In vitro propagation and micro bulb induction of shallot

PERBANYAKAN DAN INDUKSI UMBI LAPIS
MIKRO BAWANG MERAH SECARA IN VITRO

DINY DINARTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi
yang berjudul:
PERBANYAKAN DAN INDUKSI UMBI LAPIS MIKRO BAWANG
MERAH SECARA IN VITRO
adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing, bukan hasil jiplakan
atau tiruan serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh
gelar program sejenis di perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Diny Dinarti
NIM A361030051

ABSTRACT
DINY DINARTI. In Vitro Propagation and Micro Bulb Induction of Shallot.
Under direction of BAMBANG SAPTA PURWOKO as chairman, AGUS
PURWITO and ANAS DINURROHMAN SUSILA as members of the
advisory committee.

Shallot growers use harvested bulbs as propagules for the next planting. The use
of the bulbs may cause degenerative diseases. Therefore, propagation system of
shallot must be sought. A series of experiments were conducted in the Department
of Agronomy and Horticulture IPB and the University of Queensland from May
2007 to July 2011. The first objective in this experiment was to determine the
effect of explant storage duration on in vitro shoot multiplication of shallot. The

experimental results showed storage length affected the growth of culture. Twomonth stored bulbs gave the best results on the number of micro shoots, number
of leaves and roots and less vitrification. Four-week-old shoots were the best used
for micro-propagules in shallot micro bulb induction. The objective of the second
experiment was to determine the effect of temperature on the formation of shallot
micro bulbs. It was shown that room temperature influenced the number of micro
bulb, bulb base diameter, the widest diameter, ratio of the widest diameter and
the base diameter of shallot micro bulb (Dt / Dp), root length, shoot length,
number of leaves, number of senescing leaf. Temperature of 30/27 °C was better
than 20/17 oC in accelerating the process of micro-bulb formation and increased
the size of shallot micro bulbs. The objective of the third experiment was to
determine the effect of sucrose and paclobutrazol on micro bulb induction. No
interaction between sucrose and paclobutrazol was shown. Sucrose affected plant
height, number of senescing leaf, root number, root length, the weight of plantlets
and micro bulb widest diameter. Sucrose concentration of 90 g L -1 was the best in
inducing shallot micro bulbs. Paclobutrazol significantly affected plant height,
number of senescing leaf, number and length of roots. Paclobutrazol at level 10
mg L-1 inhibited plant height, leaf number and root length. Paclobutrazol 0.1-10
mg L-1 shortened root length. Paclobutrazol at concentration of 1 and 10 mg L-1
produced an abnormal form of micro bulb. The objective of the fourth experiment
was to determine the success of shallot shoot and micro bulb acclimatization. At

this stage of acclimatization, micro bulbs could be successfully grown for 3
weeks after acclimatization. Micro bulb was better in acclimatization than rooted
plantlet. Plants may be transplanted to the field at 2 weeks after acclimatization.
It is concluded that bulb stored for two months was the best for shoot
multiplication. Media MS+vit B5 and 90 g L-1 sucrose at 30 oC was the best for
bulb induction. Paclobutrazol should not be used for bulb induction. Bulb was
better acclimatized than planlet. The media for acclimatization was green leaf
compost and husk charcoal.

Key words: Shallot (Allium ascalonicum L.), micro bulb, explant age, room
temperature, sucrose, paclobutrazol.

RINGKASAN
DINY DINARTI. Perbanyakan dan Induksi Umbi Lapis Mikro Bawang Merah
secara In Vitro. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO sebagai
ketua, AGUS PURWITO dan ANAS DINURROHMAN SUSILA sebagai
anggota komisi pembimbing.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran penting di
Indonesia. Masalah yang dihadapi petani bawang merah pada umumnya adalah
ketersediaan bibit yang berkualitas. Petani pada umumya menggunakan bibit dari

hasil pertanaman sebelumnya. Hal ini dapat mengakibatkan penyakit degeneratif
yang akan menurunkan pertumbuhan dan produksi bawang merah di lapangan.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mendapatkan metoda perbanyakan bibit
bawang merah yang mendukung penyediaan bibit berkualitas dari laboratorium
sampai lapangan.
Salah satu faktor yang memengaruhi morfogenesis kultur adalah umur
eksplan. Umbi lapis bawang merah untuk bibit mengalami penyimpanan pada
suhu tinggi (30-45 oC) selama 2-4 bulan. Tunas in vitro yang sesuai akan
dijadikan sebagai propagul untuk diinduksi menjadi umbi lapis mikro. Induksi
umbi lapis mikro pada famili Alliaceae dipengaruhi suhu, sukrosa, giberelin, dan
cahaya. Tujuan pertama dalam percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh
umur eksplan dalam perbanyakan tunas in vitro bawang merah. Percobaan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang disusun dalam faktor tunggal yaitu
umur simpan. Umur simpan umbi lapis terdiri atas empat taraf yaitu 1, 2, 3 dan 4
bulan simpan. Eksplan yang ditanam dalam media perbanyakan adalah setengah
bagian umbi lapis yang mengandung cakram umbi (basal plate) yang terdiri atas
dua lapisan terdalam umbi lapis. Setiap perlakuan diulang sebanyak 16 kali,
sehingga terdapat 64 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas satu
botol kultur yang ditanam satu eksplan. Hasil percobaan menunjukkan umur
simpan berpengaruh terhadap pertumbuhan kultur. Umur simpan umbi lapis dua

bulan memberikan hasil terbaik terhadap peubah jumlah tunas mikro (3.6), jumlah
daun, dan akar dan sedikit terdapat vitrifikasi. Tunas mikro yang berumur empat
minggu di media perbanyakan terbaik dipergunakan untuk propagul dalam
pengumbian mikro bawang merah.
Percobaan kedua dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
suhu ruang kultur terhadap pembentukan umbi lapis mikro bawang merah.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang disusun dalam faktor
tunggal yaitu suhu ruang kultur. Suhu ruang kultur terdiri atas dua taraf yaitu
20/17 dan 30/27 oC. Eksplan yang dipergunakan dan ditanam pada media
pengumbian yaitu tunas mikro. Setiap perlakuan diulang sebanyak 39 kali
sehingga terdapat 78 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas satu
botol kultur yang ditanam satu eksplan. Hasil percobaan menunjukkan suhu
ruang kultur berpengaruh terhadap jumlah umbi lapis mikro, diameter pangkal
umbi lapis mikro, rasio Diameter terlebar (Dt) umbi lapis mikro dengan Diameter
pangkal (Dp) umbi lapis mikro (Dt/Dp), panjang akar, panjang tunas, jumlah
daun, jumlah daun senesen. Suhu 30/27 oC nyata mempercepat proses
pembentukan umbi lapis mikro dan meningkatkan ukuran umbi lapis mikro
bawang merah. Kriteria umbi lapis mikro pada bawang adalah yang mencapai

