Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi

MODEL PENGEMBANGAN PRASARANA USAHATANI
TINGKAT TERSIER DI LAHAN SAWAH BERIRIGASI

NOVA ANIKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Pengembangan Prasarana
Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi adalah karya saya sendiri
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.


Bogor, Juli 2011

Nova Anika
NIM F451090011

ABSTRACT

NOVA ANIKA. Model of Infrastructure Development at the Tertiary Level of
Irrigated Paddy Field. Supervised by M. YANUAR J. PURWANTO and
ERIZAL.
Food production will decline by increasing the conversion of agricultural
land. Important factor that also affect food production in Indonesia is generally
Indonesian farmers are conventional farmers who live below the poverty line. One
of solution to overcome the low production of food and farmer's low income is
the development of farm infrastructures on agricultural land. The purpose of study
were (1) to identify the infrastructures needed at the tertiary level of irrigated
paddy field, (2) to build a dynamic model of infrastructure development at the
tertiary level of irrigated paddy field and (3) to make recommendations on
development of infrastructure at the tertiary level of irrigated paddy field. Steps of
the systematic approach to build the farm infrastructure model at the tertiary level

in irrigated paddy field were analysis of needs, problem formulation, system
identification, system modeling (STELLA), model validation, sensitivity analysis
and model simulation. Farmers need a more adequate farm infrastructure, such as
pipe irrigation and farm roads for on-farm infrastructures and rice processing
complex and groat processing machine for off-farm infrastructure. Model of
infrastructure development at the tertiary level of irrigated paddy field
represented the real system and it was used to design the infrastructure
development at the tertiary level of irrigated paddy field. Infrastructures
development should be done in integrated farming system with minimum total
area of 3000 hectares. It provided the benefits for the farmers if every farmer had
a minimum of 3 hectares of land area.

Keywords: farm infrastructure, dynamic models, farmers' income

RINGKASAN

NOVA ANIKA. Model Pengembangan Prasarana Usahatani Tingkat Tersier di
Lahan Sawah Beririgasi. Dibimbing oleh M. YANUAR J. PURWANTO dan
ERIZAL.
Performa prasarana usahatani pada lahan pertanian dilihat berdasarkan pada

kualitas, kuantitas dan teknisnya. Pengembangan prasarana usahatani perlu
dilakukan agar performa prasarana usahatani optimal. Pengembangan prasarana
usahatani disesuaikan dengan kebutuhan petani, karena dalam pengembangan
prasarana peran petani tidak hanya dibutuhkan dalam pembangunan tetapi juga
dalam pengelolaan berkelanjutan.Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi
kebutuhan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi, (2)
membangun model dinamik pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di
lahan sawah beririgasi, (3) membuat rekomendasi pengembangan prasarana
usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Langkah-langkah pendekatan
sistematis dalam pembangunan model pengembangan prasarana usahatani tingkat
tersier di lahan beririgasi adalah analisis kebutuhan, formulasi masalah,
identifikasi sistem, pemodelan sistem (STELLA), validasi model, analisis
sensitivitas dan simulasi model. Untuk itu pembangunan model pengembangan
prasarana usahatani dilakukan dengan cara observasi dan pendekatan dengan
model dinamik yang merupakan salah satu alternatif dalam pendekatan sistem
pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi.
Pembangunan model dinamik ini bertujuan untuk mengetahui desain prasarana
usahatani yang tepat sebagai upaya meningkatkan pendapatan petani.
Berdasarkan analisa kebutuhan yang dilakukan di Daerah irigasi Cihea
Cianjur dan Situ Gede Bogor, petani membutuhkan prasarana usahatani yang

lebih memadai. Prasarana on farm seperti saluran irigasi pipa dan jalan usahatani
dan prasarana off farm seperti Rice Processing Complex dan mesin pengolahan
menir menjadi kerupuk. Berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan
maka dilakukan formulasi permasalahan yang ada di dalam sistem. Beberapa
permasalahan yang terjadi diantaranya 1) efisiensi penyaluran saluran irigasi
sebesar 77,5 % yang ditunjukkan dengan lahan-lahan sawah pada bagian hilir
yang jarang mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman, 2) dibutuhkan
biaya tambahan untuk memelihara saluran irigasi sebesar 50 kg padi per petani
untuk satu kali tanam, 3) terbatasnya akses alat dan mesin pertanian seperti traktor
dan mesin bajak ke lahan karena tidak adanya jalan usahatani yang memadai, 4)
dibutuhkannya ongkos angkut pupuk sebesar Rp 20.000 per 100 kg dan ongkos
angkut panen sebesar 10 % dari hasil panen, 5) kapasitas dan jumlah penggilingan
beras belum dapat memenuhi kebutuhan petani dan belum berkembangnya
industri rumah tangga atau tidak adanya prasarana off farm yang dapat dijadikan
alternatif lain dalam meningkatkan pendapatan petani seperti alat pengolahan
menir menjadi makanan ringan yang memiliki nilai jual tinggi.
Dalam model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan
sawah beririgasi terdapat beberapa sub sistem yang ditentukan berdasarkan
analisis kebutuhan dan perumusan permasalahan yang telah dilakukan yaitu sub


