tertentu (American
Society of Civil Engineers 1970 dalam Singh 1992).
Arsyad (2010)
mengemukakan bahwa sedimen adalah tanah atau bagian-bagian tanah yang
terangkut oleh air dari suatu tempat yang mengalami erosi pada suatu daerah
aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam suatu badan air secara umum.
Arsyad (2010) menyimpulkan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja
antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuhan, tanah dan manusia terhadap tanah
yag dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
E = f(i, r, v, t, m)..........................................................................................(1)
di mana : E adalah besarnya erosi, i adalah iklim, r adalah topografi, v adalah
tumbuhan, t adalah tanah dan m adalah manusia. Faktor iklim yang berpengaruh
besar terhadap erosi dan aliran permukaan adalah hujan, terutama untuk daerah
tropika basah seperti Indonesia. Sifat-sifat hujan yang menentukan proses dispersi
tanah, kehilangan tanah akibat erosi adalah jumlah, intensitas dan distribusi hujan.
Arsyad (2010) mengemukakan bahwa pengaruh vegetasi terhadap aliran
permukaan dan erosi antara lain melalui (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi
kecepatan aliran permukaan dankekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3)
pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh di permukaan tanah,
dan kegiatan-kegiatn biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif
dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah, dan (4) transpirasi
yang mengakibatkan berurangnya kandungan air tanah. Hal ini mendukung
pernyataan Jaya (1994) bahwa aliran permukaan dan erosi meningkat secara
logaritmik dengan semakin besarnya intensitas hujan dan persentase luas lahan
terbuka. Menurut Acherrman et al. (1995) bahwa persen penutupan tanah oleh
tanaman dapat mengurangi erosi yang terjadi. Persen penutupan tanah berkorelasi
positif dengan penurunan erosi. Demikian juga untuk aliran permukaan, menjadi
berkurang dengan meningkatnya persen penutupan tanah.
Fahrudin dan Meti (2010) menyatakan bahwa lahan yang ditanami jagung
menunjukkan potensi erosi sebesar 3 036 ton/ha/tahun, kebun campuran dominan
tanaman pisang sebesar 2 355.83 ton/ha/tahun dan singkong sebesar 1 282.91
ton/ha/tahun. Juga Kadir (2008) mengemukakan bahwa jumlah erosi pada
penggunaan lahan hutan sekunder di Sub DAS Teweh Kabupaten Barito Utara
berkisar antara 1.221 ton/ha/tahun - 56.465 ton/ha/tahun, semak belukar sebesar

8
50.187 – 361.708 ton/ha/tahun, dan
ton/ha/tahun.

alang-alang sebesar 57.279 - 275.676

Komponen Hidrograf Aliran Sungai
Hidrograf aliran sungai yang berasal dari satu kejadian hujan merupakan
sebuah hidrograf total runoff. Komponen hidrograf total runoff adalah 1) direct
runoff (DRO) dan baseflow. Direct runoff terdiri dari surface runoff (overland
flow = aliran permukaan) dan quick interflow (sub surface flow = aliran bawah
permukaan), dimana baseflow (groundwater flow = aliran bawah tanah) dibagi
menjadi delayed interflow dan groundwater (Singh 1991). Secara lebih detil
disajikan pada Gambar 2.

Streamflow
(Total runoff)

Direct runoff

Baseflow
Assumption varies

Surface runoff
(precipitation
excess +
channel
precipitation)

Quick subsurface
runoff or
interflow

Delayed
subsurface runoff
or interflow

Groundwater
runoff (deep
percolation)

Subsurface runoff
(infiltration)

Gambar 2 Komponen Total Runoff
Prediksi Erosi dan Sedimen
Prediksi erosi menurut Arsyad (2010) merupakan suatu metode untuk
memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang digunakan dalam
suatu penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. USLE (Universal Soil Loss
Equation) merupakan model untuk memprediksi erosi dari suatu area tertentu
dengan jenis tanaman dan pengelolaan yang tertentu (Wischmeier and Smith
1978).
Sinukaban (1990) menyatakan bahwa USLE yang paling luas
diadaptasikan di Indonesia. Persamaan USLE dirumuskan sebagai berikut :