rasio Diameter terlebar (Dt) umbi lapis mikro dengan Diameter pangkal (Dp)

umbi lapis mikro (Dt/Dp) > 2.
Percobaan tiga bertujuan untuk mengetahui pengaruh sukrosa dan
paclobutrazol terhadap pembentukan umbi lapis mikro bawang merah. Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang disusun secara faktorial dua faktor,
yaitu sukrosa dan paclobutrazol. Sukrosa terdiri atas lima taraf yaitu 30, 60, 90,
120 dan 150 g L-1 dan paclobutrazol terdiri atas empat taraf yaitu 0, 0.1, 1 dan 10
mg L-1. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 10 kali sehingga terdapat
200 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas satu botol kultur yang
ditanam satu tunas mikro. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi
antara sukrosa dan paclobutrazol, dan perlakuan hanya berpengaruh secara
tunggal. Sukrosa berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun senesen,
jumlah akar, panjang akar, bobot planlet dan diameter umbi lapis mikro terlebar.
Konsentrasi sukrosa 90 g L-1 terbaik dalam menginduksi umbi lapis mikro
bawang merah. Pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman, jumlah daun senesen, jumlah dan panjang akar.
Pemberian
-1
paclobutrazol pada taraf 10 mg L menghambat tinggi tanaman, jumlah daun
senesen dan panjang akar. Pemberian paclobutrazol 0.1-10 mg L-1 menurunkan
panjang akar. Pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 1 dan 10 mg L-1

menghasilkan bentuk umbi lapis mikro bawang merah yang abnormal. Disarankan
dalam pengumbian mikro bawang merah paclobutrazol tidak digunakan.
Percobaan empat bertujuan untuk mengetahui keberhasilan hidup dan
pertumbuhan planlet tunas mikro dan umbi lapis mikro bawang merah pada tahap
aklimatisasi. Planlet tunas mikro dan umbi lapis mikro bawang merah yang
diperoleh sebelum ditanam dibersihkan dari agar-agar yang menempel dan
direndam dalam larutan fungisida (Dithane M-45 dan Agrimicin masing-masing 2
g L-1) selama 1 menit dan ditiriskan. Planlet tunas mikro ditanam pada media
kompos daun hijau, cocopeat dan arang (1:1:1), planlet disungkup dengan botol
kultur steril dan diletakkan pada tempat dengan naungan 60%. Umbi lapis mikro
ditanam di media tanam dengan komposisi kompos daun hijau dan arang sekam
dengan perbandingan 1:1 tanpa disungkup dan diletakkan di rumah plastik
dengan naungan 40%. Hasil penelitian menunjukkan umbi lapis mikro lebih
mampu beradaptasi dibanding planlet tunas mikro selama 3 minggu aklimatisasi.
Umbi lapis mikro selama 3 minggu setelah aklimatisasi memperlihatkan
pertambahan daun, tunas dan tinggi tanaman. Bibit dapat dipindahtanam ke tahap
pembibitan selanjutnya pada umur 2 MSA.
Dari rangkaian penelitian ini dapat disimpulkan umbi lapis bawang merah
yang disimpan selama dua bulan terbaik untuk multiplikasi tunas. Media MS+
vitamin B5+ 90 g L-1 sukrosa pada 30 oC terbaik menginduksi umbi lapis mikro.

Paclobutrazol seyogyanya tidak digunakan dalam menginduksi umbi lapis mikro.
Umbi lapis mikro lebih baik dalam aklimatisasi dibanding planlet. Media
aklimatisasi yang sebaiknya dipakai adalah kompos daun hijau dengan arang
sekam perbandingan 1:1.
Kata Kunci : Bawang merah (Allium ascalonicum L.), umbi lapis mikro, umur
eksplan, suhu ruang kultur, sukrosa, paclobutrazol.

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip, sebagian atau seluruhnya dari karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERBANYAKAN DAN INDUKSI UMBI LAPIS

MIKRO BAWANG MERAH SECARA IN VITRO

DINY DINARTI

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada Program Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan
Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Ujian Tertutup
Penguji Luar Komisi:
1. Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc.
Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB
2. Dr. Ir. Darda Efendi, MS.

Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB

Ujian Terbuka
Penguji Luar Komisi:
1. Prof (Riset). Dr. Ir. Ika Mariska, MSc.
Ahli Peneliti Utama, Balai Besar Pengembangan dan Penelitian
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Kementerian
Pertanian
2. Prof (Emeritus). Dr. Ir. Gustaf Adolf Wattimena, MSc.
Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB

Judul Disertasi

:

Perbanyakan dan Induksi Umbi Lapis Mikro
Bawang

Merah secara In Vitro


Nama

:

Diny Dinarti

NIM

:

A361030051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, MSc.
Ketua

Dr. Ir. Anas D. Susila, MS.
Anggota

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

Tanggal Ujian: 12 Januari 2012

Tanggal Lulus: 30 Januari 2012

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahiim. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT atas segala karunia dan petunjuk-Nya sehingga penelitian dan
penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabatnya dan orang-orang
beriman.
Disertasi dengan judul “Perbanyakan dan Induksi Umbi Lapis Mikro
Bawang Merah secara In Vitro” disusun dalam beberapa percobaan yang
dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Faperta, IPB dan Tissue Culture Laboratory, School of Land,
Agriculture, and Food Science, University of Queensland.
Paper tentang Pengaruh Umur Eksplan dalam Perbanyakan Tunas Mikro
dan Suhu Ruang Kultur terhadap Pembentukan Umbi Mikro Bawang Merah
secara In Vitro yang merupakan bagian dari disertasi dipublikasikan di Jurnal
Agronomi Indonesia volume XXXIX(2):97-102 pada bulan Agustus 2011. Judul
artikel yang sama juga telah dipresentasikan di Seminar Nasional Perhimpunan
Hortikultura Indonesia 2011 pada 23-24 November 2011 di Balai Tanaman
Sayuran Lembang, Jawa Barat
Disertasi ini dapat diselesaikan atas bantuan berbagai pihak. Penghargaan
dan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof.
Dr. Ir. H. Bambang S. Purwoko, MSc. sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Ir.
Agus Purwito, MSc., dan Dr. Ir. Anas D. Susila, MS., sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, motivasi dan
dorongan selama penelitian dan penulisan disertasi.
Berbagai pihak telah banyak membantu sehingga penelitian dan penulisan
disertasi dapat diselesaikan. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1.

Kementerian Pendidikan Nasional cq. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi atas beasiswa BPPS yang penulis terima pada tahun 2003-2006, dan
beasiswa sandwich-like pada tahun 2008

2.

Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua
Departemen Agronomi dan Hortikultura
melanjutkan studi program Doktor

atas pemberian izin untuk

3.

Staf Pengajar Departemen Agronomi atas, bantuan, kerjasama, dukungan
dan pengertiannya dalam tugas penulis sebagai staf pengajar dan selama
penyelesaian studi.

4.

Dr. Ketty Suketi, Dr. Ani Kurniawati, atas persahabatan yang begitu manis
selama penulis menyelesaikan studi, Dr Winarso, Dr Sugiyanta atas bantuan
bibit bawang merah untuk keperluan penelitian, Dr. Dewi Sukma, Dr
Armini, Dr Nurul, Dr Sandra, Ir Megayani MS, Dr Trikosoemaningtyas,
Prof Dr Munif Ghulamahdi, juga rekan-rekan yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu atas dukungan dan pengertiannya selama penulis
menyelesaikan studi

5.

Prof. Richard R. William PhD atas izin melakukan penelitian di Tissue
Culture Laboratory, School of Land, Agriculture, and Food Science,
University of

Queensland, dan

J. J Ross, PhD.

dari University of

Tasmania atas bantuannya untuk analisis giberelin
6.

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. dan Prof. Dr. Ir. Nurhayati A. Mattjik, MS.
sebagai penguji Luar Komisi, yang telah bersedia menjadi penguji pada
Ujian prakualifikasi Program Doktor di IPB

7.

Andi M. Septiari, SP., Royno , SP., Monica Fardani, SP., Parsini, SP., Dwi
Pangesti, SP., Ika Okhtora Angelina SP., Ray Tiran, SP., Iis Rahmawati SP.,
Purnawati SP., Nur Indah SP., Masʼul Hadi SP., Yayu Alitalia, SP., Nita
SP., Paramita SP., Rara Puspita, Meyga Semarayani dan Ita atas semua
bantuan dan kerjasamanya

8.

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc., Dr. Ir. Darda Efendi, MS. sebagai penguji
Luar Komisi dan Dr. Ir. Eny Widayati, MS., sebagai wakil Program Studi
yang telah menguji penulis pada Ujian Tertutup Program Doktor di IPB

9.

Prof (Riset). Dr. Ir. Ika Mariska, MSc., dan Prof (Emeritus). Dr. Ir. Gustaf
Adolf Wattimena, MSc., yang telah bersedia menguji penulis pada Ujian
Terbuka Program Doktor di IPB

10. Teman-teman yang melaksanakan penelitian di Laboratorium Bioteknologi
atas saran dan dukungannya selama penelitian berlangsung
11. Ayahanda Isak Wantamadsari (alm.) dan ibunda Nani Sulaeman tercinta,
atas semua kasih sayang, didikan dan doa yang tidak putus. Adik-adikku

(Riky, Budi, Dikdik, Lala) atas kasih sayang, pengertian, dukungan, dan
doanya. Keluarga besar Wantamadsari dan Sulaeman yang tidak dapat
penulis sebutkan satu demi satu atas dukungan dan doanya
12. Anak-anakku yang membanggakan : Ananda Fitriyanti Nurhandini, M Iqbal
Fazlurrahman, M. Naufal Rayhan, M. Arya Ghifari atas semua dukungan,
kasih sayang, kesabaran, pengertian, dan doa yang mengalir sepanjang
waktu
13. Berbagai fihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian studi
penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam disertasi ini
Semoga kebaikan dari berbagai fihak akan menjadi amal baik dan Allah SWT
membalas semua kebaikan dengan sebaik-baik balasanNya. Akhir kata, semoga
karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.
Bogor, Januari 2012
Diny Dinarti

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 April 1966 sebagai anak
pertama dari pasangan Isak Wantamadsari (alm.) dan Nani Sulaeman. Pendidikan
sarjana ditempuh di Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, lulus
pada tahun 1991. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan program Magister
Sains di Program Studi Agronomi, Program Pascasarjana IPB. Pada tahun 2003
penulis berkesempatan melanjutkan studi ke program Doktor pada program studi
dan perguruan tinggi yang sama. Selama melaksanakan studi penulis
mendapatkan beasiswa BPPS dari Departemen Pendidikan Nasional pada tahun
(2003-2006), beasiswa sandwich-like pada tahun 2008 ke University of
Queensland selama 3.5 bulan dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan Nasional.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB sejak tahun 1992 sampai sekarang. Sesuai
dengan pengembangan staf dan bidang ilmu di Departemen, penulis menjadi
anggota Bagian Bioteknologi Tanaman.
Karya ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi berjudul Pengaruh
Umur Eksplan dalam Perbanyakan tunas mikro dan Suhu Ruang Kultur dalam
Pembentukan Umbi Mikro bawang Merah secara In Vitro telah diterbitkan di
Jurnal Agronomi Indonesia pada volume XXXIX( 2):97-102 pada bulan Agustus
2011 dan artikel dengan judul yang sama telah disajikan di Seminar Nasional
PERHORTI di Bandung pada bulan November 2011.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………..

xix

DAFTAR GAMBAR……………………………………………..

xxi

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………...

xxiii

PENDAHULUAN………………………………………………..

1

Latar Belakang……………………………………………

1

Tujuan Penelitian…………………………………………

4

TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….

7

Botani dan Manfaat Bawang…………………………….

7

Ekologi Bawang Merah....................................................

9

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Bawang......

10

Biokimia Pengumbian Tanaman Bawang........................

14

Kultur Jaringan Famili Alliaceae......................................

15

Aklimatisasi…..………………………………………….

18

PENGARUH UMUR SIMPAN UMBI TERHADAP

21

PERBANYAKAN TUNAS MIKRO BAWANG MERAH……..
Abstrak………………………………………………….

21

Abstract………………………………………………….

21

Pendahuluan……………………………………………..

22

Bahan dan Metode……………………………………….

23

Hasil dan Pembahasan…………………………………..

25

Kesimpulan………………………………………………

32

Saran……………………………………………………..

32

PENGARUH SUHU RUANG KULTUR TERHADAP

33

PEMBENTUKAN UMBI LAPIS MIKRO BAWANG MERAH…
Abstrak…………………………………………………….

33

Abstract……………………………………………………

34

Pendahuluan……………………………………………….

34

Bahan dan Metode…………………………………………

35

Hasil dan Pembahasan…………………………………….

36

PERAN

Kesimpulan………………………………………………..

41

Saran………………………………………………………

42

SUKROSA

DAN

PACLOBUTRAZOL

DALAM

43

PEMBENTUKAN UMBI LAPIS MIKRO BAWANG MERAH…….
Abstrak……………………………………………………..

43

Abstract…………………………………………………….

44

Pendahuluan………………………………………………..