sistem prasarana usahatani, sub sistem pendanaan dan kelayakan pembangunan
prasarana usahatani, sub sistem produksi lahan dan sub sistem keuntungan petani.
Setelah dilakukan identifikasi variabel yang terdapat di dalam sistem, maka
ditentukan keterkaitan antara variabel tersebut yang diinterpretasikan kedalam
diagram sebab akibat (causal loop) dan Black Box
Hasil validasi struktur model dan validasi perilaku model menunjukkan
bahwa model yang telah dibangun dapat dikatakan valid. Model ini dapat
digunakan dalam pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan
sawah beririgasi. Dan hasil analisis sensitivitas yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa parameter laju pertumbuhan penduduk dan laju konversi lahan paling
berpengaruh terhadap pendapatan per kapita petani. Simulasi model dilakukan
dengan menggunakan data Daerah Irigasi Cihea Cianjur. Simulasi dilakukan
untuk kondisi terkini dan dengan rencana pembangunan prasarana usahatani.
Simulasi dilakukan dari tahun 2010-2020. Hasil simulasi menunjukkan untuk
kedua kondisi tersebut pendapatan petani menurun tiap tahunnya. Hal ini
disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk dan laju konversi lahan yang relatif
besar. Jadi perlu dirancang beberapa skenario untuk menentukan desain yang tepat
agar keuntungan petani dapat meningkat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup
layak di setiap tahunnya.
Dari hasil simulasi yang telah dilakukan untuk Daerah Irigasi Cihea dapat

disimpulkan bahwa pengembangan prasarana usahatani dengan jenis prasarana
usahatani yang ditetapkan pada penelitian ini belum dapat memberikan
keuntungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak bagi petani. Hal ini
disebabkan oleh luas lahan rata-rata setiap petani relatif sempit yaitu 0,3 ha.
Untuk itu dilakukan simulasi untuk mengetahui luas lahan rata-rata yang harus
dimiliki petani agar pengembangan prasarana memberikan keuntungan kepada
petani seperti yang diharapkan. Dari hasil simulasi dapat diketahui bahwa
keuntungan petani mencapai 200 % atau dua kali lipat dari standar kebutuhan
hidup layak ketika setiap petani memiliki luas lahan 3 ha. Keuntungan petani
diharapkan dapat mencapai 200 % agar tingkat kesejahteraan hidup petani lebih
tinggi. Selain itu agar pembangunan prasarana seperti yang telah ditetapkan
dengan panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani 50 m/ha, 1 Rice
Processing Complex (RCP) dengan harga Rp 1.200.000.000 dan 1 unit mesin
pengolahan produk pangan dari menir beras dengan harga Rp 200.000 dapat
mendatangkan keuntungan yang memenuhi kebutuhan hidup layak maka
pembangunan harus dilakukan pada lahan produktif dengan luas minimum 3000
ha dan masing-masing petani harus memiliki lahan rata-rata 3 ha.
Dapat disimpulkan bahwa : 1) petani membutuhkan prasarana usahatani
dalam rangka meningkatkan pendapatan. Prasarana on farm seperti saluran irigasi
pipa dan jalan usahatani dan prasarana off farm seperti Rice Processing Complex

dan mesin pengolahan menir menjadi kerupuk, 2) model pengembangan prasarana
usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi dapat merepresentasikan sistem
pengembangan prasarana usahatani untuk lahan beririgasi di tempat lain, 3)
pembangunan prasarana usahatani harus dilakukan secara terpadu dan akan
memberikan keuntungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak jika setiap
petani memiliki luas lahan minimum 3 ha dengan luas areal pembangunan
minimal 3000 ha.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
- Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah
- Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

MODEL PENGEMBANGAN PRASARANA USAHATANI

TINGKAT TERSIER DI LAHAN SAWAH BERIRIGASI

NOVA ANIKA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tesis :
Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.TP, M.Si

Judul Tesis : Model Pengembangan Prasarana Usahatani
Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi
Nama

: Nova Anika
NIM
: F451090011

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, M.S.
Ketua

Dr. Ir. Erizal, M.Agr,
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 4 Juli 2011

Tanggal Lulus :

i

PRAKATA

Ucapan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “ Model Pengembangan Prasarana
Usahatani Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi” ini dapat diselesaikan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan.
Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto dan Dr. Ir.
Erizal, M.Agr selaku dosen pembimbing serta Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP,
M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahannya. Ucapan

terima kasih juga disampaikan kepada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
serta I-MHERE B.2c IPB yang telah memberikan bantuan dana penelitian. Terima
kasih yang tak terhingga kepada papa, mama dan seluruh keluarga atas do’a dan
kasih sayangnya serta terima kasih atas dukungan sahabat dan teman-teman dari
proses penelitian hingga penulisan tesis ini.

Bogor, Juli 2011
Nova Anika

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solok Sumatera Barat pada tanggal 9 Mei 1986 dari
ayah Malfider, S.H, M.M dan ibu Aksim Berliyenni, S.Kep. Penulis merupakan
putri pertama dari lima bersaudara. Tahun 1997 penulis lulus dari SD Negeri 26
Panyakalan Solok, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP PKUW
Tanjung Alai Solok dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2003 penulis lulus dari
SMA Negeri 2 Solok dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk perguruan
tinggi di Universitas Andalas Padang. Penulis memilih Jurusan Teknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2008.
Tahun 2009 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi
Pertanian. Selama studi penulis pernah mengikuti Summer Courses Program on
Tropical Agriculture Sustainability yang merupakan kerja sama Institut Pertanian
Bogor dengan Ibaraki University.

iii

DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ......................................................................................................

i

RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................

ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

vii

PENDAHULUAN ............................................................................................

1

Latar Belakang .....................................................................................

1

Kerangka Pemikiran ............................................................................

3

Perumusan Masalah .............................................................................

4

Tujuan .................................................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

5

Prasarana .............................................................................................

5

Prasarana On Farm .............................................................................

5

Prasarana Off Farm .............................................................................

8

Pemodelan Sistem Dinamik ................................................................

10

STELLA ...............................................................................................

14

Validasi dan Analisis Sensitivitas Model ............................................

15

Analisis dan Perumusan Kebijakan .....................................................

16

METODOLOGI PENELITIAN .....................................................................

18

Tempat dan Waktu .............................................................................

18

Alat .....................................................................................................

18

Pengumpulan Data ..............................................................................

19

Model Dinamik ..................................................................................

20

Analisis Kebijakan Berdasarkan Skenario ..........................................