9
A = R.K.L.S.C.P .........................................................................................(2)
dimana :
A : banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/tahun)
R : faktor curah hujan dan aliran permukaan (indeks erosivitas hujan)
K : faktor erodibilitas tanah
L : faktor panjang lereng
S : faktor kecuraman lereng
C : faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman
P : faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah
Hasil sedimen adalah sejumlah partikel tanah yang terangkut dari suatu
DAS. Menurut Asdak (2007) bahwa erosi merupakan sumber utama sedimen
sungai yang terukur di outlet, tetapi tidak seluruh erosi permukaan akan mencapai
outlet karena faktor kondisi fisik DAS sangat menentukan sedimen sungai.
Secara garis besar model prediksi sedimen digolongkan ke dalam : a) model
yang diturunkan dari analisis statistik; menghubungkan hasil sedimen dengan satu
atau lebih faktor DAS atau faktor iklim, dan b) model parameter; menggunakan
nilai numerik untuk mengkuantifikasi faktor penyebab erosi, pengangkutan dan
pengendapan. Model yang termasuk katagori ini menggunakan interaksi
pembedaan waktu (time variant interactions) dari proses-proses fisik (Nugroho
2000).
Asdak (2007) dan Arsyad (2010) mengemukakan bahwa Sediment Delivery
Ratio (SDR) yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Nisbah pe-Lepasan
Sedimen (NLS) merupakan salah satu metoda prediksi hasil sedimen pada suatu
DAS. SDR didefinisikan sebagai nisbah antara jumlah sedimen yang terangkut ke
dalam sungai terhadap jumlah erosi yang terjadi di dalam DAS.
Model AGNPS
Model AGNPS (Agricultural Non-Point Source) dikembangkan oleh United
States Departemen of Agriculture (USDA) pada Agriculture Research Servis
(ARS) di Morris Minnesota untuk membandingkan pengaruh teknik pengelolaan
dan pencemaran dalam pengelolaan DAS (Leon dan Lam 2008).
Model AGNPS merupakan gabungan antara model distribusi dan sekuensial
yang mensimulasikan surface run off, sedimen dan transfor hara dari pertanian
pada suatu DAS. Unsur hara yang berupa Nitrogen (N) dan Posfor (P),
merupakan unsur hara esensial bagi tanaman dan memberikan kontribusi yang
paling utama terhadap pencemaran air permukaan (Young et al. 1987).
Model AGNPS bekerja pada basis sel. Setiap sel berbentuk bujur sangkar
seragam yang membagi DAS secara merata, dimana memungkinkan analisa pada
titik dalam suatu DAS. Polutan potensial ditelusuri melalui sel-sel dari awal
hingga outlet secara bertahap sehingga aliran pada setiap titik antar sel dapat
diperhitungkan. Seluruh karakteristik DAS dan masukan digambarkan pada
tingkatan sel. Setiap sel mempunyai resolusi 2.5 acre (1.01 ha) hingga 40 acre
(16.19 ha). Ukuran sel lebih kecil seperti 10 acre direkomendasikan untuk DAS
dengan luas kurang dari 2000 acre (809.36 ha). Untuk DAS yang luasnya lebih
dari 2000 acre, maka ukuran sel dapat berukuran 40 acre (16.19 ha) (Young et al.

10
1994; 1987). Setiap sel dapat dibagi lagi menjadi sel-sel yang lebih kecil untuk
mendapatkan resolusi yang lebih rinci dari topografi yang kompleks (Gambar 3).