45

Bahan dan Metode………………………………………….

46

Hasil dan Pembahasan……………………………………..

47

Kesimpulan…………………………………………………

56

Saran………………………………………………………..

57

AKLIMATISASI PLANLET DAN UMBI LAPIS MIKRO BAWANG

59

MERAH…………………………………………………………….
Abstrak……………………………………………. ……...

59

Abstract……………………………………………………

60

Pendahuluan………………………………………………..

60

Bahan dan Metode………………………………………….

62

Hasil dan Pembahasan……………………………………..

63

Kesimpulan…………………………………………………

70

Saran……………………………………………………….

70

PEMBAHASAN UMUM…………………………………..

71

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………..

83

Kesimpulan………………………………………………..

83

Saran………………………………………………………

83

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………

85

DAFTAR TABEL
No

Judul

Halaman

1

Rataan Jumlah tunas bawang merah in vitro pada empat umur
simpan umbi lapis…………………………………………

25

2

Jumlah daun bawang merah in vitro pada empat umur simpan
umbi lapis ......................................................................................

27

3

Jumlah daun hijau bawang merah in vitro pada empat umur
simpan umbi lapis…….………………………………………….

28

4

Nilai koefisien korelasi antar peubah pada 4 MST………………

31

5

Nilai koefisien korelasi antar peubah pada 5 MST………………

31

6

Nilai koefisien korelasi antar peubah pada 6 MST………………

31

7

Jumlah daun bawang merah in vitro pada dua taraf suhu ruang
kultur………………………………………………………………

37

8

Jumlah daun senesen bawang merah in vitro pada dua taraf suhu
ruang kultur……………………………………………………….

37

9

Jumlah umbi lapis mikro bawang merah pada dua kondisi suhu
ruang kultur……..………………………………………………

39

10

Panjang daun, panjang akar, bobot planlet, diameter tengah umbi
lapis, diameter pangkal umbi lapis, bawang merah in vitro pada
dua taraf suhu ruang kultur………………………………………..

40

11

Jumlah akar umbi lapis mikro bawang merah pada dua kondisi
suhu ruang kultur…………………………………………………

41

12

Rata-rata nilai peubah bagian tajuk dan umbi lapis mikro
bawang merah pada lima taraf sukrosa pada 8 MST……………..

48

13

Rata-rata nilai peubah bagian tajuk dan umbi lapis mikro bawang
merah pada empat taraf paclobutrazol pada 8 MST……………...

50

14

Koefisien korelasi antar peubah pada 8 MST……………………..

56

15

Perhitungan hipotetis jumlah bibit bawang merah asal umbi lapis
mikro yang dihasilkan setiap generasi..........................................

81

DAFTAR GAMBAR
No

Judul

Halaman

1

Kerangka berfikir, alur dan luaran penelitian…………………….

5

2

Bentuk dan susunan umbi lapis bawang merah (Wibowo
1999).....................................................................................

11

3

Skema induksi umbi lapis bawang (diterjemahkan dari Brewster
2002)...........................................................................................

13

4

Persentase tunas vitrous pada empat perlakuan umur simpan
umbi lapis dari 4 sampai 6 MST……………………………….

27

5

Jumlah akar tunas mikro bawang merah pada empat umur
simpan umbi lapis……….………………………………………..

29

6

Rregresi jumlah tunas (atas), jumlah daun (tengah) dan jumlah
daun senesen (bawah) dari tunas mikro bawang merah pada
empat umur simpan umbi pada 6 MST…………………………...

30

7

Jumlah tunas bawang merah in vitro pada dua taraf suhu ruang
kultur………………………………………………………………

38

8

Umbi lapis mikro bawang merah yang normal…………………...

51

9

Abnormalitas umbi lapis mikro bawang merah yang dihasilkan
pada perlakuan dengan paclobutrazol………………...................

52

10

Umbi lapis mikro bawang Merah yang dihasilkan secara in vitro
dipotong horizontal (kiri) dan umbi lapis mikro yang dibelah
melintang (kanan)
memperlihatkan lapisan-lapisan yang
terbentuk (kanan) ………………………………………………...

53

11

Umbi lapis mikro bawang merah pada beberapa konsentrasi
sukrosa…………………………………………………………….

54

12

Grafik regresi diameter terlebar umbi lapis mikro pada perlakuan
paclobutrazol pada 8 MST………………………………………

55

13

Planlet tunas mikro bawang merah yang memperlihatkan
penggembungan dan berwarna merah di bagian pangkal tunas
(kiri) ; kondisi planlet satu minggu diaklimatisasi (kanan)………

64

14

Persentase hidup planlet pada percobaan aklimatisasi pertama….

64

15

Kondisi umbi lapis mikro bawang merah sebelum diaklimatisasi
(kiri) dan setelah ditanam di media saat aklimatisasi (kanan)….

66

16

Persentase tumbuh umbi lapis mikro bawang merah pada dua
minggu aklimatisasi (percobaan aklimatisasi kedua)…………….

66

17

Pertumbuhan umbi lapis mikro pada dua minggu aklimatisasi
(percobaan aklimatisasi kedua)…………………………………...

67

18

Jumlah daun total, daun hijau, tunas dan pangkal tunas yang
berwarna merah yang terbentuk umbi lapis (kiri) ; tinggi tanaman
(kanan) planlet umbi lapis mikro bawang merah selama tiga
minggu masa aklimatisasi (MSA)………………………………..

68

19

Umbi lapis mikro bawang merah yang berhasil diaklimatisasi
pada tahap aklimatisasi (kiri) dan pasca aklimatisasi (tengah)
serta umbi lapis mini (kanan)……………………………………..

69

20

Tahapan penyediaan umbi lapis bibit bawang merah dari
laboratorium sampai lapangan……………………………………

72

21

Skema pembibitan umbi lapis bawang merah asal in vitro di
rumah kaca..................................................................................

80

DAFTAR LAMPIRAN
No.

Judul

Halaman

1.

Produksi, luas panen dan produktivitas bawang merah di
Indonesia dari tahun 2000 sampai 2008……………………

93

2. PProduksi, luas panen dan produktivitas bawang merah di
Indonesia darit ahun 2009 sampai 2010…………………….

93

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang-bawangan merupakan salah satu keluarga sayuran penting dunia.
Diantara berbagai species Allium yang banyak dikonsumsi di Indonesia adalah
bawang merah (Allium cepa grup agregatum atau Allium ascalonicum) bawang
merah.