22

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................

24

Analisis Kebutuhan ............................................................................

24

Formulasi Permasalahan Sistem ........................................................

28

Identifikasi Sistem ..............................................................................

29

iv

Pemodelan Sistem ..............................................................................

32

Validasi Model ...................................................................................

37

Analisis Sensitivitas Model ................................................................

38

Simulasi Model ...................................................................................

40

Analisis Kebijakan Berdasarkan Skenario ..........................................

44

Rekomendasi Desain ..........................................................................

46

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

50

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

51

LAMPIRAN .....................................................................................................

54

v

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Data yang diperlukan dalam penelitian ................................................... ... 19
2 Pengujian validasi model ............................................................................

38

3 Skenario kebijakan pengembangan prasarana usahatani di Daerah
Irigasi Cihea Cianjur ..................................................................................

45

4 Simulasi skenario panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani
50 m/ha ......................................................................................................

46

5 Simulasi skenario panjang saluran irigasi pipa dan jalan usahatani
30,30 m/ha...................................................................................................... 47

vi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran model pengembangan prasarana usahatani
tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ..................................................
3
2 Tahapan kerja dalam pendekatan sistem ..................................................

14

3 Peta lokasi penelitian .................................................................................

18

4 Tahapan pendekatan sistem pengembangan prasarana usahatani tingkat
tersier di lahan sawah beririgasi ................................................................

20

5 Diagram sebab akibat variabel pengembangan prasarana usahatani .........

30

6 Diagram input-output model pengembangan prasarana usahatani tingkat
tersier di lahan sawah beririgasi ................................................................

31

7 Sector frame model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier
di lahan sawah beririgasi ...........................................................................

32

8 Sub model prasarana usahatani ..................................................................

33

9 Sub model pendanaan pembangunan dan analisis kelayakan
pembangunan prasarana usahatani .............................................................

34

10 Sub model produksi lahan .........................................................................

35

11 Sub model keuntungan petani ....................................................................

36

12 Hubungan beberapa variabel model pengembangan prasarana usahatani
tingkat tersier di lahan sawah beririgasi ...................................................

37

13 Analisis sensitivitas model .........................................................................

39

14 Input model untuk existing condition Daerah Irigasi Cihea .......................

40

15 Output model untuk existing condition Daerah Irigasi Cihea .....................

41

16 Input model pengembangan prasarana usahatani di Daerah Irigasi Cihea ..

42

17 Output model pengembangan prasarana usahatani di Daerah Irigasi Cihea

43

18 Sumber keuntungan petani ........................................................................

44

19 Desain saluran irigasi pipa dan jalan usahatani di Situ Gede Bogor ..........

49

vii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Luas lahan petani di Daerah Irigasi Cihea Cianjur ..................................... 54
2 Luas lahan petani di Situ Gede .................................................................

56

3 Produksi lahan sawah di Daerah Irigasi Cihea Cianjur ...............................

57

4 Produksi lahan sawah di Situ Gede ...........................................................

59

5 Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Daerah Irigasi
Cihea Cianjur ............................................................................................

60

6 Respon kebutuhan prasarana jalan usahatani di Situ Gede ........................

62

7 Respon kebutuhan prasarana irigasi pipa di Daerah Irigasi
Cihea Cianjur .............................................................................................

63

8 Respon kebutuhan prasarana irigasi pipa di Situ Gede ...............................

65

9 Respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Daerah Irigasi
Cihea Cianjur .............................................................................................

66

10 Respon kebutuhan penataan bentuk petak lahan di Situ Gede ...................

68

11 Validasi model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier
di lahan sawah beririgasi ..........................................................................

69

12 Source code model pengembangan prasarana usakatani tingkat tersier
di lahan sawah beririgasi ..........................................................................

71

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk
237.556.363 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 % per tahun (BPS
2010). Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan permintaan terhadap bahan
pangan meningkat. Di sisi lain produksi pangan akan menurun seiring
meningkatnya konversi lahan pertanian menjadi pemukiman. Selama periode
1993-2003, konversi lahan pertanian non-perkebunan besar mencapai 1,28 juta
hektar (Lokollo EM et al. 2007). Faktor penting yang juga mempengaruhi
produksi pangan di Indonesia yaitu pada umumnya petani indonesia adalah petani
konvensional dengan lahan sempit yang memanfaatkan sebagian besar hasil
sawahnya untuk kepentingan mereka sendiri dan hidup dibawah garis kemiskinan.
Rata-rata luas garapan petani hanya 0,3 hektar dan sekitar 70 % petani padi
Indonesia terutama petani-petani gurem diklasifikasikan sebagai masayarakat
miskin berpendapatan rendah (Suryana et al 2001 cit Triyanto J 2006 ).
Sebagai salah satu solusi untuk mengatasi rendahnya produksi pangan dan
minimnya pendapatan petani adalah dengan membangun prasarana usahatani yang
dibutuhkan dalam proses produksi (on farm) dan proses pascapanen (off farm).
Beberapa prasarana on farm yang dibutuhkan adalah saluran irigasi dan jalan
usahatani yang memadai sedangkan prasarana off farm yang dibutuhkan adalah
Rice Processing Complex (RPC) dan prasarana industri pengolahan menir beras
menjadi kerupuk.
Saluran irigasi merupakan prasarana yang membantu dalam pemenuhan
kebutuhan air tanaman. Irigasi sangat dibutuhkan untuk menjamin produksi lahan
pertanian pada musim kemarau. Di negara berkembang penggunaan air untuk
irigasi sangat besar dengan tingkat efisiensi yang rendah. Efisiensi pemakaian air
perlu ditingkatkan dalam semua sektor termasuk irigasi karena tingkat kelangkaan
air yang semakin tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
mengganti saluran irigasi konvensional dengan saluran irigasi pipa. Peningkatan
efisiensi irigasi tidak hanya sebagai upaya dalam menghemat air, tapi juga untuk