Gambar 3 Pembagian sel dalam model AGNPS
Kelebihan model ini terletak pada parameter-parameter model yang
terdistribusi di seluruh areal DAS, sehingga nilai-nilai parameter model benarbenar mencerminkan kondisi biofisik DAS pada setiap satuan luas di dalam DAS.
Selain erosi, model ini mampu menghasilkan keluaran-keluaran seperti : volume
dan laju puncak direct runoff, hasil sedimen, dan kehilangan hara N, P dan COD
(Young et al. 1994). Adapun kelemahan dari model AGNPS ini adalah : 1) dalam
pendugaan direct runoff model tidak mengeluarkan output dalam bentuk hidrograf,
sehingga perbandingan antara hidrograf hasil prediksi dengan hidrograf hasil
pengukuran tidak bisa diperlihatkan; 2) waktu respons yang merupakan indikator
untuk menentukan kondisi biofisik DAS tidak dinyatakan dalam keluaran model.
Parameter Model AGNPS
Ada dua parameter dalam model AGNPS yaitu inisial data dan data per sel
(spreadsheet data entry) (Young et al. 1994). Parameter masukan inisial data
meliputi : (1) identifikasi DAS, (2) deskripsi DAS, (3) luas sel (akre), (4) jumlah
sel, (5) curah hujan (inchi), (6) konsentrasi N dalam curah hujan (ppm), (7) energi
intensitas curah hujan maksimum 30 menit (EI30), (8) durasi curah hujan (jam), (9)
perhitungan debit puncak aliran, (10) perhitungan geomorfik dan (11) faktor
bentuk hidrograf.
Sedangkan parameter per sel dalam model AGNPS terdiri dari 22 parameter.
Parameter tersebut adalah : (1) nomor sel, (2) nomor sel penerima, (3) divisi sel,
(4) divisi sel penerima, (5) arah aliran, (6) bilangan kurva aliran permukaan, (7)
kemiringan lereng (%), (8) faktor bentuk lereng, (9) panjang lereng, (10) koefisien
aliran manning, (11) faktor erodibiltas tanah, (12) faktor pengelolaan tanaman,
(13) faktor pengelolaan tanah, (14) konstanta kondisi permukaan, (15) faktor COD,
(16) tekstur tanah, (17) indikator pemupukan, (18) indikator pestisida, (19)
indikator point source, (20) indikator tambahan erosi, (21) faktor genangan, dan
(22) indikator saluran.

11
Keluaran Model AGNPS
Hasil keluaran (output) dari model AGNPS dapat berupa grafik dan tabular
dengan informasi yang sangat lengkap, baik keluaran DAS (Watershed Summary)
maupun keluaran per sel. Keluaran DAS meliputi : (1) volume direct runoff
(DRO), (2) laju puncak DRO, (3) total hasil sedimen, (4) total N dalam sedimen,
(5) total N terlarut dalam DRO, (6) kosentrasi N terlarut dalam DRO, (7) total P
dalam sedimen, (8) total P terlarut dalam DRO, (9) konsentrasi P terlarut dalam
DRO, (10) total COD terlarut, dan konsentrasi COD terlarut dalam DRO.
Sedangkan keluaran per sel dari masing-masing sel yang terdapat dalam DAS
dapat berupa (Young et al. 1987) :
1)
Hidrologi, meliputi : (a) volume DRO, (b) laju puncak DRO, dan (c) bagian
DRO yang dihasilkan di dalam sel.
2)
Sedimen, meliputi : (a) hasil sedimen, (b) konsentrasi sedimen, (c) distribusi
ukuran partikel sedimen, (d) erosi yang dipasok dari sel sebelah atasnya, (e)
jumlah deposisi, (f) sedimen di dalam sel, (g) rasio pengkayaan oleh ukuran
partikel, dan (h) rasio pengangkutan oleh ukuran partikel.
3)
Kimiawi, meliputi ; (a) nitrogen (massa N per satuan luas di dalam sedimen,
konsentrasi dari material terlarut, dan massa dari material terlarut), (b) fosfor
(massa P per satuan luas di dalam sedimen, konsentrasi dari material terlarut,
dan massa dari P per satuan luas di dalam sedimen, konsentrasi air dari
material terlarut, dan massa dari material terlarut), dan (c) COD (konsentrasi
COD, massa COD terlarut per satuan luas).
Perhitungan dan Persamaan dalam Model AGNPS
Perhitungan dalam model AGNPS dilakukan dalam tiga tahap berdasarkan
22 informasi nilai pada setiap sel :
1.

2.

3.

Tahap pertama adalah perhitungan keadaan untuk semua sel dalam suatu
DAS yang meliputi pendugaan erosi permukaan (upland erosion), volume
DRO serta larutan pencemar yang meninggalkan DAS melalui DRO.
Tahap kedua adalah perhitungan volume DRO yang meninggalkan sel yang
berisi endapan dan penghambat (impoundment) untuk sel utama. Endapan
dari setiap sel dibagi ke dalam lima kelas ukuran partikel yaitu : liat, debu,
gumpalan kecil, gumpalan besar dan pasir.
Tahap ketiga adalah endapan dan hara ditelusuri melalui sel berikutnya.