Produksi dan produktivitas bawang merah nasional dari tahun 2000

sampai 2010 berfluktuasi. Luas panen yang tercatat pada tahun 2008 seluas 91
339 ha (Direktorat Jendral Hortikultura 2009) dan meningkat pada tahun 2010
menjadi 109 634 ha (Badan Pusat Statistik 2011). Produksi dan produktivitas
bawang merah pada tahun 2010 mencapai 1 048 934 ton dan 9.57 ton ha -1 (Badan
Pusat Statistik 2011).
Permasalahan utama yang dihadapi petani bawang merah adalah
ketersediaan bibit berkualitas. Bawang merah umumnya diperbanyak secara
vegetatif menggunakan umbi lapis. Kebutuhan umbi lapis bibit mencapai 1000 kg
ha-1 lahan (Wibowo 1999), suatu jumlah yang sangat besar lebih dari 10 % nilai
produktivitasnya. Sampai saat ini petani mengantisipasi kebutuhan bibit dengan
memisahkan sebagian dari umbi lapis produksi. Pemakaian bibit secara vegetatif
secara terus menerus tanpa melalui seleksi di tingkat penangkar bibit dapat
menyebabkan penyakit degeneratif. Pertumbuhan, produksi dan kualitas umbi
lapis bawang merah yang dihasilkan musim berikutnya akan mengalami
penurunan.
Penurunan produktivitas bawang merah merah salah satunya disebabkan
adanya patogen. Di Selandia Baru diketahui adanya penurunan kualitas umbi lapis
bibit bawang merah sumber perbanyakan yang disebabkan adanya infeksi virus
(Fletcher, Fletcher & Lewthwaite 1998; AVRDC 2006). Virus yang menyerang
tanaman bawang merah adalah shallot latent virus (SLV) dan onion yellow dwarf
virus (OYDV) (Brewster

2002; Fletcher et al. 1998). Serangan virus

menyebabkan penurunan hasil sampai 60 % (Brewster 2002). Penggunaan umbi
lapis bibit bebas virus dapat meningkatkan hasil lebih dari 60 % pada beberapa
kultivar (Ikeda dan Imamoto 1991 dalam Fletcher et al. 1998). Penyediaan bibit

2

sehat bebas virus dapat dilakukan dengan kultur meristem pada bawang putih
(Roksana et al. 2002; Haque, et al. 2003).
Teknik in vitro sudah dikenal luas dalam kemampuannya menyediakan
sejumlah besar bibit tanaman dalam waktu yang relatif cepat, bebas patogen
(cendawan, bakteri atau virus) bersifat klonal dan tersedia sepanjang waktu.
Teknologi ini sudah diterapkan di Indonesia oleh beberapa perusahaan swasta
dalam perbanyakan bibit diantaranya tanaman hias, anggrek, pisang dan kentang
(Gunawan 1992) tetapi belum diterapkan pada bawang merah. Melihat masalah
yang dihadapi pertanaman bawang merah di Indonesia seperti menurunnya
produktivitas dari tahun ke tahun, keterbatasan bibit berkualitas, belum
tersedianya

teknologi penyediaan bibit berkualitas dan

jumlah bibit yang

diperlukan per hektar yang banyak, maka metoda penyediaan bibit bawang merah
dengan kultur jaringan dan penanganan bibit di lapangan sangat diperlukan untuk
mendukung penyediaan bibit yang sehat dan kontinyu.
Perbanyakan bawang merah secara in vitro dapat menggunakan eksplan
tunas bunga (Cohat 1994), umbi lapis (Mohamed-Yasseen et al. 1994; Hidayat
1997) atau

embrio zigotik (Zheng et al 1998 dalam

Zheng et al. 2005).

Perbanyakan bawang merah cv. Red California (Mohamed-Yasseen et al. 1994)
dan cv Sumenep (Hidayat 1997) menggunakan eksplan bagian tunas terdalam
dengan mengikutsertakan basal plate (cakram umbi). Jumlah tunas tertinggi
diperoleh pada media dengan 0.15 μM TDZ. Septiari dan Dinarti (2003) berhasil
mendapatkan kombinasi zat pengatur tumbuh yaitu 2ip 6 ppm dan NAA 0.5 ppm
untuk menginduksi tunas bawang merah sebanyak 16.7 tunas dari eksplan tunas
dengan setengah cakram umbi yang berukuran 1 mm.
Menurut Kamstaityte dan Stanys (2004) masalah utama yang membatasi
efisiensi perbanyakan in vitro bawang adalah pembentukan bulblet, dormansi
planlet, vitrifikasi jaringan dan penurunan kemampuan regenerasi. Pernyataan ini
mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan Septiari dan Dinarti (2003);
Handayani et al. (2005) yang menyatakan, tunas in vitro bawang merah yang
dihasilkan ditemukan tunas–tunas yang vitrous. Hal tersebut mengakibatkan
tingkat kematian yang tinggi saat aklimatisasi. Vitrifikasi jaringan tunas bawang
merah dapat dikurangi dengan menambahkan kalsium pantotenat 10 ppm pada

3

media MS dan ternyata dapat meningkatkan ketegaran dan kadar serat tunas
(Parsini 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Mohamed-Yasseen et al. (1994) serta
Hidayat (1997) menggunakan umbi lapis yang divernalisasi selama 3 bulan.
Petani bawang merah di Indonesia menyiapkan bibit dengan cara menyimpan
umbi lapis yang sudah dipanen di para-para dengan suhu ruangan sekitar 30 - 45
o

C (Petani Indonesia 2009). Penyimpanan umbi lapis bibit tersebut diduga akan

memberikan persentase tumbuh yang tinggi dan serangan patogen (virus,
cendawan, bakteri) yang sangat sedikit.
Perbanyakan bawang merah in vitro juga dapat dilakukan melalui induksi
umbi lapis mikro atau bulblet. Induksi bulblet bawang merah menurut MohamedYasseen et al. (1994) tidak sebaik pada bawang putih. Bulblet bawang merah
diinduksi pada media MS dengan penambahan arang aktif 5 g L-1 dan sukrosa
120 g L-1

dengan lama penyinaran 18 jam (Mohamed-Yasseen et al. 1994;

Fletcher et al. 1998); 150 g L-1 sukrosa pada cv Sumenep (Hidayat 1997); 30-50 g
L-1 sukrosa dengan penyinaran fluoresen dan incandescent selama 16 jam dan
ancymidol 10 μM (Le Guen-Le Saos et al. (2002). Mohamed-Yasseen et al.
(1994) serta Patena et al. (1997) berhasil menumbuhkan bulblet bawang merah
yang terbentuk secara in vitro dengan baik di lapangan.
Planlet yang dihasilkan baik berupa tunas maupun bulblet memerlukan
lingkungan yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan pada tahap
aklimatisasi dan di lapangan. Planlet berupa tunas sangat rentan terhadap kondisi
lingkungan yang ekstrim seperti suhu yang tinggi, kelembaban yang rendah dan
intensitas cahaya yang tinggi.