2

meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani melalui peningkatan
produktivitas lahan.
Keuntungan lain dari saluran irigasi pipa adalah diatas saluran tersebut dapat
dibuat jalan usahatani. Jalan usahatani dibutuhkan pada lahan pertanian untuk
memudahkan akses dalam pengangkutan hasil produksi dari lahan dan
menghindari terjadinya penurunan mutu serta kehilangan hasil produksi. Pada saat
ini jalan usahatani masih belum menjadi perhatian dan belum dipandang sebagai
salah satu faktor yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Pada umumnya
lahan pertanian di Indonesia belum memiliki jalan usahatani yang memadai.
Untuk itu perlu dibangun jalan usahatani yang sesuai dengan kapasitas agar dapat
dilalui oleh mesin-mesin dan kendaraan yang dibutuhkan.
Pembangunan RPC sebagai salah satu prasarana off farm bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan petani melalui penjualan beras yang harganya lebih
tinggi dari harga jual padi. Selain itu dengan memproduksi beras akan
menghasilkan produk sampingan seperti menir, dedak dan sekam yang dapat
dijadikan nilai tambah oleh petani. Hal ini jika didukung dengan pembangunan
prasarana industri produk pangan maka nilai jual konversi produk samping akan
lebih tinggi contohnya menir yang dapat diolah menjadi kerupuk kecil.
Performa prasarana usahatani pada lahan pertanian dilihat berdasarkan pada
kualitas, kuantitas dan teknisnya. Pengembangan prasarana usahatani perlu
dilakukan agar performa prasarana usahatani optimal. Pengembangan prasarana
usahatani disesuaikan dengan kebutuhan petani, karena dalam pengembangan
prasarana peran petani tidak hanya dibutuhkan dalam pembangunan tetapi juga
dalam pengelolaan berkelanjutan. Untuk itu pembangunan model pengembangan
prasarana usahatani dilakukan dengan cara observasi dan pendekatan dengan
model dinamik yang merupakan salah satu alternatif dalam pendekatan sistem
pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi.
Pembangunan model dinamik ini bertujuan untuk mengetahui desain prasarana
usahatani yang tepat sebagai upaya meningkatkan pendapatan petani.

3

Kerangka Pemikiran
Pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi
dilakukan secara terpadu. Pengembangan prasarana tidak hanya dititik beratkan
kepada prasarana on farm yang dapat meningkatkan produksi lahan dan
memperlancar mobilitas alat dan mesin pertanian seperti saluran irigasi pipa dan
jalan usahatani, tetapi juga prasarana off farm yang dapat memberikan nilai
tambah untuk meningkatkan pendapatan petani seperti RPC dan prasarana industri
menir beras menjadi kerupuk.
Model dinamik merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengetahui
desain pengembangan prasarana usahatani yang berkelanjutan karena sistem
dinamik dapat digunakan merepresentasikan sistem nyata pengembangan
prasarana usahatani tingkat tersier di lahan sawah beririgasi. Model ini mencakup
aspek teknis dan aspek ekonomi dalam pengembangan prasarana usahatani. Aspek
teknis yaitu identifikasi prasarana, pembangunan dan tahapan pembangunan
prasarana sedangkan aspek ekonomi yaitu biaya pembangunan prasarana,
keuntungan petani dan pendapatan perkapita petani. Secara skematis kerangka
pemikiran penelitian model pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier di
lahan sawah beririgasi diilustrasikan pada Gambar 1.
Pengembangan Prasarana Usahatani
Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi

·
·

Prasarana On Farm
Saluran Irigasi
Jalan Usahatani

·
·

Prasarana Off Farm
Rice Processing Complex
Prasarana Industri Pengolahan
Menir Beras

Teknis

·
·
·

Ekonomi

Identifikasi Prasarana
Penambahan Prasarana
Tahapan Pembangunan Prasarana

·
·
·

Biaya Pembangunan Prasarana
Keuntungan Petani
Pendapatan Perkapita

Model Pengembangan Prasarana Usahatani
Tingkat Tersier di Lahan Sawah Beririgasi

Gambar 1 Kerangka pemikiran model pengembangan prasarana usahatani tingkat
tersier di lahan sawah beririgasi.

