Analisa perbandingan hukum kewarisan adat sunda dengan hukum kewarisan islam

ANALISA PERBANDINGAN HUKUM KEWARISAN ADAT SUNDA
DENGAN HUKUM KEWARISAN ISLAM
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:
Aep Saifullah
NIM: 103044128018

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUD I AKHWAL SYAKHSHIYY AH
FAKUL T AS SY ARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDA YATULAH
JAKARTA
1428 H/2007 M

ANALISA PERBANDINGAN HUKUM KEWARISAN ADAT SUNDA
DEN GAN HUKUM KEWARISAN ISLAM

SKRIP SI

Diajukan Kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

Aep Saifullah

103044128018

Di Bawah Bimbingan :

セ[ゥ@
Drs, H. Husni Thoyyar, M.Ag

NIP 150 050 919

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUD I AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAHDANHUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH
JAKARTA
1428 H/2007 M

PENGESAHAN PANITJA 'd.lL\;\I
Skripsi yang be1judul: "ANALISA PERBANDINGAN IHTI(Uf',1 KEVVARISAN
ADAT SUNDA DENGAN HUKUM KEWARISAN ISLAlVl" telah diujikan dalam
Sidang Munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakmia pada tanggal 6 Desember 2007.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Islam pada Jurusan
Ahwal Syakhshiyyah

Jakarta, 6 Dcscrnber 2007
...Mengesahkan
··' 'Deka

PANITIA UJIAN
Ketua

Sekretaris
Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Dj 1lil, SH, MA
NIP. 150 169 102
: Kamarusdiana, MH
NIP. 150 268 783
Drs, H. Husni Thoyyar, M.'1g
NIP. 150
919

o:o

Penguji I

: Drs. H. Odjo Kusnara Nursidik, l\;1.Ag
NIP. 150 268 783

Penguji II


: Muhammad Taufiki, M.Ag
NIP. 150 290 159

KATA PENGANTAR

セIi@



,,

,..

Artinya:

"Berikan hart a pusaka kepada pemiliknya (orang yang menerima fardlu}. Sisa
dari hartanya diberikan kepada orang laki-laki yang paling dekat kepada orang yang
meninggal." (Muuafaq A/aihi}

Dali! di alas merupakan hadis shahih dan tidak diragukan

kedudukannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu 'Ala Ibnu Muhammad
dengan sanad dari Uhaib Ibnu Thowus dari bapaknya.

Artinya:

Dari Usamah bin Zaid r.a bahwa nabi SAW bersabda: "Orang is/am tidak
rneivarisi orang kafir, den1ikian juga orang kajir tidak me1varisi orang isla1n. 11 (Muttafaq

Alaihi} 20

HセIN@

..U\)

セlZj|@

o\JJ) セ@

"
セ|@


Artinya:
Dari 'Amr bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya dari nabi Muhammad SAW
telah bersabda: "Pen1bunuh itu tidak dapat 1neivarisi sesuatu pun dari yang terbunuh".
(HR. Nasai dan Daruquthni} 21

19

Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani, Nail al-Author, (Azhar, Maktabatul
Iman, t.th) Ji lid Ke-5, h. 60
20
Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajr Al-Asqalani, Bulug/111/ Maram, (Mesir, Dar al-Hadis, t.th) h.
162
21

Ibid, h. 163

30

Dari pengertian hadis pertarna dan kedua di atas, dapat dipaharni

bahwa pembagian warisan diserahkan terlebih dahulu kepada orang yang
berhak yaitu yang tergolong dalam Ashabul Furudh, sisanya kemudian
untuk Ashabah. Diketahui pula bahwa perbuatan waris mewarisi hanya
diperbolehkan bagi yang satu agarna (Islam), dan terakhir juga menjelaskan
tentang ahli waris yang tidak mendapatkan harta pusaka karena membunuh.
3. Ijma'

Yaitu kesepakatan para ularna atau para sahabat sepeninggal
Rasulullah SAW tentang ketentuan warisan yang dalam Al-Quran. Karena
telah disepakati oleh para sahabat dan ularna maka ijma' dijadikan sebagai
sumber dan referensi hukum. 22
4. Ijtihad

Yaitu pemikiran para sahabat atau ulama dalam menyelesaikan ha!hal pembagian warisan yang belum atau tidak disepakati. Yang dimaksud
di sini adalah ijtihad dalam menerapkan istinbath hukum, bukan untuk
mengubah pemaharnan atau ketentuan yang sudah ada. Misalnya terhadap
masalah raad atau 'aul, di dalarnnya terdapat perbedaan pendapat yang
sejalan dengan hasil ijtihad masing-masing sahabat, tabi'in atsu ularna.

22


Tengku Muhammad Hasby Ash-Shidiqy, Fiqh Mawarits (Semarang, Pustaka Rizki Putra,
1999), Cet ke-1, h. 303

31

D. Rukun, Syarat Dan Sebab-sebab Kewarisan

Agar pembagian warisan menjadi sah secara hukum maka harus
terdapat rukun dan syarat mewarisi. Rukun mewarisi adalah :
1. Muwarits, yaitu orang yang meninggal, atau disebut juga dengan pewaris.
2. Warits (ahli waris), yaitu orang yang memiliki hubungan dengan pewaris
dengan suatu sebab menerima pusaka, seperti kekerabatan (hubungan
darah) dan perkawinan.
3. Muruts (harta atau pusaka) yakni harta dari orang yang meninggal.
Adapun syarat-syaratnya adalah :
I. Matinya Muwaris, Para ulama membedakan kepada tiga macam :

a. Mali Haqiqi, yaitu kematian yang nyata disaksikan oleh panca indera.
b. Mali Hukmy, yaitu kematian berdasarkan vonis hakim karena alasan

kuat.
c. Mali Taqdiri, yaitu kematian yang berdasarkan dugaan keras seperti
kematian bayi dalam pemt ibunya karena minum racun atau pemukulan
terhadap ibunya.
2. Hidupnya ahli waris di saat kematian muwaris, ahli waris yang telah mati
disaat kematian muwaris tidak berhak menerima warisan. Karena dari segi
kecakapan hukum, orang yang mati tidak lagi menerima warisan tetapi
masih

memiliki

peninggalannya.

kewajiban

seperti

membayar

hutang


dari

harta

32

3. Tidak ada penghalang untuk mewarisi. 23
Sedangkan yang menjadi penyebab terjadinya kewarisan antara lain :
I. Perkawinan yang sah.
2. Kekerabatan, yakni hubungan darah yang mengikat ahli warts dengan
muwar1s.
3. Wala' yaitu kekerabatan yang timbul karena membebaskan (memberikan)
hak budak.

E. Sebab-Sebab Atau Penghalang Tidak Menerima Warisan
Yang dimaksud penghalang di sini adalah suatu tindakan atau hal-hal
yang menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi harta pusaka. Adapun yang
menjadi penghalang untuk mendapat warisan yaitu :
I. Pembunuhan yang dilakukan seseorang terhadap bapalmya sendiri.

Perbuatan anak tersebut merupakan suatu tindakan makar pembunuhan
yang dapat menggugurkan haknya untuk mewarisi harta peninggalan
ayahnya, sekalipun telah memenuhi rukun dan syarat mewarisi.
2. Berlainan agama, yang menjadi penghalang adalah apabila antara ahli waris
dan muwarits berbeda agarna atau keyakinan.

23

Fatchur Rahman, I/mu Waris, (Bandung, PT Al Ma'arif, 1987), h. 50