Menurut Gunawan (1992) tunas in vitro

mempunyai kelemahan diantaranya lapisan lignin belum terbentuk sempurna,
stomata yang membuka, kutikula tipis dan sistem perakaran yang belum
sempurna. Kelemahan planlet ini akan mempengaruhi keberhasilan tumbuh
selama aklimatisasi dan di lapangan.
tumbuh

Menurut Hazarika (2003),

planlet yang tinggi selama aklimatisasi

pemberian sukrosa hingga 3 %

persentase

dapat diupayakan dengan

pada media, peningkatan intensitas cahaya

sebelum planlet diaklimatisasi, pemberian retardan pada tahap pengakaran dan

4

pada masa aklimatisasi, pengurangan kelembaban ruangan kultur dan pemakaian
antitranspirants.
Media tumbuh
persyaratan :

untuk aklimatisasi planlet memerlukan beberapa

ringan, porous, dapat mempertahankan kelembaban, tidak

mengandung patogen (steril) yang akan mendukung persentase keberhasilan
tumbuh yang tinggi.

Keberhasilan tumbuh

planlet bawang putih saat

aklimatisasi dan di lapangan mencapai 100 % dilaporkan oleh Matsubara dan
Chen (1989) dengan menggunakan media tumbuh rockwool, vermikulit dan tanah
dengan suhu ruangan 20 oC. Beberapa jenis media tumbuh yang tersedia di
pasaran adalah arang sekam, cocopeat, kompos bambu, rockwool, greenleaf,
cascing dan vermikulit.
Untuk memecahkan permasalahan ketersediaan bibit bawang merah maka
dilakukan serangkaian penelitian secara in vitro dengan kerangka berfikir dan
alur penelitian seperti tercantum pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendapatkan metoda perbanyakan bibit bawang
merah yang mendukung penyediaan bibit berkualitas dari laboratorium sampai
lapangan.
Tujuan khusus penelitian meliputi :
1. mendapatkan umur simpan umbi lapis terbaik sebagai sumber eksplan dalam
perbanyakan tunas in vitro
2. mendapatkan suhu dan konsentrasi terbaik sukrosa dan retardan untuk
pembentukan umbi lapis mikro bawang merah
3. mendapatkan metode aklimatisasi untuk umbi lapis mikro bawang merah.
Untuk mencapai tujuan umum penelitian maka dilakukan beberapa
penelitian sebagai berikut :
1. Pengaruh Umur Simpan Umbi terhadap Perbanyakan Tunas Mikro
Bawang Merah
2. Pengaruh Suhu Ruang Kultur terhadap Pembentukan Umbi Lapis Mikro
Bawang Merah.
3. Peran Sukrosa dan Paclobutrazol dalam Pembentukan Umbi Lapis Mikro
Bawang Merah

5

4. Aklimatisasi Planlet dan Umbi Lapis Mikro Bawang Merah.

Masalah: Penyediaan bibit bawang
merah yang sehat/berkualitas
Tunas Mikro

Suhu ruang
kultur

Umur Simpan Umbi

Sukrosa dan
Paclobutrazol

Cahaya dan Suhu

Metode induksi umbi lapis
mikro bawang merah secara in vitro:
Suhu ruang, konsentrasi sukrosa, dan
paclobutrazol terbaik
Umbi Lapis Mikro
Bawang Merah
Aklimatisasi

Metode Perbanyakan
BibitBawang Merah

Gambar 1. Kerangka berfikir, alur dan luaran penelitian

6

7

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Manfaat Bawang
Bawang merah merupakan jenis sayuran penting di Indonesia yang
dimanfaatkan umbi lapisnya (bulb) dan dikenal dengan nama yang berbeda di
setiap daerah. Beberapa peneliti menyebut nama latin dari bawang merah Allium
cepa L. var aggregatum (Brewster 2002; Permadi & van der Meer 1997;
Nonnecke 1989) atau Allium cepa L.

var. ascalonicum (Rubatzky dan

Yamaguchi, 1999) dengan jumlah kromosom 2n = 16 (Permadi & van der Meer
1997; Rubatzky & Yamaguchi 1999).

Taksonomi bawang merah menurut

Brewster (2002); Permadi dan van der Meer (1997) sebagai berikut :

Kelas

Monokotil, Ordo Asparagales, Famili Alliaceae, Genus : Allium, Species Allium
cepa L. var. aggregatum; Allium cepa L. var. ascalonicum.
Bawang-bawangan diduga berasal dari daerah Turki Timur sampai
pegunungan Asia Tengah dengan pusat keragaman genetik di pegunungan Iran,
Afganistan, Pakistan dan Tajikistan (Brewster, 2002; Permadi dan van der Meer,
1997). Bawang merah sudah dikenal pada abad 12 di Perancis (Permadi & van der
Meer 1997; Rubatzky & Yamaguchi 1999). Dari daratan Eropa bawang merah
tersebar ke seluruh dunia. Bawang merah lebih dikenal di daerah tropis terutama
daerah yang berada pada lintang 10o N sampai 10o S (Permadi dan van der Meer,
1997) dan merupakan sayuran bernilai ekonomi tinggi .
Bawang merah menurut Brewster (2002) merupakan sub grup dari Allium
cepa (common onion) yang berdasarkan seleksi secara alami dari varian-varian
yang ada dan secara morfologi memperlihatkan perbedaan dari kelompok
utamanya. Common onion merupakan sayuran penting secara ekonomi dimana
ukuran bulb besar, bulb tunggal, dan dibiakkan dengan biji dan umum digunakan
untuk salad dan asinan. Keragaman genetik pada grup common onion cukup
tinggi serta mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap panjang hari dan suhu.
Keragaman yang lain yang ditemukan adalah daya simpan umbi lapis (bulb),
kandungan bahan kering, aroma, dan warna kulit. Bulb grup aggregatum
berukuran lebih kecil dari common onion, mudah membelah diri membentuk umbi
lapis lateral sehingga membentuk kelompok bulb. Grup aggregatum terbagi atas
dua sub-grup yaitu multiplier onion dan shallot. Multiplier onion terdiri atas 3-20

8

bulb yang bentuknya lebar dan memanjang. Shallot atau bawang merah
membentuk kelompok bulb yang dangkal, bulb terpisah, dan dibiakkan secara
vegetatif. Menurut Nonnecke (1989) bawang merah berbeda dengan bawang
bombay dalam pembentukan umbi lapis dan aromanya lebih enak dibanding jenis
bawang lainnya.
Bawang merah termasuk tanaman herba bianual (di Indonesia merupakan
herba semusim) dengan tinggi sekitar 50 cm, berakar serabut yang keluar dari
bagian cakram. Cakram umbi lapis tersebut merupakan batang yang memendek
dan memampat (rudimenter). Bentuk daun bawang merah bulat kecil, memanjang
seperti pipa. Pada awal pertumbuhan rongga pada daun tersebut belum terbentuk,
ujung daun meruncing dan pangkalnya melebar dengan warna daun hijau.
Pembentukan bulb baru berawal dari pembengkakan bagian pangkal daun di atas
batang sejati dan terdapat mata tunas (lateral).
Tunas lateral akan membentuk cakram baru dan dapat membentuk umbi
lapis baru (Permadi & van der Meer 1997; Rahayu & Berlian 1998). Setiap
rumpun terdiri atas 3-18 tunas (Permadi & van der Meer 1997; Rubatzky &
Yamaguchi 1999).