4

Perumusan Masalah
Di areal pertanian pedesaan pada lahan sawah beririgasi ditemukan
prasarana produksi yang belum memadai. Ketersediaan air untuk kebutuhan
tanaman bergantung pada saluran irigasi atau waduk. Penyaluran air irigasi ke
masing-masing petak sawah menggunakan outlet konvensional yang tidak dapat
dikontrol keluaran airnya, sehingga efisiensi pemakaian air irigasi sangat rendah.
Selain itu pada areal pertanian tidak ada jalan usahatani untuk mempermudah
akses mesin-mesin dan pengangkutan hasil pertanian. Selain itu umumnya
pendapatan petani berasal dari hasil penjualan padi yang harga jual relatif lebih
rendah dibandingkan dengan harga jual beras. Hal ini menyebabkan keuntungan
petani relatif kecil dan belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak. Timbul
beberapa pertanyaan dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani di Situ Gede
dan Cihea Cianjur secara khusus dan kesejahteraan petani Indonesia secara umum,
yaitu :
1) Apa prasarana usahatani yang dibutuhkan?
2) Berapa efisiensi penyaluran air irigasi dan produktivitas lahan?
3) Bagaimana desain pengembangan prasarana di areal persawahan
beririgasi?
Tujuan
1) Mengidentifikasi kebutuhan prasarana usahatani tingkat tersier di lahan
sawah beririgasi.
2) Membangun model dinamik pengembangan prasarana usahatani tingkat
tersier di lahan sawah beririgasi.
3) Menyusun rekomendasi pengembangan prasarana usahatani tingkat tersier
di lahan sawah beririgasi.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Prasarana
Lahan pertanian dan keterbatasan air merupakan fenomena dasar dalam
suatu pengembangan pertanian tanaman pangan. Lahan pertanian yang ada terus
mengalami penyusutan, karena tergeser oleh aktivitas non pertanian. Di samping
itu permasalahan produksi, pascapanen, distribusi, dan pemasaran masih sering
terjadi akibat lemahnya dukungan sarana dan prasarana pertanian, sehingga
kurang berhasil mewujudkan sistem agribisnis yang baik yang pada gilirannya
gagal menaikkan pendapatan petani. Oleh karena itu, dukungan sarana dan
prasarana pertanian perlu untuk dikembangkan dalam suatu rancang bangun
pengembangan pertanian tanaman pangan yang komprehensif (Jaenudin 2006).
Infrastruktur pada dasarnya adalah faktor pendukung bagi kegiatan utama di
pedesaan yang berdasar kepada komoditas pertanian. Infrastruktur mampu
menggerakkan sektor riil, menyerap tenaga kerja, meningkatkan konsumsi
masyarakat dan pemerintah, serta memicu kegiatan produksi. Ketidakmampuan
memberikan pelayanan infrastruktur merupakan indikasi kemampuan pemerintah
yang semakin terbatas dalam kapasitas pembiayaan. Infrastruktur tidak hanya
terbatas pada prasarana dan sarana fisik saja, melainkan mempunyai fungsi yang
lebih penting lagi yaitu fungsi jasa pelayanan. Dalam hal ini jasa pelayanan
mempunyai tiga dimensi penting yaitu dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Infrastrukur dapat dikategorikan menjadi dua bagian: 1) infrastruktur yang
bersifat software seperti: kebijaksanaan, kelembagaan, regulasi, keuangan,
penelitian dan pengembangan, pendidikan, tata ruang, dan lain-lain; serta 2)
infrastruktur yang bersifat hardware seperti : jalan, jembatan, irigasi, pasar,
pelabuhan, jaringan listrik, telepon, dan lain sebagainya (Tambajong 2009).
Prasarana On Farm
1) Jalan Usahatani
Jalan usahatani adalah suatu prasarana transportasi di dalam kawasan
usahatani pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan)

6

guna memperlancar pengangkutan sarana produksi, hasil produksi dan alat mesin
pertanian. Pengembangan jalan usahatani adalah pembuatan, peningkatan
kapasitas dan rehabilitasi. Pembuatan jalan usahatani adalah membuat jalan baru
sesuai kebutuhan, peningkatan kapasitas jalan usahatani adalah jalan usahatani
yang sudah ada ditingkatkan tonase/kapasitasnya sehingga bisa dilalui oleh
kendaraan yang lebih berat dan rehabilitasi jalan usahatani adalah memperbaiki
jalan usahatani yang sudah rusak tanpa ada peningkatan kapasitas (Kementerian
Pertanian 2010).
Usahatani (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) masih
mempunyai kendala keterbatasan sarana produksi, alat dan mesin pertanian yang
antara lain disebabkan kurang memadainya sarana jalan usahatani. Disamping itu
jalan usahatani mutlak diperlukan dalam pengangkutan hasil pertanian misalnya
produk hortikultura yang mempunyai sifat “perishable” (mudah rusak) yang
harus ditangani secara baik dan benar serta berhati-hati sehingga penurunan mutu
dan kehilangan hasil dapat dihindari. Oleh karena itu perlu adanya penyediaan
prasarana yang memadai pada daerah sentra produksi pertanian (tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan (Kementerian Pertanian 2010).
Lebar jalan petani sebaiknya diambil 1,5 m agar dapat dilewati alat-alat
mesin yang mungkin akan digunakan di proyek. Jika pemasukan peralatan mesin
tidak akan terjadi dalam waktu dekat, maka lebar jalan petani sebaiknya diambil
1,0 m. Akan tetapi lebar minimum jembatan orang dianjurkan untuk diambil 1,5
m untuk memenuhi kebutuhan angkutan di masa mendatang (PU 2010).
Irigasi merupakan prasarana untuk meningkatkan produktivitas lahan
pertanian. Jaringan irigasi merupakan prasarana irigasi yang terdiri atas bangunan
dan saluran air beserta perlengkapannya. Sistem jaringan irigasi dapat dibedakan
antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier. Jaringan irigasi utama
meliputi bangunan – bangunan utama yang dilengkapi dengan saluran pembawa,
saluran pembuang. dan bangunan pengukur. Jaringan irigasi tersier merupakan
jaringan irigasi di petak tersier, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat
di petak tersier (Kartasapoetra 1991).
Menurut Hansen et al (1977) irigasi didefinisikan sebagai pemberian air ke
tanah untuk tujuan meningkatkan kelembaban tanah yang penting bagi tanaman.

7

Selanjutnya untuk pengertian yang lebih luas irigasi dilakukan untuk tujuan ; a)
menambahkan air ke lahan/tanah untuk meningkatkan kelembaban tanah yang
esensial bagi tanaman, b) untuk melindungi tanaman dari kekurangan air, c) untuk
mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga tanah lebih sesuai bagi tanaman
untuk tumbuh, d) untuk mengurangi akibat dari pembekuan es, e) untuk pencucian
garam-garam dari tanah, f) untuk mengurangi pengikisan tanah, g) untuk
memudahkan pengolahan tanah dan h) untuk mengurangi pembentukan debu
melalui pendinginan oleh evaporasi.
Sumber daya air adalah salah satu unsur yang harus disediakan dalam
strategi pembangunan dan pengembangan pertanian. Dalam usaha budidaya
tanaman faktor ketersediaan air harus dipertimbangkan agar terhindar dari resiko
kegagalan panen, air akan berfungsi memberikan lingkungan tumbuh yang baik
bagi tanaman dan juga berperan dalam proses fisiologi tanaman (Nusa, 1991).
Menurut Ahmad (2003) air terbatas menurut waktu, tempat dan jumlah air yang
tersedia diatas permukaan bumi, untuk itu perlu diusahakan penyediaan air yang
cukup agar tidak menimbulkan kekurangan air.
Menurut Nusa (1991) sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan
yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan,
pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi
pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah :
a) siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah pemukaan)
b) kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi
lahan)
c) kondisi biologis tanaman
d) aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi).
Kehilangan air irigasi pada tanaman padi berhubungan dengan : (a)
kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier melalui rembesan,
evaporasi, pengambilan air tanpa ijin dan lain-lain, (b) kehilangan akibat
pengoperasian termasuk pemberian air yang berlebihan (Bos 1978).
Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata
(distribusi dan aplikasi) yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman
dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi

8

merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi.
Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di
jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi
sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air
yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air
yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat
tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut
dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran
dan kedudukan air tanah (PU 1986).
Untuk peningkatan efisiensi irigasi dibutuhkan perbaikan sistem pengelolaan
irigasi dalam semua level bukan hanya ditingkat akuisisi, distribusi maupun drainase
tetapi juga tingkat usahatani. Kesemuanya itu membutuhkan perbaikan secara simultan
dalam aspek teknis di bidang irigasi maupun usahatani, peningkatan kapasitas
pembiayaan dan penyempurnaan sistem kelembagaan dalam pengelolaan irigasi
(Sumaryanto 2007).
Prasarana Off Farm
Selama ini keberpihakan pada kegiatan penanganan pascapanen (pengolahan)
gabah/beras masih tertinggal apabila dibandingkan dengan kegiatan pra panen atau
budidaya. Oleh karena itu, diharapkan adanya suatu kebijakan nasional yang ditetapkan
untuk meningkatkan partisipasi dari semua pihak (stakeholder) guna menangani
masalah

pascapanen

(pengolahan)

gabah/beras

secara

menyeluruh

dan

berkesinambungan. Kegiatan penanganan pascapanen di Indonesia mulai
diwujudkan sejak peringatan Hari Pangan Sedunia, tanggal 16 Oktober 1982,
dimana Menteri Pertanian mencanangkan Gerakan Penyelamatan Produksi
Pangan melalui usaha-usaha perbaikan penanganan pascapanen dan pengolahan di
tingkat

petani

pedesaan.

Gerakan

tersebut

selanjutnya

diikuti

dengan

diterbitkannya beberapa kebijakan pemerintah, baik dalam bentuk Keppres No. 47
tahun 1986 maupun berupa peraturan-peraturan penyediaan sarana dan prasarana
pascapanen terrnasuk pendidikan dan pelatihan serta koordinasi antar instansi
terkait. Kekuatan hukum yang lain dalam penanganan pascapanen tertuang pada
Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang "Sistem Budidaya Tanaman". Dalam
Undang-Undang tersebut dikemukakan tujuan panen dan pascapanen yang

9

mencakup (a) menekan tingkat kehilangan dan atau kerusakan, (6) meningkatkan
mutu, (c) memperpanjang daya simpan, (d) meningkatkan daya guna, dan (e) nilai
tambah serta daya saing (Damardjati 2006).
Terkait dengan kegiatan pascapanen upaya diarahkan terutama dalam upaya
peningkatan nilai tambah melalui penerapan teknologi yang tepat untuk
mengurangi susut pascapanen, peningkatan mutu, dan peningkatan efisiensi
pengolahan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan produksi dan harga jual
yang berimplikasi pada peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi petani dan
masyarakat umumnya. Disini juga diperlukan kebijakan pemerintah agar nilai
tambah dalam pascapanen ini dapat dinikmati oleh petani. Hasil samping
penggilingan padi selama ini belum mendapatkan perhatian yang memadai,
padahal pemanfaatan hasil samping pengolahan padi dan beras dapat memberikan
keuntungan ekonomis dan ekologis. Menir dapat diolah menjadi tepung beras
sedangkan dedak dapat diolah menjadi minyak dedak. Sekam dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi panas, bahan campuran di industri batu bata, pakan ternak
atau biogas (Purwadaria 2004).
Rice Processing complex (RPC) adalah suatu kawasan sistem pengolahan
padi yang terdiri dari sub sistem pengeringan, sub sistem penyimpanan, sub
sistem penggilingan dan sub sistem pengemasan yang terintegrasi dalam satu lini
proses

menggunakan

mesin

modern.

Konsep

RPC

sebenarnya

adalah

penyempurnaan dari sistem rice milling yang dilengkapi dengan sistem
pengeringan,

penyimpanan

dan

pengemasan.

Konsep

ini

sebetulnya

dikembangkan dalam rangka mengontrol seluruh alur proses pengolahan padi
dalam suatu sistem terintegrasi, sehingga mutu produk dapat terjaga
keseragamannya serta secara nyata mengurangi susut bobot. Penggunaan sistem
RPC ini secara umum diproyeksikan untuk dapat meningkatkan daya saing beras
yang dihasilkan melalui mutu dan harga. Hal tersebut dapat dicapai karena RPC
dapat memperbaiki efisiensi pengolahan padi melalui :
a)

Perbaikan mutu beras
Dengan mengontrol bahan baku yang masuk dan pengontrolan secara ketat
selama proses pengolahan maka akan dapat diproduksi beras dengan mutu
prima. Tentu ini masih tergantung dari kualitas bahan baku padi yang diolah,

10

sehingga penerapan RPC juga harus diikuti oleh perbaikan sistem budidaya
dan pemilihan varietas padi yang baik.
b) Peningkatan rendemen pengolahan
Dengan sistem pengolahan menggunakan mesin modern, maka semua
bagian/sub sistem dapat dikontrol dengan baik sehingga dapat mengurangi
susut secara signifikan.
c)