Volume Direct Runoff (DRO). Volume DRO di setiap sel ditentukan
dengan metode bilangan kurva yang dikembangan oleh Soil Conservation
Services (SCS) dengan bentuk persamaan sebagai berikut :
(�−0.2�)2

� = (�+0.8�) ...............................................................................................(3)
dengan � =

1000
��

− 10 ...............................................................................(4)

dimana : Q = volume DRO (inchi), P = curah hujan (inchi), S = faktor retensi
(inchi), CN = bilangan kurva aliran permukaan. Pendekatan SCS sudah
diterapkan dengan baik di beberapa negara karena metode ini mempertimbangkan

12
bentuk lahan, sifat hidrologis tanah dan dapat dilakukan pada daerah yang tidak
teratur. Hujan lebihnya dihitung berdasarkan informasi bilangan kurva (CN) dan
initial abtraction (IA).
Debit Puncak Direct Runoff (DRO). Model AGNPS menyediakan dua
pilihan metode untuk menghitung debit puncak DRO dalam setiap selnya.
Pertama adalah model CREAMS yang mengasumsikan sebuah saluran berbentuk
segitiga dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Qp = 8,484 * A0.7 * CS0.16 * RO (0,824*A017){Lc2/(A*43650)}-0.19.................(5)
dimana: Qp = debit puncak aliran permukaan (feet3/det), A = Luas sel (acre), CS =
kemiringan saluran (feet/feet), Lc = panjang saluran (feet), RO = volume aliran
permukaan (inchi).
Kedua adalah menggunakan metoda yang didasarkan pada TR55 (Young et
al. 1994), merupakan sebuah prosedur sederhana untuk menduga volume aliran
permukaan dan debit puncak aliran permukaan dalam DAS kecil. Dalam metode
ini, sebuah saluran diasumsikan berbentuk segi empat dan puncak aliran
didasarkan pada waktu konsentrasi (TC) atau waktu yang diperlukan untuk
bergeraknya air dari titik aliran terjauh dari suatu DAS sampai dengan titik
pelepasan. Total waktu perjalanan dari banyak sel adalah waktu yang dibutuhkan
dari titik terjauh DAS ke outlet.
Waktu konsentrasi dihitung dengan
mengasumsikan seluruh waktu perjalanan dari sel-sel berurutan dalam sebuah
aliran yang spesifik dalam DAS. Debit puncak aliran permukaan dihitung dari
waktu konsentrasi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :


Qp = 10 log[C0 + C1(log Tc) + C2 (log Tc)2][ 640]Q ..................................................(6)

dimana Qp = debit puncak aliran permukaan (feet3/det), A= luas DAS (acre), Q =
volume aliran permukaan (inchi) dan C0, C1, C2 = koefisien yang didasarkan
pada 24 jam hujan dan abstraksi awal sebagai keterangan dari bilangan kurva
aliran permukaan.
Erosi. Sebuah modifikasi dari USLE, digunakan untuk pendugaan erosi
dari hujan tunggal dengan bentuk persamaan sebagai berikut :
SL = (EI).K. LS.fss. fsh.C.P ........................................................................(7)
dimana ; SL = kehilangan tanah (ton/ha), EI = hasil kali energi kinetik hujan
dengan intensitas hujan maksimal 30 menit (feet.ton/acre/inchi), K = faktor
erodibilitas tanah, LS = panjang lereng (feet), fss & fsh = kemiringan lereng (%)
dan bentuk lereng, C = penutupan dan pengelolaan tanaman, P= teknik konservasi
tanah.
Penelusuran sedimen. Penelusuran sedimen dikerjakan setiap ukuran
partikel dasar sedimen di setiap sel, dimulai dari bagian hulu hingga hilir DAS.
Perjalanan airan permukaan, sedimen dan unsur hara memasuki dan meninggalkan
suatu sel disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan seluruh aliran

13
permukaan, sedimen dan unsur hara memasuki sel melalui titik O dan
meninggalkan sel di titik X.
O

aliran

∆X

X
Gambar 4. Arah pergerakan sedimen dan aliran permukaan dalam sel
Penelusuran sedimen dilakukan melalui pendekatan persamaan pemindahan
dan pengendapan sedimen (Young et al. 1994) :


Qs(X) = Qs(0) + Qs∆X/Lr - ∫0 �(�)��� ...............................................(8)

dimana ; Qs(X) = debit sedimen di ujung hilir saluran (kg/det), Qs(0) = debit
sedimen di ujung hulu saluran (kg/det), X = jarak lereng bagian bawah (m), Lr =
panjang bentangan (m), D(X) = laju pengendapan sedimen di titik X (kg/det m2),
W = lebar saluran (m). Laju pengendapan diperkirakan dengan mengikuti
persamaan sebagai berikut :
��