Bagian terluar umbi lapis tertutup oleh lapisan epidermis

yang berfungsi sebagai pelindung dengan warna berbeda tergantung varietas
(ungu, coklat kemerahan, putih, merah jambu). Bentuk dan ukuran umbi lapis
bervariasi: bulat, lonjong, oval dengan diameter 3 sampai 5 cm.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) keragaman tanaman bawang
merah cukup tinggi. Beberapa varietas dapat berbunga, menghasilkan biji dan
beberapa varietas jarang berbunga. Permadi dan van der Meer (1997) menyatakan
bahwa bunga bawang merah keluar dari tunas utama dan merupakan infloresen
dengan diameter 2-8 cm dan sebelum mekar dilindungi oleh kelopak bunga yang
tipis. Setiap infloresen mengandung 50 - 200 kuntum bunga

hermaprodit

berwarna putih kehijauan. Setiap kuntum bunga hermaprodit terdiri atas 5-6
benang sari dan sebuah putik. Kedudukan putik ada di bawah stamen. Tingkat
kematangan polen yang berbeda menyebabkan penyerbukan silang (dengan
bantuan lebah atau serangga) atau sendiri. Persentase penyerbukan sendiri sekitar
10-20 %. Bakal buah yang terbentuk berukuran diameter 4-6 mm dan terbagi atas

9

3 ruangan dan setiap ruangan berisi 2 bakal biji. Bji yang sudah matang berwarna
hitam.
Di Indonesia dikenal 27 genotipe bawang merah unggul lokal. Belum
semua genotipe tersebut dilepas Kementerian Pertanian. Kultivar unggul yang
sudah dilepas diantaranya adalah Maja Cipanas, Bima Brebes, Medan dan Keling.
Keunggulan setiap varietas bawang merah

dinilai berdasarkan produktivitas,

mutu umbi lapis, ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap curah hujan
dan umur panen (Wibowo 1999).
Bulb dapat dimakan mentah sebagai acar bumbu sate juga dimanfaatkan
untuk asinan, digoreng atau bumbu masak. Masyarakat memanfaatkan bawang
merah sebagai obat tradisional untuk menurunkan demam, mengobati luka dan
menurunkan kadar gula darah. Menurut Permadi dan van der Meer (1997) setiap
100 g umbi lapis bawang merah yang dimakan terkandung 88 g air, 1.5 g protein,
0.3 g lemak, 9 g karbohidrat, 0.7 g serat, 0.6 g abu, 40 mg P, 0.8 mg Fe, 36 mg Ca
,5 IU vit A, 0.03 mg vit B1, 2 mg vit C dengan nilai energi 160 kJ/100 g.

Ekologi Bawang Merah
Bawang merah di daerah tropis memerlukan suhu harian rata-rata 20-26 oC
dan panjang hari minimal 11 jam. Tanaman ini dapat tumbuh di berbagai jenis
tanah dengan pH antara 5.6-7 dengan drainase yang baik. Daerah pengusahaan
penanaman bawang merah umumnya berada di dataran rendah kurang dari 450 m
di atas permukaan laut (dpl) (Permadi & van der Meer 1997). Curah hujan yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan serangan cendawan dan berkembangnya
penyakit busuk umbi.
Perbanyakan bawang merah menggunakan umbi lapis. Perbanyakan
dengan biji di Indonesia tidak dilakukan. Bobot umbi lapis yang ditanam antara 3
sampai 5 g. Umbi lapis bibit sebelum ditanam disimpan selama 2-4 bulan setelah
dipanen. Hal ini dilakukan untuk mematahkan dormansi (Permadi & van der Meer
1997; Rubatzky & Yamaguchi 1999; Rahayu & Berlian 1998). Penyimpanan
umbi lapis oleh petani bawang merah dilakukan dengan cara meletakkan umbi
lapis di para-para ruangan dengan suhu 30-45 oC. Menurut petani perlakuan ini

10

dapat mengurangi serangan penyakit saat umbi lapis ditanam dan mempercepat
umbi lapis tumbuh.
Umbi lapis ditanam di bedengan dengan lebar bedengan 1-1.2 m dan
ketinggian bedengan sekitar 0.6 m dan jarak antar bedengan 0.5 m. Jarak tanam
umbi lapis bervariasi dengan panjang 15 -20 cm dan lebar 10-15 cm. Umbi lapis
ditanam

dengan ujung umbi 1 cm tidak tertutup tanah dan terlihat untuk

memudahkan tunas muncul ke permukaan tanah (Permadi & vander Meer 1997).
Petani bawang di Brebes umumnya menanam umbi lapis dengan memotong 1/3
bagian ujung umbi lapis yang bertujuan untuk mempercepat tunas tumbuh.
Menurut Putrasamedja (1995) tidak terdapat perbedaan pertumbuhan antara
penggunaan umbi lapis bibit yang dipotong sebagian dengan umbi lapis utuh.
Panen dilakukan setelah seluruh daun terlihat patah pada bagian pangkal
tunas atau permukaan tanah. Kondisi
dipanen.

ini memperlihatkan umbi lapis siap

Umur panen setiap varietas berbeda bergantung ketinggian tempat

penanaman. Di dataran rendah panen dilakukan pada umur 60-70 hari dan di
dataran tinggi 80-100 hari. Panen dilakukan secara manual dengan mencabut
tanaman dan meletakkannya di atas bedengan dan setelah itu disatukan dalam
ikatan dengan bobot rata-rata 2 kg. Selanjutnya ikatan umbi lapis bawang merah
dijemur dengan bantuan sinar matahari selama 5-14 hari (Wibowo 1999)

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Bawang
Target produksi sayuran bawang adalah panen dengan produksi tinggi dan
berkualitas. Menurut Brewster (2002) hal ini ditentukan oleh :
1. Jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh daun selama tahap penimbunan bahan
kering berlangsung
2. Efisiensi absorpsi cahaya yang dikonversi pada proses fotosintesis
menjadi sukrosa.
3. Proporsi hasil fotosintesis yang dialokasikan ke bagian yang dipanen.
Jumlah cahaya yang diabsorpsi tergantung pada kuantitas radiasi cahaya,
persentase cahaya yang diserap dan lama pertumbuhan.
Pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman bawang menurut Rubatzky
& Yamaguchi (1999) dimulai dari fase pertumbuhan bibit. Pada tahap ini akan
tumbuh daun dan akar baru dan bersamaan dengan pertumbuhan tersebut terjadi