Peningkatan pendapatan petani
Terbentuknya imej konsumen terhadap produk dengan kualitas yang lebih
baik akan meningkatkan harga beras, yang pada gilirannya akan dapat
meningkatkan pendapatan petani. Pada penerapan RPC ini petani dapat
menjual gabahnya dalam bentuk gabah kering panen sehingga resiko
penurunan mutu gabah akibat keterlambatan pengeringan tidak dialami oleh
petani.
Manfaat sampingan penggunaan RPC adalah memperbaiki produksi dan

distribusi pascapanen, pengembangan beras mutu tinggi karena diproduksi dengan
menggunakan mesin pengolahan kontinu dari panen hingga penggilingan dan
pengemasan, pengembangan beras lokal dengan mutu yang baik melalui local
brand, melalui teknologi benih superior, pertanian organik dan pengolahan lahan
secara terpadu, pengembangan sistem Contract Farming untuk menjamin
pemasaran bagi petani dengan jaminan harga dan jumlah pesanan dan
meningkatkan sistem distribusi melalui jaminan mutu oleh pengusaha RPC,
kepuasan pelanggan karena memproduksi berbagai variasi beras dan kemasan
yang menarik, pengembangan Brand image dan transaksi langsung antara RPC
dan konsumen (Pemerintah kabupaten Sukabumi 2005).
Pemodelan Sistem Dinamik
Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah
obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung
maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Oleh
karena suatu model adalah abstraksi dari realitas, pada wujudnya kurang
kompleks daripada realitas itu sendiri (Handoko 1994).

11

Menurut Syarifuddin (2001) cit Asyiawati (2002) kegunaan model antara
lain adalah sebagai berikut:
a) Untuk menentukan atau menggambarkan sesuatu, misalnya sistem
informasi manajemen.
b) Untuk membantu dalam usaha menganalisis atau mengkaji sistem
c) Untuk

menentukan,

menjelaskan

dan

menggambarkan

hubungan-

hubungan serta kegiatan-kegiatan (proses)
d) Untuk menampakkan situasi atau keadaan melalui perlambang atau
simbol-simbol yang bisa dimanipulasikan untuk menghasilkan suatu
prediksi atau ramalan.
Model simulasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a) Model simulasi statis dan dinamis
Model simulasi statis merepresentasikan sistem pada satu titik waktu atau
pada kondisi dimana waktu tidak memiliki pengaruh. Sedangkan model
simulasi dinamis merepresentasikan sistem seiring dengan perubahan
waktu.
b) Model simulasi deterministik dan stokastik
Jika suatu model simulasi tidak mengandung komponen probabilitas
(misalnya random) maka model simulasi tersebut disebut model simulasi
deterministik. Pada model simulasi deterministik output didapat bila
besaran input dan hubungan-hubungan dalam model telah ditentukan
sebelumnya. Sementara beberapa sistem harus dimodelkan dengan
menggunakan input random, model simulasi pada kondisi demikian
disebut stokastik.
c) Model simulasi diskrit dan kontinu
Jika perubahan status sistem hanya pada saat-saat tertentu maka model
simulasi tersebut disebut diskrit. Sedangkan bila perubahan status sistem
terus menerus sepanjang waktu disebut model simulasi kontinu.
Permodelan mencakup suatu pemilihan dari karakteristik dari perwakilan
abstrak yang paling tepat pada situasi yang terjadi. Pada umumnya, model
matematis dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian. Suatu model adalah bisa
statik atau dinamik. Model statik memberikan informasi tentang peubah-peubah

12

model hanya pada titik tunggal dari waktu. Model dinamik mampu menelusuri
jalur waktu dari peubah - peubah model. Model dinamik lebih sulit dan mahal
pembuatannya, namun memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia
nyata (Handoko 1994).
Suatu sistem didefinisikan sebagai himpunan atau kombinasi dari bagianbagian yang membentuk sebuah kesatuan yang kompleks. Namun tidak semua
kumpulan dan gugus bagian dapat disebut suatu sistem kalau tidak memenuhi
syarat adanya kesatuan (unity), hubungan fungsional, dan tujuan yang berguna.
Suatu kawasan dengan berbagai sumber daya dan aktivitas di dalamnya
merupakan suatu sistem yang kompleks (Eriyatno 2003).
Dari beberapa batasan mengenai pengertian sistem, dapat disimpulkan
bahwa sistem adalah seperangkat obyek yangt membentuk susunan tertentu dan
menunjukkan sifat saling berhubungan, baik antara objek yang satu dengan yang
lainnya

ataupun

antara bagian-bagian

dari

masing-masing

objek

yang

bersangkutan. Secara lebih sederhana dapat diungkapkan bahwa sistem adalah
seperangkat objek yang merupakan kumpulan dari sub sistem-sub sistem yang
saling berimbaldaya. Di dalam sub sistem terdapat banyak sub-sub sistem, dan di
dalam sub-sub sistem terdapat pula sejumlah sub-sub sistem dan seterusnya
(Sabari 1991).
Secara umum ciri-ciri sistem adalah sebagai berikut (Awad 1979 cit
Budihardjo 1995):
a. Pada hakekatnya sistem itu bersifat terbuka, selalu berinteraksi dengan
lingkungannya.
b. Setiap sistem terdiri dari dua atau lebih sub sistem, dan setiap sub sistem
terbentuk dari beberapa sub sistem yang lebih kecil.
c. Antar sub sistem terjalin saling ketergantungan, dalam arti bahwa satu
subsistem membutuhkan masukan (input) dari sub sistem lain dan keluaran
(output) dari sub sistem tersebut diperlukan sebagai masukan bagi sub sistem
yang lain lagi.
d. Setiap sistem memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya melalui mekanisme umpan balik (feed back).