11

pemanjangan daun serta pelebaran bagian batang yang memampat. Pada awalnya
daun yang muncul akan memanjang dan selanjutnya pada bagian pangkal daun
terjadi pelebaran. Pertumbuhan daun dan akar selanjutnya akan memperlihatkan
laju

yang sama. Pada saat pembentukan umbi, pertumbuhan daun berubah

menjadi lebih pendek dan kecil serta bentuknya akan lebih kompak.
Permadi & van der Meer (1997) menyatakan setiap bulb terdiri atas 1 – 5
tunas yang masing-masing dilapisi oleh scale (lapisan daun) membentuk cincin
yang konsentrik yang terpisah di dalam bulb (Gambar 2). Tunas kemudian
tumbuh membentuk rumpun terdiri atas 1-5 tanaman. Tunas lateral akan tumbuh
dan kembali menambah jumlah tunas rumpun menjadi sekitar 18 tanaman. Akar
adventif tumbuh dari bagian pangkal tunas. Daun akan tumbuh dari setiap tunas.
Daun tertua akan membentuk lapisan yang melindungi daun yang lebih muda.
Bagian daun yang berada di atas permukaan tanah akan mati dan lapisan daun
pada bagian pangkal akan membentuk batang semu.

Umbi
lapis
utama

Umbi
lapis
samping

Keterangan:
A. Umbi lapis
utama
B. Umbi lapis
utama dan
samping
C. Umbi lapis
yang dipotong
horizontal

Gambar 2. Bentuk dan susunan umbi lapis bawang merah (Wibowo 1999)

Pengumbian adalah suatu inisiasi morfologi daun yang dipengaruhi oleh
panjang hari, walaupun demikian suhu juga berpengaruh (Rubatzky dan
Yamaguchi 1999). Menurut Srivastava (2002) pengumbian kentang juga
dipengaruhi oleh kandungan hara pada tanaman dan zat pengatur tumbuh

12

giberelin. Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menjelaskan bahwa lama penyinaran
yang berlangsung secara kumulatif akan terlihat pengaruhnya terhadap
pengumbian. Pencahayaan yang kuat sebagai stimulus tidak selalu menyebabkan
terjadi pengumbian. Ketika suatu kultivar mencapai titik kritis panjang hari
sebelum pertumbuhan vegetatif maksimal tercapai akan menghasilkan ukuran
bulb yang kecil. Kultivar bawang dengan tipe hari panjang (long-day) untuk
membentuk bulb tidak akan membentuk bulb selama periode hari pendek (shortday). Allium cepa L. diidentifikasi ada yang termasuk tanaman short-day (11-13
jam), intermediate (13-14 jam) dan long-day (lebih dari 14 jam). Menurut Pathak
et al. (1994) bawang merah termasuk tanaman short-intermediate day dengan 1214

jam

penyinaran

sedangkan

Permadi

dan

van

der

Meer

(1997)

mengelompokkan tanaman bawang merah ke dalam tipe long-day.
Pengumbian disebabkan mobilisasi fotosintat dari daun ke pangkal daun
(Permadi & van der Meer 1997) menghasilkan pembesaran yang membentuk
struktur penyimpanan yang disebut bulb (Rubatzky & Yamaguchi 1999).
Pengumbian pada bawang merah dimulai dari lapisan daun terluar, dan sebagai
akibat pembentukan bulb maka pertumbuhan daun pada lapisan terdalam hanya
membentuk daun yang kompak tanpa rongga (Permadi & van der Meer 1997).
Panjang hari dan suhu berpengaruh terhadap pembentukan bulb bawang
(Brewster, 2002; Rubatzky & Yamaguchi 1999). Brewster (2002) menyajikan
suatu skema faktor panjang hari dan suhu terhadap pertumbuhan bulb bawang
(Gambar 3).
Pada 15 jam penyinaran pada suhu 21 oC pembentukan umbi lapis
berlangsung cepat dan tidak terjadi inisiasi bunga dan inisiasi tunas lateral akan
tertekan. Pada suhu 10 oC ketika terjadi inisiasi bunga maka bunga dapat dengan
cepat mekar. Menurut (Rubatzky & Yamaguchi, 1999) suhu berinteraksi dalam
proses pengumbian. Pengumbian dan pematangannya terjadi lebih awal dan cepat
pada kondisi suhu tinggi dan long-day. Di daerah tropis suhu lebih penting
dibanding panjang hari untuk pengumbian. Suhu lebih dari 40

o

C akan

menghambat pengumbian. Pertumbuhan umbi lapis juga dipengaruhi kultivar,
kandungan nutrisi, kelembaban, kompetisi tanaman,
intensitas serta kualitas

aplikasi herbisida dan

13

cahaya. Pada kondisi yang induktif intensitas cahaya yang tinggi meningkatkan
pengumbian.

Gambar 3. Skema induksi umbi lapis bawang (diterjemahkan dari Brewster 2002)

14

Cahaya infra

merah merangsang inisiasi bulb bawang di lapangan

(Brewster 2002; Rubatzky dan Yamaguchi 1999) dan in vitro (Le Guen-LeSaos et
al. 2002). Sobeih (1989) dalam Le Guen-LeSaos et al. (2002) melaporkan rasio
yang rendah antara cahaya merah dengan merah jauh akan mengakibatkan
peningkatan akumulasi asimilat di daun. Akibatnya akumulasi asimilat tersebut
dalam bentuk glukosa dan fruktosa dan oligosakarida pada tanaman bawang akan
mudah terbentuk. Selanjutnya Le Guen-Le Saos et al. (2002) menjelaskan induksi
bulblet yang dipengaruhi oleh adanya pemberian cahaya merah jauh pada kultur
bawang merah mungkin disebabkan aktivitas dari fitokrom yang menurunkan
efektivitas giberelin dan adanya reorientasi mikrotubul, sehingga terjadi ekspansi
sel secara radial dari sel dan menyebabkan pemendekan pada bagian pangkal
daun.

Biokimia Pengumbian Tanaman Bawang
Ketika tanaman bawang berubah terinduksi membentuk umbi lapis terjadi
kondisi perubahan konsentrasi sukrosa pada bagian pseudostem dalam 5-10 hari.
Pengurangan konsentrasi sukrosa terjadi di bagian daun. Pada saat yang sama
penurunan yang cepat terukur pada level asam terlarut, enzim invertase, dan
enzim yang men