13

e. Setiap sistem mempunyai keandalan dalam mengatur diri sendiri (selft
regulation) terutama dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan yang
terjadi dalam lingkungan sistem.
f. Setiap sistem mempunyai tujuan dan sarana tertentu yang ingin dicapai.
Eriyatno (2003) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan
yang kompleks dengan pendekatan sistem melalui beberapa tahapan, yaitu: (1)
analisis kebutuhan, bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dari semua
pelaku dalam sistem, (2) fomulasi permasalahan, yang merupakan kombinasi dari
semua permasalahan yang ada dalam sistem, (3) identifikasi sistem, bertujuan
untuk menentukan variabel-variabel sistem dalam rangka memenuhi kebutuhan
semua pelaku dalam sistem, (4) pemodelan abstrak, pada tahap ini mencakup
suatu proses interaktif antara analisis sistem dengan pembuat keputusan, yang
menggunakan model untuk mengeksplorasi dampak dari berbagai alternatif dan
variabel keputusan terhadap berbagai kriteria sistem, (5) implementasi, tujuan
utamanya adalah untuk memberikan wujud fisik dari sistem yang diinginkan, dan
(6) operasi, pada tahap ini akan dilakukan validasi sistem. Pada tahap ini terjadi
modifikasi-modifikasi tambahan karena cepatnya perubahan lingkungan dimana
sistem tersebut berfungsi.
Menurut Forrester (1961) fokus utama dari metodologi sistem dinamik
adalah pemahaman atas sistem sehingga langkah pemecahan masalah memberikan
umpan balik pada sistem. Enam tahap pemecahan masalah dengan metodologi
sistem dinamik adalah identifikasi dan definisi masalah, konseptualisasi sistem,
fomulasi model, simulasi dan validasi model, analisis kebijakan dan
implementasi.
Menurut Pramudya (1989), pendekatan sistem dilakukan dengan tahapan
kerja yang sistematis yang dimulai dari analisis kebutuhan hingga tahap evaluasi,
seperti disajikan pada Gambar 2.

14

Mulai

A

Analisis Kebutuhan

Pemodelan Sistem

Formulasi Permasalahan

Validasi Model

Tidak

Identifikasi Sistem
· Diagram Lingkar Sebab Akibat
· Diagram Input-Output
· Diagram Alir

Layak
Ya
Implementasi

A
Evaluasi

Gambar 2 Tahapan kerja dalam pendekatan sistem
Pengujian terhadap model sistem dinamik secara umum dapat dibagi
menjadi tiga kategori (Forrester 1961). :
1) Validasi struktur, yaitu pengujian relasi antar variabel yang ada di dalam
model dan disesuaikan dengan keadaan pada sistem yang sebenarnya.
2) Validasi perilaku, yaitu pengujian terhadap kecukupan struktur model
dengan melakukan penilaian terhadap perilaku yang dihasilkan model.
3) Validasi implikasi kebijakan, yaitu pengujian terhadap perilaku model
terhadap berbagai rekomendasi kebijakan.
STELLA
STELLA (System Thinking Educational Learning Laboratory with
Animation) adalah sebuah program komputer simulasi yang dibangun dalam suatu
kerangka kerja (framework) dan mudah dipahami dalam penggunaan untuk
pengamatan interaksi kuantitatif dari setiap variabel dalam suatu sistem. Program
dapat digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sistem yang kompleks dari
suatu ilmu fisika, kimia, biologi dan sosial (Martin 1997).
Program STELLA merupakan perangkat lunak untuk pemodelan berbasis
flow chart. STELLA termasuk bahasa pemrograman interpreter dengan

15

pendekatan lingkungan multi-level hierarkis, baik untuk menyusun model maupun
berinteraksi dengan model. Alat penyusun model yang tersedia dalam STELLA
adalah:
1. Stocks, yang merupakan hasil suatu akumulasi, fungsinya untuk
menyimpan informasi berupa nilai suatu parameter yang masuk ke
dalamnya
2. Flows, berfungsi seperti aliran, yaitu menambah dan mengurangi stock,
arah anak panah menunjukkan arah aliran tersebut, aliran bisa satu arah
maupun dua arah
3. Converters, berfungsi luas yaitu dapat digunakan untuk menyimpan
konstanta, input bagi suatu persamaan, melakukan kalkulasi dari berbagai
input lainnya atau menyimpan data dalam bentuk grafis (tabulasi x dan y),
secara umum fungsinya adalah untuk mengubah suatu input menjadi
output
4. Connectors, berfungsi menghubungkan elemen-elemen dari suatu model.
Dengan alat penyusun model seperti di atas, program STELLA akan mampu
menjalankan model dinamis dalam optimasi pengembangan ruang suatu unit
kawasan yang telah diskenariokan dengan input, nilai parameter, keterkaitan
parameter antar aspek, dan output yang telah ditetapkan (Handoko 1994).
Validasi dan Analisis Sensitivitas Model
Pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif harus taat fakta. Validitas atau
keabsahan adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan dari suatu pekerjaan
ilmiah. Dalam pekerjaan pemodelan obyektif itu ditunjukkan dengan sejauh mana
model dapat menirukan fakta. Teknik validasi yang utama dalam metode berfikir
sistem adalah validasi struktur model, yaitu sejauhmana keserupaan struktur
model mendekati struktur nyata. Sebagai model struktural yang berorientasi
proses, keserupaan struktur model dengan struktur nyata ditunjukkan dengan
sejauhmana interaksi variabel model dapat menirukan interaksi sistem nyata.
Sedangkan validasi kinerja adalah aspek pelengkap dalam metode berfikir sistem.
Tujuannya untuk memperoleh keyakinan sejauh mana “kinerja” model
(compatible) dengan “kinerja” sisem nyata